Anda di halaman 1dari 59

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT UPAH,

PARTISIPASI SEKOLAH DAN FASILITAS PUBLIK


TERHADAP MIGRASI SEUMUR HIDUP PADA
PROVINSI DI PULAU SUMATERA

Oleh:

MARCHELINO PANJI MONIZA


1810011111029

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BUNG HATTA
PADANG
2022

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................i
BAB I.....................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah..........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................9
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................10
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................11
BAB II..................................................................................................................12
KAJIAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN HIPOTESIS...............12
2.1 Kajian Teori...........................................................................................12
2.1.1 Konsep dan Definisi Migrasi.........................................................12
2.1.2 Teori-Teori Migrasi.......................................................................16
2.1.3 Pertumbuhan Ekonomi...................................................................22
2.1.4 Tingkat Upah.................................................................................26
2.1.5 Tingkat Pendidikan........................................................................29
2.1.6 Fasilitas Kesehatan.........................................................................31
2.2 Pengembangan Hipotesis......................................................................34
2.2.1 Pengaruh Pertumbuhan Ekononi Terhadap Migrasi Seumur Hidup...34
2.2.2 Pengaruh Tingkat UpahTerhadap Migrasi Seumur Hidup..................35
2.2.3 Pengaruh Tingkat PendidikanTerhadap Migrasi Seumur Hidup.........36
2.2.4 Pengaruh Fasilitas Umum Terhadap Migrasi Seumur Hidup..............37
2.3 Kerangka Konseptual............................................................................38
2.4 Hipotesis................................................................................................39
BAB III................................................................................................................41
METODE PENELITIAN.....................................................................................41
3.1 Jenis Penelitian......................................................................................41
3.2 Objek Penelitian....................................................................................41
3.3 Jenis Data dan Sumber Data..................................................................41
3.4 Teknik Pengumpulan Data....................................................................42

i
3.5 Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel...................................42
3.5 Teknik Analisis Data.............................................................................44
3.5.1 Regresi Data Panel.........................................................................44
3.5.2 Pemilihan Model Estimasi Data Panel...........................................45
3.5.3 Pengujian Asumsi Klasik...............................................................48
3.5.4 Uji Kesesuaian Model....................................................................49
3.5.5 Pengujian Hipotesis.......................................................................51
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................53

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Peningkatan populasi penduduk menjadi masalah umum yang hampir

terjadi pada seluruh negara berkembang khususnya Indonesia. Menurut

Sandiaga (2019) dalam satu dasawarsa terakhir populasi penduduk di

Indonesia bertambah hingga 30%, dan saat ini jumlah penduduk Indonesia

secara agregat menembus diatas 200 juta orang. Pertambahan jumlah

penduduk memang menunjukan semakin tingginya angka kelahiran hidup

serta meningkatnya tindakan migrasi baik yang bersifat seumur hidup atau

pun eksternal pada setiap daerah di Indonesia.

Migrasi merupakan perpindahan penduduk dari suatu wilayah

kewilayah lain (Todaro, 2013). Jika perpindahan yang terjadi masih dalam

batas satu negara menunjukan migrasi yang terjadi bersifat seumur hidup.

Ketika terjadi migrasi seumur hidup maka akan terjadi penambahan

penduduk disuatu daerah, disamping itu kepadatan jumlah penduduk di suatu

daerah juga semakin meningkat. Walaupun migrasi hanya bersifat seumur

hidup, akan tetapi penambahan jumlah penduduk disuatu daerah tentu akan

menciptakan berbagai masalah bagi pemerintah daerah.

Salah satu permasalahan yang terjadi ketika terjadi penumpukan

migrasi seumur hidup disuatu daerah adalah meningkatnya risiko terjadinya

penyakit masyarakat seperti pengangguran, kemiskinan, hingga

meningkatnya tingkat kriminalitas. Pulau Sumatera merupakan salah wilayah

di Indonesia dengan tingkat migrasi tertinggi. Berdasarkan data yang peneliti


peroleh dari Badan Pusat Statistik Nasional diketahui perkembangan migrasi

seumur hidup pada sepuluh provinsi di Sumatera Barat terlihat pada Tabel 1

di bawah ini:

Tabel 1
Perkembangan Migrasi Masuk Seumur hidup Provinsi di Pulau Sumatera
Tahun 2015 – 2019
Mingrasi Seumur hidup (Jiwa)
No Nama Provinsi
2015 2016 2017 2018 2019
1 Aceh 158.921 179.349 206.693 212.693 435
2 Sumatera Utara 473.251 455.251 523.423 594.955 404
3 Sumatera Barat 313.767 335.251 405.862 401.614 745
4 2.041.78
Riau 1.768.780 1.818.620 2.025.571 1 2.883
5 Jambi 668.625 661.193 706.016 697.839 1.906
6 1.015.66
Sumatera Selatan 927.953 873.760 920.163 2 1.153
7 Bengkulu 300.679 327.589 347.659 360.889 1.878
8 1.422.72
Lampung 1.339.295 1.354.941 1.327.339 4 1.663
9 Kepulauan Bangka Belitung 172.484 190.750 228.717 214.265 1.476
10 Kepulauan Riau 805.458 834.207 913.077 922.154 4.642
Sumber: Badan Pusat Statistik Nasional (2021)

Pada Tabel 1 terlihat bahwa dari tahun 2015 sampai dengan 2019

yang lalu terjadi peningkatan jumlah migrasi seumur hidup pada sepuluh

provinsi di Pulau Sumatera. Daerah dengan jumlah migrasi masuk tertinggi

adalah Provinsi Riau dimana pada tahun 2018 jumlah migrasi masuk seumur

hidup menuju Provinsi Riau berjumlah 2.041.781 jiwa, akan tetapi ditahun

2019 jumlah tersebut menurun signifikan menjadi 2.883 jiwa, sedangkan

Provinsi Aceh merupakan provinsi di Pulau Sumatera dengan jumlah migrasi

masuk seumur hidup paling rendah. Walaupun demikian meningkatnya

jumlah migrasi seumur hidup pada setiap provinsi di Pulau Sumatera akan

meningkatkan berbagai masalah sosial, oleh sebab itu penting bagi peneliti

untuk mencoba mengamati sejumlah variabel yang dapat mempengaruhi

2
jumlah migrasi seumur hidup khususnya pada seluruh provinsi di Pulau

Sumatera.

Menurut Andias, (2014) migrasi seumur hidup dapat dipengaruhi

oleh sejumlah faktor yaitu pendapatan sebuah daerah, tingkat upah, tingkat

pendidikan dan fasilitas publik yang dimiliki sebuah daerah Ketika

pendapatan, tingkat upah, tingkat pendidikan dan fasilitas publik pada suatu

daerah berkembang maka akan mendorong meningkatnya jumlah migrasi

seumur hidup. Selain itu menurut Husnah, (2019) terjadinya mingrasi di

sebuah daerah dapat dipengaruhi oleh pendapatan, upah minimum dan

pendidikan disebua daerah. Masing masing variabel dapat menjadi pemicu

meningkatnya jumlah migrasi seumur hidup pada sebuah daerah di

Indonesia.

Pendapatan daerah menjadi salah satu daya tarik bagi masyarakat

untuk bermigrasi ke sebuah daerah, ketika pendapatan sebuah daerah

meningkat, menunjukan telah terjadinya kemajuan ekonomi pada sebuah

daerah sehingga diyakini akan memberikan banyak kesempatan bekerja bagi

masyarakat (Pangaribuan dan Handayani, 2013), Meningkat atau

menurunnya pendapatan sebuah daerah dapat diamati dari product domestic

regional bruto (PDRB) yang dimiliki daerah

Menurut Sukirno (2015) product domestic regional bruto adalah

jumlah nilai tambah bruto yang timbul dari seluruh sektor perekonomian

disebuah daerah. Semakin tinggi PDRB yang dimiliki sebuah daerah

menunjukan semakin besar pendapatan yang diperoleh masyarakat di sebuah

3
daerah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Nasional diperoleh

perkembangan PDRB provinsi di Sumatera seperti terlihat pada Tabel 2 di

bawah ini

Tabel 2
Laju Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Harga konstan 2010 Berlaku
Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2015 – 2019 Dalam Satuan Persentase
No Nama Provinsi
2015 2016 2017 2018 2019
1 Aceh -2.61 1.38 3.79 3.93 3.45
2 Sumatera Utara 3.81 3.94 3.95 4.06 3.61
3 Sumatera Barat 4.23 4 4.07 3.95 3.14
4 Riau -2.24 -0.28 0.24 -0.01 2.51
5 Jambi 2.44 2.65 2.93 3.07 4.49
6 Sumatera Selatan 2.98 3.65 4.16 4.70 4.11
7 Bengkulu 3.44 3.63 3.38 3.42 4.49
8 Lampung 3.95 4.01 4.09 4.21 4.18
9 Kepulauan Bangka Belitung 1.89 1.95 2.35 2.37 3.95
10 Kepulauan Riau 3.03 2.12 -0.69 1.83 -0.08
Sumber: Badan Pusat Statistik Nasional (2021)

Berdasarkan Tabel 2 terlihat masing-masing provinsi di Pulau

Sumatera memiliki nilai product domestic regional bruto yang relatif berbeda

beda antara satu dengan yang lain. Dari data terlihat Provinsi dengan nilai

PDRB tertinggi dimiliki oleh Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2018

dengan laju pertumbuhan mencapai 4.70%, sedangkan laju penurunan

tertinggi terjadi pada Provinsi Aceh di tahun 2015 dengan laju.penurunan

mencapai 2.61%. Laju pertumbuhan diyakini menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi terjadinya migrasi masuk pada provinsi di Pulau Sumatera,

karena laju pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi, akan menunjukan

adanya jaminan lapangan pekerjaan dan harapan mendapatkan kehidupan

yang lebih layak.

4
Beberapa penelitian yang meneliti pengaruh pendapatan daerah

terhadap migrasi seumur hidup telah dilakukan oleh sejumlah peneliti dimasa

lalu, hal tersebut terlihat pada hasil penelitian/Pangaribuan dan Handayani,

(2013) yang menemukan pendapatan daerah berpengaruh terhadap migrasi

seumur hidup, temuan yang konsisten diperoleh oleh Husnah, (2019) yang

menemukan bahwa pendapatan daerah yang diukur dengan PDRB

berpengaruh positif terhadap migrasi seumur hidup. Selanjutnya hasil

penelitian Andias, (2014) menemukan hasil yang berbeda dimana

pendapatan daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap migrasi seumur

hidup di Indonesia.

Disamping pendapatan daerah, salah satu faktor yang mempengaruhi

terjadinya perpindahan penduduk antar daerah (seumur hidup) juga

dipengaruhi besarnya Upah Minimum Provinsi). Ketika tingkat upah

minimum provinsi yang dimiliki sebuah daerah semakin tinggi maka daya

tarik daerah tersebut untuk dijadikan tempat bermigrasi semakin tinggi.

Dalam pandangan masyarakat yang melakukan migrasi antar provinsi.

Ketika upah minimum yang dimiliki daerah semakin tinggi, maka akan

meningkatkan kualitas hidup mereka. Berdasarkan data yang peneliti peroleh

dari Badan Pusat Statistik Nasional terlihat masing masing provinsi di Pulau

Sumatera memiliki perbedaan nilai upah minimum provinsi yang berbeda,

seperti terlihat pada Tabel 3 di bawah ini:

5
Tabel 3
Data UMP (Upah Minimum Provinsi) Provinsi di Sumatera Tahun 2015 – 2019
Upah Minimum Provinsi (Rp)
No Nama Provinsi
2015 2016 2017 2018 2019
1 Aceh 1.900.000 2.118.500 2.225.000 2.425.000 2.550.000
2 Sumatera Utara 1.625.000 1.811.875 1.750.000 1.950.000 2.125.000
3 Sumatera Barat 1.615.000 1.800.725 1.925.000 2.125.000 2.250.000
4 Riau 1.878.000 2.095.000 2.250.000 2.450.000 2.650.000
5 Jambi 1.710.000 1.906.650 2.125.000 2.350.000 2.750.000
6 Sumatera Selatan 1.974.346 2.206.000 2.450.000 2.650.000 2.825.000
7 Bengkulu 1.500.000 1.605.000 1.750.000 1.850.000 1.950.000
8 Lampung 1.581.000 1.763.000 1.900.000 2.125.000 2.250.000
9 Kepulauan Bangka Belitung 2.100.000 2.341.500 2.250.000 2.450.000 2.850.000
10 Kepulauan Riau 1.954.000 2.178.710 2.225.000 2.450.000 2.650.000
Sumber: Badan Pusat Statistik Nasional (2021)

Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa setiap provinsi memiliki nilai

Upah Minimum Provinsi (UMP) yang berbeda, sepanjang tahun 2015 sampai

dengan 2019, upah minimum provinsi tertinggi dimiliki oleh salah satu

provinsi termuda di Indonesia yaitu Bangka Belitung, sedangkan Upah

Minimum Provinsi terendah dimiliki oleh Provinsi Bengkulu. Bagi

masyarakat salah satu pertimbangan bagi mereka untuk mencari daerah

tujuan migrasi adalah daerah yang mampu memberikan Upah Minimum

Provinsi (UMP) yang lebih tinggi, karena menggambarkan kualitas hidup

yang lebih baik dibandingkan jika mereka tinggal di provinsi asal.

Hasil penelitian yang membahas pengaruh upah minimum provinsi

terhadap migrasi seumur hidup telah dilakukan oleh Santoso (2018)

menemukan bahwa upah minimum provinsi berpengaruh positif terhadap

inflasi seumur hidup di Sulawesi Selatan. Temuan yang sejalan juga

diperoleh oleh Andias (2014) yang mengungkapkan semakin tinggi upah

minimum provinsi maka akan semakin meningkatkan migrasi seumur hidup

di daerah tersebut. Hasil penelitian yang berbeda diperoleh oleh Husnah

6
(2019) yang menemukan upah minimum provinsi tidak berpengaruh

signifikan terhadap migrasi seumur hidup antar provinsi di Indonesia.

Pendidikan merupakan pengaruh sosial yang juga mempengaruhi

seseorang untuk bermigrasi, semakin maju sebuah daerah di sektor

pendidikan akan mendorong meningkatnya jumlah migrasi di sebuah daerah.

Menurut Todaro (2011) terdapat korelasi yang positif terhadap kesempatan

memperoleh pendidikan dan migrasi. Orang yang berpendidikan tinggi

cenderung lebih banyak melakukan migrasi dari pada yang pendidikannya

lebih rendah. Pendidikan yang tinggi membuat seseorang lebih leluasa dalam

memilih pekerjaan dan penghasilan yang diharapkan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pangaribuan dan Handayani

(2013) menemukan bahwa pendidikan berpengaruh positif terhadap jumlah

migrasi seumur hidup di Kota Semarang. Temuan yang sama juga

diungkapkan oleh Atmani et al., (2021) menemukan bahwa semakin tinggi

standar pendidikan di sebuah daerah akan semakin meningkatkan jumlah

migrasi seumur hidup di seluruh provinsi di Indonesia. Temuan yang berbeda

juga diperoleh oleh Andias (2014) yang menemukan bahwa faktor

pendidikan tidak berpengaruh terhadap perubahan jumlah migrasi seumur

hidup di sebuah daerah.

Disamping pendapatan, upah minimum provinsi dan pendidikan salah

satu faktor yang juga mempengaruhi terjadinya migrasi seumur hidup antar

daerah di Sumatera adalah kelengkapan fasilitas umum yang dapat

dimanfaatkan masyarakat. Fasilitas tersebut seperti sekolah, rumah sakit,

7
hingga fasilitas kesehatan. Diantara sekian banyak fasilitas tersebut fasilitas

kesehatan merupakan yang terpenting, dan menjadi pertimbangan utama bagi

masyarakat untuk melakukan migrasi seumur hidup.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Nasional diketahui bahwa

terdapat perbedaan kelengkapan fasilitas kesehatan di sepuluh provinsi di

Pulau Sumatera seperti yang terlihat pada Tabel 4 di bawah ini:

Tabel 4
Jumlah Fasilitas Kesehatan Menurut Provinsi di Pulau Sumatera
Tahun 2015 Sampai Dengan 2019
Jumlah Rumah Saki Umum (Unit)
No Nama Provinsi
2015 2016 2017 2018 2019
1 Aceh 46 51 51 55 56
2 Sumatera Utara 158 141 144 146 151
3 Sumatera Barat 38 39 44 47 51
4 Riau 43 44 44 44 44
5 Jambi 24 26 26 26 26
6 Sumatera Selatan 34 40 40 44 47
7 Bengkulu 17 18 18 21 22
8 Lampung 37 39 39 39 39
9 Kepulauan Bangka Belitung 12 13 17 17 19
10 Kepulauan Riau 22 22 27 27 27
Sumber: Badan Pusat Statistik Nasional (2021)

Berdasarkan Tabel 4 terlihat terdapat perbedaan fasilitas kesehatan umum

pada sejumlah provinsi di Pulau Sumatera, jika diamati dari data terlihat Provinsi

Sumatera Utara memiliki fasilitas kesehatan yang paling banyak dibandingkan

sejumlah provinsi di Pulau Sumatera, sedangkan provinsi dengan jumlah rumah

sakit paling sedikit adalah Kepulauan Bangka Belitung yang hingga tahun 2019

hanya memiliki 19 rumah sakit. Dari data tersebut terlihat bahwa perbedaan

fasilias kesehatan diduga akan mempengaruhi jumlah migrasi seumur hidup pada

provinsi di Sumatera.

8
Sejumlah hasil penelitian yang membahas pengaruh fasilitas publik

terhadap migrasi seumur hidup telah dilakukan oleh Andias, (2014) yang

menemukan bahwa fasilitas umum berpengaruh positif terhadap mingrasi

seumur hidup. Hasil penelitian yang konsisten diperoleh oleh Husnah (2019)

yang menemukan bahwa fasilitas publik yang semakin lengkap akan

meningkatkan jumlah migrasi seumur hidup di sejumlah provinsi di Indonesia.

Temuan yang berbeda diperoleh oleh Sari et al., (2020) yang menemukan bahwa

fasilitas publik tidak berpengaruh signifikan terhadap mingrasi seumur hidup di

Pulau Jawa.

Berdasarkan kepada uraian fenomena, serta pro dan kontra hasil

penelitian, peneliti tertarik kembali untuk mencoba melakukan penelitian yang

membahas sejumah faktor faktor yang mempengaruhi migrasi seumur hidup

khususnya pada provinsi di Pulau Sumatera. Penelitian ini memiliki sejumlah

perbedaan dengan penelitian sebelumnya, perbedaan pertama adalah pemilihan

objek penelitian berbeda dengan peneliti sebelumnya, tahun penelitian yang

lebih update, serta metode analisis yang berbeda. Secara umum penelitian ini

berjudul: Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Upah, Pendidikan dan

Fasilitas Publik Terhadap Migrasi Seumur hidup di Pulau Sumatera.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukanan diatas,

maka dalam penelitian ini permasalahan yang dapat penulis rumuskan

adalah sebagai berikut:

9
1) Apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap migrasi seumur

hidup di Pulau Sumatera ?

2) Apakah perbedaan tingkat upah berpengaruh terhadap migrasi

seumur hidup di Pulau Sumatera ?

3) Apakah tingkat pendidikan berpengaruh terhadap migrasi seumur

hidup di Pulau Sumatera ?

4) Apakah fasilitas publik berpengaruh terhadap migrasi seumur hidup

di Pulau Sumatera ?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan permasalahan yang diutarakan diatas, maka

penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

1) Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap migrasi

seumur hidup di Pulau Sumatera.

2) Untuk mengetahui pengaruh perbedaan tingkat upah terhadap

terhadap migrasi seumur hidup di Pulau Sumatera.

3) Untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan terhadap migrasi

seumur hidup di Pulau Sumatera.

4) Untuk mengetahui pengaruh fasilitas publik terhadap migrasi seumur

hidup di Pulau Sumatera.

10
1.4 Manfaat Penelitian
1) Bagi penulis, tulisan ini sebagai salah satu syarat untuk memenuhi

gelar Sarjana Ekonomi (S1) pada Program Studi Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang serta untuk menambah

wawasan penulis dalam pembuatan karya ilmiah.

2) Bagi pengembangan ilmu pengetahuan yaitu Ilmu Ekonomi

khususnya untuk mengetahui sejumlah faktor yang mempengaruhi

terjadinya mingrasi seumur hidup pada sepuluh provinsi di Pulau

Sumatera.

3) Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah Provinsi dalam

merumuskan suatu kebijakan yang berhubungan dengan masyarakat

yang melakukan migrasi seumur hidup. Dan Sebagai acuan Penelitian

ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna semua

pihak.

11
BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN HIPOTESIS


2.1 Kajian Teori
2.1.1 Konsep dan Definisi Migrasi

Teori migrasi mempelajari beberapa aspek yang memberi

pengaruh terhadap perpindahan suatu individu dari suatu tempat ke

tempat lainnya untuk menetap yang melewati batas suatu negara maupun

dalam batas administratif suatu negara, pada umumnya seseorang

memilih bermigrasi ke daerah tujuan yang memiliki perekonomian yang

baik, seperti di daerah perkotaan.

Migrasi berkaitan dengan jalan keluar bagi negara berkembang

guna mengurangi jumlah penduduk miskin serta dapat meningkatkan

produktivitas (MacCulloch dkk, 2006). Menurut (Arsyad, 2005) jenis

migrasi yang ada yakni sebagai berikut 1). Migrasi Masuk (In

Migrastion), 2). Migrasi Keluar (Out Migration), 3). Migrasi Netto (net

Migration). Dan ini perhitungannya :

1) Migrasi Masuk

inMig
Mi= x 1000.........................................................................
p

(1)

Keterangan:

Mi = Angka Migrasi Masuk

In Mig = Jumlah penduduk masuk dalam satu periode

P = Jumlah penduduk pada pertengahan periode sama

12
1000 = Konstanta

2) Migrasi Keluar

OutMig
Mi= x 1000.......................................................................
p

(2)

Keterangan :

Mo = Angka migrasi keluar

Mi = Jumlah penduduk keluar dalam satu periode

P = Jumlah penduduk pada pertengahan suatu periode

1000 = Konstanta

3) Migrasi Netto

inMig−OutMig
Mi= x 1000 ............................................................
p

.(3)

Keterangan :

Mi = Angka migrasi masuk

In Mig = Jumlah penduduk masuk dalam satu periode

Out Mig=Jumlah penduduk keluar dalam satu periode

P = jumlah penduduk pada pertengahan periode yang sama

1000 = Konstanta

Berdasarkan ruang dan wilayah migrasi terbagi mendjadi dua

yaitu migrasi internasional dan migrasi seumur hidup (dalam negeri).

Migrasi dalam negeri dapat terbagi mendjadi dua yaitu Pertama migrasi

penduduk yang disponsori oleh pemerintah yang dikenal dengan

13
transmigrasi dan kedua migrasi spontan. Berikut ini penjelasan dari

macam-macam migrasi berdasarkan ruang atau wilayah.

a) Migrasi internasional

Migrasi internasional merupakan mobilitas penduduk yang

melewati batas administrasi wilayah suatu negara. para migran

melintasi batas suatu negara yang masuk ke negara lain. Orang

yang meninggalkan daerah asal maka disebut emigran dan disebut

imigran oleh negara yang didatangi. Migrasi internasioanal

frekuensinya sangat sedikit dibandingkan dengan migrasi dalam

negeri. Hal ini disebabkan karena migrasi internasional sering

menimbulkan masalah politik. Sehingga setiap negara menetapkan

persyaratan dan peraturan yang ketat.

Migrasi internasional biasanya dikarenakan oleh gangguan

politik, perang, bencana alam. Pada tahun 1935 dijelaskan

(Mantra, 1999) terjadi ketegangan politik antara negara satu

dengan negara lainnya. Diberapa negara terjadi arus migrasi yang

tinggi. Para migran takut jika nyawanya tercancam di negara

tersebut atau mereka harus membayar pajak yang tinggi apabila

ingin tetap berdiam di negara tersebut. Contohnya selama Hitler

berkuasa di jerman pada tahun 1930-an, jutaan dari orang-orang

yahudi menyingkir ke amerika serikat dan negara-negara lain di

eropa untuk mencari perlindungan.

14
b) Migrasi seumur hidup

Migrasi seumur hidup seumur hidup dianggap sebagai suatu

bagian dan proses moderenisasi yang tidak dapat diingkari.

Migrasi seumur hidup pada umumnya lebih banyak dibandingkan

dengan migrasi internasional. Hal ini dikarenakan kurangnya

restriksi-restriksi legal dan hambatan bahasa atau kebudayaan

sehingga para migran lebih leluasa untuk melakukan perpindahan.

Migrasi dalam negeri (seumur hidup) juga sering menyebabkan

perubahan sosial dan ekonomi secara cepat dalam pembangunan

setiap wilayah yang menjadi tujuan migrasi, berikut ini penjelasan

dan macam-macam migrasi seumur hidup.

Transmigrasi Merupakan salah satu bentuk migrasi seumur hidup

yang terjadi di indonesia, perpindahan tempat tinggal yang permanen

misalnya dari pulau jawa ke luar pulau jawa merupakan ciri yang

dominan dari transmigrasi. Tranmigrasi bersifat terencana, mulai dari

penyeleksian sampai proses pemberian bantuan fasilitas dengan tujuan

agar transmigrasi berjalan dengan lancar. Kebijakan ini ditempuh

pemerintah karena persebaran penduduk dikawasan negara Indonesia

dianggap berat sebelah, ada daerah yang terlalu padat dan ada yang

terlalu jarang penduduknya. Sehingga kehidupan penduduk dan

perkembangan daerah beserta masyarakatnya tidak seperti yang

diharapkan (Prawiro 1983: 113).

15
Migrasi spontan atau merupakan transmigrasi yang tidak dibantu

oleh pemerintah, para migran biasanya memilih untuk pindah atas

kemauan sendiri dan kondisi yang dihadapi saat ini. Secara umum dapat

didefenisikan empat arah gerak penduduk yaitu dari desa ke kota, dari

kota ke desa, dari desa ke desa dan dari kota ke kota.

2.1.2 Teori-Teori Migrasi

a) Teori Migrasi Everrett S Lee

Menurut Everrett S Lee volume migrasi di suatu wilayahg

berkembang sesuai dengan tingkat keragaman daerah daerah di wilayah

tersebut. Pada daerah asal dan daerah tujuan menurut Lee terdapat faktor

faltor yang mendorong terjadinya migrasi yaitu:

a. Faktor positif yaitu faktor yang memberikan keuntungan bila

bertempat tinggal di daerah tersebut

b. Faktor negatif yaitu faktor yang memberikan nilai negatif atau

merugikan bila tinggal di tempat tersebut sehingga seseorang

merasa perlu untuk pindah ketempat lain

c. Faktor netral yaitu tidak berpengruh terhadap keinginan seseorang

atau individu untuk tetap tinggal di tempat asal atau pindah

ketempat lain

Selain tiga faktor tersebut terdapat faktor rintangan yang mengurangi

keinginan masyarakat untuk berpindah ke sebuah daerah. Rintangan

yang dimaksud berkaitan dengan ongkos, topografi wilayah dengan

daerah tujuan atau sarana transportasi. Faktor yang tidak kalah penting
16
yang mempengaruhi mobilitas penduduk adalah faktor individu karena

faktor individu pula yang bernilai positif atau negatif sehingga

menciptakan berbagai pertimbangan untuk pindah. Secara umum pola

migrasi Everrett S Lee dapat terlihat pada Gambar 2.1 di bawah ini:

Gambar 2.1
Pola Migrasi Everrett S Lee

b) Teori Todaro

Todaro (2011) menjelaskan teori ini bertolak dari asumsi

bahwa migrasi dari desa ke kota pada dasarnya merupakan suatu

fenomena ekonomi. Keputusan untuk melakukan migrasi juga

merupakan suatu keputusan yang telah dirumuskan secara rasional,

para migran tetap saja pergi, meskipun mereka tahu betapa tingginya

tingkat pengangguran yang ada di daerah-daerah perkotaan. Teori

Todaro mendasarkan diri pada pemikiran bahwa arus migrasi itu

berlansung sebagai tanggapan terhadap adanya perbedaan pendapatan

antara desa dan kota. Namun, pendapatan yang dipersoalkan disini

bukan pendapatan pendapatan aktual, melainkan pendapatan yang

diharapkan.

Para migran ini senantiasa untuk mempertimbangkan dan

membanding-bandingkan pasar-pasar kerja yang tersedia bagi meraka

17
di sektor pedesaan dan perkotaan, kemudian memilih salah satu

diantaranya yang sekiranya akan dapat memaksimalkan keuntungan

yang diharapkan diukur berdasarkan besar kecilnya angka selisih

antara pendapatan riil dari pekerjaan di kota dan dari pekerjaan di

desa. Angka selisih tersebut juga senantiasa diperhitingkan untuk

mendapatkan pekerjaan di kota tujuan.

Hal tersebut dapat dijelaskan melalui sebuag model migrasi

todaro. Model migrasi todaro tersebut dapat digambarkan dalam

gambar

G Gambar 2.2 Model Migrasi Todaro


Sumber: Todaro,(2011)

18
Keterangan

AA’ = Tingkat tenaga kerja di sektor pertanian

MM’ = Tinkat permintaan tenaga kerja di sektor industri

OAOM = Total ankatan kerja yang tersedia

WA = Tingkat upah di sektor pertanian

WM = Tingkat upah di sektor industri

Pada gmbar di atas diasumsikan dalam suatu perekonomian

hanya ada 2 sektor, yakni sektor pertanian di pedesaan dan sektor

industri di perkotaan. Tingkat permintaan tenaga kerja di dalam

sektor pertanian ditunjukan oleh garis melengkung ke bawa AA’,

sedangkan tingkat permintaan tenaga kerja di sektor industri

ditunjukan oleh garis melengkung MM’, dalam perekeonmian pasar

neoklasik,tingkat upah equilibrium OALA* Untuk sektor pertanian

dan OMLM* untuk sektor industri. Sesuai dengan asumsi full

employment, segenap tenaga kerja yang tersedia akan terserap habis

oleh kedua sektor ekonomi tersebut. Namun, bila tingkat upah

ditentukan oleh pemerintah, misalnya sebesar Wm dan diasumsikan

bahwa dalam perekonomian tersebut ada pengangguran, maka tenaga

kerja sebanyak OMLM akan bekerja di sektor industri manufaktur di

perkotaan, sedangkan sisanya sebanyak OALM akan berkecimpung

dalam sektor pertanian di pedesaan dengan tingkat upah sebanyak

19
OAWA**, dimana tingakt upah ini lebih kecil dibanding tingkat upah

pasar yang mencapai OAWA*. Kondisi yang demikian ini

menciptakan kesenjangan atau selisih upah antara kota dan desa.

Selisih upah inilah yang membuat para pekerja di pedesaan bebas

melakukan migrasi ke kota untuk mendapatkan tingkat upah yang

lebih tinggi, meskipun di desa tersedia lapangan kerja sebanyak

OMLM.

Empat pemikiran dasar model migrasi dari todaro, yaitu

sebagai berikut:

1. Migrasi desa-kota dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan

ekonomi yang bersifat lebih rasional dan yang lansung

berkaitan dengan keuntungan atau manfaat dan biaya-biaya

relatif migrasi itu sendiri (sebagian besar terwujud dalam

keuangan namun ada pula yang terwjud dalam kepuasan

psikologis).

2. Keputusan untuk berimigrasi bergantung pada selisih antara

tingkat pendapatan yang diharapkan di kota dan tingkat

pendapatan aktual di pedesaan. Besasr kecilnya selisih

pendapatan itu sendiri ditentukan oleh dua variabel pokok,

yaitu selisih upah aktual di desa dan di kota, serta besar atau

kecilnya kemungkinan mendapatkan pekerjaan di perkotaan

yang menawarkan tingkat pendapatan sesuai dengan

diharapkan.

20
3. Kemungkinan mendapatkan pekerjaan di perkotaan berkaitan

lansung dengan tingkat lapangan pekerjaan di perkotaan,

sehingga berbanding terbalik dengan tingkat pengangguran di

perkotaan.

4. Laju migrasi desa-kota bisa saja terus berlansung meskipun

pengangguran di perkotaan sudah cukup tinggi (asalkan masih

dibawah selisih pendapatan tersebut). Kenayataan ini

memiliki landasan yang rasional, karena adanya perbedaan

ekspektasi pendapatan yang sangat lebar, yakni para migran

pergi ke kota untuk meraih tingkat upah lebih tinggi yang

nyata (memang tersedia). Dengan demikian, lonjakan

penggangguran di perkotaan merupaka akibat yang tidak

dihindarkan dari adanya ketidakseimbangan kesempatan

ekonomi yang sangat parah antara daerah perkotaan dan

daerah pedesaan, ketmpangan-ketimpangan seperti itu ditemui

di kebanyakan negara-neagra dunia ketiga (negara

berkembang).

21
Gambar 2.3 Kerangka Skematik Keputusan Migrasi
Todaro.
Sumber : Todaro (2011)

Kerangka dapat menunjukan interaksi-interaksi secara

keseluruhan antar berbagai faktor yang mempengaruhi untuk

keputusan bermingrasi secara lebih jelas. Dapat kita lihat banyak

faktor yang mempengaruhi keputusan seseorang untuk melakukan

migrasi. Seperti pendidikan sangat menentukan mobilitas seseorang

dalam melakukan migrasi dikarenakan dengan memiliki pendidikan

yang tingg tenaga kerja akan mudah bersaing di pasar tenaga kerja

tempat tujuan mereka , serta media juga berperan penting dalam

menentukan keputusan seseorang melakukan imigrasi karena media

merupakan alat dan tempat seseorang untuk mendapatkan informasi

mengenai daerah tujuan yang akan dijadikan tempat untuk

bermigrasi.

2.1.3 Pertumbuhan Ekonomi

22
Pertumbuhan ekonomi menunjukan perkembangan ekonomi

sebuah daerah atau pun provinsi. Dalam mengukur pertumnbuhan

ekonomi maka digunakan PDRB. Budiharsono (2013) mengungkapkan

PDRB sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit

usaha dalam suatu wilayah atau jumlah seluruh nilai barang dan jasa

akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Cara

perhitungan PDRB dapat diperoleh melalui tiga pendekatan pendekatan

produksi, pendekatan pendapatan, pendekatan pengeluaran.

Pendapatan daerah adalah semua penerimaan uang melalui

rekening kas umum daerah yang menambah ekuitas dana lancar yang

merupakan hak pemerintah daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran yang

tidak perlu dibayar kembali oleh daerah (UU No 33 Tahun 2004).

Sehubungan dengan hal tersebut, pendapatan daerah yang dianggarkan

dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang

dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan Daerah

merupakan hak Pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai

kekayaan bersih dalam periode yang bersangkutan.

Semua barang dan jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan

ekonomi yang beroperasi di wilayah domestik, tanpa memperhatikan

apakah faktor produksinya berasal dari atau dimiliki oleh penduduk

daerah tersebut, merupakan “Produk Domestik Regional Bruto” daerah

bersangkutan. Pendapatan yang timbul oleh karena adanya kegiatan

produksi tersebut merupakan “Pendapatan Regional”.

23
Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian dari faktor produksi

yang digunakan dalam kegiatan produksi di suatu daerah berasal dari

daerah lain atau dari luar negeri, demikian juga sebaliknya faktor

produksi yang dimiliki penduduk daerah tersebut dapat ikut serta dalam

proses produksi di daerah lain atau di luar negeri. Hal ini menyebabkan

nilai produk domestik yang timbul di suatu daerah tidak sama dengan

pendapatan yang diterima daerah tersebut. Menurut UU No 33 Tahun

2004. Secara garis besar penerimaan daerah dalam era desentralisasi

fiskal di Indonesia dapat dilihat dalam gambar dibawah ini:

Gambar 2.5. Komponen Penerimaan Daerah

Sumber : UU No 33 tahun 2004

Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi adalah topik

yang banyak diperbincangkan pemerintah dalam rangka meningkatkan

24
kesejahteraan rakyat. Masing-masing pemerintah daerah berlomba-lomba

untuk memanfaatkan kesempatan yang ada agar tingkat kesejahteraan

masyarakat meningkat. Pertumbuhan ekonomi daerah merupakan suatu

keadaan dimana terdapat peningkatan Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) dari suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah dikatakan

meningkat jika ada kenaikan PDRB dari tahun sebelumnya. PDRB

adalah semua barang dan jasa yang dihasilkan dari kegiatan-kegiatan

ekonomi yang ada pada suatu daerah tertentu yang dapat

menggambarkan kemampuan suatu daerah mengelola sumber daya alam

yang dimilikinya oleh berbagai unit produksi. Indonesia memiliki

beberapa jenis badan usaha yaitu:

a. Pertanian, peternakan dan kehutanan

b. Pertambangan dan Penggalian

c. Industri Pengolahan

d. Listrik gas dan air bersih

e. Kontruksi

f. Perdagangan hotel dan restoran

g. Pengangkutan dan komunikasi

h. Keuangan, real estate dan jasa perusahaan

i. Jasa

Sektor pertanian, peternakan dan kehuntanan terdiri dari beberapa

sub usaha yang terdiri dari tanaman bahan makanan, tanaman

perkebunan, peternakan dan hasil hasilnya, kehutanan dan perikanan.

25
Sektor pertambangan dan galian terdiri dari minyak dan gas bumi,

pertambangan bukan migas, dan penggalian. Industri pengolahan terdiri

dari industri migas, industri bukan migas, Sektor usaha keempat adalah

listrik, gas dan air bersih terdiri dari listrik, gas kota dan air bersih.

Sektor kontruksi hanya satu unit usaha, sedangkan perdagangan hotel dan

restoran terdiri dari perdagangan besar dan eceran, hotel dan restoran.

Sektor pengangkutan dan komunikasi terdiri dari unit pengangkutan dan

komunikasi. Sektor usaha keuangan, real estate dan jasa perusahaan

terdiri dari bank, lembaga keuangan bukan bank, jasa penunjang

keuangan, real estated dan perusahaan jasa sedangkan sektor kesembilan

adalah jasa yang terdiri dari pemerintah umum dan swasta. Secara

keseluruhan unit bidang usaha yang dikembangkan di Indonesia

berjumlah 26 unit yang tergabung kedalam sembilan sektor usaha utama.

Besaran PDRB yang dihasilkan oleh masing-masing

daerah/Propinsi sangat bergantung kepada potensi sumber daya alam dan

faktor produksi daerah tersebut. Adanya keterbatasan dalam penyediaan

faktor-faktor produksi daerah menyebabkan besaran PDRB bervariasi

antar daerah. Sumber daya alam dalam hal ini adalah sumber daya alam

dalam arti seluas-luasnya. Jika suatu daerah sumber daya alamnya baik,

maka faktor ini merupakan faktor yang turut menyukseskan keberhasilan

pertumbuhan ekonomi.

2.1.4 Tingkat Upah

26
Upah didefinisikan sebagai balas jasa yang adil dan layak

diberikan kepada para pekerja atas jasa-jasanya dalam mencapai tujuan

organisasi. Upah merupakan imbalan finansial langsung yang dibayarkan

kepada karyawan berdasarkan jam kerja, jumlah barang yang dihasilkan

atau banyaknya pelayanan yang diberikan.

Dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

dijelaskan bahwa upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan

dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau

pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan

menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-

undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas

suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan

Berdasarkan pengertian diatas, upah adalah balas jasa yang adil

dan layak yang menjadi hak seluruh pekerja/buruh yang ditetapkan dan

dibayarkan dalam bentuk finansial yang telah disepakati dalam suatu

perjanjian kerja.

Upah minimum adalah upah terendah yang akan dijadikan standar

oleh pengusaha untuk menentukan upah yang sebenarnya dari

pekerja/buruh yang bekerja di perusahaannya. Upah minimum ini

umumnya ditentukan oleh pemerintah dengan memerhatikan

rekomendasi dari dewan pengupahan provinsi/bupati/walikota dan setiap

tahun kadangkala berubah sesuai dengan tujuan ditetapkannya upah

minimum.

27
Sedangkan upah minimum kabupaten/kota adalah upah minimum

yang berlaku di daerah kabupaten/kota. Penetapan upah minimum

kabupaten/kota dilakukan oleh Gubernur yang penetapannya harus lebih

besar dari upah minimum propinsi. Penetapan upah minimum ini

dilakukan setiap satu tahun sekali dan di tetapkan selambat-lambatnya 40

hari sebelum tanggal berlakunya yaitu 1 Januari.

Adapun tujuan dari ditetapkannya upah minimum adalah untuk

mengurangi persaingan yang tidak sehat antar buruh dalam pasar kerja

yang disebabkan oleh tidak sempurnanya pasar kerja, melindungi daya

beli buruh yang berpenghasilan rendah karena tingkat inflasi yang tinggi

akan menurunkan daya beli buruh, dan mengurangi kemiskinan karena

dengan meningkatnya upah minimum masyarakat yang miskin juga akan

berkurang.

Merujuk pada pasal 94 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Tenaga Kerja komponen upah minimum hanya terdiri dari gaji

pokok dan tunjangan tetap. Besarnya gaji pokok adalah 75% dari upah

minimum dan tunjangan tetap sebesar 25% dari upah minimum.

Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan yang menjadi indikator dari penetapan upah minimum

itu sendiri antara lain adalah:

1. Kebutuhan Hidup Layak (KHL)

28
Adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang

pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non

fisik, dan sosial untuk kebutuhansatu bulan.

2. Indeks Harga Konsumen (IHK)

Adalah indeks yang menghitung rata-rata perubahan harga dari

suatu paket barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga

dalam kurun waktu tertentu.

3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui

kondisi ekonomi di suatu daerah. PDRB atas dasar harga konstan

menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung

menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai

tahun dasar. PDRB konstan digunakan untuk mengetahui

pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun atau

pertumbuhan ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh faktor harga.

Menurut Rivai (2014:554) Penggolongan upah terbagi menjadi 3

(tiga) yaitu :

a. Upah Sistem Waktu Dalam sistem waktu, besarnya upah

ditetapkan berdasarkan standar waktu seperti jam, hari,

minggu, atau bulan. Besarnya upah sistem waktu hanya

didasarkan kepada lamanya bekerja bukan dikaitkan dengan

prestasi kerjanya.

29
b. Upah Sistem Hasil (Output) Dalam sistem hasil, besarnya upah

diterapkan atas kesatuan unit yang dihasilkan pekerja, seperti

per potong, meter, liter, dan kilogram. Besarnya upah yang

dibayar selalu didasarkan kepada banyaknya hasil yang

dikerjakan bukan kepada lamanya waktu mengerjakannya.

c. Upah Sistem Borongan Sistem borongan adalah suatu cara

pengupahan yang penetapan besarnya jasa didasarkan atas

volume pekerjaan dan lama mengerjakannya. Penetapan

besarnya balas jasa berdasarkan system borongan cukup rumit,

lama mengerjakannya, serta banyak alat yang diperlukan untuk

menyelesaikannya.

2.1.5 Tingkat Pendidikan

Menurut Triyanto (2014), pendidikan adalah usaha menarik

sesuatu di dalam manusia sebagai upaya memberikan

pengalamanpengalaman belajar terprogram dalam bentuk pendidikan

formal, nonformal, dan informal di sekolah, dan luar sekolah, yang

berlangsung seumur hidup yang bertujuan optimalisasi kemampuan-

kemampuan individu agar di kemudian hari dapat memainkan peranan

hidup secara tepat. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa

pada dasarnya pendidikan merupakan proses pengalihan pengetahuan

secara sadar dan terencana untuk mengubah tingkah laku manusia dan

mendewasakan manusia melalui proses pengajaran dalam bentuk

pendidikan formal, nonformal, dan informal.

30
Menurut UU No.20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha dasar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan, yang diperlukan dirinya,

masyarakat, dan Negara.

Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional di kemukakan bahwa fungsi pendidikan yaitu:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab. Selain itu pendidikan mempunyai

fungsi :

a. Menyiapkan sebagai manusia

b. Menyiapkan tenaga kerja, dan

c. Menyiapkan warga negara yang baik

Dituliskan dalam fungsi pendidikan adalah menyiapkan tenaga

kerja. Hal ini dapat dimengerti, bahwasanya melalui pendidikan dapat

mengembangkan kemampuan karyawan, sehingga dapat melaksanakan

tugas dan pekerjaan serta mengemban wewenang dan tanggung jawab

31
yang diberikan. Untuk mencapai fungsi tersebut, Pendidikan

diselenggarakan melalui jalur pendidikan sekolah (pendidikan formal)

dan jalur pendidikan luar sekolah (pendidikan non formal).

2.1.6 Fasilitas Kesehatan


Menurut Lavey dan Loomba (dalam Azwar,1996) pelayanan

kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau

bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit, serta

memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan ataupun

masyarakat. Upaya pelayanan kesehatan tersebut dibagi menjadi

preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.

Undang-undang No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan

mendefinisikan upaya pelayanan kesehatan tersebut sebagai berikut :

1. Pelayanan Kesehatan Promotif

Adalah suatu dan serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang

lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan

2. Pelayanan Kesehatan Preventif

Adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah

kesehatan atau penyakit

3. Pelayanan Kesehatan Kuratif

Adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk menyembuhkan

penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian

32
penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita

dapat terjaga seoptimal mungkin.

4. Pelayanan Kesehatan Rehabilitatif

Adalah kegiatan dan serangkaian kegiatan untuk mengembalikan

bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi

lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan

masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya.

Pelayanan kesehatan dalam memberi layanan difokuskan kepada

hirarki fasilitas yang menaunginya. Fasilitas menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan bentuk dari sarana yang digunakan

untuk memperlancar atau mempermudah segala bentuk usaha dan

pelaksanaan. Pelayanan kesehatan sangat erat hubungannya dengan

fasilitas kesehatan. Dalam memberi pelayanan, fasilitas kesehatan

tersebut dibagi menjadi 3 (tiga) hirarki atau tingkatan. Tiap tingkatan

memiliki jenis fokus layanan masing-masing, yang didukung dengan

kemampuan tenaga pemberi layanan, ketersediaan peralatan/material, dan

cakupan pelayanan. Azwar (1996) mengungkapkannya sebagai berikut :

a. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (Primary Health

Care)

Pelayanan kesehatan tingkat primer merupakan pelayanan kesehatan

yang diperlukan masyarakat yang mengalami sakit ringan dan

masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatannya. Pelayanan

ini dilakukan bersama dengan masyarakat dan ditulang-punggungi

33
oleh tenaga medis, yakni dokter umum atau tenaga paramedis dengan

sifat pelayanan berobat jalan (Ambulatory services). Pelayanan ini

merupakan bentuk pelayanan dasar (Basic health service) meliputi

fasilitas kesehatan pada Balai Kesehatan Masyarakat (Balkesmas),

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), Puskesmas Pembantu, dan

Puskesmas Keliling.

b. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua (Secondary Health

Care)

Pelayanan kesehatan sekunder diperlukan untuk masyarakat yang

memerlukan rawat inap (Inpatient service), dimana tidak dapat

ditangani oleh pelayanan kesehatan primer. Pelayanan kesehatan

lebih mengutamakan pelayanan spesialis dan bahkan terkadang

subspesialis. Bentuk pelayanan ini ada pada fasilitas kesehatan

Rumah Sakit tipe C dan D.

c. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga (Tertiary Health

Service)

Pelayanan kesehatan tersier diperlukan oleh masyarakat yang sudah

tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder. Bentuk

pelayanan ini merupakan pelayanan yang kompleks dan

mengutamakan pelayanan dari tenaga spesialis dan sub spesialis luas.

Pelayanan ini didapat pada fasilitas kesehatan Rumah Sakit tipe A

dan B.

34
2.2 Pengembangan Hipotesis
2.2.1 Pengaruh Pertumbuhan Ekononi Terhadap Migrasi Seumur Hidup

Faizin (2020) menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi yang diukur

dengan PDRB berpengaruh positif terhadap migrasi seumur hidup. Hasil yang

diperoleh tersebut menunjukan semakin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi

sebuah daerah maka tingkat migrasi seumur hidup kedaerah tersebut semakin

tinggi. Ketika pertumbuhan ekonomi sebuah daerah semakin tinggi maka

semakin tinggi peluang bagi daerah tersebut untuk dijadikan rempat tinggal dan

berusaha, ketika sebuah daerah memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi

tentu mendorong masyarakat yang berada diluar provinsi untuk menjadikan

daerah tersebut sebagai tujuan mereka dalam mencari kerja. Oleh sebab itu

semakin tinggi pertumbuhan ekonomi sebuah daerah akan sejalan dengan

semakin banyaknya tingkat migrasi seumur hidup di daerah tersebut

Puspitasari (2010) menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi

berpengaruh positif terhadap migrasi seumur hidup. Temuan tersebut semakin

menunjukan ketika sebuah daerah memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang

semakin tinggi maka akan meningkatkan tingkat migrasi seumur hidup. Dengan

meningkatnya pertumbuhan ekonomi menunjukan daerah tersebut maju dan

berkembang sehingga memberikan kelayakan yang tinggi untuk hidup. Oleh

sebab itu daerah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi selalu

memiliki angka migrasi semumur hidup yang juga tinggi.

Pangaribuan dan Handayani, (2013) yang menemukan pendapatan daerah

berpengaruh terhadap migrasi seumur hidup, temuan yang konsisten diperoleh

oleh Husnah, (2019) yang menemukan bahwa pendapatan daerah yang diukur

35
dengan PDRB berpengaruh positif terhadap migrasi seumur hidup. Selanjutnya

hasil penelitian Andias, (2014) menemukan hasil yang berbeda dimana

pendapatan daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap migrasi seumur hidup

di Indonesia.

2.2.2 Pengaruh Tingkat UpahTerhadap Migrasi Seumur Hidup

Hasil penelitian Mas’ad et al., (2018) menemukan bahwa tingkat upah

berpengaruh positif terhadap migrasi seumur hidup. Temuan tersebut

meuunjukan semakin tinggi tingkat upah yang diberikan sebuah daerah akan

semakin meningkatkan jumlah migrasi seumur hidup di sebuah daerah. Ketika

tingkat upah meningkat tentu menjadi hal yang sangat di ingikan oleh

masyarakat, karena ketika tingkat upah meningkat maka tingkat kelayakan dan

kualitas hidup masyarakat akan semakin tinggi. Adanya jaminan kehidupan yang

layak menjadi daerah tersebut sebagai tempat untuk menjalani hidup.

Hasil penelitian Rahma et al., (2016) yang menemukan bahwa tingkat

upah berpengaruh positif terhadap migrasi seumur hidup. Temuan yang

diperoleh tersebut menunjukan ketika tingkat upah yang ditawarkan sebuah

provinsi dalam bentuk upah minimum provinsi semakin tinggi maka akan

meningkatan harapan dan keinginan masyarakat untuk pindah keaderah terdebut

dan mengadu nasib di daerah tersebut. Dengan demikian upah yang semakin

tinggi menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk melakukan migrasi seumur

hidup.

Selanjutnya hasil penelitian Santoso (2018) menemukan bahwa upah

minimum provinsi berpengaruh positif terhadap inflasi seumur hidup di Sulawesi


36
Selatan. Temuan yang sejalan juga diperoleh oleh Andias (2014) yang

mengungkapkan semakin tinggi upah minimum provinsi maka akan semakin

meningkatkan migrasi seumur hidup di daerah tersebut. Hasil penelitian yang

berbeda diperoleh oleh Husnah (2019) yang menemukan upah minimum

provinsi tidak berpengaruh signifikan terhadap migrasi seumur hidup antar

provinsi di Indonesia.

2.2.3 Pengaruh Tingkat PendidikanTerhadap Migrasi Seumur Hidup

Hasil penelitian Puspitasari (2017) menemukan tingkat pendidikan

berpengaruh positif terhadap migrasi seumur hidup. Temuan yang diperoleh

tersebut menunjukan semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat maka akan

semakin meningkatkan kemungkinan terjadinya migrasi seumur hidup. Ketika

anggota masyarakat memiliki tingkat pendidikan yang tinggi maka mereka akan

memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi untuk bisa mengadu nasib di

daerah yang lebih maju, sehingga mendorong meningkatnya migrasi seumur

hidup di sebuah daerah.

Hasil penelitian yang sama juga diperoleh oleh Sasmi dan Bachtiar

(2014) menemukan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh positif dan signifikan

terhadap migrasi seumur hidup. Temuan tersebut menunjukan ketika semakin

tinggi tingkat pendidikan masyarakat di sebuah daerah maka besar kemungkinan

individu tersebut untuk merantau dan menetap seumur hidup di daerah yang

maju. Selain itu dengan tinggi tingkat pendidikan masyarakat juga memperkuat

keyakinan diri dari masyarakat tersebut untuk mendapatkan pekerjaan yang

layak khususnya di provinsi yang lebih maju.

37
Selanjutnya hasil penelitian Pangaribuan dan Handayani (2013)

menemukan bahwa pendidikan berpengaruh positif terhadap jumlah migrasi

seumur hidup di Kota Semarang. Temuan yang sama juga diungkapkan oleh

Atmani et al., (2021) menemukan bahwa semakin tinggi standar pendidikan di

sebuah daerah akan semakin meningkatkan jumlah migrasi seumur hidup di

seluruh provinsi di Indonesia. Temuan yang berbeda juga diperoleh oleh Andias

(2014) yang menemukan bahwa faktor pendidikan tidak berpengaruh terhadap

perubahan jumlah migrasi seumur hidup di sebuah daerah.

2.2.4 Pengaruh Fasilitas Umum Terhadap Migrasi Seumur Hidup

Husnah (2019) menemukan fasilitas umum berpengaruh positif terhadap

migrasi seumur hidu. Ketika sebuah daerah yang menjadi tempat berpindah

memiliki fasilitas umum yang lengkap maka besar kemungkinan kelompok

individu atau masyarkat tersebut akan memilih tunggal di daerah tersebut.

Fasilitas umum yang lengkap akan semakin meningkatkan kenyamanan dari

masyarakat, selain itu fasilitas umum yang lengkap akan mendorong masyarakat

pendatang akan memilih menetap.

Temuan yang diperoleh oleh Puspitasari (2010) menemukan bahwa

fasilitas umum berpengaruh positif dan signifikan terhadap migrasi seumur

hidup di sebuah daerah. Temuan tersebut menunjukan kelengkapan fasilitas

umum seperti fasilitas kesehatan, pengadaan air minum, listrik dan energi

38
semakin menciptakan kenyamanan bagi masyarakat pendatang untuk tinggal di

daerah tersebut dan bahkan banyak diantara mereka yang memutuskan untuk

tinggal permanen di daerah tersebut. Kenyaman dan banyak kemudahan yang

mereka dapatkan mendorong angka migrasi seumur hidup semakin tinggi.

Selanjutnya hasil penelitian Andias, (2014) yang menemukan bahwa

fasilitas umum berpengaruh positif terhadap mingrasi seumur hidup. Hasil

penelitian yang konsisten diperoleh oleh Husnah (2019) yang menemukan

bahwa fasilitas publik yang semakin lengkap akan meningkatkan jumlah migrasi

seumur hidup di sejumlah provinsi di Indonesia. Temuan yang berbeda diperoleh

oleh Sari et al., (2020) yang menemukan bahwa fasilitas publik tidak

berpengaruh signifikan terhadap mingrasi seumur hidup di Pulau Jawa.

2.3 Kerangka Konseptual


Berdasarkan uraian teori dan sejumlah hasil penelitian terdahulu maka

dapat diajukan sebuah model kerangka konseptual terlihat pada Gambar 2.6 di

bawah ini:

Pertumbuhan Ekonomi
(X1)

Tingkat Upah (X2)


Migrasi Seumur
hidup
Tingkat Pendidikan (Y)
(X3)

Fasilitas Publik
(X4)

39
Gambar 2.6
Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah di atas, dikemukakan hipotesis yang

merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang hendak di bahas

dalam penelitian ini. Adapun hipotesis di ajukan adalah:

1) Pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap migrasi

seumur hidup di 10 provinsi di Pulau Sumatera.

H0: 𝛽1 = 0

Ha: 𝛽1 ≠ 0

2) Tingkat upah berpengaruh signifikan terhadap migrasi seumur hidup

di 10 provinsi di Pulau Sumatera

H0: 𝛽2 = 0

Ha : 𝛽2 ≠ 0

3) Tingkat pendidikan berpengaruh signifikan terhadap migrasi seumur

hidup di 10 provinsi di Pulau Sumatera

H0 : 𝛽3 = 0

Ha : 𝛽3 ≠ 0

4) Fasilitas publik berpengaruh signifikan terhadap migrasi seumur

hidup di 10 provinsi di Pulau Sumatera

H0 : 𝛽4 = 0

Ha : 𝛽4 ≠ 0

40
41
BAB III

METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini digolongkan kepada penelitian deskriptif asosiatif,

penelitian deskritif yaitu suatu jenis penelitian yang mendiskripsikan dan

menggambarkan variabel-variabel yang diteliti, Sedangkan penelitian

asosiatif yaitu penelitian yang bertujuan menemukan tidaknya hubungan

atau pengaruh antara variabel bebas. (perbedaan pendapatan, perbedaan

upah, tingkat pendidikan dan fasilitas publik) serta variabel terikat yaitu

suatu individu yang melakukan migrasi seumur hidup.

3.2 Objek Penelitian


Pada penelitian ini yang menjadi objek adalah seluruh provinsi di

pulau Sumatera yang berjumlah 10 provinsi, dimana provinsi tersebut

meliputi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu,

Sumatera Selatan, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung dan Kepulauan

Riau.

3.3 Jenis Data dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk sudah jadi, sudah

dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain. Data sekunder pada umumnya

berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam

arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak

dipublikasikan. Pada penelitian ini penulis menggunakan data sekunder


42
berupa data migrasi, data PDRB, data angka partisipasi sekolah, dan data

fasilitas kesehatan yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Pusat. Data

yang digunakan dari tahun 2015 – 2019

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Dalam menganalisa dan memecahkan masalah yang diinginkan,

maka teknik yang dipakai dalam pengumpulan data yaitu teknik

dokumentasi, survei, dan studi kepustakaan. Menurut (Sugiyono, 2012)

teknik dan pengumpulan data penelitian dapat dilakukan dengan berbagai

cara antara lain observasi, wawancara, dokumentasi, dan

Triangulasi/gabungan. Dalam peneltian ini, tekhnik dan pengumpulan

data dilakukan dengan cara dokumentasi. Dokumen merupakan catatan

peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berupa tulisan, foto, catatan,

serta dalam bentuk lainnya.

3.5 Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel


Secara umum variabel penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini dapat didefinisikan dan dijelaskan ukuran masing masing

seperti dijelaskan dibawah ini:

1) Migrasi Seumur hidup (Y)

Merupakan perpindahan masyarakat dari satu daerah ke daerah

lain. Dimana perpindahan yang dimaksud adalah perpindahan

masyarakat dari provinsi lain baik dari pulau Sumatera atau diluar

Sumatera ke salah satu provinsi yang tedapat di pulau Sumatera .

Data mingrasi seumur hidup yang digunakan adalah jumlah


43
masyarakat yang melakukan migrasi seumur hidup pada 10 provinsi

di Pulau Sumatera yang diukur dengan satuan orang.

2) Pertumbuhan Ekonomi (X1)

Pertumbuhan ekonomi menunjukan sejauh mana sebuah daerah

mampu menciptakan pemerataan pendapatan untuk meningkatkan

kuaitas hodup masyarakatnya. Pertumbuhan ekonomi diukur dengan

laju Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berdasarkan harga

konstan 2010 yang diukur dengan satuan persentase pada sepuluh

provinsi di Pulau Sumatera. Data yang digunakan dari tahun 2010 –

2020

3) Upah (X2)

Setiap daerah memiliki standar penghasilan yang berbeda-beda.

Jumlah imbalan atau pengahasilan yang diterima responden dalam

bekerja dapat diukur berdasarkan Upah Minimum Provinsi masing-

masing provinsi di Pulau Sumatera yang diukur dengan satuan

Rupiah. Data yang digunakan dari tahun 2010 – 2020

4) Tingkat Pendidikan (X3)

Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap keinginan suatu

individu untu bermigrasi, karna semakin tinggi pendidikan seseorang

maka peluang pekerjaan akan semakin banyak. Variabel ini diukur

dengan rata-rata Angka Partisipasi Sekolah (APS) kelompok umur 7-

24 tahun pada 10 provinsi di Pulau Sumatera dari tahun 2010 – 2020 .

44
5) Fasilitas Publik (X4)

Fasilitas publik yang memadai disuatu daerah juga berpengaruh

terhadap keinginan seseorang utuk bermigrasi, data yang diambil

dalam penelitian ini adalah jumlah fasilitas kesehatan yang terdiri

dari Puskesmas dan Rumah Sakit Umum di sepuluh provinsi di Pulau

Sumatera dari tahun 2010 – 2020 yang diukur dengan satuan unit.

3.5 Teknik Analisis Data


Untuk menjawab permasalahan di atas, maka metode analisis yang

digunakan adalah regresi data panel, yang ditunjang dengan data kuantitatif yang

ada. Data diolah dengan menggunakan eviews 9. Model yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.5.1 Regresi Data Panel


Penelitian ini menggunakan analisis data panel dimana data panel

merupakan kombinasi antar data time series dan data cross section. Data cross

section adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap banyak

individu, sedangkan time series data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu

terhadap suatu individu. Analisis regresi data panel adalah alat analisis regresi

dimana data dikumpulkan secara individu (cross section) dan diikuti pada waktu

tertentu (time series). Persamaan regresi panel yang digunakan dalam penelitian

ini yaitu :

Yit = a + β1Xit + β2Xtt + β3Xit + β4Xit + eit

45
Yit = Unit cross section migrasi seumur hidup ke i untuk periode

waktu ke t

α = Konstanta atau intercept kelompok variabel dari uni cross

section ke pada periode waktu ke t

𝛽1 = Koefisien Regresi variabel pertumbuhan ekonomi

𝛽2 = Koefisien Regresi variabel upah minimum provinsi

𝛽3 = Koefisien Regresi variabel pendidikan

𝛽4 = Koefisien Regresi variabel fasilitas umum

X1 = Pertumbuhan Ekonomi

X2 = Upah minimum provinsi

X3 = Pendidikan

X4 = Fasilitas Kesehatan

i = Jumlah daerah ke i

t = Waktu ke t

𝑒𝑖𝑡 = Error Term observasi ke i pada waktu ke t

3.5.2 Pemilihan Model Estimasi Data Panel


Teknik analisis data panel dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan

metode common effect, fixed effect dan random effect, sedangkan untuk

menentukan metode mana yang lebih sesuai dengan penelitian ini maka

digunakan Uji Chow dan Uji Hausman.

a) Model Pooled (Common Effect)

46
Model Common Effect adalah model yang paling sederhana, karena

metode yang digunakan dalam metode Common Effect hanya dengan

mengkombinasikan data time series dan cross section. Dengan hanya

menggabungkan kedua jenis data tersebut, maka dapat digunakan metode

Ordinal Least Square (OLS) atau teknik kuadrat terkecil untuk mengestimasi

model data panel. Dalam pendekatan ini tidak memperhatikan dimensi individu

maupun waktu, dan dapat diasumsikan bahwa perilaku data antar perusahaan

sama dalam rentan waktu. Asumsi ini jelas sangat jauh dari realita sebenarnya,

karena karakteristik antar perusahaan baik dari segi kewilayahan jelas sangat

berbeda (Winarno, 2014). Persamaan metode ini dapat dirumuskan sebagai

berikut :

Y ¿= 𝛼 + β j X ¿j + ε ¿

Dimana :

Y¿ : Variabel terikat individu ke-i pada waktu ke-i

X¿
j
: Variabel bebas ke-j individu ke-i pada waktu ke-t

i : Unit cross-section sebanyak N

j : Unit time siries sebanyak T

ε¿ : Komponen error individu ke-i pada waktu ke-t

α : Intercept

βj : Parameter untuk variabel ke-j

b) Model Efek Tetap (Fixed Effect)


47
Model ini digunakan untuk mengatasi kelemahan dari analisis data panel

yang menggunakan metode common effect, penggunaan data panel common

effect tidak realistis karena akan menghasilkan intercept ataupun slope pada data

panel yang tidak berubah baik antar individu (cross section) maupun antar waktu

(time series). Model ini mengasumsikan bahwa terdapat efek yang berbeda antar

individu. Perbedaan ini dapat diakomodasi melalui perbedaan diintersepnya

(Winarno, 2014). Model ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

Y ¿=∝i+ β j X ¿j + ∑in=2 α i + ԑ ¿

Dimana :

Y¿ : Variabel terikat individu ke-i pada waktu ke-i

X¿
j
: Variabel bebas ke-j individu ke-i pada waktu ke-t

ԑ¿ : Komponen error individu ke-i pada waktu ke-t

α : Intercept

βj : Parameter untuk variabel ke-j

c) Model Efek Acak (Random Effect)

Dalam metode ini perbedaan karakteristik individu dan waktu

diakomodasikan dengan error dari model. Mengingat terdapat dua komponen

yang mempunyai kontribusi pada pembentukan error yaitu (individu dan waktu),

maka pada metode ini perlu diuraikan menjadi error dari komponen individu,

error untuk komponen waktu dan error gabungan. Persamaan random effect

dapat dirumuskan sebagai berikut :

Y ¿ = 𝛼 + β j X ¿j + ε ¿; ε ¿ = ui + V t + W ¿

48
Dimana :

ui : Komponen error cross-section

Vt : Komponen time series

W¿ : Komponen error gabungan.

3.5.3 Pengujian Asumsi Klasik


Pada penelitian ini pengujian asumsi klasik yang digunakan adalah

sebagai berikut:

a) Pengujian Multikolinearitas

Menurut Ghozali, (2014) mengungkapkan pengujian multikolinearitas

bertujuan untuk memastikan bahwa tidak terjadi hubungan antara variabel

indpeenden satu dengan variabel independen yang lain. Pengujian

multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan mencari nilai Variance

Influence Factor (VIF). Seluruh variabel independen akan terbebas dari

penyimpangan asumsi klasik bila memiliki nilai VIF dibawah 10. Setelah

seluruh variabel independen terbebas dari penyimpangan multikolinearitas maka

tahapan pengolahan data lebih lanjut dapat segera dilaksanakan.

b) Pengujian Autokorelasi

Pengujian autokorelasi bertujuan untuk mengetahui pola kesalahan

penganggu antar periode penelitian. Pengujian autokorelasi wajib dilakukan pada

data time series. Pengujian autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji

Durbin Watson (DW). Jika hasil pengujian berada diantara dua kuadran yaitu

antara – 2 ≤ DW ≤ 2 maka gejala autokorelasi tidak terjadi sehingga tahapan

pengolahan data lebih lanjut dapat segera dilakukan.


49
c) Pengujian Heteroskedastisitas

Pengujian heterokedastisitas bertujuan untuk mengetahui pola sebaran

variance yang mendukung setiap variabel penelitian. Jika pola sebaran variance

mengikuti pola garis lurus menandakan gejala heteroskedastisitas tidak terjadi.

Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan uji Glejser. Pengujian tersebut

dilakukan dengan meregresikan masing masing variabel independen dengan

variabel ARESID (Residual). Jika nilai proability hasil regresi yang diperoleh

masing masing variabel independen diatas 0.05 menunjukan gejala

heteroskedastisitas tidak terjadi sehingga tahapan pengolahan data lebih lanjut

dapat segera dilakukan (Winarno, 2014).

3.5.4 Uji Kesesuaian Model


Untuk menguji kesesuaian atau kebaikan dari tiga metode pada teknik

estimasi dengan model data panel, maka digunakan Uji Lagrange Multiplier, Uji

Chow dan Uji Hausman:

a) Uji Chow

Menurut Winarno, (2014) pengujian Chow dilakukan untuk menentukan

antara common effect atau fixed effect yang paling tepat untuk dijadikan alat

analisis dalam estimasi data panel. Dalam melakukan pengujian Chow, masing-

masing variabel diregresikan terlebih dahulu dengan model common effect atau

pun fixed effect, Hipotesis yang diujikan dalam uji Chow adalah sebagai berikut:

Ho : Model Common Effect

Ha : Model Fixed Effect

50
Dasar penolakan atau penerimaan hipotesis ditentukan dari pengujian F-

statistik yang dapat dicari dengan menggunakan rumus:

(ESS1−ESS 2)
N−1
CHOW =
( ESS2 )
(NT −N−K )

Keterangan

ESS1 = Residual Sum Square hasil pendugaan model fixed effect

ESS2 = Residual Sum Square hasil pendugaan common effect

N = Jumlah Data Cross Section

T = Jumlah Data Time Series

K = Jumlah Variabel Penjelas

Nilai statistik Chow mengikuti distribusi F-statistik, dimana jika nilai prob

< 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima atau penggunaan Fixed Effect dalam

analisis data panel lebih tepat dari Common Effect dan sebaliknya.

b) Uji Hausman

Menurut Winarno, (2014) mengungkapkan uji Hausman yaitu untuk

menentukan uji mana diantara kedua metode efek acak (random effect) dan

metode (fixed effect) yang sebaiknya dilakukan dalam pemodelan data panel.

Hipotesis dalam uji hausman sebagai berikut :

Ho : Metode Random Effect

H1 : Metode Fixed Effect

Dengan rumus sebagai berikut :

w = X ⌊ K ⌋ =( ^β , β^ GLS ) ∑ ( ^β− β^ GLS )


2 −1

51
Didalam pengujian ketika nilai prob > 0.05 maka penggunaan Random

Effect lebih baik dalam menganalisis model regresi panel dan sebaliknya. Ketika

Random Effect terpilih maka pengujian asumsi klasik tidak wajib dilaksanakan

karena didalam model Random Effect mengandung fungsi GLS (General Least

Square).

3.5.5 Pengujian Hipotesis


Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji t dan uji f yang

dapat dijelaskan dibawah ini:

a) Uji t-statistik

Menurut Winarno (2014) uji t yaitu untuk menguji hubungan regresi secara

parsial, dalam uji t statistik pada dasarnya menunjukan seberapa jauh pengaruh

suatu variabel penjelas secara individual dalam menerangkan variasi variabel-

variabel terikat dengan menggunakan eviews. Secara umum rumus yang

digunakan untuk mendapatkan nilai t-hitung adalah sebagai berikut:

βi
t=
S βi

Keterangan:

βi = Koefisien Regresi masing-masing variabel

Sβi = Standar baku masing-masing koefisien regresi

Ho : Berarti tidak ada pengaruh yang berarti dari variabel bebas terhadap

variabel terkait secara parsial

H1 : Berarti ada pengaruh yang berarti dari variabel bebas terhadap variabel

terkait secara parsial

52
Untuk memutuskan hipotesis mana yang diterima dan mana yang ditolak,

maka pengujian dilakukan dengan cara membandingkan nilai t hitung dengan t

tabel jika:

a) t h itung>t tabel : maka Ho ditolak Ha diterima, yang berarti bahwa variabel

bebas (X1 ,X2, X3) secara parsial berpengaruh positif terhadap variabel

terikat (Y) adalah signifikan.

b) t h itung<t tabel: maka Ho diterima Ha ditolak, yang berarti bahwa variabel

bebas (X1 ,X2 ,X3) secara parsial berpengaruh positif terhadap variabel

terikat (Y) adalah tidak signifikan.

b) Uji F-statistik

Uji f statistik yaitu menunjukkan apakah semua variabel bebas yang

dimaksudkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap

variabel terikat dilihat dengan menggunakan Eviews (Ghozali, 2016). Secara

umum pengujian F-statistik dapat dicari dengan menggunakan rumus:

R2 / K 1
 
F = 1  R / n  K 
2

Keteranan

2
R = Koefisien determinan

n = Jumlah sampel

K = Jumlah seluruh variabel

Kriteria Pengujian

53
a) F hitung >t tabel : maka Ho ditolak Ha diterima, yang berarti bahwa variabel

bebas (X1 ,X2, X3) secara bersama sama berpengaruh positif terhadap

variabel terikat (Y) adalah signifikan.

b) F hitung <t tabel: maka Ho diterima Ha ditolak, yang berarti bahwa variabel

bebas (X1 ,X2 ,X3) secara bersama sama berpengaruh signifikan terhadap

variabel terikat (Y) adalah tidak signifikan.

c) R-Squared (R²)

Koefisien determinasi (R²) mengukur tingkat ketepatan atau kecocokan

dari regresi data panel, yaitu merupakan proporsi presentase sumbangan X1,X2

dan X3 terhadap variasi (naik turunnya) Y yang dilihat menggunakan Eviews

(Ghozali, 2016). Koefisien determinasi dapat dicari dengan menggunakan

rumus:

2 ESS
R=
TSS

Dimana :

ESS : Jumlah kuadrat dari regresi

TSS : Total jumlah kuadrat

Besarnya nilai R² berada di antara 0 (nol) dan 1 (satu) yaitu 0 < R² < 1.

Jika R² semakin mendekati 1 (satu), maka model tersebut baik dan pengaruh

antara variabel terkait Y semakin kuat (erat hubungannya).

54
DAFTAR PUSTAKA

Andias, T. (2014). Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Migrasi Internal


(Studi Kasus di Kecamatan Gondanglegi Malang). Jurnal Pembangunan
Ekonomi, 5(2).
Arsyad, L. (2005). Pengantar Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah.
Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Atmani M, B., Pitoyo, A. J., & Rofi, A. (2021). Faktor Individual Dan
Kontekstual Pada Migrasi Risen Di Indonesia: Analisis Data Survei
Penduduk Antar Sensus 2015. Jurnal Kependudukan Indonesia, 15(2), 183.
https://doi.org/10.14203/jki.v15i2.432
Faizin, M. faizin F. (2020). Analisis Pengaruh PDRB Perkapita, IPM,
Kemiskinan dan Pengangguran Terhadap Migrasi Tenaga Kerja ke Luar
Negeri. Jurnal PROFIT Kajian Pendidikan Ekonomi Dan Ilmu Ekonomi,
7(2), 113–120. https://doi.org/10.36706/jp.v7i2.11921
Ghozali, I. (2014). Aplikasi analisis multivariate dengan program SPSS
(Cetakan 12). Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Press.
Ghozali, I. (2016). Dasar Dasar Statistik dalam Aplikasi SPSS 19.0. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Husnah, A. (2019). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Migrasi Seumur Hidup
di Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi Dan Pembangunan, 148, 148–162.
Mantra, I. B. (1999). Illegal Indonesian labour movement from Lombok to
Malaysia. Asia Pacific Viewpoint.
Mas’ad, M., Nizaar, M., & Aini, F. (2018). Mengidentifikasi Faktor Yang
Mempengaruhi Peningkatan Migrasi Internasional Di Desa Mekar Damai
Kecamatan Praya Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2015. Paedagoria |
FKIP UMMat, 7(1), 31. https://doi.org/10.31764/paedagoria.v7i1.178
Pangaribuan, K. H., & Handayani, H. R. (2013). Analisis Pengaruh Pendapatan,
Pendidikan, Pekerjaan Daerah Asal, Jumlah Tanggungan dan Status
Perkawinan Terhadap Keputusan Migrasi Sirkuler ke Kota Semarang (Studi
Kasus: Kecamatan Tembalang dan Pedurangan_. Dipenegoro Journal of
Economic, 2(1985), 1–10.
Puspitasari, W. I. (2017). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Migrasi Tenaga
Kerja Ke Luar Negeri Berdasarkan Provinsi Di Indonesia. Jurnal Ilmu
Ekonomi Terapan, 2(1), 49–64. https://doi.org/10.20473/jiet.v2i1.5505
Rahma Anggraini, H., Asuransi Cigna, P., Ekonomi Pembangunan, J., Ekonomi,
F., Negeri Semarang, U., & September, D. (2016). Economics Development

55
Analysis Journal Pengaruh Kondisi Individu terhadap Keputusan Migrasi
Sirkuler ke Kota Semarang. Economics Development Analysis Journal,
5(4), 386–394. Retrieved from http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj
Santoso, A. D. (2018). Dampak Kebijakan Upah Minimum Terhadap Migrasi
Internal Di Sulawesi Selatan. Sosiohumaniora, 20(2), 177–187.
https://doi.org/10.24198/sosiohumaniora.v20i2.11142
Sasmi, C., & Bachtiar, N. (2014). Analisis Migrasi Internasl di Sumatera Barat:
Suatu Kajian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Migrasi Masuk ke Kota
Padang, 20.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D.
Bandung: Alfabeta. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Sukirno, S. (2011). Makroekonomi: Teori dan Ilmu Pengantar. Jakarta: Grafindo
Persada.
Todaro, M. P. (2011). Pembangunan Ekonomi Dunia ke Tiga. Jakarta: Erlangga.
Winarno, W. W. (2014). Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan
Menggunakan Eviews (Cetakan 5). Sleman Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
wulan Puspitasari, A. ( U. D. S. (2010). Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Minat Migrasi Sirkuler Ke Kabupaten Semarang. Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Migrasi Sirkuler Ke Kabupaten
Semarang, 1 of 105.

56

Anda mungkin juga menyukai