pergerakan dari tahun ke tahun, hal ini juga diperlukan untuk memutuskan
masih menunjukkan pola yang berfluktuasi dari tahun ke tahun. Hal ini dapat
dilihat pada grafik perkembangan TPT menurut provinsi di Indonesia tahun 2015-
2019 berikut :
71
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
Gambar 7. Tingkat pengangguran terbuka menurut provinsi di Indonesia
tahun 2015-2019
semakin menurun, bahkan Provinsi Bali menjadi provinsi dengan rata-rata tingkat
Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur. Sementara itu provinsi Banten, Jawa
Barat, dan Maluku menjadi provinsi dengan tingkat pengangguran terbuka yang
tertinggi, dengan provinsi Banten masih konstan diatas 8 persen dari periode
2015-2019. Capaian tertinggi TPT terjadi pada tahun 2015 di dua provinsi yaitu
Jawa Barat dan Maluku yang mencapai 9,93 persen, sementara yang paling
72
Gambaran Umum Jumlah Usaha Akomodasi di Indonesia
dari tahun 2015 hingga 2019 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8, sejak tahun
unit, kemudian meningkat pada tahun 2016 menjadi 18.993 unit dan terjadi
peningkatan cukup tinggi pada tahun 2017 yaitu sebesar 7.139 unit menjadi
26.132 unit, selanjutnya pada tahun 2018 meningkat menjadi 27.545 unit hingga
35000
30000 29760
27545
25000 26132
20000 18993
18287
Unit
15000
10000
5000
0
2015 2016 2017 2018 2019
Tahun
bahwa potensi akan pariwisata dan hospitality semakin berkembang. Oleh karena
peningkatan usaha akomodasi yang tinggi dan yang mengalami penurunan usaha
akomodasi. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik jumlah usaha akomodasi
73
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
Gambar 9. Jumlah usaha akomodasi menurut provinsi di Indonesia
tahun 2015-2019
Gambar 9 menunjukkan kenaikan dari tahun ke tahun. Provinsi Bali berada pada
unit, kemudian diikuti dengan Provinsi Jawa Barat dengan usaha akomodasi
mencapai 3191 unit dan Jawa Timur dengan 4132 unit. Tingginya usaha
tenaga kerja pada penunjang perhotelan seperti dekorasi hotel, dan sebagainya
maka jumlah tenaga kerja yang diserap akan semakin banyak lagi. Sementara itu
tiga provinsi yang memiliki jumlah usaha akomodasi terendah di Indonesia adalah
74
Apabila jumlah usaha akomodasi di masing-masing provinsi dibandingkan
terbuka dari tahun 2015-2019. Pada tahun 2016 sebagian besar provinsi di
seperti Provinsi Jawa Barat yang mengalami kenaikan pada jumlah usaha
akomodasi sementara TPT ikut naik, disisi lain Provinsi Kalimantan Selatan dan
Kalimantan Timur yang mengalami penurunan pada jumlah usaha akomodasi dan
Pada tahun 2017 terjadi peningkatan yang cukup tinggi pada jumlah usaha
pariwisata nasional (KSPN). Kemudian pada tahun 2018 dan 2019 juga sebagian
dan diikuti dengan penurunan pada TPT-nya, sehingga dapat dilihat bahwa pola
dari TPT akan menurun apabila jumlah usaha akomodasi meningkat, begitu pula
75
Tabel 2 Jumlah usaha akomodasi dan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut
provinsi di Indonesia tahun 2015-2019
76
Pada Gambar 10 ditunjukkan jumlah tamu hotel di Indonesia secara umum
mengalami kenaikan. Pada tahun 2015 jumlah tamu hotel di Indonesia mencapai
59,73 juta jiwa, kemudian tahun 2016 mengalami kenaikan cukup tinggi menjadi
78,51 juta jiwa, namun pada tahun 2017 mengalami sedikit penurunan sebesar
3,45 juta jiwa menjadi 75,06 juta jiwa dan kembali mengalami kenaikan pada
tahun 2018 menjadi 86,19 hingga tahun 2019 menjadi 87,12 juta
100
90 86.18619 87.12053
78.50877 75.0566
80
70
59.73227
60
Juta Jiwa
50
40
30
20
10
0
2015 2016 2017 2018 2019
Tahun
provinsi mana yang memiliki tamu hotel yang tinggi dan provinsi mana yang
memiliki tamu hotel yang rendah untuk melihat potensi pariwisata dari masing-
berikut :
77
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
Gambar 11. Jumlah tamu hotel menurut provinsi di Indonesia tahun 2015-2019
Indonesia, tiga provinsi dengan jumlah tamu hotel tertinggi adalah Provinsi DKI
Jakarta, Jawa Barat, dan Bali. DKI Jakarta dan Bali memiliki pencapaian jumlah
tamu hotel yang sangat tinggi yaitu hingga 14 juta jiwa, tamu hotel yang
itu untuk tiga provinsi dengan jumlah tamu hotel terendah berada pada provinsi
diketahui pola pergerakan dari kedua variabel tersebut. Pada tahun 2016 jumlah
78
tamu hotel di berbagai provinsi di Indonesia menunjukkan peningkatan dan
diwaktu yang sama TPT ikut turun, di tahun tersebut juga tercapai jumlah tamu
hotel tertinggi yaitu sebesar 15,06 juta jiwa di Provinsi DKI Jakarta. Sementara
tahun 2017 terjadi beberapa penurunan jumlah tamu hotel yang cukup signifikan
sebelumnya 15 juta menjadi 10 juta sehingga TPT di provinsi tersebut ikut naik.
hingga pada tahun 2018 jumlah tamu hotel kembali mengalami peningkatan
diberbagai provinsi dan Provinsi Bali mengalami peningkatan yang cukup drastis
dari yang awalnya 8,30 juta jiwa menjadi 14,40 juta jiwa, hal ini juga otomatis
membuat TPT di provinsi tersebut turun dari 1,89 persen menjadi 1,48 persen.
Terakhir di tahun 2019 penurunan drastis terjadi di Provinsi Bali dari kenaikan
sebesar 6,10 juta jiwa di tahun 2018, turun menjadi 8,87 juta jiwa dan menaikkan
Tabel 3 Jumlah tamu hotel dan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut provinsi di
Indonesia tahun 2015-2019
79
Aceh 0.29 0.29 0.32 0.42 0.51 9.93 7.57 6.57 6.36 6.2
Sumatera Utara 2.94 3.13 3.86 3.92 4.27 6.71 5.84 5.6 5.56 5.41
Sumatera Barat 0.93 1.91 1.27 1.52 1.73 6.89 5.09 5.58 5.55 5.33
Riau 0.83 1.58 1.92 1.94 2.10 7.83 7.43 6.22 6.2 5.97
Jambi 0.36 0.51 0.55 0.64 0.63 4.34 4 3.87 3.86 4.19
Sumatera Selatan 1.09 1.46 1.48 2.03 1.68 6.07 4.31 4.39 4.23 4.48
Bengkulu 0.10 0.24 0.16 0.17 0.22 4.91 3.3 3.74 3.51 3.39
Lampung 0.19 0.57 0.59 0.68 0.79 5.14 4.62 4.33 4.06 4.03
Kep. Bangka Belitung 0.27 0.70 0.43 0.44 0.68 6.29 2.6 3.78 3.65 3.62
Kep. Riau 5.22 2.46 2.73 3.10 3.63 6.2 7.69 7.16 7.12 6.91
15.0 11.7
DKI Jakarta 10.13 10.16 12.53 7.23 6.12 7.14 6.24 6.22
6 9
12.5
Jawa Barat 9.85 9.04 10.75 13.35 8.72 8.89 8.22 8.17 7.99
9
Jawa Tengah 5.00 6.46 6.58 6.75 7.37 4.99 4.63 4.57 4.51 4.49
DI Yogyakarta 2.38 5.24 4.16 3.80 3.96 4.07 2.72 3.02 3.35 3.14
Jawa Timur 4.02 6.84 6.93 7.04 7.79 4.47 4.21 4 3.99 3.92
Banten 2.20 2.24 3.29 3.41 3.75 9.55 8.92 9.28 8.52 8.11
14.4
Bali 7.18 8.28 8.30 8.87 1.99 1.89 1.48 1.37 1.52
0
Nusa Tenggara Barat 0.59 0.75 1.42 0.87 1.32 5.69 3.94 3.32 3.72 3.42
Nusa Tenggara Timur 0.26 0.50 0.43 0.55 0.51 3.83 3.25 3.27 3.01 3.35
Kalimantan Barat 0.65 1.01 1.30 1.08 1.06 5.15 4.23 4.36 4.26 4.45
Kalimantan Tengah 0.13 0.30 0.40 0.48 0.42 4.54 4.82 4.23 4.01 4.1
Kalimantan Selatan 0.98 1.08 1.09 1.13 1.14 4.92 5.45 4.77 4.5 4.31
Kalimantan Timur 1.42 1.64 1.92 1.94 2.10 7.5 7.95 6.91 6.6 6.09
Kalimantan Utara 0.07 0.08 0.07 0.12 0.13 5.68 5.23 5.54 5.22 4.4
Sulawesi Utara 0.36 0.99 0.83 0.84 0.96 9.03 6.18 7.18 6.86 6.25
Sulawesi Tengah 0.13 0.26 0.16 0.26 0.36 4.1 3.29 3.81 3.43 3.15
Sulawesi Selatan 1.40 4.12 2.73 2.94 3.97 5.95 4.8 5.61 5.34 4.97
Sulawesi Tenggara 0.17 0.32 0.32 0.29 0.24 5.55 2.72 3.3 3.26 3.59
Gorontalo 0.06 0.18 0.11 0.16 0.13 4.65 2.76 4.28 4.03 4.06
Maluku 0.12 0.53 0.13 0.14 0.17 9.93 7.05 9.29 7.27 7.08
Maluku Utara 0.04 0.09 0.07 0.07 0.09 6.05 4.01 5.33 4.77 4.97
Papua Barat 0.09 0.17 0.18 0.19 0.26 8.08 7.46 6.49 6.3 6.24
Papua 0.27 0.46 0.43 0.50 0.37 3.99 3.35 3.62 3.2 3.65
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
dari tahun 2015-2019 seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 12. Jumlah
80
investasi pariwisata di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 6687,10 triliun
7864,55 triliun Rupiah dan pada tahun 2017 terjadi perlambatan peningkatan
drastis pada tahun 2018 dan 2019 dengan capaian investasi masing-masing
25000
21145.5
20000
13600.4
Triliun Rupiah
15000
0
2015 2016 2017 2018 2019
Tahun
Investasi Pariwisata
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
Gambar 12. Jumlah investasi pariwisata di Indonesia tahun 2015-2019
masing-masing provinsi.
81
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) (diolah)
bahwa hanya sebagian kecil provinsi di Indonesia yang memiliki jumlah besar
adalah Bali, DKI Jakarta, dan Kepulauan Riau. Hasil ini menunjukkan bahwa
PDRB sektor pariwisata dalam periode 2015-2019 DKI Jakarta dan Bali berada di
posisi teratas dengan rata-rata 81,74 triliun rupiah dan 28,78 triliun rupiah.
Sementara untuk tiga provinsi dengan jumlah investasi pariwisata paling kecil
82
penurunan terhadap TPT di masing-masing provinsi dari tahun ke tahun, hal ini
83
ditunjukkan dalam Tabel 4 secara umum dapat dilihat pola yang tidak teratur,
seperti pada tahun 2016 sebagian besar jumlah investasi pariwisata di beberapa
provinsi Bangka Belitung yang pada tahun 2015 sebesar 0,06 triliun Rupiah naik
dan pada tahun 2016 sebesar 110,14 triliun Rupiah. Hal tersebut juga
menyebabkan penurunan TPT yang sangat ekstrim di provinsi tersebut dari yang
awalnya 6,29 persen menjadi 2 persen, disisi lain penurunan ekstrim terjadi di
provinsi Jawa Barat dari yang awalnya 1614,89 triliun rupiah menjadi 203,69
triliun Rupiah, namun tidak diikuti dengan penurunan yang ekstrim dari TPT-
nya.
beberapa provinsi. Namun pada tahun 2018 dan 2019 terjadi peningkatan kembali
disebagian besar provinsi dan hal tersebut diikuti pula dengan penurunan TPT di
pengaruh yang negatif antara jumlah investasi pariwisata dengan TPT, meskipun
dibeberapa tahun terjadi kenaikan dan penurunan yang drastis pada jumlah
investasi pariwisatanya tetapi tidak diikuti pula dengan kenaikan atau penurunan
84
Tingkat Penghunian Kamar Hotel (TPKH) menggambarkan jumlah yang
telah disewakan dibandingkan dengan kamar yang tersedia, hal ini berarti semakin
tinggi TPKH maka tinggi pula permintaan akan hospitality di suatu daerah.
2019, dapat diketahui bahwa pada tahun 2015 TPKH di Indonesia mencapai 48,07
persen yang berarti kurang dari setengah pada total kamar yang tersedia di hotel di
Indonesia dihuni. Kemudian terjadi peningkatan pada tahun 2016 menjadi 53,02
persen dan terjadi sedikit penurunan di tahun 2017 sebesar 1,57 persen menjadi
51,45 persen, namun mengalami kenaikan kembali di tahun 2018 menjadi 54,23
persen serta terakhir di tahun 2019 terjadi peningkatan hingga mencapai 55,78
persen. Secara umum dapat dilihat bahwa TPKH di Indonesia tidak menunjukkan
peningkatan yang cukup drastis, tetapi pada tahun 2016-2019 TPKH sudah diatas
50 persen yang berarti hunian kamar hotel sudah lebih dari setengah dari total
58.00
55.78
56.00
54.23
54.00 53.02
52.00 51.45
Persen
50.00
48.07
48.00
46.00
44.00
2015 2016 2017 2018 2019
Tahun
TPKH
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
85
Gambar 14. Grafik Tingkat Penghunian Kamar Hotel di Indonesia tahun 2015-
2019
peningkatan dari tahun 2015-2019 bahkan mencapai diatas 50 persen , hal ini
mengindikasikan bahwa permintaan akan hotel cukup tinggi. Oleh karena itu,
perkembangan TPKH serta provinsi mana yang memiliki tingkat hunian yang
tinggi dan provinsi mana yang memiliki tingkat hunian rendah. Hal tersebut dapat
terlalu fluktuatif dari tahun ke tahun namun cenderung mengalami kenaikan. Tiga
86
provinsi yang memiliki rata-rata TPKH yang tinggi dari tahun 2015-2019 adalah
Provinsi Bali, Sulawesi Utara, dan DKI Jakarta hal ini menunjukkan bahwa
fasilitas dan pelayanan hotel yang diberikan pada tiga provinsi tersebut sangat
baik. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Suarthana (2006:5),
antara lain adalah lokasi hotel, fasilitas hotel, pelayanan kamar, harga kamar atau
tarif sewa kamar, dan promosi. Kemudian tiga provinsi yang memiliki rata-rata
TPKH terendah pada tahun 2015-2019 adalah Provinsi Maluku, Bangka Belitung,
2015-2019 ditunjukkan pada Tabel 5, pada tahun 2015 TPKH sebagian besar
tinggi pada saat itu berada di Provinsi Bali dengan 61,13 persen dan Provinsi
Papua Barat dengan TPKH paling rendah sebesar 33,59 persen. Kemudian pada
tahun 2016 terjadi peningkatan yang cukup tinggi di sebagian besar provinsi
provinsi, terutama Provinsi Sulawesi Utara dengan TPKH sebesar 71,12 persen
menjadi provinsi dengan TPKH tertinggi. Namun pada tahun 2017 penurunan
TPKH terjadi dan diikuti kenaikan TPT pada sebagian besar provinsi, selanjutnya
tahun 2018 terjadi peningkatan kembali di hampir semua provinsi dan Provinsi
Bali mencapai TPKH tertingginya yaitu sebesar 75,19 persen pada tahun 2018,
peningkatan TPKH di hampir semua provinsi ini diikuti juga dengan penurunan
TPT pada masing-masing provinsi. Terakhir pada tahun 2019 juga terjadi
87
sehingga dapat dilihat bahwa kenaikan TPKH pada sebagian besar provinsi diikuti
dengan penurunan pada TPT dan begitupula sebaliknya penurunan pada TPKH
diikuti dengan kenaikan pada TPT, maka secara umum dapat dilihat terjadi
Tabel 5 Tingkat Penghunian Kamar Hotel dan Tingkat Pengangguran Terbuka menurut
provinsi di Indonesia tahun 2015-2019
Tingkat Penghunian Kamar Hotel Tingkat Pengangguran Terbuka
Provinsi (Persen) (Persen)
2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019
(1) (2) (3)
48.5
Aceh 43.18 43.58 45.58 46.03 9.93 7.57 6.57 6.36 6.2
8
63.8
Sumatera Utara 48.86 54.19 55.22 56.87 6.71 5.84 5.6 5.56 5.41
5
55.0
Sumatera Barat 54.32 56.85 56 56.18 6.89 5.09 5.58 5.55 5.33
3
43.4
Riau 47.24 47.56 48.51 48.71 7.83 7.43 6.22 6.2 5.97
4
Jambi 45.49 46.1 49.6 49.97 48.2 4.34 4 3.87 3.86 4.19
60.1
Sumatera Selatan 52.81 58.88 53.99 61.79 6.07 4.31 4.39 4.23 4.48
6
64.0
Bengkulu 58.35 58.91 60.45 62 4.91 3.3 3.74 3.51 3.39
6
60.3
Lampung 50.43 56.08 58.91 59.55 5.14 4.62 4.33 4.06 4.03
1
40.0
Kep. Bangka Belitung 34.89 50.97 39.4 39.97 6.29 2.6 3.78 3.65 3.62
2
55.8
Kep. Riau 57.33 49.41 52.31 52.84 6.2 7.69 7.16 7.12 6.91
4
71.6
DKI Jakarta 57.89 66.65 59.71 67.66 7.23 6.12 7.14 6.24 6.22
1
58.7
Jawa Barat 51.79 54.47 55.14 56.8 8.72 8.89 8.22 8.17 7.99
6
49.1
Jawa Tengah 45.49 46.76 47.46 48.34 4.99 4.63 4.57 4.51 4.49
7
58.9
DI Yogyakarta 57.24 68.99 59.06 58.55 4.07 2.72 3.02 3.35 3.14
1
65.3
Jawa Timur 55.82 56.54 57.2 59.57 4.47 4.21 4 3.99 3.92
5
Banten 51.57 53.88 54.11 54.47 60.9 9.55 8.92 9.28 8.52 8.11
64.7
Bali 61.13 61.74 64.24 75.19 1.99 1.89 1.48 1.37 1.52
2
Nusa Tenggara Barat 42.23 42.75 47.91 43.85 52.1 5.69 3.94 3.32 3.72 3.42
88
8
54.6
Nusa Tenggara Timur 51.48 52.17 53.65 56.62 3.83 3.25 3.27 3.01 3.35
7
51.1
Kalimantan Barat 47.43 54.14 47.74 53.34 5.15 4.23 4.36 4.26 4.45
1
57.7
Kalimantan Tengah 56.51 55.76 56.71 59.59 4.54 4.82 4.23 4.01 4.1
4
54.9
Kalimantan Selatan 43.62 43.1 48.57 50.72 4.92 5.45 4.77 4.5 4.31
9
67.6
Kalimantan Timur 50.39 50.06 51.34 57.7 7.5 7.95 6.91 6.6 6.09
6
61.0
Kalimantan Utara 31.6 43.01 41.31 46.1 5.68 5.23 5.54 5.22 4.4
7
67.5
Sulawesi Utara 60.6 71.12 62.62 64.4 9.03 6.18 7.18 6.86 6.25
1
64.5
Sulawesi Tengah 47.26 59.07 50.13 60.56 4.1 3.29 3.81 3.43 3.15
5
59.3
Sulawesi Selatan 44.68 51.03 45.75 50.75 5.95 4.8 5.61 5.34 4.97
9
39.3
Sulawesi Tenggara 38.76 48.31 41.34 40.43 5.55 2.72 3.3 3.26 3.59
7
Gorontalo 43.39 49.74 46.19 47.64 46.9 4.65 2.76 4.28 4.03 4.06
39.2
Maluku 36.02 40.2 37.5 38.1 9.93 7.05 9.29 7.27 7.08
1
46.1
Maluku Utara 41.67 51 45.86 50.44 6.05 4.01 5.33 4.77 4.97
3
59.0
Papua Barat 33.59 49.95 51.16 54.2 8.08 7.46 6.49 6.3 6.24
3
50.3
Papua 43.39 56.68 53.28 60.8 3.99 3.35 3.62 3.2 3.65
4
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
terhadap TPT dapat dilakukan dengan analisis regresi data panel, dengan
mengikuti prosedur analisis yang diawali dengan pengajuan model, melakukan uji
keberartian model dan pemeriksaan koefisien determinasi, uji asumsi klasik, dan
Pengajuan Model
89
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam analisis regresi data panel
adalah mengajukan model penelitian dalam hal ini model yang diajukan adalah
model CEM, FEM, dan REM sesuai yang tercantum pada persamaan (31), (32)
dan (33), untuk ketiga model yang diajukan tersebut dapat dilihat lebih
model, yaitu diawali dengan uji Chow untuk mengetahui model estimasi yang
tepat digunakan dalam penelitian antara FEM dan CEM. Hipotesis nol dari uji
Chow adalah CEM lebih tepat digunakan daripada FEM sementara hipotesis
Hasil uji Chow dapat dilihat pada Tabel 6, hasilnya menunjukkan bahwa
peluang dari cross-section F bernilai 0,000, hasil ini lebih kecil dari tingkat
signifikansi yang diajukan yaitu sebesar 0,05 sehingga keputusan yang diambil
adalah hipotesis nol ditolak dan FEM merupakan model yang tepat digunakan
dalam penelitian ini. Setelah didapatkan hasil model yang tepat adalah FEM dari
90
Uji Hausman dilakukan untuk mengetahui model estimasi yang tepat
antara FEM dan REM, statistik uji dari uji Hausman mengikuti distribusi Chi-
Square. Pengujian ini dilakukan menggunakan perangkat lunak eviews 10, hasil
Chi-Sq.
Test Summary Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
section random bernilai 0,000, peluang ini bernilai lebih kecil dari tingkat
signifikansi yang diajukan yaitu sebesar 0,05 maka dapat diambil keputusan
bahwa hipotesis nol ditolak sehingga model yang tepat digunakan adalah FEM.
Setelah didapatkan model estimasi yang tepat yaitu FEM maka langkah
uji LM untuk melihat apakah matriks yang terbentuk bersifat homoskedastik atau
Microsoft Office Excel 2010. Hasil uji LM dapat dilihat pada tabel berikut.
LM hitung 2
Nilai Kritis χ (0.05,32)
(1) (2)
81,5093 46,1942
Sumber : Hasil pengolahan software Microsoft Excel 2010
2
sebesar 81,5093 dan nilai ini lebih besar dari nilai kritis χ (0.05,32) yaitu 46,1942.
91
Sehingga dapat diambil keputusan hipotesis nol ditolak yang berarti bahwa
akan dilanjutkan dengan uji berikutnya yaitu uji ❑LM . Uji❑LM bertujuan untuk
menggunakan perangkat lunak Microsoft Office Excel 2010, hasil pengujian ini
Regression (SUR).
92
Tabel 10 Output Model Fixed Effect dengan metode estimasi Seemingly Unrelated
Regression
Dependent Variable: TPT
Method: Panel Least Squares
Date: 03/18/21 Time: 19:20
Sample: 2015 2019
Periods included: 5
Cross-sections included: 33
Total panel (balanced) observations: 165
Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected)
Effects Specification
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat output dari model hasil estimasi yang
berikut:
^¿ =¿
TPT (33)
¿signifikan pada taraf nyata 5 persen
Keterangan :
ke-t
93
ln JUA ¿ : Jumlah usaha akomodasi di provinsi ke-i tahun ke-t
ke-t
αi : Efek Individu
yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji asumsi klasik. Tahapan awal
pengujian asumsi klasik adalah uji asumsi normalitas dengan menggunkan uji
peluang uji Jarque-Berra sebesar 0,0583 nilainya lebih besar dari tingkat
signifikansi yang diajukan yaitu sebesar 0,050, sehingga dapat disimpulkan bahwa
Regression (SUR).
Dari Tabel 11 didapatkan bahwa nilai statistik d sebesar 1,8472, nilai ini
dihasilkan dari output model estimasi yang terbentuk pada tabel 4.9 dan nilai ini
94
berada diantara nilai dU sebesar 1,7953 dan 4-dU sebesar 2,207, sehingga dapat
dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) , hasil uji ini dapat dilihat
independen bernilai kurang dari 10, sehingga dapat dibuktikan bahwa asumsi non-
multikolinieritas terpenuhi.
determinasi (R2) dari model yang digunakan, hal ini dilakukan untuk melihat
95
Hasil koefisien determinasi (R2) dan adjusted-R2 dapat dilihat pada Tabel
10, dari hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa nilai R 2 sebesar 95,05 persen
variabel dependennya sebesar 95,05 persen dan sisanya 4,95 persen dijelaskan
oleh variabel lain. Kemudian untuk nilai adjusted-R2 didapatkan sebesar 93,66
persen dan 6,34 persen sisanya dijelaskan oleh variabel lain. Kedua hasil dari
tersebut sudah cukup baik dalam menjelaskan variasi pada variabel dependennya.
Selanjutnya didapatkan pada Tabel 10 bahwa nilai AIC dan SIC pada model yang
digunakan sebesar 1,4633 dan 2,1598. Nilai yang dihasilkan baik dari AIC
maupun SIC menunjukkan nilai yang kecil dibandingkan dengan model lain,
dilihat pada Tabel 10 yang menunjukkan nilai F-statistic sebesar 68,36 dengan
probability F-statistics dari output model sebesar 0,000, nilai peluang tersebut
lebih kecil dibandingkan dengan taraf signifikansi yang diajukan yaitu sebesar
96
secara simultan atau bersama-sama signifikan mempengaruhi variabel dependen
Terbuka, maka selanjutnya melakukan uji signifikansi parsial. Uji ini bertujuan
variabel dependen. Pengujian koefisien regresi secara parsial dapat dilihat melalui
Pengangguran terbuka. Hasil ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam
penelitian yaitu terdapat pengaruh negatif dari variabel pertumbuhan jumlah tamu
pariwisata, dan Tingkat Penghunian Kamar Hotel. Apabila melihat dari nilai t-
statistik maka kontribusi atau pengaruh terbesar secara berurutan didapatkan oleh
97
variabel jumlah tamu hotel, kemudian jumlah usaha akomodasi, jumlah investasi
Interpretasi Model
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Tabel 10. Berdasarkan output yang
dihasilkan, dapat ditunjukkan bahwa nilai intercept pada model yang digunakan
Pengangguran Terbuka akan sebesar 11,055 persen dijumlah dengan efek individu
masing-masing provinsi.
Pengangguran Terbuka, hasil ini sudah sesuai dengan hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini. Jumlah tamu hotel diberbagai provinsi di Indonesia tahun
pada gambar 11, meskipun demikian pada saat terjadi peningkatan pada jumlah
pegawainya akibat dari tingginya permintaan akan hospitality. Oleh karena itu
secara tidak langsung akan membuat tingkat pengangguran turun. Hal tersebut
sesuai dengan hasil dari penelitian ini yaitu koefisien regresi dari jumlah tamu
hotel sebesar -0,9617, artinya bahwa setiap kenaikan pertumbuhan jumlah tamu
sebesar 0,9617 persen dengan asumsi variabel lain dalam keadaan ceteris paribus.
98
Variabel pertumbuhan jumlah tamu hotel merupakan variabel yang berpengaruh
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pavlic, Tolic dan Svilokos
pengangguran, serta penelitian Probo dan Dewie (2013) juga menunjukkan bahwa
sebesar 0,5732 persen dengan asusmsi variabel lain dalam keadaan ceteris
paribus. Hal tersebut dapat terjadi karena kenaikan jumlah usaha akomodasi
tersebut, sehingga banyaknya usaha akomodasi yang terbuka ini akan menyerap
daerah tersebut. Hasil ini sudah sesuai dengan hipotesis yang diajukan serta teori
yang diterapkan dalam penelitian ini. Jumlah usaha akomodasi memiliki pengaruh
yang cukup tinggi terhadap penurunan TPT meskipun tidak setinggi pengaruh
jumlah tamu hotel, namun jumlah usaha akomodasi ini memegang peranan yang
penting dalam penurunan TPT. Hal ini didukung dengan penelitian Mbaiwa
negatif dan signifikan terhadap penurunan TPT di Botswana, hasil yang sama juga
99
jumlah usaha akomodasi hotel dan restoran menunjukkan pengaruh positif
terhadap penyerapan tenaga kerja, yang secara langsung akan menurunkan TPT.
0,0744 persen dengan kondisi variabel lain ceteris paribus. Hal tersebut dapat
menanamkan modalnya pada suatu sektor dalam hal ini pariwisata seperti hotel,
hotel dan pertumbuhan jumlah usaha akomodasi, hal ini disebabkan karena
pergerakan pola dari investasi pariwisata sendiri yang tidak teratur dan tidak
dihasilkan tidak terlalu besar. Selain itu juga investasi pariwisata sendiri tidak
dapat dirasakan dalam jangka waktu yang singkat sehingga efek yang dihasilkan
dapat dirasakan dalam jangka waktu yang lama akibatnya dalam jangka waktu
periode penelitian ini masih belum dapat dilihat pengaruh besarnya, meskipun
TPT. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Monalisa (2014) bahwa investasi
100
terhadap TPT. Hasil yang sama juga didapatkan dalam penelitian Arli (2018) yang
penyerapan tenaga kerja yang mana dalam hal ini juga menurunkan TPT.
kamar hotel berpengaruh negatif dan signifikan terhadap TPT dengan koefisien
regresi sebesar -0,0229, arti dari nilai tersebut adalah setiap kenaikan TPKH
sebesar 1 satuan (persen) maka akan menurunkan TPT sebesar 0,0229 persen. Hal
ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini bahwa tingkat
Tingkat Pengangguran Terbuka, hasil ini bisa dijelaskan karena TPKH yang
tinggi menunjukkan bahwa persentase kamar hotel yang terpakai lebih banyak
yang harus dilakukan pemilik hotel untuk memberikan fasilitas dan kenyamanan
yang terbaik bagi tamu hotel. Oleh karena itu diperlukan banyak tenaga kerja di
dan hal ini mampu untuk menurunkan tingkat pengangguran. Pengaruh dari
terhadap penurunan TPT. Hasil ini dapat dimaklumi karena TPKH sendiri hanya
melihat rasio antara kamar yang terpakai dan yang tersedia meskipun yang
terpakai lebih banyak atau dalam hal ini lebih dari 50 persen, namun lama waktu
menginap tamu hotel cukup pendek maka tetap saja akan memberikan pengaruh
yang kecil. Akan tetapi, hasil yang menunjukkan peningkatan dari tahun 2015-
2019 di Indonesia pada TPKH dan pengaruhnya terhadap penurunan TPT masih
bisa untuk dimanfaatkan lebih lagi. Hasil ini didiukung dengan adanya peneltian
101
yang dilakukan oleh Rafif (2018) yang menhasilkan bahwa TPKH berpengaruh
positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di kota Batu, hasil yang
Efek Individu
Hasil output efek individu dari model FEM-SUR yang digunakan dapat
102
BALI 0.5355
Sumber : Hasil pengolahan software eviews 10
diperoleh bahwa dua provinsi yang memiliki efek individu tertinggi adalah
Provinsi Jawa barat dan Provinsi Banten dengan masing-masing efek individu
sebesar 6,8989 dan 4,9406. Nilai tersebut berarti ketika semua variabel komponen
sektor pariwisata bernilai sama pada tiap provinsi, maka provinsi Jawa Barat dan
Banten akan memililki TPT tertinggi di Indonesia. Hasil ini sesuai dengan
dari efek individu yang tinggi ini adalah pemerintah perlu memperhatikan lagi
perlu adanya penanganan ekstra dan pemfokusan di provinsi tersebur agar TPT-
nya dapat dikurangi. Selanjutnya provinsi yang memiliki efek individu terkecil
adalah Provinsi Gorontalo dan Provinsi Bengkulu dengan nilai sebesar -4,3878
dan -3,789, hasil ini menunjukkan bahwa ketika semua variabel komponen sektor
pariwisata bernilai sama pada tiap provinsi, maka Provinsi Gorontalo dan
dengan adanya efek individu paling kecil adalah bahwa pemerintah perlu
103
menerapkan kebijakan dan program yang dilakukan di provinsi tersebut untuk
diterapkan di provinsi dengan TPT yang masih tinggi, dengan demikian masalah
104