Anda di halaman 1dari 6

A.

Definisi kemiskinan

Masyarakat miskin sesuai karakteristiknya menurut Kartasasmita (1993:4),


umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya pada kegiatan
ekonomi, sehingga semakin tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang mempunyai
potensi lebih tinggi.

Sementara itu Soemardjan (dalam Sumodingrat 1999:81), mendeskripsikan


berabagai cara pengukuran kemiskinan dengan standar yang berbeda-beda, dengan tetap
memperhatikan dua kategori tingkat kemiskinan, sebagai berikut: Pertama, kemiskinan
absolut adalah suatu kondisi dimana tingkat pendapatan seseorang tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan pokoknya seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan
pedidikan; Kedua, kemiskinan relatif adalah penghitungan kemisikinan berdasarkan
proporsi distribusi pendapatan dalam suatu daerah. Kemiskinan jenis ini dikatakan relatif
kerena berkaitan dengan distribusi pendapatan antar lapisan sosial1.

Menurut Surbakti dalam Suyanto (1996: 201), kemiskinan kultural bukanlah


bawaan, melainkan akibat dari ketidakmampuan menghadapi kemiskinan yang
berkepanjangan. Kemiskinan bukanlah sebab melainkan akibat. Sikap-sikap seperti ini
diabadikan melalui proses sosialisasi dari generasi ke generasi2.

Kemiskinan structural merupakan kemiskinan yang dibuat oleh manusia yang


memiliki kekuasaan ekonomi dan politik. Disebut kemiskinan structural karena yang
membuat sebagian masyarakat miskin adalah bukan orang perorangan tetapi struktur
ekonomi dan politik yang tidak hanya bersifat eksploitasi terhadap pihak yang kurang
memiliki sumberdaya, melainkan juga berpihak hanya kepada orang-orang yang memiliki
akses terhadap ekonomi dan politik. Kemiskinan structural adalah kemiskinan yang

1
Yulianto Kadji. KEMISKINAN DAN KONSEP TEORITISNYA, diakses dari
repository.ung.ac.id/.../Kemiskinan_dan_Konsep_Teoritisnya.pdf. pada tanggal 1 Oktober 2016 pukul
10.22, h., 3.
2
Abdul Aziiz Usman, Jossy P Moeis. karakteristik kemiskinan dan pengaruhnya terhadap kondisi
kemiskinan di provinsi Sumatera Barat, diakses dari http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/114426-JUKE-2-2-
Des2006-133.pdf. pada tanggal 1 Oktober 2016 pukul 10.27, h., 136.
diderita suatu golongan tertentu sebagai akibat tidak dimungkinkannya untuk
memberikan kemudahan-kemudahan pada mereka dalam potensi dan lingkungannya3.

B. Data BPS tentang kemiskinan dari tahun 2000-2016

Tahun Jumlah Penduduk Miskin (Juta


Orang)
Kota Desa Kota+Desa
2000 12,31 26,43 38,74
2001 8,6 29,27 37,87
2002 13,32 25,08 38,39
2003 12,26 25,08 37,34
2004 11,37 24,78 36,15
2005 12,4 22,7 35,1
2006 14,49 24,81 39,3
2007 13,56 23,61 37,17
2008 12,77 22,19 34,96
2009 11,91 20,62 32,53
2010 11,1 19,93 31,02
Maret 2011 11,05 18,97 30,02
Sep-11 10,95 18,94 29,89
Maret 2012 10,65 18,49 29,13
Sep-12 10,51 18,09 28,59
Mar-13 10,33 17,74 28,07
Sep-13 10,63 17,92 28,55
Mar-14 10,51 17,77 28,28
Sep-14 10,36 17,37 27,73
Mar-15 10,65 17,94 28,59
Sep-15 10,62 17,89 28,51
Mar-16 10,34 17,67 28,01

Jumlah penduduk miskin desa-kota tahun 2000-2013


Sumber: https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1494

3
Ibid., h. 136-137
Pendekatan kebutuhan dasar
Konsep kemiskinan dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan
kebutuhan. Pendekatan metode kebutuhan dasar merupakan pengukuran resmi yang
digunakan untuk mengukur kemiskinan di Indonesia4.
Menurut BPS, komponen kebutuhan dasar terdiri dari pangan dan bukan pangan
(perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan) yang disusun menurut daerah
perkotaan dan perdesaan berdasarkan hasil survey social ekonomi nasional5.

Pendekatan multidimensional
Kemiskinan dalam dimensi ekonomi, sebagai kekurangan sumber daya yang
dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang, baik secara
finansial maupun semua jenis kekayaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Dimensi ekonomi dapat diukur dengan nilai rupiah meskipun harganya
selalu berubahubah setiap tahunnya tergantung pada tingkat inflasi rupiah6.

Kemiskinan dalam dimensi kesehatan, Banyak data dan hasil penelitian yang
membuktikan bahwa kemiskinan sangat berhubungan dengan tingginya angka kesakitan
dan kematian. Dalam hal kesehatan, ketika berhadapan dengan kemiskinan seperti yang
terjadi pada masa krisis ekonomi, reaksi masyarakat bermacammacam, seperti: orang
miskin cenderung menghindari fasilitas rawat jalan, menunda pelayanan RS, menghindari
penggunaan jasa spesialis yang mahal, cenderung memperpendek rawat inap, membeli
separo atau bahkan sepertiga obat yang diresepkan sehingga tidak menjalani pengobatan
total, mencari pengobatan lokal yang kadang-kadang dapat menimbulkan efek berbahaya,
para ibu cenderung melahirkan di rumah dengan bantuan dukun yang memperbesar risiko
persalinan, penyakit menjadi kronis karena menghindari pengobatan yang mahal7.

Kemiskinan dalam dimensi social budaya, Dimensi sosial dari kemiskinan


diartikan sebagai kekurangan jaringan sosial dan struktur yang mendukung untuk

4
Sri Hery Susilowati. pendekatan skala ekivalensi untuk mengukur kemiskinan. Diakses dari
pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/FAE28-2b.pdf. pada tanggal 2 Oktober pukul 14.00, h., 95
5
Ibid., h. 96
6
Chriswardani Suryawati. MEMAHAMI KEMISKINAN SECARA MULTIDIMENSIONAL. Diakses
dari http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/detail.php?dataId=8891. pada tanggal 2 Oktober pukul 14.50, h., 123-124
7
Ibid., h. 125
mendapatkan kesempatan agar produktivitas seseorang meningkat. Kemiskinan muncul
sebagai akibat nilai budaya yang dianut kaum miskin itu sendiri, yang berakar dari
kondisi lingkungan yang serba miskin dan diturunkan dari generasi ke generasi (cultural
of poverty). Kaum miskin telah memasyarakatkan nilai dan perilaku kemiskinan secara
turun-temurun. Akibatnya, perilaku tersebut melanggengkan kemiskinan mereka,
sehingga masyarakat yang hidup dalam kebudayaan kemiskinannya sulit untuk
membebaskan diri dari kemiskinan8.

Kemiskinan dalam dimensi social politik. Dimensi sosial politik dari kemiskinan
lebih menekankan pada derajat akses terhadap kekuatan yang mencakup tatanan sistem
social politik yang dapat menentukan alokasi sumber daya untuk kepentingan
sekelompok orang atau tatanan sistem sosial yang menentukan alokasi penggunaan
sumber daya. Kebijakan pemerintah dalam kerangka social politik disengaja atau tidak,
sebagian di antaranya justru menyebabkan kemiskinan. Hal ini sesuai dengan pendapat
para teoritisi bahwa masyarakat atau negara miskin itu bukan karena mereka miskin (a
country is a poor because it is poor), tetapi karena kebijakan pemerintah yang salah (a
country is poor because of poor policies)9.

Kemiskinan dalam dimensi pendidikan, agama, dan budi pekerti, Keterkaitan


kemiskinan dengan pendidikan sangat besar karena pendidikan memberikan kemampuan
untuk berkembang lewat penguasaan ilmu dan keterampilan. Pendidikan agama dan budi
pekerti sangat penting untuk penanaman nilai-nilai agamawi dan budi pekerti terutama
bagi anak-anak dan pemuda. Strategi pengentasan kemiskinan seharusnya tidak terpaku
pada aspek ekonomi dan fisik saja, tetapi aspek nonfisik (rohaniah) juga perlu
mendapatkan porsi yang cukup dalam kebijakan ini10.

Kemiskinan dalam dimensi perdamaian dunia. Millenium Development Goals on


Development and Eradication of Poverty in 2015 telah dideklarasikan oleh para
pemimpin negara-negara di dunia pada tahun 2000. Para pemimpin dunia berjanji bekerja
sama untuk mencapai target dalam pembangunan dan mengurangi kemiskinan di tahun

8
Ibid., h. 126-127
9
Ibid., h. 127
10
Ibid., h. 127-128
2015. Direktur Millennium Project Jeffrey D. Sachs menyatakan dalam paparannya
kepada peserta pertemuan regional tingkat menteri se-Asia Pasifik di Jakarta tanggal 4
Agustus 2005 yang membahas Millennium Development Goals (MDGs) bahwa
perdamaian dunia tidak akan tercapai tanpa dibarengi pembangunan ekonomi. Oleh
karena itu, harus ada gerakan internasional untuk memerangi kemiskinan dalam rangka
menciptakan perdamaian dunia. Tanpa global development, kita tidak mungkin
mencapai global security, karena tidak ada perang terhadap teroris tanpa memerangi
kemiskinan11.

Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa untuk tahun 2010 jumlah orang
miskin di Indonesia mencapai angka 31,02 juta jiwa atau 13,33 persen dari total
penduduk Indonesia. Meskipun per Maret 2010, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan sebesar 2,21 juta dan 0.58
persen, namun angka ini dinilai masih cukup tinggi. Padahal, standar yang diterapkan
oleh Badan Pusat Statistik (BPS) masih jauh di bawah standar penduduk miskin Bank
Dunia yang berstandar pada konsep Purchasing Power Purity yaitu masyarakat yang
penghasilannya dibawah 2 dolar per hari. Sementara standar penduduk miskin BPS
adalah penduduk yang penghasilannya dibawah Rp. 211.000 perbulan.Data terbaru yang
diperoleh, jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Agustus 2011 mencapai 117,4 juta
orang dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia pada Agustus 2011
mencapai 6,56 persen.

11
Ibid., h. 128

Anda mungkin juga menyukai