Anda di halaman 1dari 10

INDIKATOR KEMISKINAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pengantar Ekonomi Makro


Dosen Pengampu : Dr. Abdul Aziz, M.Ag

Kosasih
NIM. 2282120021

JURUSAN EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON
2022
INDIKATOR KEMISKINAN
Kosasih
Ekonomi Syari’ah, Ekonomi Islam dan Bisnis, IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Email: kkosasih54@gmail.com

ABSTRAK
Kemiskinan merupakan hal yang lumrah yang ada di setiap negara di dunia.
Kemiskinan menjadi hal yang terus diatasi oleh semua petinggi negara di dunia baik
negara berkembang, mundur dan juga maju guna meningkatkan kesejahteraan
warganya. Pemberantasan kemiskinan ini menjadi hal yang penting terlebih di
Indonesia sebagai salah satu warga negara terbanyak di dunia sehingga perlu adanya
beberapa perencanaan dalam dunia pembangunan untuk meningkatkan ekonomi
masyarakatnya. Tujuan dari pembahasan ini adalah untuk mengetahui bagaimana
kondisi kemiskinan di Indonesia, penyebab-penyebabnya serta solusi untuk mengatasi
hal tersebut. Hasil pembahasannya adalah kondisi kemiskinan di Indonesia mengalami
penurunan setelah pandemi berlangsung yang terdata dalam Badan Pusat Statistik
Indonesia, ini memberikan arti bahwa kondisi perekonomian Indonesia semakin
membaik di tengah krisis global. Penyebab kemiskinan diantaranya adalah kurangnya
pendidikan yang layak, sumber daya manusia yang kurang berkualitas, kurangnya
lapangan pekerjaan, adanya krisis global dalam perekonomian yang menyababkan
melonjaknya harga pangan serta hal-hal lain yang menjadi penyebab kemiskinan.
Adapun solusi yang harus direncanakan adalah kebijakan dari pemerintah yang
memihak terhadap masyarakat bawah di Indonesia dalam hal pembangunan seperti
memmberikan kelayakan dalam kesehatan dan pendidikan secara gratis, bantuan
kepada masyarakat miskin serta pemberdayaan masyarakat dalam dunia ekonomi.
Kata Kunci: Kemiskinan, Penyebab, Indikator.

LATAR BELAKANG
Kemiskinan merupakan salah satu fenomena yang sering terjadi di setiap negara
berkembang, maju apalagi negara yang tergolong miskin. Kemiskinan menjadi
permasalahan umum yang ada di setiap negara, yang mana tergolong miskin ketika
tidak bisa memenuhi akan setiap kebutuhan sehari-harinya seperti makanan, pangan,
berpakaian, dan juga tempat tinggal layak. (Priseptian & Primandhana, 2022) Berbicara
mengenai batasan dari kemiskinan bisa dilihat dari pendapatan dalam pemenuhan
kebutuhan hidup seseorang apakah dianggap layak atau tidak.
Indonesia sendiri yang merupakan negara berkembang sudah pasti mengalami
problematika kemiskinan yang berpengaruh terhadap pembangunan Indonesia sendiri.
Masalah ini menjadi fokus pembahasan dan juga kebijakan dari pemerintah sejak
kolonial Belanda yang dibutikan dengan kebijakan “politik etis”. (Itang, 2019).
Kemiskinan sangat identic dengan ekonomi yang berdasar atas pertumbuhan dari
ekonomi itu sendiri.
Kemiskinan secara umum dapat diartikan sebagai keadaan ketidaksanggupan
dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia baik itu kebutuhan pangan seperti
makanan, pakaian, rumah, pendidikan serta kesehatan. Atau dapat tergambar dalam
kehidupan seseorang yang tidak sanggup untuk pemenuhan hak-haknya dalam
pengembangan kehidupan yang bermartabat. (Hermawati, 2015) Sehingga ketika
seseorang atau sekelompok orang pasti mempunyai kebutuhan-kebutuhan dasar atau
primer untuk menunjang kehidupannya tetapi jika mereka tidak sanggup dalam

1
mememuhi kebutuhan tersebut maka bisa disebut sebagai orang yang tidak mampu atau
miskin.
Menurut data yang ada bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2007
hanya mencapai kisaran 5%-6% pertahun. Hal ini menjelaskan bahwa Indonesia tidak
dapat mengurangi jumlah penduduk miskin. Bahkan menurut Bank Dunia
mengkategorikan Indonesia sebagai negara miskin (Suselo, 2008), sehingga
permasalahan ini harus menjadi fokus oleh pemerintahan Indonesia. Walaupun data
tersebut terjadi pada tahun 2007 tetapi kemiskinan tetap perlu untuk dipertimbangkan.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada bulan Maret, 2021 tercatat sebesar
10,14% namun menurun pada bulan September 2021 yakni sekitar 9,71 % dan turun
kembali pada bulan selanjutnya menjadi 9,54%, hal ini merupakan data adanya kualitas
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2021, ditengah-tengah kondisi harga komoditas
global seperti harga pangan dan energy. (Badan Kebijakan FIskal, 2022)
Adapun di tahun 2022 tepatnya bulan Maret terjadi perbaikan tingkat
kemiskinan secara merata di seluruh Indonesia ditandadi dengan data penurunan sebesar
7,50% di bulan September 2021: 7,60%, Maret 2021: 7,89% di perkotaan. Adapun di
perdesaan pun terjadi penurunan yakni 12,29% di bulan Septembr 2021: 12,53%, Maret
2021: 13.10% walaupun Bank Dunia menyatakan bahwa akan terjadi kenaikan harga
komoditas di dalam negeri disebabkan oleh peningkatan harga komoditas global yang
naik dan berpengaruh terhadap kenaikan angka kemiskinan sekitar 0,2 poin persentase
(Badan Kebijakan FIskal, 2022). Dengan ini perlu adanya pemulihan ekonomi yang
dijalankan oleh pemerintah Indonesia guna menciptakan kesejahteraan dalam dunia
ekonomi.

METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah library research
(kepustakaan) atau kegiatan yang dilakukan secara sistematis untuk mengumpulkan,
mengolah, dan menyimpulkan data guna mencari jawaban atas permasalahan yang
dihadapi dengan mengambil sumber dari buku, jurnal, artikel, majalah dan sumber-
sumber lain yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah (Khatibah, 2011).
Sehingga penelitian ini bisa dilaksankaan secara terarah dan sistematis.
Selain itu, penelitian menggunakan pendekatan kualitatif deskripsi analisis atau
menampilkan data apa adanya tanpa proses manipulasi atau perlakuan-perlakuan lain
yang secara tujuan pun untuk menyajikan gambaran secara lengkap mengenai suatu
kejadian atau dimaksudkan untuk mengekspos dan mengklarifikasi suatu fenomena
yang terjadi. Metode penelitian kualitatif juga lebih menekankan pada aspek
pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah dari pada melihat permasalahan
untuk digeneralisasikan (Rusandi & Muhammad Rusli, 2021). Sehingga secara
pemahaman pun akan lebih mendalam dikarenakan diambil dari beberapa sumber data
yang dapat dipertanggungjawabkan dan dilakukan secara mendalam dengan penelitian
kualitatif deskripsi analisis.

PEMBAHASAN
1. Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan merupakan kajian yang terus dibahas di berbagai meja-meja
kebijakan pemerintahan negara di dunia karena hal tersebut menjadi salah satu
factor kemajuan atau kemunduran suatu negara sehingga perlu adanya usaha
lebih untuk mengatasi hal-hal yang menjadi inti dari kemiskinan tersebut.

2
Menurut Supriatna kemiskinan merupakan keadaan yang bersifat terbatas
yang tidak diinginkan oleh seluruh masyarakat secara umum yang disebabkan
oleh beberapa factor seperti kurangnya pendidikan, minim lapangan dan
produktivitas dalam dunia kerja, pendapatan, kesehatan dan gizi dalam
mensejahterakan hidupnya. Kebutuhan primer dan sekunder dalam kehidupan
ketika tidak terpenuhi maka menjadi salah satu ruang lingkup indicator
kemiskinan. Primer adalah pengetahuan dan keterampilan sedangkan sekunder
yakni minimnya jaringan sosial, tidak adanya sumber kekuangan dan juga
informal seperti kurang gizi, minim air sehat, kurangnya pelayanan kesehatan
serta pendidikan yang rendah. Sedangkan menurut Emil Salim penduduk miskin
adalah masyarakat yang terdapat dalam kondisi tidak memiliki factor produksi
sendiri, tidak memiliki asset pribadi, tingkat pendidikan yang cukup rendah,
tidak mempunyai fasilitas kebersihan dan juga tempat tinggal serta tidak adanya
skill atau keterampilan dalam dunia kerja. (Kadji, 2004)
Namun menurut Handler dan Hasenfeld memiliki pandangan berbeda
dalam mendefinisikan kemiskinan, sebagaimana rumusan berikut: Ada dua
pendekatan berbeda dalam melihat konsep kemiskinan, pendekatan ekonomi
yang fokus pada identifikasi pendapatan untuk membeli sekeranjang barang dan
jasa bagi pemenuhan kebutuhan minimal; dan pada sisi lainnya pendekatan
sosial yang terkait dengan tidak hanya pemenuhan aspek materi, tapi juga
kemampuan untuk dapat berpartisipasi secara optimal sebagai anggota
masyarakat. Pendekatan sosial ini didasarkan pada prinsip moral, bahwa setiap
orang harus dapat memanfaatkan beragam sumber untuk mengembangkan
kapasitas mereka dan mendapatkan kepuasan serta kehidupan yang produktif.
(Hermawati, 2015)
Penjelasan Handler dan Hasenfeld, dapat dipahami bahwa kemiskinan
mencakup dua konsep, yakni konsep ekonomi yang terkait ketidakmampuan
untuk pemenuhan kebutuhan dasar secara layak, dan konsep sosial yang
mengacu pada rendahnya kapasitas seseorang dalam menjalankan fungsi sosial.
Sedangkan dalam sudut pandang ekonomi, kemiskinan adalah kondisi
ketidakmampuan dari pemasukan atau pendapatan individu masyarakat untuk
pemenuhan kebutuhannya atau adanya kekurangan sumber daya yang digunakan
untuk memperoleh kesejahteraan baik secara finansial maupun jenis kekayaan
lainnya. Adapun dalam sudut pandang sosiologi yakni keadaan sesorang yang
berada dalam kondisi tidak mampu menjaga dirinya sesuai taraf kehidupan
dalam kelompok sosial, seperti fisiknya dan juga mentalnya.(Rahman et al.,
2019) Kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi yaitu kemiskinan absolut dan
kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif adalah konsep
kemiskinan yang mengacu pada kepemilikan materi dikaitkan dengan standar
kelayakan hidup seseorang atau kekeluarga. Kedua istilah itu menunjuk pada
perbedaan sosial (social distinction) yang ada dalam masyarakat berangkat dari
distribusi pendapatan. Perbedaannya adalah bahwa pada kemiskinan absolut
ukurannya sudah terlebih dahulu ditentukan dengan angka-angka nyata (garis
kemiskinan) dan atau indikator atau kriteria yang digunakan, sementara pada
kemiskinan relatif kategori kemiskinan ditentukan berdasarkan perbandingan
relatif tingkat kesejahteraan antar penduduk. (Syawie, 2019)
Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa kemiskinan adalah
kondisi yang tidak menguntungkan terhadap individu masyarakat akan

3
kurangnya pendidikan, kesejahteraan, kelayakan dan juga kesehatan yang tidak
memadai. Banyak sekali factor-faktor yang menjadi karakteristik penduduk
miskin khususnya di Indonesia yang disampaikan diatas, sehingga pembahasan
kemiskinan menjadi hal yang penting dan juga harus segera diatasi dalam rangka
kesejahteraan umum yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila.
Dalam kriteria masyarakat dianggap miskin pun menjadi hal yang perlu
di kaji sehingga mengetahui akan batasan-batasan tertentu dalam
mengkategorikan masyarakat miskin. Menurut Schiller menyatakan bahwa
untuk mengkategorikan masyarakat miskin bisa dengan menggunakan dua
pendekatan, yakni (Karnudu, 2015):
Pertama, harus diketahui akan kebutuhan dasar setiap individu
masyarakat namun menurut Schiller umumnya masyarakat harus memenuhi
kebutuhan dasar seperti asupan kalori, konsumsi energy dan pakaian layak.
Namun menurut BPS (Badan Pusat Statistik) terdapat 14 variabel sebagai
kategori miskin yakni luas lantai bangunan, jenis lantai, penerangan, sumber air
minum, jenis bahan bakar, konsumsi makanan seperti susu, daging ayam,
pengeluaran barang sandang, pendidikan, dan juga tabungan. (Wahyu, 2019)
Kedua, satuan pengukuran. Maksudnya adalah kemampuan untuk
memenuhi barang dan jasa yang terlihat dari daya beli, dan satuan mata uang
merupakan pendekatan paling efektif untuk menghitung satuan pengukuran
tersebut seperti mengukur pendapatatan seseorang dan juga jumlah
pengeluarannya.

2. Penyebab dan Indikator Kemiskinan di Indonesia


Sebelum membahas mengenai penyebab kemiskinan di Indonesia, perlu
adanya pengetahuan tentang ciri-ciri kemiskinan. Menurut Dalil Hasan
misalnya, ciri-ciri penduduk yang mengalami kondisi ekonomi miskin yakni jika
diperdesaan, kebanyakan di isi oleh petani kecil, buruh tani, nelayan kecil,
pengangkut kecil (gerobak, becak, dokar dan delman). Sedangkan jika di
perkotaan maka di isi oleh pekerja harian, pedagang kaki lima, asongan dan juga
pengrajin kecil dan sebagainya. Selain itu ciri yang lain yakni tidak memiliki
pendapatan yang tetap atau terus berubah, dan juga tidak bekerja secara penuh,
tidak terjamin kesehatannya, hari tua dan perlindungan kerja. (Itang, 2015)
Selain itu terdapat ciri-ciri lain, yang melekat pada Penduduk Miskin
yaitu: Pertama, Pendapatan masih rendah atau tidak berpendapatan, Kedua,
Tidak Memiliki pekerjaan tetap, Ketiga, Pendidikan rendah bahkan tidak
berpendidikan, Keempat, Tidak memiliki tempat tinggal, Kelima tidak
terpenuhinya standar gizi minimal. Karakteristik penduduk miskin secara lebih
spesifik, dapat di cirikan dengan tingkat SDM yang rendah, umumnya tinggal di
wilayah dengan karakteristik marjinal, dukungan infrastruktur terbatas, dan
tingkat adopsi teknologi rendah (W. Sari et al., 2022)
Namun, ciri-ciri tersebut tidak menjadi hal yang mutlak dalam mengkategorikan
masyarakat miskin, tetapi hanya sebatas kebanyakan fenomena yang ada di
Indonesia.
Chambers mengatakan, bahwa inti dari masalah kemiskinan adalah
adanya “jebakan perampasan” (deprevation trap). Dalam konteks ini,
kemiskinan dilihat dari dua sisi, yaitu kemiskinan wilayah dan kemiskinan
individu. ’ebakan perampasan dapat diklasifikasikan menjadi lima aspek

4
ketidakberuntungan (disadvantages) pada kelompok keluarga miskin, yang
terdiri dari: (a) keterbatasan kepemilikan aset (poor); (b) kondisi fisik yang
lemah (physically weak); (c) keterisolasian (isolation); (d) kerentanan
(vulnerable); dan (e) ketidakberdayaan (powerless) (Hermawati, 2015) Lima hal
diatas dianggap sebagai hal yang menyebabkan kondisi seseorang, kelompok,
dan masyarakat menjadi miskin.
Secara faktual, tingkat kemiskinan terkait erat dengan tingkat kesehatan
dan pendidikan. Rendahnya penghasilan keluarga miskin menyebabkan keluarga
tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan kesehatan dan pendidikan, sehingga
mereka hidup dalam kondisi fisik yang lemah (physically weak) dan dalam
kondisi ketidakberdayaan (powerless). Hal ini menjadikan mereka hidup dalam
kerentanan (vulnerable) dan keterisolasian (isolation). Kondisi ini menyebabkan
keluarga miskin terperangkap dalam lingkaran kemiskinan. (Hermawati, 2015)
Dengan demikian, untuk mengatasi masalah kemiskinan langkah pertama yang
diambil adalah meningkatkan jangkauan atau aksesibilitas masyarakat miskin
terhadap layanan publik, khususnya kesehatan dan pendidikan.
Secara umum, penyebab kemiskinan dapat dibagi kedalam empat mazhab yaitu:
Pertama, Individual explanation, mazhab ini berpendapat bahwa
kemiskinan cenderung diakibatkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri.
Karakteristik yang dimaksud seperti malas dan kurang sungguh-sungguh dalam
segala hal, termasuk dalam bekerja. Mereka juga sering salah dalam memilih,
termasuk memilih pekerjaan, memilih jalan hidup, memilih tempat tinggal,
memilih sekolah dan lainnya. (Permono et al., 2020)
Kedua, Familial explanation, mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan
lebih disebabkan oleh faktor keturunan. Tingkat pendidikan orang tua yang
rendah telah membawa dia kedalam kemiskinan. Akibatnya ia juga tidak mampu
memberikan pendidikan yang layak kepada anaknya, sehingga anaknya juga
akan jatuh pada kemiskinan. Demikian secara terus menerus dan turun
temurun.(Nurwati, 2019)
Ketiga, Subcultural explanation, menurut mazhab ini bahwa kemiskinan
dapat disebabkan oleh kultur, kebiasaan, adat-istiadat, atau akibat karakteristik
perilaku lingkungan. Misalnya, kebiasaan yang bekerja adalah kaum perempuan,
kebiasaan yang enggan untuk bekerja keras dan menerima apa adanya,
keyakinan bahwa mengabdi kepada para raja atau orang terhormat meski tidak
diberi bayaran dan berakibat pada kemiskinan. Terkadang orang seperti ini
justru tidak merasa miskin karena sudah terbiasa dan memang kulturnya yang
membuat demikian. (Nurwati, 2019)
Keempat, Structural explanations, mazhab ini menganggap bahwa
kemiskinan timbul akibat dari ketidakseimbangan, perbedaan status yang dibuat
oleh adat istiadat, kebijakan, dan aturan lain menimbulkan perbedaan hak untuk
bekerja, sekolah dan lainnya hingga menimbulkan kemiskinan di antara mereka
yang statusnya rendah dan haknya terbatas (E. P. Sari, 2017)
Adapun penyebab dari adanya kemiskinan di Indonesia bisa dilihat dari
beberapa factor diantaranya adalah (Adawiyah, 2020):
1) Faktor Individu
Adanya perilaku atau kemampuan individu yang tidak bisa menjalani
kehidupan dalam taraf tertentu pada umumnya.
2) Faktor Sosial

5
Adanya kondisi dalam ruang lingkup sosial yang mana tidak mampu
untuk mencapai tingkat tersebut, seperti adanya diskriminasi usia, etnis,
gender.
3) Faktor Kultural
Adanya budaya atau pemikiran yang berhubungan dengan kebiasaan
hidup seperti pemikiran tidak ingin maju dan juga kurangnya pendidikan.
Terminologi lain yang pernah dikemukakan sebagai wacana adalah
Kemiskinan Struktural dan Kemiskinan Kultural. Kemiskinan struktural
menurut Selo Soemarjan adalah kemiskinan yang diderita oleh segolongan
masyarakat karena struktur sosial masyarakat tersebut, sehingga mereka tidak
dapat menggunakan sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia untuk mereka.
Sedang kemiskinan kultural diakibatkan oleh faktor-faktor adat dan budaya
suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang tetap melekat dengan
indikator kemiskinan. (Purwanto, 2019) Sunyoto Usman menyatakan, bahwa
klasifikasi kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural adalah pengkajian
kemiskinan dengan fokus pada sebab terjadinya kemiskinan. Kemiskinan
struktural berasumsi, bahwa kemiskinan tersebut disebabkan oleh kondisi
(bersifat struktural) yang tidak kondusif bagi kalangan tertentu dalam melakukan
kegiatan untuk memenuhi kebutuhan dasar (sandang, pangan, pangan,
pendidikan dan kesehatan). Padahal indikator kemiskinan tersebut seyogyanya
bisa dikurangi atau bahkan secara bertahap bisa dihilangkan dengan
mengabaikan faktor-faktor adat dan budaya tertentu yang menghalangi
seseorang melakukan perubahan-perubahan ke arah tingkat kehidupan yang
lebih baik (Wahyu, 2019) Kondisi tersebut misalnya tersebarnya minimarket ke
tingkat kecamatan. Kebijakan pemerintah memberi izin untuk membuka
minimarket ke setiap kecamatan secara lambat-laun tetapi pasti akan mematikan
pasar tradisional. Kondisi semacam itu tidak kondusif bagi kelompok miskin
untuk mengembangkan usahanya (Nwadioha, 2020)
Selain itu, ada beberapa factor kemiskinan di Indonesia yang diungkapkan oleh
Sarul Mardianto yakni (Nugroho et al., 2020):
1) Pendidikan yang rendah
2) Malas bekerja atau pengangguran yakni konsisi penduduk yang tidak
bekerja, sedang mencari kerja, mempersiapkan usaha, atau tidak mencari
pekerjaan. (Yacoub, 2012)
3) Keterbatasan sumber daya alam
4) Terbatasnya lapangan pekerjaan
5) Tidak adanya modal untuk usaha
6) Upah minimum yang kurang yang mempengaruhi akan taraf hidup yang
buruk (Priseptian & Primandhana, 2022)
7) Terlalu banyaknya anggota keluarga
8) Kurangnya pendapatan
9) Angka kelahiran yang tinggi
10) Pertumbuhan ekonomi yang kurang
3. Solusi Mengatasi Kemiskinan di Indonesia
Dalam mengatasi kemiskinan di Indonesia sangat banyak sekali yang
membahasnya disetiap indicator-indikator kemiskinan yang ada di Indonesia,
namun sampai saat ini kemiskinan tetap menghantui pertumbuhan dan
perkembangan di Indonesia. Secara data yang ada di Badan Pusat Statistik

6
mengutarakan pada tahun sebelum pandemic Indonesia mengenai jumlah
penduduk miskin pada tahun 2019 yakni 15,14 juta atau 9,41% dan mencapai
puncaknya pada tahun 2021 sebanyak 27,54 juta atau 10,14% dari total
penduduk yang ada. Tren penduduk miskin tersebut turun pada tahun 2022 yang
mencapai 26,16 juta orang ayai 9,54% dari total penduduk di Indonesia (Badan
Kebijakan FIskal, 2022)
Pandemi memberikan dampak negative pula terhadap keadaan ekonomi
di Indonesia, dengan data tersebut ada beberapa solusi untuk menanggulangi
kemiskinan. Menurut Chenery mengatakan bahwa untuk mengurangi
kemiskinan ada beberapa alternative dalam kebijakan pemerintah. Diantaranya
adalah
1) Akselerasi pertumbuhan ekonomi
Dalam poin ini, menjelaskan perlu upaya meningkatan pertumbuhan
ekonomi yang dikedepankan dan lebih diproritaskan karena masyarakat
miskin bersandar terhadap tenaga kerjanya. Terutama dalam sektor usaha
yang sangat diperngaruhi oleh tingkat produktivitas usaha yang
bersangkutan.
2) Memperbaiki kebijakan pendapatan
3) dan juga membatasi pertumbuhan penduduk.
Adapun di Indonesia sebenarnya perihal kemiskinan sudah dibahas
dalam pasal 34 UUD 45 yang berini bahwa negara harus melindungi orang-
orang miskin. Sehingga perlu adanya pembinaan dan pemberdayaan dalam
produktivitas dan kreatifitas masyarakat miskin di Indonesia jangan sampai
hanya dijadikan sebagai obyek pembangunan namun harus menjadi subyek
pembangunan. Dalam artian pembangunan perlu ditekankan dan dimulai dari
tingkat bawah yang mana nantinya akan berdampak terhadap pembangunan
secara keseluruhan. Selain itu perlu adanya beberapa program untuk menangani
kemiskinan di Indonesia, (Karnudu, 2015) diantaranya adalah:
1) Rumah yang murah
2) Listrik yang murah
3) Pendidikan yang murah
4) Sumber air bersih yang layak
5) Peningkatan kehidupan dalam bentuk bantuan
6) Pelayanan kesehatan masyarakat
7) Keluarga berencana
8) Pemberdayaan masyarakat dalam keterampilan terutama dalam dunia
ekonomi.
Walaupun beberapa empat program tersebut sudah dilaksanakan di Indonesia
namun perlu adanya kebijakan-kebijakan pemerintah yang lainnya yang
sekiranya menguntungkan untuk masyarakat kecil yang ada di Indonesia.

KESIMPULAN
Kemiskinan adalah kondisi yang tidak menguntungkan terhadap individu
masyarakat akan kurangnya pendidikan, kesejahteraan, kelayakan dan juga kesehatan
yang tidak memadai dan bisa dilihat dari kondisi ketidakmampuan atau pemasukan dan
pendapatan individu masyarakat untuk pemenuhan kebutuhannya atau adanya
kekurangan sumber daya yang digunakan untuk memperoleh kesejahteraan baik secara
finansial.

7
Ciri-ciri dari masyarakat miskin sangat banyak yang membahasnya sedangkan
menurut penulis yakni masyarakat yang tidak mampu untuk bersaing lingkungan
kehidupannya yang disebabkan oleh beberapa factor seperti kebijakan pemerintah,
kurangnya pendidikan, terlalu mahalnya bahan-bahan pokok dan juga kurangnya
lapangan pekerjaan.
Ada beberapa program yang dicanangkan oleh pemerintah guna mengatasi
kemiskinan di Indonesia seperti rumah dan listrik yang murah, pendidikan yang layak
serta gratis, sumber air untuk kehidupan memadai, adanya bantuan sosial, pelayanan
kesehatan masyarakat yang perlu ditingkatkan, adanya pembatasan anggota keluarga
dengan program keluarga berencana dan juga pemberdayaan masyarakat dalam skill dan
juga kreatifitas warga.

REFERENSI

Adawiyah, E. (2020). Kemiskinan dan Faktor-Faktor Penyebabnya. Khidmat Sosial,


1(1).

Badan Kebijakan FIskal. (2022). Tingkat Kemiskinan Maret 2022 Menurun di Tengah
Risiko, APBN akan Terus Menjadi Shock Absorser. Siaran Pers Kementerian
Keuangan Republik Indonesia.

Hermawati, I. (2015). Pengkajian Konsep Dan Indikator Kemiskinan. In Kementerian


Sosial RI (Vol. 13, Issue 3).

Itang. (2015). Faktor faktor Penyebab Kemiskinan. Keislaman, Kemasyarakatan Dan


Kebudayaan, 16(1).

Itang. (2019). Penyebab Kemiskinan Dan cara Menanggulanginya. Pendidikan Ekonomi


Sosial, 1(2).

Kadji, Y. (2004). Kemiskinan Dan Konsep Teoritisnya. Jurnal Bisnis, 9(1).

Karnudu, F. (2015). Potret Kemiskinan Di Indonesia. Tahkim, 11(2).

Khatibah. (2011). Penelitian Kepustkaan. Iqra, 05(01).

Nugroho, D., Asmanto, P., & Adji, A. (2020). Leading Indicators Kemiskinan Di
Indonesia: Penerapan pada Outlook Jangka Pendek. The Nasional Team For The
Acceleration Of Poverty Reduction (TNP2K), 92(11).

Nurwati, N. (2019). Kemiskinan : Model Pengukuran , Permasalahan dan Alternatif


Kebijakan. Jurnal Kependudukan Padjadjaran, 10(1).

Nwadioha, A. N. (2020). Kemisinan dan strategi menanggulangi kemiskinan. Jurnal


Abdi MOESTOPO, 3(1).

Permono, A. I., Putra, B. K. D., Alwi, M., Adalya, N. M., Pitoyo, A. J., & Alfana, M. A.
F. (2020). Analisis Indikator Kemiskinan Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun
2019. Ekonomi Manajemen Akuntansi Kewirausahaan, 9(2).

8
Priseptian, L., & Primandhana, W. P. (2022). Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kemiskinan. Forum Ekonomi, 24(1).

Purwanto, E. A. (2019). Mengkaji Potensi Usaha Kecil dan Menengah Untuk


Pembuatan Kebijakan Anti Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu
Politik, 10(3).

Rahman, P. A., Firman, & Rusdinal. (2019). Kemiskinan Dalam Perspektif Ilmu
Sosiologi. Jurnal Pendidikan Tambusai (Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai),
3,

Rusandi, & Muhammad Rusli. (2021). Merancang Penelitian Kualitatif Dasar/Deskriptif


dan Studi Kasus. Al-Ubudiyah: Jurnal Pendidikan Dan Studi Islam, 2(1).

Sari, E. P. (2017). Ciri – Ciri dan Faktor Kemiskinan dan Cara Penanggulangannya.
Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, 2(1).

Sari, W., Prayendi, D. A., Aulia, R. G., Idzni, H., Yunus, S. M., Dwijaya, R., &
Rachmalija, S. (2022). Kebijakan Anti Kemiskinan Program Pemerintah dalam
Penaggulangan Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Inovasi Penelitian, 4(1).

Suselo, S. L. (2008). Kemiskinan di Indonesia: Pengaruh Pertumbuhan Dan Perubahan


Struktur Ekonomi. Buletin Ekonomi Moneter Dan Perbankan.

Syawie, M. (2019). Kemiskinan Dan Kesenjangan Sosial. Sosio Informatika, 16(3).

Wahyu, T. (2019). Kemiskinan Dan Solusinya. AKSES:Jurnal Ekonomi Bisnis, 4(7).

Yacoub, Y. (2012). Pengaruh Tingkat Pengangguran terhadap Tingkat Kemiskinan


Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal Eksos, 8.

Anda mungkin juga menyukai