4
5
lain sumber biji timah yang lain dan kurang mendapat perhatian daripada
cassiterite adalah kompleks mineral sulfide yaitu stanite (CuFeSnS4) merupakan
mineral kompleks antara tembaga- besi-timah-belerang dan cylindrite
(PbSn4FeSb2S14) merupakan mineral kompleks dari timbale-timah-besi-antimon-
belerang dua contoh mineral ini biasanya ditemukan bergandengan dengan
mineral logam yang lain seperti perak. Timah merupakan unsur ke-49 yang paling
banyak terdapat di kerak bumi dimana timah memiliki kandungan 2 ppm jika
dibandingkan dengan seng 75 ppm, tembaga 50 ppm, dan 14 ppm untuk timbal.
Cassiterite banyak ditemukan dalam deposit alluvial/alluvium yaitu tanah atau
sediment yang tidak berkonsolidasi membentuk bongkahan batu dimana dapat
dapat mengendap di dasar laut, sungai, atau danau. Endapan aluvial terdiri dari
berbagai macam mineral seperti pasir, tanah liat, dan batu-batuan kecil. Hampir
80% produksi timah diperoleh dari alluvial/alluvium atau istilahnya deposit
sekunder. Diperkirakan untuk mendapatkan 1 kg Cassiterite maka sekitar 7
sampai 8 ton biji timah/alluvial harus ditambang disebabkan konsentrasi
cassiterite yang sangat sangat rendah.
2.1.3 Geologi Daerah Penelitian
Pulau Bangka merupakan daerah dengan stadia erosi tingkat lanjut, hal ini
dicirikan dengan keadaan yang umumnya relatif datar dan adanya bukit-bukit sisa
erosi. Bukit-bukit sisa erosi tersebut tersusun atas batuan beku granit yang
umumnya menempati bagian tepi Pulau Bangka, Menurut Djamal dan Mangga
(1994) ada terdapat beberapa jenis granit di Pulau Bangka, dapat dilihat sebagai
berikut:
1. Di bagian utara: Granit Klabat, yang berorientasi barat-timur melewati Teluk
Klabat, Granit yang ada disekitarnya terdiri atas Granit Pelangas, Granit
Menumbing, Granit Mangkol.
2. Di bagian selatan: Tersusun atas pluton yang lebih kecil yaitu, Pluton Koba,
Pluton Bebuluh, Pluton Permis, dan Granit Toboali, serta pluton yang lain
yang terletak diantaranya.
Pulau Bangka dicirikan oleh daerah berbukit dengan ketinggian batuan
dasar yang membatasi Cekungan Sumatra Selatan di bagian timur dan Cekungan
7
Sunda di bagian utara, Pulau Bangka termasuk Tin Island, terletak pada Lempeng
Eurasia. Daerah pedataran menempati ± 80% luas seluruh daerah. Daerah inilah
yang merupakan tempat endapan alluvial yang mengandung konsentrasi bijih
Timah. Umumnya sungai-sungai yang ada mengalir di atas endapan-endapan
muda (Plistosen/Pliosen), kecuali pada hulu-hulu sungai atau dekat pada daerah
perbukitan. Pada Zaman Paleozoikum Pulau Bangka dan laut disekitarnya
merupakan daratan. Selanjutnya pada Zaman Karbon-Trias berubah menjadi laut
dangkal. Orogenesa kedua terjadi pada masa Mesozoikum, Pulau Bangka dan Riau
muncul ke permukaan. Intrusi granit menerobos batuan sedimen seperti batupasir,
batulempung dan lain-lain pada Trias-Yura Atas. Pada batas diantara sedimen dan
granit terjadi metamorfosa sentuh. Bersamaan intrusi granit ini terjadi proses
pneumotolitik yang menghasilkan cassiterite. Proses ini dengan proses
hidrotermal yang menghasilkan cassiterite yang mengisi rekahan-rekahan pada
granit. Erosi intensif terjadi pada Kenozoikum dimana lapisan yang menutupi
granit terkikis habis sehingga batuan granit tersingkap. Selanjutnya diikuti oleh
proses pelapukan, transportasi dan pengendapan di lembah-lembah. Suasana
daratan Bangka berlanjut sampai Tersier. Pencairan es pada Kala Pliostosen
mengakibatkan beberapa daerah di Bangka menjadi laut dangkal seperti sekarang
ini. Erosi berlanjut membentuk Pulau Bangka menjadi daratanhampir rata seperti
sekarang ini. (Djamal dan Mangga, 1994).
1. Morfologi Regional
Menurut Suntoko (2010), bentang alam Pulau Bangka secara umum
merupakan dataran rendah, kecuali pada daerah-daerah tertentu bergelombang
(berbukit) dengan puncak yang jarang mempunyai ketinggian 500 m. Relief yang
terjadi pada umumnya tidak begitu besar, terdapat sejumlah bukit yang berlereng
landai dan ada juga yang berlereng curam. Yang berlereng landai biasanya terdiri
dari pada batu lempung, kadang juga granit, sedangkan yang berlereng curam
ialah granit bukit Menumbing (700 m) dibagian utara Pulau Bangka, bagian barat
terdapat batu pasir keras bukit Maras (380 m). Laut sekitarnya yang sangat
dangkal dibentuk oleh lembah-lembah dan sungai-sungai yang tenggelam berisi
endapan alluvial yang mengandung bijih timah yang di dalamnya jarang melebihi
8
Gambar 2.1 Kolom Statigrafi Pulau Bangka (Mangga & Jamal, 1994)
Menurut Jamal dan Mangga (1994). Regional Pulau Bangka dibagi menjadi
lima Formasi yang disusun berurutan dari tua ke muda adalah sebagai berikut:
a. Komplek Malihan Pemali
Komplek Malihan Pemali secara umum merupakan komplek batuan
metamorf dengan lithotype di daerah Pemali yang terdiri dari skiss, fillit, dan
kuarsit yang merupakan produk metamorfisme dinamotermal berumur
PraKarbon-Kambrium. Komplek Malihan Pemali ini di interpretasikan
terbentuk pada lingkungan laut dangkal.
b. Formasi Tanjung Genting
Menurut Gumelar (2006), Formasi Tanjung Genting terbentuk tidak selaras
di atas Komplek Malihan Pemali. Formasi ini terdiri dari perselingan batu pasir
10
dan batu lempung. Batu pasir pada formasi ini berwarna abu-abu kecoklatan,
berbutir halus sedang, sortasi baik, tebal lapisan 2–60 cm dengan struktur
sedimen silang siur dan laminasi bergelombang. Pada formasi ini ditemukan
lensa batu gamping setebal 1,5 m, batu lempung abu–abu kecoklatan berlapis
baik dengan tebal 15 m, setempat dijumpai batu pasir halus dan batu gamping.
Formasi ini diduga berumur Trias Awal dan terendapkan di lingkungan laut
dangkal.
c. Formasi Granit Klabat
Formasi Granit Klabat tersebar secara terpisah di Utara hingga Selatan
Pulau Bangka. Pada penyebaran di bagian Utara, pada formasi ini terdiri dari
granit, granodiorit, diorit kuarsa. Pada penyebaran di bagian Selatan Pulau
Bangka, formasi ini terdiri dari Granit biotit, Granodiorit dan Granit genesan.
Granit biotit berwarna kelabu, tekstur porfiritik, dengan butiran kristal-kristal
berukuran sedang-kasar, dimana lapisan yang menutupi granit terkikis habis
sehingga batuan granit tersingkap fenokris felspar panjangnya mencapai 4 cm
dan memperlihatkan struktur foliasi. Granodiorit berwarna putih kotor,
berbintik hitam. Granit genesan berwarna kelabu dan berstruktur perdaunan.
Nama 10 satuan ini berasal dari lokasi tipenya di Teluk Klabat, Bangka Utara.
d. Formasi Ranggam
Menurut Gumelar, (2006) Formasi ini lithotypenya berada di Desa Ranggam
daerah Bangka Barat Laut yang secara umum terendapkan di lingkungan
fluvial, berumur Akhir-Plistosen Awal.
e. Endapan Aluvial
Endapan ini secara umum terdiri dari lumpur, lempung, pasir kerikil dan
kerakal yang mudah ditemukan di dataran rendah dan terendapkan sebagai
endapan sungai, rawa dan pantai endapan aluvial ini terendapkan dan tidak
selaras di atas Formasi Ranggam.
3. Iklim dan Curah Hujan
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kota
Pangkalpinang, iklim di Pulau Bangka dipengaruhi oleh iklim tropis, yaitu musim
hujan dan musim kemarau. Periode musim hujan terjadi antara bulan Oktober
11
sampai bulan Maret dan periode musim kemarau terjadi antara bulan April sampai
bulan September.
Kabupaten Bangka Selatan beriklim Tropis Tipe A dengan variasi curah
hujan antara 4,0 hingga 466,2 mm tiap bulan untuk tahun 2012 dengan curah
hujan terendah pada bulan Agustus. Suhu rata-rata daerah Kabupaten Bangka
Selatan berdasarkan data dari Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun
Klimatologi Pangkalpinang menunjukkan variasi antara 26° Celcius hingga 28°
Celcius. Sedangkan kelembaban udara bervariasi antara 74 hingga 88 persen pada
tahun 2012. Sementara, intensitas penyinaran matahari pada tahun 2012 rata-rata
bervariasi antara 27,6 hingga 82,3 persen dan tekanan udara antara 1009,3 hingga
1011,5 mb
Sedangkan di daerah Belinyu memiliki iklim tropis basah (tropical humid
climate) seperti pada daerah lainnya di indonesia. Curah hujannya berkisar antara
1528-2708 mm/tahun, dengan rata-rata 2608 mm/tahun. Sedangkan jumlah dari
hujan setiap tahunnya bekisar antara 80-251 hari, dengan rata-rata 154 hari/tahun.
Berdasarkan data BMKG yang berada di Unit Laut Bangka, suhu rata-rata
tahunan kecamatan Belinyu bekisar antara 20º Celcius hingga 34º Celcius dan
fluktuasi tempratur harian berkisar 3º Celcius hingga 4º Celcius, dengan
kelembapan udara rata-rata 80 persen, dimana kelembapan pagi hari 90 persen
dan sore hari mencapai 79 persen. Faktor alam juga bisa menjadi tantangan
terberat pada industri pertambangan. Dalam hal ini masalah cuaca atau pergantian
musim bisa memberikan dampak yang signifikan dalam proses penambangan
yang dilakukan hingga hasil yang akan diperoleh, diakarenakan cuaca yang susah
untuk diprediksi, siklus bulanan dan pergantian musim bisa berubah secara
mendadak.
Pada musim hujan atau dikenal dengan musim Barat disertai dengan angin
kencang dan gelombang Bangka juga dipengaruhi oleh dua musim angin, yaitu
muson barat dan muson tenggara. Angin muson barat yang basah pada bulan
November, Desember dan Januari banyak mempengaruhi bagian utara Pulau
Bangka. Sedangkan, angin muson tenggara yang datang dari laut Jawa
mempengaruhi cuaca di bagian selatan Pulau Bangka.
12
Avg
Temp 26,5 26,8 27,1 27,5 27,9 27,7 27,6 27,7 27,8 27,8 27,2 26,8
(° C)
Min
Temp 23,5 23,6 23,7 23,9 24,3 24,2 24,2 24,1 24,2 24,4 23,8 23,8
(° C)
Max.
Temp 29,5 30 30,6 31,2 31,5 31,2 31 31,4 31,4 31,3 30,7 29,8
(°C)
Avg
Temp 79,7 80,2 80,8 81,5 82,2 82,2 81,9 81,7 81,9 82,0 81,0 80,2
(°F)
Min
Temp 74,3 74,5 74,7 75,0 75,0 75,7 75,6 75,6 75,4 75,6 74,8 74,8
(°F)
Max
Temp 85,1 86,0 87,1 88,2 88,7 88,2 87,8 88,5 88,3 88,5 87,3 85,6
(°F)
Precipit
ation/R
386 241 231 232 248 182 158 128 139 186 306 399
ainfall
(mm)
Sumber: (climate-data.org, 2018)
4. Keadaan Endapan
A. Ganesa Endapan Timah
Secara umum endapan timah yang ada di pulau Bangka berdasarkan
ganesanya terdiri dari timah primer dan endapan sekunder.
a. Endapan Primer
Berdasarkan Teknik Eksplorasi yang dikemukakan oleh Sudarto
Notosiswoyo (2010), endapan primer adalah endapan mineral yang terbentuk
langsung dari magma (segresi dan diferensiasi magma). Disebut endapan
13
relatif ringan, dan merupakan sumber tersebar (90%) dari proses pembentukan
endapan bijih.
Berdasarkan cara pembentukan endapan, dikenal 2 macam endapan
hidrotermal, yaitu endapan cavity filling dan endapan metasomatisme. Endapan
cavity filling adalah endapan yang mengisi rongga – rongga (openings) yang
sudah ada di dalam batuan, sedangkan endapan metasomatisme adalah endapan
pengganti unsur – unsur yang telah ada dalam batuan dengan unsur – unsur baru
dari larutan hidrotermal. Berdasarkan perbedaan suhu pembentukan endapannya
dikenal 3 macam endapan hidrotermal, yaitu epitermal (0 – 200º Celcius),
mesotermal (150 – 350º Celcius), dan hipotermal (300 – 500º Celcius).
sumber mineral yang berasal dari batuan induk. Endapan timah sekunder akan
terbentuk melalui beberapa proses, sebagai berikut:
1. Pelapukan
Batuan yang berada di didapermukaan akan mengalami pelapukan akibat
adanya proses eksogen baik pelapukan fisik maupun kimia. Faktor-faktor
penyebab pelapukan adalah:
a. Perubahan suhu (temperatur)
b. Air tanah (air tanah dan air permukaan)
c. Unsur organis atau kelebatan vegetasi
d. Komposisi mineral dan batuan
e. Struktur geologi yang terdapat pada batuan atau daerah tersebut, seperti
kemiringan lereng atau permukaan batuan.
Akibat dari pelapukan ini, batuan yang keras dan besar berubah menjadi
batuan kecil, peristiwa ini disebut sebagai pelapukan fisik, sedangkan bila batuan
tersebut dipengaruhi oleh unsur organik atau air sehingga mineral yang terdapat
dalam batuan itu bersenyawa karena proses kimia dan menyebabkan batuan
tersebut berubah menjadi lunak atau menjadi mineral lain, peristiwa ini disebut
dengan pelapukan kimia.
2. Erosi
Erosi merupakan proses pengikisan terhadap batuan atau lapisan tanah
dimanapun berada seperti di pegunungan, daratan, padang pasir, pantai maupun
laut. Media sebagai penyebab terjadinya erosi terdiri dari beberapa macam, yaitu
air mengalir, ombak, angin dan gravitasi hal tersebut diakibatkan oleh
iklim ,vegetasi, karakteristik tanah dan topografi, umumnya erosi ini sangat aktif
pada daerah hulu atau daerah dimana terjadinya intrusi dan memiliki kemiringan
permukaan yang besar. Dengan kecepatan yang tinggi maka mengakibatkan daya
kikis yang akan membawa butiran-butiran tanah yang terkikis. Ada beberapa
istilah yang dikenal berkaitan dengan proses erosi sebagai berikut :
a. Erosi adalah kikisan yang terjadi pada lembah-lembah, bukit-bukit ataupun
pegunungan yang disebabkan oleh air yang mengalir dipermukaan bumi.
b. Abrasi adalah kikisan yang terjadi di pantai yang disebabkan oleh ombak
16
lapisan tanah, kedalaman gali ideal, sudut putaran kapal, tebal lapisan ideal dan
ruang buang tailing.
a. Jenis Lapisan dan Cara Penggaliannya
Untuk jenis lapisan tanah yang gampang terberai, KIP tidak akan
menemukan kesulitan dalam penggalian, sebab dinding tanah yang berada
didepan dinding cutter akan sedikit demi sedikit runtuh dan akan dihisap oleh
pompa isap. Tetapi bila menggali jenis lapisan tanah keras yang susah diberai
seperti lapisan lempung liat, maka KIP harus memperlebar lubang penggalian
untuk menghindari terjadinya runtuhan sekaligus dari dinding tanah yang dapat
berpotensi menimbun ladder. Karena jenis lapisan tersebut liat maka cutter harus
digerakkan secara perlahan.
b. Kedalaman Gali Ideal
Dengan panjang ladder 58 m, kedalaman gali ideal KIP 11 adalah 45 m
dengan asumsi sudut penunjaman ladder maksimum 60º nilai tersebut masih
dianggap aman untuk mencegah agar KIP 11 tidak kandas akibat penimbunan
tanah tailing, dan kedalaman yang ideal untuk digali yaitu 20 m dikarenakan oleh
keterbatasan alat seperti panjang dari ladder itu sendiri.
c. Sudut Putaran KIP
Untuk penggalian lubang awal, KIP terus berputar searah atau berlawanan
arah jarum jam sampai kong (bedrock), untuk memperlebar kolong kerja, KIP
berputar 90° sampai 180º searah jarum jam, lalu dibalas berputar ke 90° sampai
180º berlawanan arah jarum jam mengikuti alur dari penyebaran bijih timah
tersebut.
d. Tebal Lapisan Ideal
Tebal lapisan tanah ideal untuk digali oleh KIP adalah sebesar 0 sampai 20
m. Pada kedalaman itu untuk jenis material lepas kemungkinan terjadi longsoran
yang mengakibatkan ladder tertimbun masih sangat kecil. Apabila tebal lapisan
tanah lebih tebal dari 20 m, kemungkinan ladder tertimbun tanah runtuhan akan
semakin besar, terutama jika jenis tanah yang digali adalah tanah keras yang tidak
mudah runtuh, maka kondisi ini akan sangat berbahaya baik bagi cutter maupun
ladder.
24