ABSTRACT/ABSTRAK
This research is aimed to analyze Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan
the determinant of poverty in South atau faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di
Sulawesi on 2010-2014 period. Provinsi Sulawesi Selatan periode tahun 2010 sampai 2014.
Using the annual data from Badan Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data
Pusat Statistik (BPS) and Direktorat sekunder dari publikasi data statistik Badan Pusat Statistik
Jenderal Perimbangan Keuangan (BPS) Provinsi Sulawesi Selatan dan Direktorat Jenderal
(DJPK), the estimation applies the Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan
Panel Regression with Random Effect Republik Indonesia. Data-data tersebut ditabulasikan ke
Model (REM) as analytical tool in dalam struktur data panel yaitu gabungan antara data
order to analyze the effect of regional yang berbentuk time series dan cross section dalam bentuk
economic growth, unemployment, tahunan. Dengan teknik purposive sampling, penelitian ini
healthy index, school participation menggunakan data 24 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi
rate and local government expenditure Selatan untuk kemudian dianalisis dengan metode teknik
on poverty in South Sulawesi. The Analisis Regresi Data Panel dengan pendekatan Random
empirical results show that all Effect. Hasil empiris membuktikan bahwa seluruh variabel
determinant variables simultanously determinan yang terdiri dari pertumbuhan ekonomi regional,
have a positive significant effect jumlah pengangguran, indeks kesehatan, angka partisipasi
on poverty. Meanwhile, regional sekolah dan belanja daerah secara simultan berpengaruh
economic growth partially have a signifikan terhadap jumlah kemiskinan di Provinsi Sulawesi
positive effect on poverty. The others Selatan. Sementara secara parsial, variabel pertumbuhan
such as unemployment, healthy ekonomi regional berpengaruh positif dan tidak signifikan
index, school participation rate terhadap kemiskinan, sedangkan variabel-variabel lainnya
and local government expenditure yaitu pengangguran, indeks kesehatan, angka partisipasi
partially have a negative effect on sekolah dan belanja daerah berpengaruh negatif terhadap
poverty. Because of that matters, kemiskinan. Oleh karena itu, pemerintah kabupaten/kota di
local government shall to create Provinsi Sulawesi Selatan diharapkan mampu menciptakan
an economic growth inclusively, pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan bersifat inklusif,
improve the health and education mampu meningkatkan fasilitas pendidikan dan fasilitas
public infrastructures, and increase kesehatan secara merata tidak hanya terpusat pada satu
the supervision of expenditures to daerah saja, serta meningkatkan pengawasan keuangan
keep going effective and efficient in terkait pengeluaran atau belanja pemerintah kabupaten/
the poverty reduction effort. kota agar tepat sasaran sehingga pengeluaran atau belanja
pemerintah dapat terus berjalan efektif dan efisien dalam
upaya pengurangan kemiskinan.
KEYWORDS: KATA KUNCI:
poverty, South Sulawesi, panel data kemiskinan, Sulawesi Selatan, data panel
SEJARAH ARTIKEL:
Diterima pertama: Maret 2016
Dinyatakan dapat dimuat : Mei 2016
Electroniccopy
Electronic copyavailable
available at:
at:https://ssrn.com/abstract=2834756
http://ssrn.com/abstract=2834756
JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA
K
menyangkut seluruh penyebab kemiskinan.
emiskinan menjadi masalah di hampir Beberapa diantaranya yang menjadi bagian
semua daerah di Indonesia. Padahal dari penanggulangan kemiskinan tersebut yang
salah satu tujuan pembangunan perlu tetap ditindaklanjuti dan disempurnakan
nasional Indonesia adalah meningkatkan implementasinya misalnya peningkatan
kinerja perekonomian agar mampu pendidikan dan kesehatan masyarakat,
menciptakan lapangan kerja dan menata perluasan lapangan kerja dan pembudayaan
kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat entrepreneurship (Hureirah, 2005).
yang pada gilirannya akan mewujudkan
kesejahteraan penduduk Indonesia melalui Program pengentasan kemiskinan daerah
salah satu sasaran pembangunan nasional sebagai salah satu indikator penting kinerja
yaitu dengan menurunkan tingkat kemiskinan. pemerintah daerah di era otonomi daerah
dan desentralisasi fiskal diharapkan menjadi
Upaya penanggulangan kemiskinan sudah pintu untuk mengatasi masalah ini. Sehingga
dilakukan sejak tiga dekade terakhir yaitu perlu untuk menelaah kinerja pemerintah
dengan program-program pembangunan daerah dalam menanggulangi kemiskinan,
pemerintah di antaranya dengan penyediaan dengan terlebih dahulu mengkaji faktor-faktor
kebutuhan dasar seperti pangan, pelayanan penyebab (determinan) kemiskinan tersebut
kesehatan dan pendidikan, perluasan di daerah. Di antara faktor yang perlu dikaji
kesempatan kerja, pembangunan pertanian, seperti pertumbuhan ekonomi regional di
pemberian dana bergulir melalui sistem kredit, daerah, tingat pengangguran, pendidikan,
pembangunan prasarana dan pendampingan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan belanja
penyuluhan sanitasi dan program lainnya pemerintah daerah yang berasal dari Anggaran
(Hureirah, 2005). Namun faktanya, Pendapatan dan Belanja Derah (APBD).
pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang Kebijakan pemerintah daerah yang berorientasi
berkisar 5% - 7% per tahun sejak lebih dari satu pada program pengentasan kemiskinan sudah
dasawarsa terakhir, belum mampu mengurangi seharusnya didasarkan pada faktor-faktor yang
jumlah penduduk miskin. Meskipun peringkat mempengaruhi kondisi kemiskinan tersebut.
Indonesia dibandingkan negara lain dalam hal
laju pertumbuhan ekonomi tergolong tidak Provinsi Sulawesi Selatan merupakan
mengecewakan, yaitu berada pada peringkat salah satu daerah di Indonesia yang masih
38 dari 179 negara (IMF, 2015), namun menghadapi permasalahan kemiskinan. Meski
pertumbuhan tersebut dirasa belum memberi menjadi salah satu provinsi yang mempunyai
dampak yang berarti terhadap pengentasan tingkat pertumbuhan ekonomi cukup baik,
kemiskinan di Indonesia. Berdasarkan data angka kemiskinan di Provinsi Sulawesi Selatan
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) masih terbilang cukup tinggi. Berdasarkan
yang terakhir dilaksanakan oleh Badan Pusat data resmi yang dirilis oleh BPS hingga akhir
Statistik (BPS) pada tahun 2012 mencatat Desember 2014, penduduk dengan keadaan
jumlah penduduk miskin di Indonesia berkisar miskin di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai
28,5 juta jiwa. Hampir 15% dari jumlah 806.350 jiwa. Angka ini setara dengan 9,54
penduduk Indonesia di pedesaan dan hampir persen dari total penduduk yang bermukim di
10% jumlah penduduk Indonesia di perkotaan Provinsi Sulawesi Selatan. Jumlah penduduk
dikategorikan miskin dan berada di ambang miskin ini sebagian besar masih didominasi
kemiskinan. Fakta tersebut menjadikan oleh daerah perdesaan yang mencapai 12,25
permasalahan kemiskinan patut mendapat persen, sedangkan di perkotaan mencapai 4,93
perhatian yang besar dari semua pihak. persen (BPS dalam Saubani, 2015).
Electroniccopy
Electronic copyavailable
available at:
at:https://ssrn.com/abstract=2834756
http://ssrn.com/abstract=2834756
ANALISIS DETERMINAN KEMISKINAN DI SULAWESI SELATAN
Azwar dan Achmat Subekan
16
14
12
10
2010
8
6 2011
4 2012
2
2013
0
-2 2014
-4
-6
Selain itu, tingkat kemiskinan di Provinsi masif dalam beberapa tahun terakhir
Sulawesi Selatan tampaknya akan meningkat tampaknya tidak cukup efektif untuk
disebabkan Tingkat Pengangguran Terbuka memperbaiki taraf hidup penduduk miskin.
(TPT) yang terus meningkat. Pada Februari Dalam konteks ini, Program Nasional
2015, angka TPT mencapai 5,8 persen atau Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dan
sekitar 218.311 pengangguran. Nilai ini berbagai program pengentasan kemiskinan
meningkat karena pada Februari 2014 tingkat dan langkah konstruktif lainnya seperti
pengangguran di Provinsi Sulawesi Selatan pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan
hanya mencapai 212.857 pengangguran atau Kemiskinan Daerah (TKPKD), menandatangani
meningkat 5.454 dalam satu tahun (BPS dalam nota kesepahaman (MoU) antara pemerintah
Saubani, 2015). provinsi dengan pemerintah kabupaten/
kota untuk menurunkan angka kemiskinan
Semakin tingginya jumlah dan persentase
10 persen per tahun, mengimplementasikan
penduduk miskin di suatu daerah tentu saja
kebijakan pendidikan dan kesehatan
akan menjadi beban pembangunan, sehingga
gratis, menempatkan pemenuhan hak-hak
peran pemerintah dalam mengatasinya pun
dasar sebagai substansi utama Rencana
akan semakin besar. Alokasi dana APBN/APBD
Pembangunan Jangka Menengah Daerah
untuk program-program penanggulangan
(RPJMD), dapat dinilai – atau setidaknya
kemiskinan, dapat dikatakan berhasil bila
dipersepsi - belum berhasil di Provinsi
jumlah dan persentase penduduk miskin
Sulawesi Selatan. PNPM boleh jadi berhasil
turun atau bahkan tidak ada. Namun, fakta
pada tataran output (memperbaiki saluran
yang ada mengindikasikan bahwa kebijakan
irigasi, jalan desa, lingkungan pemukiman,
penanggulangan kemiskinan senantiasa
dsb.), tetapi tentu saja tidak berhasil pada
menjadi hal yang perlu dicermati dan dikaji
tataran impact (mengurangi jumlah penduduk
ulang khususnya dalam penyusunan dan
miskin). Berbagai upaya tersebut tampaknya
penerapan strategi dan program pengentasan
tidak berjalan paralel dengan penurunan angka
kemiskinan yang dijalankan oleh pemerintah.
kemiskinan, setidaknya untuk September
Keberadaan jumlah penduduk miskin di
2011. Kondisi ini tampaknya kian menegaskan
beberapa kabupaten/kota di Sulawesi Selatan
kembali bahwa “keberhasilan tidak berada
yang masih relatif besar, dapat menegaskan
di ranah rencana, tetapi di ranah tindakan”
bahwa kebijakan dan program penanggulangan
(Agussalim, 2012).
kemiskinan yang diimplementasikan secara
Oleh karena itu, dengan gambaran latar per September tahun 2015, jumlah penduduk
belakang yang ada, maka penulis tertarik miskin baik di pedesaan maupun perkotaan
untuk melakukan penelitian mengenai faktor- di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai
faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan 864.510.000 jiwa.
di daerah. Kajian determinan kemiskinan
Faktor determinan yang dipilih dalam kajian
ini akan difokuskan pada Provinsi Sulawesi
ini adalah beberapa faktor yang telah terbukti
Selatan. Pemilihan Provinsi Sulawesi Selatan
dapat memberikan pengaruh yang signifikan
didasarkan pada alasan bahwa provinsi ini
terhadap laju tingkat kemiskinan di daerah
merupakan salah satu representasi utama
dalam beberapa penelitian terdahulu. Seperti,
perekonomian Indonesia bagian timur dan
penelitian yang dilakukan oleh Puspita
mencatat tingkat laju kemiskinan tertinggi di
(2015) menemukan bahwa Produk Domestik
kawasan Sulawesi dan Maluku dibandingkan
Regional Bruto (PDRB) dan pengangguran
dengan provinsi lainnya di kawasan tersebut
terbukti signifikan mempengaruhi tingkat
dalam 3 tahun terakhir. Berdasarkan data BPS
kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah,
penelitian oleh Ramadhan (2014) menemukan Selatan? Terdapat pula penelitian terdahulu
bahwa pengeluaran atau belanja daerah dan yang telah dilakukan oleh Agussalim (2012) di
Angka Harapan Hidup sebagai proksi faktor Provinsi Sulawesi Selatan. Namun penelitian
kesehatan terbukti signifikan mempengaruhi tersebut hanya bersifat deskriptif dengan
tingkat kemiskinan di Provinsi Sulawesi model eksplorasi kualitatif yang mendalam.
Tengah, dan penelitian oleh Hudaya (2009) Adapun penelitian ini mencoba melihat
yang menemukan bahwa Angka Melek Huruf determinan kemiskinan di Provinsi Sulawesi
sebagai indikator faktor tingkat pendidikan Selatan dengan pendekatan yang berbeda
berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan yakni dengan metode pendekatan statistik
di Indonesia. Dengan menggunakan inferensial.
faktor-faktor tersebut untuk memprediksi
Hasil yang diperoleh diharapkan dapat
pengaruhnya terhadap tingkat kemiskinan
menjelaskan fenomena angka kemiskinan
di Provinsi Sulawesi Selatan, penelitian ini
yang terjadi karena pengaruh dari variabel-
dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis
variabel tersebut di atas dan melahirkan
dan menjawab pertanyaan yang mengemuka
rekomendasi-rekomendasi kebijakan terkait
yaitu: (i) bagaimana pertumbuhan ekonomi
topik penelitian. Selain itu, hasil penelitian
regional daerah, jumlah pengangguran,
ini juga diharapkan dapat menguatkan dan
indeks kesehatan, angka partisipasi sekolah
mendukung hasil penelitian sebelumnya,
dan belanja daerah secara simultan dapat
khususnya penelitian yang juga dilakukan di
mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi
wilayah yang sama serta menambah referensi
Sulawesi Selatan? (ii) bagaimana pengaruh
penelitian berikutnya dalam bidang keuangan
masing-masing variabel tersebut secara
publik, khususnya dalam kajian terkait
terpisah (sendiri-sendiri) terhadap tingkat
penanggulangan kemiskinan di daerah.
kemiskinan di Provinsi Sulawesi Selatan? (iii)
rekomendasi kebijakan apa yang sebaiknya
dilakukan untuk menekan laju pertumbuhan
tingkat kemiskinan di Provinsi Sulawesi
1000
900
800
Jumlah Penduduk Miskin
700
2012.2
600
2014.1
500
2014.2
400
300 2015.1
200 2015.2
100
0
Sulawesi Sulawesi Sulawesi Sulawesi Gorontalo Sulawesi Maluku Maluku
Utara Tengah Selatan Tenggara Barat Utara
Grafik 2. Perbandingan Jumlah Penduduk Miskin di Pulau Sulawesi dan Maluku Tahun 2013.2 – 2105.2
Sumber: BPS (2015)
lebih baik dan yang lebih sesuai dengan tingkat Teori pertumbuhan baru menekankan
pendidikannya. Mereka menolak pekerjaan- pentingnya peranan pemerintah terutama
pekerjaan yang mereka rasakan lebih rendah dalam meningkatkan pembangunan modal
dan mereka bersikap demikian karena mereka manusia (human capital) dan mendorong
mempunyai sumber-sumber lain yang bisa penelitian dan pengembangan untuk
membantu masalah keuangan mereka. Orang- meningkatkan produktivitas manusia.
orang seperti ini bisa disebut menganggur Kenyataannya dapat dilihat dengan
tetapi belum tentu miskin. melakukan investasi pendidikan akan mampu
meningkatkan kualitas sumber daya manusia
yang diperlihatkan dengan meningkatnya
Hubungan indeks kesehatan dengan pengetahuan dan keterampilan seseorang.
kemiskinan Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang,
Angka Indeks Kesehatan merupakan alat maka pengetahuan dan keahlian juga akan
untuk mengevaluasi kinerja pemerintah meningkat sehingga akan mendorong
dalam meningkatkan kesejahteraan peningkatan produktivitas kerjanya.
penduduk pada umumnya, dan meningkatkan
derajat kesehatan pada khususnya. Dalam
membandingkan tingkat kesejahteraan antar
Hubungan angka partisipasi
kelompok masyarakat sangatlah penting untuk
sekolah (pendidikan) dengan
melihat angka harapan hidup. Di negara-negara
kemiskinan
yang tingkat kesehatannya lebih baik, setiap Pendidikan (formal dan non formal) bisa
individu memiliki rata-rata hidup lebih lama, berperan penting dalam mengurangi
dengan demikian secara ekonomis mempunyai kemiskinan dalam jangka panjang, baik secara
peluang untuk memperoleh pendapatan tidak langsung melalui perbaikan produktivitas
lebih tinggi. Selanjutnya, Arsyad (1999) dan efesiensi secara umum, maupun secara
menjelaskan intervensi untuk memperbaiki langsung melalui pelatihan golongan miskin
kesehatan dari pemerintah juga merupakan dengan ketrampilan yang dibutuhkan untuk
suatu alat kebijakan penting untuk mengurangi meningkatkan produktivitas mereka dan pada
kemiskinan. Salah satu faktor yang mendasari gilirannya akan meningkatkan pendapatan
kebijakan ini adalah perbaikan kesehatan akan mereka (Arsyad, 1999). Semakin tinggi tingkat
meningkatkan produktivitas golongan miskin: pendidikan seseorang, maka pengetahuan
kesehatan yang lebih baik akan meningkatkan dan keahlian juga akan meningkat sehingga
daya kerja, mengurangi hari tidak bekerja dan akan mendorong peningkatan produktivitas
menaikkan output. seseorang. Perusahaan akan memperoleh hasil
yang lebih banyak dengan mempekerjakan
Berdasarkan teori mengenai lingkaran
tenaga kerja dengan produktivitas yang lebih
kemiskinan yang dikemukakan Myrdal (2000)
tinggi, sehingga perusahaan akan bersedia
bahwa semakin tinggi tingkat kesehatan
memberikan upah/gaji yang lebih tinggi kepada
masyarakat yang ditunjukkan dengan
yang bersangkutan. Pada akhirnya seseorang
meningkatnya nilai Angka Harapan Hidup
yang memiliki produktivitas yang tinggi akan
(AHH) maka produktivitas akan semakin
memperoleh kesejahteraan yang lebih baik,
meningkat. Peningkatan produktivitas dapat
yang dapat diperlihatkan melalui peningkatan
mendorong laju pertumbuhan ekonomi
pendapatan maupun konsumsinya.
yang nantinya akan menurunkan tingkat
kemiskinan. Artinya semakin tinggi angka Menurut Todaro (2006), pendidikan
harapan hidup maka tingkat kemiskinan akan merupakan cara untuk menyelamatkan diri
menurun. dari kemiskinan. Ia juga menyatakan bahwa
10
D
dapat digunakan untuk memperbaiki ata yang digunakan dalam penelitian
indikator-indikator pembangunan manusia, ini adalah data kuantitatif. Dilihat
sehingga dapat mengatasi kemiskinan dari dari cara memperolehnya, data yang
aspek non-pendapatan. Dari penjelasan digunakan digolongkan sebagai data sekunder,
ini, penulis memberikan hipotesis terkait yaitu data yang diambil secara tidak langsung
hubungan belanja daerah dengan kemiskinan dari sumbernya, atau data yang diperoleh dari
bahwa: pihak lain. Data diperoleh dari publikasi data
H5 : Belanja Daerah berpengaruh statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi
negatif dan signifikan terhadap Sulawesi Selatan dan Direktorat Jenderal
kemiskinan di Provinsi Sulawesi Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian
Selatan Keuangan Republik Indonesia. Data-data
tersebut ditabulasikan ke dalam struktur
Artinya, belanja daerah yang besar diharapkan data panel yaitu gabungan antara data yang
dapat berimplikasi terhadap menurunnya berbentuk time series dan cross section
angka kemiskinan. dalam bentuk tahunan. Data time series yang
Terhadap seluruh variabel yang dimasukkan digunakan dimulai dari 2010 sampai 2014.
dalam model penelitian ini yaitu berupa Sedangkan data cross section-nya adalah
pertumbuhan ekonomi regional, jumlah kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan.
pengangguran, indeks kesehatan, angka Populasi penelitian ini adalah seluruh
partisipasi sekolah dan belanja daerah sebagai kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan.
variabel-variabel independen (bebas) dalam Sedangkan pemilihan sampel dari populasi
memberikan pengaruhnya secara simultan dilakukan dengan teknik purposive sampling,
(bersama-sama) terhadap angka kemiskinan, yaitu pemilihan sampel yang didasarkan pada
penulis memberikan hipotesis bahwa: kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan
adalah sebagai berikut:
1. Terdaftar pada laporan institusi terkait
(BPS dan DJPK) yang memuat data/
informasi yang terkait dengan penelitian
secara lengkap (inflasi dan pertumbuhan
ekonomi regional) dari tahun 2010 hingga
2014;
12
2. Kabupaten/kota telah berdiri sebelum error yang normal, artinya nilai error
desentralisasi fiskal atau otonomi daerah terdistribusi secara simetris di sekitar
diberlakukan dan bukan merupakan mean (Ghazali, 2005).
kabupaten/kota hasil pemekaran pada
Dalam aplikasi Eviews, uji normalitas data
periode penelitian.
dapat diketahui dengan membandingkan
Berdasarkan pada kriteria pemilihan sampel nilai Jarque-Bera (JB) dan nilai Chi
di atas, maka kabupaten/kota yang memenuhi Square tabel. Uji Jarque-Bera (JB) dapat
kriteria dan dijadikan sampel dalam penelitian diperoleh dari histogram normality.
ini berjumlah 24 Kabupaten/Kota. Hipotesis dalam uji normalitas yang
digunakan dengan alpha (α) 5% adalah :
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah variabel kemiskinan sebagai variabel H0 : Data berdistribusi normal
dependen (terikat) dan variabel pertumbuhan
H1 : Data tidak berdistribusi normal
ekonomi regional, jumlah pengangguran,
indeks kesehatan, angka partisipasi sekolah Jika hasil dari Jarque-Bera (JB) hitung
dan belanja daerah sebagai variabel-variabel > Chi Square tabel, maka H0 ditolak. Jika
independen (bebas). Operasionalisasi masing- hasil dari Jarque-Bera (JB) hitung < Chi
masing variabel penelitian ditetapkan pada Square tabel, maka H0 diterima.
tabel 2.
2. Uji Heteroskedastisitas
Teknik analisis data
Uji heteroskedastisitas digunakan
Sesuai dengan tujuan penelitian yang akan untuk mengetahui ada atau tidaknya
dicapai, penelitian ini menggunakan analisis penyimpangan asumsi klasik
regresi data panel. Analisis data panel adalah heteroskedastisitas yaitu adanya
suatu metode regresi terhadap gabungan ketidaksamaan varian dari residual
dari data antarwaktu (timeseries) dan data untuk semua pengamatan pada model
antarindividu (cross section). regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi
dalam model regresi adalah tidak adanya
gejala heteroskedastisitas. Manurung
Uji normalitas dan asumsi klasik (2005) menjelaskan bahwa ada dua
Mengingat teknik analisis menggunakan cara untuk mendeteksi keberadaan
analisis regresi berganda, maka terhadap data heteroskedastisitas, yaitu metode informal
juga dilakukan uji normalitas dan asumsi klasik dan metode formal. Metode informal
untuk memperoleh hasil estimasi regresi yang biasanya dilakukan dengan melihat
memenuhi persyaratan BLUE (Best Linier grafik plot dari nilai prediksi variabel
Unbiased Estimator) yakni mempunyai sifat independen (ZPRED) dengan residualnya
linier, tidak bias, dan varian minimum. (SRESID). Variabel dinyatakan tidak
terjadi heteroskedastisitas jika tidak
1. Uji Normalitas
terdapat pola yang jelas dan titik-titik
Uji normalitas bertujuan untuk menguji menyebar di atas dan di bawah angka
apakah dalam model regresi panel nol pada sumbu Y. Metode formal untuk
variabel-variabelnya berdistribusi normal mendeksi keberadaan heteroskedastisitas
atau tidak. Model regresi yang baik antara lain dengan Park Test, Glejser
adalah memiliki distribusi data normal Test, Spearman’s Rank Correlation
atau mendekati normal. Hal ini dilakukan Test, Golfeld-Quandt Test, Breusch-
karena regresi mensyaratkan distribusi Pagan-Godfrey Test, White’s General
n = jumlah penduduk
Pertumbuhan Tingkat pertumbuhan Berupa nilai Produk Domestik Regional Bruto Per
Ekonomi Regional ekonomi kabupaten/kota i Kapita Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Kabupaten/
+
Kota, 2010-2014 (Miliyar Rupiah) [Seri 2010] pada
pada periode t
periode tertentu.
(PDRB)
Berupa jumlah penduduk usia kerja (15 tahun dan
Pengangguran Tingkat Pengangguran
lebih) yang tidak bekerja dan pengangguran pada ka- +
(PGR) Daerah i pada periode t
bupaten/kota pada periode tertentu.
Berupa nilai rasio indeks/tingkat kesehatan masyarakat
Indeks Kesehatan Nilai Indeks Kesehatan pada kabupaten/kota pada periode tertentu berdasar-
kabupaten/kota i pada peri- -
kan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS
(IK) ode t
Provinsi Sulawesi Selatan.
14
16
12
Series: Standardized Residuals
Sample 2010 2014
10
Observations 120
8 Mean 1.54e-15
Median -0.464494
Maximum 8.394267
6
Minimum -5.620406
Std. Dev. 3.165122
4 Skewness 0.370016
Kurtosis 2.374365
2
Jarque-Bera 4.695329
Probability 0.095592
0
-6 -4 -2 0 2 4 6 8
adanya masalah atau gejala multikolinearitas, Kedua, hasil uji Chow dengan menggunakan
diperoleh tabel 3. Redundant Fixed Effects Tests untuk
menentukan model yang digunakan apakah
Berdasarkan tabel 3, diperoleh hasil
Common Effect atau Fixed Effect sebagaimana
bahwa seluruh nilai korelasi antarvariabel
tampak pada tabel 6.
independen dalam penelitian ini lebih kecil
dari 0,95. Sehingga dapat dinyatakan bahwa Dari tabel 4 diperoleh nilai Prob Cross Section
data dalam penelitian tidak terdapat gejala F dan Prob Chi Square masing-masing 0,0000
multikolinearitas. dan 0,0000 yang lebih kecil dari alpha 0,05,
sehingga kita menolak hipotesis nol (Ho
ditolak). Maka, berdasarkan hasil uji Chow,
Hasil Pengujian Pemilihan Model model yang terbaik (pemilahan) adalah model
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas dengan metode Fixed Effect.
bahwa pada analisis regresi data panel terdapat Ketiga, hasil estimasi Random Effect
beberapa langkah dalam pengujian pemilihan sebagaimana tampak pada tabel 7.
model. Berikut hasil pengujian dalam beberapa
Keempat, hasil uji Hausman dengan
tahapan tersebut.
menggunakan Correlated Random Effects -
Pertama, hasil estimasi Commont Effect dan Hausman Test untuk menentukan model yang
Fixed Effect sebagaimana tampak pada tabel 4 digunakan apakah Fixed Effect atau Random
dan tabel 5. Effect sebagaimana tampak pada dari tabel 8.
20
16
12 12
8 8
4 4
0 0
-4
-8
25 50 75 100
Dari Tabel 8, diperoleh nilai Prob Cross-section yang memiliki elastisitas penyerapan tenaga
Random adalah 0,8719 yang lebih besar dari kerja yang rendah (misalnya, sektor lembaga
alpha 0,05, sehingga kita menerima hipotesis keuangan; hotel dan restoran; listrik, air bersih
nol (Ho diterima). Maka, berdasarkan hasil dan gas). Oleh karena itu, pertumbuhan inklusif
uji Hausman, model yang terbaik (pemilihan) (inclusive growth) ataupun pertumbuhan
adalah model dengan metode Random Effect. berkualitas (the quality of growth) ataupun
pertumbuhan yang berpihak kepada kaum
Setelah melalui pengujian asumsi normalitas
miskin (pro-poor growth), sebagai sebuah
dan asumsi klasik serta pemilihan model, maka
terminologi baru dalam wacana pembangunan
dapat diperoleh estimasi persamaan regresi
dewasa ini, perlu didorong dan diintensifkan di
data panel berdasakan metode Random Effect
Sulawesi Selatan, baik pada tingkatan rencana
sebagai berikut:
maupun pada tingkatan implementasi. Konsep
ini lebih mementingkan “dampak” ketimbang
KMit = 46,63 + 2,68PDRBit - 8,94PGRit – sekedar angka statistik. Pertumbuhan
0,43IKit – 0,004SKLit – 2,79BDit ekonomi dikatakan inklusif, berkualitas atau
berpihak kepada kaum miskin jika mampu
mengurangi angka kemiskinan, menurunkan
Berdasarkan persamaan regresi data angka pengangguran, memperbaiki distribusi
panel di atas, dapat dinyatakan bahwa pendapatan, mengangkat taraf hidup
pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif masyarakat kelas bawah, dan seterusnya.
terhadap kemiskinan. Nilai koefisien variabel
Hal menarik dari hasil ini adalah bahwa
pertumbuhan ekonomi sebesar 2,68, dimana
nilai koefisien regresi variabel pengangguran
tanda positif (+) menandakan adanya hubungan
bertanda negatif (-) sebesar 8,94. Hal ini berarti
positif, yang berarti jika pertumbuhan ekonomi
bahwa jika tingkat pengangguran meningkat,
naik sebesar 1 persen, maka kemiskinan
maka kemiskinan justru akan turun. Hal ini
akan naik sebesar 2,68 persen. Hasil ini
bisa dijelaskan bahwa peningkatan jumlah
sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh
pengangguran di kabupaten/kota Provinsi
Ravallion & Bidani (1996), Son & Kakwani
Sulawesi Selatan di satu sektor usaha justru
(2003), Todaro (2006), Bourguignon (2004)
diikuti oleh pengurangan kemiskinan di sektor
& Mankiw (2006) bahwa pada negara
usaha yang lain karena terjadinya pergesaran
berkembang seperti Indonesia, baik secara
distribusi pendapatan masyarakat antarsektor
nasional maupun pada tingkat daerah,
usaha. Perubahan struktur ekonomi pada
pertumbuhan ekonomi terkadang hanya
berbagai sektor usaha yang mengakibatkan
berasal dari sejumlah golongan masyarakat
perubahan distribusi pendapatan sektoral
sehingga manfaat dari pertumbuhan
tersebut akan mengakibatkan terjadinya
tidak bersifat inkulsif yang pada akhirnya
pergeseran daya beli dari pemilik faktor
menyebabkan kemiskinan dan ketimpangan
produksi yang sektor usahanya mengecil
pendapatan yang semakin parah (meningkat).
perannya ke pemilik faktor produksi yang
Pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada
tengah berkembang. Pengaruh negatif ini
variabel makro-ekonomi, terutama arus
menandakan bahwa di kabupaten/kota
penanaman modal dan peningkatan ekspor,
di Provinsi Sulawesi Selatan telah terjadi
memang seringkali tidak memiliki kaitan yang
pergeseran penyerapan tenaga kerja pada
kuat dengan pengentasan penduduk miskin.
berbagai sektor usaha, yaitu dari sektor
Kaitan tersebut menjadi semakin lemah, ketika
usaha yang memiliki elastisitas penyerapan
arus penanaman modal tersebut lebih banyak
tenaga kerja yang rendah (misalnya, sektor
bergerak pada usaha padat modal (misalnya,
lembaga keuangan, telekomunikasi, hotel dan
industri telekomunikasi) dan sektor-sektor
18
Tabel 11. Rekapitulasi Hasil Uji Data Penelitian Tabel 9. Rekapitulasi Hasil Uji Data Penelitian
20
B
0,6854 (> 0,05), 0,0473 ( < 0,05), 0,5512
( > 0,50) dan 0,0020 (< 0,05). Hal ini erdasarkan hasil analisis, penelitian
menunjukkan bahwa secara parsial : ini memberikan kesimpulan sebagai
a. Variabel pertumbuhan ekonomi berikut:
(PDRB) memiliki pengaruh positif 1. Pertumbuhan ekonomi regional di
yang tidak signifikan terhadap kabupaten/kota Provinsi Sulawesi Selatan
variabel kemiskinan (KM). Dengan
dimana dalam penelitian ini diwakili oleh
22
Bappenas. (2002). Kebijakan dan Strategi International Monetary Fund. (2015). World
Penanggulangan Kemiskinan Economic Outlook. April 2015.
Perkotaan: Sebuah Gagasan. Jakarta:
Mankiw, N. G. (2006). Macroeconomics. Fifth
Bappenas.
Edition. Worth Publisher, New York.
Bourguignon, F. (2004). Poverty-Growth- R. Nurkse, 1953, Problems of Capital
Inequality Triangle, Paper was presented Formation in Underdeveloped Countries.
at the Indian Council for Research on Oxford Basis Blackwell.
International Economic Relations, New
Manurung, J. J., dkk. (2005). Ekonometrika.
Delhi, on February 4, 2004.
Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Elex
BPS. (2014). Data Pertumbuhan Ekonomi Media Computindo.
Regional Bruto Menurut Kabupaten/
Myrdal, G. (2000). Obyektivitas Penelitian
Kota Provinsi Sulawesi Selatan Tahun
Sosial. Jakarta: LP3ES.
2010-2014.
Octaviani, D. (2001). Inflasi, Pengangguran,
Chambers. (1998). Pembangunan Desa Mulai
dan Kemiskinan di Indonesia: Analisis
Dari Belakang. Jakarta: LP3ES.
Indeks Forrester Greer & Horbecke.
Chriswardani, S. (2005). Memahami Media Ekonomi, 7(8), 100-118.
Kemiskinan Secara Multidimensional.
Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010
Jakarta: LP3ES.
tentang Penanggulangan Kemiskinan.
DJPK. (2014). Laporan Realisasi Anggaran
Puspita, D. W. (2015). Analisis Determinan
Belanja Daerah Tahun 2010-2014.
Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah.
Kementerian Keuangan Republik
Journal Of Economics And Policy
Indonesia.
(Jejak), 8(1) , 1-88.
Ghazali, I. (2005). Aplikasi Analisis
Ramadhan, M. N. (2014). Analisis Determinan
Multivariate dengan Program SPSS,
Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten/
Edisi Ketiga. Semarang: Badan Penerbit
Kota di Provinsi Sulawesi Tengah
Universitas Diponegoro.
Tahun 2009-2012. Jurusan Ilmu
Hasan., & Quibria. (2002). Poverty and Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
Patterns of Growth. ERD Working Universitas Hasanuddin Makassar.
Paper No.18. Economic and Research
Ravallion, M., & Bidani, B. (1996). How
Department. Asian Development Bank.
Robust is Poverty Profile?, World Bank
Hasibuan, M. S. P. (2005). Manajemen Sumber Economic Review, 8, 75-102.
Daya Manusia, Edisi Revisi. Jakarta:
Ravallion, M. (2001). Growth, Inequality, and
Bumi Aksara.
Poverty: Looking Beyond Averages.
Hermanto., & Dwi. (2007), Dampak World Bank.
Pertumbuhan Ekonomi terhadap
Saubani, A. (2015). 806.350 Rakyat Miskin
penurunan Jumlah Penduduk Miskin.
Tinggal di Sulsel. Republika Online
Paper Ekonomi, Jakarta.
20 Mei 2015 diakses dari http://www.
Hudaya, D. (2009). Faktor-Faktor yang epaper.republika.co.id/berita/koran/
Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di politik-koran/15/05/20/nomr4622-
Indonesia. Departemen Ilmu Ekonomi 806350-rakyat-miskin-tinggal-di-sulsel.
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Siregar., & Wahyuniarti. (2007). Pengaruh
Institut Pertanian Bogor.
pertumbuhan ekonomi dan faktor lain
Hureirah, A. (2005). Strategi terhadap kemiskinan di Indonesia tahun
Penanggulangan Kemiskinan. Ilmu 1998-2006.
Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu
Son & Kakwani. (2003). Pro-poor Growth:
Sosial dan Ilmu Politik UNPAS-LSM
Concepts and Measurement with Country
Mata Air (Masyarakat Cinta Tanah Air)
Case Studies. The Pakistan Development
Bandung.
Review, 42(4), Part 1, 417-444.
24
26