Anda di halaman 1dari 57

PENGARUH KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR JALAN, KAPASITAS

LISTRIK, DAN PENDIDIKAN TERHADAP KEMISKINAN


DI PROVINSI WILAYAH SUMATERA

USULAN PENELITIAN

Diajukan Oleh:

HALAMAN DEPAN

Vicario Lazaref Simorangkir


(NIM. 3031711050)

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Prasyarat


Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

KEMENTERIAN PENDIDIKAN KEBUDAYAAN RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI EKONOMI
2022
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI EKONOMI

LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL

Nama : Vicario Lazaref Simorangkir


NIM : 3031711050
Program Studi : Ekonomi
Judul Skripsi : Pengaruh Ketersediaan Infrastruktur Jalan,
Kapasitas Listrik, dan Pendidikan terhadap
Kemiskinan di Provinsi Wilayah Sumatera

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Devi Valeriani, S.E., M. Si M. Faisal Akbar, S.E., M. S.E


NIPPPK.196901092021212002 NIP.197201262000031003

Bangka, 2021
Ketua Program Studi Ekonomi

Dr. Devi Valeriani, S.E., M. Si

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang, Namun berhasil mencapai

tingkat pertumbuhan ekonomi yang baik. Pada dasarnya ada banyak masalah yang

dihadapi oleh negara berkembang khususnya di Indonesia. Seperti pengangguran,

inflasi, kemiskinan, dan jaringan kesehatan yang sulit didapatkan terutama akses

di pedesaan sulit dicapai, pendidikan tidak merata. Salah satu indikator untuk

mengukur perkembangan ekonomi suatu negara adalah pertumbuhan ekonomi.

Adapun faktor yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, yaitu menyediakan

sumber daya manusia, sumber daya alam, pembentukan modal dan teknologi.

Tujuan utama pembangunan ekonomi adalah menciptakan tingkat

pertumbuhan ekonomi yang tinggi, disertai dengan pengentasaan kemiskinan,

mengendalikan ketimpangan pendapatan, menciptakan kesempatan kerja,

pendidikan yang lebih baik, peningkatan kualitas kesehatan dan gizi, perbaikan

kondisi lingkungan dan pemerataan yang sama dan kehidupan budaya (Amelia,

2007).

Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dalam

mempercepat proses pembangunan nasional dan daerah. Infrastruktur Juga

memainkan peran penting sebagai salah satu roda pertumbuhan ekonomi. Tingkat

pertumbuhan ekonomi dan investasi suatu negara dan daerah tidak lepas dari

ketersediaan infrastruktur, seperti transportasi, telekomunikasi, kesehatan dan

energi. Inilah alasannya mengapa pembangunan infrastruktur adalah dasar dari

1
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, kemudian Pemerintah bertujuan untuk

meningkatkan infrastruktur dan diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi

(Suratno, 2010).

Kemiskinan merupakan masalah utama yang ingin dituntaskan oleh

berbagai negara di seluruh dunia. Negara Indonesia yang merupakan negara

berkembang memiliki fokus untuk menurunkan kemiskinan. Oleh karena itu,

upaya penanggulangan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif, meliputi

berbagai aspek kehidupan masyarakat dan dilaksanakan secara terpadu.

Pengentasan kemiskinan akan menjadi salah satu indikator penting dari

keberhasilan pembangunan (Niswati, 2014).

Kemiskinan yang terjadi di Indonesia sering kali menimbulkan banyak

masalah diantaranya kualitas sumber daya manusia yang rendah dan tingkat

pengangguran sehingga masalah tersebut menyebabkan masyarakat mengalami

kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari–hari. Permasalahan

kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks, oleh karena itu upaya

pengentasan harus dilakukan secara tepat dan mencakup berbagai aspek

kehidupan (Suliswanto, 2010).

Infrastruktur berperan dalam merangsang pertumbuhan ekonomi karena

ketersediaan jalan akan meminimalkan modal komplementer sehingga proses

produksi dan distribusi akan lebih efisien. Pembangunan prasarana jalan turut

akan meningkatkan pertumbuhan wilayah-wilayah baru dengan meningkatnya

volume lalu lintas. Tingginya angka kemiskinan sering kali dikaitkan dengan

kurang memadainya infratruktur di beberapa wilayah di Indonesia, sementara

2
ketersediaan infrastruktur memainkan peran penting dalam kegiatan sosial

ekonomi. Menurut Haughton dan Khandker (2009).

Tabel 1.1 Presentase Penduduk Miskin di Provinsi wilayah Sumatera Tahun


2015-2021
Presentase Penduduk Miskin (dalam%)
Provinsi
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Aceh 17,08 16,73 16,89 15,97 15,32 14,99 15,33
Sumatera Utara 10,53 10,35 10,22 9,22 8,83 8,75 9,01
Sumatera Barat 7,31 7,09 6,87 6,65 6,65 6,28 6,63
Riau 8,42 7,98 7,78 7,39 7,08 6,82 7,12
Jambi 8,86 8,41 8,19 7,92 7,60 7,58 8,09
Bengkulu 17,88 17,32 16,45 15,43 15,23 15,03 15,22
Lampung 14,35 14,29 13,69 13,14 12,62 12,34 12,62
Sumatera Selatan 14,25 13,54 13,19 12,80 12,71 12,66 12,84

Sumber: Badan Pusat Statistik 2021

Berdasarkan Tabel 1.1 menunjukkan bahwa presentase penduduk miskin

di Provinsi wilayah Sumatera mengalami Fluktuasi, seperti Provinsi Aceh

mengalami naik turun dari Tahun 2015 sampai 2018 dan naik di Tahun 2021,

Provinsih Aceh menunjukkan bahwa presentase penduduk miskin tertinggi di

Tahun 2015 sebesar 17,08 persen dan angka terendah di tahun 2020 sebesar 14,99

persen.

Provinsi Aceh masih sebagai provinsi terendah di Pulau Sumatera, di

Tahun 2021 Jumlah penduduk miskin di Serambi Mekah itu kini berjumlah 834

ribu orang atau 15,33 persen. Pada Bulan Maret 2021, jumlah penduduk miskin di

Aceh sebanyak 834,24 ribu orang bertambah sebanyak 330 orang dibandingkan

dengan penduduk miskin pada September 2020 yang jumlahnya 833,91 ribu

orang, ada beberapa faktor yang menjadi pemicu meningkatnya kemiskinan di

Aceh. Di antaranya, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari 2021

3
sebanyak 6,30 persen atau lebih rendah dibanding Agustus 2020 6,59 persen.

Selain itu, pandemi COVID-19 dinilai menjadi pemicu tingginya angka

kemiskinan. Pandemi berdampak terhadap penduduk usia kerja menjadi

pengangguran, ada yang tidak bekerja hingga pengurangan jam kerja. Selanjutnya

di Provinsi Sumatera Barat yang memiliki presentase yang terkecil di Provinsi

wilayah Sumatera sehingga bisa di kategorikan Sumatera Barat wilayah yang

kecil dari kemiskinan. Setiap tahunnya juga tidak terlalu banyak mengalami

penurunan dari angka yang terbesar ditahun 2015 sebesar 7,31 persen dan yang

terendah di tahun 2020 sebesar 6,28 persen.

Data tabel tersebut disimpulkan bahwa wilayah Sumatera seluruhnya

mengalami fluktuasi dari Tahun 2015 sampai Tahun 2020 dan tercatat bahwa

Tahun 2015 adalah presentase penduduk miskin tertinggi dan Tahun 2020 adalah

presentase penduduk miskin terendah di seluruh Provinsi wilayah Sumatera.

Tabel 1.2 Rata-Rata Lama Sekolah Penduduk Umur ≥ 15 Tahun Pada


Provinsi Wilayah Sumatera Tahun 2015-2021

Rata-Rata Lama Sekolah Penduduk Umur ≥ 15 Tahun


Provinsi
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Aceh 9,32 9,36 9,42 9,46 9,59 9,71 9,77
Sumatera Utara 9,34 9,46 9,55 9,61 9,71 9,83 9,88
Sumatera Barat 8,85 8,97 9,02 9,10 9,22 9,34 9,46
Riau 8,89 8,97 9,06 9,11 9,35 9,47 9,52
Jambi 8,43 8,55 8,61 8,70 8,86 8,97 9,03
Bengkulu 8,74 8,82 8,91 8,94 9,08 9,20 9,26
Lampung 8,01 8,10 8,19 8,29 8,36 8,51 8,56
Sumatera Selatan 8,26 8,32 8,41 8,48 8,60 8,68 8,78
Sumber: Badan Pusat Statistik 2021

Dari Tabel 1.2 menunjukan bahwa rata rata lama sekolah penduduk yang

berumur lebih dari 15 Tahun setiap Tahunnya mengalami kenaikan, dari tabel

tersebut terlihat bahwa angka tertinggi di Pulau Sumatera berada di Provinsi

4
Sumatera Utara, juga sama mengalami kenaikan dari Tahun ke Tahun sehingga

dapat disimpulkan pada Tahun 2021 adalah angka tertingginya yaitu sebesar 9,88

persen dan Tahun 2015 angka terendahnya yaitu 9,34 persen, setelah itu angka

terendah berada di Provinsi Lampung, yang juga mengalami kenaikan setiap

Tahunnya dan di Tahun 2021 adalah angka tertingginya yaitu sebesar 8,56 persen

dan Tahun 2015 adalah angka terendahnya sebesar 8,01 persen,

Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas

sumber daya manusia sesuai amanat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar

1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Menurut KBBI (2008), pendidikan

adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang

dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan;

proses, cara, perbuatan mendidik. Pendidikan merupakan salah satu faktor

dominan dalam mengupayakan pembangunan suatu negara secara optimal.

Melalui pendidikan yang bermutu akan menghasilkan Sumber Daya Manusia

yang memiliki pengetahuan yang tinggi serta mampu mengimpelemntasikannya

secara optimal sehingga mampu memberikan sumbangan terhadap kemajuan dan

produktivitas ekonomi suatu daerah. (Ernisusiyawati, 2013).

5
Panjang Jalan (Km)
Provinsi
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Aceh 1 782 1 782 1 782 1 782 1 782 1 782 1 782
Sumatera Utara 3 049 3 049 3 048 3 049 3 006 3 006 3 006
Sumatera Barat 1 525 1 525 1 525 1 525 1 525 1 525 1 525
Riau 3 033 3 033 2 800 2 800 2 800 2 800 2 800
Jambi 1 505 1 505 1 033 1 033 1 033 1 033 1 033
Bengkulu 1 563 1 563 1 563 1 563 1 563 1 563 1 563
Lampung 1 703 1 703 1 693 1 693 1 693 1 693 1 693
Sumatera Selatan 1 463 1 463 1 514 1 514 1 514 1 514 1 514
Tabel 1.3 Panjang Jalan (Km) Pada Provinsi di Wilayah Sumatera Tahun
2015-2021
Sumber: Badan Pusat Statistik 2021

Dari tabel 1.3 menunjukkan data panjang jalan yang ada di Provinsi wilayah

Sumatera, mulai dari Provinsi Aceh yang memiliki panjang jalan 1 782 km,

kemudian Provinsi Sumatera Utara yang mengalami perubahan dari Tahun 2017

sampai 2021, di Tahun 2017 memiliki panjang 3 048 km di Tahun 2018

bertambah menjadi 3 049 dan di Tahun 2019 sampai 2021 mengalami

pengurangan sebesar 3 006 km, kemudian di Provinsi Sumatera Barat memiliki

panjang 1 525 km, setelah itu Riau memiliki panjang 2 800 km, Provinsi Jambi

memiliki panjang 1 033 km, setelah itu Provinsi Bengkulu juga tidak mengalami

perubahan sebesar 1 563 km, Provinsi Lampung juga tidak mengalami perubahan

yaitu sebesar 1 693 km dan yang terakhir Provinsi Sumatera Selatan juga tidak

mengalami perubahan sebesar 1 514 km.

6
Tabel 1.4 Kapasitas Terpasang Pembangkit Listrik Pada Provinsi di Wilayah
Sumatera Tahun 2015-2021
Kapasitas Terpasang Pembangkit listrik (dalam Mega Watt)
Provinsi
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Aceh 232,10 201,25 224,27 221,13 239,55 211,00 173,88
Sumatera Utara 4 241,54 4 116,45 4 832,95 5 017,05 5 239,04 5 569,78 127,74
Sumatera Barat 81,15 72,62 59,03 136,53 155,53 154,13 90,99
Riau 173,80 172,62 353,76 317,09 373,22 369,11 179,33
Jambi 60,37 51,54 50,57 43,13 52,77 46,44 50,26
Bengkulu 25,89 43,54 47,20 51,06 66,61 60,38 72,38
Lampung 121,12 121,21 124,38 237,38 237,38 237,96 44,56
Sumatera Selatan 3 146,21 3 018,06 4 494,22 4 458,37 4 348,66 4 345,22 117,06
Sumber: Badan Pusat Statistik & PLN 2021

Garis kemiskinan pada prinsipnya mengukur kemampuan pendapatan dalam

memenuhi kebutuhan pokok/dasar atau mengukur daya beli minimum masyarakat

di suatu daerah. Konsumsi yang dimaksudkan dalam garis kemiskinan ini meliputi

konsumsi untuk sandang, pangan, perumahan, kesehatan, dan pendidikan

(Suryawati, 2005).

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penekanan penelitian ini

adalah pada fluktuasi relatif angka kemiskinan di Provinsi wilayah Sumatera.

Penelitian ini juga akan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

kemiskinan di setiap provinsi wilayah Sumatera, seperti pertumbuhan ekonomi

yang diukur dengan pembangunan infrastruktur jalan, listrik dan tingkat

pendidikan, oleh karena itu penulis meyakini perlu dilakukan penelitian dengan

judul “Pengaruh Ketersediaan Infrastruktur Jalan, Kapasitas Listrik, dan

Pendidikan Terhadap Kemiskinan di Provinsi wilayah Sumatera”.

1.2 Rumusan Masalah

7
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang tersebut,

permasalahan pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh Ketersediaan infrastruktur Jalan terhadap

Kemiskinaan di Provinsi Wilayah Sumatera?

2. Bagaimana pengaruh Kapasitas Listrik terhadap Kemiskinan di Provinsi

Wilayah Sumatera?

3. Bagaimana pengaruh Pendidikan terhadap Kemiskinan di Provinsi

Wilayah Sumatera?

4. Bagaimana pengaruh Ketersediaan infrastruktur Jalan, Kapasitas

Listrik, dan Pendidikan terhadap Kemiskinan di Provinsi Wilayah

Sumatera?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian adalah:

1. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh Ketersediaan

Infrastruktur Jalan terhadap Kemiskinan di Provinsi Wilayah Sumatera.

2. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh Kapasitas Listrik

terhadap Kemiskinan di Provinsi Wilayah Sumatera.

3. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh Pendidikan

terhadap Kemiskinan di Provinsi Wilayah Sumatera.

4. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh Ketersediaan

Infrastruktur Jalan, Kapasitas Listrik, dan Pendidikan terhadap

Kemiskinan di Provinsi Wilayah Sumatera.

8
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat mengenai

pengembangan teori teori tentang ekonomi pembangunan dan pengembangan

sumber daya manusia.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran

tentang pengaruh Ketersediaan infrastruktur jalan, kapasitas listrik, dan

pendidikan terhadap kemiskinan di Provinsi Wilayah Sumatera.

1.4.3 Manfaat Kebijakan

Pemerintah Provinsi wilayah Sumatera diharapkan dapat menggunakan

penelitian ini sebagai sumber masukan dalam menyusun,

mengembangkan, dan melaksanakan program dan kebijakan pemerintah

dibidang kemiskinan seperti pemberian bantuan sosial (BANSOS),

bantuan pangan non-tunai (BNPT) dan program Indonesia pintar (PIP).

1.5 Sistematika Penulisan


Pembahasan dari hasil penelitian disajikan secara sistematis
kedalam beberapa hal yang akan di uraikan peneliti sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini merupakan pendahuluan yang menguraikan tentang


Latar belakang masalah Ketersediaan Infrastruktur Jalan, Kapasitas
Listrik, Pendidikan, dan Kemiskinan di Provinsi Wilayah Sumatera. Selain
itu bab ini juga mencakup Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penelitian Serta Sistematika Penulisan.

9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan membahas mengenai teori-teori yang


berhubungan denga napa yang diteliti, Peneliti terdahulu yang pernah
dilakukan, Kerangka berpikir Penelitian, dan Hipotesis Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini dipaparkan tentang rancangan Penelitian yang


berkaitan dengan deskripsi Objek Penelitian, yaitu Kemiskinan,
Infrastruktur Jalan, Kapasitas Listrik, Pendidikan. Selanjutnya dijelaskan
mengenai model Regresi Data Panel, Uji Chow, Uji Hausman untuk
menganalisis hubungan variabel Infrastruktur Jalan, Kapasitas Listrik,
Pendidikan terhadap Kemiskinan di Provinsi Wilayah Sumatera melalui
Data Time series dan cross section. Selain itu bab ini juga berisi Model
penelitian lainnya yang akan digunakan serta data dan Sumbernya.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini dipaparkan tentang hasil penelitian berupa analisis


data dan interpretasi data serta keterbatasan penelitian, deskripsi objek
penelitian yaitu Infrastruktur jalan, Kapasitas Listrik, Pendidikan dan
Kemiskinan.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini yang disampaikan berisi Kesimpulan dan saran dari
hasil penelitian serta saran saran yang perlu disampaikan untuk penelitian
selanjutnya

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Kemiskinan

2.1.1.1 Teori Kemiskinan

2.1.1.1.1 Teori Lingkaran Setan Kemiskinan

Teori lingkaran setan kemiskinan merupakan rangkaian kekuatan yang

saling mempengaruhi, menyebabkan suatu negara khususnya negara berkembang

mengalami banyak masalah untuk mencapai pembangunan yang lebih tinggi.

Teori lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty) yang dikemukakan

oleh Nurkse (1953), bahwa “a poor country is poor because it is poor” (negara

miskin itu miskin karena memang miskin). Skema lingkaran miskin ini dapat

digambarkan pada gambar berikut ini:

Gambar 2.1. Lingkaran Setan Kemiskinan.


Sumber: Nurske (1953) dalam Kuncoro (2014)

11
Logika pemikiran Nurkse, seperti dikutip Kuncoro (2014),

menyatakan bahwa negara miskin ada karena dia miskin. Inti dari lingkaran setan

kemiskinan, menurut dia merupakan kondisi yang menjadi penghambat

terciptanya formasi kapital yang tinggi. Tingkat tabungan menentukan

pembentukan modal di satu sisi, dan kemauan untuk berbelanja di sisi lain. Kedua

faktor ini menyulitkan negara maju untuk menerapkan pembentukan modal

tingkat tinggi. Jadi, menurut Nurkse, ada dua bentuk lingkaran setan terkait

kemiskinan yang menghambat negara maju berkembang pesat.

Ketika datang ke penawaran dan permintaan modal. Lingkaran setan

kemiskinan dapat digambarkan sebagai berikut dalam kaitannya dengan

penyediaan uang. Rendahnya tingkat pendapatan masyarakat Redah disebabkan

oleh produktivitas yang rendah sehingga membatasi kemampuan masyarakat

untuk menabung. Hal tersebut akan mengakibatkan terjadinya kekurangan barang

modal di suatu negara sehingga mengakibatkan produktivitas yang rendah yang

akan berdampak pada kemiskinan.

Dari segi permintaan modal, trend lingkaran setan kemiskinan terjadi

dalam berbagai bentuk dari satu negara ke negara lain dalam hal permintaan

modal. Karena wilayah pasar untuk berbagai jenis produk kecil di negara-negara

miskin, kemauan untuk berinvestasi rendah. Ini karena pendapatan masyarakat

yang rendah. Sedangkan produktivitas yang rendah menjadi penyebab rendahnya

pendapatan masyarakat yang ditunjukkan dengan terbatasnya pembentukan modal

di masa lalu dan hasil yang diharapkan di masa yang akan datang. Karena hanya

12
ada sedikit insentif untuk berinvestasi, akumulasi modal menjadi terbatas, dan

kemiskinan tidak berhenti pada sumbernya.

2.1.1.1.2 Teori Pendekatan Sumber Daya dan Hak (Endowment and

Entitlement Approach)

Menurut Sen (2016) dalam teori Pendekatan Sumber Daya dan Hak

disebutkan bahwa kemiskinan adalah fenomena multidimensi yang tidak sebatas

akibat minimnya modal investasi, tabungan rendah, ketidaksempurnaan pasar,

keterbelakangan, ketertinggalan produktivitas rendah, pendapatan rendah dan

kemampuan kerja. Kemiskinan dapat disebabkan oleh ketidakmampuan bekerja

secara produktif, kemerosotan daya beli, hingga keterasingan dari kehidupan

masyarakat. Konsep ini menegaskan bahwa kemiskinan tidak hanya berhubungan

dengan ketidakmampuan kerja, tapi juga berkaitan dengan hak-hak yang tidak

terlindungi, serta hilangnya kesempatan untuk mendapat harga yang layak atas

produk yang dihasilkan atau tenaga yang diberikan, atau hilangnya kesempatan

untuk memperoleh bantuan, subsidi, dan program-program dari pemerintah.

2.1.1.1.3 Teori Kemiskinan Robert Chambers

Menurut Chambers (2016) terdapat lima ketidakberuntungan yang

melingkari kehidupan orang atau keluarga miskin, yaitu:

1. Kemiskinan (poverty), Kemiskinan (poverty), kondisi masyarakat

miskin, ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: pertama, rumahnya

reyot dan dibangun dari bahan bangunan berkualitas rendah, dengan

fasilitas yang sangat sedikit, dan mereka tidak memiliki jamban

13
sendiri. Perekonomian mereka tidak stabil dan memiliki tingkat

pertumbuhan yang rendah.

2. Fisik yang lemah (Physical weakness); Kerentanan fisik keluarga

miskin diperparah oleh beberapa faktor, antara lain kurangnya laki-

laki kepala keluarga yang stabil, memaksa keluarga untuk dipimpin

oleh seorang perempuan yang selain mengurus tugas-tugas rutin

rumah tangga, juga harus bekerja untuk menunjang. keluarga. Akibat

gizi kurang, beban kerja berlebih, dan interaksi berbagai penyakit

akibat kemiskinan, keluarga miskin secara fisik menjadi lemah.

3. Keterasingan (Isalation). Kelompok miskin mungkin terisolasi karena

lokasi geografis mereka atau kurangnya akses ke sumber informasi.

4. Kerentanan (vulnerability). Dalam menghadapi kelaparan, keluarga

memenuhi kebutuhan dengan menjual produk yang dimiliki dan

dijual, mengambil hutang dari tetangga yang kaya, atau mengurangi

bentuk dan frekuensi makanan mereka. Bencana tidak hanya membuat

keluarga miskin menjadi lebih miskin, tetapi juga membuat mereka

lebih rentan terhadap berbagai penyakit, yang dapat menyebabkan

kematian.

5. Ketidakberdayaan (powerlessness). Ketika berurusan dengan rentenir

atau orang lain yang menyalahgunakan mereka, orang miskin tidak

berdaya. Mereka seringkali tidak berdaya menghadapi polisi dan

pejabat pemerintah lainnya yang seringkali memusuhi mereka

(Solihin, 2012).

14
2.1.1.1.4 Teori Kemiskinan Adam Smith

Menurut teori Smith (2014), tidak akan ada masyarakat yang makmur

dan damai apabila mayoritas penduduknya miskin dan menderita. Kebutuhan

sederhana, menurut buku Smith "The Wealth Of Nations," tidak hanya rasional

tetapi juga ditentukan oleh konsep umum tentang nilai (Todaro & Smith, 2016).

2.1.1.1.5 Karakteristik Kemiskinan

Lima karakteristik orang miskin dijelaskan oleh Emil Salim.

Kelompok lemah memiliki lima ciri sebagai berikut: 1) Tidak memiliki faktor

produksi sendiri, 2) Kurang mampu memperoleh aset produksi sendiri, 3) Tingkat

pendidikan umumnya rendah, 4) Banyak dari mereka kekurangan peralatan, dan

5) Banyak dari mereka yang relatif muda dan kurang memiliki keterampilan atau

pendidikan yang memadai (Supriatna, 2020).

Kriteria lain untuk menentukan pekerjaan masyarakat miskin adalah

dengan diberlakukannya Program Pembangunan Daerah (PPK) yang menurut

versi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mensyaratkan

masyarakat miskin memenuhi paling sedikit enam (enam) persyaratan:

1. Rumah layak huni: a) milik sendiri dan b) bukan milik sendiri.

2. Akses air bersih dan sanitasi

3. Pendapatan/dikonversi dengan pengeluaran

4. Kepemilikan aset

5. Frekuensi makan (lebih dari 2 kali sehari) dan kualitas gizi makanan

6. Dalam setahun dapat membeli minimal 1 stel pakaian baru.

15
Dari 6 (enam) variabel/kriteria tersebut jika mendapat skor 3 atau

lebih maka keluarga tersebut dikategorikan miskin.

2.1.1.1.6 Kurva Lorenz

Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan

nasional di antara penduduk. Persentase kumulatif pendapatan nasional diwakili

oleh sisi vertikal dari kurva ini, sedangkan persentase kumulatif penduduk

diwakili oleh sisi datar. Kurva terletak pada diagonal persegi. Distribusi

pendapatan nasional akan lebih besar bahkan jika kurva Lorenz semakin

mendekati diagonal (lebih lurus); Sebaliknya jika kurva Lorenz semakin jauh dari

diagonal (semakin melengkung) maka kondisinya akan semakin parah, dan

distribusi pendapatan nasional akan semakin terdistorsi dan tidak merata (Arsyad,

2012).

Persentase Pendapatan

Persentase Penerima Pendapatan


Gambar 2.2. Kurva Lorenz.
Sumber: Dumairy, 2016

16
2.1.1.2 Konsep Kemiskinan

2.1.1.2.1. Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan kronis, menurut Malthus, adalah produk dari

pertumbuhan penduduk yang pesat di suatu negara. Menurut serangkaian

perhitungan, pertumbuhan populasi akan meningkat, dan karena output dari

sejumlah faktor produksi (seperti tanah) menurun, ketersediaan pangan akan

meningkat secara bersamaan (Todaro & Smith, 2016).

Kemiskinan dicirikan sebagai situasi di mana seseorang tidak

memiliki cukup uang atau barang untuk hidup (Proper). Dalam arti luas,

kemiskinan menurut Chambers adalah istilah lima dimensi yang meliputi

kemiskinan (Proper), ketidakberdayaan (powerless), kerentanan terhadap situasi

darurat (state of emergency), ketergantungan ((dependence), dan keterasingan

(isolation) baik secara geografis maupun sosiologis (Suryawati,2017).

Kemiskinan adalah keadaan tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar (seperti

pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan). Kemiskinan dapat

disebabkan oleh kurangnya sumber daya untuk memenuhi kebutuhan dasar, serta

kesulitan mengakses pendidikan dan pekerjaan (Alhudhori, 2017).

Menurut Badan Pusat Statistik (2020), garis kemiskinan di masyarakat

digambarkan sebagai masyarakat dengan penghasilan kurang dari Rp 7.057 per

orang per hari. Besarnya Rp. 7.057 per orang per hari dihitung dengan

menggunakan garis kemiskinan, yang memperhitungkan kebutuhan pangan dan

non-pangan. Tunjangan kalori harian untuk makanan adalah 2.100 kkal per kapita.

Garis kemiskinan nonpangan merupakan kebutuhan minimal tempat tinggal (luas

17
lantai rumah, penggunaan air bersih, dan fasilitas buang air besar); pendidikan

(angka melek huruf, wajib belajar 9 tahun, dan angka putus sekolah); dan

kesehatan (rendahnya konsumsi makanan bergizi, minimnya fasilitas kesehatan

dan sanitasi serta kondisi lingkungan yang tidak memadai).

2.1.1.2.2. Penyebab Kemiskinan

Terdapat faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kemiskinan

menurut Kuncoro (2004) antara lain adalah derajat dan laju pertumbuhan output,

pendapatan bersih, distribusi pendapatan, kesempatan kerja, tingkat inflasi, pajak,

dan subsidi. Selain itu, ada pertimbangan seperti investasi, distribusi sumber daya,

dan efisiensi sumber daya alam. Kemiskinan disebabkan oleh berbagai faktor,

antara lain penyediaan layanan publik, penggunaan teknologi, serta kualitas dan

jenis pendidikan. Terakhir, kondisi alam, urusan rumah tangga, bencana alam, dan

konflik merupakan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan.

Menurut Bank dunia (2013), penyebab dasar kemiskinan adalah: (1)

Kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal; (2) terbatasnya ketersediaan

bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana; (3) kebijakan pembangunan yang

bias perkotaan dan bias sektor; (4) adanya perbedaan kesempatan di antara

anggota masyarakat dan sistem yang kurang mendukung; (5) adanya perbedaan

sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor ekonomi (ekonomi tradisional

vs ekonomi modern); (6) rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal

dalam masyarakat; (7) budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan

seseorang mengelola sumber daya alamdan lingkunganya; (8) tidak ada tata

18
pemerintahan yang bersih dan baik (good governance); (9) pengelolaan sumber

daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan (Prihartini, 2019).

Sharp (2019) mencoba menentukan penyebab kemiskinan dari sudut

pandang ekonomi.

1. Pertama, secara makro, kemiskinan disebabkan oleh distribusi

pendapatan yang tidak merata karena kepemilikan sumberdaya yang

tidak merata. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya dalam

jumlah terbatas dan kualitasnya rendah.

2. Kedua, kemiskinan diperburuk oleh disparitas dalam efisiensi sumber

daya manusia. Sumber daya manusia berkualitas rendah menghasilkan

produktivitas yang rendah, yang menurunkan upah. Pendidikan yang

buruk, nasib buruk, seksisme, atau biologi semuanya berkontribusi

pada rendahnya kualitas sumber daya manusia.

3. Ketiga, bentuk kemiskinan ini diperburuk oleh kesenjangan peluang

perolehan modal.

2.1.1.2.3. Bentuk dan Jenis Kemiskinan

Bellinger (2019) menjelaskan bahwa gagasan kemiskinan bersifat

multidimensi, multi-definisi, dan termasuk intervensi alternatif. Panggabean dkk

(2019) mengemukakan bahwa ketersediaan data kemiskinan yang andal dan

konsisten mendukung rencana penanggulangan kemiskinan pemerintah,

memastikan bahwa kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah berada pada

jalur yang tepat untuk mengurangi kemiskinan. Secara sederhana ukuran

kemiskinan menurut Kuncoro (2019) dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu:

19
a. Kemiskinan absolut, digambarkan sebagai ketidakmampuan seseorang

untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, papan,

kesehatan, dan pendidikan karena pendapatannya berada di bawah

garis kemiskinan.

b. Kemiskinan relatif, adalah keadaan kemiskinan yang diperparah

dengan dampak kebijakan pembangunan yang belum menjangkau

semua orang yang mengakibatkan ketimpangan pendapatan.

c. Kemiskinan kultural, atau kemiskinan yang disebabkan oleh mental

atau nilai-nilai seseorang, digambarkan oleh keengganan seseorang

dan mencoba untuk meningkatkan kualitas hidupnya (kemalasan), dan

ketidak mampuan untuk menjadi inventif meskipun ada bantuan dari

luar.

2.1.2 Infrastruktur

Pada dasarnya, infrastruktur memiliki arti yang berbeda-beda tergantung

pada konteksnya. Pada umumnya infrastruktur telah dipahami sebagai suatu

fasilitas publik, seperti jalan, rumah sakit, jembatan, jaringan air bersih, telepon

dan sebagainya. Dalam ilmu ekonomi infrastruktur merupakan wujud dari public

capital yang dibentuk dari investasi yang dilakukan pemerintah. Infrastruktur

dalam penelitian ini meliputi jalan, jembatan, dan sistem saluran pembuangan

(Mankiw, 2019). Definisi lainnya mengenai infrastruktur, yaitu bahwa

pembangunan infarstruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital untuk

mempercepat proses pembangunan nasional maupun regional. Infrastruktur juga

memegang peranan penting sebagai salah satu penggerak pertumbuhan ekonomi.

20
Laju pertumbuhan ekonomi dan investasi suatu negara maupun daerah tidak dapat

dipisahkan dari ketersediaan infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi,

sanitasi dan energi. Inilah yang menyebabkan pembangunan infrastruktur menjadi

fondasi dari pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Bertambahnya

infrastruktur dan perbaikannya oleh pemerintah diharapkan memacu pertumbuhan

ekonomi (Suratno, 2010).

Stone dalam Kodoatie (2003) mendefinisikan infrastruktur sebagai

fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen-agen publik

untuk fungsi-fungsi pemerintah dalam penyediaan air, tenaga listrik, pembuangan

limbah, transportasi dan pelayanan-pelayanan lainnya untuk memfasilitasi

tujuantujuan ekonomi dan sosial. Adapun infrastruktur terbagi atas sarana dan

prasarana. Prasarana adalah segala sesuatu yang menunjang terselengaranya suatu

proses yang berupa usaha, pembangunan maupun proyek. Sarana adalah segala

sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan,

dengan kata lain sarana lebih ditunjukan untuk benda-benda atau perelatan yang

bergerak. Contohnya trasnportasi, peralatan sekolah dan kesehatan (Amirin,2010).

Infrastruktur merupakan input yang penting bag ikegiatan produksi karena

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi baik secara langsung maupun tidak

langsung. Keberadaan infrastruktur memengaruhi efisiensi dan kelancaran

kegiatan ekonomi di sektor-sektor lainnya. Pengaruh infrastruktur terhadap

pertumbuhan ekonomi dinyatakan oleh Cicilia dalam Sibarani (2012).

Selanjutnya, Todaro (2017) menjelaskan kaitan infrastruktur dengan

pembangunan ekonomi bahwa tercakup dalam pengertian infrastruktur adalah

21
aspek fisik dan finansial yang terkandung dalam jalan raya, kereta api, pelabuhan

laut dan bentuk-bentuk sarana transportasi dan komunikasi ditambah air bersih,

listrik dan pelayanan publik lainnya. Adapun penelitian Ramirez dan Esfahani

(2019) menunjukkan bahwa infrastruktur mempunyai dampak kuat terhadap

pertumbuhan ekonomi. hasil studi ini mendukung apa yang ditemukan oleh

Aschauer (1989) bahwa infrastruktur secara statistic signifikan mempengaruhi

output. Dalam World Bank Report infrastruktur dibagi menjadi 3 bagian yaitu:

1. Infrastruktur Ekonomi, merupaka asset fisik yang menyediakan jasa dan

digunakan dalam produksi dan konsumsi final meliputi public utilitties

(telekomunikasi, air minum, sanitasi dan gas), public works (bendungan,

saluran irigasi dan drainase) serta sektor transportasi (jalan, kereta api,

angkutan pelabuhan dan lapangan terbang).

2. Infrastruktur Sosial, merupakan asset yang mendukung kesehatan dan

keahlian masyarakat meliputi pendidikan (sekolah dan perpustakaan),

kesehatan (rumah sakit, pusat kesehatan) serta untuk rekreasi (taman,

museum dan lain-lain).

3. Infrastruktur Administrasi/Institusi, meliputi penegakan hukum, control

administrasi dan koordinasi serta kebudayaan.

Infrastruktur juga digolongkan menjadi infrastruktur dasar dan

infrastruktur perlengkapan. Infrastruktur dasar (basic infrastructure), meliputi

sektor-sektor yang mempunyai karakteristik publik dan kepentingan yang

mendasar untuk perekonomian lainnya, tidak dapat diperjualbelikan (non

tradable) dan tidak dapat dipisah-pisahkan baik secara teknis maupun spasial.

22
Contohnya jalan raya, rel kereta api, pelabuhan laut, drainase, bendungan dan

sebagainya. Sedangkan infrastruktur pelengkap (complementary infrastructure)

misalnya gas, listrik, telepon dan pengadaan air minum. Infrastruktur dasar

dilakukan oleh pemerintah karena sifatnya dibutuhkan masyarakat luas.

Menurut American Public Works Association (2016), Infrastrktur adalah

fasilitas fisik yang di kembangkan atau di butuhkan oleeh agen-agen publik untuk

fungsifungsi pemerintahan dalam penyedian air, tenaga listrik, pembuangan

limbah transfortasi dan peelayanan-pelayanan similar untuk memfasilitasi tujuan-

tujuan sosial dan ekonomi.

2.1.2.1 Infrastruktur Jalan

Infrastruktur merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan

sekumpulan fasilitas yang sengaja dibuat untuk mendukung aktivitas kehidupan

manusia. Infrastruktur biasanya dibangun untuk bisa membantu dan

mempermudah suatu kegiatan tertentu seperti transportasi, pendataan penduduk,

dan berbagai macam kegiatan lainnya. Infrastruktur publik biasanya dibangun

oleh pemerintahan dari hasil uang rakyat yang dikumpulkan melalui pembayaran

pajak. Beberapa contoh infrastruktur publik yang dibangun oleh pemerintah yaitu

jalan raya, bandara, stasiun, gorong gorong, kantor polisi, dan berbagai macam

infrastruktur publik lainnya.

Menurut Grigg (2018) infrastruktur merupakan sistem fisik yang

menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan gedung dan fasilitas

publik lainnya, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia baik

kebutuhan sosial maupun kebutuhan ekonomi. Pengertian ini merujuk pada

23
infrastruktur sebagai suatu sistem dan dalam sebuah sistem infrastruktur adalah

bagian-bagian berupa sarana dan prasarana (jaringan) yang tidak terpisahkan satu

sama lain. Hal tersebut dikarenakan infrastruktur dalam sebuah sistem menopang

sistem sosial dan sistem ekonomi sekaligus menjadi penghubung dengan sistem

lingkungan. Ketersediaan infrastruktur memberikan dampak terhadap sistem

sosial dan sistem ekonomi yang ada di masyarakat. Oleh karenanya, infrastruktur

perlu dipahami sebagai dasardasar dalam mengambil kebijakan (Kodoatie, 2015).

Berdasarkan jenisnya, Grigg (2018) menjelaskan bahwa infrastruktur

dibagi dalam 13 kategori yaitu:

1) Sistem penyediaan air: waduk, penampungan air, transmisi dan

distribusi, dan fasilitas pengolahan air (treatment plant)

2) Sistem pengelolaan air limbah: pengumpul, pengolahan, pembuangan,

dan daur ulang

3) Fasilitas pengelolaan limbah (padat)

4) Fasilitas pengendalian banjir, drainase, dan irigasi

5) Fasilitas lintas air dan navigasi

6) Fasilitas transportasi: jalan, rel, bandar udara, serta utilitas pelengkap

lainnya

7) Sistem transit public

8) Sistem kelistrikan: produksi dan distribusi

9) Fasilitas gas alam

10) Gedung publik: sekolah, rumah sakit, gedung pemerintahan, dll

11) Fasilitas perumahan public

24
12) Taman kota: taman terbuka, plaza, dll, serta

13) Fasilitas komunikasi

Pembangunan prasarana jalan turut akan meningkatkan pertumbuhan

wilayah-wilayah baru dengan meningkatnya volume lalu lintas. Sebaliknya

prasarana jalan yang buruk dan rusak akan menghambat alokasi sumber daya,

pengembangan industri, pendistribusian faktor produksi, barang dan jasa yang

ada. Infrastruktur jalan merupakan infrastruktur yang sangat dibutuhkan bagi

transportasi darat. Fungsi jalan adalah sebagai penghubung antara wilayah satu

dengan wilayah lainnya. Jalan merupakan infrasturktur yang paling berperan

dalam perekonomian nasional. Besarnya mobilitas ekonomi Tahun 2012 yang

melalui jaringan jalan nasional dan Provinsi rata-rata perhari dapat mencapai

sekitar 201 juta kendaraan-kilometer (Bappenas, 2013).

Ikhsan (2014), mengemukakan bahwa jalan raya akan memengaruhi biaya

variabel dan biaya tetap. Jika infrastruktur harus dibangun sendiri oleh sektor

swasta, maka biaya akan meningkat secara signifikan dan menyebabkan cost of

entry untuk suatu kegiatan ekonomi menjadi sangat mahal sehingga kegiatan-

kegiatan ekonomi yang sebetulnya secara potensial mempunyai keunggulan

komperatif menjadi tidak bisa terealisasikan karena ketiadaan infrastruktur. Lebih

jauh lagi infrastruktur sangat berpengaruh terhadap biaya marketing.

Queiroz dalam Sibarani (2012) juga menunjukan adanya hubungan yang

konsisten dan signifikan antara pendapatan dengan panjang jalan.

25
2.1.2.2 Listrik

Dengan semakin majunya suatu wilayah, kebutuhan akan listrik menjadi

tuntutan primer yang harus dipenuhi, tidak hanya untuk rumah tangga namun juga

untuk kegiatan ekonomi terutama industri. Dalam kehidupan masyarakat yang

semakin modern, semakin banyak peralatan rumah tangga, peralatan kantor serta

aktivitas-aktivitas masyarakat yang mengandalkan sumber energi dari listrik.

Peningkatan kegiatan ekonomi dalam produksi dan investasi juga membutuhkan

listrik yang memadai. Oleh karena itu permintaan listrik rmeningkat dari tahun ke

tahun baik dari segi kuantitasnya maupun kualitasnya. Sebagian besar kebutuhan

listrik di indonesia dipenuhi oleh PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero).

Sementara sebagian lagi masih disuplai oleh perusahaan-perusahaan nonPLN.

Maqin (2012) mengatakan bahwa infrastruktur listrik berpengaruh

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan menunjukkan bahwa penggunaan

infrastruktur listrik terutama disektor industri merupakan suatu hal yang sangat

penting dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi, karena listrik dibutuhkan

sebagai faktor utama dalam menunjang kegiatan proses produksi disektor

manufaktur.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Anas dan Lee (1996) menunjukkan

bahwa kekurangan kapasitas listrik menjadi hambatan besar pada perkembangan

perusahaan-perusahaan di Negeria. Infrastruktur listrik merupakan energi yang

terpenting dalam perkembangan kehidupan manusia modern, listrik yang

digunakan untuk berbagai kegiatan baik di Kota-kota besar maupun di Wilayah

pedesaan.

26
Kebutuhan akan listrik dari waktu ke waktu semakin meningkat seiring

dengan pertumbuhan sosial masyarakat. Hal ini telah menunjukkan bahwa listrik

adalah kebutuhan yang sangat penting untuk masyarakat umum dikarenakan

disetiap kegiatan manusia saat ini adalah selalu menggunakan listrik. Dengan

semakin majunya suatu wilayah, kebutuhan akan listrik menjadi tuntutan primer

yang harus dipenuhi, tidak hanya untuk rumah tangga namun juga untuk kegiatan

ekonomi terutama industri.

Dalam kehidupan masyarakat yang semakin modern, semakin banyak

peralatan rumah tangga, peralatan kantor serta aktivitas-aktivitas masyarakat yang

mengandalkan sumber energi dari listrik (Krismanti;2019).

2.1.2.2. Permintaan Listrik

Model permintaan listrik secara umum dapat digolongkan menjadi dua,

yaitu: model persamaan statis dan model persamaan dinamis. Model permintaan

listrik dalam penelitian ini diangkat dari model penelitian Gonzales (2010) yang

menjelaskan efek langsung dari penggunaan listrik dalam rumahtangga. Model

permintaan listrik Gonzales adalah sebagai berikut:

lnEm, t = β1lnPEt + β2lnYh, t + β3lnHDDm, t + μ …………………. (1)

dimana Em, t adalah rata-rata konsumsi energi listrik rumah tangga m

pada periode t, PE aalah harga energy pada periode t. Ynt adalah pendapatan

rumah tangga dalam periode t, dan HDD adalah penggunaan energi harian dari

rumah tangga m pada periode t.

Namun demikian harga listrik bagi beberapa rumah tangga dalam satu

periode adalah konstan sehingga harga energi tidak dapat digunakan dalam

27
pengembangan model penelitian ini. Faktor Pendapatan akan tetap digunakan

dalam penelitian karena adanya variasi yang besar dalam penggunaan listrik oleh

rumah tangga. Selain itu pendapatan juga akan dikembangkan dengan tingkat

pendidikan keluarga. Sedangkan variabel HDD yang merupakan penggunaan

listrik harian akan dikembangkan lebih luas ke dalam beberapa variabel seperti

jumlah peralatan elektronik, luas bangunan rumah, lama waktu berada di rumah

anggota keluarga dan ukuran keluarga. Dengan demikian model Gonzales tersebut

dikembangkan sebagai berikut:

lnEt = β1lnY + β2lnPHH + β3lnNE + β4lnNHP + β5lnHS + β3lnEDU +μ…………... (2)

dimana:

E = konsumsi energy

Y = pendapatan keluarga

PHH = lama waktu di rumah

NE = jumlah peralatan elektronik

NHP = jumlah penghuni rumah tangga

HC = luas bangunan rumah

EDU = pendidikan kepala keluarga

28
2.1.2.3 Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas

sumber daya manusia sesuai amanat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar

1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Menurut KBBI (2008), pendidikan

adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang

dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan;

proses, cara, perbuatan mendidik. Pendidikan merupakan salah satu faktor

dominan dalam mengupayakan pembangunan suatu negara secara optimal.

Melalui pendidikan yang bermutu akan menghasilkan Sumber Daya

Manusia yang memiliki pengetahuan yang tinggi serta mampu

mengimpelemntasikannya secara optimal sehingga mampu memberikan

sumbangan terhadap kemajuan dan produktivitas ekonomi suatu daerah.

(Ernisusiyawati, 2013).

2.1.2.3.1 Rata rata lama Sekolah

Menurut Todaro (2012), menyatakan bahwa pendidikan merupakan tujuan

pembangunan yang mendasar. Yang mana pendidikan memainkan peranan kunci

dalam membentuk kemampuan sebuah negara dalam menyerap teknologi modern

dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta

pembangunan yang berkelanjutan.

Rata-rata lama sekolah mengindikasikan makin tingginya pendidikan

formal yang dicapai oleh masyarakat suatu daerah. Semakin tinggi rata-rata lama

sekolah berarti semakin tinggi jenjang pendidikan yang dijalani. Rata-rata lama

sekolah yaitu rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk usia 25 tahun

29
ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang diikuti dalam skripsi (widiatma,

2012). Rata-rata lama sekolah dapat dirumuskan:

IRL
IRLS= ………………………. (3)
Jumlah Penduduk

Menurut Todaro (2012), tingkat penghasilan ini sangat dipengaruhi oleh

lamanya seseorang memperoleh pendidikan. Rata-rata lama sekolah merupakan

indikator tingkat pendidikan di suatu daerah. Pendidikan merupakan salah satu

bentuk modal manusia (human capital) yang menunjukkan kualitas Sumber Daya

Manusia (SDM). Untuk dapat memaksimumkan selisih antara keuntungan yang

diharapkan dengan biaya-biaya yang diperkirakan, maka strategi optimal bagi

seseorang adalah berusaha menyelesaikan pendidikan setinggi mungkin.

Investasi dalam modal manusia akan terlihat lebih tinggi manfaatnya

apabila kita bandingkan antara total biaya pendidikan yang dikeluarkan selama

menjalani pendidikan terhadap pendapatan yang nantinya akan diperoleh ketika

mereka sudah siap bekerja. Orang-orang yang berpendidikan tinggi akan memulai

kerja penuh waktunya pada usia yang lebih tua, namun pendapatan mereka akan

cepat naik dari pada orang yang bekerja lebih awal (Todaro, 2010). Rata-rata lama

sekolah merupakan indikator tingkat pendidikan di suatu daerah. Pendidikan

merupakan salah satu bentuk modal manusia (human capital) yang menunjukkan

kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).

Gambar 2.3 memberikan ilustrasi tentang penghasilan/manfaat pribadi

yang diharapkan dan biaya pribadi yang sebenarnya dihubungkan dengan tingkat

pendidikan seseorang maka diselesaikan (dalam tahun). Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka semakin cepat pula peningkatan penghasilan yang

30
diharapkannya, lebih besar dari biaya-biaya pribadi yang harus dikeluarkannya.

Untuk dapat memaksimumkan selisih antara keuntungan yang diharapkan dengan

biaya-biaya yang diperkirakan, maka strategi optimal bagi seseorang adalah

berusaha menyelesaikan pendidikan setinggi mungkin (Todaro, 2012)

Penghasilan dan biaya pribadi

Penghasilan pribadi yang Diharapkan

Tinggi Biaya Pribadi

Menengah

dasar

Sumber: Todaro (2012) Tahun bersekolah

Gambar 2.3
Kurva Penghasilan dan Biaya pribadi

Pendekatan modal manusia berfokus pada kemampuan tidak langsung

untuk meningkatkan utilitas dengan meningkatkan pendapatan. Investasi dalam

modal manusia akan terlihat lebih tinggi manfaatnya apabila kita bandingkan

antara total biaya pendidikan yang dikeluarkan selama menjalani pendidikan

terhadap pendapatan yang nantinya akan diperoleh ketika mereka sudah siap

31
bekerja. Orang-orang yang berpendidikan tinggi akan memulai kerja penuh

waktunya pada usia yang lebih tua, namun pendapatan mereka akan cepat naik

daripada orang yang bekerja lebih awal.

2.1.2.3.2 Angka Melek Huruf

Menurut UNESCO definisi dari melek huruf adalah kemampuan untuk

mengidentifikasi, mengerti, menerjemahkan, mengkomunikasikan, membuat, dan

mengolah isi dari rangkaian teks yang terdapat pada bahan-bahan cetak dan

tulisan yang berkaitan dengan berbagai situasi. Kemampuan baca tulis dianggap

penting karena melibatkan pembelajaran berkelanjutan oleh seseorang sehingga

orang tersebut dapat mencapai tujuannya. Kemampuan baca tulis ini juga

berkaitan langsung dengan cara seseorang untuk memperoleh pengetahuan,

menggali potensi, dan berpartisipasi penuh dalam masyarakat yang luas. Salah

satu indikator terlaksananya dengan baik pendidikan untuk masyarakat dapat

diketahui dengan meningkatnya angka melek huruf atau kemampuan baca tulis

dalam masyarakat tersebut. Indikator ini juga dapat menggambarkan mutu dari

SDM yang ada di suatu wilayah yang diukur dalam aspek pendidikan, karena

semakin tinggi angka kecakapan baca tulis maka semakin tinggi pula mutu dan

kualitas SDM (BPS, 2012).

32
Ketidak sempurnaan Pasar

Keterbelakangan Sumber Daya Alam

Keterbelakangan Manusia

Gambar 2.4
Lingkaran Setan Keterbelakangan Manusia
Sumber: Jhingan (2012)

Menurut Meier dan Baldwin (Jhingan, 2012) negara terbelakang umumnya

terjerat ke dalam apa yang disebut “lingkaran setan kemiskinan”. Di dalam

gambar 2.4 dijelaskan bahwa lingkaran setan ini disebabkan karena

keterbelakangan manusia dan sumber daya alam. Pengembangan sumber daya

alam pada suatu negara tergantung pada kemampuan produktif manusianya. Jika

penduduk negara tersebut terbelakang dan buta huruf, langka akan keterampilan

teknik, pengetahuan dan aktivitas kewiraswastaan, maka sumber daya alam yang

ada akan tetap terbengkalai, kurang atau bahkan salah guna. Di lain pihak,

keterbelakangan sumber daya alam ini menyebabkan keterbelakangan manusia.

Keterbelakangan sumber daya alam merupakan sebab sekaligus akibat

keterbelakangan manusia.

33
2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini didasarkan pada beberapa penelitian terdahulu diantaranya

yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.2. Penelitian Terdahulu


Nama dan Alat
No. Judul Hasil
Tahun Analisis
1 (Shenggen Road Development, Path Adanya pengaruh
fan & Economic Growth analysis pembangunan
connie and Poverty infrastruktur jalan
chan-kang, Reduction in China terhadap perkembangan
2005) pertumbuhan ekonomi
untuk meminimalisir
kemiskinan yang ada di
China.
2 (Junofy, A Study on Poverty Analisis Semua indikator
2013) and Hunger in India Deskriptif kemiskinan
Kualitatif menunjukkan bahwa
India berada dalam
situasi yang sulit.
Faktanya, seluruh
kawasan Asia Selatan
harus melakukannya
meningkat pesat.
Pengentasan kemiskinan,
terutama di Bangladesh
dan India, dari data yang
dianalisis di bawah
Garis kemiskinan WHO
sangat lambat.

3 (Alex, Causes of Poverty in Analisis Penyebab kemiskinan di


2014) Africa: A Review of Deskriptif Afrika oleh sejumlah
Literature Kualitatif faktor termasuk korupsi
dan tata kelola yang
buruk, kesempatan kerja
terbatas, buruk
infrastruktur,
penggunaan sumber
daya yang buruk, perang
dan konflik tanpa akhir,
kebijakan Bank Dunia
dan IMF yang buruk, di
antaranya

34
orang lain.

4 (Puspita, Analisis Determinan Metode Dampak pengangguran,


2015) Kemiskinan Di regresi PDRB dan jumlahnya
Provinsi Jawa data panel Atau penduduk Jawa
Tengah Tengah memiliki
pengaruh yang besar
terhadap kemiskinan
Jawa Tengah

5 (Duwila, Pengaruh Data panel Tingkat kemiskinan


2016) Pendidikan, tidak terpengaruh oleh
Pengangguran Dan pengangguran. Tingkat
Inflasi Terhadap kemiskinan sangat
Tingkat Kemiskinan dipengaruhi oleh
Di Kawasan Timur pendidikan dan inflasi.
Indonesia (KTI) Berdasarkan hasil uji F.
Semua variabel
independen (pendidikan,
pengangguran, dan
inflasi) tidak valid dalam
statistik. Angka
kemiskinan di kawasan
timur Indonesia
bergantung pada tingkat
kepercayaan 95 persen.
Tingkat kemiskinan
dipengaruhi secara
negatif oleh
pembangunan ekonomi.
Inflasi dan populasi
tidak berpengaruh.
Pengentasan kemiskinan
sangat penting.

6 (Endrayani Analisis Faktor- Path Inflasi mengurangi


& Dewi, Faktor Yang analysis kemiskinan dengan
2016) Mempengaruhi menurunkan tingkat
Tingkat Kemiskinan pengangguran. Jumlah
Kabupaten/Kota Di pendidikan seseorang
Provinsi Bali tidak ada hubungannya
dengan kemiskinan
akibat pengangguran.
Investasi berpotensi
meningkatkan
kemiskinan dengan
menyebabkan lebih
banyak orang kehilangan
pekerjaan.

35
7 (Zuhdiyat Analisis Faktor – Pendekatan Adanya pengaruh
y, 2017) Faktor yang kuantitatif antara IPM dengan
Mempengaruhi dengan uji kemiskinan, sedangkan
Kemiskinan di regresi untuk pertumbuhan
Indonesia Selama ekonomi dan TPT tidak
Lima Tahun Terakhir memiliki pengaruh
(Studi Kasus pada 33 terhadap kemiskinan.
Provinsi).
8 (John &, The Key Drivers of Ordinary Analisis distribusi
Joanna, Poverty in Sub- Least Populasi Pendapatan real
2017) Saharan Africa and Squares per kapita tinggi
What Can Be Done (OLS) dan koefisien negatif dan
the twostage
About It to Achieve signifikan untuk
Least
the Poverty Squares
perkiraan angka
Sustainable Instrumental kemiskinan dan
Development Goal Variables kesenjangan kemiskinan.
(2SLS)
9 (Umi Pengaruh Regresi dan Variabel Jalan, Listrik
Safitri pembangunan data Panel dan PMA secara
Arindini Infrastruktur jalan, bersama-sama
2018) listrik, dan PMA berpengaruh signifikan
terhadap PDRB di terhadap variabel PDRB.
Yogyakarta Secara individu variabel
Jalan tidak mempunyai
pengaruh yang
signifikan terhadap
variabel PDRB di
Daerah Istimewa
Yogyakarta.
10 (Iin Analisis Pengaruh Regresi dan Infrastruktur jalan
Sarifah, Infrastruktur Jalan, data Panel berpengaruh signifikan
2018) Listrik, Kesehatan terhadap PDRB,
Dan Pendidikan infrastruktur listrik
Terhadap PDRB berpengaruh signifikan
Kawasan Strategis terhadap PDRB,
Purwomanggung infrastruktur kesehatan
berpengaruh signifikan
terhadap PDRB dan
infrastruktur pendidikan
berpengaruh signifikan
terhadap PDRB
Sumber: diolah peneliti, 2021

36
2.3 Kerangka Pemikiran

Infrastruktur penting untuk pembangunan ekonomi dan memainkan peran

strategis. Ketersediaan jalan, lalu lintas, sanitasi, komunikasi, dan infrastruktur

listrik sangat dibutuhkan dalam proses menurunkan kemiskinan. Dalam hal ini

pembangunan ekonomi Negara karena sektor infrastruktur merupakan salah satu

dasar dari proses pembangunan. Menurut banyak penelitian, ketersediaan

infrastruktur terkait erat dengan tingkat pembangunan daerah yang ditandai oleh

pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesejahteraan sosial (Chatterjee dan

Turnovsky, 2012).

Kemiskinan umumnya mengacu pada kondisi individu atau individu yang

kebutuhan sehari-harinya tidak dapat terpenuhi. Penduduk termiskin adalah

penduduk yang pengeluaran rata-rata di bawah garis kemiskinan. Tingkat

kemiskinan dapat diukur dengan jumlah makanan dan kemiskinan non-makanan.

Penduduk yang mempunyai pendapatan per kapita di bawah garis

kemiskinan diklasifikasikan sebagai penduduk golongan miskin. Pemerintah

Indonesia menilai garis kemiskinan dari jumlah banyaknya minimum rupiah

untuk kebutuhan makanan pokok atau setara dengan 2100 kilo kalori per orang

per hari dan juga di lihat juga dari kebutuhan pokok non-makanan.

Infrastuktur jalan, listrik, dan pendidikan merupakan kunci dari tujuan

pembangunan, hal ini di dasari oleh banyaknya prasarana infrastruktur yang selalu

bertambah. Bertambahnya infrastruktur ini berarti petumbuhan ekonomi juga

selalu bertambah. Jalan, listrik dan pendidikan sangat berperan penting dalam

37
proses produksi dan merupakan prakondisi yang sangat diperlukan untuk menarik

akumulasi modal sektor swasta, oleh karena itu, perekonomian harus selalu

mampu memproduksi lebih banyak barang dan jasa untuk memenuhi keinginan

dan kebutuhan tersebut.

Dengan adanya infrastruktur seperti jalan, dermaga, listrik, pendidikan,

rumah sakit, sanitasi, air bersih, irigasi ini memiliki korelasi kuat dengan tingkat

pembangunan daerah. Dari penjelasan di atas terlihat bahwa dampak Infrastruktur

Jalan, Listrik, dan Pendidikan terhadap kemiskinan adalah dalam kerangka

sebagai berikut:

Infrastruktur Xxx(X1)
Jalan (IF)

Kapasitas Listrik (X2) (Y)


s Kemiskinan (K)
(KL)

Pendidikan
(X3)
(PEND)

Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran


Sumber: diolah Peneliti, 2021.

38
Berdasarkan gambar 2.5 dapat dijelaskan variabel independen pada

penelitian ini adalah Infrastruktur Jalan, Listrik, dan Pendidikan. Sedangkan

variabel dependen dalam penelitian ini yaitu Kemiskinan. Penelitian ini

menganalisis pengaruh secara parsial Ketersediaan Infrastruktur Jalan, Kapasitas

Listrik, dan Pendidikan terhadap Kemiskinan. Penelitian ini juga menganalisis

pengaruh secara simultan antara ketersediaan Infrastruktur Jalan, Kapasitas

Listrik, dan Pendidikan terhadap Kemiskinan.

2.4 Hipotesis

Hipotesis merupakan pendapat sementara dan pedoman serta arah dalam

penelitian yang disusun berdasarkan pada teori terkait, dimana suatu hipotesis

selalu dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menghubungkan dua variabel

atau lebih (J. Supranto, 2017).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Arindini,2018) menyatakan

bahwa Ketersediaan Infrastruktur jalan (IF) berpengaruh negatif terhadap

Kemiskinan (K). Kemudian untuk variabel Kapasitas Listrik (KL) yang telah

diteliti oleh (Sarifah, 2018) menjelaskan bahwa Kapasitas Listrik (KL)

berpengaruh negatif terhadap Kemiskinan (K). Sedangkan variabel Pendidikan

(PEND) berpengaruh positif terhadap Kemiskinan (K). Berdasarkan penelitian

yang dilakukan menyatakan bahwa Ketersediaan Infrastruktur jalan, Kapasitas

Listrik, dan Pendidikan berpengaruh negatif terhadap Kemiskinan. Berdasarkan

Hasil-hasil penelitian terdahulu maka penulis menarik hipotesis sebagai berikut:

39
H1: Ketersediaan Infrastruktur jalan berpengaruh negatif terhadap

Kemiskinan di Provinsi Wilayah Sumatera.

H2: Kapasitas Listrik berpengaruh negative terhadap Kemiskinan di

Provinsi Wilayah Sumatera.

H3: Pendidikan berpengaruh positif terhadap kemiskinan di Provinsi

Wilayah Sumatera.

H4: Ketersediaan Infrastruktur jalan, Kapasitas Listrik, dan Pendidikan

berpengaruh negatif terhadap Kemiskinan di Provinsi Wilayah

Sumatera.

2.5 Pengembangan Hipotesis

2.5.1 Pengaruh Ketersediaan Infrastruktur jalan terhadap Kemiskinan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Arindini,2018)

yang mnunjukkan bahwa Infrastruktur jalan mempengaruhi kemiskinan.

Infrastruktur merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan

sekumpulan fasilitas yang sengaja dibuat untuk mendukung aktivitas

kehidupan manusia. Infrastruktur biasanya dibangun untuk bisa membantu

dan mempermudah suatu kegiatan tertentu seperti transportasi, pendataan

penduduk, dan berbagai macam kegiatan lainnya. Infrastruktur publik

biasanya dibangun oleh pemerintahan dari hasil uang rakyat yang

dikumpulkan melalui pembayaran pajak.

Menurut Grigg (2018) infrastruktur merupakan sistem fisik yang

menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan gedung dan

fasilitas publik lainnya, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

40
dasar manusia baik kebutuhan sosial maupun kebutuhan ekonomi.

Pengertian ini merujuk pada infrastruktur sebagai suatu sistem dan dalam

sebuah sistem infrastruktur adalah bagian-bagian berupa sarana dan

prasarana (jaringan) yang tidak terpisahkan satu sama lain.

2.5.2 Pengaruh Kapasitas Listrik terhadap Kemiskinan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Sarifah, 2018)

yang menunjukkan bahwa Kapasitas Listrik mempengaruhi kemiskinan.

Hal ini telah menunjukkan bahwa listrik adalah kebutuhan yang sangat

penting untuk masyarakat umum dikarenakan disetiap kegiatan manusia

saat ini adalah selalu menggunakan listrik. Dengan semakin majunya suatu

wilayah, kebutuhan akan listrik menjadi tuntutan primer yang harus

dipenuhi, tidak hanya untuk rumah tangga namun juga untuk kegiatan

ekonomi terutama industri.

Maqin (2012) mengatakan bahwa infrastruktur listrik berpengaruh

signifikan terhadap Kemiskinan dan menunjukkan bahwa penggunaan

infrastruktur listrik terutama disektor industri merupakan suatu hal yang

sangat penting dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi, karena listrik

dibutuhkan sebagai faktor utama dalam menunjang kegiatan proses

produksi disektor manufaktur.

2.5.3 Pengaruh Pendidikan terhadap Kemiskinan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Duwila, 2016)

yang menunjukkan bahwa Kapasitas Listrik mempengaruhi kemiskinan.

41
Pendidikan merupakan salah satu faktor dominan dalam mengupayakan

pembangunan suatu negara secara optimal.

Melalui pendidikan yang bermutu akan menghasilkan Sumber

Daya Manusia yang memiliki pengetahuan yang tinggi serta mampu

mengimpelemntasikannya secara optimal sehingga mampu memberikan

sumbangan terhadap kemajuan dan produktivitas ekonomi suatu daerah

42
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menganalisis tentang Pengaruh Ketersediaan infrastruktur

jalan, Kapasitas listrik, dan Pendidikan terhadap Kemiskinan di Wilayah

Sumatera Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif.

Arikunto (2016) mengemukakan tentang penelitian kuantitatif yakni

pendekatan penelitian yang banyak menggunakan angka-angka, mulai dari

mengumpulkan data, penafsiran terhadap data yang diperoleh, serta pemaparan

hasilnya. Penelitian kuantitatif dipilih karena berupaya mendeskripsikan pengaruh

analisis data untuk memahami dampak Ketersediaan Infrastruktur Jalan, Kapasitas

Listrik, dan Pendidikan terhadap Kemiskinan.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Tempat pelaksanaan penelitian ini di delapan Provinsi Wilayah Sumatera.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan peneliti dalam penelitian ini dari Bulan November

2021 sampai dengan selesai.

3.3 Jenis dan Sumber Data

3.3.1 Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang

terdiri dari data kemiskinan, data jalan, data listrik, dan data pendidikan periode

43
tahun 2015 hingga 2021. Menurut Kuncoro (2018) data kuantitatif adalah data

yang diukur dalam suatu skala numerik (angka) yang dapat dibedakan menjadi

data interval dan data rasio.

3.3.2 Sumber Data

Penelitian ini mengandalkan data sekunder sebagai sumber informasi. Data

sekunder merupakan data primer yang telah dianalisis dan disajikan lebih lanjut,

baik oleh pengumpul data primer maupun oleh pihak ketiga, seperti tabel atau

grafik (Umar, 2013). Seluruh di Provinsi Wilayah Sumatera, pada penelitian ini

diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) masing masing wilayah.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan suatu cara atau teknik yang

digunakan dalam mengumpulkan data (Kurniawan & Puspitaningtyas, 2016).

Pengumpulan data pada penelitian ini meliputi studi kepustakaan (library

research) dan dokumentasi. Menurut Syaodih (2012), proses dokumentasi

merupakan metodologi pengumpulan data yang melibatkan pengumpulan dan

penelaahan catatan, baik berupa dokumen tertulis, foto, maupun elektronik.

Menurut Nazir (2013) studi kepustakaan (library research) adalah metode

pengolahan data yang melibatkan melakukan evaluasi ringkasan buku, literatur,

catatan, dan catatan yang berkaitan dengan masalah yang sedang dipecahkan.

Analisis ini menggunakan total delapan set data cross-sectional yaitu

Provinsi Aceh, Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Riau,

Provinsi Jambi, Provinsi Bengkulu, Provinsi Lampung, dan Provinsi Sumatera

44
Selatan. Pada data deret waktu yang digunakan adalah tujuh tahun dari tahun 2015

hingga 2021.

3.5 Populasi dan Sampel

3.5.1 Populasi

Menurut Ismiyanto (2003) populasi adalah keseluruhan subjek atau

totalitas subjek penelitian yang dapat berupa; orang, benda, suatu hal yang di

dalamnya dapat diperoleh dan atau dapat memberikan informasi (data) penelitian.

Penelitian ini mencakup seluruh wilayah Sumatera, serta data kemiskinan,

ketersediaan infrastruktur jalan, kapasitas listrik, dan pendidikan dari tahun 2015

hingga 2021.

3.5.2 Sampel

Teknik dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah cluster

sampling. Cluster sampling adalah suatu jenis teknik pengambilan sampel dimana

seorang peneliti membagi populasi menjadi beberapa kelompok yang terpisah

yang disebut sebagai cluster (area). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Ketersediaan infrastruktur jalan, kapasitas listrik, pendidikan dan tingkat

kemiskinan di wilayah Sumatera yang dipublikasikan setiap tahunnya. Sebanyak

56 sampel yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan data

presentase kemiskinan, data panjang jalan, data kapasitas listrik, dan data rata rata

lama sekolah dari 8 Provinsi dengan periode tahun 2015 hingga 2021.

3.6 Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi

linier dan data panel, untuk memahami apakah ketersediaan infrastruktur jalan,

45
kapasitas listrik, dan pendidikan berpengaruh terhadap kemiskinan di wilayah

Sumatera. Analisis regresi bertujuan untuk memahami secara parsial atau simultan

hubungan antara hasil masing-masing perusahaan dengan variabel independen dan

dependen.

Untuk mendapatkan hasil terbaik, pendekatan tersebut melibatkan

melakukan uji asumsi klasik sebelum melakukan uji linier berganda (Ghozali,

2011). Tujuan dari pemenuhan asumsi klasik ini adalah untuk memastikan bahwa

variabel independen tidak bias sebagai prediktor variabel dependen

3.6.1 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi

linier berganda dengan menggunakan data panel. Data panel dalam penelitian ini

adalah perpaduan antara cross section dan time series dengan periode data

penelitian tahun 2015 sampai dengan 2021 menggunakan data seluruh variabel

yang dilihat berdasarkan delapan Provinsi di wilayah Sumatera.

3.6.1.1 Regresi Data Panel

Data panel merupakan perpaduan antara data time series dan cross section

atau sebagian obyek dan waktu yang dikumpulkan. Data time series yaitu satu

obyek pada periode waktu, sedangkan data cross section yaitu silang waktu dari

sebagian obyek (Nuryanto, 2018). Terdapat beberapa kelebihan dari data panel

yaitu:

PVit = α + β1JL1it +LS β2it + + β3PD3t eit ……………………… (1)

Dimana:

PV : Kemiskinan

46
JL : Jalan

LS : Listrik

PD : Pendidikan

i : Data cross section (delapan Provinsi)

t : Data time series (Tahun 2015-2021)

α : Intercept atau konstanta

eit : Error term

1. Melibatkan beberapa individu pada sebagian waktu dengan

heterogenitas yang lebih tinggi.

2. Data yang diberikan lebih informatif, variasi, dan memiliki tingkat

kolonieritas yang kecil, dikarenakan panel data memadukan antara data

cross section dan time series.

3. Sebagai studi perubahan dinamis dengan mengulang data cross section

(series).

Selain kelebihan tersebut, data panel juga dapat mendeteksi dan mengukur

dampak dengan arah yang lebih baik, yang tidak dapat dilakukan pada metode

cross section maupun time series saja. Persamaan estimasi data panel dapat

dituliskan sebagai berikut:

3.6.2 Penentuan Metode Estimasi Regresi Data Panel

3.6.2.1 Uji Chow

47
Merupakan uji yang dipakai dalam menentukan model common effect atau

fixed effect yang lebih sesuai untuk digunakan. Hipotesis dalam uji ini sebagai

berikut:

H0: Common Effect Model

H1: Fixed Effect Model

Apabila nilai probability F < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima

dimana fixed effect model lebih sesuai untuk digunakan (Silalahi, 2014).

3.6.2.2 Uji Hausman

Merupakan uji yang bertujuan untuk menentukan fixed effect model atau

random effect model yang lebih sesuai untuk digunakan. Hipotesis dalam uji ini

sebagai berikut:

H0: Random Effect Model

H1: Fixed Effect Model

Apabila nilai probability > 0,05 maka random effect model lebih sesuai

dan sebaliknya jika nilai probability < 0,05 maka fixed effect model lebih sesuai

untuk digunakan (Silalahi, 2014).

3.6.3 Penentuan Model Estimasi

Menurut (Rohmana, 2010) menyebutkan bahwa teknik estimasi model

regresi data panel terdapat tiga teknik yang dapat digunakan diantaranya:

3.6.3.1 Common Effect Model (CEM)

Model ini adalah model yang sederhana yaitu model gabungan dari data

time series dan data cross section, model ini menggunakan metode Ordinary

Least Square (OLS). Model ini beranggapan bahwa intersep atau slope dari setiap

48
variable konstan untuk semua Provinsi pada seluruh waktu. Model dalam common

effect model sebagai berikut:

PVit = α + β1JL1it +LS β2it + + β3PD3t eit …………………… (2)

Dimana:

PV : Kemiskinan

JL : Jalan

LS : Listrik

PD : Pendidikan

i : Data cross section (delapan Provinsi)

t : Data time series (Tahun 2015-2021)

α : Intercept atau konstanta

eit : Error term

3.6.3.2 Fixed Effect Model (FEM)

Model ini bertujuan untuk mengatasi kelemahan dari model common effect.

Model ini mempunyai asumsi bahwa intersept dan slope persamaan bahwa 35

regresi dianggap konstan antar time series ataupun cross section. Kegunaannya

untuk membedakan satu objek dengan objek lain. Model dalam fixed effect model

sebagai berikut:

PVit = α + β1JL1it +LS β2it + + β3PD3t eit …………… (3)

Dimana:

PV : Kemiskinan

JL : Jalan

49
LS : Listrik

PD : Pendidikan

i : Data cross section (delapan Provinsi)

t : Data time series (Tahun 2015-2021)

α : Intercept atau konstanta

eit : Error term

3.6.3.3 Random Effect Model (REM)

Model random effect ini menyatakan bahwa karakteristik individu dan

waktu yang berbeda dapat diakomodasikan dengan error. Pembentukan error dari

individu dan waktu dapat diuraikan yaitu error komponen individu, waktu, dan

error gabungan Model dalam random effect model sebagai berikut:

PVit = α + β1JL1it + β2LS2it + β3PD3it eit; eit = ui + Vt + Wit …….…... (4)

Dimana:

PV : Kemiskinan

JL : Jalan

LS : Listrik

PD : Pendidikan

i : Data cross section (delapan Provinsi)

t : Data time series (tahun 2015-2021)

α : Intercept

eit : Error term

50
β1, β2, β3 : Koefisien

ui : Error cross section

Vt : Error time series

Wit : Error gabungan

3.6.1. Uji Asumsi Klasik

Uji Asumsi Klasik menurut Gujarati (2010) bertujuan untuk memastikan

bahwa hasil penelitian adalah valid dengan data yang digunakan secara teori

adalah tidak bias, konsisten dan penaksiran koefisienan regresinya efisien.

3.6.4.1 Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah variabel perancu atau

residual dalam model regresi berdistribusi normal. Uji t dan F, sebagaimana

dipahami dengan baik, mengasumsikan bahwa nilai sisa mengikuti distribusi

normal. Jika anggapan ini dilanggar, uji statistik untuk ukuran sampel yang kecil

akan menjadi tidak valid.

Ada dua metode untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal,

yaitu melalui analisis grafis dan pengujian statistik. Model regresi yang baik

adalah memiliki distribusi data normal. Dalam penelitian ini, untuk mendeteksi

normalitas data dilakukan dengan pengujian Jarque Bera. Jika nilai signifikansi

residual > 0,05, maka residual berdistribusi normal (Ghozali, 2013).

3.6.4.2 Uji Multikolinieritas

Uji multikolineritas bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan

atau korelasi antara variabel independen dengan ketentuan tidak terdapat nilai

51
korelasi yang tinggi antar variabel independen yaitu tidak melebihi 0,90. Model

regresi yang baik adalah model yang tidak terjadi multikoleniaritas (Ghozali,

2013).

3.6.4.3 Uji Autokorelasi

Hubungan antara satu variabel gangguan observasi dengan variabel

gangguan observasi lainnya dikenal dengan istilah autokorelasi (Widarjono,

2017). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Untuk

menguji ada tidaknya gejala autokorelasi maka dapat dideteksi dengan uji

Durbin-Watson. Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah sebagai

berikut:

1) Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif,

2) Angka D-W diantar -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi,

3) Angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.

3.6.4.4 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk melihat apakah model regresi

memiliki inequality of variance dari residual satu observasi ke residual observasi

berikutnya. Uji grafik plot, uji Park, uji glejser, dan uji white merupakan contoh

uji heteroskedastisitas yang dapat dilakukan. Untuk mengetahui ada tidaknya

heteroskedastisitas juga dapat diketahui dengan melakukan uji Glejser. Jika

variabel bebas signifikan secara statistik mempengaruhi variabel terikat, maka ada

indikasi terjadi heteroskedastisitas.

52
3.6.5 Uji Hipotesis

3.6.5.1 Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) pada dasarnya mengukur kemampuan model

untuk menjelaskan perubahan variabel dependen. Koefisien determinasi berada di

antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel independen

dalam menjelaskan perubahan variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang

mendekati 1 menunjukkan bahwa variabel independen menyediakan hampir

semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi perubahan variabel

dependen. (Ghozali, 2011).

3.6.5.2 Uji Parsial (t-test)

Uji t digunakan untuk mengetahui apakah setiap variabel independen

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Dengan kata

lain, mencari tahu apakah setiap variabel independen dapat menjelaskan

perubahan aktual pada variabel dependen.

Untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen

dapat dilihat asumsi-asumsi berikut ini:

 Jika t hitung > t tabel maka Ha diterima dan Ho ditolak, hal ini

menunjukkan bahwa masing-masing variabel independen memiliki

pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap variabel dependen.

 Jika t hitung < t tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak hal ini

menunjukkan bahwa masing-masing variabel independen tidak

memiliki pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap variabel

dependen.

53
3.6.5.3 Uji Simultan (Uji Keseluruhan- F)

Uji F adalah pengujian yang dirancang untuk menentukan seberapa besar

koefisien regresi terhadap variabel dependen secara bersamaan. Untuk

menentukan signifikan atau tidaknya tingkat signifikansi yang digunakan adalah

5% atau (α = 0,05). Jika Jika nilai estimasi F tabel lebih besar dari nilai F hitung,

maka hipotesis alternatif variabel independen memiliki pengaruh yang besar

terhadap variabel dependen. Standar untuk membuat keputusan:

 Jika F hitung > F tabel maka Ha diterima dan Ho ditolak. Artinya

variabel independen secara bersama sama memiliki pengaruh

signifikan terhadap variabel dependen.

 Jika F hitung < F tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya

variabel independen tidak bersatu dan memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap variabel dependen.

3.7 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional dan pengukuran variabel dalam penelitian ini sebagai

berikut:

Tabel 3.2. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

No Nama Variabel Definisi Pengukuran Variabel Satuan Skala


Perbandingan Kemiskinan diukur dari
jumlah orang seluruh data persentase
yang hidup di penduduk miskin di seluruh
Kemiskinan bawah garis provinsi wilayah Sumatera
1 Persen Rasio
(K) kemiskinan data dari tahun 2015-2021
(tingkat
pendapatan)

Infrastruktur jalan diukur


Infrastruktur Infarstruktur Jalan
dari seluruh data panjang
2 Jalan adalah total Km Nominal
jalan di seluruh provinsi
(INJL) panjang jalan
yang ada di Sumatera data
menurut jenis

54
permukaannya dari tahun 2015-2021
seluruh wilayah
provinsi di
Sumatera

Listrik adalah Listrik diukur dari kapasitas


Total daya listrik terpasang pembangkit
Kapasitas
yang terjual listrik menurut provinsi
3 Listrik Mw Nominal
seluruh wilayah yang ada di Sumatera data
(KPLS)
provinsi di dari tahun 2015-2021
Sumatera
Pendidikan adalah Pendidikan diukur dari rata
proses rata lama sekolah penduduk
pengubahan sikap umur ≥ 15 tahun diseluruh
dan tata laku provinsi wilayah Sumatera
seseorang atau data dari tahun 2015-2021
kelompok orang
Pendidikan dalam usaha
4 Angka Rasio
(PEND) mendewasakan
manusia melalui
upaya pengajaran
dan pelatihan;
proses, cara,
perbuatan
mendidik.
Sumber: diolah Peneliti, 2021

55

Anda mungkin juga menyukai