Anda di halaman 1dari 33

IMPLEMENTASI PROGRAM BANTUAN LANGSUNG

TUNAI DANA DESA ( BLT DD ) DESA SUKOREJO


KECAMATAN MALO KABUPATEN BOJONEGORO

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh
MOCH. SHOLEH
21040674427

Universitas Negeri Surabaya


Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum
Jurusan Administrasi Publik
Program Studi S1 Ilmu Administrasi Publik
2022
IMPLEMENTASI PROGRAM BANTUAN LANGSUNG
TUNAI DANA DESA ( BLT DD ) DESA SUKOREJO
KECAMATAN MALO KABUPATEN BOJONEGORO

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Negeri Surabaya untuk memenuhi persyaratan
penyelesaian program sarjana S1 Ilmu Administrasi Negara

Oleh
MOCH. SHOLEH
21040674427

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUKUM
JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK
PROGRAM STUDI S1 ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Kemiskinan merupakan fenomena global, yaitu problem utama yang
ada di Sebagian besar negara. Kemiskinan merupakan masalah yang harus
dihadapi dan menjadi perhatian banyak orang yang ada di dunia. Seseorang itu
akan dikatakan miskin jika dirinya tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-
harinya. Dengan kata lain, orang tersebut hidupnya serba kekurangan serta tidak
mempunyai harta yang lebih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (Lesawengan
dkk,2020).
Negara Indonesia termasuk salah satu Negara berkembang tetapi
angka kemiskinan yang ada di Indonesia masih tinggi, seperti yang di liris dari
(BPS 15-02-2021).Persentasi penduduk miskin pada September 2020 sebesar
10,19 persen, meningkat 0,14 persen poin terhadap maret 2020 dan meningkat
0,97 persen poin terhadap September 2019.Jumlah penduduk miskin pada
September 2020 sebesar 27,55 juta orang, meningkat 1,13 juta orang terhadap
maret 2020 dan meningkat 2,76 juta orang terhadap September 2019.Persentasi
penduduk miskin perkotaan pada maret 2020 sebesar 7,38 persen, naik menjadi
7,88 persen pada September 2020. Sementara persentasi penduduk miskin
perdesaan pada maret 2020 sebesar 12,82 persen, naik menjadi 13,20 persen pada
september 2020.
Melihat data diatas kemiskinan diperkotaan mengalami kenaikan
dikarenakan melemahnya perputaran roda perekonomian, dikarenakan adanya
wabah Virus Covid-19 yang mengakibatkan banyaknya Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) yang berdampak pada meningkatnya angka kemiskinan apalagi
diperkotaan yang kebanyakan penduduknya bermata pencaharian sebagai
pegawai kantoran dan buruh pabrik. Apabila di perdesaan juga ada peningkatan
angka kemiskinan dikarenakan banyak warga perdesaan yang biasanya
bermatapencaharian berdagang di pasar ataupun yang lainnya, dengan adanya
wabah tersebut mereka tidak lagi bedagang.
Upaya peningkatan kesejahteraan terutama masyarakat miskin
diwujudkan agar masyarakat tersebut dapat hidup layak serta mengembangkan
dirinya. Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk
mengentaskan kemiskinan yaitu membuat berbagai model program maupun
pemberian bantuan kepada masyarakat miskin. Pemerintah Indonesia bertujuan
untuk memberantas tingkat kemiskinan maka pemerintah dalam hal ini untuk
sampai pada tujuan tersebut dibutuhkan kerja keras pemerintah untuk melayani
masyarakat kurang mampu,maka dari itu pemerintah dalam melakukan program
kerja untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat miskin sebagaimana
disebutkan dalam Peraturan Presiden No.15 tahun 2010 tentang percepatan
penangulangan kemiskinan sebagaimana yang telah diubah dengan peraturan
Presiden No. 96 tahun 2015 dan keputusan Mentri Sosial RI21/HUK/2017 tentang
penetapan jumlah keluarga penerima manfaat Subsidi beras sejahtera dan bantuan
pangan non tunai tahun 2017. Semua bantuan yang telah diberikan adalah bantuan
social. Jadi semua jenis bantuan yang diberikan Pemerintah kepada masyarakat itu
Namanya bantuan social. Seperti yang disampaikan Asmoroini, 2012. Bantuan
sosial adalah barang yang digunakan untuk membantu masyarakat yang
membutuhkan.
Sedangkan Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No 32 Tahun
2011, bantuan sosial adalah pemberian bantuan berupa uang ataupun barang dari
pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat
yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk
melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial (Agungraka , 2020).
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Jawa Timur sejak Tahun
2019-2021 jumlah kemiskinan sangat signifikan merangkak naik, baik di daerah
perkotaan ataupun di perdesaan dikarenakan adanya wabah Virus Covid-19 yang
melanda di Jawa Timur. (Khotimah, R. K., Fauziah, Z., Nazwa, M.,
Purnamansyah, N. A., & Susilo, S. 2022) Dengan adanya wabah tersebut banyak
masyarakat yang terkena imbas. sehingga mereka banyak yang kehilangan mata
pencaharian sehingga sangat mempengaruhi jumlah kemiskinan di Jawa Timur.
Sesuai yang terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel Jumlah Sebagian penduduk miskin menurut Kabupaten/kota Propinsi Jawa
Timur Tahun 2019-2021.
Kab/Kota Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021
Bangkalan 186,11 204,00 215,97
Banyuwangi 121,37 130,37 130,93
Blitar 103,75 108,55 112,62
Bojonegoro 154,64 161,10 166,52
Bondowoso 103,33 110,24 115,18
Gresik 148,61 164,05 166,35
Jember 226,57 247,99 257,09
Jombang 116,44 125,94 127,30
Kediri 163,95 179,93 184,49
Kota Batu 7,89 8,12 8,63
Kota Blitar 10,10 11,10 11,33
Kota Kediri 20,54 22,19 22,55
Kota Madiun 7,69 8,83 9,06
Kota Malang 35,39 38,77 40,62
Kota Mojokerto 6,63 8,09 8,37
Kota Pasuruan 12,92 13,40 13,97
Kota Probolinggo 16,37 17,72 17,91
Kota Surabaya 130,55 145,67 152,49
Lamongan 157,11 164,68 166,82
Lumajang 98,88 102,60 105,25
Madiun 71,91 78,30 81,61
Magetan 60,43 65,09 67,75
Malang 246,60 265,56 276,58
Mojokerto 108,81 118,80 120,54
Nganjuk 118,51 122,73 125,53
Ngawi 119,43 128,19 130,81
Pacitan 75,86 80,82 84,19
Sumber: Badan Pusat Statistik (Susenas Maret)
Melihat dari Data Tabel di atas tersebut, Kabupaten Bojonegoro juga
Kabupaten yang Jumlah kemiskinannya naik, dilihat dari Tahun 2019 sebesar
154.64, Tahun 2020 sebesar 161,10 dan di Tahun 2021 sebesar 166,52.
Dikarenakan sebagian penduduk Kabupaten Bojonegoro bekerja di luar kota dan
paling banyak bekerja disektor pertanian. Luas areal lahan pertanian mencapai 83
ribu hektare. Sehingga, rata-rata penduduk Bojonegoro mata pencahariannya
pertanian," kata Kabid Tenaga Kerja dan Transmigrasi Dinas Perindustrian dan
Tenaga Kerja (Disperinaker) Kabupaten Bojonegoro Slamet.

Kabupaten Bojonegoro sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS)


Kabupaten Bojonegoro, terkait perkembangan tingkat kemiskinan pada Tahun
2020-2021, selama periode maret 2020 hingga maret 2021, jumlah penduduk
miskin di Kabupaten Bojonegoro bertambah sebanyak 5,42 ribu jiwa, dari 161,10
ribu jiwa pada maret 2020 menjadi 166,52 ribu jiwa pada maret 2021 atau
mengalami peningkatan sebesar 3,36 persen.Sedangkan, berdasarkan presentase
penduduk miskin di Kabupaten Bojonegoro dalam rentang waktu satu tahun
tersebut, mengalami peningkatan sebesar 3,11 persen, dari 12,87 persen pada
Maret 2020 menjadi 13,27 persen pada Maret 2021.Dari data tersebut, kemiskinan
di Bojonegoro mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan Tahun-tahun
sebelumnya, adanya kemiskinan di Kabupaten Bojonegoro ini akibat faktor dari
pandemi Covid-19, dengan adanya pandemi banyak masyarakat yang mengalami
penurunan pendapatan, karena kehilangan mata pencaharian atau disebabkan
dengan hal yang lain juga.

Melihat kemiskinan yang ada di Negara Indonesia mulai dari tingkat


pusat, propinsi, kabupaten maka perlu adanya program atau suatu cara yang
sangat dibutuhkan untuk menanggulangi kemiskinan tersebut.sehingga dapat
menambah pendapatan masyarakat yang nantinya akan berpengaruh pada daya
beli masyarakat, sehingga perputaran ekonomi akan lebih meningkat.

Bantuan Sosial banyak mendapat perhatian publik karena memiliki


kepentingan yang perlu diakomodir untuk membantu tugas pemerintah daerah
(selanjutnya disebut Pemda) dalam mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat,
menanggulangi penyakit sosial dan memuat kepentingan politik dalam arti luas
(Amru, 2018).

Pelaksanaan BLT Dana Desa ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri


Desa (PDTT) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perubahan Peraturan Menteri Desa
(PDTT) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa, tentang
perubahan Peraturan Menteri Desa (PDTT) Nomor 11 tahun 2019 tentang
prioritas penggunaan dana desa diantaranya penyediaan Bantuan Langsung Tunai
yang bersumber dari Dana Desa (BLT-DD). Pemerintah desa diyakini lebih
mampu menyalurkan bantuan tersebut, karena langsung mengetahui kehidupan
sehari-hari sehingga lebih mudah untuk memilih orang yang akan menerima
bantuan tersebut.

Pembagian bantuan sosial yang diberikan pemerintah untuk masyarakat


Indonesia bukanlah suatu hal baru. Beragam skema bantuan sosial serta subsidi
telah dilaksanakan pemerintah untuk mencukupi dan meringankan tanggungan,
dan memperbaiki tingkat hidup warga negara yang kurang berkecukupan. Hal ini
sejalan dengan teori welfare state, merujuk dari Alfitri (2012) konsep welfare
state dalam Encyclopedia Britannica yakni terkait tanggung jawab negara sebagai
garda terdepan dalam melindungi serta memakmurkan kesejahteraan ekonomi.

Bantuan BLT DD sangatlah perlu dilakukan dengan pembahasan yang


matang dari seluruh Jajaran Pemerintah Desa, agar nantinya dalam
pelaksanaannnya tidak ada kendala sebagaimana hasil penelitian ( Heru
Purnawan*,Deni Triyanto dan Subhan Ilham Thareq 2021) dengan Judul
Implementasi Kebijakan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa yang menjelaskan
Kebijakan BLT-DD harus didukung penuh dari seluruh Jajaran Pemerintahan
yang ada di Desa. Bantuan BLT-DD sangatlah membantu bagi penduduk yang
mendapatkan seperti hasil penelitian dari (Fika Nurahmawati dan Sri Hartini
2020) dengan Judul Implementasi Kebijakan Program Bantuan Langsung Tunai
(BLT) terhadap warga terdampak Covid-19. Yang menjelaskan pemberian
Bantuan BLT-DD pada warga yang terdampak Covid-19 sangatlah membantu
bagi warga yang terkena pandemi.
Permasalahan kebijakan BLT yang terjadi sebelumnya menunjukan
kesesuaian dengan masalah yang muncul dari pelaksanaan kebijakan BLT Dana
Desa tahap pertama yang telah dilaksanakan di beberapa wilayah, berbagai
permasalahan yang telah muncul antara lain, yaitu: Pertama, adanya ketidak
tepatan warga yang menerima bantuan BLT Dana Desa tahap pertama yang terjadi
di Desa Sukorejo Kecamatan Malo Kabupaten Bojonegoro, sehingga masyarakat
melakukan protes dengan cara mendatangi kantor Desa untuk menanyakan
Kepada pihak D Pemerintah Desa tentang kepastian mengenai kriteria dan proses
pencairan dana BLT Dana Desa.

BLT DD menjadi bagian penting dalam pemulihan ekonomi dan


perputan keuangan yang ada di masyarakat, karena nantinya daya beli masyarakat
akan bertambah. Namun,terdapat berbagai tantangan dan permasalahan yang
dihadapi oleh Pemerintah Desa dalam pendistribusian bantuan. Permasalahan
dan tantangan yang dihadapi, dimulai dari pendataan penduduk miskin, penduduk
yang sedang sampai yang kaya tetapi mereka terdampak pandemi dan mereka termasuk
dalam kriteria warga yang berhak mendapatkan bantuan social. Dengan banyaknya warga
yang terkena pandemic sehingga Dana Desa tidak mencukupi untuk mereka semua,
mulailah muncul kecemburuan sosial yang timbul, Permasalahan timbul akibat
dari kurangnya pengetahuan masyarakat desa itu sendiri.

Desa Sukorejo merupakan salah satu desa yang berada do Kecamatan


Malo Kabupaten Bojonegoro yang berada di utara bengawan solo. Desa Sukorejo
sebelah timur berbatasan dengan Desa Trembes, untuk Utara berbatasan dengan
hutan, sebelah barat dan selatan berbatasan denghan Desa Malo. Desa Sukorejo
terdiri dari 3 Dusun, yaitu Dusun Sukorejo, Kidangan dan Ledok, terdiri dari 3
RW dan 7 RT. Jumlah penduduk pada Tahun 2021 sebanyak 1222 dengan Jumlah
KK 380 Kepala Keluarga. Jumlah KPM penerima PKH 81 Keluarga, BPNT 141
Keluarga. Dan kebanyakan bermata pencaharian petani dan merantau di luar kota,
Desa Sukorejo juga termasuk salah satu Desa yang masyarakatnya terkena
dampak akibat pandemi Covid-19, Oleh karena itu, dengan adanya Bantuan
Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD) dalam program dana desa yang
dikeluarkan oleh pemerintah yang menganggarkan dana bantuan langsung
sebesar 40% dari total anggaran dana desa yang akan diterima, dan dana yang
didapatkan masyarakat sebesar Rp.300.000/Kepala rumah tangga. Pada dasarnya,
prinsip bantuan ini adalah untuk melengkapi serangkaian program jaring
pengaman sosial yang telah ditetapkan pemerintah seperti PKH, Bantuan
Sembako, dan Diskon listrik. Bedanya, skema BLT Dana Desa ini memberikan
keleluasaan bagi pemerintah desa untuk menentukan sendiri calon penerima
bantuan secara pastisipatif melalui Musyawarah Desa. Diharapkan masyarakat
penerima menggunakan dana sebaik mungkin untuk memenuhi kebutuhan pokok
atau primernya. Tetapi dalam pelaksanaannya dari Pihak Pemerintah Desa sangat
kesulitan dalam menentukan KPM yang akan menerima bantuan tersebut karena
banyak warga yang kehilangan mata pencaharian akibat adanya pandemi Covid-
19. pada tahun 2020-2022 BLT-DD bertujuan agar masyarakat miskin dan korban
Pandemi Covid tetap dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, kebutuhan sehari-hari
juga mencegah turunnya taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan
ekonomi yang disebabkan adanya Pandemi.
Berdasarkan masalah yang terjadi di atas yang membuat penulis merasa
penasaran sehingga tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul
“ Implementasi Bantuan Sosial Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD)
Desa Sukorejo Kecamatan Malo Kabupaten Bojonegoro “
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah :
Bagaimana implementasi Program Bantuan Langsung Tunai Dana
Desa ( BLT DD ) Desa Sukorejo Kecamatan Malo Kabupaten Bojonegoro?
1.3. Tujuan
Berdasarkan latar belakang m a s a l a h yang telah dikemukakan,
tujuan dalam penelitian ini adalah :
Untuk Mendiskripsikan Implementasi program Bantuan Langsung
Tunai Dana Desa (BLT DD) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa
Sukorejo Kecamatan Malo Kabupaten Bojonegoro.
1.4. Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini Pengembangan Ilmu Adminisatrasi Negara khususnya
Study Ilmu Sosial dan Hukum diharapkan mampu memberikan pemahaman
tentang implementasi Program Bantuan Langsung Tunai Dana Desa
(BLT DD) di lingkungan Desa Sukorejo Kecamatan Malo Kabupaten
Bojonegoro
2. Manfaat Praktis
a. Pemerintah Desa
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa
masukan kepada Pemerintah Desa, sehingga dapat melaksanakan dan
memberikan kebijakan dalam rangka peningkatan pemahaman Bantuan
Langsung tunai Dana Desa (BLT-DD) yang berkelanjutan di Desa
Sukorejo Kecamatan Malo Kabupaten Bojonegoro.
b. Unesa
Untuk menambah literatur dan sumber informasi dilingkungan Program
Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum
Universitas Negeri Surabaya, memberikan pemahaman, pengetahuan,
serta gambaran utuh tentang implementasi Program Bantuan Langsung
Tunai Dana Desa (BLT DD) untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Desa Sukorejo Kecamatan Malo Kabupaten Bojonegoro.
c. Mahasiswa
Dapat bermanfaat bagi peneliti, yaitu untuk menambah ilmu dan
pengetahuan yang dimilikinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu


Beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, adalah :
1. Nur Fitra Tsania ( 2022 ) dengan judul “ Implementasi program bantuan
langsung tunai (BLT) bagi masyarakat miskin di desa Laringgi Kabupaten
Soppeng” Dalam program bantuan langsung tunai yang ada di desa
Laringgi sudah berjalan dengan baik, dan untuk persyaratan bagi
masyarakat penerimaan BLT sangat mudah yaitu hanya dibutuhkan kartu
keluarga (KK) dan kartu tanda penduduk (KTP).Menurut penulis
Implementasi program bantuan langsung tunai (BLT) bagi masyarakat
miskin di desa Laringgi Kabupaten Soppeng sudah bagus beda tempat
penelitian.
2. Indah Prabawati (2021), dengan judul “ Implementasi Kebijakan Dana Desa
Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 di Desa Sukowidodo Kecamatan
Karangrejo Kabupaten Tulungagung “ Peneliti menarik kesimpulan bahwa
penetapan pengalokasian dana desa 2020 diprioritaskan untuk penanganan
covid-19. Penggunaan dana desa difokuskan untuk 3 kegiatan yang diatur
dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 6
Tahun 2020 yakni Pemanfaatan Dana Desa dalam operasional pencegahan
dan penanganan Covid-19, Pemanfaatan Dana Desa dalam Padat Karya
Tunai Desa (PKTD), dan Pemanfaatan Dana Desa dalam Bantuan Langsung
Tunai (BLT-DD). Sedangkan kebijakan yang ditetapkan oleh Desa
Sukowidodo meliputi program penyemprotan disinfektan, sosialisasi dan
pembagian masker, pembangunan rumah isolasi, pemberlakuan jam malam,
pembentukan posko desa, dan penyaluran BLT Dana Desa
3. Winarti wayan (2020), dengan judul “Hasil Penyaluran Kebijakan Dana
Bantuan Sosial di Kabupaten Gianyar” kebijakan Dana Bansos sudah cukup
baik dan cukup efektif dalam mencapai tujuannya untuk meringankan beban
pengeluaran keluarga miskin. Namun menurut penulis kebijakan Bansos di
Kabupaten Gianyar ini belum cukup efektif, hal tersebut dikarenakan masih
adanya masyarakat yang berhak mendapatkan program ini tetapi tidak
mendapatkan manfaat dari program tersebut.
4. Nafida Arumdani (2021), dengan judul “efektifitas bantuan langsung tunai
dana desa (BLTDD) di desa Mojoruntut Kecamatan Krembung Kabupaten
Siduardo”. Dimana hasil penelitiannya mengungkapkan Kabupaten
Keadaan desa Mojoruntut sendiri bisa dikatakan cukup baik jika dilihat dari
kondisi infrastruktur. Hal ini dapat kita lihat dengan kondisi jalan yang
sudah di aspal sehingga memudahkan akses untuk keluar masuk desa,
kantor kepala desa juga telah direnovasi dengan baik agar dapat
memberikan pelayanan yang prima juga kepada masyarakat. Dengan luas
wilayah 244,96 Hal terdapat 5 dusun yang yaitu dusun Simorow,
Kesimbukan, Buntut, Jabon dan Biting. Kondisi tempat tinggal
masyarakatnya yang lumayan bagus dan layak huni, serta pendapatan yang
diperolehpun cukup tinggi sehingga tingkat kemiskinan masyarakat Desa
Mojoruntut juga rendahdan kesejahteraan masyarakatnya bisa dikatakan
cukup baik. Mata pencaharian penduduk Desa ini umumnya meliputi buruh
pabrik, petani, PNS, pedagang dan pengusaha.
Berdasarkan dari hasil penelitian sebelumnya yang di tulis oleh (1) Nur
Fitra Tsania ( 2022 ), (2) Indah Prabawati (2021), (3) Winarti wayan (2020), dan
(4) Nafida Arumdani (2021), terdapat persamaan dengan penulis yaitu sama-sama
mengangkat tema tentang Bantuan Langsung Tunai (BLT DD), sedangkan letak
perbedaan pada penelitian sebelumnya yaitu pada lokasi penelitian, penelitian
terdahulu mengangkat tema tentang Implementasi dan Efektifitas sedangkan
penelitian ini membahas tentang bagaimana Implementasi atau penerapan
Bantuan Sosial Bantuan Langsung Tunai (BLT DD) di Desa tersebut.
2.2 Teori dan konsep
1. Kebijakan Publik
a. Defenisi Kebijakan Publik
Kebijakan publik ialah sejumlah aktivitas pemerintah untuk
memecahkan masalah di tengah masyarakat, baik secara langsung maupun
melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. dalam
praktiknya, kebijakan publik tidak terlepas dari peran dan fungsi aparat kebijakan
public.Kebijakan Publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang
banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang
otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik
haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari
publik atau orang banyak (Prof. DR. H. Sunarto, Msi). Kebijakan Publik atau
public policy kita ketahui merupakan aturan yang sudah ditetapkan dan harus
ditaati. Bagi siapa yang melanggar akan mendapatkan sesuai dengan bobot
pelanggaran yang dilakukan dan sanksi yang dijatuhkan di depan masyarakat oleh
lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi tersebut. Jadi, kebijakan
publik ini bisa kita ibaratkan suatu hukum. Bukan hanya sekedar hukum namun
kita harus memahaminya secara utuh dan benar (DR. Andriansyah, M.Si).
Menurut David Easton dalam (Anggara, 2014) “Public policy is the
authoritative allocation of values for the whole society”(kebijakan publik adalah
pengalokasian nilai-nilai secara sah kepada seluruh anggota masyarakat). James E.
Anderson Anderson (Anggara, 2014) menyatakan bahwa, “Public policies are
those policies developed by governmental bodies and officials” (kebijakan publik
adalah kebijakan yang dikembangkan oleh badan dan pejabat pemerintah).
b. Proses Kebijakan Publik
Kebijakan Publik tidak dapat lahir begitu saja sebagaimana telah
digambarkan, tetapi melalui proses atau tahapan yang cukup panjang. Proses
analisis kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan
di dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut nampak
dalam serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda, formulasi
kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan.
Sedangkan aktivitas perumusan masalah, forecasting, rekomendasi kebijakan,
monitoring, dan evaluasi adakah proses kebijakan public (Sumber: William N.
Dunn, 1994:17).
Anderson dalam (Widodo, 2021) membedakan lima langkah
dalam proses kebijakan, yaitu a) agenda setting, b) policy formulation, c) policy
adoption, d) policy implementation, dan e) policy assessment evaluation.
Sedangkan Ripley (Widodo, 2021) membedakan dalam 4 tahapan, yaitu a)
agenda setting, b) formulation and legimating of goal and program, c) program
implementation, performance, and impact, d) decision about the future of the
policy and program.
Menurut Thomas R.Dye dalam (Widodo, 2021) proses kebijakan
publik meliputi beberapa hal berikut : a) Identifikasi masalah kebijakan
(identification of policy problem). b) Identifikasi apa yang menjadi tuntutan
(demands) atas tindakan pemerintah. c) Penyusunan agenda (agenda setting).
Penyusunan agenda (agenda setting) merupakan aktivitas memfokuskan perhatian
pada pejabat publik dan media masa atas keputusan apa yang akan diputuskan apa
yang akann diputuskan terhadap masalah publi tertentu.
2. Implementasi
a. Defenisi Implementasi
Secara umum istilah Implementasi dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia berarti pelaksanaan atau penerapan. istilah implementasi biasanya dapat
dikaitkan dengan suatu kegiatan atau program yang dilaksanakan untuk mencapai
tujuan tertentu. Salah satu upaya mewujudkan dalam suatau sistem adalah
implementasi. Kebijakan yang telah ditentukan, karena tanpa implementasi
sebuah konsep tidak akan pernah terwujud. implementasi kebijaksanaan
sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran
keputusan- keputusan politik ke dalam prosedur – prosedur rutin lewat saluran-
saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu menyangkut masalah konflik,
keputusan dan siapa memperoleh apa dari suatu Kebijaksanaan Implementasi
secara umum ialah pelaksanaan atau penerapan.
Implementasi pula termasuk tindakan atau aplikasi dari sebuah
planning yang sudah disusun secara matang, cermat serta jelas. Jadi, implementasi
dilakukan bila telah ada perencanaan yang baik serta matang, atau sebuah
planning yang sudah disusun terlebih dahulu, sehingga telah terdapat kepastian
serta kejelasan dari hasil planning tersebut. Implementasi juga berarti penyediaan
sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menyebabkan masalah atau dampak
terhadap sesuatu. yaitu suatu aktivitas yang direncanakan dan dilaksanakan yang
berfokus serta mengacu di adat-istiadat tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.
Menurut Agostiono (Akib, 2010), “implementasi adalah suatu proses
yang bergerak maju, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu kegiatan atau
aktivitas, sebagai permasalahan yang akhirnya akan menerima suatu masalah yang
sesuai dengan tujuan atau target kebijakan itu sendiri”.
Kamus Webster, merumuskan secara pendek bahwa to implement
(mengimplementasikan) berarti to provide the means for carringout (menyediakan
sarana untuk melaksanakan sesuatu), to give practical effect to (menimbulkan
dampak atau akibat terhadap sesuatu). Pengertian tersebut mempunyai arti bahwa
untuk mengimplementasikan sesuatuharus disertai sarana yang mendukung yang
nantinya akan menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu itu.
Ripley dan Franklin (Rachman, 2018) menyatakan bahwa implementasi
ialah apa yang terjadi sesudah undang-undang ditetapkan yang menyampaikan
otoritas acara, kebijakan, laba (benefit), atau suatu jenis keluaran yang konkret
(tangible output).
Adapun Teori implementasi Edward III (Widodo, 2011) mengatakan
terdapat empat macam, variabel yang bisa mempengaruhi keberhasilan atau
kegagalan dari implementasi sebuah kebijakan. Empat variable atau faktor
tersebut antara lain mencakup variabel atau faktor sumberdaya (resources),
komunikasi (communication), dan struktur birokrasi (bureaucratic structur),
disposisi (dispositions).
b.Model Implementasi Kebijakan
1. Model Edward III
Menurut Edward dalam (Parawangi, 2011) menjelaskan tentang
model implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh George C.Edward III
( 1980 ) yaitu “Dampak Langsung dan Tidak Langsung terhadap Implementasi”
( Direct and Indirect Impact on Implementation ). Edwards mengemukakan
implementasi kebijakan sebagai "Implementasi kebijakan sistem informasi publik
merupakan langkah bagi pembuat kebijakan atas suatu kebijakan yang sudah
ditetapkan sistem informasi publik serta akibat dari kebijakan itu terhadap
orang-orang yang mempengaruhi"( Policy Implementation of public information
system is the stage of policy making between the establishment of a policy public
information system and the consequency of the policy for the people whom it
affects ). Menurutnya, problem utama administrasi publik merupakan kurangnya
perhatian bahwa penghancuran pembuat kebijakan tidak akan dilakukan dengan
sukses ( lack of attention the decission of policy makers will not be carried out
successfully ). Edward menyarankan untuk memperhatikan empat informasi
utama agar implementasi kebijakan menjadi efektif, yaitu ; (1) Komunikasi, (2)
Sumber daya (3) Disposisi, serta (4) Struktur Birokasi, sebagaimana tergambar
berikut :

Model Direct and Indirect Impacts on Implementation: ( Edward


:1980).

Komunikasi

Sumber Daya

Implementasi
Disposisi

Struktur Birokrasi
1. Indikator Edward lll

a. Komunikasi

Menurut Edward III dalam Widodo (2010 :97), komunikasi diartikan


sebagai “proses penyampaian informasi komunikator kepada komunikan”.
Informasi mengenai kebijakan publik menurut Edward III dalam Widodo
(2010:97) perlu disampaikan kepada semua pelaku kebijakan agar para pelaku
kebijakan dapat mengetahui apa yang harus mereka persiapkan dan lakukan
untuk menjalankan kebijakan tersebut, sehingga tujuan dan sasaran kebijakan
dapat dicapai sesuai dengan yang diharapkan. Menurut Edward III dalam Widodo
(2010:97), komunikasi kebijakan memiliki tiga dimensi, antara lain dimensi
transmisi (trasmission), kejelasan (clarity) dan konsistensi (consistency).
1) Transmisi: dalam penyaluran komunikasi tak jarang terjadi miskomunikasi
atau kesalahpahaman disebabkan komunikasi melalui beberapa tingkatan
birokrasi. Akibatnya, terjadi distorsi bentuk implementasi suatu kebijakan
yang gagal.

2) Kejelasan: komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan (street-


level-bureaucrats) harus jelas serta tidak membingungkan.
Ketidakjelasanpesan kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi, namun
pada tataran tertentu, para pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam
melaksanakan kebijakan. Pada tataran yang lain, hal tersebut justeru akan
menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang hendak
ditetapkan.
3) Konsistensi, yaitu perintah yang diberikan untuk pelaksanaan suatu
komunikasi yang harus konsisten, serta jelas (agar diterapkan dan dijalankan).
Sebab jika perintah yang diberikan terus berubah-ubah, hingga bisa
menimbulkan kebingungan bagi pelaksana yang ada di lapangan.

b. Sumber daya
Edward III dalam Widodo (2010:100) menyatakan dalam kesimpulan
studinya “budgetary limitation, and citizen opposition limit the acquisition of
adequate facilities. This is turn limit the quality of service that implementor can be
provide to public”. Menurut Edward III, terbatasnya anggaran yang tersedia
menyebabkan kualitas pelayanan yang seharusnya diberikan kepada masyarakat
juga terbatas. Edward III dalam Widodo (2010:100) menyatakan bahwa “new
towns studies suggest that the limited supply of federal incentives was a major
contributor to the failure of the program”. Menurut Edward III, terbatasnya
insentif yang diberikan kepada implementor merupakan penyebab utama gagalnya
pelaksanaan program. Edward III dalam Widodo (2010:101) menyimpulkan
bahwa terbatasnya sumber daya anggaran akan mempengaruhi keberhasilan
pelaksanaan kebijakan. Disamping program tidak bisa dilaksanakan dengan
maksimal, keterbatasan anggaran menyebabkan disposisi para pelaku kebijakan
rendah dan kurang semangat.
Sumber daya merupakan suatu hal yang terpenting untuk
mengimplementasikan kebijakan dengan baik. terdapat beberapa faktor yang
berpengaruh sehingga sumber daya bisa berjalan dengan baik,yaitu :
1) Staf, atau lebih tepat dikenaal Street-level bureaucrats. Kegagalan seringkali
terjadi pada implementasi kebijakan, salah satunya ditimbulkan oleh
pegawai/staff yang kurang memadai, tidak kompoten pada bidangnya, serta
mencukupi.
2) Informasi, pada implementasi kebijakan informasi memiliki 2 bentuk, yaitu a)
informasi yang bekerjasama dengan cara melaksanakan kebijakan.
Implementor harus tahu apa yang akan mereka lakukan pada saat mereka
diberi perintah untuk melakukan tindakan. b) Infomasi mengenai data
kepatuhan dari pada pelaksana terhadap aturan serta regulasi pemerintah yang
sudah ditetapkan. Implementor perlu tahu apakah orang lain yang terlibat
di dalam pelaksanaan kebiajakan tersebut patuh terhadap hukum.

3) Wewenang, pada dasarnya kewenangan harus bersifat formal agar


perintah bisa terlaksana. Kewenangan ialah ototritas atau legitimasi bagi para
pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik.
4) Fasilitas, Implementor mungkin mempunyai staf yang mencukupi,mengerti apa
yang harus dilakukan, serta mempunyai wewenang untuk melaksanakan
tugasnya, namun tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana serta prasarana),
maka impelementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.

c. Disposisi
Pengertian disposisi menurut Edward III dalam Widodo (2010:104)
dikatakan sebagai “kemauan, keinginan dan kecenderungan para perlaku kebijakan
untuk melaksanakan kebijakan tadi secara sungguh-sungguh sehingga apa yang
menjadi tujuan kebijakan dapat diwujudkan”. Edward III dalam Widodo
(2010:104-105) mengatakan bahwa : jika implementasi kebijakan ingin berhasil
secara efektif dan efisien, para pelaksana (implementors) tidak hanya mengetahui
apa yang harus dilakukan dan mempunyai kemampuan untuk melakukan
kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kamauan dan
kemampuan untuk melaksanakan kebijakan tersebut.

Faktor-faktor yang menjadi perhatian oleh Edward III dalam


Agustinus (2006:159-160) mengenai disposisi dalam implementasi kebijakan
terdiri dari:

1) Pengangkatan birokrasi. Disposisi atau sikap pelaksana akan dapat


menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi
kebijakan, bila pelaku yang ada tidak melaksanakan kebijakan yang diinginkan
oleh pejabat-pejabat yang lebih atas. Karena itu, pengangkatan dan pemilihan
personel pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi
pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan
warga masyarakat.
2) Insentif merupakan salah satu teknik atau cara yang disarankan untuk
mengatasi masalah sikap para pelaksana kebijakan dengan memanipulasi
insentif. Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya
sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan
mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah
keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong atau
penyemangat yang membuat para pelaksana menjalankan perintah dengan baik.
Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi atau
organisasi.
d. Struktur Birokasi
Hal yang tidak kalah pentingnya menurut Edward III serta dapat
mempengaruhi level keberhasilan implementasi kebijakan adalah struktur
birokrasi. Kebijakan yang sangat kompleks menuntut adanya kerjasama orang
banyak . Saat struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka
hal ini dapat mengakibatkan sumber daya menjadi tidak efektif serta akan
merusak jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan, harus
bisa mendukung kebijakan yang sudah diputuskan secara politik dengan jalan
melakukan koordinasi yang baik. setidaknya koordinasi serta kerjasama antara
skateholder dapat membentuk implementasi kebijakan yang baik walaupun
terkadang sesekali mengalami gangguan.
Struktur organisasi yang memiliki rentang kendali panjang cenderung
melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tipe, yakni prosedur yang rumit
dan kompleks yang pada gilirannya menyebabkan aktifitas organisasi tidak
fleksibel .(Gammahendra, F., Hamid, D., & Riza, M. F. 2014)
Meski demikian model implementasi kebijakan Edward III yang
dijelaskan sebelumnya, memiliki kelebihan yaitu kemampuan menyederhanakan
fenomena-fenomena yang kompleks menjadi suatu model implementasi kebijakan
yang tidak sulit. Kelemahannya ialah tidak mengidentifikasi serta menjelaskan
faktor-faktor di luar birokrasi pemerintahan, atau organisasi pelaksana.

2.3 Karangka Pikir


Penelitian ini dilakukan di Kantor Desa Sukorejo untuk mengetahui
penerapan Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang ada di desa Sukorejo
dimana dalam penerapan tersebut masih terdapat beberapa permasalahan dan
tantangan yang dihadapi, kecemburuan sosial yang timbul pada masyarakat,
kurang kepercayaan pada pemerintah desa, Penelitian tentang penerapan Bantuan
langsung tunai di Kantor Desa Sukorejo ini akan di analisis berdasarkan indikator
yang dikemukakan oleh George Edward III (1980) yaitu: (1) komunikasi; (2)
Sumber daya; (3) Disposisi; (4) struktur birokrasi.

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas, Penulis akan

menjelaskan mengenai dampak kebijkan pemberian bantuan sosial terhadap

masyarakat miskin di Desa Sukorejo Kecamatan Malo Kabupaten Bojonegoro .

Soppeng yang dapat di lihat dari bagan karangka pikir yaitu:

Bagan Kerangka Pikir:

Implementasi Program Bantuan Langsung


Tunai Dana Desa (BLT DD) Desa Sukorejo
Kecamatan Malo Kabupaten Bojonegoro

Permasalahan
- Pemerintah Desa Kesulitan menentukan KPM
- Banyak kecemburuan sosial dikalangan
masyarakat
- Masyarakat kurang faham tentang peruntukan
BLT DD

Teori Edward III tahun 1980


- Komunikasi
- Sumber daya
- Disposisi
- Struktur birokrasi
-
2.4 Fokus penelitian

Fokus penelitian ini adalah “Implementasi Program Bantuan


Langsung Tunai Dana Desa ( BLT DD ) Desa Sukorejo Kecamatan Malo
Kabupaten Bojonegoro”, yaitu Komunikasi, Sumber Daya , Disposisi, Struktur
Birokrasi. Penerapan program bantuan langsung tunai ini merupakan kebijakan
dari pemerintah kepada masyarakatnya untuk membantu meringankan kebutuhan
sehari-hari masyarakat yang miskin dan juga yang terdampak covid-19.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan penelitian deskriptif. Menurut Sugiyono metode penelitian kualitatif
adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang
alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai
instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive
dan snowball, teknik pengumpulan data dengan trianggulasi (gabungan), analisis
data bersifat induktif/deduktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan
makna daripada generalisasi (Sugiyono 2013).
Pemilihan pendekatan kualitatif pada penelitian ini untuk menjawab
masalah penelitian yang akan diajukan dengan menekankan pada proses dan
kebijakan dalam memahami Implementasi Program Bantuan Langsung Tunai
Dana Desa (BLT DD) Desa Sukorejo Kecamatan Malo Kabupaten Bojonegoro

3.2 Sumber Data dan Data Penelitian


Salah satu pertimbangan dalam memilih masalah penelitian adalah
ketersediaan sumber data. Penelitian kuantitatif lebih bersifat explanation
(menerangkan, menjelaskan), karena itu bersifat to learn about the people
(masyarakat objek), sedangkan penelitian kualitatif lebih bersifat understanding
(memahami) terhadap fonemena atau gejala sosial, karena bersifat to learn about
the people (masyarakat sebagai subyek).
Ketepatan memilih dan menentukan jenis sumber data akan
menentukan kekayaan data yang akan diperoleh. Jenis sumber data terutama
dalam penelitian kualitatif dapat diklasifikasikan salah satunya adalah Nara
Sumber (informan).
Dalam penelitian penelitian kualitatif posisi nara sumber sangat
penting, bukan sekedar memberi respon, melainkan juga sebagai pemilik
informasi. Oleh karena itu, ia disebut informan (orang yang memberikan
informasi, sumber informasi, sumber data) atau disebut juga subyek yang diteliti.
Karena ia juga aktor atau pelaku yang ikut melakukan berhasil tidaknya penelitian
berdasarkan informasi yang diberikan. Dalam penelitian ini yang akan
diwawancarai untuk mendapatkan jawaban yang sesuai berkaitan dengan ”
Implementasi program Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD) Desa
Sukorejo Kecamatan Malo Kabupaten Bojonegoro ” adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Informan

No Nama Inisial Jabatan


1 DIDIK DWI AGUNG DDAS Kepala desa
SUPANGADI
2 ADE IRNA AIF Sekretaris
FAMULYA desa
3 SITI NURUL SNQ Kepala dusun
QOMARIYAH Sukorejo
4 LASMIDI LS Masyarakat
penerima BLT

Dengan informan tersebut diharapkan dapat memberikan informasi


yang benar kepada peneliti agar dapat digali seakurat mungkin. Dalam teknik
penentuan informan peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Teknik
Purpossive Sampling, artinya teknik penentuan sumber data mempertimbangkan
terlebih dahulu, bukan diacak. Tetapi memilih informan sinkron menggunakan
kriteria terpilih yang relevan menggunakan duduk perkara penelitian. Untuk
mendapatkan informasi yang akurat, peneliti menentukan informan, yakni Kepala
Desa Sukorejo, Sekretaris Desa Sukorejo, Kepala dusun dan Masyarakat selaku
KPM, sebagai pelaku dalam munculnya kebijakan ini, serta dilengkapi data dari
tanggapan beberapa tokoh masyarakat.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan 2 (dua) jenis data, yaitu data primer dan
data skunder. Data primer (data utama) adalah data yang diperoleh secara
langsung lewat informan melalui wawancara dan data observasi dilapangan dan
pengambilan foto. Sedangkan data skunder adalah data yang diperoleh dari
pemerintah desa, literatur dan hasil penelitian yang sudah ada serta instansi yang
terkait dengan penelitian. Data skunder ini merupakan sumber tertulis yang
berupa sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi, dan
dokumen resmi (Moleong, 2013).
Setiap penelitian ilmiah memerlukan data dalam memecahkan
masalah yang di hadapinya. Data itu harus diperoleh dari sumber data yang
tepat dan benar, agar data yang terkumpul relevan, dengan data yang benar
sehingga tidak menimbulkan kekeliruan dalam penyusunan interpretasi dan
kesimpulan. Untuk memperoleh data yang bersifat akurat, mula-mula yang
dilakukan dalam penelitian terhadap data sekunder, yang kemudian dilanjutkan
dengan penelitian lapangan untuk memperoleh data primer. Teknik pengumpulan
data yang digunakan adalah melalui sumber data primer. Dimana data primer
didapatkan langsung di lapangan dengan cara observasi atau pengamatan
langsung, observasi sendiri adalah suatu kegiatan untuk mengumpulkan data-data
sebagai penunjang yang dapat membantu keakuratan dari data yang
diperoleh. Selanjutnya dengan cara wawancara yaitu pengumpulan data dengan
cara mengadakan wawancara bertanya secara langsung dengan berbagai pihak
yang berkaitan dengan penelitian ini. Saat melakukan wawancara, pertanyaan
yang diajukan adalah seputar data-data yang berkaitan dengan penelitian tersebut.
Dan juga dapat ditambah lagi dengan dokumentasi, karena untuk melengkapi
analisis dan memperkuat kesimpulan dari seluruh data dan kegiatan dalam
penelitian tersebut maka perlu didokumentasikan dalam bentuk gambar.

3.4 Teknis Analisis Data


Analisis kualitatif ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah
penelitian, yang analitiknya melalui penafsiran dan pemahaman (interpretative
understanding) atau verstehen. Data hasil dari wawancara dan pengamatan ditulis
dalam suatu catatan lapangan yang terinci kemudian dianalisis secara kualitatif.
Untuk memperoleh data yang akurat, maka dibuat catatan lapangan yang
selanjutnya disederhanakan/disempurnakan. Data yang diperoleh dianalisis secara
komponensial (componetial analysis) dengan melalui tiga tahapan yaitu:
1. Tahap pertama, analisis data kualitatif yang dilakukan adalah proses reduksi
data kasar dari catatan di lapangan. Dalam prosesnya, dipilih data yang paling
relevan dengan fokus penelitian. Proses reduksi data dilakukan secara bertahap
selama dan sesudah pengumpulan data sampel tersusun. Reduksi data
dilakukan dengan cara membuat ringkasan data, menelusuri tema tersebar, dan
membuat kerangka dasar penyajian data.

2. Tahap kedua, penyajian data, yaitu penyusunan dari sekumpulan informasi


menjadi pernyataan yang memungkinkan penarikan s e b u a h kesimpulan.
Data disajikan dalam bentuk teks naratif, mulanya terpencar dan terpisah pada
berbagai sumber informasi, kemudian diklasifikasikan menurut tema dan
kebutuhan analisis.
3. Tahap ketiga, penarikan kesimpulan berdasarkan reduksi dan penyajian
data.
Penarikan kesimpulan berlangsung secara bertahap dari kesimpulan
umum pada tahap reduksi data, kemudian menjadi lebih spesifik pada tahap
penyajian data, dan lebih spesifik lagi pada tahap penarikan kesimpulan yang
sebenarnya. Rangkaian proses ini menunjukkan bahwa analisis data kualitatif
dalam penelitian ini bersifat menggabungkan tahap reduksi data, penyajian data,
dan penarikan kesimpulan secara berulang dan bersiklus. Data lapangan yang
terkumpul, dikelompokkan dan di klasifikasikan.setelah itu, diseleksi dengan
mempertimbangkan antara satu variabel dengan variable lainnya. (Sugiyono,
2014).

DAFTAR PUSTAKA
Arumdani. 2021. Efektifitas Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLTDD) Di
Desa Mojuruntut Kecamatan Krembeng Kabupaten Siduardjo. Jawa
timur. Fisip upn.

Arumdani. 2021. Efektifitas program bantuan langsung tunai dana desa pada
masa pandemi covid di kabupaten kotawaringin barat provinsi
kalimantan tengah. Kalimantan Tengah. Program Studi Keuangan
Daerah
Anggraini Trifena. 2020. Efektivitas Bantuan Sosial Tunai Di Masa Pandemi
Covid-19 Di Kabupaten Toraja Utara Provinsi Sulawesi Selatan.
Makassar
Amru, D. S., & Sihaloho, E. D. (2020). Pengaruh Pengeluaran Per Kapita Dan
Belanja Kesehatan Terhadap Angka Kesakitan Di Kabupaten/Kota
Se-Pulau Jawa. Jurnal Ilmiah Bisnis dan Ekonomi Asia, 14(1), 14-25.
Akib, H. (2010). Implementasi kebijakan: apa, mengapa, dan bagaimana. Jurnal
Administrasi Publik, 1(1), 1-11.
Edward III, G. C. (1980). Implementing Public Policy (C. Q. Press (ed.))
Fika Nurahmawati dan Sri Hartini 2020) dengan Judul Implementasi Kebijakan
Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) terhadap warga terdampak
Covid-19
Gammahendra, F., Hamid, D., & Riza, M. F. (2014). Pengaruh struktur
organisasi terhadap efektivitas organisasi. Jurnal Administrasi
Bisnis, 7(2).
Indah Prabawati (2021), dengan judul “ Implementasi Kebijakan Dana Desa
Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 di Desa Sukowidodo
Kecamatan Karangrejo Kabupaten Tulungagung “
Khotimah, R. K., Fauziah, Z., Nazwa, M., Purnamansyah, N. A., & Susilo, S.
(2022). Perubahan Jumlah Penduduk Miskin di Jawa Timur Sebelum
dan Sesudah Pandemi COVID-19 Pada Tahun 2019-
2021. PANOPTIKON: Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, 2(1), 41-
49.
Moleong, Lexy J. 2013. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. PT.
Remaja Rosdakarya. Bandung.

Nur Fitra Tsania 2022 “ Implementasi Program Bantuan Langsung Tunai (BLT)
Bagi masyarakat Miskin di Desa Laringgi Kabupaten Soppeng.
Nurhayati, N. (2017). Analisis Teori Transparansi Pengelolaan Keuangan
Daerah di Indonesia. Jurnal Trias Politika, 1(2).
https://doi.org/10.33373/jtp.v1i2.1062

Sugiyono, 2014. Metode Penelitian Kualitatif, kuantatif, dan R&D.


Alvabeta.
Bandung.
Widodo, J. (2011). Implementasi Kebijakan.
PEDOMAN WAWANCARA

Fokus masalah Indikator Poin Indikator Pertanyaan

Implementasi 1.Komunikasi 1. Transmisi 1. Bagaimana upaya


program bantuan pemerintah desa dalam
langsung tunai menyalurkan informasi
dana desa (BLT tentang penerima BLT
DD) bagi DD di desa Sukorejo ?
masyarakat Desa
Sukorejo 2. Kejelasan 1. Bagaimana cara ibu
memberikan informasi
tentang nama-nama
yang terpilih dalam
program bantuan
langsung tunai dana
desa ini ?

3. Konsistensi 1. apakah menurut


bapak semua
penerima bantuan
langsung tunai dana
desa tepat sasaran?

2. Sumber 1. . Sumber daya 1. Sarana dan Prasana


daya Manusia apa saja yang
digunakan dalam
pelaksanaan
penyaluran bantuan
langsung tunai Dana
Desa (BLT DD) ?
2. Sarana dan Apakah penyebaran
prasarana tanggung jawab dalam
struktur birokrasi desa
Laringgi sudah
dilakukan sesuai
dengan tanggung
jawabnya masing-
masing?
3. Disposisi 1. Bagaimana sikap
dan tanggapan
masyarakat dengan
adanya bantuan
langsung tunai Dana
Desa (BLT DD)?
2. bagaimana perasaan
bapak setelah terpilih
menjadi salah satu
penerima bantuan
langsung tunai ini
?

1. Sarana dan 1. Sarana dan Prasana


prasarana apa saja yang
digunakan dalam
pelaksanaan
penyaluran bantuan
langsung tunai
(BLT ?
4. Struktur 1. SOP 1. Bagaimana tahapan-
Birokasi tahapan dalam
pencairan dana BLT
DD tersebut ?
2. Apa saja persyaratan
yang harus dibawa
bagi masyarakat
yang menerima
bantuan langsung
tunai Dana Desa
(BLT DD) tersebut?

Anda mungkin juga menyukai