Anda di halaman 1dari 4

A. Latar Belakang.

Globalisasi membawa kehidupan perekonomian menjadi serba instan. Hal


ini tidak terlepas dari perubahan preferensi masyarkat akan suatu produk,
teknologi produksi, pasar tenaga kerja, dan pasar finansial. Perubahan secara
signifikan diawali dengan kemudahan dalam bertransaksi secara daring, sekarang
masyarakat pasar dapat melakukan transaksi kapan pun dan di mana pun ke
marketplace pilihan di seluruh dunia hanya dengan sekali klik. Hal ini berdampak
pada perubahan sikap para konsumen, pekerja, hingga para investor dalam
mengambil tindakan. (Salvatore, 2013).
Dengan kekayaan alam yang sangat berlimpah, Indonesia memilki
kesempatan yang tinggi untuk dapat memperkuat kondisi ekonomi dengan
bertumpu pada perdagangan ekspor dan impor antar negara. Untuk mencapai pada
tahap perdagangan internasional yang mumpuni Indonesia harus dapat mengolah
barang ekspor. Perdagangan internasional muncul karena permintaan akibat
adanya ketidakmampuan suatu negara untuk menghasilkan suatu barang namun di
sisi lain terdapat negara yang memiliki kelebihan dalam memproduksi suatu
barang. Oleh karena itu dalam mengolah sumber daya mentah menjadi barang
siap ekspor maka dibutuhkan dibutuhkan daya yang dapat bekerja sebagai
instrumen penggerak industri.
Mulai dari sisi teknologi produksi, industri manufaktur, keterampilan
pekerja, dan semua hal yang dapat mendorong kualitas produksi dalam mengolah
sumber daya mentah menjadi barang jadi yang berkualitas dengan input yang
efisien harus tercapai. Pada tahun 2021 www.worldbank.org mencatat Indonesia
sebagai negara dengan GDP ke-16 terbesar di dunia, hal ini tidak terlepas dari
peran perdagangan internasional sebagai salah satu faktor utama.
Grafik 1.1

Volume dan Nilai Ekspor Non Migas Indonesia


700000 594777 250,000.00
600000
200,000.00
500000 571852 627946 552180
503341
Ribu Ton

150,000.00
Juta US$

400000
300000 100,000.00
200000
50,000.00
100000
0 0.00
2017 2018 2019 2020 2021
Tahun

Miliar US$ Volume

Sumber: Kementerian Perdagangan (diolah).


Grafik 1.1 mengungkapkan jumlah ekspor dan impor Indonesia sejak
tahun 2017-2022 terdiri dari ekspor migas dan non migas. Total ekspor non migas
memiliki perbedaan yang signifikan lebih tinggi daripada ekspor migas Indonesia.
Ekspor non migas merupakan total keseluruhan ekspor yang mencakup komoditas
pertambangan, industri, dan pertanian yang berlandaskan nilai Free on Board
(FOB) (sirusa.bps.go.id). Dari awal tahun 1987 jumlah ekspor ditopang oleh
sektor non migas dan sampai pada tahun 2021 dari jumlah total ekspor Indonesia
94,71% ditopang oleh sektor non migas dan sisa 5.29% diisi oleh sektor migas. Di
kala terbatasnya sumber daya migas yang tiap tahun nilai dan berat ekspornya
semakin menurun, potensi sektor non migas kian naik tiap tahun, kecuali pada
tahun 2019 nilai ekspor non migas menunjukkan penurunan meskipun volume
ekspor naik 9,81%. Hal ini mengindikasikan terjadi penurunan harga komoditas
ekspor non migas[Sumber: Katalog BPS 8202005 “Analisis Komoditas Ekspor”].
Grafik 1.2

Peranan Ekspor Komoditas Non Migas


100%
15.87% 17.98% 15.97% 12.73% 17.28%
90%
80%
70%
60%
50%
81.72% 79.90% 81.70% 84.60% 80.78%
40%
30%
20%
10%
0% 2.41% 2.12% 2.33% 2.67% 1.94%
2017 2018 2019 2020 2021

Pertanian Industri Pengolahan Pertambangan Lainnya

Ekspor non migas primer Indonesia berasal dari hasil sektor Industri
Pengolahan dengan rata-rata kontribusi 80,78% pada tahun 2021 dengan nilai
FOB US$ 177.204,4 Juta. Angka tersebut naik signifikan 35,18% dari tahun 2020
yang tercatat pada angka US$ 131.087,0 Juta. [Note: Dapat dilanjukan nanti jika
kekurangan kata]
Sektor kedua disusul oleh sektor pertambangan yang menopang total
ekspor dengan nilai US$ 37,9 miliar. [Note: Dapat dilanjukan nanti jika
kekurangan kata] Dengan angka ini sektor non migas berkontribusi sebesar
17,28% pada tahun 2021. Komoditas ekspor pertambangan Indonesia merupakan
hasil dari ekspor komoditas yang mencakup Batu bara, lignit, tembaga, bijih
logam lainnya; bijih zirconium, nobium dan tantalum; batu kerikil; bahan mineral
lainnya; serta tanah dan tanah liat. Sementara itu sektor pertanian mengisi sektor
dengan kontribusi 1,94% [Note: Dapat dilanjukan nanti jika kekurangan kata].
Komoditas Batu bara merupakan bahan bakar yang berasal dari fosil flora
di masa lampau yang kemudian mengendap di tanah, lalu lama-kelamaan menjadi
padat dan menghasilkan batuan organik yang terdiri dari karbon, hidrogen dan
oksigen. Menurut data Badan Pusat Statistik ekspor batu bara merupakan salah
satu komoditas utama yang mencapai penghasilan ekspor terbesar ketiga setelah
kopi dan minyak kelapa sawit. Terhitung pada tahun 2021 nilai ekspor batu bara
mengalami peningkatan yang cukup signifikan di tingkat 82,56% dibandingkan
tahun 2020 yang disebabkan oleh krisis energi di sebagian negara di benua eropa.
[C:13] Dari total ekspor batu bara tercatat negara-negara tujuan ekspor terbesar
adalah Tiongkok, Jepang, Malaysia, dan Filipina. Dari total batu bara yang
tersebar di seluruh dunia sekitar 39% digunakan untuk bahan bakar pembangkit
listrik tenaga uap karena harganya yang relatif rendah. Selain itu batu bara juga
pada umumnya digunakan di pabrik baja, dan pabrik semen di seluruh dunia.
Tabel 1.1
Ekspor Batu Bara dari Tahun 2017 sampai 2021.
Berat Bersih Nilai (miliar Perkembangan
Tahun (Juta Ton) US$) Nilai
2017 319,1 17,9 38,42%
2018 343,1 20,6 15,41%
2019 374,9 19 -8,12%
2020 341,5 14,5 -23,33%
2021 345,5 26,5 82,56%
Pada tahun 2021 Badan Pusat Statistik mencatat total ekspor batu bara
Indonesia seberat 345,5 juta ton dengan nilai $26,5 juta dolar amerika. Nilai batu
bara naik signifikan 82,56% setelah adanya krisis energi di eropa akibat blokade
ekonomi dari negara-negara yang terhimpun aliansi NATO ke negara Rusia. Hal
ini menjadikan Indonesia sebagai negara eksportir kedua terbesar setelah Australia
Grafik 1.3

Grafik Ekspor Batu Bara 2017-2021


380 30
370
25
360
350 20
340
15
330
320 10
310
5
300
290 0
2017 2018 2019 2020 2021

Berat Bersih (Juta Ton) Nilai (miliar US$)

Anda mungkin juga menyukai