PENDAHULUAN
ekonomi baik antara golongan maupun antar wilayah menjadi persoalan mendasar
yang selalu dibahas dan harus diperhatikan oleh pemerintah pusat maupun daerah.
daerah, akan tetapi hasil dari penurunan tingkat kemiskinan masih jauh dari
harapan.
akar permasalahan dari kemiskinan itu sendiri. Ada beberapa program dari
1
2
Keluarga Harapan (PKH), Beras Sejahtera (Rastra), Bantuan Pangan Non Tunai
hal ini disebabkan oleh program pengentasan kemiskinan yang dijalankan oleh
Tabel 1.1
Persentase Penduduk Miskin Indonesia
Persentase
No Tahun Penduduk Miskin
(Persentase)
1 2007 16,58
2 2008 15,42
3 2009 14,15
4 2010 13,33
5 2011 12,49
6 2012 11,81
7 2013 11,41
8 2014 11,11
9 2015 11,18
10 2016 10,78
11 2017 10,38
12 2018 9,74
Sumber: (BPS, 2019)
Indonesia selama tahun 2007-2018 hanya 9,30% saja. Jika dilihat dari persentase
tahunannya, terjadi sedikit kenaikan angka kemiskinan pada tahun 2015 jika
terlahir dan juga dengan lahirnya manusia yang berkualitas maka dapat
sebagai factor terpenting yang dapat membuat seseorang keluar dari kemiskinan.
yang meraka capai. Hauser (2017) menganggap kemiskinan tercipta dari tidak
pendidikan dan pekerjaan yang ditekuni. Hal ini disebabkan oleh tingginya jumlah
penduduk yang masuk ke pasar kerja sehingga memaksa pencari kerja untuk
belakang pendidikan.
dilakukan oleh Sanusi et al., (2014) dalam penelitiannya yang berjudul analisis
Tahun 2001-2010, dari hasil kajian tersebut didapatkan bahwa tenaga kerja
tenaga kerja maka tingkat kemiskinan di Provinsi Sulawesi Utara akan semakin
menurun.
5
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
2) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebagai salah satu sumber rujukan
dan bisa memberikan wawasan dan kesabaran dalam mencari data yang
dibutuhkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Kemiskinan
kebutuhan akan pangan, akan tetapi juga tercukupinya kebutuhan akan kesehatan
salah satu dari standar hidup atau standar kesejahteraan masyarakat di suatu
memiliki pendapatan jauh lebih rendah dari rata-rata pendapatan sehingga tidak
7
8
ini tidak hanya sekedar bentuk ketidakmampuan pendapatan, akan tetapi telah
2005).
yang diakibatkan adanya dampak negatif dari pertumbuhan ekonomi yang tidak
kemiskinan adalah sebagai standar hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat
lemahnya nilai tukar hasil produksi orang miskin dan terbatasnya kesempatan
kemiskinan diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan atau
dimensi ekonomi untuk kemiskinan memiliki dua aspek, yaitu aspek pendapatan
dan aspek konsumsi atau pengeluaran. Aspek pendapatan yang dapat dijadikan
aspek konsumsi yang dapat digunakan sebagai indikator kemiskinan adalah garis
kemiskinan.
masyarakat di suatu daerah selama kurun waktu 1 tahun. Besarnya pendapatan per
kapita (income per capita) dihitung dari besarnya output dibagi oleh jumlah
penduduk di suatu daerah untuk kurun waktu 1 tahun (Todaro, 2010). Indikator
Pendapatan per kapita dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut
(Todaro, 2010):
Y1
Y per kapita=
Pop 1
Keterangan:
2) Garis Kemiskinan
Berdasarkan definisi dari BPS, garis kemiskinan dapat diartikan sebagai batas
di suatu daerah. Konsumsi yang dimaksudkan dalam garis kemiskinan ini meliputi
(Suryawati, 2005).
perekonomian merupakan salah satu pihak yang memiliki peran sentral dalam
dan pemenuhan sarana maupun pra sarana fisik. Kedua bentuk pelaksanaan dalam
12
APBN ini disebut juga investasi pemerintah untuk sumber daya manusia dan
standar kesehatan yang ideal/layak baik dalam bentuk gizi maupun pelayanan
kesehatan yang memadai. Dampak dari kondisi seperti ini adalah tingginya resiko
terhadap kondisi kekurangan gizi dan kerentanan atau resiko terserang penyakit
akan menyebabkan resiko kematian yang tinggi. Indikator pelayanan air bersih
atau air minum merupakan salah satu persyaratan terpenuhinya standar hidup
yang ideal di suatu daerah. Ketersediaan air bersih akan mendukung masyarakat
dan peminggiran proses pembangunan; (3) Kemiskinan sosial yang dialami oleh
dan (4) Kemiskinan karena faktor-faktor eksternal seperti konflik, bencana alam,
dua aspek, yaitu aspek pendapatan dan aspek konsumsi atau pengeluaran. Aspek
miskin adalah pendapatan per kapita, sedangkan untuk aspek konsumsi yang dapat
kemiskinan.
1. Kemiskinan (Proper).
2. Ketidakberdayaan (Powerless)
4. Ketergantungan (Dependency)
5. Keterasingan (Isolation)
tidak mendapatkan akses air bersih, dan jumlah penduduk yang tidak
satunya adalah adanya tambahan alokasi dana dari pemerintah pusat yang
berupa (1) tidak memiliki faktor produksi sendiri (2) tingkat pendidikan yang
relatif rendah (3) bekerja dalam lingkup kecil dan modal kecil (4) berada di
2.1.2 Pendidikan
Tentang Sistem Pendidikan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujutkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat berilmu,
cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
yang dapat mendukung proses produksi dan aktivitas ekonomi lainnya. Dalam
konteks ini, pendidikan dianggap sebagai alat untuk mencapai target yang
sehingga peluang untuk meningkatkan kualitas hidup di masa depan akan lebih
baik.
pendekatan modal manusia. Modal manusia (human capital) adalah istilah yang
sering digunakan oleh para ekonom untuk pendidikan, kesehatan, dan kapasitas
manusia yang lain yang dapat meningkatkan produktivitas jika hal-hal tersebut
ditingkatkan.
penduduk usia 7-12 tahun belum sama sekali menikmati pendidikan, tetapi
17
3) Angka Melek Huruf Salah satu variabel yang dapat dijadikan ukuran
pembangunan.
sehingga mempengaruhi ketersediaan tenaga kerja disuatu daerah. Ada dua faktor
tenaga kerja untuk melakukan tugas (pekerjaan) atau suatu keadaan yang
Penyerapan tenaga kerja adalah banyaknya lapangan kerja yang suda terisi
yang tercermin dari banyaknya jumlah penduduk bekerja. Penduduk yang bekerja
bekerja disebabkan oleh adanya permintaan akan tenaga kerja. Oleh karena itu,
20
(Kuncoro, 2013).
tiap sektor mengalami pertumbuhan yang berbeda demikian juga tiap sektor
sektor.
(Kuncoro, 2013).
terserap pada suatu sektor dalam waktu tertentu. Penyerapan tenaga kerja
transformasi dari input atau masukan (faktor produksi) ke dalam output atau
rendah upah tenaga kerja maka semakin banyak permintaan tenaga kerja tersebut.
Apabila upah yang diminta besar, maka pengusaha akan mencari tenaga kerja lain
yang upahnya lebih rendah dari yang pertama. Hal ini karena dipengaruhi oleh
banyak faktor, yang di antaranya adalah besarnya jumlah angkatan kerja yang
masuk ke dalam pasar tenaga kerja, upah dan skill yang dimiliki oleh tenaga kerja
tersebut.
21
menjadi tiga, Adapun indikator dari penyerapan tenaga kerja adalah sebagai
berikut:
terhadap penyerapan tenaga kerja. Karena apabila tingkat upah naik maka
perusahaan akan lebih memilih untuk tidak menambah jumlah tenaga kerja
Banyaknya peluang atau penyerapan tenaga kerja diantara dapat dilihat dari
maka semakin banyak juga tenaga kerja yang terserap. Karena kesejahteraan
adanya kegiatan produksi maka terjadi penyerapan tenaga kerja yang cukup
oleh perusahaan atau instansi tertentu. Biasanya permintaan akan tenaga kerja ini
perusahaan. Apabila digunakan asumsi bahwa tingkat upah naik maka akan
skala produksi yang disebut dengan efek skala produksi atau Scale Efect
Product.
b. Apabila upah naik (asumsi harga dari barang-barang modal lainnya tidak
modal sepeti mesin dan lain-lain. Penurunan jumlah tenaga kerja yang
mesin-mesin ini disebut efek subsitusi atau substitution effect. Baik efek
bergeser ke kanan.
dan tentunya mengakibatkan pula harga jual per unit barang akan turun.
permintaan tenaga kerja kearah kanan karena pengaruh skala efek atau
subsitusi efek.
24
perusahaan terdiri dari dua komponen yaitu efisiensi teknis (technical efficiency)
input dengan proporsi optimal pada tingkat harga input tertentu. Gabungan dari
antara input dan output, walaupun dalam kenyataannya tidak ada fungsi yang
diasumsikan tidak adanya hubungan antara input dan output secara fungsional.
sedehana yaitu semua DMU yang berada pada atau di bawah batas efisiensi. DEA
mengukur efisiensi relatif dari DMU homogen dalam penerapannya yaitu multiple
DMU yang tidak efisien, sumber dan level ketidakefisienan untuk setiap input dan
dan bagaimana sebuah DMU dapat memperbaiki hasilnya untuk menjadi efisien.
sejumlah xji input untuk menghasilkan sejumlah yji output. Diasumsikan bahwa
input xji dan output yji adalah non-negatif, dan tiap DMU memiliki setidaknya
satu input positif dan nilai output. Produktifitas DMU dapat dituliskan sebagai
berikut:
δ
∑ ur y rj
h j= r =1
m
∑ v i xij
i=1
optimal menetapkan bobot pada kendala berikut. Bobot untuk setiap DMU
ditetapkan subyek pada kendala dimana tidak ada DMU yang memiliki efisiensi
lebih besar dari 1 jika DMU menggunakan bobot yang sama dan efisiensi DMU
26
akan memiliki nilai rasio 1. Fungsi objektif DMU k adalah rasio dari total output
∑ ur y r 0
max h 0 (u , v )= r=1
m
∑ vi xi 0
i =1
Keterangan
δ
∑ ur y r 0
r =1
m ≤ 1, j =1,2,…….,n
∑ v i xi 0
i=1
ur ≥ 0, r = 1, 2, . . . , s,
vi ≥ 0, i = 1, 2, . . . , m,
Dimana ho adalah efisiensi teknis dari DMUo, ur dan vi adalah bobot untuk
dioptimalkan, yrj adalah jumlah dari output ke r untuk DMU ke j, xij adalah
Kelurahan Kemijen Kota Semarang". Hasil dalam penelitian ini merupakan kajian
belum mampu mengambil peran yaitu dalam membuat keputusan atau pilihan
Kempling di Kelurahan Kemijen cukup efektif yaitu 63% dari masyarakat miskin
Kempling.
Kemiskinan Melalui KJKS BMT (Studi Pada Kota Padang)". Berdasarkan hasil
BMT yang berupa dampak dari program sangat baik. Pertama Perkembangan
sebesar 100%.
ini yaitu: penyaluran dana ADD belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
28
Bila dilihat dari jumlah yang disalurkan hingga tahun 2012 belum satu pun yang
memenuhi ketentuan yang berlaku (minimal 10% dari dana bagi hasil ditambah
dilihat dari nilai skor yang menunjukkan angka perubahan kondisi pemberdayaan
masyarakat di Kabupaten Sragen sebanyak 1,28 dari 2,63 menjadi 3,91 dan
sebesar 93,31%. Dari nilai ini dapat disimpulkan bahwa untuk Pemberdayaan
pengentasan kemiskinan yang dinilai masih belum dapat berjalan dengan baik.
jawaban sementara terhadap masalah yang akan diteliti, maka disajikan diagram
Pendidikan
Tingkat
Kemiskinan
Tenaga Kerja
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
2.4 Hipotesis
penelitian yang disusun berdasarkan pada teori yang terkait, dimana suatu
30
efisiensi.
sudah efisiensi.
BAB III
METODE PENELITIAN
Objek penelitian ini antara lain, output: tingkat pendidikan dan penyerapan
Indonesia dengan mengakses data dari BPS Indonesia hal ini disebabkan luasnya
Data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder, data sekunder yang
digunakan berupa data tingkat pendidikan, penyerapan tenaga kerja dan tingkat
kemiskinan tahun 2018 yang bersumber dari BPS. Dalam penelitian ini jumlah
1. Variabel Input
Tingkat kemiskinan
31
32
2. Variabel Output
1) Tingkat Pendidikan
barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
adalah persen.
Dalam penelitian ini metode analisis data yang digunakan untuk tingkat
Envilopment Analysis) sangat tepat untuk digunakan dengan tujuan untuk melihat
model yang sering digunakan, yaitu Constant Return to Scale (CRS) dan Variable
Return to Scale (VRS) Model DEA ini berorientasi pada input berdasarkan asumsi
constant return to scale sehingga dikenal dengan model CCR. Dalam model
constant return to scale setiap Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) atau Decision
Making Unit (DMU) akan dibandingkan dengan seluruh DMU yang ada di sampel
dengan asumsi bahwa kondisi internal dan eksternal DMU adalah sama. Kritik
terhadap asumsi ini adalah bahwa asumsi constant return to scale hanya sesuai
untuk kondisi dimana seluruh DMU beroperasi pada skala optimal. Namun, dalam
33
yang sama dan menghasilkan output yang sama pula tetapi kondisi internal dan
beroperasi pada skala optimal. Menurut Charnes, Cooper, dan Rhodes model ini
dapat menunjukkan technical efficiency secara keseluruhan atau nilai dari profit
efficiency untuk setiap DMU. Untuk itu penentuan DMU dalam penelitian ini
adalah setiap provinsi yang ada di indoneusa yang berjumlah 34 unit DMU.
fraksional yang bisa mencakup banyak output dan input tanpa perlu menentukan
bobot untuk tiap variabel sebelumnya, tanpa perlu penjelasan eksplisit mengenai
hubungan fungsional antara input dan output (tidak seperti regresi). DEA
menghitung ukuran efisiensi secara skalar dan menentukan level input dan output
efisiensi berupa: jumlah produksi, pendapatan, bahan baku, upah dan modal, bisa
Metode DEA ini diciptakan sebagai alat evaluasi kinerja suatu aktivitas di
sebuah unit entitas (organisasi) yang selanjutnya disebut DMU (Decision Making
efisiensi atau produktivitas yang bisa dinyatakan secara parsial (misalnya: output
perjam kerja ataupun output perpekerja, dengan output adalah penjualan, profit
dsb) ataupun secara total (melibatkan semua output dan input suatu entitas ke
dalam pengukuran) yang dapat membantu menunjukkan faktor input (output) apa
input). Hanya saja perluasan pengukuran produktivitas dari parsial ke total akan
membawa kesulitan dalam memilih input dan output apa yang harus disertakan
linear programming sebagai dasar. Langkah kerja penelitian dengan metode DEA
ini meliputi:
1. Identifikasi DMU atau unit yang akan diobservasi beserta input dan output
pembentuknya.
2. Menghitung efisiensi tiap DMU untuk mendapakan target input dan output
Model CRS dikembangkan oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes pada tahun
1978, dikenal juga dengan nama model CCR, yang mengukur efisiensi
penambahan input atau output adalah sama (constant return to scale), dimana jika
input ditambah sebesar n kali, maka output juga akan bertambah sebesar n kali.
Asumsi tambahan dari model ini adalah bahwa setiap DMU telah beroperasi pada
skala yang optimal (Armezano Yulianto, 2005). Rumus dari constant return to
m
s . t ∑ V i X io =1
i=1
p m
∑ μ k y kj −¿ ∑ V i X ij ≤ 0 j=1, … . , n ¿
k =1 i=1
μk ≥ ε ,V i ≥ ε k =1 , … ., p
i=1 , … . ,m
Keterangan :
ykj = tingkat pendidikan dan penyerapan tenaga kerja yang diproduksi oleh
DMU ke-j
DMU
Model CRS hanya berlaku jika seluruh perusahaan beroperasi pada skala
yang optimal. Pada tahun 1984, Banker, Charnes, dan Rhodes mengembangkan
model lanjutan dari model CRS DEA, yaitu variable return to scale (VRS).
Asumsi dari model ini adalah rasio antara penambahan input atau output tidak
sama (variable return to scale), artinya adalah penambahan input sebesar n kali
tidak akan menyebabkan output meningkat sama sebesar n kali, bisa lebih kecil
atau lebih besar dari n kali. Rumus dari variabel return to scale dapat dituliskan
sebagai berikut :
p
max ∑ μ k y ko −uo
k=1
m
s . t ∑ V i X io =1
i=1
p m
∑ μ k y kj −¿ ∑ V i X ij−uo ≤ 0 j=1 , … . , n ¿
k =1 i=1
μk ≥ ε ,V i ≥ ε k =1 , … ., p
i=1 , … . ,m
Keterangan :
ykj = tingkat pendidikan dan penyerapan tenaga kerja yang diproduksi oleh
DMU ke-j
DMU
Menurut Anggraita (2012), dalam analisis DEA, terdapat tiga tabel yang
merupakan hasil pengolahan data. Ketiga tabel ini dapat mempermudah dalam
Tabel ini menjelaskan mengenai tingkat efisiensi yang telah dicapai oleh
suatu DMU. Suatu DMU dikatakan telah mencapai efisiensi sempurna jika
DMU tersebut telah mencapai nilai 100 (100%). Dan sebaliknya, suatu DMU
dikatakan belum mencapai efisiensi sempurna jika belum mencapai nilai 100.
Pada tabel ini dijelaskan mengenai nilai acuan yang dapat digunakan oleh
Tabel ini menunjukkan nilai yang telah dicapai (nilai aktual) dan nilai yang
harus dicapai (nilai target) dari setiap input yang digunakan maupun output
yang dihasilkan oleh suatu DMU. Jika suatu DMU memiliki nilai actual yang
sama besar dengan nilai target, maka DMU tersebut telah mencapai tingkat
efisiensi maksimal untuk setiap input dan outputnya. Sebaliknya, jika nilai
aktual besarnya tidak sama dengan nilai target, maka efisiensi belum tercapai.
38
Dalam penelitian ini, model yang digunakan adalah CRS (constant return
to scale) dan VRS (variable return to scale). Alasan pemilihan skala efisiensi
model CRS dan VRS ini adalah studi ini ingin mengetahui tingkat efisiensi skala
relatif.
meski memproduksi output dalam jumlah yang tetap. Cocok untuk industri
Gambar 3.2
Proyeksi Frontier Orientasi Input Model CCR
Berdasarkan gambar diatas kurva model input adalah kurva isoquant yang
efficient firm atau titik potensial yang paling efisien secara teknis (fully technically
efficient). Data yang berada pada titik P1 adalah data yang tergolong kurang
efisien.
BAB IV
Secara astronomis, Indonesia terletak antara 6° 08’ Lintang Utara dan 11°
15’ Lintang Selatan dan antara 94° 45’ – 141° 05’ Bujur Timur dan dilalui oleh
garis ekuator atau garis khatulistiwa yang terletak pada garis lintang 0°.
dan Benua Australia, serta di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Gambar 4.1
Peta Provinsi di Indonesia
jumlah pulau sebanyak 17.504. Batas ujung barat Nusantara adalah Sabang, batas
39
40
ujung timur adalah Merauke, batas ujung utara adalah Miangas, dan batas ujung
selatan adalah Pulau Rote. Indonesia terletak di kawasan yang beriklim tropis dan
berada di belahan timur bumi. Merupakan sebuah Negara yang memiliki 3 daerah
waktu, yaitu WIB, WITA dan WIT. Indonesia terdiri dari 81.626 desa, 7.024
kepulauan.
daerah.
keseluruhan pada tahun 2018. Wilayah dengan jumlah penduduk miskin terbesar
yaitu Papua sebesar 27,59% Papua Barat sebesar 22,84% dan Nusa Tenggara
Timur sebesar 21,19% ke tiga wilayah tersebut memiliki penduduk miskin diatas
tersebut masih belum sejahtera. Bahkan memiliki tingkat kemiskinan yang sangat
tinggi jika dibandingkan dengan wilayah yang lain di Indonesia. Untuk lebih jelas
Grafik 4.1
Jumlah Penduduk Miskin Secara Regional di Indonesia Tahun 2018
Papua 27.59
Papua Barat 22.84
Maluku Utara 6.63
Maluku 17.99
Sulawesi Barat 11.24
Gorontalo 16.32
Sulawesi Tenggara 11.48
Sulawesi Selatan 8.97
Sulawesi Tengah 13.85
Sulawesi Utara 7.69
Kalimantan Utara 6.98
Kalimantan Timur 6.05
Kalimantan Selatan 4.60
Kalimantan Tengah 5.13
Kalimantan Barat 7.57
Nusa Tenggara Timur 21.19
Perse
Nusa Tenggara Barat 14.69
n
Bali 3.96
Banten 5.25
Jawa Timur 10.92
DI Yogyakarta 11.97
Jawa Tengah 11.26
Jawa Barat 7.35
DKI Jakarta 3.56
Kep. Riau 6.02
Kep. Bangka Belitung 5.01
Lampung 13.08
Bengkulu 15.42
Sumatera Selatan 12.81
Jambi 7.88
Riau 7.30
Sumatera Barat 6.60
Sumatera Utara 9.08
Aceh 15.83
Persen 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00
Dari grafik tersebut diatas menjelaskan bahwa pada tahun 2018 Indonesia
masih belum mampu menekan kemiskinan di bawah angka 10%. Untuk Provinsi
Aceh tingkat kemiskinan masih tinggi yaitu sebesar 15,83% diatas tingkat
42
sebesar 16,32%.
yaitu DKI Jakarta sebesar 3,56% dan Bali sebesar 3,96%. Kedua wilayah tersebut
miskin yang ada di Jakarta merupakan bukan penduduk asli Jakarta atau tidak
menjadi kunjungan wisata terpadat di Indonesia baik wisatawan dari dalam negeri
masyarakat setempat.
akses ke pekerjaan dan sumber pendapatan lain dan membuka peluang Pendidikan
Grafik 4.2
Tingkat Pendidikan Secara Regional di Indonesia Tahun 2018
Papua 82.45
Papua Barat 97.05
Maluku Utara 97.63
Maluku 98.33
Sulawesi Barat 91.80
Gorontalo 92.12
Sulawesi Tenggara 93.62
Sulawesi Selatan 93.00
Sulawesi Tengah 93.90
Sulawesi Utara 93.25
Kalimantan Utara 98.16
Kalimantan Timur 98.89
Kalimantan Selatan 90.69
Kalimantan Tengah 93.55
Kalimantan Barat 93.09
Nusa Tenggara Timur 94.30
Nusa Tenggara Barat 97.43
Bali 95.63
Banten 90.97
Jawa Timur 93.58
rs
DI Yogyakarta 96.75
e
Jawa Tengah 94.76
Jawa Barat 90.84
DKI Jakarta 91.39
Kep. Riau 96.91
Kep. Bangka Belitung 93.10
Lampung 95.28
Bengkulu 97.06
Sumatera Selatan 92.68
Jambi 92.82
Riau 94.99
Sumatera Barat 95.29
Sumatera Utara 97.55
Aceh 99.32
Persen 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00
sudah sangat baik. Tidak ada tingkat pendidikan dibawah 80%, walaupun Provinsi
sumber daya manusia yang berbeda sehingga adanya hubungan kerjasama akan
membuka peluang antar negara untuk menutupi kekurangan yang dimiliki. Hal
tersebutlah yang mendasari terjadinya pengiriman tenaga kerja sebagai salah satu
wilayah yang penyerapan paling tinggi ada di wilayah Bali sebesar 98,28%.
91,48% Jawa Barat sebesar 91,83% Sulawesi Barat sebesar 92,84% dan
jiwa jika dibandingkan dengan kemampuan daerah untuk menyerap tenaga kerja,
sedangkan untuk wilayah lain dalam hal ini merupakan wilayah yang jarang
dilirik oleh investor untuk membuka lapangan pekerjaan. Untuk lebih jelas tingkat
45
penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia menurut provinsi dapat dilihat
Grafik 4.3
Penyerapan Tenaga Kerja Secara Regional di Indonesia Tahun 2018
Papua 96.80
Papua Barat 93.70
Maluku Utara 95.23
Maluku 92.73
Sulawesi Barat 96.84
Gorontalo 95.97
Sulawesi Tenggara 96.74
Sulawesi Selatan 94.66
Sulawesi Tengah 96.57
Sulawesi Utara 93.14
Kalimantan Utara 94.78
Kalimantan Timur 93.40
Kalimantan Selatan 95.50
Kalimantan Tengah 95.99
rs
P
e
Kalimantan Barat 95.74
Nusa Tenggara Timur 96.99
Nusa Tenggara Barat 96.28
Bali 98.63
Banten 91.48
Jawa Timur 96.01
DI Yogyakarta 96.65
Jawa Tengah 95.49
Jawa Barat 91.83
DKI Jakarta 93.76
Kep. Riau 92.88
Kep. Bangka Belitung 96.35
Lampung 95.94
Bengkulu 96.49
Sumatera Selatan 95.77
Jambi 96.14
Riau 93.80
Sumatera Barat 94.45
Sumatera Utara 94.44
Aceh 93.64
Persen 86.00 88.00 90.00 92.00 94.00 96.00 98.00 100.00
model VRS yang berorientasikan pada input dalam software DEAP versi 2.1
Tabel 4.1
Hasil Perhitungan Technical Efficiency DEA Pada Kinerja Pengetasan
Kemiskinan Secara Regional di Indonesia dengan Pendekatan VRS dengan
Orientasi Output
Nilai Efisiensi
No DMU
VRS Keterangan
1 Aceh 1.000 Efisien
2 Sumatera Utara 0.994 Inefisien
3 Sumatera Barat 0.980 Inefisien
4 Riau 0.976 Inefisien
5 Jambi 0.975 Inefisien
6 Sumatera Selatan 0.971 Inefisien
7 Bengkulu 0.999 Inefisien
8 Lampung 0.986 Inefisien
9 Kep. Bangka Belitung 0.977 Inefisien
10 Kep. Riau 0.985 Inefisien
11 DKI Jakarta 1.000 Efisien
12 Jawa Barat 0.942 Inefisien
13 Jawa Tengah 0.981 Inefisien
14 DI Yogyakarta 0.998 Inefisien
15 Jawa Timur 0.976 Inefisien
16 Banten 0.942 Inefisien
17 Bali 1.000 Efisien
18 Nusa Tenggara Barat 1.000 Efisien
19 Nusa Tenggara Timur 0.985 Inefisien
20 Kalimantan Barat 0.972 Inefisien
21 Kalimantan Tengah 0.976 Inefisien
22 Kalimantan Selatan 0.968 Inefisien
23 Kalimantan Timur 1.000 Efisien
24 Kalimantan Utara 1.000 Efisien
25 Sulawesi Utara 0.962 Inefisien
26 Sulawesi Tengah 0.981 Inefisien
27 Sulawesi Selatan 0.967 Inefisien
47
versi 2.1 pada tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa pengujian dengan model VRS
yang berorientasi pada input hanya 6 DMU (Provinsi Aceh, DKI Jakarta, Bali,
dilakukan oleh pemerintah pusat masih belum efisien dengan nilai rata-rata
diketahui bahwa baik pengujian VRS masih belum adanya efisiensi dalam kinerja
oriented model VRS mendapatkan nilai yang jauh dari nilai 1 yaitu sebesar 0,982.
4.3 Pembahasan
inefisiensi yang dilihat dari penggunaan input dan output pada kinerja pengetasan
efisiensi DEA pendekatan VRS yang berorientasi pada output dalam kinerja
angka satu (<1) atau belum meengefisienkan output kemiskinan yang dihasilkan
yang dihasilkan atau dihasilkan secara maksimal pada kinerja pemerintah dalam
pengetasan kemiskinan selama tahun 2018 yang belum efisien guna memperoleh
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.2 tingkat inefesiensi pada tahun 2018,
Tabel 4.2
Nilai Original, Target, Radial Movement dan Slack Movement Input Output
Kinerja Pengetasan Kemiskinan di Sumatera Utara Tahun 2018
efisiensi model VRS yang berorientasi pada output tingkat pendidikan dan
Provinsi Sumatera Utara memperoleh nilai skala efisiensi sebesar 0,994 yang
berarti bahwa mengalami inefisiensi. Maka untuk meningkatkan nilai skala efisien
menjadi satu (1) harus ditingkatkan sebesar 1-0,994 = 0,006. Kinerja pengentasan
pendidikan dan penyerapan tenaga kerja. Adapun upaya yang harus adalah
sebagai berikut.
97,550 yang seharusnya pada posisi 98,131 (target value) tingkat pengetasan
Pada output penyerapan tenaga kerja terlihat bahwa original value sebesar
94,440 yang seharusnya pada posisi 95,003 (target value) tingkat pengetasan
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.3 tingkat inefesiensi pada tahun 2018,
Tabel 4.3
Nilai Original, Target, Radial Movement dan Slack Movement Input Output
Kinerja Pengetasan Kemiskinan di Sumatera Barat Tahun 2018
efisiensi model VRS yang berorientasi pada output tingkat pendidikan dan
Provinsi Sumatera Barat memperoleh nilai skala efisiensi sebesar 0,980 yang
berarti bahwa mengalami inefisiensi. Maka untuk meningkatkan nilai skala efisien
menjadi satu (1) harus ditingkatkan sebesar 1-0,980 = 0,02. Kinerja pengentasan
pendidikan dan penyerapan tenaga kerja. Adapun upaya yang harus adalah
sebagai berikut.
95,290 yang seharusnya pada posisi 97,185 (target value) tingkat pengetasan
Pada output penyerapan tenaga kerja terlihat bahwa original value sebesar
94,450 yang seharusnya pada posisi 96,329 (target value) tingkat pengetasan
51
3. Provinsi Riau
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.4 tingkat inefesiensi pada tahun 2018,
Tabel 4.4
Nilai Original, Target, Radial Movement dan Slack Movement Input Output
Kinerja Pengetasan Kemiskinan di Riau Tahun 2018
efisiensi model VRS yang berorientasi pada output tingkat pendidikan dan
Provinsi Riau memperoleh nilai skala efisiensi sebesar 0,976 yang berarti bahwa
mengalami inefisiensi. Maka untuk meningkatkan nilai skala efisien menjadi satu
penyerapan tenaga kerja. Adapun upaya yang harus adalah sebagai berikut.
52
94,990 yang seharusnya pada posisi 97,346 (target value) tingkat pengetasan
Pada output penyerapan tenaga kerja terlihat bahwa original value sebesar
93,800 yang seharusnya pada posisi 96,127 (target value) tingkat pengetasan
4. Provinsi Jambi
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.5 tingkat inefesiensi pada tahun 2018,
Tabel 4.5
Nilai Original, Target, Radial Movement dan Slack Movement Input Output
Kinerja Pengetasan Kemiskinan di Jambi Tahun 2018
efisiensi model VRS yang berorientasi pada output tingkat pendidikan dan
Provinsi Jambi memperoleh nilai skala efisiensi sebesar 0,975 yang berarti bahwa
mengalami inefisiensi. Maka untuk meningkatkan nilai skala efisien menjadi satu
penyerapan tenaga kerja. Adapun upaya yang harus adalah sebagai berikut.
92,820 yang seharusnya pada posisi 95,630 (target value) tingkat pengetasan
Pada output penyerapan tenaga kerja terlihat bahwa original value sebesar
96,140 yang seharusnya pada posisi 98,630 (target value) tingkat pengetasan
Dengan nilai target volue 95,630 untuk tingkat pendidikan dan 98,630
untuk penyerapan tenaga kerja maka kemiskinan yang sekarang sebesar 7,885
54
dapat ditekan sebesar 3,925 (slack movement) atau nilai idealnya untuk
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.6 tingkat inefesiensi pada tahun 2018,
Tabel 4.6
Nilai Original, Target, Radial Movement dan Slack Movement Input Output
Kinerja Pengetasan Kemiskinan di Sumatera Selatan Tahun 2018
efisiensi model VRS yang berorientasi pada output tingkat pendidikan dan
Provinsi Sumatera Selatan memperoleh nilai skala efisiensi sebesar 0,971 yang
berarti bahwa mengalami inefisiensi. Maka untuk meningkatkan nilai skala efisien
menjadi satu (1) harus ditingkatkan sebesar 1-0,971 = 0,029. Kinerja pengentasan
tingkat pendidikan dan penyerapan tenaga kerja. Adapun upaya yang harus adalah
sebagai berikut.
92,680 yang seharusnya pada posisi 95,630 (target value) tingkat pengetasan
55
Pada output penyerapan tenaga kerja terlihat bahwa original value sebesar
95,770 yang seharusnya pada posisi 98,630 (target value) tingkat pengetasan
Dengan nilai target volue 95,630 untuk tingkat pendidikan dan 98,630
untuk penyerapan tenaga kerja maka kemiskinan yang sekarang sebesar 12,810
dapat ditekan sebesar 8,850 (slack movement) atau nilai idealnya untuk
6. Provinsi Bengkulu
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.7 tingkat inefesiensi pada tahun 2018,
Tabel 4.7
Nilai Original, Target, Radial Movement dan Slack Movement Input Output
Kinerja Pengetasan Kemiskinan di Bengkulu Tahun 2018
efisiensi model VRS yang berorientasi pada output tingkat pendidikan dan
Provinsi Bengkulu memperoleh nilai skala efisiensi sebesar 0,999 yang berarti
menjadi satu (1) harus ditingkatkan sebesar 1-0,999 = 0,001. Kinerja pengentasan
pendidikan dan penyerapan tenaga kerja. Adapun upaya yang harus adalah
sebagai berikut.
97,060 yang seharusnya pada posisi 97,179 (target value) tingkat pengetasan
Pada output penyerapan tenaga kerja terlihat bahwa original value sebesar
96,490 yang seharusnya pada posisi 96,608 (target value) tingkat pengetasan
Dengan nilai target volue 97,179 untuk tingkat pendidikan dan 96,608
untuk penyerapan tenaga kerja maka kemiskinan yang sekarang sebesar 15,420
57
dapat ditekan sebesar 2,228 (slack movement) atau nilai idealnya untuk
7. Provinsi Lampung
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.8 tingkat inefesiensi pada tahun 2018,
Tabel 4.8
Nilai Original, Target, Radial Movement dan Slack Movement Input Output
Kinerja Pengetasan Kemiskinan di Lampung Tahun 2018
efisiensi model VRS yang berorientasi pada output tingkat pendidikan dan
Provinsi Lampung memperoleh nilai skala efisiensi sebesar 0,986 yang berarti
menjadi satu (1) harus ditingkatkan sebesar 1-0,986 = 0,014. Kinerja pengentasan
pendidikan dan penyerapan tenaga kerja. Adapun upaya yang harus adalah
sebagai berikut.
95,280 yang seharusnya pada posisi 96,310 (target value) tingkat pengetasan
58
Pada output penyerapan tenaga kerja terlihat bahwa original value sebesar
95,940 yang seharusnya pada posisi 97,910 (target value) tingkat pengetasan
Dengan nilai target volue 96,641 untuk tingkat pendidikan dan 97,310
untuk penyerapan tenaga kerja maka kemiskinan yang sekarang sebesar 13,075
dapat ditekan sebesar 3,089 (slack movement) atau nilai idealnya untuk
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.9 tingkat inefesiensi pada tahun 2018,
Tabel 4.9
Nilai Original, Target, Radial Movement dan Slack Movement Input Output
Kinerja Pengetasan Kemiskinan di Kep. Bangka Belitung Tahun 2018
Kerja
Input Kemiskinan 5.010 3.960 0.000 -1.050
Sumber: Hasil Olah Data (2019)
efisiensi model VRS yang berorientasi pada output tingkat pendidikan dan
Provinsi Kep. Bangka Belitung memperoleh nilai skala efisiensi sebesar 0,977
yang berarti bahwa mengalami inefisiensi. Maka untuk meningkatkan nilai skala
pada output tingkat pendidikan dan penyerapan tenaga kerja. Adapun upaya yang
93,100 yang seharusnya pada posisi 95,360 (target value) tingkat pengetasan
Pada output penyerapan tenaga kerja terlihat bahwa original value sebesar
96,350 yang seharusnya pada posisi 98,630 (target value) tingkat pengetasan
Dengan nilai target volue 95,630 untuk tingkat pendidikan dan 98,630
untuk penyerapan tenaga kerja maka kemiskinan yang sekarang sebesar 5,010
dapat ditekan sebesar 1,050 (slack movement) atau nilai idealnya untuk
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.10 tingkat inefesiensi pada tahun 2018,
Tabel 4.10
Nilai Original, Target, Radial Movement dan Slack Movement Input Output
Kinerja Pengetasan Kemiskinan di Kep. Riau Tahun 2018
efisiensi model VRS yang berorientasi pada output tingkat pendidikan dan
Provinsi Kep. Riau memperoleh nilai skala efisiensi sebesar 0,985 yang berarti
pendidikan dan penyerapan tenaga kerja. Adapun upaya yang harus adalah
sebagai berikut.
61
96,910 yang seharusnya pada posisi 98,370 (target value) tingkat pengetasan
hal tersebut maka pemerintah harus meningkatkan nilai tingkat pendidikan sebesar
Pada output penyerapan tenaga kerja terlihat bahwa original value sebesar
92,880 yang seharusnya pada posisi 94,279 (target value) tingkat pengetasan
hal tersebut maka pemerintah harus meningkatkan nilai tingkat penyerapan tenaga
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.11 tingkat inefesiensi pada tahun 2018,
Tabel 4.11
Nilai Original, Target, Radial Movement dan Slack Movement Input Output
Kinerja Pengetasan Kemiskinan di Jawa Barat Tahun 2018
efisiensi model VRS yang berorientasi pada output tingkat pendidikan dan
Provinsi Jawa Barat memperoleh nilai skala efisiensi sebesar 0,942 yang berarti
pendidikan dan penyerapan tenaga kerja. Adapun upaya yang harus adalah
sebagai berikut.
90,840 yang seharusnya pada posisi 96,464 (target value) tingkat pengetasan
hal tersebut maka pemerintah harus meningkatkan nilai tingkat pendidikan sebesar
Pada output penyerapan tenaga kerja terlihat bahwa original value sebesar
91,830 yang seharusnya pada posisi 97,515 (target value) tingkat pengetasan
hal tersebut maka pemerintah harus meningkatkan nilai tingkat penyerapan tenaga
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.12 tingkat inefesiensi pada tahun 2018,
Tabel 4.12
Nilai Original, Target, Radial Movement dan Slack Movement Input Output
Kinerja Pengetasan Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2018
efisiensi model VRS yang berorientasi pada output tingkat pendidikan dan
Provinsi Jawa Tengah memperoleh nilai skala efisiensi sebesar 0,981 yang berarti
pendidikan dan penyerapan tenaga kerja. Adapun upaya yang harus adalah
sebagai berikut.
94,760 yang seharusnya pada posisi 96,608 (target value) tingkat pengetasan
hal tersebut maka pemerintah harus meningkatkan nilai tingkat pendidikan sebesar
Pada output penyerapan tenaga kerja terlihat bahwa original value sebesar
95,490 yang seharusnya pada posisi 97,353 (target value) tingkat pengetasan
hal tersebut maka pemerintah harus meningkatkan nilai tingkat penyerapan tenaga
Dengan nilai target volue 96,608 untuk tingkat pendidikan dan 97,353
untuk penyerapan tenaga kerja maka kemiskinan yang sekarang sebesar 11,255
dapat ditekan sebesar 1,463 (slack movement) atau nilai idealnya untuk
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.13 tingkat inefesiensi pada tahun 2018,
Tabel 4.13
Nilai Original, Target, Radial Movement dan Slack Movement Input Output
Kinerja Pengetasan Kemiskinan di DI YogyakartaTahun 2018
efisiensi model VRS yang berorientasi pada output tingkat pendidikan dan
berarti bahwa mengalami inefisiensi. Maka untuk meningkatkan nilai skala efisien
pendidikan dan penyerapan tenaga kerja. Adapun upaya yang harus adalah
sebagai berikut.
96,750 yang seharusnya pada posisi 96,608 (target value) tingkat pengetasan
hal tersebut maka pemerintah harus meningkatkan nilai tingkat pendidikan sebesar
Pada output penyerapan tenaga kerja terlihat bahwa original value sebesar
96,650 yang seharusnya pada posisi 96,874 (target value) tingkat pengetasan
hal tersebut maka pemerintah harus meningkatkan nilai tingkat penyerapan tenaga
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.14 tingkat inefesiensi pada tahun 2018,
Tabel 4.14
Nilai Original, Target, Radial Movement dan Slack Movement Input Output
Kinerja Pengetasan Kemiskinan di Jawa Timur Tahun 2018
efisiensi model VRS yang berorientasi pada output tingkat pendidikan dan
Provinsi Jawa Timur memperoleh nilai skala efisiensi sebesar 0976 yang berarti
pendidikan dan penyerapan tenaga kerja. Adapun upaya yang harus adalah
sebagai berikut.
93,580 yang seharusnya pada posisi 95,852 (target value) tingkat pengetasan
hal tersebut maka pemerintah harus meningkatkan nilai tingkat pendidikan sebesar
Pada output penyerapan tenaga kerja terlihat bahwa original value sebesar
96,010 yang seharusnya pada posisi 98,341 (target value) tingkat pengetasan
hal tersebut maka pemerintah harus meningkatkan nilai tingkat penyerapan tenaga
Dengan nilai target volue 95,852 untuk tingkat pendidikan dan 98,341
untuk penyerapan tenaga kerja maka kemiskinan yang sekarang sebesar 10,915
dapat ditekan sebesar 5,634 (slack movement) atau nilai idealnya untuk
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.15 tingkat inefesiensi pada tahun 2018,
Tabel 4.15
Nilai Original, Target, Radial Movement dan Slack Movement Input Output
Kinerja Pengetasan Kemiskinan di Banten Tahun 2018
efisiensi model VRS yang berorientasi pada output tingkat pendidikan dan
Provinsi Banten memperoleh nilai skala efisiensi sebesar 0,942 yang berarti
pendidikan dan penyerapan tenaga kerja. Adapun upaya yang harus adalah
sebagai berikut.
90,970 yang seharusnya pada posisi 96,609 (target value) tingkat pengetasan
Pada output penyerapan tenaga kerja terlihat bahwa original value sebesar
91,480 yang seharusnya pada posisi 97,150 (target value) tingkat pengetasan
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.16 tingkat inefesiensi pada tahun 2018,
Tabel 4.16
Nilai Original, Target, Radial Movement dan Slack Movement Input Output
Kinerja Pengetasan Kemiskinan di Nusa Tenggara Timur Tahun 2018
efisiensi model VRS yang berorientasi pada output tingkat pendidikan dan
Provinsi Nusa Tenggara Timur memperoleh nilai skala efisiensi sebesar 0,985
yang berarti bahwa mengalami inefisiensi. Maka untuk meningkatkan nilai skala
pada output tingkat pendidikan dan penyerapan tenaga kerja. Adapun upaya yang
94,300 yang seharusnya pada posisi 95,747 (target value) tingkat pengetasan
Pada output penyerapan tenaga kerja terlihat bahwa original value sebesar
96,990 yang seharusnya pada posisi 98,478 (target value) tingkat pengetasan
Dengan nilai target volue 95,747 untuk tingkat pendidikan dan 98,478
untuk penyerapan tenaga kerja maka kemiskinan yang sekarang sebesar 21,190
dapat ditekan sebesar 16,535 (slack movement) atau nilai idealnya untuk
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.17 tingkat inefesiensi pada tahun 2018,
Tabel 4.17
Nilai Original, Target, Radial Movement dan Slack Movement Input Output
Kinerja Pengetasan Kemiskinan di Kalimantan Barat Tahun 2018
efisiensi model VRS yang berorientasi pada output tingkat pendidikan dan
Provinsi Kalimantan Barat memperoleh nilai skala efisiensi sebesar 0,972 yang
berarti bahwa mengalami inefisiensi. Maka untuk meningkatkan nilai skala efisien
tingkat pendidikan dan penyerapan tenaga kerja. Adapun upaya yang harus adalah
sebagai berikut.
93,090 yang seharusnya pada posisi 95,749 (target value) tingkat pengetasan
Pada output penyerapan tenaga kerja terlihat bahwa original value sebesar
95,740 yang seharusnya pada posisi 98,475 (target value) tingkat pengetasan
Dengan nilai target volue 94,749 untuk tingkat pendidikan dan 98,475
untuk penyerapan tenaga kerja maka kemiskinan yang sekarang sebesar 7,570
72
dapat ditekan sebesar 2,901 (slack movement) atau nilai idealnya untuk
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.18 tingkat inefesiensi pada tahun 2018,
Tabel 4.18
Nilai Original, Target, Radial Movement dan Slack Movement Input Output
Kinerja Pengetasan Kemiskinan di Kalimantan Tengah Tahun 2018
efisiensi model VRS yang berorientasi pada output tingkat pendidikan dan
Provinsi Kalimantan Tengah memperoleh nilai skala efisiensi sebesar 0,976 yang
berarti bahwa mengalami inefisiensi. Maka untuk meningkatkan nilai skala efisien
tingkat pendidikan dan penyerapan tenaga kerja. Adapun upaya yang harus adalah
sebagai berikut.
93,550 yang seharusnya pada posisi 95,846 (target value) tingkat pengetasan
73
Pada output penyerapan tenaga kerja terlihat bahwa original value sebesar
95,990 yang seharusnya pada posisi 98,346 (target value) tingkat pengetasan
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.19 tingkat inefesiensi pada tahun 2018,
Tabel 4.19
Nilai Original, Target, Radial Movement dan Slack Movement Input Output
Kinerja Pengetasan Kemiskinan di Kalimantan Selatan Tahun 2018
efisiensi model VRS yang berorientasi pada output tingkat pendidikan dan
Provinsi Kalimantan Selatan memperoleh nilai skala efisiensi sebesar 0,968 yang
berarti bahwa mengalami inefisiensi. Maka untuk meningkatkan nilai skala efisien
tingkat pendidikan dan penyerapan tenaga kerja. Adapun upaya yang harus adalah
sebagai berikut.
90,690 yang seharusnya pada posisi 95,630 (target value) tingkat pengetasan
Pada output penyerapan tenaga kerja terlihat bahwa original value sebesar
95,500 yang seharusnya pada posisi 98,630 (target value) tingkat pengetasan
Dengan nilai target volue 95,630 untuk tingkat pendidikan dan 98,360
untuk penyerapan tenaga kerja maka kemiskinan yang sekarang sebesar 4,595
dapat ditekan sebesar 0,635 (slack movement) atau nilai idealnya untuk
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.20 tingkat inefesiensi pada tahun 2018,
Tabel 4.20
Nilai Original, Target, Radial Movement dan Slack Movement Input Output
Kinerja Pengetasan Kemiskinan di Sulawesi Utara Tahun 2018
efisiensi model VRS yang berorientasi pada output tingkat pendidikan dan
Provinsi Sulawesi Utara memperoleh nilai skala efisiensi sebesar 0,962 yang
berarti bahwa mengalami inefisiensi. Maka untuk meningkatkan nilai skala efisien
pendidikan dan penyerapan tenaga kerja. Adapun upaya yang harus adalah
sebagai berikut.
93,250 yang seharusnya pada posisi 96,937 (target value) tingkat pengetasan
hal tersebut maka pemerintah harus meningkatkan nilai tingkat pendidikan sebesar
Pada output penyerapan tenaga kerja terlihat bahwa original value sebesar
93,140 yang seharusnya pada posisi 96,823 (target value) tingkat pengetasan
hal tersebut maka pemerintah harus meningkatkan nilai tingkat penyerapan tenaga
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.21 tingkat inefesiensi pada tahun 2018,
Tabel 4.21
Nilai Original, Target, Radial Movement dan Slack Movement Input Output
Kinerja Pengetasan Kemiskinan di Sulawesi Tengah Tahun 2018
efisiensi model VRS yang berorientasi pada output tingkat pendidikan dan
Provinsi Sulawesi Tengah memperoleh nilai skala efisiensi sebesar 0,981 yang
berarti bahwa mengalami inefisiensi. Maka untuk meningkatkan nilai skala efisien
77
tingkat pendidikan dan penyerapan tenaga kerja. Adapun upaya yang harus adalah
sebagai berikut.
93,900 yang seharusnya pada posisi 95,750 (target value) tingkat pengetasan
Pada output penyerapan tenaga kerja terlihat bahwa original value sebesar
96,570 yang seharusnya pada posisi 98,473 (target value) tingkat pengetasan
Dengan nilai target volue 95,750 untuk tingkat pendidikan dan 98,473
untuk penyerapan tenaga kerja maka kemiskinan yang sekarang sebesar 13,850
dapat ditekan sebesar 9,173 (slack movement) atau nilai idealnya untuk
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.22 tingkat inefesiensi pada tahun 2018,
Tabel 4.22
Nilai Original, Target, Radial Movement dan Slack Movement Input Output
Kinerja Pengetasan Kemiskinan di Sulawesi Selatan Tahun 2018
efisiensi model VRS yang berorientasi pada output tingkat pendidikan dan
Provinsi Sulawesi Selatan memperoleh nilai skala efisiensi sebesar 0,967 yang
berarti bahwa mengalami inefisiensi. Maka untuk meningkatkan nilai skala efisien
tingkat pendidikan dan penyerapan tenaga kerja. Adapun upaya yang harus adalah
sebagai berikut.
93,000 yang seharusnya pada posisi 96,187 (target value) tingkat pengetasan
Pada output penyerapan tenaga kerja terlihat bahwa original value sebesar
94,660 yang seharusnya pada posisi 97,903 (target value) tingkat pengetasan
Dengan nilai target volue 96,187 untuk tingkat pendidikan dan 97,903
untuk penyerapan tenaga kerja maka kemiskinan yang sekarang sebesar 8,965
dapat ditekan sebesar 1,687 (slack movement) atau nilai idealnya untuk
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.23 tingkat inefesiensi pada tahun 2018,
Tabel 4.23
Nilai Original, Target, Radial Movement dan Slack Movement Input Output
Kinerja Pengetasan Kemiskinan di Sulawesi Tenggara Tahun 2018
efisiensi model VRS yang berorientasi pada output tingkat pendidikan dan
Provinsi Sulawesi Tenggara memperoleh nilai skala efisiensi sebesar 0,981 yang
berarti bahwa mengalami inefisiensi. Maka untuk meningkatkan nilai skala efisien
tingkat pendidikan dan penyerapan tenaga kerja. Adapun upaya yang harus adalah
sebagai berikut.
93,620 yang seharusnya pada posisi 95,630 (target value) tingkat pengetasan
Pada output penyerapan tenaga kerja terlihat bahwa original value sebesar
96,740 yang seharusnya pada posisi 98,630 (target value) tingkat pengetasan
Dengan nilai target volue 95,630 untuk tingkat pendidikan dan 98,630
untuk penyerapan tenaga kerja maka kemiskinan yang sekarang sebesar 11,475
81
dapat ditekan sebesar 7,515 (slack movement) atau nilai idealnya untuk
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.24 tingkat inefesiensi pada tahun 2018,
Tabel 4.24
Nilai Original, Target, Radial Movement dan Slack Movement Input Output
Kinerja Pengetasan Kemiskinan di Gorontalo Tahun 2018
efisiensi model VRS yang berorientasi pada output tingkat pendidikan dan
Provinsi Gorontalo memperoleh nilai skala efisiensi sebesar 0,973 yang berarti
pendidikan dan penyerapan tenaga kerja. Adapun upaya yang harus adalah
sebagai berikut.
92,120 yang seharusnya pada posisi 95,630 (target value) tingkat pengetasan
82
hal tersebut maka pemerintah harus meningkatkan nilai tingkat pendidikan sebesar
Pada output penyerapan tenaga kerja terlihat bahwa original value sebesar
95,970 yang seharusnya pada posisi 98,630 (target value) tingkat pengetasan
hal tersebut maka pemerintah harus meningkatkan nilai tingkat penyerapan tenaga
Dengan nilai target volue 95,630 untuk tingkat pendidikan dan 98,630
untuk penyerapan tenaga kerja maka kemiskinan yang sekarang sebesar 16,320
dapat ditekan sebesar 12,360 (slack movement) atau nilai idealnya untuk
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.25 tingkat inefesiensi pada tahun 2018,
Tabel 4.25
Nilai Original, Target, Radial Movement dan Slack Movement Input Output
Kinerja Pengetasan Kemiskinan di Sulawesi Barat Tahun 2018
efisiensi model VRS yang berorientasi pada output tingkat pendidikan dan
Provinsi Sulawesi Barat memperoleh nilai skala efisiensi sebesar 0,982 yang
berarti bahwa mengalami inefisiensi. Maka untuk meningkatkan nilai skala efisien
pendidikan dan penyerapan tenaga kerja. Adapun upaya yang harus adalah
sebagai berikut.
91,800 yang seharusnya pada posisi 95,630 (target value) tingkat pengetasan
hal tersebut maka pemerintah harus meningkatkan nilai tingkat pendidikan sebesar
Pada output penyerapan tenaga kerja terlihat bahwa original value sebesar
96,840 yang seharusnya pada posisi 98,630 (target value) tingkat pengetasan
hal tersebut maka pemerintah harus meningkatkan nilai tingkat penyerapan tenaga
Dengan nilai target volue 95,630 untuk tingkat pendidikan dan 98,630
untuk penyerapan tenaga kerja maka kemiskinan yang sekarang sebesar 11,235
dapat ditekan sebesar 7,275 (slack movement) atau nilai idealnya untuk
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.26 tingkat inefesiensi pada tahun 2018,
Tabel 4.26
Nilai Original, Target, Radial Movement dan Slack Movement Input Output
Kinerja Pengetasan Kemiskinan di Maluku Tahun 2018
efisiensi model VRS yang berorientasi pada output tingkat pendidikan dan
Provinsi Maluku memperoleh nilai skala efisiensi sebesar 0,990 yang berarti
pendidikan dan penyerapan tenaga kerja. Adapun upaya yang harus adalah
sebagai berikut.
85
98,330 yang seharusnya pada posisi 99,310 (target value) tingkat pengetasan
Pada output penyerapan tenaga kerja terlihat bahwa original value sebesar
92,730 yang seharusnya pada posisi 93,654 (target value) tingkat pengetasan
Dengan nilai target volue 99,310 untuk tingkat pendidikan dan 93,654
untuk penyerapan tenaga kerja maka kemiskinan yang sekarang sebesar 17,985
dapat ditekan sebesar 2,166 (slack movement) atau nilai idealnya untuk
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.27 tingkat inefesiensi pada tahun 2018,
Tabel 4.27
Nilai Original, Target, Radial Movement dan Slack Movement Input Output
Kinerja Pengetasan Kemiskinan di Maluku Utara Tahun 2018
efisiensi model VRS yang berorientasi pada output tingkat pendidikan dan
Provinsi Maluku Utara memperoleh nilai skala efisiensi sebesar 0,999 yang
berarti bahwa mengalami inefisiensi. Maka untuk meningkatkan nilai skala efisien
pendidikan dan penyerapan tenaga kerja. Adapun upaya yang harus adalah
sebagai berikut.
97,630 yang seharusnya pada posisi 97,777 (target value) tingkat pengetasan
hal tersebut maka pemerintah harus meningkatkan nilai tingkat pendidikan sebesar
Pada output penyerapan tenaga kerja terlihat bahwa original value sebesar
95,230 yang seharusnya pada posisi 95,373 (target value) tingkat pengetasan
87
hal tersebut maka pemerintah harus meningkatkan nilai tingkat penyerapan tenaga
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.28 tingkat inefesiensi pada tahun 2018,
Tabel 4.28
Nilai Original, Target, Radial Movement dan Slack Movement Input Output
Kinerja Pengetasan Kemiskinan di Papua Barat Tahun 2018
efisiensi model VRS yang berorientasi pada output tingkat pendidikan dan
Provinsi Papua Barat memperoleh nilai skala efisiensi sebesar 0,987 yang berarti
pendidikan dan penyerapan tenaga kerja. Adapun upaya yang harus adalah
sebagai berikut.
88
97,050 yang seharusnya pada posisi 97,367 (target value) tingkat pengetasan
hal tersebut maka pemerintah harus meningkatkan nilai tingkat pendidikan sebesar
Pada output penyerapan tenaga kerja terlihat bahwa original value sebesar
93,700 yang seharusnya pada posisi 94,971 (target value) tingkat pengetasan
hal tersebut maka pemerintah harus meningkatkan nilai tingkat penyerapan tenaga
Dengan nilai target volue 98,367 untuk tingkat pendidikan dan 94,971
untuk penyerapan tenaga kerja maka kemiskinan yang sekarang sebesar 22,835
dapat ditekan sebesar 7,582 (slack movement) atau nilai idealnya untuk
Berikut dapat dilihat pada tabel 4.29 tingkat inefesiensi pada tahun 2018,
Tabel 4.29
Nilai Original, Target, Radial Movement dan Slack Movement Input Output
Kinerja Pengetasan Kemiskinan di Papua Tahun 2018
efisiensi model VRS yang berorientasi pada output tingkat pendidikan dan
Provinsi Papua memperoleh nilai skala efisiensi sebesar 0,987 yang berarti bahwa
mengalami inefisiensi. Maka untuk meningkatkan nilai skala efisien menjadi satu
penyerapan tenaga kerja. Adapun upaya yang harus adalah sebagai berikut.
82,450 yang seharusnya pada posisi 95,630 (target value) tingkat pengetasan
Pada output penyerapan tenaga kerja terlihat bahwa original value sebesar
96,800 yang seharusnya pada posisi 98,630 (target value) tingkat pengetasan
Dengan nilai target volue 95,630 untuk tingkat pendidikan dan 98,630
untuk penyerapan tenaga kerja maka kemiskinan yang sekarang sebesar 27,585
dapat ditekan sebesar 23,625 (slack movement) atau nilai idealnya untuk
5.1 Kesimpulan
bahwa dari hasil pengujian VRS - Output Oriented, hanya 6 DMU (Provinsi
Aceh, DKI Jakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan
Utara) yang efesien dan secara keseluruhan Negara Indonesia masih belum
5.2 Saran
Indonesia.
lapangan usaha baru yang mampu menyerap tenaga kerja secara optimal
91
92
DAFTAR PUSTAKA
BPS. (2019). Statistik Indonesia 2018 (S. P. dan K. Statistik (ed.)). Badan Pusat
Statistik.
Harahap, S. S. (2010). Analisis Kritis atas Laporan Keuangan (Cetakan 11). Raja
Grafindo Persada.
Kuncoro, M. (2013). Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi (Edisi 4). Erlangga.
Sanusi, D. K., Kumenaung, A., & Rotinsulu, D. (2014). Analisis Pengaruh Jumlah
Tenaga Kerja, Tingkat Pendidikan, Pengeluaran Pemerintah Pada
Pertumbuhan Ekonomi Dan Dampaknya Terhadap Kemiskinan Di Sulawesi
Utara Tahun 2001-2010. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 14(2), 120–137.