Anda di halaman 1dari 20

Disusun untuk memenuhi tugas

pada Mata Kuliah Dinamika Kependudukan

PRESENTASE ATAU TINGKAT KEMISKINAN EKSTRIM DI INDONESIA

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Puji Hardati, M. Si.

oleh:

Eni Ayu Astuti


0302522009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2023
PRESENTASE ATAU TINGKAT KEMISKINAN EKSTRIM DI INDONESIA

Eni Ayu Astuti

Pendidikan geografi universitas negri semarang

Eniayuastuti033@studens.unnes.ac.id

Abstrak

Kemiskinan merupakan isu sentral bagi setiap negara didunia, khususnya bagi negara
berkembang, pengentasan kemiskinan dan menciptakan kesejahteraaan bagi rakyat
merupakan tujuan akhir suatu negara dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui
persentase kemiskinan ekstim di Indonesia, untuk mengetahui persentasi masyarakat
miskin di Indonesia (perpulau) Untuk mengetahui jumlah populasi penduduk miskin di
Indonesia, metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah Studi pustaka merupaka
penelururan pustaka lebih daripada sekedar melayani fungsi-funsi. Studi pustaka
sekalagus memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitian. Studi
pustaka membatasi hanya pada bahan-bahan koleksi, arsip, dokumen tanpa memerlukan
riset lapangan, hasil penelitan ini yaitu dari hasil gerfik mengatakan bahwa Pada tahun
2021 tingkat kemiskinan ekstrem secara nasional sekitar 2,14%. Kemudian mengalami
penurunan menjadi 2,04% per Maret 2022 seperti yang dilaporkan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS). Dan untuk jumlah populasi penduduk miski di Indonesia yang paling
tinggi mencapi 39,3 juta juwa di tahun 2006 dan populasi penduduk miskin paling rendah
di tahun 2010 yaitu mencapai 31,0 juta jiwa. Populasi penduduk miskin perpulau di Indonesia
yaitu pulau yang paling tinggi tingkat kemiskinan yaitu pulau jawa yang mencapai 59,67 juta jiwa.

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kemiskinan merupakan isu sentral bagi setiap negara didunia, khususnya bagi negara
berkembang, pemberantasan kemiskinan dan menciptakan kesejahteraaan bagi rakyat
merupakan tujuan akhir suatu negara. (Ahmad Mahyudi, 2004) Berbagai pemikiran maupun
konsep-konsep tentang kemiskinan sudah dikaji dan diadap tasi diberbagai negara
berkembang namun tidak membuahkan hasil yang memuaskan, dalam konteks ini
Indonesia sebagai negara berkembang yang sudah berumur 57 tahun, masih dihinggapi
oleh masalah kemiskinan dimana 14% rakyat Indonesia dari kurang lebih 240 juta jiwa saat
ini masih dikategorikan sebagai rakyat miskin dengan menggunakan indikator
berpendapatan 1 $ perhari, artinya masih ada sekitar 30 juta rakyat miskin di Indonesia.
Yang lebih ironis apabila kita mnggunakan indicator dari bank dunia dimana rakyat miskin
adalah orang berpendapatan kurang dari 2 $ perhari maka angka tersebut melonjak m
enjadi 35%.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pesat dalam lima tahun terakhir


dibandingkan dengan negara-negara kawasan, ternyata belum mampu untuk
mengurangi tingkat kemiskinan yang signifikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia
yang didorong oleh sektor konsumsi rumah tangga ternyata tidak menghasilkan
pertumbuhane konomi yang berkualitas yang dapat mengentaskan kemiskinan secara
signifikan dan menciptakan lapangan pekerjaan yang luas, serta belum menghilangkan
tingkat disparitas antara golongan kaya dan golongan miskin, hal ini tercermin dalam
indeks gini yang mencapai 0,4, artinya adalah terjadi disparitas yang sangat besar
dalam pengusaan kekayaan atau kesejahteraan antara golongan terkaya dengan
golongan yang termiskin dalam masyarakat Indonesia. (Lincolin Arsyad, 2004)
Di Indonesia, kemiskinan merupakan masalah yang sangat krusial, tidak hanya
karena tendensinya yang semakin meningkat, namun juga konsekuensinya yang tidak
hanya meliputi ruang lingkup ekonomi semata namun juga masalah sosial dan
instabilitas politik dalam negeri. Oleh karena itu, pengentasan masalah kemiskinan
harus menjadi prioritas utama dalam pembangunan ekonomi, baik jangka pendek
maupun jangka Panjang (Mudrajat Kuncoro, 2014)
Pembangunan dalam suatu negara harus megutamakan dan mementingkan
pembangunan kapasitas manusiannya. Pemerintah melakukan berbagai kegiatan guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat umum. Salah satunya, yaitu dengan mengarahkan
dan memfocuskan pembangunan ke daerah – daerah yang memiliki tingkat kesejahteraan
yang rendah . Pembangunan sendiri dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan
sesuai dengan prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan sasaran yang telah
ditetapkan dalam program pembangunan jangka pendek dan jangka panjang nasional
(Prasetyowati & Panjawa, 2022). Pembangunan yang hanya terfokus pada pertumbuhan
ekonomi hanya bersifat jangka pendek dan belum menjamin terjadinya pemerataan
kesejahteraan masyarakat.
Isu-isu mengenai kemiskinan merupakan fokus pembangunan di setiap negara
didunia. Perhatian terhadap kemiskinan bahkan menjadi isu global yang terungkap secara
tegas dalam sasaran-sasaran Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals,
MDGs). MDGs menetapkan sebagai sasaran utamanya adalah penghapusan kemiskinan
ekstrim(exteme poverty) dan kelaparan pada tahun 2015. Target ini menjadi acuan kemajuan
suatu negara. Sekalipun sudah merupakan komitmen global, upaya penanggulangan
kemiskinan disadari bukan merupakan hal sederhana, karena kemiskinan bersifat
kompleks.
Sifat kompleks masalah kemiskinan menuntut kebijakan dan strategi
penanggulangan yang terintegrasi, misalnya melalui program-program perluasan kesempatan
kerja produktif, pemberdayaan manusia dan kemu dahan untuk mengakses berbagai peluang
sosial ekonomi yang ada. Karena berbagai keterbatasan pemerintah, program pengentasan
kemiskinan ataupun kebijakan yang berorientasi pada masalah kemiskinan membutuhkan skala
proritas. Kemiskinan telah diungkapkan dan menjadi bahan perdebatan. Kemiskinan telah
didefinisikan berbeda-beda dan merefleksikan suatu spektrum orientasi ideologi. Bahkan
pendekatan kuantitatif untuk mendefinisikan kemiskinan telah diperdebatkan secara luas
oleh beberapa peneliti yang mempunyai minat dalam masalah ini (Jennings, 1994; Pandji-
Indra, 2001).
2. Rumusan masalah
a) Berapakah jumlah populasi penduduk miskin di Indonesia ?
b) Persebaran penduduk miskin di Indonesia (perpulau) ?
c) Berapakah persentase kemiskinan ekstim di Indonesia ?
3. Tujuan
a) Untuk mengetahui Berapakah jumlah populasi penduduk miskin di Indonesia ?
b) Untuk mengerahi Persebaran penduduk miskin di Indonesia (perpulau) ?
c) Untuk mengetahui Berapakah persentase kemiskinan ekstim di Indonesia ?

A. TINJAUAN PUSTAKA

Kemiskinan
Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang maupun sekelompok orang tidak
mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan
minimal. Upaya penanggulangan di Indonesia sudah menjadi prioritas dalam rencana
kerja pemerintah yang dituang dalam Recana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN). RPJPN kemudian dibagi menjadi empat periode Recana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN), yangdimana tahun 2015 sampai tahun 2019 masuk ke
dalam periode ketiga.
Berikut disajikan data persentase kemiskinan di Indonesia:

1 11.22
10.86 10.64
9.82
9.41 Persentase
10.5 10 Kemiskinan
9.
8.

Target Persentase
Kemiskinan
MenurutRPJMN
1.1 1.3 1.4 Kesenjangan
0.7 0.8
AntaraTarget dan
Realisasi
201 201 201 201 201
wer

Gambar 1. Persentase Kemiskinan, RPJMN serta Kesenjangan antara Target


Penurunan Kemiskinan dan Realisasinya di Indonesia
Berdasarkan gambar 1.1 diketahui bahwa persentase kemiskinan tertinggi berada
pada tahun 2015 dan berangsur menurun sampai tahun 2019. Namun penurunan
persentase kemiskinan ini nyatanya belum memenuhi target pemerintah yaitu 8% di
tahun 2019. Hal ini didukung pula oleh data yang menunjukkan bahwa kesenjangan
antara target penurunan kemiskinan dan realisasinya masih terus mengalami peningkatan
dari tahun 2015 sampai tahun 2019. Terdapat beberapa pendapat ahli tentang faktor apa
saja yang mempengaruhi kemiskinan.Pertama, menurut Malthus, salah satu faktor yang
mempengaruhi kemiskinan adalah pertumbuhan penduduk. Menurutnya, pertumbuhan
penduduk yang pesat akan berdampaknegatif pada kecukupan ketersediaan pangan dan
pada akhirnya akan menyebabkan kemiskinan kronis. Kedua, menurut Kuncoro
ketimpangan dalam kepemilikin sumberdaya yang menyebabkan ketimpangan distribusi
pendapatan dan kualitas sumberdaya manusia yang dicerminkan melalui IPM juga
berpengaruh terhadap kemiskinan. Ketiga, menurut Mankiw bahwa dengan adanya
peningkatan PDRB maka akan meningkatkan total nilai barang dan jasa yang dihasilkan
yang nantinya dapat dipergunakan untuk peningkatan kesejahteraan dan penurunan
kemiskinan. Terakhir, menurut Sukirno bahwa pengangguran merupakan salah satu
faktor yang ikut pula berpengaruh pada kemiskinan. Pendapatan masyarakat akan
maksimum apabila kondisi penggunaan tenaga kerja dalam situasi penuh dapat terwujud.
Oleh karena itu, keseluruhan faktor inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti
bagaimana pengaruhnya terhadap kemiskinan di Indonesia selama periode 2016-2019.
Kemiskinan Ekstrim
a) Difinisi kemiskinan ekstrim
Kemiskinan ekstrem adalah kondisi ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan
dasar yaitu kebutuhan makanan, air minum bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat
tinggal, pendidikan, dan akses informasi yang tidak hanya terbatas pada pendapatan,
tapi juga akses pada layanan sosial (United Nations, 1996). Berdasarkan Bank Dunia,
penduduk miskin ekstrem adalah penduduk yang memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari tidak lebih dari USD 1,9 PPP (Purchasing Power Parity). Purchasing Power Parity
adalah unit harga yang telah disesuaikan sehingga nilai mata uang di berbagai negara
dapat dibandingkan satu dengan yang lain.
Kemiskinan merupakan permasalahan yang dihadapi oleh semua negara, baik
negara maju maupun negara berkembang, namun lebih banyak terjadi pada negara
negara berkembang, karena kondisi pembangunan yang masih belum stabil dan
sustainable. Pada umumnya kemiskinan diukur dengan tingkat pendapatan dan
kebutuhan pokok minimal suatu negara.( M. Nur Rianto Al Arif, 2010)
Menurut (Lincolin Arsyad, 2014) kemiskinan itu bersifat multi dimensional.
Artinya karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam, maka kemiskinan pun
memiliki banyak aspek. Dilihat dari kebijakan umum, maka kemiskinan meliputi aspek
primer yang berupa sekunder yang berupa miskin akan jaringan sosisal, sumber-
sumber keuangan dan informasi. Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut
termanifestasikan dalam bentuk kekurangan gizi, air perumahan yang sehat, perawatan
kesehatan yang kurang baik, dan tingkat pendidikan yang rendah. Sedangkan
Kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar, kerana kemiskinan
menyangkut pemenuhan kebutuhan yang paling mendasar dalam kehidupan. Dan
kemiskinan merupakan masalah global karena kemiskinan merupakan masalah yang
dihadapi banyak negara. (Yarlina Yacoub, 2012)
Menurut (Sumitro Djojohadikusumo, 2011) pola kemiskinan ada empat yaitu,
pertama adalah persistent poverty yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun
temurun. Pola kedua adalah cyclical poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti pola
siklus ekonomi secara keseluruhan. Pola ketiga adalah Seasonal poverty, yaitu
kemiskinan musiman seperti di jumpai pada kasus nelayan dan petani tanaman pangan.
Pola keempat adalah accidental poverty, yaitu kemiskinan kerena terjadinya bencana
alam atau dampak dari suatu kebijakan tertentu yang menyebabkan menurunya tingkat
kesejahteraan suatu masyarakat.
Kemiskinan merupakan kondisi masyarakat yang tidak/belum ikut serta dalam
proses perubahan kerena tidak mempunyai kemampuan, baik kemampuan dalam
pemilikan faktor produksi maupun kualitas faktor produksi yang memadai sehingga
tidak mendapatkan manfaat dari hasil proses pembangunan. (Subandi, 2012)
Menurut (Ravallion,2010) kemiskinan adalah kelaparan, tidak memiliki tempat
tinggal, bila sakit tidak mempunyai dana untuk berobat. Orang miskin itu umumnya
tidak dapat membaca karena tidak mampu bersekolah, tidak memiliki pekerjaan, takut
menghadapi masa depan, kehilangan anak karena sakit. Kemiskinan adalah ketidak
berdayaan, terpinggirkan dan tidak memiliki rasa bebas.

b) Garis Kemiskinan

Batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara ternyata berbeda beda ini
disebabkan karena adanya perbedaan lokasi dan standar hidup. BPS menggunakan
batas minimum dari besarnya rupiah yang di belanjakan perkapita sebulan untuk
memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan. Untuk kebutuhan
minimum makanan di gunakan patokan 2.100 kalori perhari sedangkan pengeluaran
kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang,
serta aneka barang dan jasa.( Mudrajat Kuncoro, 2014)
Garis kemiskinan (GK) menurut ukuran BPS terdiri dari dua komponen yaitu
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Nonmakanan (GKNM),
sehingga jika hal itu diformulasikan maka GK = GKM + GKNM. Penghitungan garis
kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan.Penduduk
miskin adalah penduduk yang memiliki rata rata pengeluaran perkapita perbulan
dibawah garis kemiskinan. (Julius R. Latumaerissa, 2015)

c) Ukuran Kemiskinan

Ada beberapa konsep untuk mengukur suatu tingkat kemiskinan. Konsep yang
mengacu pada garis kemiskinan disebut kemiskinan relative. Sedangkan konsep yang
pengukuranya tidak didasarkan garis kemiskinan disebut kemiskinan absolute. (Tri
Widodo, 2006)

1) Kemiskinan Relatif
Orang yang sudah mempunyai tingkat pendapatan yang dapat memenuhi
kebutuhan dasar namun masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan keadaan
masyarakat sekitarnya, maka orang tersebut masih dianggap miskin. Hal ini
terjadi karena kemiskinan lebih banyak ditentukan oleh keadaan sekitarnya,
dari pada lingkungan orang yang bersangkutan.( Subandi, 2014)
2) Kemiskinan Absolute
adalah derajat kemiskinan di bawah, di mana kebutuhankebutuhan minimum
untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi (Tri Widodo, 2006). Garis
kemiskinan diartikan sebagai pengeluaran rata-rata atau konsumsi rata-rata
untuk kebutuhan pokok berkaitan dengan pemenuhuan standar kesejahteraan.
Bentuk kemiskinan absolut ini paling banyak dipakai sebagai konsep untuk
menentukan atau mendefinisikan kriteria seseorang atau sekelompok orang
yang disebut miskin (Ahmad Mahyudi, 2004). Kesulitan dalam kemiskinan
absolut adalah menentukan komposisi dan tingkat kebutuhan minimum karena
kedua hal tersebut tidak hanya di pengaruhi oleh adat kebiasaan saja, tetapi juga
oleh tingkat kemajuan suatu negara, dan berbagai faktor ekonomi lainya
(Subandi, 2014)
d) Menurut (Abdul Hakim, 2010) Faktor-faktor penyebab kemiskinan
1) Kebijakan pemerintah yang tidak tepat
Upaya pelatihan tenaga kerja yang menyebabkan langkanya produk berskil.
Keadaan ini akan mendorong pengusaha untuk memilih proses yang mekanis.
Catat bahwa salah satu faktor sukses industrialisasi di asia timur yang sangat
padat tenaga kerja, adalah bahwa pemerintah-pemerintah di daerah tersebut
telah banyak berinvestasi dalam pendidikan dan pelatihan.
2) Distorsi Harga Faktor Produksi
Tingginya upah di sektor modern. Upah yang berlaku untuk tenaga kerja tak
berskil di sektor modern di negara-negara berkembang seringkali melebihi
tingkat tekanan serikat pekerja, dan perusahaan asing yang beroperasi
dinegara tersebut yang biasanya menentukan upah lebih tinggi dari tingkat
upah domestik.
3) Pengangguran Penduduk Berpendidikan Tinggi
Pengangguran tenaga kerja berpendidikan dinegara-negara berkembang
tersebut disebabkan karena lapangan kerja tidak sesuai dengan kurikulum
yang dikerjakan dibangku sekolah. Salah satu sebab nya adalah karena
kurikulum yang disusun dinegara-negara kembang tersebut lebih condong ke
ilmu-ilmu sosial yang lebih mudah di selenggarakan dari pada ilmu-ilmu alam
dan teknik yang sebenernya lebih di butuhkan di banyak perusahaan.
e) Solusi/Kebijakan Menanggulangi Kemiskinan
Menurut (Lincolin Arsyad) ada tiga startegi/kebijakan dalam mengurangi
kemiskinan yaitu:
1) Pembangunan Sumber Daya Manusia
2) Pembangunan Pertanian dan Perdesaan
3) Peranan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Pembangunan Sumber Daya Manusia yaitu dengan Perbaikan akses terhadap
konsumsi pelayanan sosial (pendidikan, kesehatan dan gizi) merupaka alat
kebijakan penting dalam strategi pemerintah secara keseluruhan untuk
mengurangi kemiskinan dan memperbaiki kesejahteraan penduduk Indonesia.
Perluasan ruang lingkup dan kualitas dari pelyananpelyanan pokok tersebut
membutuhkan investasi modal insan yang pada akhinya akan meningkatkan
produktivitas golongan miskin tersebut.
Pembangunan Pertanian dan Perdesaan yaitu Sektor pertanian berperan
penting dalam pembangunan ekon omi dan pengurangan kemiskinan di
Indonesia. Ada 3 aspek dari pembangunan pertanian yang telah memberikan
kontribusi yang cukup besar bagi pengurangan kemiskinan tersebut, terutama
di daerah pedesaan. Kontribusi terbesar bagi peningkatan pendapataan
pedesaan dan pengurangan kemsikinan pedesaan di hasilkan dari adanya
revolusi teknologi dalam pertanian padi, termasuk pembangunan irigasi.
Peranan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) LSM-LSM dapat
memainkan peran yang lebih besar didalam perancangan dan implementasi
program pengurangan kemiskinan.Karena fleksibilitas dan pengetahuan
mereka tentang komunitas yang mereka bina, LSM-LSM ini untuk beberapa hal
mereka mampu menjangkau golongan miskin tersebut secara efektif dari pada
program-program pemerintah. Untuk mendukung strategi yang tepat dalam
memerangi kemiskinan diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang
sesuai dengan sasaran atau tujuan perantaranya dapat dibagi menurut waktu,
yakni jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Intervensi jangka
menengah dan panjang yang penting adalah sebagai berikut: (Tulus TH
Tambunan,2014)
1) Pembangunan atau penguatan sektor suwasta Peran aktif sektor ini sebagai
motor utama penggerak ekonomi atau sumber pertumbuhan dan penentu
daya saing perekonomian nasional yang harus ditingkatkan
2) Kerja sama regional Kerja sama yang baik dalam segala hal baik dibidang
ekonomi, industri dan perdagangan, maupun non ekonomi seperti
pembangunan sosial bisa memperkecil kemungkinan meningkatkan
gapantara provinsi-provinsi yang kaya dan provinsi-provinsi yang tidak
punya (miskin)
3) Manajemen pengeluaran pemerintah (APBN) dan administrasi Perbaikan
manajemen perbaikan pengeluaran pemerintah untuk kebutuhan publik,
termasuk juga sistem administrasinya sangat membantu usaha
meningkatkan efektifitas biaya dari pengeluaran pemerintah untuk
membiayai penyediaan /pembangunan/ penyempurnaan fasilitas-fasilitas
umum seperti pendidikan, kesehata, dan lain lain
4) Pendidikan dan kesehatan Pendidikan dan kesehatan yang baik bagi semua
anggota masyarakat disuatu negara merupakan pra kondisi bagi
keberhasilan dari kebijakan anti kemiskinan dari pemerintah negara
tersebut. Oleh karena itu penyediaan pendidikan terutama dasar dan
pelayanan kesehatan adalah tanggung jawab mutlak dari pemerintah.
B. Metode
Dalam memperoleh data tulisan ini mengunakan studi puskata. Studi pustaka merupaka
penelururan pustaka lebih daripada sekedar melayani fungsi-funsi. Studi pustaka sekalagus
memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitian. Studi pustaka
membatasi hanya pada bahan-bahan koleksi, arsip, dokumen tanpa memerlukan riset
lapangan (Zed, Mustika. 2004). Dalam analisis ini pengumpulan data mengunakan tehnik
dokumentasi, dalam hal ini diartikan sebagai cara pengumpulan data, dengan mencatat atau
mengambil data yang sudah ada dalam dokumen atau arsip (Djaali, 2021). Manfaat metode
ini agar peneliti bisa memperkuat data setelah dilakukanya penelitian dan ketika disertai
dengan wujud nyata peneliti tidak bisa memalsukan dokumentasi hasil penelitian tersebut.
Penyajian data dalam analisis ini, data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang
bersifat naratif.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


a. populasi penduduk miskin di Indonesia

Sejarah menunjukan, sejak Indonesia merdeka konsep trilogy pembangunan dengan


menggunakan teori trickle down effect yang diadopsi oleh Indonesia pada jaman Presiden
Soeharto ternyata hanya menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang semu dan
menghasilkan disparitas yang tinggi antara golongan kaya dan miskin. Pertumbuhan
ekonomi yang tidak berkelanjutan dikarenakan sebagian besar pendapatan nasional
dihasilkan dari komoditas sumber daya Minyak dan Gas bukan dari sector manufaktur
maupun sektor industry lainnya yang banyak menyerap tenaga kerja. Akibatnya ketika
sumber daya tersebut tidak lagi mencukupi konsumsi dalam negeri dan akhirnya Negara
harus mengekspor kebutuhan Migasnya. Hal inilah yang mengkibatkan Negara mengalami
devisit anggaran, seperti yang terjadi dewasa ini. Berikut data kemiskinan yang diambil
dari Badan Pusat Statistic tahun 2003 hingga 2010.

Sumber : Whisnu Adhi Saputra

Berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa tahun 2003 kemiskinan Indonesia


sebanyak 37 juta jiwa yang mengalami kemiskinan, tahun 2004 sebanyak 36 juta jiwa
kemiskinan, tahun 2005 berjumlah sekitar 35 juta jiwa yang mengalami kemiskinan,
tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi 39,3 juta jiwa, tahun 2007 mengalami
penurunan lagi menjadi 37,2 juta jiwa rakyat miskin, tahun 2008 mengalami
menurunan lagi menjadi 35,0 juta jiwa rakyat miskin, tahun 2009 sekitar 32,5 juta jiwa
kemiskinan, tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 31,0 juta jiwa kemiskinan. Jadi,
data kemiskinan tersebut menunjukkan perubahan dari tahun ke tahun, untuk tahun
2006 kemiskinan di Indonesia mengalami peningkatan hingga 5 % dari tahun
sebelumnya. Akan tetapi untuk tahun 2007 hingga tahun 2010 selalu mengalami
perubahan penurunan jumlah penduduk yang miskin.
Kenaikan harga bahan bakar minyak, ditenggarai akan meningkatkan tingkat
Inflasi, yang pada akhirnya menurunkan daya beli masyarakat dan menambah tingkat
kemiskinan. Rencana peningkatan harga BBM akan menciptakan expected inflation yaitu
tingkat inflasi yang terjadi sebelum harga BBM tersebut dinaikan, hal ini sesuai dengan
teori inflasi, yaitu masyarakat akan meneurun daya beli dan tingkat kesejahteraannya
dikarenakan kenaikan harga barang secara umum dengan asumsi tingkat pendapatannya
tetap.

b. Persebaran penduduk miskin di Indonesia (perpulau)

Indonesia adalah Negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak bahkan
menempati limabesar penduduk terbanyak di dunia.
Persentase jumlah penduduk tiap tahun terus mengalami peningkatan, ini terlihat pada
tahun 1990, jumlah penduduk 179.381 juta jiwa, sedangkan pada tahun 1995
menunjukkan angka jumlah pertumbuhan penduduk sebesar 194.755. dengan laju
prtumbuhan berkisar 15.374 juta jiwa dengan persentase sebesar 8.57 persen dari tahun
1990. Pada tahun tahun 2000, jumlah penduduk Indonesia menunjukkan angka sebesar
205.135 juta jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 10.380 juta jiwa atau sebesar
5.33 persen dari tahun 1995. Sedangkan untuk tahun 2005, jumlah penduduk Indonesia
sebesar 218.869 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.01 juta jiwa atau
sebesar 0.47 persen dari tahun 2004. Sedangkan pada tahun 2008 jumlah penduduk
Indonesia mencapai 228 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2.881 atau
sebesar 1,28 persen dari tahun 2007. Untuk periode 2000 – 2008 laju pertumbuhan
penduduk pertahun di proyeksikan 1,26 persen.
Penurunan laju pertumbuhan penduduk per tahun pada tiga dekade terakhir berhubungan
denganpenurunan tingkat fertilitas. Penurunan tingkat fertilitas ini merupakan dampakdari
keberhasilan program Keluarga Berencana (KB). Progam KB mulai dicanangkan pada
tahun 1971. Pada awalnya program KB hanya mencakup Pulau Jawa dan Bali, baru pada
tahun delapan puluhan program KB mencakup seluruh provinsi. Oleh karena itu, pengaruh
program KB dalam penurunan tingkat fertilitas baru terlihat pada tahun delapan puluhan,
begitu juga penurunan laju pertumbuhan penduduk.Sementara itu pola persebaran
Penduduk Indonesia tidak banyak mengalami perubahan. Enam decade setelah
kemerdekaan, pulau Jawa masih merupakan Pulau terpadat. Jumlah penduduk
yang begitu besar dan terus bertambah setiap tahun yang mana kurang di imbangi dengan
pemerataan penyebaran penduduk Oleh karena itu sangat jelas terlihat adanya
jumlah Daerah – daerah di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk yang sangat padat
seperti di pulau Jawa, dan ada pula daerah- daerah yang memiliki jumlah penduduk yang
kurang seperti di daerah Indonsia bagian Timur yang memiliki daerah kurang lebih 24
persen dari luas Indonesia hanya memiliki penduduk sekitar 2,2 persen penduduk.
Untuk lebih jelas mengetahui Jumlah Penyebaran Penduduk Indonesia tahun
1990-2008, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4. 2
Jumlah Penyebaran penduduk menurut Pulau di
Indonesia 1990 - 2008 (% tahun)

Tahu
Pula n
u 1990 1995 2000 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Sumatera 20.35 20.96 20.70 20.8 21.04 21.03 21.10 21.27 21.36
Jawa 59.99 58.91 59.13 59.22 58.45 58.70 58.51 58.29 58.14
Bali &
Nusa Tenggara 5.67 5.63 5.35 5.33 5.40 5.40 5.42 5.42 5.43
Kalimantan 5.07 5.38 5.51 5.44 5.70 5.53 5.55 5.60 5.62
Sulawesi 6.98 7.05 7.25 7.14 7.30 7.21 7.23 7.22 7.23
Maluku & Papua 1.94 2.07 2.05 2.06 2.12 2.13 2.18 2.21 2.22
Sumber :Badan Pusat Statistik 2008

Data di atas memperlihatkan bahwa pada tahun 1990 – 2005 menunjukkan sekitar
59 persen penduduk tinggal di Pulau Jawa. Dari jumlah tersebut 18 persen lebih
penduduk tinggal di provinsi jawa Barat. 15 persen di Jawa Tengah , dan 17 persen di
Jawa Timur.Sementara, luas pulau Jawa secara keseluruhan hanya sekitar 7 persen dari
seluruh wilayah daratan Indonesia. Ironisnya, gabungan Maluku, Maluku Utara dan
Papua, yang memiliki luas sekitar 24 persen dari luas total Indonesia, hanya dihuni
sekitar 2 persen penduduk. Kondisi ini tidak berubah banyak ditahun 2005. Di tahun
tersebut menunjukkan Penyebaran penduduk di pulau Sumatra sekitar 21.03 persen dari
total Penduduk Indonesia, PulauJawa 58.70 persen, Bali dan Nusa 7.21 persen dan Pulau
Maluku danPapua sebesar 2.13 persen.Gambaran tersebut selain menunjukkan tidak
meratanyapenyebaran penduduk juga menunjukkan daya dukung lingkungan yang kurang
seimbang diantara provinsi – provinsi di PulauJawa dan Luar Jawa.
Tenaga kerja merupakan salahsatu faktor produksi dalam meningkatkan produksi
suatu perusahaan, dengan jumlah penduduk yang banyak Indonesia memiliki
persediaan tenaga kerja yang cukup banyak tetapi tidak semua tenaga kerja yang
potensial tersebut dapat terserap di tiap sektor produksi sehingga menimbulkan
pengangguran.
Tabel 4.3.

Jumlah Penduduk Indonesia yang bekerja, Menganggurdan


Angkatan Kerja periode 1995 - 2007

Pengangguran Angkatan % Berkerja


Tahun Bekerja Terbuka Kerja /angktan kerja
1995 80110060 6251201 86361261 92.76
1996 85701813 4407769 90109582 95.11
1997 87049756 4275155 91324911 95.32
1998 87672449 5062483 92734932 94.54
1999 88816859 6030319 94847178 93.64
2000 89837730 5813231 95650961 93.92
2002 91647166 9132104 100779270 90.94
2005 94948118 10854254 105802372 89.74
2006 95456935 10932000 106388935 89.72
2007 99930217 10011142 109941359 90.89
Sumber : Badan Pusat Statistik 2008
Berdasarkan data yang ada memperlihatkan jumlah dan komposisi tenaga kerja akan
terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya proses demografi. Pada
kondisi. Pada tahun 1995 di Indonesia terdapat 86,36 juta jiwa penduduk usia kerja,
dimana yang bekerja sebesar 80,1 juta jiwa, dengan angka pengangguran sebesar 6,25
juta jiwa.
Pertumbuhan Tenaga Kerja yang kurang diimbangi dengan pertumbuhan lapangan
kerja akan menyebabkan tingkat kesempatan kerja cendrung menurun.Meski demikian
jumlah penduduk yang bekerja tidak selalu menggambarkan jumlah kesempatan kerja.
Sebagaimana diketahui bahwa Sektor Pertanian sampai sekarang merupakan sektor
utama yang banyak menyerap tenaga kerja di Indonesia, namun persentase penduduk
yang berkerja di sektor pertanian dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Penduduk
yang bekerja pada sektor pertanian rahun 2004 sekitar 43 persen (40,6 juta orang),
walaupun demikian sektor pertanian ini antara tahun 1996 – 1997 sempat mengalami
penurunan namun pada tahun 2003 persentasenya mengalami kenaikan kembali.
Sektor Perdagangan adalah sektorterbesar kedua setelah pertanian, yang mempunyai
persentase sebesar 20,4 persen (19,1 juta orang) sedangakan sektor terbesar ketiga
terbesar adalahsektor industri pengolahan, dimana persentase penduduk yang bekerja di
sektor ini tahun 2004 sebesar 11,8 persen (11,1 juta) orang. Sektor Perdagangan
merupakan salah satu sektor pilihan dalam penyerapan tenaga kerja.
c. Persentasi penduduk miskin di Indonesia (desa, kota, )

d. persentase kemiskinan ekstim di Indonesia

Kemiskinan ekstrem (KE) sebagai suatu permasalahan global telah mendorong


negara-negara didunia menyepakati komitmen pembangunan secara global. Komitmen ini
secara resmi disahkan pada tahun 2000 dalam rumusan Millenium Development
Goals (MDGs). Kemiskinan ekstrem menjadi poin pertama di dalam MDGs dengan target
penurunan hingga 50% di tahun 2015. Laporan MDGs oleh United Nations di tahun 2017
menyebutkan bahwa semula terdapat 1,9 miliar jiwa secara global hidup dalam kemiskinan
ekstrem di tahun 1990.

Pada tahun 2015 jumlah masyarakat global yang hidup dalam kemiskinan ekstrem
menurun hingga 836 juta jiwa. Maknanya, secara global angka kemiskinan berhasil ditekan
bahkan lebih dari target 50%. Pencapaian di tahun 2015 ini menjadi optimisme negara-
negara untuk melanjutkan pengentasan kemiskinan ekstrem. Sehingga disepakati komitmen
global berkelanjutan yang ditargetkan tercapai pada tahun 2030 yakni Sustainable
Development Goals (SDGs). Pada SDGs ini, kemiskinan ekstrem juga menjadi sub-poin
pertama dengan target menghapus secara menyeluruh kemiskinan ekstrem di tahun 2030,
meski kemudian target berubah akibat pandemi Covid-19. Tetapi Presiden Republik
Indonesia menetapkan target nasional angka kemiskinan ekstrem hingga 0% dengan waktu
lebih cepat dari target global. Presiden menginginkan terget ini tercapai pada tahun 2024.
Hal ini semata-mata karena Indonesia dirasa memiliki potensi dan sumber daya yang
memadai untuk mencapai target tersebut.

Potensi Indonesia dapat dilihat dari tren angka kemiskinan yang cenderung
mengalami penurunan. Jika kita melihat pada situasi kemiskinan ekstrem pada tahun 1984
hingga 2021, Indonesia memiliki capaian yang cukup baik. Kita dapat melihat dari grafik
di bawah ini bahwa terdapat fluktuasi di beberapa tahun, tetapi tren cenderung turun bahkan
signifikan pada beberapa periode.

Pada tahun 2021 tingkat kemiskinan ekstrem secara nasional sekitar 2,14%.
Kemudian mengalami penurunan menjadi 2,04% per Maret 2022 seperti yang dilaporkan
oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Maknanya jika ingin mendekati 0% pada tahun 2024,
diperlukan penurunan 1 percentage point. Hal ini tampak kecil dari angka, tetapi realitanya
kita sama-sama tahu menurunkan 1 percentage point bukan pekerjaan mudah,
membutuhkan kerja extra keras dengan memastikan sumber daya yang kita miliki dikelola
dengan efektif. Apalagi ditambah fakta yang mempengaruhi kemiskinan ekstrem banyak
(multidimensi) dan kondisinya dinamis, tidak pasti selalu turun. Jika pada awal 2022 ini
penurunan tercatat hanya 0,1% maka kita perlu meningkatkan kapasitas kita 10 kali lipat
untuk mencapai target di tahun 2024. Hal ini tidak mustahil, memang ambisius, tapi bukan
sesuatu yang tidak bisa kita capai.

Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) telah


merumuskan 4 (empat) prasyarat utama untuk menurunkan angka kemiskinan ekstrem
hingga di bawah 1%. Prasyarat tersebut meliputi pemulihan pertumbuhan ekonomi,
stabilitas harga kebutuhan pokok, tingkat akurasi penetapan sasaran yang tinggi, serta
kolaborasi dan komplementaritas pelaksanaan program.

D. KESIMPULAN

Pada tahun 2021 tingkat kemiskinan ekstrem secara nasional sekitar 2,14%.
Kemudian mengalami penurunan menjadi 2,04% per Maret 2022 seperti yang dilaporkan
oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Maknanya jika ingin mendekati 0% pada tahun 2024,
diperlukan penurunan 1 percentage point. Hal ini tampak kecil dari angka, tetapi realitanya
kita sama-sama tahu menurunkan 1 percentage point bukan pekerjaan mudah,
membutuhkan kerja extra keras dengan memastikan sumber daya yang kita miliki dikelola
dengan efektif. Apalagi ditambah fakta yang mempengaruhi kemiskinan ekstrem banyak
(multidimensi) dan kondisinya dinamis, tidak pasti selalu turun. Jika pada awal 2022 ini
penurunan tercatat hanya 0,1% maka kita perlu meningkatkan kapasitas kita 10 kali lipat
untuk mencapai target di tahun 2024. Hal ini tidak mustahil, memang ambisius, tapi bukan
sesuatu yang tidak bisa kita capai.

Berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa tahun 2003 kemiskinan Indonesia


sebanyak 37 juta jiwa yang mengalami kemiskinan, tahun 2004 sebanyak 36 juta jiwa
kemiskinan, tahun 2005 berjumlah sekitar 35 juta jiwa yang mengalami kemiskinan,
tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi 39,3 juta jiwa, tahun 2007 mengalami
penurunan lagi menjadi 37,2 juta jiwa rakyat miskin, tahun 2008 mengalami
menurunan lagi menjadi 35,0 juta jiwa rakyat miskin, tahun 2009 sekitar 32,5 juta jiwa
kemiskinan, tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 31,0 juta jiwa kemiskinan. Jadi,
data kemiskinan tersebut menunjukkan perubahan dari tahun ke tahun, untuk tahun
2006 kemiskinan di Indonesia mengalami peningkatan hingga 5 % dari tahun
sebelumnya. Akan tetapi untuk tahun 2007 hingga tahun 2010 selalu mengalami
perubahan penurunan jumlah penduduk yang miskin.

SARAN
agar pemerintah lebih memeperhatikan lai masyarakat miskin yang ada di
indinesia dengan harapan sepaya masyarahat miskin di indonesia bisa berkurang
maskipun tidah secara siknipikan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mahyudi, Ekonomi Pembangunan & Analisis Data Empiris, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2004), hlm.226

Abdul Hakim, Ekonomi Pembangunan, (Yogyakarta: Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi, 2010),
hlm.247.

Bappenas. 2004. Rencana Strategik Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. Jakarta: Bappenas.

Batana, Yele Mawaki and Duclos jean Yves. 2010. Comparimng Multidimensional Poverty With
Qualitative Indicator of Well-being. CIRPEE Working Paper.
Charavarty, S.R., D. Mukherjee, and R.R. Ranade. 1997. On The Family of Subgroups and Factor
Decomposable Measures of Multidimensional Poverty. Bordeaux: URA Seminar Montesquieu
Bordeaux IV University.

Duclos, J.Y., and A.Araar. 2006. Poverty and Equity: Measurement, Policy and Estimation with DAD.
Boston/Dordrecht/London:Springer/Kluwer.
Djaali, 2021. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Bumi Aksara. Jogyakrta

Filmer D., and L. Pritchet. 1997. Child Mortality and Public Spending on Health: How Much Does Money
Matter? Policy Research Working Paper No. 1864. The World Bank Washington, DC.
Julius R. Latumaerissa, Perekonomian Indonesia dan Dinamika Ekonomomi Global, (Jakarta:
Mitra Wacana Media, 2015), hlm.101

Jhingan, H.L. 2000. Development Planning. Singapore: The Mc.Graw-Hill Companies. Inc

Lincolin Arsyad, Ekonomi Pembangunan, (Yogyakarta: Unit Penerbit dan percetakan STIM
YKPN, 2010), hlm. 299

Lincolin Arsyad, Ekonomi Pembangunan, (Yogyakarta: STIE YKPN,2004), h.237.

Mudrajat Kuncoro, Otonomi Daerah Menuju Era Baru Pembangunan Daerah, (Erlangga 2014)
hlm.236.
M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makro Ekonomi Islam, (Bandung: Alfabeta 2010), hlm. 226.

Prasetyowati, H., & Panjawa, J. L. (2022). Teknologi Dan Distribusi Pajak Mendukung Kualitas
Pembangunan Manusia. Transekonomika: Akuntansi, Bisnis Dan Keuangan, 2(2),
23–36.

Subandi, Ekonomi Pembangunan, (Bandung, Alfabeta 2014), hlm.80.

Subandi, Ekonomi Pembangunan, (Yogyakarta: Alfabeta 2012) hlm.78.

Tri Widodo, Perencanaan Pembangunan, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2006), hlm.99.

Tulus TH Tambunan, Perekonomian Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2014), h.217.

UNDP. 1996. “Human Development Report” United Nations Development Programme. New
York

Whisnu Adhi Saputra, “Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, PDRB, IPM, Pengangguran terhadap
Tingkat Kemiskinan di kabupaten/ kota di Jawa Tengah”,(Skripsi Fakultas
Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang 2011).

Yarlina Yacoub, “Pengaruh Tingkat Penagngguran terhadap Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota


di Privinsi Kalimantan Barat”, Jurnal Eksos, Vol.8, No 3, ( Oktober 2012), h.180.

Zed, Mustika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai