Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup

berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan

institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan

ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan

kemiskinan. Pembangunan ekonomi memiliki tiga tujuan inti antara lain

ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup,

peningkatan standar hidup (pendapatan, penyediaan lapangan kerja, perbaikan

kualitas pendidikan, peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan

kemanusiaan) dan perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial (Todaro,

2006).

Sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor yang penting bagi

pembangunan. Indonesia memiliki jumlah penduduk yang sangat besar

menimbulkan tingkat angkatan kerja yang tinggi, yang menyebabkan

penawaran tenaga kerja juga tinggi. Namun apabila penawaran tenaga kerja ini

tidak diimbangi dengan penyediaan lapangan kerja yang memadai akan

menyebabkan penyerapan tenaga kerja menjadi tidak optimal. Masalah

pengangguran muncul sebagai imbas dari jumlah tenaga kerja yang tidak

seimbang dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia (Sasana, 2009).

Perluasan penyerapan tenaga kerja diperlukan untuk mengimbangi

laju pertumbuhan penduduk usia muda yang masuk ke pasar tenaga kerja.

1
2

Ketidakseimbangan antara pertumbuhan angkatan kerja dan

penciptaan lapangan kerja akan menyebabkan tingginya angka pengangguran.

Kemudian, meningkatnya angka pengangguran akan mengakibatkan

pemborosan sumber daya dan potensi angkatan kerja yang ada, meningkatnya

beban masyarakat, merupakan sumber utama kemiskinan dan mendorong

terjadinya peningkatan keresahan sosial, serta manghambat pembangunan

ekonomi dalam jangka panjang (Depnakertrans, 2004).

Permasalahan tenaga kerja dan pendapatan masih menjadi masalah

utama dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Hal ini diketahui

dengan meningkatnya angka pengangguran, permasalahan upah dan hak

tenaga kerja, serta berbagai masalah ketenagakerjaan lainnya. Permasalahan

tersebut juga terjadi di Jawa Timur khususnya di Kabupaten Ponorogo.

Kondisi yang demikian mendorong berkembangnya berbagai industri rumah

tangga baik skala kecil, menengah, dan besar sehingga diharapkan membawa

dampak positif terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat secara

keseluruhan.

Pengangguran merupakan masalah yang cukup serius, dengan tidak

bekerja maka seseorang akan mengalami penurunan standar kehidupan dan

tekanan psikologis. Jadi tidaklah mengejutkan jika pengangguran menjadi

topik yang sering dibicarakan dalam perdebatan politik dan politisi sering

mengklaim, bahwa kebijakan yang mereka tawarkan akan membantu

menciptakan lapangan kerja (Mankiw, 2006).


3

Berikut ini adalah tabel pengangguran terbuka di kota Ponorogo

tahun 2013-2017.

Tabel 1. 1
Pengangguran di Ponorogo 2013-2017
Tahun Jumlah penganggur terbuka Presentase (%)
(jiwa)
2013 15.930 -

2014 18.183 12.39

2015 17.873 - 1.73

2016 17.715 - 0.89

2017 17.556 - 0.91

Sumber : Disnaker kabupaten ponorogo

Pada tabel 1.1 diketahui bahwa jumlah penganggur terbuka di

Ponorogo cenderung statis. Terjadinya kenaikan yang cukup signifikan yaitu

pada tahun 2014 sebesar 18.183 jiwa dari tahun sebelumnya sebesar 15.930

jiwa di 2013.

Usaha dalam meningkatkan penyerapan tenaga kerja juga tidak

terlepas dari salah satu faktor yang mempengaruhinya yaitu tingkat upah.

Menurut (Arfida, 2003), naiknya tingkat upah akan meningkatkan biaya

produksi perusahaan yang selanjutnya akan meningkatkan pula harga per unit

barang yang diproduksi. Biasanya para konsumen akan memberikan respon

yang cepat apabila terjadi kenaikan harga barang, yaitu mengurangi konsumsi

atau bahkan tidak lagi mau membeli barang yang bersangkutan. Akibatnya

banyak produksi barang yang tidak terjual, dan terpaksa produsen menurunkan

jumlah produksinya. Turunnya target produksi mengakibatkan berkurangnya


4

tenaga kerja yang dibutuhkan. Sehingga semakin tinggi tingkat upah yang

ditawarkan kepada tenaga kerja akan menurunkan tingkat penyerapan tenaga

kerja (Sumarsono, 2003).

Berikut ini adalah tabel Upah Minimum Kota (UMK) Kabupaten

Ponorogo tahun 2012-2017.

Tabel 1.2
Upah Minumum Kabupaten/kota Ponorogo Tahun 2004-2018

No. Tahun UMK (Rp) UMK dalam


presentase
(%)
1 2004 153.867 -
2 2005 338.500 54.54
3 2006 400.000 15.38
4 2007 450.000 11.11
5 2008 500.000 10.00
6 2009 600.000 16.67
7 2010 635.000 5.51
8 2011 705.000 9.93
9 2012 745.000 5.37
10 2013 924.000 19.37
11 2014 1.000.000 7.60
12 2015 1.150.000 13.04
13 2016 1.283.000 10.37
14 2017 1.388.847 7.62
15 2018 1.509.816 8.01
Sumber : BPS Kab. Ponorogo

Berdasarkan Tabel 1.2 diatas menunjukkan bahwa Upah Minimum

Kabupaten (UMK) Kabupaten Ponorogo dari tahun ke tahun terus mengalami

kenaikan. Dimana UMK Kabupaten Ponorogo pada tahun 2004 yang hanya

sebesar Rp. 153.867 dan mencapai Rp. 1.509.816 di tahun 2018. Data di atas

merupakan UMK Kabupaten Ponorogo mulai dari tahun 2004-2018.


5

Perekonomian Kabupaten Ponorogo saat ini masih berbasis

pertanian. Hampir seluruh wilayah yang ada di kabupaten ponorogo

merupakan daerah penghasil produk pertanian, kecuali ibukota kabupaten

yang telah menjelma menjadi pusat perdagangan dan jasa. Produk dominan

pertanian yang menjadi unggulan kabupaten ponorogo adalah komoditas

tanaman pangan seperti padi dan palawija. Kondisi geografis dan wilayah

yang subur dan iklim yang sesuai untuk kegiatan pertanian membuat sektor

peertanian masih menjadi andalan dalam perekonomian kabupaten ponorogo.

Namun, perkembagan di sektor pertanian dari tahun ke tahun kontribusinya

cenderung menurun dan beralih ke perdagangan. Terbukti selama kurun waktu

2011 hingga 2015 kontribusi pada sektor prtanian menunjukan tren yang

menurun yaitu dari 32,63 persen menjadi 31,65 persen. Sementara pada sektor

perdagangan terus meningkat dari 15,48 persen pada tahun 2011 menjadi

16,18 persen pada tahun 2015 (BAPEDA ponorogo, 2016).

Permasalahan di bidang perekonomian setiap daerah juga tidak

terlepas dari tingkat inflasi. Inflasi juga merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi penyerapan tenaga kerja, karena tinggi rendah nya tingkat

inflasi akan memepengaruhi sebuah perusahaan untuk menambah atau

mengurangi jumlah tenaga kerja nya. Indeks Harga Konsumen (IHK)

Desember tahun 2017 di Ponorogo mencapai 123,96, angka IHK ini lebih

tinggi jika dibandingkan desember 2016 sebesar 122,01. Kenaikan IHK ini

menimbulkan inflasi tahun kalender 2017 sebesar 4,88 persen, lebih tinggi

dibandingkan inflasi tahun kalender 2016 yang hanya 2,20 persen


6

(BAPPEDA ponorogo, 2017)

Inflasi yang tidak terkendali akan menyebabkan provity line atau

garis kemiskinan akan meningkat. Jika garis kemiskinan meningkat lebih

besar daripada peningkatan pendapatan masyarakat khususnya masyarakat

yang bependapatan tetap dan berpendapatan rendah, maka beban hidup yang

harus ditanggung semakin berat dan jumlah penduduk miskin akan

meningkat, dan akan membahayakan perekonomian, kehidupan sosial bahkan

stabilitas suatu bangsa (BAPPEDA ponorogo, 2017).

Tabel 1.3
Inflasi Kab. Ponorogo Tahun 2004-2018

No. Tahun Inflasi (%)

1 2004 11,58
2 2005 13,73
3 2006 9,56
4 2007 6,77
5 2008 9,83
6 2009 6,77
7 2010 9,49
8 2011 7,02
9 2012 3,51
10 2013 7,52
11 2014 7,40
12 2015 2,75
13 2016 2,20
14 2017 4,88
15 2018 2,37
Sumber : BPS Kab. Ponorogo

Berdasarkan Tabel 1.3 diatas menunjukkan bahwa presentase laju

Inflasi Kabupaten Ponorogo dari tahun ke tahun menglami penurunan, tetapi

cenderung fluktuasi (naik turun). Tingkat inflasi tertinggi terjadi pada tahun

2005 menunjukan presentase sebesar 13,73 %. Penurunan yang cukup


7

signifikan terjadi pada tahun 2015 yaitu sebesar 2,75 % dari 7,40 % pada

tahun 2014. Data di atas merupakan tingkat laju inflasi Kabupaten Ponorogo

mulai dari tahun 2004-2018.

Tinggi rendahnya jumlah tenaga kerja tersebut juga disebabkan oleh

realisasi investasi yang dilakukan di daerah yang bersangkutan. Semakin

banyak investasi yang terealiasasi di suatu daerah maka akan memperluas

lapangan kerja sehingga penyerapan tenaga kerja akan bertambah. Demikian

pula dengan infrastruktur yang semakin baik di suatu daerah, maka hal ini

akan memacu semakin berkembangnya kegiatan perekonomian dan

membutuhkan jumlah tenaga kerja yang lebih banyak. Upaya pembangunan

infrastruktur dapat dilihat dari jumlah dana yang dialokasikan pemerintah

Kabupaten Ponorogo pada sektor tersebut. Hanya saja, pengeluaran

pemerintah berupa Investasi tersebut tidak selalu meningkat setiap tahunya

selama kurun waktu 2004 hingga 2018 dengan kata lain dana yang

dialokasikan cenderung fluktuasi. Hal ini menjadi suatu permasalahan

tersendiri ditengah upaya pemerintah dalam meningkatkan dan

mengoptimalkan penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Ponorogo.


8

Tabel 1.4
Penyertaan Modal (Investasi) Kabupaten Ponorogo Tahun 2004-2018

No. tahun Investasi (Rp)

1 2004 81.396.418
2 2005 204.000.000
3 2006 430.000.000
4 2007 1.100.000.000
5 2008 1.400.000.000
6 2009 265.000.000
7 2010 820.000.000
8 2011 9.023.207.728
9 2012 9.038.931.812
10 2013 8.928.609.241
11 2014 12.095.599.194
12 2015 12.067.093.087
13 2016 26.815.065.566
14 2017 4.500.000.000
15 2018 3.000.000.000
Sumber : BPS Kabupaten Ponorogo

Berdasarkan Tabel 1.4 diatas menunjukkan bahwa jumlah penyertaan

modal (Investasi) di Kabupaten Ponorogo dari tahun ke tahun mengalami

fluktuasi (naik turun). jumlah Investasi tertinggi terjadi pada tahun 2016 yaitu

sebesar 26.815.065.566. Data di atas merupakan jumlah Investasi di

Kabupaten Ponorogo mulai dari tahun 2004-2018.

Dinas ketenagakerjaan Kabupaten Ponorogo menyebut bahwa jumlah

penduduk yang bekerja yang masuk pada angkatan kerja di Kabupaten

Ponorogo Tahun 2018 berjumlah 481.188 jiwa dan angkatan kerja berjumlah

491.586 jiwa. Dari data penduduk yang bekerja dibandingkan dengan

angkatan kerja akan diperoleh angka rasio presentase penduduk yang bekerja.
9

Tabel 1.5
Jumlah Penyerapan Tenaga kerja Kab. Ponorogo Tahun 2004`-2018

No. Tahun Angkatan Kerja Terserap/Bekerja Rasio Presentase


(Jiwa) (Jiwa) (%)
1 2004 507.964 481.422 94,7
2 2005 458.938 424.444 92.4
3 2006 499.544 476.401 95.3
4 2007 554.251 527.879 95.2
5 2008 512.193 493.096 96.2
6 2009 546.117 527.254 96.5
7 2010 492.942 474.044 96.1
8 2011 472.067 451.450 95.6
9 2012 494.714 478.573 96.7
10 2013 490.113 474.183 96.7
11 2014 496.443 478.260 96.3
12 2015 485.245 467.372 96.3
13 2016 489.661 471.947 96.3
14 2017 494.111 476.555 94
15 2018 498.586 481.188 95.2
Sumber : Disnaker Kab. Ponorogo 2004-2018

Berdasarkan Tabel 1.5 diatas menunjukkan bahwa jumlah penyerapan

tenaga kerja Kabupaten Ponorogo dari tahun ke tahun menglami fluktuasi

(naik turun) dan cenderung statis atau tetap. Dimana pada tahun 2004 dari

jumlah angkatan kerja sebesar 507.964 jiwa dan terserap sebesar 481.422

jiwa. Kemudian pada tahun 2018 jumlah angkatan kerja sebesar 498.586 jiwa

dan terserap sebesar 481.188 jiwa. Data di atas merupakan jumlah yang

diajukan dari pemerintah daerah, mulai dari tahun 2004-2018.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah di paparkan di atas,

maka di susunlah rumusan masalah yang menjadi pokok penelitian sebagai

berikut :
10

1. Bagaimana pengaruh tingkat Upah Minimum Kabupaten (UMK) terhadap

penyerapan tenaga kerja di kabupaten ponorogo ?

2. Bagaimana pengaruh tingkat Inflasi terhadap penyerapan tenaga kerja di

kabupaten ponorogo ?

3. Bagaimana pengaruh Penyertaan Modal (Investasi) terhadap penyerapan

tenaga kerja di kabupaten ponorogo ?

4. Bagaimana pengaruh Upah Minimum Kabupaten (UMK), Penyertaan

Modal (Investasi), dan tingkat Inflasi secara simultan terhadap penyerapan

tenaga kerja di kabupaten ponorogo ?

1.3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, maka dapat di ketahui bahwa tujuan

dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh tingkat Upah Minimum Kabupaten (UMK)

terhadap penyerapan tenaga kerja di kabupaten ponorogo.

2. Untuk mengetahui pengaruh tingkat inflasi terhadap penyerapan tenaga

kerja di kabupaten ponorogo.

3. Untuk mengetahui pengaruh Penyertaan Modal (Investasi) terhadap

penyerapan tenaga kerja di kabupaten ponorogo.

4. Untuk mengetahui pengaruh Upah Minimum Kabupaten (UMK), inflasi

dan Penyertaan Modal (Investasi) secara simultan terhadap penyerapan

tenaga kerja di kabupaten ponorogo.


11

1.3.2 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritik

Dari hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan sumbang

sisih keilmuwan serta memperluas wawasan khususnya tentang pengaruh

tingkat upah, Penyertaan Modal (Investasi), dan tingkat inflasi terhadap

penyerapan tenaga kerja di kabupaten ponorogo.

2. Manafaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Sebagai media untuk menambah wawasan dan mengaplikasikan

pengetahuan dalam menghadapi problematika yang muncul khususnya

di bidang pembangunan ekonomi daerah dalam penyerapan tenaga

kerja di kabupaten ponorogo.

b. Bagi Pemerintah Ponorogo

Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi bahan pertimbangan

bagi para lembaga-lembaga terkait untuk membuat kebijakan dalam

pembangunan ekonomi terutama di bidang ketenagakerjaan

Kabupaten Ponorogo ke depanya.

c. Bagi Masyarakat

Memberikan wawasan dan informasi apakah tingkat Upah Minimum

Kabupaten (UMK), Penyertaan Modal (Investasi) dan tingkat inflasi

berpengaruh secara simultan terhadap penyerapan tenaga kerja di

Kabupaten Ponorogo.
12

Anda mungkin juga menyukai