Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang

Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian


agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh
rakyat yang pada gilirannya akan mewujudkan kesejahteraan penduduk di suatu negara.
Untuk Negara Indonesia salah satu sasaran pembangunan nasional adalah untuk menurunkan
tingkat kemiskinan. Masalah kemiskinan selalu memperoleh perhatian utama di Indonesia.
Hal ini terjadi karena adanya kesadaran pemerintah bahwa kegagalan mengatasi
persoalan kemiskinan akan dapat menyebabkan munculnya berbagai persoalan sosial,
ekonomi, dan politik di tengahtengah masyarakat. Oleh sebab itu, kemiskinan menjadi
masalah yang penting di Indonesia dan menjadi fokus perhatian bagi pemerintah
Indonesia dan terkhusus untuk provinsi jambi. Friedman dalam Abilawa (2010),
mendefinisikan kemiskinan sebagai Ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan
basis kekuatan sosial. Basis kekuatan sosial tidak terbatas hanya pada : (1) modal produktif
atau aset (misalnya organisasi social politik yang dapat digunakan untuk mencapai
kepentingan bersama, partai politik, sindikasi, koperasi dan lain-lain), tetapi juga pada (2) net
work atau jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang dan lainlain; (3)
pengetahuan dan ketrampilan yang memadai; dan (4) informasi yang berguna untuk
memajukan kehidupan mereka. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam hal pengentasan
kemiskinan sangatlah serius, hal tersebut dapat dilihat dari segi banyak nya program yang
dijalankan pemerintah. Terdapat banyak variabel makro ekonomi yang dapat dijadikan
sebagai penyebab meningkat atau menurunnya kemiskinan yang ada pada suatu daerah.
Menurut Todaro (2006), mengatakan bahwa tingkat kemiskinan dipengaruhi oleh salah
satunya adalah tingkat pendapatan rata- rata daerah. Semakin tinggi tingkat pendapatannya,
maka potensi untuk mengalokasikan anggaran guna menyelesaikan masalah kemiskinan akan
semakin besar. Namun alokasi tersebut, tentu harus tepat sasaran, jika tidak justru akan
menyebabkan kemiskinan akan semakin parah. Menurut Dumairy (1996), perbandingan
besar pengeluaran pendapatan per kapita
penduduk perkotaan terhadap penduduk pedesaan cenderung konstan dari tahun ke tahun.
Pengeluaran orang kota hampir selalu dua kali lipat pengeluaran orang desa, sehingga
penduduk miskin di Kota merasakan tingkat inflasi yang lebih besar dari pada pedesaan,
karena adanya jumlah pengeluaran yang lebih besar. Dengan demikian, tingkat inflasi juga
akan memberikan tekanan yang besar terhadap tingkat kemiskinan di perkotaan. Menurut
Sukirno (2000), mengatakan bahwa kegiatan investasi yang dilakukan oleh masyarakat secara
terus- menerus akan meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan
pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran rakyat. Menurut Todaro (2000),
meskipun laju pertumbuhan ekonomi tidak secara otomatis dapat memberi jawaban atas
berbagai macam persoalan kesejahteraan, namun hal tersebut tetap merupakan unsur penting
setiap program pembangunan realistis yang sengaja dirancang
untuk mengentaskan kemiskinan. Berdasarkan penjelasan tersebut maka hubungan antara
beberapa variabel makro ekonomi dengan kemiskinan, ada yang memberikan dampak positif
dan negatif. Seperti halnya apabila masalah belanja pemerintah dihubungkan dengan
kemiskinan dimana saat belanja pemerintah meningkat, maka kemiskinan yang ada pada
suatu daerah akan menurun. Namun yang menjadi masalah di provinsi Jambi dengan alokasi
belanja pemerintah yang naik setiap tahun, apakah dapat menurunkan angka kemiskinan yang
ada di Provinsi Jambi . Berdasarkan fenomena ini maka tujuan penelitian diarahkan untuk
mengetahui pengaruh belanja pemerintah, inflasi dan investasi terhadap kemiskinan baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui pertumbuhan ekonomi dan pengaruh
pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan baik secara langsung maupun tidak langsung
melaui tingkat pengangguran terbuka dan pendapatan per kapita dikota jambi
Menurut Dumairy (1996), perbandingan besar pengeluaran pendapatan per kapita
penduduk perkotaan terhadap penduduk pedesaan cenderung konstan dari tahun ke tahun.
Pengeluaran orang kota hampir selalu dua kali lipat pengeluaran orang desa, sehingga
penduduk miskin di Kota merasakan tingkat inflasi yang lebih besar dari pada pedesaan,
karena adanya jumlah pengeluaran yang lebih besar. Dengan demikian, tingkat inflasi juga
akan memberikan tekanan yang besar terhadap tingkat kemiskinan di perkotaan. Pentingnya
keingintahuan akan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kemiskinan diprovinsi jambi,
mendorong untuk meneliti faktor tersebut mengingat belakangan ini tingkat kemiskinan di
prvinsi jambi meningkat pesat.
Jumlah Penduduk Miskin Diprovinsi Jambi Periode Tahun 1998-2015

Tahun Jumlah penduduk (jiwa)


1998 702.200
1999 677.000
2000 504.900
2001 480.400
2002 326.900
2003 327.300
2004 325.100
2005 317.800
2006 304.600
2007 281.900
2008 261.200
2009 245.000
2010 260.500
2011 251.900
2012 270.200
2013 268.500
2014 281.750
2015 300.710
Sumber : Badan Pusat Statistik
Selama periode 1998-2015 jumlah penduduk miskin diprovinsi jambi bersifat fluktuatif. Hal
ini ditunjukkan dengan jumlah sebesar 702.200 ribu jiwa penduduk miskin ditahun 1998
tetapi mengalamin penurunan menjadi 677.000 ribu jiwa ditahun 1999 dan terus mengalami
penurunan yang cukup signifikan sampai dengan tahun 2011 yaitu dengan jumlah 251.900
ribu jiwa, tetapi mengalami kenaikan sebesar 270.200 ribu jiwa pada tahun 2012, menurun
kembali sampai angka 268.500 ribu jiwa pada tahun 2013 dan terus naik didua tahun
berikutnya yaitu pada tahun 2015 jumlah penduduk miskin diprovinsi jambi sebesar 300.710
ribu jiwa. Kondisi naik turunnya jumlah penduduk miskin diprovinsi jambi dapat disebabkan
oleh beberapa kendala termasuk nantinya tingkat pengangguran dan pertumbuhan ekonomi
diprovinsi jambi.
Masalah penggangguran bukan merupakan hal yang baru dalam system perekonomian
diindonesia. Tingkat penyerapan tenagakerja diprovinsi jambi masaih terbilang minim.
Disamping setiap tahunnya provinsi jambi menamatkan anak dengan usia produktif, tetapi
disamping itu lapangan pekrjaan yang tersedian masih sangat sedikit.

Tingkat Pengangguran Diprovinsi Jambi Eriode Tahun 1998-2015

Tahun Jumlah pengangguran


(jiwa)
1998 51.447
1999 35.296
2000 38.400
2001 60.240
2002 67.692
2003 76.659
2004 73.108
2005 133.964
2006 78.264
2007 76.090
2008 66.371
2009 73.904
2010 72.792
2011 60.169
2012 42.296
2013 70.361
2014 79.784
2015 70.349
Sumber : Badan Pusat Statistic Provinsi Jambi

Pengangguran dinegara berkembang merupakan masakah pokok dalam pertumbuhan


ekonomi. Semakin tinggi tingkat pengangguran disuatu negara maka semakin rendah
pendapatan suatu negara. Hal ini dikarenakan kurangnya output yang dihasilkan dalam
produksi suatu barang dan jasa. Karena didalam teori semakin besar tingkat input maka
semakin besar pula output yang akan dihasilkan. Diprovinsi jambi sendiri tingkat
pengangguran terjadi fluktuatif yaitu pada tahun 1998 tingkat pengangguran mencapai 51.447
ribu jiwa, dan terus menurun sampai pada tahun 2000 yaitu sebesar 38.400 ribu jiwa. Tetapi
mengalami peningkatan yang cukup besar pada tahun 2001 sebesar 60.240 ribu jiwa, naik
hampir dua kali lipatnya dibanding tahun sebelumnya. Dan ditahun 2005 meningkat tajam
kembali mencapai jumlah 133.964 ribu jiwa. Mengalami kestabilan di tahun 2012 sebesar
42.296 ribu jiwa. Hingga tahun terakhir penelitian mencapai jumlah 70.349 ribu jiwa.

Sementara masalah perekonomian, terutama masalah perekonomian sektoral relative


terabaikan , sehingga sektor-sektor pembentuk Produk Domestic Bruto (PDRB). Hal ini
mengindikasikan bahwa proses transisi system pemerintahan sudah mulai berakhir dan
pemerintah daerah mulai memfokuskan pada ppembangunan ekonomi, terutama lebih
memprioritaskan dearah-daerah terpencil untuk tumbuh sehingga mewujudkan otonomi
daerah yang mandiri.

PDRB provinsi jambi periode tahun 1998-2015 atas dasar harga konstan

Tahun Pendapatan (rupiah)


1998 2.994.539
1999 3.181.314
2000 3.354.146
2001 10.205.592
2002 10.803.423
2003 11.343.279
2004 11.953.885
2005 12.619.972
2006 13.363.620
2007 14.275.161
2008 15.259.770
2009 16.274.907
2010 90.618.411
2011 97.740.874
2012 104.615.082
2013 111.766.131
2014 119.984.716
2015 125.038.712
Sumber : Badan Pusat Statistic Provinsi Jambi
Pertumbuhan ekonomi selama periode tahun 2000-2015 di provinsi jambi juga bersifat
fluktuatif. Hal ini ditunjukkan oleh nilai produk domestic regional bruto atas harga konstan
tahun 2000 pada provinsi jambi tahun 2012 mencapai 104.615.082 juta rupiah dan meningkat
pada tahun 2013 mencapai 111.766.131 juta rupiah, pada tahun 2014 mencapai 119.984.716
jiwa, dan pada tahun 2015 mencapai 125.038.712 juta rupiah. Kondisi ini disebabakan di awal
otonomi daerah yang merupakan fase transisi pemerintah dari top down planning ke bottom
up, dimana pemerintah lebih focus pada masalah kondisi politik dan pemerintah

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh tingkat penangguran terhadap jumlah kemiskinan diprovinsi


jambi?
2. Bagaimana Pengaruh Produk Domestic Bruto (PDRB) terhadap jumlah kemiskinan di
provinsi jambi ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis pengaruh pengaruh tingkat penangguran terhadap jumlah


kemiskinan diprovinsi jambi.
2. Untuk menganalisis pengaruh Produk domestic bruto (PDRB) terhadap jumlah
kemiskinan di provinsi jambi.

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Bagi peneliti, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan
dan wawasan peneliti tentang pengaruh faktor pengangguran dan pertumbuhan
ekonomi terhadap kemiskinan.
2. Bagi dunia ilmu pengetahuan, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
melengkapi kajian tentang tingkat kemiskinan dan faktor apa saja yang
mempengaruhinya.
3. Bagi instansi terkait embuat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kinformasi yang berguna untuk memahami faktor-faktor penyebab jemiskinan
sehingga diperoleh kebijakan untuk menekan angka kemiskinan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Kemiskinan
Menurut Sumodiningrat (1999) dalam Nurhayati (2007), klasifikasi kemiskinan ada lima
kelas, yaitu :
a) Kemiskinan absolut selain dilihat dari pemenuhan kebutuhan dasar minimum yang
memungkinkan seseorang dapat hidup layak, juga ditentukan oleh tingkat pendapatannya
untuk memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, tingkat pendapatan minimum merupakan
pembatas antara keadaan yang disebut miskin atau sering disebut dengan istilah garis
kemiskinan. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada
di bawah garis kemiskinan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, seperti
pangan, sandang, kesehatan, papan dan pendidikan.
b) Kemiskinan Relatif yakni Sekelompok orang dalam masyarakat dikatakan mengalami
kemiskinan relatif apabila pendapatannya lebih rendah dibanding kelompok lain tanpa
memperhatikan apakah mereka masuk dalam kategori miskin absolute atau tidak. Penekanan
dalam kemiskinan relatif adalah adanya ketimpangan pendapatan dalam masyarakat antara
yang kaya dan yang miskin atau dikenal dengan istilah ketimpangan distribusi pendapatan.
c) Kemiskinan Struktural mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan
oleh faktor budaya yang tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupan meskipun
ada usaha dari pihak luar untuk membantunya.
d) Kemiskinan Kronis disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
a) Kondisi social budaya yang mendorong sikap dan kebiasaan hidup masyarakat yang
tidak produktif;
b) Keterbatasan sumberdaya dan keterisolasian (daerah-daerah kritis sumberdaya alam
dan daerah terpencil);
c) Rendahnya pendidikan dan derajat perawatan kesehatan, terbatasnya lapangan kerja
dan ketidakberdayaan masyarakat dalam mengikuti ekonomi pasar.
d) Kemiskinan Sementara terjadi akibat adanya (i) perubahan siklus ekonomi dari
kondisi normal menjadi krisis ekonomi; (ii) perubahan yang bersifat musiman dan
(iii) bencana alam atau dampak dari suatu yang menyebabkan menurunnya tingkat
kesejahteraan suatu masyarakat.
2.1.2 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Kuznets dalam Jhingan (2004) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan
jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis
barangbarang ekonomi kepada penduduknya; kemampuan ini tumbuh sesuai dengan
kemajuan tehnologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya.
Definisi ini memiliki tiga komponen :
Pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-
menerus persediaan barang.
Kedua, tehnologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang
menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada
penduduk.
Ketiga, penggunaan tehnologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian
di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan dapat dimanfaatkan
secara tepat.
Menurut pandangan ekonom klasik, Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus
dan John Straurt Mill, maupun ekonom neo klasik, Robert Solow dan Trevor Swan,
mengemukakan bahwa pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi yaitu (1) jumlah penduduk, (2) jumlah stok barang modal, (3) luas tanah dan
kekayaan alam, dan
(4) tingkat teknologi yang digunakan. Suatu perekonomian dikatakan mengalami
pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi dari pada apa
yang dicapai pada masa sebelumnya (Mudrajad Kuncoro, 2003).
2.1.3 pengertian pengangguran

Pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja, yang secara
aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat
memperoleh pekerjaan yang diinginkan (Sukirno, 2004)

2.1.4
2.1.4.1. Tenaga Kerja
Menurut Simanjuntak (1998), tenaga kerja mencakup penduduk yang sudahatau
sedang bekerja,yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti
bersekolah dan mengurus rumah tangga. Pencari kerja, bersekolah, dan mengurus rumah
tangga walaupun tidak bekerja, tetapi mereka secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat
ikut bekerja. Mulyadi (2003) menyatakan bahwa tenaga kerja adalah penduduk dalam usia
kerja (berusia 15-64 tahun) atau jumlah penduduk dalam suatu negara yang dapat
memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga kerja mereka dan jika
mereka mau berpartisipasi dalam aktifitas tersebut.
Tenaga kerja merupakan penduduk yang berumur didalam batas usia kerja. Tenaga
kerja dibagi dalam dua kelompok yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan
kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang terlibat atau berusaha untuk terlibat dalam
kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa. Angkatan kerja terdiri dari golongan
bekerja serta golongan menganggur dan mencari pekerjaan. Bukan angkatan kerja adalah
penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak
mencari pekerjaan.
Bukan angkatan kerja terdiri dari golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus
rumah tangga dan golongan lain-lain atau penerima pendapatan. Ketiga golongan dalam
kelompok ini sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja. Oleh sebab itu,
kelompok ini sering juga dinamakan sebagai angkatan kerja potensial (potensial labor force).

2.1.4.2. Penyerapan Tenaga Kerja


Penyerapan tenaga kerja adalah banyaknya lapangan kerja yang sudah terisi yang
tercermin dari banyaknya jumlah penduduk bekerja. Penduduk yang bekerja terserap dan
tersebar di berbagai sektor perekonomian. Terserapnya penduduk bekerja disebabkan oleh
adanya permintaan akan tenaga kerja. Oleh karena itu, penyerapan tenaga kerja dapat
dikatakan sebagai permintaan tenaga kerja (Kuncoro, 2002).

2.1.4.3. Permintaan Tenaga Kerja


Permintaan tenaga kerja adalah hubungan antar tingkat upah (harga tenaga kerja) dan
kuantitas tenaga kerja yang dikehendaki untuk dipekerjakan dalam jangka waktu tertentu.
secara umum permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh:
Perubahan tingkat upah.
Dalam jangka pendek kenaikan upah diantisipasi perusahaan dengan
mengurangi produksinya. Turunnya target produksi mengakibatkan bekurangnya tenaga kerja
yang dibutuhkan. Penurunan jumlah tenaga kerja karena turunnya skala produksi disebut
dengan efek skala produksi atau scale effect.
Perubahan permintaan hasil produksi oleh konsumen.
Apabila permintaan akan hasil produksi perusahaan meningkat, perusahaan cenderung untuk
menambah kapasitas produksinya. Untuk maksud tersebut perusahaan akan menambah
penggunaan tenaga kerjanya.
Harga barang modal turun
Apabila harga barang modal turun, maka biaya produksi turun dan tentunya mengakibatkan
harga jual barang per unit ikut turun. Pada keadaan ini perusahaan akan cenderung
meningkatkan produksi karena permintaan hasil produksi bertambah besar, akibatnya
permintaan tenaga kerja meningkat pula.

a. Permintaan Tenaga Kerja Dalam Jangka Pendek


Permintaan tenaga kerja dalam jangka pendek mengkondisikan perusahaan menerima
harga jual produk dan tingkat upah yang diberikan. Dalam mengkombinasikan penggunaan
modal dan tenaga kerja untuk menghasilkan output, perusahaan tidak mampu merubah
kuantitas modal yang akan digunakan dan hanya bisa menambah penggunaan tenaga kerja
untuk meningkatkan output. Dalam memperkirakan berapa tenaga kerja yang perlu ditambah,
perusahaan akan melihat tambahan hasil marginal atau marginal physical product dari
penambahan seorang karyawan tersebut. Selain itu, perusahaan akan menghitung jumlah uang
yang akan diperoleh dengan adanya tambahan hasil marginal. Jumlah uang ini dinamakan
penerimaan marginal atau marginal revenueI (VMPPL), yaitu nilai dari MPPL, yaitu besarnya
MPPL dikalikan dengan harga per unit (P) (Simanjuntak, 1998).

b. Permintaan Tenaga Kerja Dalam Jangka Panjang


Permintaan tenaga kerja dalam jangka panjang memberikan kebebasan kepada
perusahaan untuk melakukan penyesuaian dalam penggunaan tenaga kerja dengan
mengadakan perubahan terhadap input lainnya. Dalam hal ini perusahaan dapat memilih
berbagai bentuk kombinasi modal dan tenaga kerja dalam menghasilkan output yang
mengandung biaya paling rendah.
2.1.5 Inflasi
Menurut Sadono Sukirno (2004) berdasarkan faktor-faktor yang menimbulkanya, inflasi dapat
dibedakan dua jenis:
a) Inflasi Tarikan Permintaan (Demand Pull Inflation) Inflasi yang terjadi sebagai akibat dari
tingkat perekonomian yang mencapai tingkat pengangguran tenaga kerja penuh dan
pertumbuhan ekonomi berjalan pesat.
b) Inflasi Desakan Biaya (Cost Push Inflation) Inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya
kenaikkan terhadap biaya produksi
2.2 Penelitian Sebelumnya

No. Judul/Nama Landasan teori Model penelitian Kesimpulan/saran


1
Pengaruh Teori Belanja Y1 Belanja
variabel Pemerintah, =0+1LnX1+2X2+3LnX3+4Ln pemerintah secara
ekonomi teori Inflasi, Y2+5LnY3+6Y4+1(1.1) Y2 langsung
makro teori Investasi, =0+1LnX1+2X2+3LnX3+4Y4+ berpengaruh
terhadap teori 2....... (1.2) negative terhadap
kemiskinan Pertumbuhan Y3 kemiskinan .
Di kota Ekonomi, teori =0+1LnX1+2X2+3LnX3+4Y4 Inflasi secara
makassar Kemiskinan +3(1.3) langsung
provinsi =0+1LnX1+2X2+3LnX3+4 berpengaruh
sulawesi (1.4) Dimana : negatif terhadap .
selatan (Siti X1 =Belanja Pemerintah (Rp) Investasi secara
Walida X2 =Inflasi (%) langsung maupun
Mustamin, X3 =Investasi (Rp tidak langsung
Agussalim, =Error melalui
Sri Undai Y1 =Kemiskinan (%) pertumbuhan
Nurbayani, Y2 =Pengangguran (Jiwa) ekonomi tidak
Jurnal Y3 =Pendapatan Perkapita (Rp) berpengaruh
Analisis, Y4 =Pertumbuhan Ekonomi (%) terhadap
Desember kemiskinan.
2015, Vol. 4 Pertumbuhan
No. 2 : 165 ekonomi secara
173) langsung tidak
berpengaruh
terhadap
kemiskinan,
sedangkan
pengaruh
pertumbuhan
ekonomi secara
tidak langsung
berpengaruh
negatif terhadap
kemiskinan melalui
pengangguran dan
pengaruh
pertumbuhan
ekonomi secara
tidak langsung
tidak
berpengaruh
terhadap
kemiskinan melalui
pendapatan
perkapita.
Pemerintah selaku
pembuat
kebijakan harus
lebih konsisten dan
fokus dalam
merealisasikan
anggaran yang
berorientasi pada
peningkatan
pelayanan publik
sehingga tingkat
kesejahteraan
masyarakat dapat
meningkat yang
pada akhirnya
kemiskinan dapat
menurun dan
melakukan upaya
untuk mendorong
peningkatan
investasi
pemerintah
proporsional dan
lebih
memihak kepada
kepentingan publik
sehingga
mampu
memberikan efek
positif terhadap
pertumbuhan
ekonomi dan
pengentasan
kemiskinan
nasional.

No. Judul/Nama Landasan teori Model penelitian Kesimpulan/saran


2
Pengaruh Teori Y = a+ b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 Pertumbuhan
pertumbuha Kemiskinan, +e ekonomi (X1) dan
n ekonomi, teori Di mana; inflasi
pengeluaran Pertumbuhan Y = Tingkat Kemisikinan (X4) tidak
pemerintah, Ekonomi, teori X1 = Pertumbuhan ekonomi berpengaruh secara
Penganggur Pengeluaran X2 = Pengeluaran Pemerintah signifikan
an dan Pemerintah, X3 = Tingkat pengangguran terhadap tingkat
inflasi teori X4 = Laju Inflasi kemiskinan
terhadap Pengangguran, a = konstanta provinsi di
tingkat teori Inflasi b1,b2,b3,b4 = Koefisien regresi sumatera. Hal dapat
kemiskinan e = Error term mengindikasikan
di bahwa kualitas
Provinsi se pertumbuhan
sumatera ekonomi yang
(Barika, terjadi relative
Volume 05 kurang baik, yang
Nomor 01 antara lain
JEPP disebabkan
sebagian besar
pertumbuhan
ekonomi tersebut
lebih ditopang oleh
sektor konsumsi.
Selain itu, kurang
maksimalnya aspek
pemerataan
pendapatan
dalam pertumbuhan
ekonomi, sehingga
peningkatan
pendapatan
cenderung
dinikmati oleh
sebagian kelompok
masyarakat saja.
Pengeluaran
pemerintah dan
tingkat
pengangguran
terbukti mempunyai
pengaruh secara
signifikan terhadap
tingkat
kemiskinan
provinsi di
Sumatera.
Pengeluaran
pemerintah
mempunyai
pengaruh negative
dengan koefisien
sebesar
-0,083779, artinya
peningkatan
pengeluaran
pemerintah
sebanyak 1 milyar
rupiah akan
mampu
menurunkan tingkat
kemiskinan
provinsi turun
sebesar 0,08 persen.
Sementara itu,
variable tingkat
pengangguran
terbukti
berpengaruh secara
positif dengan
koefisien sebesar
0,719120.
Dengan demikian
penurunan tingkat
Pengangguran (X3)
sebesar 1 persen
akan
menyebabkan
tingkat kemiskinan
turun
sebesar 0,719120
persen.
No. Judul/Nama Landasan teori Model penelitian Kesimpulan/saran
3
Faktor- Teori Model Persamaan: PDRB berpengaruh
faktor yang Kemiskinan, Y= a+ b1X1 + b2X2 + b3X3 +e negatif terhadap
mempengar teori belanja Di mana: tingkat kemiskinan
uhi tingkat publik, teori Y = Jumlah penduduk miskin (000) di Provinsi Jawa
kemiskinan PDRB. X1 = Nilai PDRB harga konstan Tengah
Di provinsi 2000 (miliar artinya
jawa tengah rupiah) pertumbuhan
(Rusdarti & X2 = tingkat pengangguran (%) ekonomi suatu
lesta X3 = besarnya realisasi belanja daerah
karolina APBD yang dapat mengurangi
sebayang, dikeluarkan untuk pendidikan, tingkat kemiskinan.
Jurnal kesehatan Pengangguran tidak
Economia, dan infrastruktur (milyar rupiah) signifikan secara
Volume 9, statistik terhadap
Nomor 1, tingkat kemiskinan
April 2013) di Provinsi
Jawa Tengah,
artinya indikator
kemiskinan
yang terjadi bukan
disebabkan
oleh tingkat
pengangguran
melainkan oleh
indikator lain.
Sementara itu
belanja
berpengaruh
signifikan secara
statistik terhadap
tingkat kemiskinan
di Provinsi Jawa
Tengah
artinya.
Hasil temuan ini
menunjukkan masih
dominannya belanja
operasional/konsum
si
pemerintah dengan
orientasi belanja
pegawai
yang semakin
tinggi
menyebabkan
rendahnya
prioritas pada
pelayanan publik.
Perbedaan kota
dengan kabupaten
berpengaruh
signifikan tingkat
kemiskinan di
Provinsi
Jawa Tengah.

No. Judul/Nama Landasan teori Model penelitian Kesimpulan/saran


4
Pertumbuha Teori Y= a+ b1X1 + b2X2 + b3X3+e Kawasan Barat
n ekonomi Pembangunan, Dengan : Indonesia (KBI)
dan teori X1= disparitas memiliki keadaan
kemiskinan Disparitas,teort X2= pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih
di i Pertumbuhan X3= Kemiskinan baik jika dibanding
indonesia. Ekonomi, dan dengan Kawasan
(Ahmad Kemiskinan Timur Indonesia
soleh (KTI) baik dilihat
Dosen dari indikator
fakultas pertumbuhan
ekonomi ekonomi
universitas maupun
dehasen kemiskinan. Rata-
Bengkulu) rata pertumbuhan
ekonomi KBI
sebesar 5,45% per
tahun diatas
rata-rata
pertumbuhan
ekonomi nasional
dan persentase
penduduk miskin
sebesar 43%
sedangkan KTI
sebesar 57%.
5. Tingginya
pertumbuhan
ekonomi suatu
daerah tidak
menjamin
kesejahteraan
masyarakat
di daerah tersebut,
sebagaimana
fenomena yang
terjadi di provinsi
Papua Barat
memiliki
rata-rata
pertumbuhan
ekonomi tertinggi
secara nasional
(11,27% per tahun)
namun
persentase
penduduk miskin di
provinsi tersebut
menduduki posisi
nomor dua
(35,77%)
atau setelah
provinsi Papua.
Fenomena ini
menunjukkan
pertumbuhan
ekonomi yang tidak
berpihak pada
penduduk miskin.

No. Judul/Nama Landasan teori Model penelitian Kesimpulan/saran


5
Faktor- Teori Tingkat Y= a+ b1X1 + b2X2 +e Faktor-faktor
faktor yang kemiskinan, Dimana: menyebab
mempengar teori tingkat X1= Tingkat pendapatan terjadinya
uhi pendapatan, X2= Tingkat pengeluaran kemiskinan pada
Tingkat teori rumah tangga di di
kemiskinan pengeluaran Dusun Kranjang
di kota Desa Waiyame dan
ambon Desa Waiheru
(study kasus adalah (a)
di dusun menurunya
kranjang produktifitas
desa tanaman,
waiyame (b) lapangan kerja
Kec. Teluk yang sulit didapat,
ambon dan (c) rendahnya
desa tingkat pendidikan
waiheru kepala
Kec. Teluk keluarga, (d)
ambon Ketergantungan
baguala Masyarakat
kota ambon) Terhadap Alam dan
Raihana Kondisi yang Ada,
kaplale, sp, (e)
msc biaya dalam proses
(Dosen ps ritual adat, (f)
agribisnis terbatasnya akses
faperta terhadap modal
unpattti (uang tunai).
ambon,
volume 1
no. 1
oktober
2012)

2.3 Kerangka Pemikiran

PENGANGGURAN

KEMISKINAN PERTUMBUHAN
EKONOMI
2.4 Hipotesis Penelitian

Dari uraian masalah yang ada, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut :

1. Diduga variabel pengangguran berpengaruh negative dan signifikan terhadap


kemiskinan di provinsi jambi periode tahun 1998-2015.
2. Diduga variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh negative dan signifikan trrhadap
kemiskina di provinsi jambi periode tahun 1998-2015.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dan Objek Penelitian

Analisis ekonometrika dilakukan dengan menggunakan data panel dimaksudkan untuk


menelaah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di provinsi Jambi.
Variabel-variabel dalam penelitian ini dibedakan dalam dua kelompok yaitu variabel
dependen dan variabel independen. Adapun variabel dependen dalam penelitian ini yaitu:
kemiskinan (KM). Sedangkan variabel independennya adalah pengangguran (UN) dan
Pertumbuhan ekonomi (GDP).
3.2 Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa deret
berkala (time series). Data sekunder adalah data yang bukan diusahakan sendiri
pengumpulannya oleh peneliti. Data sekunder biasanya telah dikumpulkan oleh lembaga
pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data. Data sekunder
diperoleh dari Badan Pusat Statistik Jambi (BPS).
Adapun data sekunder yang digunakan adalah :
1. Data jumlah penduduk miskin provinsi jambi periode tahun 1998-2015.
2. Data jumlah penduduk yang menganggur di provinsi jambi periode tahun 1998-2015.
3. Data PDRB harga konstan provinsi jambi periode tahun 1998-2015.
3.3 metode pengolahan data
Untuk mengetahui besarnya pengaruh dari suatu variabel bebas (independent variable)
terhadap variable terikat (dependent variable) maka penelitian ini menggunakan model regresi
linier berganda (multiple regression) dengan metode kuadrat kecil atau ordinary least square
(OLS). Metode ini diyakini mempunyai sifat-sifat yang diunggulakan, yaitu secara teknis
sangat kuat, mudah dalam perhitungan dan penarikan interpretasinya. Disamping itu, karena
sifat penaksir OLS yang BLUE ( best unbiased linier estimator), dimana kelas penaksir tidak
biasa mempunyai varians yang minimum (Gujarati, 1999).

3.4 Operasional Variabel


Model awal persamaan penyerapan tenaga kerja yang digunakan adalah
sebagai berikut:
KMt = 0 + 1UNt + 2GDPt +
dimana:
KM = Kemiskinan
UN = Pengangguran
GDP = PDRB harga konstan
0 = konstanta
1 = koefisien regresi pengangguran
2 = koefisien regresi PDRB
= disturbance error
BAB IV
ANALISIS DATA SECARA DESKRIFTIF

TAHU
N KM UN PDRB
702,2 51,4 2,994,53
1998 00 47 9
677,0 35,2 3,181,31
1999 00 96 4
504,9 38,4 3,354,14
2000 00 00 6
480,4 60,2 10,205,59
2001 00 40 2
326,9 67,0 10,803,42
2002 00 92 3
327,3 76,6 11,343,27
2003 00 59 9
325,1 73,1 11,953,88
2004 00 08 5
317,8 133,9 12,619,97
2005 00 64 2
304,6 78,2 13,363,62
2006 00 64 0
281,9 76,0 14,275,16
2007 00 90 1
261,2 66,3 15,297,77
2008 00 71 0
245,0 73,9 16,274,90
2009 00 04 7
260,5 72,7 90,618,41
2010 00 92 1
251,9 60,1 97,740,87
2011 00 69 4
270,2 42,2 104,615,08
2012 00 96 2
268,5 70,3 111,766,13
2013 00 61 1
281,7 79,7 119,984,71
2014 50 84 6
300,7 70,3 125,038,71
2015 10 49 2

Data diatas didapat dari metode pengumpulan yang dilakukan oleh badan pusat statistic
provinsi jambi (BPS). Melalui data sekunder diatas peneliti melihat perkembangan secara
fluktuatif baik variabel terikat (dependent) dan variabel bebas (independent).
Data penduduk miskin diprovinsi jambi cendrung mengalami penurunan yang cukup
signifikan 702.200 ribu jiwa penduduk miskin ditahun 1998 tetapi mengalamin penurunan
menjadi 677.000 ribu jiwa ditahun 1999 dan terus mengalami penurunan yang cukup
signifikan sampai dengan tahun 2011 yaitu dengan jumlah 251.900 ribu jiwa, tetapi
mengalami kenaikan sebesar 270.200 ribu jiwa pada tahun 2012, menurun kembali sampai
angka 268.500 ribu jiwa pada tahun 2013 dan terus naik didua tahun berikutnya yaitu pada
tahun 2015 jumlah penduduk miskin diprovinsi jambi sebesar 300.710 ribu jiwa. Kondisi naik
turunnya jumlah penduduk miskin diprovinsi jambi dapat disebabkan oleh beberapa kendala
termasuk nantinya tingkat pengangguran dan pertumbuhan ekonomi diprovinsi jambi. Untuk
variabel bebas sendiri juga mengalami naik turun , untuk data pengangguran Diprovinsi jambi
sendiri tingkat pengangguran terjadi fluktuatif yaitu pada tahun 1998 tingkat pengangguran
mencapai 51.447 ribu jiwa, dan terus menurun sampai pada tahun 2000 yaitu sebesar 38.400
ribu jiwa. Tetapi mengalami peningkatan yang cukup besar pada tahun 2001 sebesar 60.240
ribu jiwa. Serta untuk pertumbuhan ekonomi ditunjukkan oleh nilai produk domestic regional
bruto atas harga konstan tahun 2000 pada provinsi jambi tahun 2012 mencapai 104.615.082
juta rupiah dan meningkat pada tahun 2013 mencapai 111.766.131 juta rupiah, pada tahun
2014 mencapai 119.984.716 jiwa, dan pada tahun 2015 mencapai 125.038.712 juta rupiah.

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Data Penelitian

TAHU
N KM UN PDRB
702,2 51,4 2,994,53
1998 00 47 9
677,0 35,2 3,181,31
1999 00 96 4
504,9 38,4 3,354,14
2000 00 00 6
480,4 60,2 10,205,59
2001 00 40 2
326,9 67,0 10,803,42
2002 00 92 3
327,3 76,6 11,343,27
2003 00 59 9
325,1 73,1 11,953,88
2004 00 08 5
317,8 133,9 12,619,97
2005 00 64 2
304,6 78,2 13,363,62
2006 00 64 0
281,9 76,0 14,275,16
2007 00 90 1
261,2 66,3 15,297,77
2008 00 71 0
245,0 73,9 16,274,90
2009 00 04 7
260,5 72,7 90,618,41
2010 00 92 1
251,9 60,1 97,740,87
2011 00 69 4
270,2 42,2 104,615,08
2012 00 96 2
268,5 70,3 111,766,13
2013 00 61 1
281,7 79,7 119,984,71
2014 50 84 6
300,7 70,3 125,038,71
2015 10 49 2

Dimana :
KM = jumlah penduduk miskin (ribu jiwa)
UN = jumlah penduduk yang menganggur (ribu jiwa)
PDRB = produk domestic bruto ( juta rupiah)
Tanda parameter yang diharapkan : kemiskinan berhubungan/bertanda negative
dengan variabel pengangguran dan variabel produk domestic bruto (Pertumbuhan ekonomi).

5.2 Hasil Olahan Data

Dependent Variable: KM
Method: Least Squares
Date: 12/14/16 Time: 06:31
Sample: 1998 2015
Included observations: 18
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 633652.8 91634.79 6.914981 0.0000


UN -3.195373 1.238329 -2.580392 0.0209
PDRB -0.001417 0.000552 -2.564864 0.0216

R-squared 0.946153 Mean dependent var 354881.1


Adjusted R-squared 0.924974 S.D. dependent var 140919.2
S.E. of regression 109611.8 Akaike info criterion 26.19829
Sum squared resid 1.80E+11 Schwarz criterion 26.34668
Log likelihood -232.7846 Hannan-Quinn criter. 26.21875
F-statistic 6.548980 Durbin-Watson stat 0.871682
Prob(F-statistic) 0.009029

5.3 Interpretasi Hasil Olahan Data


5.3.1 Model Yang Diperoleh

Estimation Command:
=========================
LS KM C UN PDRB

Estimation Equation:
=========================
KM = C(1) + C(2)*UN + C(3)*PDRB

Substituted Coefficients:
=========================
KM = 633652.820028 - 3.19537344575*UN - 0.00141661820419*PDRB

5.3.2 Standar Pelaporan/Penampilan Model

Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan perangkat lunak pengolah data kuantitatif
EViews 8.0, diperoleh estimasi analisis regresi linier berganda sebagai berikut :
KMt = 633652.820 - 3.195UNt - 0.001PDRBt
Se = 91634.79 1.238 0,000
Ts = 6.914 -2.580 -2.564
Probts = 0.000 0.020 0.021
Fs = 6.548
Probtfs = 0.009
R2 = 0.946
DW2 = 0.871

5.3.3 Interpretasi Model

Dari perolehan model analisis regresi berganda diatas, dapat dilihat dari sisi tanda, koefisien
estimasi ((1dan 2) bertanda negative.
Dengan mengasumsikan bahwa rata-rata jumlah penduduk mengangggur dan produk
domestic bruto selama periode penelitian tahun 1998-2015 tetap, maka setiap kenaikan
jumlah penduduk miskin rata-rata adalah 633652.8 ribu jiwa.
Dengan mengasumsikan rata-rata produk domestic bruto selama periode penelitian tahun
1998-2015 tetap, maka setiap kenaikan seribu jiwa penduduk yang menganggur akan
mengakibatkan penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 3,195 ribu jiwa
Dengan mengasumsikan bahwa jumlah pendududuk menganggur selama periode penelitian
tahun 1998-2015 tetap, maka setiap kenaikan satu juta produk domestic bruto akan
mengakibatkan penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 0,001 ribu jiwa.

5.3.4 Pengujian hipotesis secara statistik:

Rumusan hipotesis:

Uji t

Variabel UN

H0 :1> 0, dimana: Hipotesisnol/salah: menyatakan bahwa


pengangguran berpengaruh positif dan signifikan secara statistic
terhadap kemiskinan, yang ditunjukkanolehbesaran1> 0

Ha : 1< 0 , dimana: Hipotesisalternatif/benar: menyatakan bahwa


pengangguran berpengaruh negatif dan signifikan secara
statistic terhadap kemiskinan, yang ditunjukkan oleh besaran1<
0

Variabel UN PDRB PDRB


-
H0 UN 0.010611749 :1< 0 , dimana:
1 08053351 Hipotesisnol/salah:
- menyatakan bahwa
PDRB 0.010611749 PDRB berpengaruh
08053351 1 Positif dan signifikan
secara statistic terhadap kemiskinan, yang ditunjukkan oleh 1>
0

Ha:1> 0 , dimana: Hipotesisalternatif/benar: menyatakanbahwa


PDRB berpengaruh Negatif dan signifikan secara statistic
terhadap permintaan uang nominal, yang ditunjukkan oleh 1< 0

Uji asumsi klasik

1. Uji multikoliniearitas
Uji multikolinieritas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi,
maka dinamakan terdapat problem Multikolinieritas

Dapat disimpulkan model diatas bebas dari multikoliniearitas, karena nilainya lebih kecil dari
0.99

2. Uji autokorelasi
Sebuah observasi data satu dengan yang lain berkorelasi, quick look
melalui nilai Durbin-Watson. Dari hasil estimasi di[eroleh besarab DWs
sebesar 0,87. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi korelasi antar data,
dengan perbandingan 2.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Derdasarkan analisis yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa :


1. variabel pengangguran berpengaruh negative dan signifikan terhadap jumlah penduduk
miskin diprivinsi jambi periode tahun 1998-2015

2. variabel pertumbuhan ekonomi atau PDRRB berpengaruh negative dan signifikan terhadap
jumlah penduduk miskin di provinsi jambi periode tahun 1998-2015

Saran

Penulis menyadari banyak sekali kekurangan dalan penelitian ini terutama dalam penyajian
hasil, untuk uji autokorelasi terdapat kesalahan. Untuk itu penulis berharap pihak pembaca
atau yang ingin melakukan penelitian selanjutnya dapat menjadikan penelitian ini sebagai
acuan .

Daftar pustaka

Badan Pusat Statistik. Berbagai Tahun, Jambi Dalam Angka.

---------------------------. Berbagai Tahun, Kota Jambi Dalam Angka.

---------------------------. Berbagai Tahun, PDRB Kota Jambi.


Gujarati, D.N., dan Porter, D.C. 2012. Dasar-Dasar Ekonometrika, Edisi Kelima, Buku 2.

Penerbit Salemba Empat. Jakarta.

Ananta, Aris. 1990. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Lembaga Demografi FEUI. Jakarta

Oktaviana Dwi Saputri dan Tri Wahyu Rejekiningsih. 2008. analisis penyerapan tenaga

Tugas Ekonometrika I

Pengaruh Pengangguran Dan PDRB Terhadap Penduduk Miskin

Di Provinsi Jambi
DISUSUN OLEH:

NAMA: DESSY AMELIA CRISTINA

NIM: C1A014069

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JAMBI

TA 2016/2017

Anda mungkin juga menyukai