Anda di halaman 1dari 20

Penyusunan Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah

(RPKD) Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2023-2027

BAB III

PROFIL KEMISKINAN DAERAH

3.1. Konsep Kemiskinan

Kemiskinan merupakan isu yang kompleks dan multidimensional.


Beragamnya pendekatan yang dilakukan terhadap kondisi miskin
menyebabkan banyak defenisi tentang kemiskinan yang disusun untuk
menjelaskan konsep tersebut. Ilmuan sosial sering memetakan faktor
penyebab kemiskinan dalam dua pendekatan. Yang perta ma; pendekatan
secara struktural yang melihat penyebab kemiskinan karena faktor kebijakan
pemerintah yang tak berpihak kepada masyarakat miskin. Pendekatan kedua;
melihat penyebab kemiskinan karena faktor kultural. Pendekatan ini lebih
melihat bahwa akar masalah kemiskinan karena faktor manusia. Para
antropolog sering memandang bahwa kemiskinan itu lahir dari faktor
budaya dan bawaan lahiriah seseorang. Mereka memberi istilah dengan
mental menerabas. Suatu stigma yang melihat bahwa seseorang itu miskin
karena tak mau kerja keras, tidak disiplin, malas dan stigma minor lainnya.

Perspektif ilmuan sosial strukturalis berpandangan bahwa,


permasalahan kemisikinan tidak semata muaranya pada masalah ekonomi,
karena ada aspek lain yang bersifat multidimensional dengan akar
permasalahannya terletak pada sistem ekonomi, politik dan kebijakan suatu
daerah.

Kajian tentang kemiskinan khususnya penyebab dan akar masalahnya


sering hanya ditimpahkan secara sepihak kepada warga miskin, misalnya
masyarakat malas dan tidak punya etos kerja yang tinggi, pendidikan rendah,
tidak punya kemauan untuk maju dan berprestasi, serta sejumlah pandangan
dan stigma minor dan subyektif dialamatkan kepada masyarakat miskin.

LAPORAN PENDAHULUAN 3-1


Penyusunan Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(RPKD) Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2023-2027

Persoalan kebijakan pemerintah yang mestinya pro kepada


masyarakat miskin hampir tidak pernah dipersoalkan, demikian halnya
dengan semakin melemahnya kepedulian para pihak termasuk masyarakat
kelas menengah yang strata sosial ekonominya mapan juga tidak pernah
dibicarakan.

Jika pandangan yang bersifat stigmatisasi tersebut diteruskan, maka


konsekwensinya, masyarakat miskin menanggung masalahnya sendiri tanpa
ada pihak lain yang peduli. Masalah akan makin ”runyam” jika, kebijakan
pemerintah daerah misalnya tidak berubah dari pendekatan program
penanggulangan kemiskinan masih selalu bersifat karitatif, sehingga akar
masalahnya tidak pernah tersentuh dan terlesaikan. Akibatnya problem
kesenjangan sosial akan makin sulit terurai karena dalam pandangan Bagong
Suyanto (2013), kesenjangan sosial tidak hanya menyangkut kesenjangan
hasil-hasil pembangunan antar suatu daerah yang maju dan daerah tertinggal
atau antara daratan dan kepulauan, tetapi juga kesenjangan dalam hal
kesempatan, akses dan kondisi social masyarakat yang menyebabkan
peluang masyarakat dilapisan paling miskin untuk melakukan mobilitas
vertikal menjadi terhambat. Sedangkan, ketidakadilan menyangkut
perlakuan semena-mena yang acapkali dialami masyarakat miskin karena
ketidakberdayaan dan kerentanan mereka.

Jika penyebab kemiskinan dipahami tak bermuara pada satu faktor


tunggal, maka pendekatannya harus multi disiplin khususnya dalam upaya
untuk memberdayakan masyarakat miskin. Argumentasi seperti ini hingga
diperlukan adanya Strategi atau Rencana Penanggulangan Kemiskinan
Daerah (RPKD) dengan multi pendekatan dan sejumlah varian teori karena
yang akan dilakukan adalah menerobos kesenjangan sosial yang ada disuatu
wilayah, seperti di Kabupaten Konawe Selatan.

Secara konseptual, kemiskinan dapat dibedakan menurut kemiskinan


relatif dan kemiskinan absolut, dimana perbedaannya terletak pada standar

LAPORAN PENDAHULUAN 3-2


Penyusunan Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(RPKD) Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2023-2027

penilaiannya. Standar penilaian kemiskinan relatif merupakan standar


kehidupan yang ditentukan dan ditetapkan secara subjektif oleh masyarakat
setempat atau bersifat lokal serta mereka yang berada dibawah standar
penilaian tersebut dikategorikan miskin secara relative. Sedangkan standar
penilaian secara absolute merupakan standar kehidupan minimum yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar yang diperlukan, baik
makanan maupun nonmakanan. Standar kehidupan minimum untuk
memenuhi kebutuhan dasar ini disebut sebagai garis kemiskinan.

Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidak mampuan secara ekonomi


untuk memenuhi standar hidup rata-rata masyarakat di suatu daerah.
Kondisi ketidakmampuan ini ditandai dengan rendahnya kemampuan
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok baik berupa pangan,
sandang, maupun papan. Kemampuan pendapatan yang rendah ini juga akan
berdampak berkurangnya kemampuan untuk memenuhi standar hidup rata-
rata seperti standar kesehatan masyarakat dan standar pendidikan. Kondisi
masyarakat yang disebut miskin dapat diketahui berdasarkan kemampuan
pendapatan dalam memenuhi standar hidup (Nugroho, 1995). Pada
prinsipnya, standar hidup di suatu masyarakat tidak sekedar tercukupinya
kebutuhan akan pangan, akan tetapi juga tercukupinya kebutuhan akan
kesehatan maupun pendidikan. Tempat tinggal ataupun pemukiman yang
layak merupakan salah satu dari standar hidup atau standar kesejahteraan
masyarakat di suatu daerah. Berdasarkan kondisi ini, suatu masyarakat
disebut miskin apabila memiliki pendapatan jauh lebih rendah dari rata-rata
pendapatan sehingga tidak banyak memiliki kesempatan untuk
mensejahterakan dirinya (Suryawati, 2004).

Pengertian kemiskinan yang saat ini populer dijadikan studi


pembangunan adalah kemiskinan yang seringkali dijumpai di negara-negara
berkembang dan 22 negara-negara dunia ketiga. Persoalan kemiskinan
masyarakat di negara-negara ini tidak hanya sekedar bentuk
ketidakmampuan pendapatan, akan tetapi telah meluas pada bentuk

LAPORAN PENDAHULUAN 3-3


Penyusunan Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(RPKD) Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2023-2027

ketidakberdayaan secara sosial maupun politik (Suryawati, 2004).


Sementara itu, dalam mengukur kemiskinan di Indonesia melalui Badan
Pusat Statistik (BPS) yaitu menggunakan konsep kemampuan memenuhi
kebutuhan dasar (basic needs approach) sebagai variabelnya. Konsep ini
mengacu pada Handbook on Poverty and Inequality yang diterbitkan oleh
Worldbank. Melalui pendekatan tersebut kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar
berupa keperluan makanan dan juga yang bersifat bukan makanan yang
diukur dari sisi pengeluaran. Dalam hal ini, penduduk yang dapat
dikategorikan sebagai penduduk miskin apabila memiliki rata-rata
pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

Selain itu, kemiskinan juga dianggap sebagai bentuk permasalahan


pembangunan yang diakibatkan oleh adanya dampak negatif dari
pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang sehingga memperlebar
kesenjangan pendapatan antar masyarakat maupun kesenjangan pendapatan
antar daerah (inter region income gap) (Harahap, 2006). Studi pembangunan
saat ini tidak hanya memfokuskan kajiannya pada faktor-faktor yang
menyebabkan kemiskinan, akan tetapi juga mulai mengidentifikasikan segala
aspek yang dapat menjadikan miskin.

Pada umumnya, setiap negara termasuk Indonesia memiliki sendiri


definisi seseorang atau suatu masyarakat dikategorikan miskin. Hal ini
dikarenakan kondisi yang disebut miskin bersifat relatif untuk setiap negara
misalnya kondisi perekonomian, standar kesejahteraan, dan kondisi sosial.
Setiap definisi ditentukan menurut kriteria atau ukuran-ukuran berdasarkan
kondisi tertentu, yaitu pendapatan rata-rata, daya beli atau kemampuan
konsumsi rata-rata, status kependidikan, dan kondisi kesehatan. Secara
umum, kemiskinan diartikan sebagai kondisi ketidakmampuan pendapatan
dalam mencukupi kebutuhan pokok sehingga kurang mampu untuk
menjamin kelangsungan hidup (Suryawati, 2004: 122). Walaupun demikian,
saat ini di Indonesia pengukuran kemiskinan menggunakan pendekatan

LAPORAN PENDAHULUAN 3-4


Penyusunan Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(RPKD) Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2023-2027

kebutuhan dasar (basic needs). Berdasarkan pendekatan kebutuhan dasar,


dengan menggunakan tiga indikator kemiskinan sebagai parameternya yang
meliputi (1) indeks per kepala (head count index), (2) indeks kedalaman
kemiskinan (poverty gap index), dan (3) indeks keparahan kemiskinan
(poverty severity index). Headcount index digunakan untuk mengukur
kebutuhan absolut yang terdiri dari dua komponen, yaitu garis kemiskinan
makanan dan garis kemiskinan non makanan. Garis kemiskinan sebagai
dasar untuk perhitungan head count index ditentukan berdasarkan batas
pengeluaran minimum untuk konsumsi makanan setara dengan 2100 kkal
per hari dan konsumsi non makanan (Yacoub, 2012; Sharp, Ansel M.,
Register, Charles A., dan Cerimes, 2015).

Kemampuan pendapatan untuk mencukupi kebutuhan pokok


berdasarkan standar harga tertentu adalah rendah sehingga kurang
menjamin terpenuhinya standar kualitas hidup pada umumnya. Berdasarkan
pengertian ini, maka kemiskinan secara umum didefinisikan sebagai suatu
kondisi ketidak mampuan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan pokok
dan kebutuhan lainnya yang dapat menjamin terpenuhinya standar kualitas
hidup. Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004, kemiskinan adalah
kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang tidak
terpenuhinya hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Kebutuhan dasar yang
menjadi hak seseorang atau sekelompok orang meliputi kebutuhan pangan,
kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan,
sumber daya alam, lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau
ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam
penyelenggaraan kehidupan sosial dan politik. Laporan Bidang
Kesejahteraan Rakyat yang dikeluarkan oleh Kementerian Bidang
Kesejahteraan (Kesra) tahun 2004 menerangkan pula bahwa kondisi yang
disebut miskin ini juga berlaku pada mereka yang bekerja akan tetapi
pendapatannya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokok/dasar.

LAPORAN PENDAHULUAN 3-5


Penyusunan Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(RPKD) Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2023-2027

Definisi kemiskinan kemudian dikaji kembali dan diperluas berdasarkan


permasalahan-permasalahan kemiskinan dan faktor-faktor yang selanjutnya
menyebabkan menjadi miskin. Definisi kemiskinan yang dikemukakan oleh
Chambers adalah definisi yang saat ini mendapatkan perhatian dalam setiap
program pengentasan kemiskinan di berbagai negara-negara berkembang
dan dunia ketiga. Pandangan yang dikemukakan dalam definisi kemiskinan
dari Chambers menerangkan bahwa kemiskinan adalah suatu kesatuan
konsep (integrated concept) yang memiliki lima dimensi, yaitu:

1) Kemiskinan (Proper) Permasalahan kemiskinan seperti halnya pada


pandangan semula adalah kondisi ketidakmampuan pendapatan untuk
mencukupi kebutuhan - kebutuhan pokok. Konsep atau pandangan ini
berlaku tidak hanya pada kelompok yang tidak memiliki pendapatan,
akan tetapi dapat berlaku pula pada kelompok yang telah memiliki
pendapatan.

2) Ketidakberdayaan (Powerless) Pada umumnya, rendahnya kemampuan


pendapatan akan berdampak pada kekuatan sosial (social power) dari
seseorang atau sekelompok orang terutama dalam memperoleh
keadilan ataupun persamaan hak untuk mendapatkan penghidupan
yang layak.

3) Kerentanan menghadapi situasi darurat (State of emergency) seseorang


atau kelompok orang yang disebut miskin tidak memiliki kemampuan
untuk menghadapi situasi yang tidak terduga sehingga
mengharuskannya memerlukan modal untuk menyelesaikannya.
Misalnya, situasi rentan berupa bencana alam, kondisi kesehatan yang
membutuhkan biaya pengobatan, dan situasi-situasi darurat lainnya
yang membutuhkan kemampuan pendapatan yang dapat
mencukupinya. Kondisi dalam kemiskinan dianggap tidak mampu
untuk menghadapi situasi ini.

4) Ketergantungan (dependency) Keterbatasan kemampuan pendapatan

LAPORAN PENDAHULUAN 3-6


Penyusunan Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(RPKD) Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2023-2027

ataupun kekuatan sosial dari seseorang atau sekelompok orang yang


disebut miskin tadi menyebabkan tingkat ketergantungan terhadap
pihak lain adalah sangat tinggi. Mereka tidak memiliki kemampuan atau
kekuatan untuk menciptakan solusi atau penyelesaian masalah
terutama yang berkaitan dengan penciptaan pendapatan baru. Bantuan
pihak lain sangat diperlukan untuk mengatasi persoalan-persoalan
terutama yang berkaitan dengan kebutuhan akan sumber pendapatan.

Dimensi keterasingan (Isolation) sebagaimana dimaksudkan oleh


Chambers adalah faktor lokasi yang menyebabkan seseorang atau
sekelompok menjadi miskin. Pada umumnya, masyarakat yang disebut miskin
ini berada pada daerah yang jauh dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Hal
ini dikarenakan sebagian besar fasilitas kesejahteraan lebih banyak
terkonsentrasi di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi seperti di perkotaan
atau kota-kota besar. Hal itu menjadikan masyarakat yang tinggal di daerah
terpencil atau atau sulit dijangkau oleh fasilitas-fasilitas kesejahteraan relatif
memiliki taraf hidup yang rendah, sehingga kondisi tersebut menjadi
penyebab adanya kemiskinan.

3.2. Profil Kemiskinan

3.2.1. Persentase Penduduk Miskin (P0)

Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata


pengeluaran per kapita perbulan dibawah Garis Kemiskinan. Jumlah
Penduduk Kabupaten Konawe Selatan Pada tahun 2022 sebanyak 317.826
jiwa. Adapun jumlah penduduk miskin pada tahun 2022 pada Kabupaten
Konawe Selatan sebanyak 35.790 jiwa. Penduduk di Kabupaten Konawe
Selatan tersebar di dua puluh lima kecamatan dengan konsentrasi terbesar
pada Kecamatan Tinanggea dikuti Kecamatan Konda dan Kecamatan
Ranomeeto dan penduduk dengan jumlah terkecil di Kecamatan Kolono
Timur. Berikut perkembangan persentase penduduk miskin Kabupaten

LAPORAN PENDAHULUAN 3-7


Penyusunan Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(RPKD) Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2023-2027

Konawe Selatan dicantumkan pada tabel berikut;

Tabel 3.1
Persentase Penduduk Miskin di Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2015-2022

No. Tahun Persentase Penduduk Miskin (%)


1 2015 11,58
2 2016 11,36
3 2017 11,14
4 2018 10,95
5 2019 10,81
6 2020 10,74
7 2021 11,34
8 2022 11,08
Sumber : BPS Kabupaten Konawe Selatan, 2023

persentase penduduk miskin menggambarkan batas minimum


pengeluaran per kapita per bulan untuk memenuhi kebutuhan minimum
makanan dan non makanan yang menggolongkan seseorang miskin atau tidak
miskin. persentase penduduk miskin di Kabupaten Konawe Selatan dari
tahun ke tahun terus mengalami fluktuasi. Selama kurun waktu delapan
tahun terakhir, persentase penduduk miskin Konawe Selatan yang terbesar
terjadi pada tahun 2021 yakni sebesar 11,34%. Persentase penduduk miskin
ini masih dibawah Provinsi Sulawesi Tenggara yang memiliki nilai sebesar
11,66% dan berada diatas tingkat nasional yang hanya memiliki nilai sebesar
9,57%.

3.2.2. Jumlah Penduduk Miskin

Persentase tingkat penduduk miskin Kabupaten Konawe Selatan


terjabarkan dalam Tabel 3.2 berikut.

LAPORAN PENDAHULUAN 3-8


Penyusunan Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(RPKD) Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2023-2027

Tabel 3.2
Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2015-2022

Jumlah Penduduk Miskin Persentase Penduduk Miskin


No. Tahun
(ribu) (%)
1 2015 34,10 11,58
2 2016 33,94 11,36
3 2017 33,73 11,14
4 2018 33,73 10,95
5 2019 33,89 10,81
6 2020 34,22 10,74
7 2021 36,17 11,34
8 2022 35,79 11,08
Sumber : BPS Kabupaten Konawe Selatan, 2023

Secara garis besar, berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa


jumlah penduduk miskin di Kabupaten Konawe Selatan mengalami kondisi
yang fluktuatif dari tahun 2015 hingga 2022. Jumlah penduduk miskin
Kabupaten Konawe Selatan dalam kurun waktu 8 tahun terakhir yang
tertinggi terjadi pada tahun 2021 yakni sebanyak 36.170 orang dan kembali
menurun pada tahun 2022 menjadi sebanyak 35.790 orang. Sedangkan
jumlah penduduk miskin yang terendah di Kabupaten Konawe Selatan terjadi
pada tahun 2018 sebanyak 33.730 orang yang menurun dari tahun
sebelumnya sebesar 0,19%.

Deskripsi persentase jumlah penduduk miskin di Kabupaten Konawe


Selatan selang tahun 2015-2022 yang sebagian besar mengalami situasi
fluktuatif, maka menggambarkan bahwa upaya realisasi kebijakan
pemerintah daerah dalam menekan angka kemiskinan telah dilaksanakan
dengan maksimal. Walaupun hasil akhir dari implementasi kebijakan yang
dilakukan belum cukup dalam mengurangi angka kemiskinan di daerahnya.
Terbukti dengan persentase angka kemiskinan wilayah kabupaten/kota di
Provinsi Sulawesi Tenggara di tahun 2022 yang secara umum berada di atas

LAPORAN PENDAHULUAN 3-9


Penyusunan Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(RPKD) Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2023-2027

persentase 10%, sehingga kondisi tersebut secara umum masih berada di


bawah angka persentase penduduk miskin Nasional yang berada pada angka
9,57%.

3.2.3. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

Indeks Kedalaman Kemiskinan merupakan ukuran rata–rata


kesenjangan pengeluaran masing–masing penduduk miskin terhadap garis
kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata – rata
pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Indeks Kedalaman Kemiskinan
mengukur rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk
miskin terhadap garis kemiskinan. Dalam hal ini, dapat dipahami bahwa
semakin tinggi nilai indeks, maka semakin tinggi ketimpangan pengeluaran
di antara penduduk miskin, sehingga kondisi tersebut menjadi semakin jauh
rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Adapun indeks
kedalaman kemiskinan di Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2015-2022
ditunjukan pada tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3
Indeks Kedalaman Kemiskinan di Kabupaten Konawe Selatan 2015-2022
Tahun Indeks Kedalaman Kemiskinan
2015 1,62
2016 2,44
2017 1,55
2018 1,50
2019 1,65
2020 1,77
2021 1,98
2022 2,18
Sumber : BPS Kabupaten Konawe Selatan, 2023

Berdasarkan data indeks kedalaman kemiskinan di atas, dapat


diketahui bahwa selang kurun waktu 8 tahun ini di Kabupaten Konawe
Selatan mengalami kondisi yang fluktuatif. Nilai indeks kedalaman
kemiskinannya cukup kecil terjadi pada tahun 2018 sebesar 1,50, dan disusul
pada tahun 2017 yang nilai indeksnya sebesar 1,55. Hal ini menunjukan
bahwa pada tahun-tahun tersebut di Kabupaten Konawe Selatan kesenjangan

LAPORAN PENDAHULUAN 3-10


Penyusunan Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(RPKD) Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2023-2027

pengeluarannya masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan


relatif mendekati 0 (nol) atau dengan kata lain hampir meninggalkan status
ketimpangan (jurang kemiskinan). Adapun nilai indeks kedalaman
kemiskinannya cukup besar terjadi pada tahun 2016 sebesar 2,44, dan
disusul pada tahun 2022 yang nilai indeksnya sebesar 2,18.

3.2.4. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Indeks Keparahan Kemiskinan (Proverty Severity Index-P2)


memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara
penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan
pengeluaran diantara penduduk miskin. Pada tabel 3.5 berikut dapat dilihat
data Indeks Keparahan Kemiskinan (Proverty Severity Index-P2) Kabupaten
Konawe Selatan Tahun 2015-2022. Indeks ini dapat memberikan gambaran
mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin di suatu
wilayah. Hasil akhir dari indeks keparahan kemiskinan ini menetapkan,
semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran
diantara penduduk miskin.

Tabel 3.4
Indeks Keparahan Kemiskinan di Kabupaten Konawe Selatan 2015-2022
Tahun Indeks Keparahan Kemiskinan
2015 0,40
2016 0,77
2017 0,33
2018 0,32
2019 0,38
2020 0,41
2021 0,52
2022 0,57
Sumber : BPS Kabupaten Konawe Selatan, 2023

Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa Indeks Keparahan


Kemiskinan Kabupaten Konawe Selatan dari Tahun 2015-2022 mengalami
kondisi yang fluktuatif. Nilai indeks keparahan kemiskinannya cukup kecil
terjadi pada tahun 2018 sebesar 0,32, dan disusul pada tahun 2017 yang nilai

LAPORAN PENDAHULUAN 3-11


Penyusunan Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(RPKD) Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2023-2027

indeksnya sebesar 0,33. Hal ini menunjukan bahwa pada tahun-tahun


tersebut di Kabupaten Konawe Selatan kesenjangan pengeluarannya masing-
masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan relatif mendekati 0 (nol)
atau dengan kata lain hampir meninggalkan status ketimpangan (jurang
kemiskinan). Adapun nilai indeks kedalaman kemiskinannya cukup besar
terjadi pada tahun 2016 sebesar 0,77, dan disusul pada tahun 2022 yang nilai
indeksnya sebesar 0,57.

3.2.5. Garis Kemiskinan (GK)

Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis


Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKMN).
Penduduk yang memiliki rata – rata pengeluaran perkapita perbulan
dibawah Garis Kemiskinan (GK) dikategorikan sebagai penduduk miskin.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah nilai pengeluaran kebutuhan
minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perhari. Paket
komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-
padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur, susu, sayur-sayuran, kacang-
kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Sedangkan Garis
Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk
perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan
dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi diperkotaan dan 47 jenis
komoditi dipedesaan.

Garis kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimum


pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup
yang mencukupi di suatu negara. Garis kemiskinan berguna sebagai
perangkat ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur rakyat miskin
dan mempertimbangkan pembaharuan sosio-ekonomi, misalnya seperti
program peningkatan kesejahteraan dan asuransi pengangguran untuk
menanggulangi kemiskinan. Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran
perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai

LAPORAN PENDAHULUAN 3-12


Penyusunan Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(RPKD) Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2023-2027

penduduk miskin. Garis Kemiskinan di Kabupaten Konawe Selatan dapat dilihat


pada tabel dibawah ini:

Tabel 3.5
Garis Kemiskinan di Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2015-2022

No. Tahun Garis Kemiskinan (rupiah/kapita/bulan)


1 2015 181.796
2 2016 195.175
3 2017 200.663
4 2018 219.979
5 2019 235.654
6 2020 261.382
7 2021 275.339
8 2022 294.510
Sumber : BPS Kabupaten Konawe Selatan, 2023

Seiring dengan pelaksanaan program dan kebijakan pemerintah


dalam menekan angka kemiskinan di daerah, sehingga memacu setiap kepala
daerah untuk terus mengawal ataupun memastikan masyarakat di daerahnya
dapat keluar dari jurang kemiskinan. Sebagaimana data di atas menunjukan
bahwa dalam kurun waktu 8 tahun terakhir, garis kemiskinan tertinggi di
Kabupaten Konawe Selatan terjadi pada tahun 2022 yakni sebesar Rp294.510
per kapita per bulan dengan persentase penduduk miskin sebesar 11,08%. Garis
kemiskinan ini masih dibawah peringkat nasional dan Provinsi Sulawesi
Tenggara dimana pada tahun 2022 garis kemiskinannya masing-masing
sebesar Rp535.647 per kapita per bulan, dan Rp404.137 per kapita per
bulan.

3.2.6. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Pembangunan manusia didefinisikan sebagai proses perluasan pilihan


bagi penduduk (enlarging people choice). IPM merupakan indikator penting
untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup
manusia (masyarakat/penduduk). IPM menjelaskan bagaimana penduduk
dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan,

LAPORAN PENDAHULUAN 3-13


Penyusunan Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(RPKD) Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2023-2027

kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.

IPM dibentuk oleh tiga dimensi dasar, yaitu umur panjang dan hidup
sehat (a long and healthylife), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup
layak (decent standard of living). Umur panjang dan hidup sehat
digambarkan oleh Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH) yaitu jumlah tahun
yang diharapkan dapat dicapai oleh bayi yang baru lahir untuk hidup,
dengan asumsi bahwa pola angka kematian menurut umur pada saat
kelahiran sama sepanjang usia bayi. Pengetahuan diukur melalui indikator
rata-rata Lama Sekolah dan Harapan Lama Sekolah. Rata-rata Lama Sekolah
(RLS) adalah rata-rata lamanya (tahun) penduduk usia 25 tahun keatas
dalam menjalani pendidikan formal. Harapan Lama Sekolah (HLS)
didefinisikan sebagai lamanya (tahun) sekolah formal yang diharapkan akan
dirasakan oleh anak pada umur tertentu dimasa mendatang. Standar hidup
yang layak digambarkan oleh pengeluaran per kapita disesuaikan, yang
ditentukan dari nilai pengeluaran per kapita dan apritas daya beli
(purchasing power parity). IPM merupakan indikator yang digunakan untuk
melihat perkembangan pembangunan dalam jangka panjang. Untuk melihat
kemajuan pembangunan manusia, terdapat dua aspek yang perlu
diperhatikan, yaitu kecepatan dan status pencapaian.

Secara umum, pembangunan manusia Kabupaten Konawe Selatan terus


mengalami kemajuan selama periode 2013 hingga 2020. IPM Sulawesi
Tenggara meningkat dari 67,55 pada tahun 2013 menjadi 71,45 pada tahun
2020, walaupun IPM Sulawesi Tenggara masih berada dibawah IPM Nasional
71,94. Selama periode 2013 hingga 2017, IPM Sulawesi Tenggara
menunjukkan kemajuan yang besar, status pembangunan manusia Sulawesi
Tenggara mengalami peningkatan. Pada tahun 2019 dan 2020, IPM Provinsi
Sulawesi Tenggara mengalami kenaikan hingga di atas angka 70 yang
tergolong kategori tinggi.

LAPORAN PENDAHULUAN 3-14


Penyusunan Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(RPKD) Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2023-2027

Pencapaian pembangunan manusia diukur dengan memperhatikan


tiga aspek asensial yaitu umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan
standar hidup layak. Oleh karena itu, peningkatan capaian IPM tidak terlepas
dari peningkatan setiap komponennya. Seiring dengan meningkatnya angka
IPM, indeks masing-masing komponen IPM juga menunjukkan kenaikan dari
tahun ke tahun.

Tabel 3.6
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Konawe Selatan
Tahun 2015-2022

Tahun Indeks Pembangunan Manusia


2015 66,32
2016 66,97
2017 67,23
2018 67,51
2019 67,88
2020 68,20
2021 68,58
2022 69,36
Sumber : BPS Kabupaten Konawe Selatan, 2023

Pelaksanaan program dan kebijakan pemerintah dalam membangun


sumber daya manusia di daerah, memacu setiap kepala daerah untuk terus
mengawal ataupun memastikan masyarakat di daerahnya dapat mengakses
hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan
dan sebagainya. Sebagaimana data di atas menunjukan bahwa dalam kurun
waktu 8 tahun terakhir, indeks pembangunan manusia (IPM) tertinggi di
Kabupaten Konawe Selatan terus mengalami peningkatan dan tertinggi
terjadi pada tahun 2022 yakni sebesar 69,36. Nilai IPM ini masih berada
dibawah nilai IPM Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2022 yakni 72,23.

3.3. Profil Kemiskinan Non Konsumsi

3.3.1. Bidang Kesejahteraan Sosial

A. Angka Melek Huruf (AMH)


Angka melek huruf adalah proporsi penduduk berusia 15 tahun keatas

LAPORAN PENDAHULUAN 3-15


Penyusunan Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(RPKD) Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2023-2027

yang dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau lainnya. Standar
UNDP minimal 0 persen dan maksimal 100 persen. Perkembangan Angka
Melek Huruf (AMH) penduduk usia 15 tahun keatas di Kabupaten Konawe
Selatan telah mencapai diatas 95,09 persen. Sejak tahun 2015 hingga tahun
2022, AMH penduduk usia 15 tahun keatas terus mengalami peningkatan.
Tercatat pada tahun 2015 AMH penduduk usia 15 tahun keatas mencapai
94,58 persen, tahun 2016 sebesar 93,01 persen, tahun 2017 sebesar 92,99
persen, tahun 2018 sebesar 94,29 persen, tahun 2019 sebesar 95,96 persen,
tahun 2020 sebesar 95,23 persen, tahun 2021 sebesar 94,23 persen dan pada
tahun 2022 sebesar 95,09 persen. Lebih jelasnya perkembangan angka melek
huruf (AMH) tersebut dapat diamati pada table berikut.
Tabel 3.7
Perkembangan Angka Melek Huruf Kabupaten Konawe Selatan
Tenggara Tahun 2015-2022

Tahun Angka Melek Huruf (%)


2015 94,58
2016 93,01
2017 92,99
2018 94,29
2019 95,56
2020 95,23
2021 94,23
2022 95,09
Sumber : BPS Kabupaten Konawe Selatan, 2023

Deskripsi persentase angka melek huruf (AMH) di Kabupaten Konawe


Selatan rentang tahun 2015-2022 yang sebagian besar mengalami situasi
fluktuatif. Hal ini menunjukan upaya realisasi kebijakan pemerintah daerah
dalam menekan angka angka melek huruf telah diupayakan dengan secara
optimal. Walaupun hasil akhir dari implementasi kebijakan yang dilakukan
belum cukup dalam mengurangi angka melek huruf di daerahnya, namun
persentase angka melek huruf wilayah Kabupaten Konawe Selatan di tahun
2022 yang secara umum berada di bawah persentase angka melek huruf
Nasional yang berada pada angka 96,35%.

LAPORAN PENDAHULUAN 3-16


Penyusunan Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(RPKD) Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2023-2027

B. Angka Rata-Rata Lama Sekolah

Rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan


oleh penduduk berusia 15 tahun keatas untuk menempuh semua jenis
pendidikan formal yang pernah dijalani. Indikator ini dihitung dari variabel
pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan tingkat pendidikan yang sedang
diduduki. Standar UNDP adalah minimal 0 tahun dan maksimal 15 tahun dan
level nasional mencanangkan Program Wajib Belajar 12 tahun.

Tabel 3.8
Perkembangan Rata-Rata Lama Sekolah Kabupaten Konawe Selatan
Tenggara Tahun 2015-2022
Tahun Rata-Rata Lama Sekolah (Tahun)
2015 7,70
2016 7,71
2017 7,72
2018 7,73
2019 7,74
2020 7,86
2021 8,11
2022 8,27
Sumber : BPS Kabupaten Konawe Selatan, 2023

Tabel di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan angka rata-rata


lama sekolah di Kabupaten Konawe Selatan pada tiap tahunnya. Tercatat
pada tahun 2015 rata-Rata Lama Sekolah penduduk usia 15 tahun keatas
mencapai 7,70 tahun, pada tahun 2016 selama 7,71 tahun, pada tahun 2017
selama 7,72 tahun, pada tahun 2018 selama 7,73 tahun, pada tahun 2019
selama 7,74 tahun, pada tahun 2020 selama 7,86 tahun, tahun 2021 selama
8,11 tahun, dan pada tahun 2022 selama 8,27 tahun.

C. Angka Harapan Lama Sekolah


Angka Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya
sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur
tertentu di masa mendatang. Angka harapan lama sekolah Kabupaten

LAPORAN PENDAHULUAN 3-17


Penyusunan Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(RPKD) Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2023-2027

Konawe Selatan cenderung naik setiap tahunnya dari tahun 2015 hingga
tahun 2022. Untuk lebih jelasnya dapat diamati pada table berikut ini.

Tabel 3.9
Perkembangan Angka Harapan Lama Sekolah Kabupaten Konawe Selatan
Tahun 2015-2022

Tahun Harapan Lama Sekolah (Tahun)


2015 11,90
2016 12,16
2017 12,22
2018 12,23
2019 12,24
2020 12,36
2021 12,37
2022 12,59
Sumber : BPS Kabupaten Konawe Selatan, 2023

Tabel di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan angka Harapan


Lama Sekolah (HLS) di Kabupaten Konawe Selatan pada tiap tahunnya.
Tercatat pada tahun 2015 harapan lama sekolah penduduk usia 15 tahun
keatas mencapai 11,90 tahun, pada tahun 2016 selama 12,16 tahun, pada
tahun 2017 selama 12,22 tahun, pada tahun 2018 selama 12,23 tahun, pada
tahun 2019 selama 12,24 tahun, pada tahun 2020 selama 12,36 tahun, tahun
2021 selama 12,37 tahun, dan pada tahun 2022 selama 12,59 tahun.

D. Angka Usia Harapan Hidup

Derajat kesehatan masyarakat yang tinggi dapat digunakan sebagai


indikator keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial
ekonomi yang secara tak langsung dapat meningkatkan angka harapan hidup.
Angka harapan hidup pada saat lahir (life expectancy at birth) ialah rata-rata
tahun hidup yang akan dijalani oleh bayi yang baru lahir pada suatu tahun
tertentu. Angka harapan hidup penduduk Kabupaten Konawe Selatan dari
tahun ke tahun terus meningkat. Meningkatnya atau menurunnya angka
harapan hidup tidak lepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi,
diantaranya ketersediaan sarana kesehatan yang memadai, petugas

LAPORAN PENDAHULUAN 3-18


Penyusunan Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(RPKD) Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2023-2027

kesehatan yang kompeten dan kesadaran masyarakat. Usia harapan hidup


masyarakat Kabupaten Konawe Selatan mengalami pertumbuhan setiap
tahunnya. Meningkatnya usia harapan hidup mengindikasikan adanya
perbaikan status kesehatan masyarakat, termasuk peningkatan akses dan
kualitas pelayanan kesehatan. Secara garis besar, Angka Harapan Hidup di
Kabupaten Konawe Selatan dapat diamati pada table berikut.

Tabel 3.10
Perkembangan Angka Harapan Hidup Kabupaten Konawe Selatan
Tahun 2015-2022

Tahun Angka Harapan Hidup (Tahun)


2015 69,87
2016 69,93
2017 69,98
2018 70,24
2019 70,52
2020 70,80
2021 70,87
2022 70,95
Sumber : BPS Kabupaten Konawe Selatan, 2023

Tabel di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan Angka Harapan


Hidup di Kabupaten Konawe Selatan pada tiap tahunnya. Tercatat pada tahun
2015 angka harapan hidup penduduk mencapai 69,87 tahun, pada tahun
2016 selama 69,93 tahun, pada tahun 2017 selama 69,98 tahun, pada tahun
2018 selama 70,24 tahun, pada tahun 2019 selama 70,52 tahun, pada tahun
2020 selama 70,80 tahun, tahun 2021 selama 70,87 tahun, dan pada tahun
2022 selama 70,95 tahun.

E. Pengeluaran Perkapita
Pengeluaran per kapita adalah biaya yang dikeluarkan untuk
konsumsi semua anggota rumah tangga selama sebulan dibagi dengan
banyaknya anggota rumah tangga yang telah disesuaikan dengan paritas
daya beli. Pengeluaran per kapita menggambarkan kelayakan hidup sebagai

LAPORAN PENDAHULUAN 3-19


Penyusunan Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(RPKD) Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2023-2027

salah satu pembentuk IPM. Pengeluaran perkapita Kabupaten Konawe


Selatan dapat diamati pada table berikut.

Tabel 3.11
Pengeluaran Perkapita Kabupaten Konawe Selatan 2015-2022
Tahun Pengeluaran Perkapita (Ribu Rupiah)
2015 8.386
2016 8.660
2017 8.798
2018 8.914
2019 9.115
2020 9.037
2021 9.059
2022 9.347
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, 2023

Tabel di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pengeluaran


perkapita di Kabupaten Konawe Selatan pada tiap tahunnya. Tercatat pada
tahun 2015 pengeluaran perkapita penduduk sebesar Rp8.386.000, pada
tahun 2016 sebesar Rp8.660.000, pada tahun 2017 sebesar Rp8.798.000,
pada tahun 2018 sebesar Rp8.914.000, pada tahun 2019 sebesar
Rp9.115.000, pada tahun 2020 sebesar Rp9.037.000, tahun 2021 sebesar
Rp9.059.000, dan pada tahun 2022 selama sebesar Rp9.347.000.

LAPORAN PENDAHULUAN 3-20

Anda mungkin juga menyukai