Anda di halaman 1dari 26

Azwar dan Achmat Subekan

Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Indonesia


azwar.iskandar@gmail.com,
achmatsubekan@gmail.com

DETERMINANT ANALYSIS ANALISIS DETERMINAN


OF POVERTY IN SOUTH KEMISKINAN DI SULAWESI SELATAN
SULAWESI

ABSTRACT/ABSTRAK
This research is aimed to analyze Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan
the determinant of poverty in South atau faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di
Sulawesi on 2010-2014 period. Provinsi Sulawesi Selatan periode tahun 2010 sampai 2014.
Using the annual data from Badan Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data
Pusat Statistik (BPS) and Direktorat sekunder dari publikasi data statistik Badan Pusat Statistik
Jenderal Perimbangan Keuangan (BPS) Provinsi Sulawesi Selatan dan Direktorat Jenderal
(DJPK), the estimation applies the Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan
Panel Regression with Random Effect Republik Indonesia. Data-data tersebut ditabulasikan ke
Model (REM) as analytical tool in dalam struktur data panel yaitu gabungan antara data
order to analyze the effect of regional yang berbentuk time series dan cross section dalam bentuk
economic growth, unemployment, tahunan. Dengan teknik purposive sampling, penelitian ini
healthy index, school participation menggunakan data 24 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi
rate and local government expenditure Selatan untuk kemudian dianalisis dengan metode teknik
on poverty in South Sulawesi. The Analisis Regresi Data Panel dengan pendekatan Random
empirical results show that all Effect. Hasil empiris membuktikan bahwa seluruh variabel
determinant variables simultanously determinan yang terdiri dari pertumbuhan ekonomi regional,
have a positive significant effect jumlah pengangguran, indeks kesehatan, angka partisipasi
on poverty. Meanwhile, regional sekolah dan belanja daerah secara simultan berpengaruh
economic growth partially have a signifikan terhadap jumlah kemiskinan di Provinsi Sulawesi
positive effect on poverty. The others Selatan. Sementara secara parsial, variabel pertumbuhan
such as unemployment, healthy ekonomi regional berpengaruh positif dan tidak signifikan
index, school participation rate terhadap kemiskinan, sedangkan variabel-variabel lainnya
and local government expenditure yaitu pengangguran, indeks kesehatan, angka partisipasi
partially have a negative effect on sekolah dan belanja daerah berpengaruh negatif terhadap
poverty. Because of that matters, kemiskinan. Oleh karena itu, pemerintah kabupaten/kota di
local government shall to create Provinsi Sulawesi Selatan diharapkan mampu menciptakan
an economic growth inclusively, pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan bersifat inklusif,
improve the health and education mampu meningkatkan fasilitas pendidikan dan fasilitas
public infrastructures, and increase kesehatan secara merata tidak hanya terpusat pada satu
the supervision of expenditures to daerah saja, serta meningkatkan pengawasan keuangan
keep going effective and efficient in terkait pengeluaran atau belanja pemerintah kabupaten/
the poverty reduction effort. kota agar tepat sasaran sehingga pengeluaran atau belanja
pemerintah dapat terus berjalan efektif dan efisien dalam
upaya pengurangan kemiskinan.
KEYWORDS: KATA KUNCI:
poverty, South Sulawesi, panel data kemiskinan, Sulawesi Selatan, data panel

SEJARAH ARTIKEL:
Diterima pertama: Maret 2016
Dinyatakan dapat dimuat : Mei 2016

Electroniccopy
Electronic copyavailable
available at:
at:https://ssrn.com/abstract=2834756
http://ssrn.com/abstract=2834756
JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA

PENDAHULUAN Sehingga penanggulangan kemiskinan harus


dilakukan secara menyeluruh, yang berarti

K
menyangkut seluruh penyebab kemiskinan.
emiskinan menjadi masalah di hampir Beberapa diantaranya yang menjadi bagian
semua daerah di Indonesia. Padahal dari penanggulangan kemiskinan tersebut yang
salah satu tujuan pembangunan perlu tetap ditindaklanjuti dan disempurnakan
nasional Indonesia adalah meningkatkan implementasinya misalnya peningkatan
kinerja perekonomian agar mampu pendidikan dan kesehatan masyarakat,
menciptakan lapangan kerja dan menata perluasan lapangan kerja dan pembudayaan
kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat entrepreneurship (Hureirah, 2005).
yang pada gilirannya akan mewujudkan
kesejahteraan penduduk Indonesia melalui Program pengentasan kemiskinan daerah
salah satu sasaran pembangunan nasional sebagai salah satu indikator penting kinerja
yaitu dengan menurunkan tingkat kemiskinan. pemerintah daerah di era otonomi daerah
dan desentralisasi fiskal diharapkan menjadi
Upaya penanggulangan kemiskinan sudah pintu untuk mengatasi masalah ini. Sehingga
dilakukan sejak tiga dekade terakhir yaitu perlu untuk menelaah kinerja pemerintah
dengan program-program pembangunan daerah dalam menanggulangi kemiskinan,
pemerintah di antaranya dengan penyediaan dengan terlebih dahulu mengkaji faktor-faktor
kebutuhan dasar seperti pangan, pelayanan penyebab (determinan) kemiskinan tersebut
kesehatan dan pendidikan, perluasan di daerah. Di antara faktor yang perlu dikaji
kesempatan kerja, pembangunan pertanian, seperti pertumbuhan ekonomi regional di
pemberian dana bergulir melalui sistem kredit, daerah, tingat pengangguran, pendidikan,
pembangunan prasarana dan pendampingan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan belanja
penyuluhan sanitasi dan program lainnya pemerintah daerah yang berasal dari Anggaran
(Hureirah, 2005). Namun faktanya, Pendapatan dan Belanja Derah (APBD).
pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang Kebijakan pemerintah daerah yang berorientasi
berkisar 5% - 7% per tahun sejak lebih dari satu pada program pengentasan kemiskinan sudah
dasawarsa terakhir, belum mampu mengurangi seharusnya didasarkan pada faktor-faktor yang
jumlah penduduk miskin. Meskipun peringkat mempengaruhi kondisi kemiskinan tersebut.
Indonesia dibandingkan negara lain dalam hal
laju pertumbuhan ekonomi tergolong tidak Provinsi Sulawesi Selatan merupakan
mengecewakan, yaitu berada pada peringkat salah satu daerah di Indonesia yang masih
38 dari 179 negara (IMF, 2015), namun menghadapi permasalahan kemiskinan. Meski
pertumbuhan tersebut dirasa belum memberi menjadi salah satu provinsi yang mempunyai
dampak yang berarti terhadap pengentasan tingkat pertumbuhan ekonomi cukup baik,
kemiskinan di Indonesia. Berdasarkan data angka kemiskinan di Provinsi Sulawesi Selatan
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) masih terbilang cukup tinggi. Berdasarkan
yang terakhir dilaksanakan oleh Badan Pusat data resmi yang dirilis oleh BPS hingga akhir
Statistik (BPS) pada tahun 2012 mencatat Desember 2014, penduduk dengan keadaan
jumlah penduduk miskin di Indonesia berkisar miskin di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai
28,5 juta jiwa. Hampir 15% dari jumlah 806.350 jiwa. Angka ini setara dengan 9,54
penduduk Indonesia di pedesaan dan hampir persen dari total penduduk yang bermukim di
10% jumlah penduduk Indonesia di perkotaan Provinsi Sulawesi Selatan. Jumlah penduduk
dikategorikan miskin dan berada di ambang miskin ini sebagian besar masih didominasi
kemiskinan. Fakta tersebut menjadikan oleh daerah perdesaan yang mencapai 12,25
permasalahan kemiskinan patut mendapat persen, sedangkan di perkotaan mencapai 4,93
perhatian yang besar dari semua pihak. persen (BPS dalam Saubani, 2015).

Electroniccopy
Electronic copyavailable
available at:
at:https://ssrn.com/abstract=2834756
http://ssrn.com/abstract=2834756
ANALISIS DETERMINAN KEMISKINAN DI SULAWESI SELATAN
Azwar dan Achmat Subekan

16
14
12
10
2010
8
6 2011
4 2012
2
2013
0
-2 2014
-4
-6

Grafik 1. Pertumbuhan Ekonomi Regional Bruto Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Selatan


Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Selatan (2014)

Selain itu, tingkat kemiskinan di Provinsi masif dalam beberapa tahun terakhir
Sulawesi Selatan tampaknya akan meningkat tampaknya tidak cukup efektif untuk
disebabkan Tingkat Pengangguran Terbuka memperbaiki taraf hidup penduduk miskin.
(TPT) yang terus meningkat. Pada Februari Dalam konteks ini, Program Nasional
2015, angka TPT mencapai 5,8 persen atau Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dan
sekitar 218.311 pengangguran. Nilai ini berbagai program pengentasan kemiskinan
meningkat karena pada Februari 2014 tingkat dan langkah konstruktif lainnya seperti
pengangguran di Provinsi Sulawesi Selatan pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan
hanya mencapai 212.857 pengangguran atau Kemiskinan Daerah (TKPKD), menandatangani
meningkat 5.454 dalam satu tahun (BPS dalam nota kesepahaman (MoU) antara pemerintah
Saubani, 2015). provinsi dengan pemerintah kabupaten/
kota untuk menurunkan angka kemiskinan
Semakin tingginya jumlah dan persentase
10 persen per tahun, mengimplementasikan
penduduk miskin di suatu daerah tentu saja
kebijakan pendidikan dan kesehatan
akan menjadi beban pembangunan, sehingga
gratis, menempatkan pemenuhan hak-hak
peran pemerintah dalam mengatasinya pun
dasar sebagai substansi utama Rencana
akan semakin besar. Alokasi dana APBN/APBD
Pembangunan Jangka Menengah Daerah
untuk program-program penanggulangan
(RPJMD), dapat dinilai – atau setidaknya
kemiskinan, dapat dikatakan berhasil bila
dipersepsi - belum berhasil di Provinsi
jumlah dan persentase penduduk miskin
Sulawesi Selatan. PNPM boleh jadi berhasil
turun atau bahkan tidak ada. Namun, fakta
pada tataran output (memperbaiki saluran
yang ada mengindikasikan bahwa kebijakan
irigasi, jalan desa, lingkungan pemukiman,
penanggulangan kemiskinan senantiasa
dsb.), tetapi tentu saja tidak berhasil pada
menjadi hal yang perlu dicermati dan dikaji
tataran impact (mengurangi jumlah penduduk
ulang khususnya dalam penyusunan dan
miskin). Berbagai upaya tersebut tampaknya
penerapan strategi dan program pengentasan
tidak berjalan paralel dengan penurunan angka
kemiskinan yang dijalankan oleh pemerintah.
kemiskinan, setidaknya untuk September
Keberadaan jumlah penduduk miskin di
2011. Kondisi ini tampaknya kian menegaskan
beberapa kabupaten/kota di Sulawesi Selatan
kembali bahwa “keberhasilan tidak berada
yang masih relatif besar, dapat menegaskan
di ranah rencana, tetapi di ranah tindakan”
bahwa kebijakan dan program penanggulangan
(Agussalim, 2012).
kemiskinan yang diimplementasikan secara

Volume 2, Nomor 1, Juni 2016: 1– 25 3

Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=2834756


JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA

Tabel 1. Persentase Penduduk Miskin di Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Selatan


Persentase Penduduk Miskin (%)
Kab/Kota 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Bantaeng 10.94 9.96 10.25 9.21 8.9 10.45 9.68
Barru 13.49 11.43 10.69 9.59 9.28 10.32 9.74
Bone 17.35 15.19 14.08 12.67 12.25 11.92 10.88
Bulukumba 12.26 10.5 9.02 8.12 7.83 9.04 8.37
Enrekang 20.51 18.1 16.86 15.18 14.45 15.11 13.9
Gowa 12.79 10.93 9.49 8.55 8.06 8.73 8
Jeneponto 22.48 20.58 19.1 17.16 16.59 16.52 15.31
Luwu Timur 10.98 8.91 9.18 8.29 7.\ 72 8.38 7.67
Luwu Utara 18.38 16.4 16.25 14.64 14.03 15.52 14.31
Luwu 19.44 16.96 15.44 13.93 13.34 15.1 13.95
Makassar 5.36 5.52 5.86 5.29 5.02 4.7 4.48
Maros 18.55 16.35 14.62 13.14 12.56 12.94 11.93
Palopo 12.83 11.85 11.28 10.22 9.47 9.57 8.8
Pangkep 21.36 19.35 19.26 17.36 16.63 17.75 16.38
Pare Pare 7.1 6.52 6.53 5.91 5.58 6.38 5.88
Pinrang 9.65 8.7 9.01 8.12 7.83 8.86 8.2
Kep. Selayar 18.49 16.41 15 13.49 12.87 14.23 13.13
Sidrap 7.64 6.73 7 6.29 6 6.3 5.82
Sinjai 12.73 11.37 10.68 9.63 9.29 10.32 9.56
Soppeng 11.22 9.95 10.42 9.36 9.12 9.43 8.76
Takalar 12.68 11.06 11.16 10.04 9.6 10.42 9.62
Tana Toraja 18.57 16.14 14.62 13.22 12.73 13.81 12.77
Toraja Utara 0 0 19.08 17.06 16.28 16.53 15.1
Wajo 10.16 8.93 8.96 8.06 7.83 8.17 7.74
Total 13.41 11.93 11.4 10.27 9.82 10.32 9.54
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Selatan (2014)

Oleh karena itu, dengan gambaran latar per September tahun 2015, jumlah penduduk
belakang yang ada, maka penulis tertarik miskin baik di pedesaan maupun perkotaan
untuk melakukan penelitian mengenai faktor- di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai
faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan 864.510.000 jiwa.
di daerah. Kajian determinan kemiskinan
Faktor determinan yang dipilih dalam kajian
ini akan difokuskan pada Provinsi Sulawesi
ini adalah beberapa faktor yang telah terbukti
Selatan. Pemilihan Provinsi Sulawesi Selatan
dapat memberikan pengaruh yang signifikan
didasarkan pada alasan bahwa provinsi ini
terhadap laju tingkat kemiskinan di daerah
merupakan salah satu representasi utama
dalam beberapa penelitian terdahulu. Seperti,
perekonomian Indonesia bagian timur dan
penelitian yang dilakukan oleh Puspita
mencatat tingkat laju kemiskinan tertinggi di
(2015) menemukan bahwa Produk Domestik
kawasan Sulawesi dan Maluku dibandingkan
Regional Bruto (PDRB) dan pengangguran
dengan provinsi lainnya di kawasan tersebut
terbukti signifikan mempengaruhi tingkat
dalam 3 tahun terakhir. Berdasarkan data BPS
kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah,

Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=2834756


ANALISIS DETERMINAN KEMISKINAN DI SULAWESI SELATAN
Azwar dan Achmat Subekan

penelitian oleh Ramadhan (2014) menemukan Selatan? Terdapat pula penelitian terdahulu
bahwa pengeluaran atau belanja daerah dan yang telah dilakukan oleh Agussalim (2012) di
Angka Harapan Hidup sebagai proksi faktor Provinsi Sulawesi Selatan. Namun penelitian
kesehatan terbukti signifikan mempengaruhi tersebut hanya bersifat deskriptif dengan
tingkat kemiskinan di Provinsi Sulawesi model eksplorasi kualitatif yang mendalam.
Tengah, dan penelitian oleh Hudaya (2009) Adapun penelitian ini mencoba melihat
yang menemukan bahwa Angka Melek Huruf determinan kemiskinan di Provinsi Sulawesi
sebagai indikator faktor tingkat pendidikan Selatan dengan pendekatan yang berbeda
berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan yakni dengan metode pendekatan statistik
di Indonesia. Dengan menggunakan inferensial.
faktor-faktor tersebut untuk memprediksi
Hasil yang diperoleh diharapkan dapat
pengaruhnya terhadap tingkat kemiskinan
menjelaskan fenomena angka kemiskinan
di Provinsi Sulawesi Selatan, penelitian ini
yang terjadi karena pengaruh dari variabel-
dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis
variabel tersebut di atas dan melahirkan
dan menjawab pertanyaan yang mengemuka
rekomendasi-rekomendasi kebijakan terkait
yaitu: (i) bagaimana pertumbuhan ekonomi
topik penelitian. Selain itu, hasil penelitian
regional daerah, jumlah pengangguran,
ini juga diharapkan dapat menguatkan dan
indeks kesehatan, angka partisipasi sekolah
mendukung hasil penelitian sebelumnya,
dan belanja daerah secara simultan dapat
khususnya penelitian yang juga dilakukan di
mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi
wilayah yang sama serta menambah referensi
Sulawesi Selatan? (ii) bagaimana pengaruh
penelitian berikutnya dalam bidang keuangan
masing-masing variabel tersebut secara
publik, khususnya dalam kajian terkait
terpisah (sendiri-sendiri) terhadap tingkat
penanggulangan kemiskinan di daerah.
kemiskinan di Provinsi Sulawesi Selatan? (iii)
rekomendasi kebijakan apa yang sebaiknya
dilakukan untuk menekan laju pertumbuhan
tingkat kemiskinan di Provinsi Sulawesi

1000
900
800
Jumlah Penduduk Miskin

700
2012.2
600
2014.1
500
2014.2
400
300 2015.1

200 2015.2

100
0
Sulawesi Sulawesi Sulawesi Sulawesi Gorontalo Sulawesi Maluku Maluku
Utara Tengah Selatan Tenggara Barat Utara

Grafik 2. Perbandingan Jumlah Penduduk Miskin di Pulau Sulawesi dan Maluku Tahun 2013.2 – 2105.2
Sumber: BPS (2015)

Volume 2, Nomor 1, Juni 2016: 1– 25 5

Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=2834756


JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA

Tinjauan Teori dan Pengembangan yang berdampak pada rendahnya penghasilan


Hipotesis (ekonomi), (4) terperangkap dalam budaya
rendahnya kualitas SDM seperti rendahnya
Pada bagian ini, penulis terlebih dahulu
etos kerja, berpikir pendek dan fatalisme
menyebutkan beberapa kajian teori yang
(budaya/nilai), (5) rendahnya pemilikan aset
terkait dengan topik penelitian baik yang
fisik termasuk aset lingkungan hidup seperti
bersumber dari beberapa literatur maupun
air bersih dan penerangan. Kondisi tersebut
penelitian-penelitian terdahulu. Setelah itu
menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan
penulis mengembangkan kerangka hipotesis
dasar manusia seperti sandang, pangan,
sebagai acuan untuk melakukan analisis dan
papan, afeksi, keamanan, kreasi, kebebasan,
memperoleh kesimpulan penelitian.
partisipasi dan waktu luang (Ramadhan, 2014).
Untuk mengetahui jumlah penduduk miskin,
Kemiskinan dan faktor-faktor yang sebaran dan kondisi kemiskinan diperlukan
mempengaruhinya pengukuran kemiskinan yang tepat sehingga
Menurut Chambers (1998) mengatakan upaya untuk mengurangi kemiskinan melalui
bahwa kemiskinan adalah suatu integrated berbagai kebijakan dan program pengurangan
concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: (1) kemiskinan akan efektif. Pengukuran
kemiskinan (proper); (2) ketidakberdayaan kemiskinan yang dapat dipercaya menjadi
(powerless); (3) kerentanan menghadapi instrumen yang tangguh bagi pengambil
situasi darurat (state of emergency), 4) kebijakan dalam memfokuskan perhatian
ketergantungan (dependence); dan (5) pada kondisi hidup orang miskin. Pengukuran
keterasingan (isolation) baik secara geografis kemiskinan yang baik akan memungkinkan
maupun sosiologis. Sedangkan menurut BPS dalam melakukan evaluasi dampak dari
bahwa kemiskinan adalah ketidakmampuan pelaksanaan proyek, membandingkan
individu dalam memenuhi kebutuhan dasar kemiskinan antar waktu dan menentukan
minimal untuk hidup layak (baik makanan target penduduk miskin dengan tujuan untuk
maupun nonmakanan). Garis kemiskinan menguranginya (World Bank, 2002).
yang ditetapkan oleh BPS adalah jumlah Metode penghitungan penduduk miskin yang
pengeluaran yang dibutuhkan oleh setiap dilakukan BPS sejak pertama kali hingga saat
individu untuk dapat memenuhi kebutuhan ini menggunakan pendekatan yang sama yaitu
makanan setara dengan 2100 kalori per orang pendekatan kebutuhan dasar (basic needs
per hari dan kebutuhan nonmakanan yang approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan
terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, didefinisikan sebagai ketidakmampuan
pendidikan, transportasi, serta aneka barang dalam memenuhi kebutuhan dasar. Dengan
dan jasa lainnya. kata lain, kemiskinan dipandang sebagai
Kemiskinan meliputi dimensi politik, sosial ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk
budaya dan psikologi, ekonomi dan akses memenuhi kebutuhan makanan maupun non
terhadap asset. Dimensi tersebut saling terkait makanan yang bersifat mendasar. Berdasarkan
dan saling mengunci/membatasi (Ravillion, pendekatan itu indikator yang digunakan
2001). Ciri masyarakat miskin adalah: (1) adalah Head Count Index (HCI) yaitu jumlah
tidak memiliki akses ke proses pengambilan dan persentase penduduk miskin yang berada
keputusan yang menyangkut hidup mereka di bawah garis kemiskinan (poverty line).
(politik), (2) tersingkir dari institusi utama Tidak terlalu sulit menentukan faktor-
masyarakat yang ada (sosial), (3) rendahnya faktor penyebab kemiskinan, tetapi dari
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) faktor-faktor tersebut sangat sulit untuk
termasuk kesehatan, pendidikan, keterampilan

Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=2834756


ANALISIS DETERMINAN KEMISKINAN DI SULAWESI SELATAN
Azwar dan Achmat Subekan

menentukan mana yang merupakan penyebab b. Human assets: menyangkut kualitas


sebenarnya atau utama, atau faktor-faktor sumber daya manusia yang relatif masih
mana yang berpengaruh langsung dan tidak rendah dibandingkan masyarakat perkotaan
langsung terhadap perubahan kemiskinan. (tingkat pendidikan, pengetahuan,
Jika diuraikan satu persatu, jumlah faktor- keterampilan maupun tingkat kesehatan
faktor yang dapat mempengaruhi tingkat dan penguasaan teknologi).
kemiskinan cukup banyak. Mulai dari tingkat
c. Physical assets: minimnya akses ke
laju pertumbuhan output atau produktivitas,
infrastruktur dan fasilitas umum seperti
tingkat upah neto, distribusi pendapatan,
jaringan jalan, listrik, dan komunikasi di
kesempatan kerja, tingkat investasi, tingkat
pedesaan.
inflasi, pajak dan subsidi, alokasi serta kualitas
sumber daya alam, penggunaan teknologi, d. Financial assets: berupa tabungan (saving),
tingkat dan jenis pendidikan, kondisi fisik dan serta akses untuk memperoleh modal usaha.
alam di suatu wilayah, etos kerja dan motivasi e. Social assets: berupa jaringan, kontak dan
kerja, kultur budaya atau tradisi, bencana pengaruh politik, dalam hal ini kekuatan
alam hingga peperangan, politik dan lain-lain bargaining position dalam pengambilan
(Tambunan, 2001). keputusan-keputusan politik.
Menurut World Bank (2006), penyebab dasar
kemiskinan adalah: (1) kegagalan kepemilikan
Hubungan pertumbuhan ekonomi
terutama tanah dan modal; (2) terbatasnya
dengan kemiskinan
ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana
dan prasarana; (3) kebijakan pembangunan Menurut Todaro (2006), Produk Domestik
yang bias perkotaan dan bias sektor; (4) Bruto (PDB) atau pertumbuhan ekonomi yang
adanya perbedaan kesempatan di antara cepat menjadi salah satu syarat tercapainya
anggota masyarakat dan sistem yang kurang pembangunan ekonomi. Namun masalah
mendukung; (5) adanya perbedaan sumber fundamental bukan hanya menumbuhkan
daya manusia dan perbedaan antara sektor PDB, tetapi siapakah yang akan menumbuhkan
ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi PDB tersebut, sejumlah orang yang ada
modern); (6) rendahnya produktivitas dalam suatu negara ataukah hanya segelintir
dan tingkat pembentukan modal dalam orang saja. Jika hanya segelintir orang yang
masyarakat; (7) budaya hidup yang dikaitkan menumbuhkan PDB ataukah orang-orang kaya
dengan kemampuan seseorang mengelola yang jumlahnya sedikit, maka manfaat dari
sumber daya alam dan lingkunganya; (8) pertumbuhan PDB itu pun hanya dinikmati
tidak adanya tata pemerintahan yang bersih oleh mereka saja sehingga kemiskinan dan
dan baik (good governance); (9) pengelolaan ketimpangan pendapatan pun akan semakin
sumber daya alam yang berlebihan dan tidak parah. Untuk itu hal yang paling penting dalam
berwawasan lingkungan. pertumbuhan adalah siapa yang terlibat dalam
pertumbuhan ekonomi tersebut atau dengan
Selain beberapa faktor di atas, penyebab
kata lain adalah tingkat kualitas pertumbuhan
kemiskinan di masyarakat khususnya di
tersebut.
pedesaan disebabkan oleh keterbatasan aset
yang dimiliki, yaitu (Chriswardani, 2005): Apa yang dikemukakan oleh Todaro
sebelumnya dijelaskan oleh teori distribusi
a. Natural assets: seperti tanah dan air, karena
pendapatan klasik dan pertumbuhan output
sebagian besar masyarakat desa hanya
dalam Mankiw (2006). Dalam teori distribusi
menguasai lahan yang kurang memadai
pendapatan klasik dan pertumbuhan output
untuk mata pencahariannya.
dijelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi yang

Volume 2, Nomor 1, Juni 2016: 1– 25 7

Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=2834756


JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA

tidak lain adalah pertumbuhan output nasional Hubungan pengangguran dengan


merupakan fungsi dari faktor produksi. kemiskinan
Semakin cepat laju pertumbuhan ekonomi maka
Menurut Sukirno (2004), efek buruk dari
seharusnya aliran pendapatan kepada rumah
pengangguran adalah mengurangi pendapatan
tangga faktor produksi mengalami perbaikan.
masyarakat yang pada akhirnya mengurangi
Tingginya pertumbuhan output suatu negara
tingkat kemakmuran yang telah dicapai
diakibatkan oleh tingginya produktivitas input
seseorang. Semakin turunnya kesejahteraan
dalam penciptaan barang dan jasa. Peningkatan
masyarakat karena menganggur tentunya akan
output tersebut dapat memperluas lapangan
meningkatkan peluang mereka terjebak dalam
pekerjaan dan meningkatkan upah dan pada
kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan.
akhirnya memperbaiki tingkat kesejahteraan
Apabila pengangguran di suatu negara sangat
masyarakat.
buruk, kekacauan politik dan sosial selalu
Beberapa penelitian yang dilakukan oleh berlaku dan menimbulkan efek yang buruk
Ravalion & Bidani (1996), Son & Kakwani bagi kesejahteraan masyarakat dan prospek
(2003) dan Bourguignon (2004) juga pembangunan ekonomi dalam jangka panjang.
memberikan kesimpulan yang secara
Terdapat hubungan yang erat antara
keseluruhan mendukung teori Todaro dan
tingginya jumlah pengangguran, dengan
Mankiw. Menurut Ravalion & Bidani (1996),
jumlah penduduk miskin. Bagi sebagian besar
Son & Kakwani (2003) dan Bourguignon
mereka, yang tidak mempunyai pekerjaan
(2004) setelah melakukan analisis hubungan
yang tetap atau hanya bekerja paruh waktu
antara pertumbuhan ekonomi, ketimpangan
(part time) selalu berada diantara kelompok
dan kemiskinan menemukan bahwa dampak
masyarakat yang sangat miskin (Arsyad,
pertumbuhan terhadap angka kemiskinan
1999). Kebutuhan manusia banyak dan
hanya terjadi jika ketimpangan relatif tinggi.
beragam, karena itu mereka berusaha untuk
Dengan kata lain bagi negara-negara yang
memenuhi kebutuhannya, hal yang biasa
mempunyai tingkat ketimpangan sedang
dilakukan adalah bekerja untuk mendapatkan
atau rendah dampak pertumbuhan terhadap
penghasilan. Apabila mereka tidak bekerja
kemiskinan relatif tidak signifikan (Agussalim,
atau menganggur, konsekuensinya adalah
2009).
mereka tidak dapat memenuhi kebutuhannya
Adams (2004) juga melihat hubungan yang dengan baik, kondisi ini membawa dampak
kuat antara pertumbuhan dan kemiskinan. bagi terciptanya dan membengkaknya jumlah
Pertumbuhan ekonomi dapat menurunkan penduduk miskin yang ada.
kemiskinan ketika pertumbuhan ekonomi
Menurut Octaviani (2001), jumlah
diukur berdasarkan pendapatan rata-
pengangguran erat kaitannya dengan
rata. Terdapat hubungan yang kuat secara
kemiskinan di Indonesia yang penduduknya
statistik antara pertumbuhan ekonomi dan
memiliki ketergantungan yang sangat besar
kemiksinan. Untuk itu Hasan & Quibria
atas pendapatan gaji atau upah yang diperoleh
(2002) mengatakan bahwa tidak ada lagi yang
saat ini. Hilangnya lapangan pekerjaan
meragukan pentingnya pertumbuhan ekonomi
menyebabkan berkurangnya sebagian besar
bagi penurunan angka kemiskinan. Apa yang
penerimaan yang digunakan untuk membeli
dikemukakan oleh Adams, Hasan dan Quibria
kebutuhan sehari-hari. Yang artinya bahwa
dipertegas kembali oleh Siregar & Wahyuniarti
semakin tinggi pengangguran maka akan
(2007). Mereka menemukan bahwa setiap
meningkatkan kemiskinan. Kadangkala ada
pertumbuhan 1 Triliun dalam output akan
juga pekerja di perkotaan yang tidak bekerja
menurunkan sekitar 9.000 orang miskin.
secara sukarela karena mencari pekerjaan yang

Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=2834756


ANALISIS DETERMINAN KEMISKINAN DI SULAWESI SELATAN
Azwar dan Achmat Subekan

lebih baik dan yang lebih sesuai dengan tingkat Teori pertumbuhan baru menekankan
pendidikannya. Mereka menolak pekerjaan- pentingnya peranan pemerintah terutama
pekerjaan yang mereka rasakan lebih rendah dalam meningkatkan pembangunan modal
dan mereka bersikap demikian karena mereka manusia (human capital) dan mendorong
mempunyai sumber-sumber lain yang bisa penelitian dan pengembangan untuk
membantu masalah keuangan mereka. Orang- meningkatkan produktivitas manusia.
orang seperti ini bisa disebut menganggur Kenyataannya dapat dilihat dengan
tetapi belum tentu miskin. melakukan investasi pendidikan akan mampu
meningkatkan kualitas sumber daya manusia
yang diperlihatkan dengan meningkatnya
Hubungan indeks kesehatan dengan pengetahuan dan keterampilan seseorang.
kemiskinan Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang,
Angka Indeks Kesehatan merupakan alat maka pengetahuan dan keahlian juga akan
untuk mengevaluasi kinerja pemerintah meningkat sehingga akan mendorong
dalam meningkatkan kesejahteraan peningkatan produktivitas kerjanya.
penduduk pada umumnya, dan meningkatkan
derajat kesehatan pada khususnya. Dalam
membandingkan tingkat kesejahteraan antar
Hubungan angka partisipasi
kelompok masyarakat sangatlah penting untuk
sekolah (pendidikan) dengan
melihat angka harapan hidup. Di negara-negara
kemiskinan
yang tingkat kesehatannya lebih baik, setiap Pendidikan (formal dan non formal) bisa
individu memiliki rata-rata hidup lebih lama, berperan penting dalam mengurangi
dengan demikian secara ekonomis mempunyai kemiskinan dalam jangka panjang, baik secara
peluang untuk memperoleh pendapatan tidak langsung melalui perbaikan produktivitas
lebih tinggi. Selanjutnya, Arsyad (1999) dan efesiensi secara umum, maupun secara
menjelaskan intervensi untuk memperbaiki langsung melalui pelatihan golongan miskin
kesehatan dari pemerintah juga merupakan dengan ketrampilan yang dibutuhkan untuk
suatu alat kebijakan penting untuk mengurangi meningkatkan produktivitas mereka dan pada
kemiskinan. Salah satu faktor yang mendasari gilirannya akan meningkatkan pendapatan
kebijakan ini adalah perbaikan kesehatan akan mereka (Arsyad, 1999). Semakin tinggi tingkat
meningkatkan produktivitas golongan miskin: pendidikan seseorang, maka pengetahuan
kesehatan yang lebih baik akan meningkatkan dan keahlian juga akan meningkat sehingga
daya kerja, mengurangi hari tidak bekerja dan akan mendorong peningkatan produktivitas
menaikkan output. seseorang. Perusahaan akan memperoleh hasil
yang lebih banyak dengan mempekerjakan
Berdasarkan teori mengenai lingkaran
tenaga kerja dengan produktivitas yang lebih
kemiskinan yang dikemukakan Myrdal (2000)
tinggi, sehingga perusahaan akan bersedia
bahwa semakin tinggi tingkat kesehatan
memberikan upah/gaji yang lebih tinggi kepada
masyarakat yang ditunjukkan dengan
yang bersangkutan. Pada akhirnya seseorang
meningkatnya nilai Angka Harapan Hidup
yang memiliki produktivitas yang tinggi akan
(AHH) maka produktivitas akan semakin
memperoleh kesejahteraan yang lebih baik,
meningkat. Peningkatan produktivitas dapat
yang dapat diperlihatkan melalui peningkatan
mendorong laju pertumbuhan ekonomi
pendapatan maupun konsumsinya.
yang nantinya akan menurunkan tingkat
kemiskinan. Artinya semakin tinggi angka Menurut Todaro (2006), pendidikan
harapan hidup maka tingkat kemiskinan akan merupakan cara untuk menyelamatkan diri
menurun. dari kemiskinan. Ia juga menyatakan bahwa

Volume 2, Nomor 1, Juni 2016: 1– 25 9

Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=2834756


JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA

pendidikan merupakan tujuan pembangunan pengentasan kemiskinan baik yang bersifat


yang mendasar. Pendidikan memainkan jangka pendek maupun jangka panjang. Apa
peranan kunci dalam membentuk kemampuan yang ditemukan oleh Hasibuan diperkuat oleh
sebuah negara dalam menyerap teknologi Alawi (2006). Alawi menemukan bahwa alokasi
modern dan untuk mengembangkan kapasitas anggaran untuk program pemberdayaan
agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan masyarakat memiliki korelasi yang negatif
yang berkelanjutan. Dalam penelitian terhadap tingkat keparahan kemiskinan.
Hermanto & Dwi (2007) diketahui bahwa Artinya semakin tinggi alokasi anggaran
pendidikan mempunyai pengaruh paling tinggi untuk program pemberdayaan masayarakat
terhadap kemiskinan dibandingkan variabel maka akan menurunkan tingkat keparahan
pembangunan lain seperti jumlah penduduk, kemiskinan.
PDRB, dan tingkat inflasi.
Todaro (2006) menjelaskan bahwa tingkat
Keterkaitan kemiskinan dan pendidikan kemiskinan dipengaruhi oleh salah satunya
sangat besar karena pendidikan memberikan tingkat pendapatan rata-rata daerah tersebut.
kemampuan untuk berkembang lewat Semakin tinggi tingkat pendapatanya maka
penguasaan ilmu dan keterampilan. Pendidikan potensi untuk mengalokasikan anggaran
juga menanamkan kesadaran akan pentingnya guna menyelesaikan masalah kemiskinan
martabat manusia. Mendidik dan memberikan akan semakin besar. Namun alokasi tersebut
pengetahuan berarti menggapai masa depan. tentu harus tepat sasaran, jika tidak justru
Hal tersebut harusnya menjadi semangat akan menyebabkan kemiskinan akan semakin
untuk terus melakukan upaya mencerdaskan memburuk dan akan menghasilkan kekacauan
bangsa (Criswardani, 2005). sosial (social chaos).

Hubungan belanja daerah dengan Pengembangan hipotesis


kemiskinan Pertumbuhan ekonomi dalam banyak negara
Selanjutnya, peran pemerintah dalam berkembang, baik secara nasional maupun
pengentasan kemiskinan sangat dibutuhkan, regional di daerah, tidak menyentuh secara
sesuai dengan peranan pemerintah yaitu langsung ke lapisan masyarakat golongan
alokasi, distribusi dan stabilisasi. Peranan ekonomi lemah. Pertumbuhan ekonomi
tersebut merupakan syarat yang harus dipenuhi yang ada secara statistik nampaknya
jika tujuan pembangunan yaitu pengentasan belum mencerminkan gambaran secara
kemiskinan ingin terselesaikan. Anggaran langsung kondisi sosial dalam masyarakat,
yang dikeluarkan melalui belanja untuk termasuk pula belum memadainya berbagai
pengentasan kemiskinan menjadi stimulus sektor yang menyangkut kebutuhan
dalam menurunkan angka kemiskinan dan publik seperti kesehatan, pendidikan dan
beberapa persoalan pembangunan yang lain. kesejahteraan sosial yang masih belum
Penelitian yang dilakukan oleh Hasibuan memadai. Hal ini dikarenakan pertumbuhan
(2005) menegaskan peranan anggaran untuk ekonomi hanya dipacu oleh pertumbuhan
pengentasan kemiskinan. Temuan penelitian konsumsi rumah tangga. Pengalaman
tersebut menjelaskan hubungan yang negatif penanggulangan kemiskinan pada masa lalu
antara anggaran pendapatan terhadap jumlah telah memperlihatkan berbagai kelemahan,
orang miskin. Artinya semakin tinggi jumlah antara lain: (1) masih berorientasi kepada
anggaran pendapatan maka akan menurunkan pertumbuhan makro tanpa memperhatikan
tingkat kemiskinan. Tentu anggaran yang aspek pemerataan, (2) kebijakan yang bersifat
dimaksud dialokasikan guna membuat program sentralistik, (3) lebih bersifat karikatif

10

Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=2834756


ANALISIS DETERMINAN KEMISKINAN DI SULAWESI SELATAN
Azwar dan Achmat Subekan

daripada transformatif, (4) memposisikan hal tersebut akan mengakibatkan melonjaknya


masyarakat sebagai objek daripada subjek, angka kemiskinan di masyarakat. Sehingga
(5) orientasi penanggulangan kemiskinan melalui upaya perluasan lapangan kerja,
yang cenderung karikatif dan sesaat daripada diharapkan kesempatan kerja bisa ditingkatkan
produktivitas yang berkelanjutan, serta (6) dan angka pengangguran bisa ditekan,
cara pandang dan solusi yang bersifat generik sehingga pada gilirannya angka kemiskinan
terhadap permasalahan kemiskinan yang ada dapat diturunkan.
tanpa memperhatikan kemajemukan yang ada.
Bentuk penanggulangan kemiskinan lainnya
Karena beragamnya sifat tantangan yang ada,
khususnya melalui program-program yang
maka penanganan persoalan kemiskinan harus
dapat menurunkan beban penduduk miskin
menyentuh dasar sumber dan akar persoalan
dalam jangka pendek yang seharusnya
yang sesungguhnya,baik langsung maupun tak
digalakkan oleh pemerintah daerah adalah
langsung (Bappenas, 2002). Dari penjelasan
melalui program yang meningkatkan
ini, penulis memberikan hipotesis terkait
aksesibilitas layanan pendidikan dan kesehatan
hubungan pertumbuhan ekonomi dengan
sehingga dalam jangka waktu pendek beban
kemiskinan bahwa:
biaya penduduk miskin menurun serta dampak
H1 : Pertumbuhan ekonomi berpenga- jangka panjangnya adalah meningkatnya
ruh positif dan signifikan produktivitas penduduk miskin sehingga
terhadap kemiskinan di Provinsi kualitas dan kapasitas sumber daya manusia
Sulawesi Selatan penduduk miskin meningkat (Agussalim, 2012).
Selain itu, pendidikan dan kesehatan yang
Artinya, pertumbuhan ekonomi yang
memadai akan meningkatkan produktivitas,
meningkat, bisa jadi tidak diiringi dengan
daya kerja dan output masyarakat sehingga
menurunnya tingkat kemiskinan. Yang ada
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan
adalah pertumbuhan ekonomi tersebut, dapat
terlepas dari jerat kemiskinan. Dari penjelasan
memicu tingkat kemiskinan karena tingkat
ini, penulis memberikan hipotesis terkait
kemiskinan mungkin saja dapat dipengaruhi
hubungan indeks kesehatan dan angka
oleh faktor-faktor lainnya yang lebih signifikan
partisipasi sekolah (pendidikan) dengan
dari pertumbuhan ekonomi itu sendiri.
kemiskinan bahwa:
Selanjutnya, di antara bentuk penanggulangan
H3 : Indeks Kesehatan berpengaruh
kemiskinan pada tingkat makro adalah
negatif dan signifikan terhadap
dengan menjadikan sektor yang memiliki
kemiskinan di Provinsi Sulawesi
elastisitas penyerapan tenaga kerja yang tinggi
Selatan
(misalnya, sektor pertanian, pertambangan,
industri pengolahan, dan perdagangan) lebih H4 : Angka Partisipasi Sekolah
dioptimalkan dalam penyerapan tenaga kerja (Pendidikan) berpengaruh
yang tinggi (Agussalim, 2012). Dari penjelasan negatif dan signifikan terhadap
ini, penulis memberikan hipotesis terkait kemiskinan di Provinsi Sulawesi
hubungan pengangguran dengan kemiskinan Selatan
bahwa: Artinya, jika indeks kesehatan dan tingkat
partisipasi masyarakat untuk mengenyam
H2 : Pengangguran berpengaruh
pendidikan di bangku sekolah meningkat,
positif dan signifikan terhadap
diharapkan tingkat kemiskinan di daerah
kemiskinan di Provinsi Sulawesi
dapat menurun.
Selatan
Terkait dengan belanja pemerintah, menurut
Artinya, jika pengangguran tidak dapat diatasi
World Bank (2006) dalam laporan Era Baru
dengan baik sehingga terus meningkat, maka

Volume 2, Nomor 1, Juni 2016: 1– 25 11

Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=2834756


JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA

dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia H6 : Pertumbuhan ekonomi regional,


bahwa disamping pertumbuhan ekonomi dan jumlah pengangguran, indeks
layanan sosial, dengan menentukan sasaran kesehatan, angka partisipasi
pengeluaran dan belanja untuk rakyat miskin, sekolah dan belanja daerah
pemerintah dapat membantu mereka dalam secara simultan (bersama-sama)
menghadapi kemiskinan (baik dari segi berpengaruh signifikan terhadap
pendapatan maupun non-pendapatan) dengan kemiskinan di Provinsi Sulawesi
beberapa hal. Pertama, pengeluaran atau Selatan.
belanja pemerintah dapat digunakan untuk
membantu mereka yang rentan terhadap
kemiskinan dari segi pendapatan melalui METODE PENELITIAN
suatu sistem perlindungan sosial modern yang
meningkatkan kemampuan mereka sendiri
untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi. Data, Sampel, Populasi dan Variabel
Kedua, pengeluaran atau belanja pemerintah Penelitian

D
dapat digunakan untuk memperbaiki ata yang digunakan dalam penelitian
indikator-indikator pembangunan manusia, ini adalah data kuantitatif. Dilihat
sehingga dapat mengatasi kemiskinan dari dari cara memperolehnya, data yang
aspek non-pendapatan. Dari penjelasan digunakan digolongkan sebagai data sekunder,
ini, penulis memberikan hipotesis terkait yaitu data yang diambil secara tidak langsung
hubungan belanja daerah dengan kemiskinan dari sumbernya, atau data yang diperoleh dari
bahwa: pihak lain. Data diperoleh dari publikasi data
H5 : Belanja Daerah berpengaruh statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi
negatif dan signifikan terhadap Sulawesi Selatan dan Direktorat Jenderal
kemiskinan di Provinsi Sulawesi Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian
Selatan Keuangan Republik Indonesia. Data-data
tersebut ditabulasikan ke dalam struktur
Artinya, belanja daerah yang besar diharapkan data panel yaitu gabungan antara data yang
dapat berimplikasi terhadap menurunnya berbentuk time series dan cross section
angka kemiskinan. dalam bentuk tahunan. Data time series yang
Terhadap seluruh variabel yang dimasukkan digunakan dimulai dari 2010 sampai 2014.
dalam model penelitian ini yaitu berupa Sedangkan data cross section-nya adalah
pertumbuhan ekonomi regional, jumlah kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan.
pengangguran, indeks kesehatan, angka Populasi penelitian ini adalah seluruh
partisipasi sekolah dan belanja daerah sebagai kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan.
variabel-variabel independen (bebas) dalam Sedangkan pemilihan sampel dari populasi
memberikan pengaruhnya secara simultan dilakukan dengan teknik purposive sampling,
(bersama-sama) terhadap angka kemiskinan, yaitu pemilihan sampel yang didasarkan pada
penulis memberikan hipotesis bahwa: kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan
adalah sebagai berikut:
1. Terdaftar pada laporan institusi terkait
(BPS dan DJPK) yang memuat data/
informasi yang terkait dengan penelitian
secara lengkap (inflasi dan pertumbuhan
ekonomi regional) dari tahun 2010 hingga
2014;

12

Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=2834756


ANALISIS DETERMINAN KEMISKINAN DI SULAWESI SELATAN
Azwar dan Achmat Subekan

2. Kabupaten/kota telah berdiri sebelum error yang normal, artinya nilai error
desentralisasi fiskal atau otonomi daerah terdistribusi secara simetris di sekitar
diberlakukan dan bukan merupakan mean (Ghazali, 2005).
kabupaten/kota hasil pemekaran pada
Dalam aplikasi Eviews, uji normalitas data
periode penelitian.
dapat diketahui dengan membandingkan
Berdasarkan pada kriteria pemilihan sampel nilai Jarque-Bera (JB) dan nilai Chi
di atas, maka kabupaten/kota yang memenuhi Square tabel. Uji Jarque-Bera (JB) dapat
kriteria dan dijadikan sampel dalam penelitian diperoleh dari histogram normality.
ini berjumlah 24 Kabupaten/Kota. Hipotesis dalam uji normalitas yang
digunakan dengan alpha (α) 5% adalah :
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah variabel kemiskinan sebagai variabel H0 : Data berdistribusi normal
dependen (terikat) dan variabel pertumbuhan
H1 : Data tidak berdistribusi normal
ekonomi regional, jumlah pengangguran,
indeks kesehatan, angka partisipasi sekolah Jika hasil dari Jarque-Bera (JB) hitung
dan belanja daerah sebagai variabel-variabel > Chi Square tabel, maka H0 ditolak. Jika
independen (bebas). Operasionalisasi masing- hasil dari Jarque-Bera (JB) hitung < Chi
masing variabel penelitian ditetapkan pada Square tabel, maka H0 diterima.
tabel 2.

2. Uji Heteroskedastisitas
Teknik analisis data
Uji heteroskedastisitas digunakan
Sesuai dengan tujuan penelitian yang akan untuk mengetahui ada atau tidaknya
dicapai, penelitian ini menggunakan analisis penyimpangan asumsi klasik
regresi data panel. Analisis data panel adalah heteroskedastisitas yaitu adanya
suatu metode regresi terhadap gabungan ketidaksamaan varian dari residual
dari data antarwaktu (timeseries) dan data untuk semua pengamatan pada model
antarindividu (cross section). regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi
dalam model regresi adalah tidak adanya
gejala heteroskedastisitas. Manurung
Uji normalitas dan asumsi klasik (2005) menjelaskan bahwa ada dua
Mengingat teknik analisis menggunakan cara untuk mendeteksi keberadaan
analisis regresi berganda, maka terhadap data heteroskedastisitas, yaitu metode informal
juga dilakukan uji normalitas dan asumsi klasik dan metode formal. Metode informal
untuk memperoleh hasil estimasi regresi yang biasanya dilakukan dengan melihat
memenuhi persyaratan BLUE (Best Linier grafik plot dari nilai prediksi variabel
Unbiased Estimator) yakni mempunyai sifat independen (ZPRED) dengan residualnya
linier, tidak bias, dan varian minimum. (SRESID). Variabel dinyatakan tidak
terjadi heteroskedastisitas jika tidak
1. Uji Normalitas
terdapat pola yang jelas dan titik-titik
Uji normalitas bertujuan untuk menguji menyebar di atas dan di bawah angka
apakah dalam model regresi panel nol pada sumbu Y. Metode formal untuk
variabel-variabelnya berdistribusi normal mendeksi keberadaan heteroskedastisitas
atau tidak. Model regresi yang baik antara lain dengan Park Test, Glejser
adalah memiliki distribusi data normal Test, Spearman’s Rank Correlation
atau mendekati normal. Hal ini dilakukan Test, Golfeld-Quandt Test, Breusch-
karena regresi mensyaratkan distribusi Pagan-Godfrey Test, White’s General

Volume 2, Nomor 1, Juni 2016: 1– 25 13

Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=2834756


JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA

Heteroscedasticity Test, dan Koenker- 3. Uji Multikolinearitas


Basset Test.
Multikolinearitas adalah kondisi
terdapatnya hubungan linier atau korelasi
yang tinggi antara masing-masing
variabel independen dalam model regresi.

Tabel 2. Definisi Operasional Variabel


Variabel Terikat Deskripsi
Berupa nilai Head Count Index (HCI) yang menunjukkan persentase pen-
duduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan (GK). Sumber data utama
yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS
Provinsi Sulawesi Selatan.
Rumus Penghitungan :

Tingkat Kemi- Dimana :


Kemiskinan
skinan di daerah i
(KM) α = 0
pada periode t
Z = garis kemiskinan

Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada


yi =
dibawah garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z

q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan

n = jumlah penduduk

Variabel Bebas Deskripsi Espektasi

Pertumbuhan Tingkat pertumbuhan Berupa nilai Produk Domestik Regional Bruto Per
Ekonomi Regional ekonomi kabupaten/kota i Kapita Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Kabupaten/
+
Kota, 2010-2014 (Miliyar Rupiah) [Seri 2010] pada
pada periode t
periode tertentu.
(PDRB)
Berupa jumlah penduduk usia kerja (15 tahun dan
Pengangguran Tingkat Pengangguran
lebih) yang tidak bekerja dan pengangguran pada ka- +
(PGR) Daerah i pada periode t
bupaten/kota pada periode tertentu.
Berupa nilai rasio indeks/tingkat kesehatan masyarakat
Indeks Kesehatan Nilai Indeks Kesehatan pada kabupaten/kota pada periode tertentu berdasar-
kabupaten/kota i pada peri- -
kan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS
(IK) ode t
Provinsi Sulawesi Selatan.

Berupa persentase jumlah total partisipasi murni seko-


Angka Parsipasi Jumlah partisipasi murni lah masyarakat pada seluruh jenjang pendidikan dasar
dan menengah (SD, SLTP dan SLTA) pada kabupaten/ -
Sekolah sekolah kabupaten/kota i
kota pada periode tertentu.
(SKL) pada periode t
Jumlah total belanja daerah Berupa jumlah belanja yang berasal dari Anggaran dan
Belanja Daerah kabupaten/kota i Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang terdiri dari
-
(BD) belanja langsung dan belanja tidak langsung (dalam
pada periode t milyaran rupiah).

Sumber: BPS dan DJPK

14

Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=2834756


ANALISIS DETERMINAN KEMISKINAN DI SULAWESI SELATAN
Azwar dan Achmat Subekan

Multikolinearitas biasanya terjadi ketika Menurut Winarno (2007), langkah–langkah


sebagian besar variabel yang digunakan pengujian pemilihan model data panel secara
saling terkait dalam suatu model regresi. ringkas adalah sebagai berikut :
Oleh karena itu masalah multikolinearitas
1. Estimasi dengan Fixed Effect
tidak terjadi pada regresi linier sederhana
yang hanya melibatkan satu variabel 2. Uji Chow (untuk menentukan model
independen. Persamaan regresi dikatakan yang digunakan apakah Common Effect
bebas dari multikolinearitas jika tingkat atau Fixed Effect). Jika Ho diterima (jika
korelasi antarvariabel independen kurang nilai Prob Cross Section F dan Chi Square
dari 0,95 (Ghazali, 2005). > dari 0,05), maka yang dipilih adalah
model Common Effect (selesai sampai
disini). Jika Ho ditolak (jika nilai Prob
Pengujian pemilihan model Cross Section F dan Chi Square < dari
0,05), maka yang dipilih adalah model
Setelah uji asumsi klasik untuk regresi
Fixed Effect (lanjut ke langkah 3).
berganda terpenuhi, maka untuk mengestimasi
parameter model dengan data panel, terdapat 3. Estimasi dengan Random Effect
beberapa teknik yang ditawarkan, yaitu :
4. Uji Hausman (untuk menentukan model
1. Model Common Effect yang digunakan apakah Fixed Effect
atau Random Effect). Jika Ho diterima
Teknik ini sama pada analisis data cross
(jika nilai probabilitas cross-section
section dan time series karena
random > dari 0,05), maka dipilih model
mengasumsikan bahwa koefisien
Random Effect. Jika Ho ditolak (jika nilai
intercept dan slopenya sama (konstan)
probabilitas cross-section random < dari
untuk setiap data cross section dan time
0,05), maka dipilih model Fixed Effect.
series. Dengan kata lain model ini
tidak memperhatikan dimensi individu Sesuai dengan variabel dan tujuan penelitian
dan waktu. Namun, untuk melakukan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
regresinya perlu menggabungkan dapat dirumuskan model empiris regresi data
data cross section dan time series yang panel sebagai berikut :
biasa disebut pool data.
2. Model Efek Tetap (Fixed Effect) KMit = α + β1PDRBit + β2PGRit + β3IKit
Teknik Model Efek Tetap (Fixed Effect) + β4SKLit + β5BDit
sudah memasukkan efek dimensi individu
dan waktu. Pada model ini efek dimensi
dimana :
individu dan waktu terletak pada intercept
dan slope pada model. Sehingga pada KMit = Kemiskinan
model ini menganggap bahwa yang sangat PDRBit = Pertumbuhan Ekonomi
mempengaruhi variabel dependen adalah PGRit = Pengangguran
slope dan intercept.
IKit = Indeks Kesehatan
3. Model Efek Random (Random Effect)
SKLit = Angka Partisipasi Sekolah
Teknik ketiga ini hampir sama dengan BDit = Belanja Daerah
Model Fixed Effect karena memasukkan
efek dimensi individu dan waktu. Namun
model ini beranggapan bahwa efek dimensi
tersebut terletak pada error dari model.

Volume 2, Nomor 1, Juni 2016: 1– 25 15

Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=2834756


JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA

Pengujian Hipotesis HASIL DAN PEMBAHASAN


Untuk menguji hipotesis penelitian, dilakukan
uji sebagai berikut :
Hasil Uji Normalitas dan Asumsi
1. Uji statistik t (Secara Parsial). Klasik
Menurut Ghazali (2005) uji statistik t
pada dasarnya menunjukkan seberapa
Uji Normalitas
jauh pengaruh satu variabel independen
secara individual dalam menerangkan Hasil uji normalitas data dengan menggunakan
variabel dependen. pendekatan Residual Test dan Histogram
Normality Test melalui aplikasi Eviews,
Pengujian dilakukan dengan menggunakan
diperoleh hasil seperti yang disajikan pada
signifikan level 0,05 (α=5%). Penerimaan
gambar 1.
atau penolakan hipotesis dilakukan
dengan kriteria: Gambar 1 menunjukkan nilai Jarque-Bera
(JB) hitung sebesar 4,95329. Sementara nilai
a. Jika nilai signifikan (Prob) > 0,05
Chi Square dengan melihat jumlah variabel
maka hipotesis ditolak (koefisien
independen yang kita pakai dalam hal ini 5
regresi tidak signifikan). Ini berarti
(lima) variabel independen (df=5) dengan
secara parsial variabel independen
nilai signifikan 0,05 atau 5%, diperoleh nilai
tidak mempunyai pengaruh secara
Chi Square tabel sebesar 11,070. Hal ini
signifikan terhadap variabel
berarti bahwa nilai Jarque-Bera (JB) hitung
dependen.
lebih besar dari nilai Chi Square (4,695329 <
b. Jika nilai signifikan (Prob) ≤ 0,05 11,070). Sehingga dapat disimpulkan bahwa
maka hipotesis diterima (koefisien data dalam penelitian ini telah berdistribusi
regresi signifikan). Ini berarti normal (H0 diterima).
secara parsial variabel independen
tersebut mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap variabel Hasil uji heteroskedastisitas
dependen. Hasil uji untuk mendeteksi keberadaan
heteroskedastisitas yang digunakan dalam
2. Uji Statistik F (Secara Simultan). penelitian ini adalah metode informal yaitu
Menurut Ghazali (2005) Uji statistik F pada dengan melihat grafik plot dari nilai prediksi
dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen (ZPRED) dengan
residualnya (SRESID). Grafik plot hasil uji
variabel bebas yang dimasukkan dalam
dapat dilihat pada gambar 2.
model mempunyai pengaruh signifikan
secara bersama-sama (simultan) terhadap Gambar 2 menunjukkan bahwa plot dari nilai
variabel terikat. Kriteria pengujian dimana prediksi variabel independen (ZPRED) dengan
Ha diterima apabila Prob (F-statistic) < α residualnya (SRESID) tidak terdapat pola
dan Ha ditolak apabila Prob(F-statistic) > yang jelas dan titik-titik menyebar di atas dan
α. Dalam hal ini α = 0,05. di bawah angka nol pada sumbu Y. Sehingga
dapat dikatakan bahwa tidak terdapat gejala
heteroskedastisitas.

Hasil uji multikolinearitas


Hasil pengujian korelasi antarvariabel
independen pada aplikasi Eviews untuk melihat

16

Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=2834756


ANALISIS DETERMINAN KEMISKINAN DI SULAWESI SELATAN
Azwar dan Achmat Subekan

12
Series: Standardized Residuals
Sample 2010 2014
10
Observations 120

8 Mean 1.54e-15
Median -0.464494
Maximum 8.394267
6
Minimum -5.620406
Std. Dev. 3.165122
4 Skewness 0.370016
Kurtosis 2.374365
2
Jarque-Bera 4.695329
Probability 0.095592
0
-6 -4 -2 0 2 4 6 8

Gambar 1. Hasil Uji Normalitas


Sumber: hasil olah data

adanya masalah atau gejala multikolinearitas, Kedua, hasil uji Chow dengan menggunakan
diperoleh tabel 3. Redundant Fixed Effects Tests untuk
menentukan model yang digunakan apakah
Berdasarkan tabel 3, diperoleh hasil
Common Effect atau Fixed Effect sebagaimana
bahwa seluruh nilai korelasi antarvariabel
tampak pada tabel 6.
independen dalam penelitian ini lebih kecil
dari 0,95. Sehingga dapat dinyatakan bahwa Dari tabel 4 diperoleh nilai Prob Cross Section
data dalam penelitian tidak terdapat gejala F dan Prob Chi Square masing-masing 0,0000
multikolinearitas. dan 0,0000 yang lebih kecil dari alpha 0,05,
sehingga kita menolak hipotesis nol (Ho
ditolak). Maka, berdasarkan hasil uji Chow,
Hasil Pengujian Pemilihan Model model yang terbaik (pemilahan) adalah model
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas dengan metode Fixed Effect.
bahwa pada analisis regresi data panel terdapat Ketiga, hasil estimasi Random Effect
beberapa langkah dalam pengujian pemilihan sebagaimana tampak pada tabel 7.
model. Berikut hasil pengujian dalam beberapa
Keempat, hasil uji Hausman dengan
tahapan tersebut.
menggunakan Correlated Random Effects -
Pertama, hasil estimasi Commont Effect dan Hausman Test untuk menentukan model yang
Fixed Effect sebagaimana tampak pada tabel 4 digunakan apakah Fixed Effect atau Random
dan tabel 5. Effect sebagaimana tampak pada dari tabel 8.

20

16

12 12

8 8

4 4

0 0

-4

-8
25 50 75 100

Residual Actual Fitted

Gambar 2. Hasil Uji Heteroskedastisitas


Sumber: hasil olah data

Volume 2, Nomor 1, Juni 2016: 1– 25 17

Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=2834756


JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA

Dari Tabel 8, diperoleh nilai Prob Cross-section yang memiliki elastisitas penyerapan tenaga
Random adalah 0,8719 yang lebih besar dari kerja yang rendah (misalnya, sektor lembaga
alpha 0,05, sehingga kita menerima hipotesis keuangan; hotel dan restoran; listrik, air bersih
nol (Ho diterima). Maka, berdasarkan hasil dan gas). Oleh karena itu, pertumbuhan inklusif
uji Hausman, model yang terbaik (pemilihan) (inclusive growth) ataupun pertumbuhan
adalah model dengan metode Random Effect. berkualitas (the quality of growth) ataupun
pertumbuhan yang berpihak kepada kaum
Setelah melalui pengujian asumsi normalitas
miskin (pro-poor growth), sebagai sebuah
dan asumsi klasik serta pemilihan model, maka
terminologi baru dalam wacana pembangunan
dapat diperoleh estimasi persamaan regresi
dewasa ini, perlu didorong dan diintensifkan di
data panel berdasakan metode Random Effect
Sulawesi Selatan, baik pada tingkatan rencana
sebagai berikut:
maupun pada tingkatan implementasi. Konsep
ini lebih mementingkan “dampak” ketimbang
KMit = 46,63 + 2,68PDRBit - 8,94PGRit – sekedar angka statistik. Pertumbuhan
0,43IKit – 0,004SKLit – 2,79BDit ekonomi dikatakan inklusif, berkualitas atau
berpihak kepada kaum miskin jika mampu
mengurangi angka kemiskinan, menurunkan
Berdasarkan persamaan regresi data angka pengangguran, memperbaiki distribusi
panel di atas, dapat dinyatakan bahwa pendapatan, mengangkat taraf hidup
pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif masyarakat kelas bawah, dan seterusnya.
terhadap kemiskinan. Nilai koefisien variabel
Hal menarik dari hasil ini adalah bahwa
pertumbuhan ekonomi sebesar 2,68, dimana
nilai koefisien regresi variabel pengangguran
tanda positif (+) menandakan adanya hubungan
bertanda negatif (-) sebesar 8,94. Hal ini berarti
positif, yang berarti jika pertumbuhan ekonomi
bahwa jika tingkat pengangguran meningkat,
naik sebesar 1 persen, maka kemiskinan
maka kemiskinan justru akan turun. Hal ini
akan naik sebesar 2,68 persen. Hasil ini
bisa dijelaskan bahwa peningkatan jumlah
sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh
pengangguran di kabupaten/kota Provinsi
Ravallion & Bidani (1996), Son & Kakwani
Sulawesi Selatan di satu sektor usaha justru
(2003), Todaro (2006), Bourguignon (2004)
diikuti oleh pengurangan kemiskinan di sektor
& Mankiw (2006) bahwa pada negara
usaha yang lain karena terjadinya pergesaran
berkembang seperti Indonesia, baik secara
distribusi pendapatan masyarakat antarsektor
nasional maupun pada tingkat daerah,
usaha. Perubahan struktur ekonomi pada
pertumbuhan ekonomi terkadang hanya
berbagai sektor usaha yang mengakibatkan
berasal dari sejumlah golongan masyarakat
perubahan distribusi pendapatan sektoral
sehingga manfaat dari pertumbuhan
tersebut akan mengakibatkan terjadinya
tidak bersifat inkulsif yang pada akhirnya
pergeseran daya beli dari pemilik faktor
menyebabkan kemiskinan dan ketimpangan
produksi yang sektor usahanya mengecil
pendapatan yang semakin parah (meningkat).
perannya ke pemilik faktor produksi yang
Pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada
tengah berkembang. Pengaruh negatif ini
variabel makro-ekonomi, terutama arus
menandakan bahwa di kabupaten/kota
penanaman modal dan peningkatan ekspor,
di Provinsi Sulawesi Selatan telah terjadi
memang seringkali tidak memiliki kaitan yang
pergeseran penyerapan tenaga kerja pada
kuat dengan pengentasan penduduk miskin.
berbagai sektor usaha, yaitu dari sektor
Kaitan tersebut menjadi semakin lemah, ketika
usaha yang memiliki elastisitas penyerapan
arus penanaman modal tersebut lebih banyak
tenaga kerja yang rendah (misalnya, sektor
bergerak pada usaha padat modal (misalnya,
lembaga keuangan, telekomunikasi, hotel dan
industri telekomunikasi) dan sektor-sektor

18

Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=2834756


ANALISIS DETERMINAN KEMISKINAN DI SULAWESI SELATAN
Azwar dan Achmat Subekan

Tabel 3. Hasil Uji Multikolinearitas

PDRB PGR IK SKL BD


PDRB 1 0.904 0.259 -0.010 0.85
PGR 0.904 1 0.239 -0.203 0.70
IK 0.259 0.239 1 0.083 0.126
SKL -0.0102 -0.203 0.083 1 0.141
BD 0.857 0.702 0.126 0.141 1
Sumber: hasil olah data

Tabel 4. Estimasi Commont Effect


Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 3,688,501 8,206,707 4,494,496 0.0000
PDRB -1.66E-05 6.96E-05 -0.238864 0.8116
PGR 2.23E-05 6.82E-05 0.326802 0.7444
IK -0.377773 0.099983 -3,778,358 0.0003
SKL 0.023159 0.019546 1,184,869 0.2385
BD -3.63E-06 2.01E-06 -1,806,279 0.0735
R-squared 0.236756 Mean dependent var 1,109,958
Adjusted R-squared 0.203280 S.D. dependent var 3,622,920
Sumber: hasil olah data

Tabel 5. Estimasi Fixed Effect


Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 7,263,215 5,831,000 1,245,621 0.2161
PDRB 2.72E-05 3.41E-05 0.798962 0.4264
PGR -2.94E-06 2.33E-05 -0.126371 0.8997
IK -0.792754 0.794255 -0.998111 0.3209
SKL -0.003910 0.008018 -0.487667 0.6270
BD -2.52E-06 1.00E-06 -2,520,865 0.0134
R-squared 0.972766 Mean dependent var 1,109,958
Adjusted R-squared 0.964387 S.D. dependent var 3,622,920
Sumber: hasil olah data

Tabel 6. Hasil Uji Chow

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 106,928,145 -23.91 0.0000


Cross-section Chi-square 399,975,040 23 0.0000
Sumber: hasil olah data

Volume 2, Nomor 1, Juni 2016: 1– 25 19

Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=2834756


JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA

Tabel 7. Estimasi Random Effect

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 4,663,852 1,609,896 2,896,989 0.0045


PDRB 2.68E-05 2.94E-05 0.911518 0.3639
PGR -8.94E-06 2.20E-05 -0.406207 0.6854
IK -0.439399 0.219096 -2,005,511 0.0473
SKL -0.004341 0.007262 -0.597790 0.5512
BD -2.79E-06 8.83E-07 -3,159,239 0.0020
R-squared 0.344095 Mean dependent var 0.962018
Adjusted R-squared 0.315327 S.D. dependent var 0.814710
Sumber: hasil olah data

Tabel 8. Hasil Uji Hausman


Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 1,832,117 5 0.8719
Sumber: hasil olah data

Tabel 9. Hasil Uji Statistik t


Variable t-Statistic Prob.
C 2,896,989 0.0045
PDRB 0.911518 0.3639
PGR -0.406207 0.6854
IK -2,005,511 0.0473
SKL -0.597790 0.5512
BD -3,159,239 0.0020
Sumber: hasil olah data

Tabel 10. Hasil Uji F


F-statistic Prob (F-statistic)
Weighted Statistics
1,196,114 0.000000
Sumber: hasil olah data

Tabel 11. Rekapitulasi Hasil Uji Data Penelitian Tabel 9. Rekapitulasi Hasil Uji Data Penelitian

Variabel Uji Tanda Signifikansi Hipotesis

PDRB + Tidak signifikan Ditolak


PGR - Tidak signifikan Ditolak
IK t-statistic - Signifikan Diterima
SKL - Tidak signifikan Ditolak
BD - Signifikan Diterima
Simultan F-statistic + Signifikan Diterima
Sumber: hasil olah data

20

Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=2834756


ANALISIS DETERMINAN KEMISKINAN DI SULAWESI SELATAN
Azwar dan Achmat Subekan

restoran) ke sektor yang memiliki elastisitas pembuktian ini, maka H1 penelitian


penyerapan tenaga kerja yang tinggi (misalnya, ini ditolak;
sektor pertanian, pertambangan, industri b. Variabel pengangguran (PGR)
pengolahan, dan perdagangan). Sehingga memiliki pengaruh negatif yang
nampaknya ketika di satu sisi yaitu sektor tidak signifikan terhadap variabel
usaha dengan elastisitas penyerapan rendah kemiskinan (KM). Dengan pembuktian
terdapat peningkatan pengangguran, di ini, maka H2 penelitian ini ditolak;
sisi lain yaitu di sektor usaha yang memiliki c. Variabel indeks kesehatan (IK) memiliki
elastisitas penyerapan tenaga kerja yang pengaruh negatif yang signifikan
tinggi justru mengalami penurunan tingkat terhadap variabel kemiskinan (KM).
Dengan pembuktian ini, maka H3
pengangguran, sehingga mampu menaikkan
penelitian ini diterima;
taraf hidup masyarakat di sektor-sektor
tersebut. Hal ini dapat dipahami karena sektor d. Variabel angka parsipasi sekolah (SKL)
memiliki pengaruh negatif yang
usaha di bidang pertanian, pertambangan,
tidak signifikan terhadap variabel
industri pengolahan, dan perdagangan masih kemiskinan (KM). Dengan pembuktian
menjadi primadona di sebagian besar wilayah ini, maka H4 penelitian ini ditolak;
kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan.
e. Variabel belanja daerah (BD) memiliki
Indeks kesehatan, angka partisipasi sekolah pengaruh negatif yang signifikan
dan belanja daerah juga berpengaruh negatif terhadap variabel kemiskinan (KM).
terhadap kemiskinan. Nilai koefisien variabel- Dengan pembuktian ini, maka H5
penelitian ini diterima;
variabel tersebut dengan tanda negatif (-)
menunjukkan bahwa jika pengangguran,
indeks kesehatan, angka partisipasi sekolah 2. Uji Statistik F (Secara Simultan).
dan belanja daerah naik sebesar 1 persen, Berdasarkan hasil uji F-statistic estimasi
maka kemiskinan akan turun karena pengaruh model Random Effect pada tabel 10
variabel-variabel tersebut masing-masing diperoleh nilai Prob (F-statistic) sebesar
sebesar 8,94 persen, 0,43 persen, 0,004 0,0000 yang lebih kecil dari alpha 0,05.
Hal ini berarti bahwa semua variabel bebas
persen dan 2,79 persen. Hasil ini mendukung
yang dimasukkan dalam model mempunyai
pernyataan dan hasil riset yang dilakukan oleh
pengaruh signifikan secara bersama-
Arsyad (1999), Criswardani (2005), Todaro sama (simultan) terhadap variabel
( 2006) & Hermanto dan Dwi (2007). terikat. Dengan pembuktian ini, maka H6
penelitian ini diterima.

Hasil Pengujian Hipotesis Secara ringkas rekapitulasi hasil uji data


penelitian dapat digambarkan sebagaimana
1. Uji Statistik t (Secara Parsial).
tabel 11.
Berdasarkan hasil uji t-statistic estimasi
model Random Effect pada Tabel 9,
diperoleh nilai Prob (t-statistic) masing- KESIMPULAN DAN
masing variabel bebas yaitu PDRB, PGR, REKOMENDASI KEBIJAKAN
IK, SKL dan BD sebesar 0,3639 (> 0,05),

B
0,6854 (> 0,05), 0,0473 ( < 0,05), 0,5512
( > 0,50) dan 0,0020 (< 0,05). Hal ini erdasarkan hasil analisis, penelitian
menunjukkan bahwa secara parsial : ini memberikan kesimpulan sebagai
a. Variabel pertumbuhan ekonomi berikut:
(PDRB) memiliki pengaruh positif 1. Pertumbuhan ekonomi regional di
yang tidak signifikan terhadap kabupaten/kota Provinsi Sulawesi Selatan
variabel kemiskinan (KM). Dengan
dimana dalam penelitian ini diwakili oleh

Volume 2, Nomor 1, Juni 2016: 1– 25 21

Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=2834756


JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA

Produk Domestik Regional Bruto Per dengan partisipasi masyarakat dalam


Kapita Atas Dasar Harga Berlaku terbukti mengenyam pendidikan itu meningkat,
memiliki pengaruh positif terhadap angka maka angka kemiskinan akan menurun;
kemiskinan di Provinsi Sulawesi Selatan,
5. Belanja Daerah pemerintah kabupaten/
meskipun dengan tingkat pengaruh yang
kota Provinsi Sulawesi Selatan terbukti
tidak signifikan. Hal ini berarti bahwa
memiliki pengaruh negatif terhadap angka
pertumbuhan ekonomi yang ada sejatinya
kemiskinan di Provinsi Sulawesi Selatan,
belum mampu menurunkan angka
dengan tingkat pengaruh yang signifikan.
kemiskinan. Hal ini karena pertumbuhan
Hal ini berarti bahwa belanja daerah
ekonomi belum menyebar merata pada
pemerintah yang selama ini (paling tidak
seluruh lapisan masyarakat;
dalam lima tahun terakhir) memiliki
2. Jumlah pengangguran di kabupaten/ kecenderungan secara umum terus
kota Provinsi Sulawesi Selatan terbukti meningkat telah mampu memberikan
memiliki pengaruh negatif terhadap angka dampak terhadap penurunan angka
kemiskinan di Provinsi Sulawesi Selatan, kemiskinan secara nyata (signifikan);
meskipun dengan tingkat pengaruh yang
6. Seluruh variabel dalam model penelitian
tidak signifikan. Hal ini berarti bahwa
berupa pertumbuhan ekonomi regional,
peningkatan jumlah pengangguran di
jumlah pengangguran, indeks kesehatan,
kabupaten/kota Provinsi Sulawesi Selatan
angka partisipasi sekolah dan belanja
di satu sektor usaha, justru diikuti oleh
daerah secara simultan (bersama-
pengurangan kemiskinan di sektor usaha
sama) berpengaruh signifikan terhadap
yang lain karena terjadinya pergesaran
kemiskinan di Provinsi Sulawesi Selatan;
distribusi pendapatan masyarakat sektor
usaha padat karya; 7. Beberapa rekomendasi yang dapat diajukan
sebagai implikasi dari pembuktian empiris
3. Indeks Kesehatan masyarakat di
penelitian dalam rangka untuk menekan
kabupaten/kota Provinsi Sulawesi Selatan
laju pertumbuhan tingkat kemiskinan di
terbukti memiliki pengaruh negatif
Provinsi Sulawesi Selatan yaitu:
terhadap angka kemiskinan di Provinsi
Sulawesi Selatan, dengan tingkat pengaruh a. Pemerintah kabupaten/kota di
yang signifikan. Hal ini berarti bahwa Provinsi Sulawesi Selatan harus
ketika kondisi kesehatan masyarakat mampu menciptakan pertumbuhan
itu meningkat maka produktivitas, daya ekonomi yang berkualitas atau yang
kerja dan output masyarakat juga akan bersifat inklusif. Upaya yang dapat
meningkat sehingga dapat memenuhi dilakukan pemerintah salah satunya
kebutuhan hidupnya dan terlepas dari adalah dengan menjadikan sektor-
jerat kemiskinan, yang pada akhirnya akan sektor yang intensif labor atau padat
menurunkan angka kemiskinan; karya sebagai leading sektor sehingga
mampu menyerap tenaga kerja yang
4. Angka Partisipasi Sekolah masyarakat di
terus-menerus tumbuh, sehingga
kabupaten/kota Provinsi Sulawesi Selatan
tujuan pertumbuhan ekonomi dalam
terbukti memiliki pengaruh negatif
rangka penggulangan kemiskinan
terhadap angka kemiskinan di Provinsi
dapat tercapai;
Sulawesi Selatan, meskipun dengan tingkat
pengaruh yang tidak signifikan. Hal ini b. Dalam upaya mengurangi jumlah
berarti bahwa ketika pembangunan modal kemiskinan di Sulawesi Selatan, pada
manusia (human capital) yang diwujudkan tingkatan mikro, program-program
yang diarahkan untuk menekan beban

22

Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=2834756


ANALISIS DETERMINAN KEMISKINAN DI SULAWESI SELATAN
Azwar dan Achmat Subekan

pengeluaran penduduk miskin di satu yang tidak tepat sasaran dapat


sisi, dan meningkatkan produktivitas diminimalisir sehingga pengeluaran
penduduk miskin di sisi lain, harus atau belanja pemerintah dapat terus
terus diintensifkan. Program layanan berjalan efektif dan efisien dalam upaya
pendidikan dan kesehatan untuk rumah pengurangan kemiskinan, sehubungan
tangga miskin perlu terus dilanjutkan dengan pembuktian empiris penelitian
dengan memperluas jangkauan dan ini yang memang menunjukkan
meningkatkan aksesibilitas. Program pengaruh belaja daerah yang
semacam ini, disamping dapat menekan signifikan terhadap penurunan tingkat
beban pengeluaran penduduk miskin kemiskinan. Bentuk pengawasan
dalam jangka pendek, juga dapat tersebut dapat dilakukan misalnya
memperbaiki kapasitas dan kapabilitas dengan melakukan audit kinerja atas
sumber daya manusia penduduk belanja sosial bantuan rumah, belanja
miskin dalam jangka panjang. untuk pendidikan dan kesehatan gratis
Menyertai usaha tersebut, program- di setiap kabupaten/kota di Sulawesi
program yang diarahkan untuk Selatan, belanja program Getarbangdes
mendorong peningkatan produktivitas yang dicanangkan oleh Gubernur
penduduk miskin juga harus terus Sulawesi Selatan, dan lainnya. Audit
diupayakan dan ditingkatkan intensitas kinerja untuk kesejahteraan ini penting
dan jangkauannya, misalnya melalui untuk dilakukan untuk menilai dan
pemberian kredit mikro, program mengevaluasi pertanggungjawaban
padat karya perdesaan, pelatihan keuangan dan kinerja atau pemanfaatan
keterampilan, dan sebagainya; anggaran daerah pada setiap
kabupaten/kota di Sulawesi Selatan,
c. Mengingat bahwa pendanaan program
khususnya pada belanja yang terkait
penanggulangan kemiskinan melalui
dengan pengentasan kemiskinan.
belanja atau pengeluaran daerah di
Provinsi Sulawesi Selatan bersumber
dari APBN, APBD dan sumber
pendanaan lain yang tidak mengikat DAFTAR PUSTAKA
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan (sesuai Pasal Adams, R. (2004). Economic Growth,
22, Peraturan Presiden Nomor 15 Inequality and Poverty: Estimating the
Tahun 2010 tentang Penanggulangan Growth Elasticity of Poverty. World
Kemiskinan), maka demi tercapainya Development, 32(12), The World Bank.
tujuan program penanggulangan Washington DC.
kemiskinan diperlukan pengawasan Agussalim. (2012). Memaknai Angka
dari berbagai pihak, salah satunya dari Kemiskinan Sulawesi Selatan. Makassar:
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Nala Cipta Litera dan PSKMP UNHAS.
Perlunya peningkatan pengawasan Alawi, N. (2006). Pengaruh Anggaran Belanja
keuangan terkait pengeluaran atau Pembangunan Daerah Terhadap
belanja pemerintah kabupaten/kota Kemiskinan Studi Kasus: Kab/Kota di
tersebut agar masalah-masalah dalam Jawa Tengah tahun 2002-2004. Thesis.
Universitas Indonesia.
program seperti kebocoran (korupsi),
pemborosan dan penyimpangan Arsyad, L. (1999). Ekonomi Pembangunan.
pengalokasian anggaran serta Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE
YKPN.
pengeluaran atau belanja pemerintah

Volume 2, Nomor 1, Juni 2016: 1– 25 23

Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=2834756


JURNAL TATA KELOLA & AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA

Bappenas. (2002). Kebijakan dan Strategi International Monetary Fund. (2015). World
Penanggulangan Kemiskinan Economic Outlook. April 2015.
Perkotaan: Sebuah Gagasan. Jakarta:
Mankiw, N. G. (2006). Macroeconomics. Fifth
Bappenas.
Edition. Worth Publisher, New York.
Bourguignon, F. (2004). Poverty-Growth- R. Nurkse, 1953, Problems of Capital
Inequality Triangle, Paper was presented Formation in Underdeveloped Countries.
at the Indian Council for Research on Oxford Basis Blackwell.
International Economic Relations, New
Manurung, J. J., dkk. (2005). Ekonometrika.
Delhi, on February 4, 2004.
Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Elex
BPS. (2014). Data Pertumbuhan Ekonomi Media Computindo.
Regional Bruto Menurut Kabupaten/
Myrdal, G. (2000). Obyektivitas Penelitian
Kota Provinsi Sulawesi Selatan Tahun
Sosial. Jakarta: LP3ES.
2010-2014.
Octaviani, D. (2001). Inflasi, Pengangguran,
Chambers. (1998). Pembangunan Desa Mulai
dan Kemiskinan di Indonesia: Analisis
Dari Belakang. Jakarta: LP3ES.
Indeks Forrester Greer & Horbecke.
Chriswardani, S. (2005). Memahami Media Ekonomi, 7(8), 100-118.
Kemiskinan Secara Multidimensional.
Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010
Jakarta: LP3ES.
tentang Penanggulangan Kemiskinan.
DJPK. (2014). Laporan Realisasi Anggaran
Puspita, D. W. (2015). Analisis Determinan
Belanja Daerah Tahun 2010-2014.
Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah.
Kementerian Keuangan Republik
Journal Of Economics And Policy
Indonesia.
(Jejak), 8(1) , 1-88.
Ghazali, I. (2005). Aplikasi Analisis
Ramadhan, M. N. (2014). Analisis Determinan
Multivariate dengan Program SPSS,
Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten/
Edisi Ketiga. Semarang: Badan Penerbit
Kota di Provinsi Sulawesi Tengah
Universitas Diponegoro.
Tahun 2009-2012. Jurusan Ilmu
Hasan., & Quibria. (2002). Poverty and Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
Patterns of Growth. ERD Working Universitas Hasanuddin Makassar.
Paper No.18. Economic and Research
Ravallion, M., & Bidani, B. (1996). How
Department. Asian Development Bank.
Robust is Poverty Profile?, World Bank
Hasibuan, M. S. P. (2005). Manajemen Sumber Economic Review, 8, 75-102.
Daya Manusia, Edisi Revisi. Jakarta:
Ravallion, M. (2001). Growth, Inequality, and
Bumi Aksara.
Poverty: Looking Beyond Averages.
Hermanto., & Dwi. (2007), Dampak World Bank.
Pertumbuhan Ekonomi terhadap
Saubani, A. (2015). 806.350 Rakyat Miskin
penurunan Jumlah Penduduk Miskin.
Tinggal di Sulsel. Republika Online
Paper Ekonomi, Jakarta.
20 Mei 2015 diakses dari http://www.
Hudaya, D. (2009). Faktor-Faktor yang epaper.republika.co.id/berita/koran/
Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di politik-koran/15/05/20/nomr4622-
Indonesia. Departemen Ilmu Ekonomi 806350-rakyat-miskin-tinggal-di-sulsel.
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Siregar., & Wahyuniarti. (2007). Pengaruh
Institut Pertanian Bogor.
pertumbuhan ekonomi dan faktor lain
Hureirah, A. (2005). Strategi terhadap kemiskinan di Indonesia tahun
Penanggulangan Kemiskinan. Ilmu 1998-2006.
Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu
Son & Kakwani. (2003). Pro-poor Growth:
Sosial dan Ilmu Politik UNPAS-LSM
Concepts and Measurement with Country
Mata Air (Masyarakat Cinta Tanah Air)
Case Studies. The Pakistan Development
Bandung.
Review, 42(4), Part 1, 417-444.

24

Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=2834756


ANALISIS DETERMINAN KEMISKINAN DI SULAWESI SELATAN
Azwar dan Achmat Subekan

Sukirno, S. (2004). Makroekonomi : Teori


Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Tambunan, T. H. (2001). Perekonomian
Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Todaro, M. P. (2006). Pembangunan Ekonomi
Di Dunia Ketiga. Edisi Keempat Jilid 1.
Jakarta: Erlangga.
Winarno, W. W. (2007). Analisis
Ekonometrika dan Statistika Dengan
Eviews. Yogyakarta: UPP STIM YPKN
Yogyakarta.
World Bank. (2002). Introduction to Poverty
Analysis atau Dasar-dasar Analisis
Kemiskinan. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
World Bank. (2006). Era Baru dalam
Pengentasan Kemiskinan di Indonesia.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Volume 2, Nomor 1, Juni 2016: 1– 25 25

Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=2834756


Halaman ini sengaja dibiarkan kosong

26

Electronic copy available at: https://ssrn.com/abstract=2834756

Anda mungkin juga menyukai