Anda di halaman 1dari 23

TUGAS FILSAFAT ILMU

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME


EKSPOR LADA INDONESIA KE NEGARA AMERIKA

OLEH
SRI VINA HIDAYANI
BP: 2220262001

PROGRAM MAGISTER ILMU EKONOMI PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2023
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis
dalam pembangunan nasional Negara Indonesia. Peranannya terlihat nyata dalam
penerimaan devisa negara melalui ekspor, penyediaan lapangan kerja, pemenuhan
kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan baku berbagai industri dalam negeri,
perolehan nilai tambah dan daya saing serta optimalisasi pengolahan sumber daya
alam secara berkelanjutan.
Perdagangan dalam negeri (domestik) dan perdagangan luar negeri
(internasional) untuk komoditas pertanian yang meliputi subsektor tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan masih cukup luas untuk terus
dikembangkan. Sektor pertanian sudah terbukti merupakan sektor yang dapat
diandalkan dalam pemulihan perekonomian nasional, mengingat sektor pertanian
terbukti masih dapat memberikan kontribusi pada perekonomian nasional walaupun
pada saat terjadi krisis. Hal ini dikarenakan terbukanya penyerapan tenaga kerja di
sektor pertanian dan tingginya sumbangan devisa yang dihasilkan.
Peranan sektor pertanian luas dalam kegiatan perekonomian di Indonesia
dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Buto. Produk Domestik
Bruto (PDB) menurut sektor pertanian terbagi menjadi beberapa sub sektor
diantaranya, tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman perkebunan,
peternakan, jasa pertanian dan perkebunan, kehutanan, dan perikanan. Adapun nilai
kontribusi masing-masing sub sektor tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kontribusi PDB Harga Konstan Menurut Sub Sektor Tahun 2017-2021
Sub Sektor 2017 2018 2019 2020 2021
Tanaman Pangan 298.858,00 298.146,1 292.883,0 303.453,7 298.733,3
Tanaman 135.649,00 145.131,2 153.157,8 159.539,3 160.429,6
Hortikuultura
Tanaman 373.194,20 387.496,7 405.147,5 410.570,4 425.042,6
Perkebunan
Peternakan 148.688,80 155.539,9 167.637,9 167.057,4 167.629,1
Jasa Pertanian & 18.872,90 19.462,0 20,076,7 20.402,1 20.672,4
Perkebunan
Kehutanan 61.279,60 62.981,8 63,217,6 63.195,9 63.236,4
Tanaman Pangan 226 833,20 238.616,2 252.278,6 254.112,3 267.966,6
Sumber: Badan Pusat Statistik 2021
Tabel 1 menunjukkan bahwa PDB Indonesia selama lima tahun terakhir,
dimana pada data tersebut telah terlihat bahwa nilai PDB pada tanaman perkebunan
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2017 tanaman perkebunan
menyumbang sebesar 373.194,20 Miliar. Kemudian terus mengalami peningkatan
sehingga pada tahun 2021 tanaman perkebunan menyumbang sebesar 425.042,6
Miliar. Total penerimaan PDB pada sektor pertanian mengalami kenaikan, hal ini
dapat dilihat pada semua nilai subsektor pertanian yang juga mengalami kenaikan
pada setiap tahunnya. Pada tahun 2017 nilai sektor pertanian mencapai 1.258.375.7
Miliar kemudian mengalami peningkatan terus menerus hingga pada tahun 2021
nilai sektor pertanian mencapai 1.403.710,0 Miliar
Sub sektor pertanian yang berpotensi dikembangkan untuk kegiatan ekspor
impor adalah perkebunan. Lada merupakan salah satu komoditas tanaman rempah-
rempah yang strategis dalam perdagangan internasional dan berperan penting dalam
perekonomian Indonesia. Usahatani lada mampu menyumbang devisa negara,
menyediakan lapangan pekerjaan serta menjadi bahan baku industri maupun
konsumsi langsung (Kemala, 2006).
Dewasa ini pemanfaatan lada tidak terbatas hanya sebagai bumbu penyedap
masakan di rumah tangga dan penghangat tubuh saja, akan tetapi juga telah
berkembang untuk berbagai kebutuhan industri, misalnya industri makanan dan 3
industri kosmetik. Dengan bertambahnya jumlah penduduk akan menyebabkan
permintaan lada semakin meningkat, hal ini bisa kita lihat dari perilaku konsumsi
manusia dan beranekaragam jenis makanan yang ditawarkan. Lada juga baik
digunakan sebagai bahan untuk memperlambat proses perubahan mutu pada
minyak, lemak dan daging. Disamping yang terkenal adalah dibuat sebagai minyak
lada atau oleoresin (Unindo, 1998)
Provinsi yang menjadi sentra produksi lada di Indonesia terdapat di Luar Jawa
yaitu Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan,
Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Berdasarkan data ATAP 2020 dari
Direktorat Jenderal Perkebunan keenam provinsi tersebut berkontribusi sebesar
82,84% terhadap produksi lada di Indonesia. Jenis lada yang paling banyak
diproduksi di Indonesia adalah lada hitam yang berasal dari Lampung atau dikenal
dengan nama Lampung black pepper dan lada putih atau Muntok white pepper yang
dihasilkan di Kepulauan Bangka Belitung. Berdasarkan rata-rata produksi Lada per
provinsi tahun 2016- 2020, terdapat 6 (enam) provinsi sentra produksi Lada yang
memberikan kontribusi sebesar 83,82% terhadap total produksi Lada Indonesia.
Berikut produksi lada di provinsi Indonesia

TTabel 2. Provinsi Sentra Produksi Lada Indonesia Tahun 2018-2022


No Provinsi 2018 2019 2020 2021 2022
1 Bangka Belitung 32.811 33.458 32.520 29.571 33.726
2 Lampung 14.450 14.730 15.412 15.589 15.983
3 Sulawesi Selatan 6.631 6.839 5.985 5.425 6.207
4 Sumatera Selatan 8.108 6.330 6.435 3.474 6.674
5 Kalimantan Barat 5.446 5.338 6.196 6.609 6.426
6 Kalimantan 6.484 5.799 4.789 5.808 4.967
Timur
7 Lainnya 14.305 15.125 14.746 14.744 15.292
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2023
Di pasar global, Indonesia merupakan salah satu negara produsen sekaligus
eksportir lada terbesar dunia. Pangsa pasar lada Indonesia di dunia sekitar 35%
namun pangsa pasar tersebut diproyeksikan berubah dalam beberapa tahun
mendatang seiring dengan pertumbuhan produksi lada negara pesaing serta
peningkatan persaingan ekspor antar negara (Susilowati, 2003). Selain Indonesia,
negara eksportir lada terbesar di dunia antara lain Vietnam, Brazil dan India (Zikria,
2019). Seiring dengan peningkatan persaingan antar negara-negara eksportir lada
tersebut, Indonesia sebagai negara produsen lada diharapkan dapat meningkatkan
daya saingnya dengan mendistribusikan produknya ke pasa-pasar potensial lain
maupun melakukan diversifikasi olahan lada untuk memenuhi kebutuhan pasar
(Susilowati, 2003).
Selama periode tahun 2017 sampai dengan tahun 2021, produksi lada
Indonesia mengalami fluktuasi dengan kecenderungan meningkat.
Tabel 3. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Lada di Indonesia Tahun 2018 –
2021
Tahun Luas Panen Produktivitas Produksi
(Ha) (Kg/Ha) (Ton)
2018 187.291 789 88.235
2019 182.617 761 87.619
2020 191.635 753 86.083
2021 188.817 713 81.219
2022 193.893 772 89.276
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2023
Produksi lada nasional pada 2022 mencapai 89.276 ribu ton. Besarnya
produksi ini naik 8,06 persen dari produksi 2021 yang sebesar 81,21 ribu ton. Selain
itu, devisa yang dihasilkan dari ekspor lada pada 2020 mencapai US$ 158,25 juta.
Dengan adanya peningkatan pada produksi lada diindonesia, ini akan memberikan
peluang dalam meningkatkan jumlah yang akan di ekspor Indonesia, karena ketika
produksi mengalami peningkatan maka volume ekspor lada Indonesia juga akan
meningkat.
Indonesia merupakan negara pengekspor lada terbesar peringkat kedua
didunia.
Tabel 4. Volume dan Nilai Ekspor Lada Indonesia Periode 2017-2021 Berat
Bersih (Ton)
Tahun Volume (Ton) Nilai FOB (Ribu US$)
2017 42.690 68.111
2018 47,614 56.569
2019 51.771 21.502
2020 58.378 47.530
2021 37.738 32.229
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2023
Dari data tersebut terlihat bahwa volume ekspor lada Indonesia selama
beberapa tahun terakhir kecenderungan mengalami naik. Namun pada periode
tahun 2021 untuk ekspor lada Indonesia mengalami penurunan yakni 37.738 ribu
ton. Jumlah tersebut menurun sebesar 20,64 persen dibandingkan tahun
sebelumnya. Berdasarkan data BPS adapun negara tujuan ekspor lada Indonesia
terbesar adalah Vietnam, India, Amerika Serikat, Jerman dan Singapura. Negara
Vietnam yang berkontribusi besar terhadap pertumbuhan perdagangan lada di pasar
lada dunia.
Berdasarkan uraian diatas, potensi ekspor lada cukup baik dilihat dari
beberapa daya dukung sebagai negara eksportir lada dunia dan mempunyai daya
saing yang tinggi dengan komoditas lada luar negeri. Meskipun secara volume
dalam satu tahun terkahir mengalami penurunan, akan tetapi untuk produksi lada
Indonesia terus mengalami peningkatan pada satu tahun terakhir hingga mencapai
89.276 ribu ton. Untuk itu perlu diketahui lebih jauh faktor-faktor yang
mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia di pasa internasional dalam upaya
peningkatan ekspor lada sehingga perdagangan tetap berjalan dengan baik di pasar
internasional. Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul
“Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Lada
Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan data FAO, Amerika merupaka negara importir lada terbesar di
dunia pada tahun 2016 sebesar 75.178 ton, tahun 2017 sebesar 78.287 ton, tahun
2018 sebesar 74.923 ton, tahun 2019 sebesar 84.312 ton dan pada tahun 2020
sebesar 86.550 ton. namun Indonesia hanya mampu mengekspor lada ke Amerika
sebesar 5.294 ton pada tahun 2021. Banyaknya pesaing menjadi ancaman bagi
Indonesia untuk masuk ke pasar Amerika. Permintaan lada di Amerika terus
meningkat sering dengan penambahan jumlah penduduk, ini membuktikan bahwa
komoditas lada layak dikembangkan. Meskipun ekspor lada Indonesia Amerika
jumlahnya kurang dari total ekspor ke Vietnam dan India. Namun penawaran harga
yang ditetapkan oleh Amerika jauh dari harha yang ditawarkan oleh Vietnam US$
7,765 ribu/ton, sedangkan Vietnam memberikan tawaran harga sebesar US$ 4, 4255
ribu/ton.
Salah satu penyebabnya rendahnya nilai ekspor lada Indonesia ke Amerika
adalah masih rendahnya standar mutu produk. Salah satu penyebab rendahnya mutu
lada adalah akibat kontaminasi mikroorganisme dikarenakan sistem produksi petani
Indonesia yang masih tradisional. Karena itu perhatian terhadap standar mutu lada
menjadi hal penting ketika akan masuk dalam pasar Internasional karena akan
semakin mempengaruhi harga jual dan permintaan pasar. Hal ini juga terkait
dengan permintaan lada Indonesia relatif sensitif terhadap perubahan harga.
Berdasarkan penjelasan yang telah disampaikan diatas, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut
1. Bagaimana perkembangan volume ekspor lada Indonesia ke pasar
Amerika?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor lada Indonesia
di Amerika?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari perumusan masalah yang telah dijelaskan, penulis
menyusun tujuan penelitian menjadi beberapa tujuan sebagai berikut :
1. Menganalisis trend perkembangan volume ekspor lada Indonesia ke
Vietnam, harga lada internasional, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS,
konsumsi lada domestik dan GDP rill Vietnam dari tahun 2000-2021.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor lada
Indonesia ke Amerika
1.4 Manfaat Penelitian
1. Untuk memperoleh gambaran mengenai ekspor lada putih Indonesia ke
Singapura.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi para eksportir, pengusaha lada putih, serta
pemerintah dalam menentukan kebijaksanaan yang berhubungan dengan
ekspor sehingga permintaan impor dapat terpenuhi dan ekspor dapat
ditingkatkan.
3. Memberikan manfaat bagi dunia akademis yang diharapkan dapat
menambah khasanah dunia ilmu pengetahuan serta dapat dijadikan landasan
atau informasi untuk penelitian selanjutnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Lada
Tanaman lada (Piper nigrum L) berasal dari daerah barat Ghat, India dan
kemudian menyebar ke berbagai negara di Asia termasuk Indonesia. Penyebaran
lada di Indonesia pertama kali dilakukan oleh para koloni Hindu yang sedang
melakukan perjalanan dalam misi penyebaran agamanya. Setelah itu, lada di
Indonesia menyebar ke berbagai pulau. Selain ke Indonesia penyebaran lada juga
diperdagangkan secara monopoli ke Yunani dan Romawi (Eropa) oleh para
pedagang Arab sebelum diambil alih oleh Romawi hingga abad ke-15.
Lada merupakan salah satu dari bahan rempah-rempah yang memiliki harga
yang sangat tinggi. Nilai yang tinggi ini menyebabkan bangsa Portugis pada tahun
1498 datang ke Asia dan mulai menguasai perdagangan rempah di India. Sejak
tahun 1611, setelah hegemoni Portugal dipatahkan Belanda, perdagangan rempah-
rempah jatuh ke tangan Belanda sampai sebelum Perang Dunia II. Sekitar tahun
1956 bangsa Belanda mulai melakukan ekspedisi ke Samudera Hindia dan
mendarat di Pulau Batam. Pada pertengahan abad 17 mereka berhasil menguasai
perdagangan cengkeh, pala dan fuli di Jawa, Maluku, dan Sulawesi. Sekitar akhir
abad 17 perdagangan lada yang tersebar di Sumatera dan Kalimantan telah dapat
dikuasai. Sementara itu, Amerika Serikat masuk dalam perdagangan rempah-
rempah di Timur Jauh setelah Belanda mengalami kerugian pada tahun 1799.
Dengan demikian, sejak saat itu perdagangan makin meluas hingga ke Benua
Amerika.
Lada merupakan tanaman yang tumbuh merambat pada sebuah tajar yang
mati atau hidup. Tanaman lada dapat tumbuh dengan baik di daerah beriklim tropis
dengan temperatur optimum 23°C sampai 30°C dan curah hujan sebesar 2000
hingga 2500 mm per tahun yang merata sepanjang tahun. Tanaman ini sangat baik
ditanam pada lahan yang agak miring, subur secara fisik dan ekonomi dan dengan
drainase yang baik serta mendapat sinar matahari yang cukup.
Lada (Piper nigrum L) termasuk keluarga Piperciae yang meliputi ratusan
jenis tanaman lada. Di Indonesia dijumpai sekitar 40 jenis lada. Jenis lada yang
dikenal di daerah-daerah penghasil lada ialah Kerinci, Jambi, Bangka, dan Bulok
Belantung. Lada Kerinci, Jambi, dan Bangka termasuk lada dengan buah besar
tetapi tidak tahan penyakit busuk pangkal, sedangkan lada Bulok Belantung
buahnya kecil tetapi agak tahan terhadap penyakit tersebut. Selain itu, juga terdapat
jenis Bengkayang dan Kucing di Kalimantan Barat.
Berdasarkan perbedaaan waktu pemetikan dan proses pengolahan dikenal dua
jenis lada yaitu lada hitam dan lada putih. Kedua jenis ini berbeda dalam
persyaratan bahan olah, cara pengolahan, waktu pengolahan, dan biaya pengolahan.
Perbedaan kedua jenis lada ini juga terdapat dalam hal pengolahan lanjutan serta
gradingnya yang sesuai dengan spesifikasi pasaran dunia.
bahan wewangian. Lada hitam umumnya diolah lebih lanjut menjadi oleoresin lada
(pepper oleoresin) atau minyak lada (pepper oil). Minyak lada terutama digunakan
sebagai pemberi aroma dan rasa pada berbagai macam industri makanan dan juga
dipakai dalam industri kosmetika dan farmasi. Salah satu jenis obat yang dapat
dibuat dari minyak lada adalah balsam lada dalam bentuk krim. Sementara itu, lada
putih dapat diolah lebih lanjut menjadi lada bubuk (ground pepper).
Selain itu, produk lada lainnya adalah lada hijau yang merupakan produk
olahan dari lada dimana warna hijaunya dipertahankan. Lada hijau memiliki rasa
yang khas, warna dan penampakannya alami sehingga dapat digunakan sebagai
bahan hiasan pada makanan dan dapat dipakai langsung pada makanan yang
dihidangkan. Berdasarkan cara pengolahannya dikenal beberapa bentuk lada yaitu
lada hijau dalam bentuk kering, lada hijau dalam bentuk larutan garam, dan lada
hijau dalam bentuk beku. Dari lada hijau dapat juga diolah menjadi green pepper
sauce
Sebagai barang ekonomis lada dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegunaan,
antara lain sebagai bumbu masakan dan pengawet daging. Selain itu, dalam hal
farmasi lada sering digunakan sebagai bahan pembuat obat serta
2. 2 Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional diawali dengan pertukaran atau perdagangan
tenaga kerja dengan barang dan jasa lainnya. Dasar dalam perdagangan
internasional adalah adanya perdagangan barang dan jasa antara dua negara atau
lebih yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Perdagangan terjadi apabila
terdapat permintaan dan penawaran pada pasar internasional. Terdapat beberapa hal
yang mendorong terjadinya perdagangan internasional, salah satunya adalah
dikarenakan perbedaan permintaan dan penawaran antar negara. Perbedaan ini
terjadi karena tidak semua negara memiliki dan mampu menghasilkan komoditi
yang diperdagangkan dikarenakan faktor-faktor alam negara tersebt tidak
mendukung, seperti letak geografis dan perbedaan pada kemampuan suatu negara
dalam menyerap komoditi tertentu pada tingkat yang lebih efsien (Salvatore, 1990).
Ilmu ekonomi internasional sebagai cabang ekonomi mempelajari kaitan ilmu
ekonomi internasional dan ilmu ekonomi makro. Perdagangan internasional
dianggap sebagai suatu akibat dari adanya interaksi antara permintaan dan
penawaran yang bersaing. Permintaan dan penawaran akan tampak dalam bentuk
interaksi dari kemungkinan produksi dan preferensi konsumen. Suatu negara akan
mengekspor komoditas yang dihasilkan lebih murah dan mengimpor komditas yang
dihasilkan lebih mahal dalam penggunaan sumber daya (Lindert dan Kindleberger,
1995).
Perkembangan perekonomian dunia belakangan ini semakin diwarnai oleh
persoalan-persoalan yang kompleks dan upaya untuk meningkatkan pembangunan
ekonomi melalui perdagangan internasional terasa semakin kompetitif dan penuh
dengan tantangan. Ada beberapa faktor yang yang mendorong atau menyebabkan
terjadinya perdagangan internasional, antara lain :
1 Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri.
2 Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara
3 Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi.
4 Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk
menjual produk tersebut
5 Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja,
budaya dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil
produksi dan adanya keterbatasan produksi
6 Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari
negara lain, dan sebagainya.
Kegiatan perdagangan internasional jelas memberikan manfaat dan
keuntungan besar bagi negara yang melakukannya. Menurut Sadono Sukirno, ada
beberapa manfaat yang bisa diperoleh dari kegiatan perdagangan internasional
antara lain:
1 Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri
Banyak faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap
negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya seperti kondisi geografi, iklim,
dan penguasaan iptek. Dengan adanya perdagangan Internasional, setiap
negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
2 Memperoleh keuntungan dari spesialisasi
Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh
keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi.
3 Memperluas pasar dan keuntungan
Terkadang para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesin (alat
produksinya) dengan maksimal karena kekhawatiran akan terjadi kelebihan
produksi. Dengan adanya kegiatan perdagangan Internasional maka
pengusaha dapat menjual kelebihan produk ke luar negeri.
4 Transfer teknologi modern
Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari
teknik produksi yang lebih efisien dan cara-cara manajemen yang lebih
modern.
2. 3 Teori Perdagangan Internasional
1. Teori Keunggulan Komparatif
Teori Keunggulan Komparatif dikemukakan oleh David Ricardo dalam
karyanya yang berjudul “Principal of Politycal Economy and Taxation”. Secara
singkat teori dari David Ricardo ini memaparkan bahwa suatu negara akan
mengekspor barang-barang yang tenaga kerjanya memproduksi lebih relatif efisien,
dan mengimpor barang-barang yang tenaga kerjanya memproduksi dengan relatif
kurang efisien, atau dengan kata lain pola produksi suatu negara akan ditentukan
oleh keunggulan komparatifnya. Ada beberapa kelemahan yang terdapat dalam
teori keunggulan komparatif, seperti banyaknya asumsi yang mendasari
pembentukan teori ini yang pada akhirnya justru akan melemahkan korelasi antara
teori yang dibentuk dengan kenyataan yang ada.
2. Teori Hekser – Ohlin (HO)
Menurut teori yang dikembangkan oleh Eli Hecksher dan Bertil Ohlin
menyatakan bahwa setiap negara mempunyai faktor pendorong terjadinya
perdagangan internasional, seperti kepemilikan faktor produksi yang akan
menyebabkan terciptanya perbedaan harga untuk barang yang sama antara suatu
negara dengan negara yang lain. Secara sederhana dapat dijelaskan, apabila barang-
barang yang berbeda memerlukan proporsi faktor produksi yang berbeda dan
negara-negara yang berbeda memiliki kekayaan faktor produksi yang relatif
berbeda, negara-negara cenderung memiliki keuntungan komparatif dalam
menghasilkan barang-barang yang menggunakan intensif faktor-faktor yang
mereka miliki dalam jumlah yang lebih banyak, karena alasan inilah setiap negara
akhirnya akan mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi
relatif lebih banyak dan mengimpor barang-barang yang menggunakan faktor
produksi yang relatif langka. Menurut teori Hecksher-Ohlin, perdagangan
internasional digerakkan oleh perbedaan sumber daya antar negara. Suatu negara
cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan lebih banyak
faktor produksi relatif melimpah di negaranya. Teori ini sangat menekankan
keterkaitan antara perbedaan proporsi faktor-faktor produksi antar negara dan
perbedaan proporsi penggunaannya dalam memproduksi barang-barangnya. Teori
ini memiliki beberapa kekurangan seperti kenyataan bahwa volume perdagangan
antar kelompok negara sedang berkembang dengan kelompok negara industri
adalah lebih kecil dari volume perdagangan antara negara-negara industri sendiri.
Hal ini bertentangan dengan konsep factor endowment Hecksher-Ohlin, dimana
keadaan yang seharusnya terjadi adalah sebaliknya.
3. Teori Product Life Cycle (PLC)
Teori ini dikembangkan oleh Raymond Vernon dalam karya tulisnya yang
berjudul Internastional Investment and International Trade in the Product Cycle.
Teori ini muncul sebagai respon terhadap teori Hecksher-Ohlin yang tidak dapat
menjelaskan fenomena yang terjadi pada perdagangan Amerika Serikat dimana
secara umum barang-barang yang diekspor Amerika Serikat adalah lebih padat
karya dari pada barang-barang yang di impornya. Menurut teori ini, teknologi
memang memiliki peran penting terhadap tingkat kepuasan akan pemenuhan
kebutuhan. Perubahan teknologi yang terjadi dengan cepat sangat dipengaruhi oleh
tingkat inovasi dan invention yang merupakan hasil dari pengembangan research
dan development yang selanjutnya menyebabkan perubahan pemilikan input (factor
endowment). Di negara maju dan di negara sedang berkembang memiliki perbedaan
pada tingkat teknologi dan perkembangannya dalam kaitannya dengan
perkembangan teknologi. Vernon menghubungkan antara daur hidup produksi
terhadap perubahan lokasi pembuatan barang. Menurut Vernon, daur hidup
produksi dibagi menjadi empat tahap, yaitu :
1) Tahap Pengenalan
Dalam tahap ini produk baru dikenalkan kepada publik, dimana
komponen biaya produksi per unit masih besar yang akhirnya menekan
penerimaan, produk belum diproduksi secara masal dan belum
standarnya produk tersebut menjadi ciri utama.
2) Tahap Pertumbuhan
Pada tahap ini terjadi perkembangan yang cukup pesat dan profit mulai
dihasilkan dari pemasaran produk.
3) Tahap Dewasa
Tahap ini ditandai dengan melambatnya pertumbuhan pemasaran produk
yang dikarenakan munculnya pesaing-pesaing baru di dalam negeri yang
nantinya akan menekan laba. Pada tahap ini pemasaran juga sudah
dilakukan melalui ekspor ke pasar internasional yang memiliki potensi
cukup besar.
4) Tahap Penurunan
Dengan adanya pemain baru di dalam negeri akan menciptakan biaya
tambahan yang harus dikeluarkan untuk mempertahankan daya saing.
Dan pada akhirnya biaya ini terus membesar dan apabila pertumbuhan
produksi semakin meningkat maka keuntungan yang dihasilkan justru
akan menurun. Untuk menekan biaya tambahan tadi maka perusahaan
harus melakukan ekspansi ke luar negeri, terutama yang potensi pasarnya
besar.
Kelebihan dari teori PLC ini selain kemampuan untuk menerangkan pola
perdagangan antara Negara negara yang memiliki factor endowment yang sama,
juga kemampuannya dalam menerangkan fenomena munculnya perusahaan
multinasional terutama kepada ekspansinya ke negara-negara sedang berkembang.
4. Teori Keungulan Kompetitif
Teori ini dikembangkan oleh Micel Porter di dalam bukunya yang berjudul
The Competitive Advantage of Nation, konsep mendasar pada teori ini adalah
tentang tidak adanya korelasi langsung antara dua faktor produksi yaitu sumber
daya alam yang melimpah dan sumber daya yang murah. Banyak negara yang
memiliki tenaga kerja dalam jumlah yang besar yang proposional dengan luas
wilayahnya, tetapi terbelakang dalam daya saing internasional. Begitu pula dengan
tingkat upah yang relatif murah dari negara lain yang justru berkorelasi kuat dengan
rendahnya motivasi dalam bekerja. Menurut Porter peran pemerintah dalam upaya
peningkatan daya saing sangat membantu. Porter menyebutkan bahwa ada empat
faktor yang menentukan keberhasilan suatu negara dalam persaingan global, yaitu:
1) Keadaan faktor produksi, seperti tenaga kerja terampil.
2) Keadaan permintaan dan tuntutan mutu di dalam negeri untuk hasil industri
tertentu.
3) Eksisitensi industri terkait dan pendukung yang kompetitif secara
internasional.
4) Strategi perusahaan itu sendiri, dan struktur serta sistem persaingan antar
perusahaan.
Keunggulan kompetitif yang hanya didukung satu atau dua atribut saja
biasanya tidak akan dapat bertahan karena keempat atribut tersebut saling
berinteraksi positif dalam negara yang sukses dalam meningkatkan daya saing.
2. 4 Ekspor
Ekspor dalam arti sederhana adalah barang dan jasa yang telah dihasilkan di
suatu negara kemudian dijual ke negara lain. Ekspor adalah proses transportasi
barang (komoditas) dan jasa dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya
dalam proses perdagangan. Ekspor barang secara besar umumnya membutuhkan
campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Ekspor
merupakan bagian penting dari perdagangan internasional. Ekspor dapat diartikan
sebagai total penjualan barang yang dapat dihasilkan oleh suatu negara, kemudian
diperdagangkan kepada negara lain dengan tujuan mendapatkan devisa. Suatu
negara dapat mengekspor barang-barang yang dihasilkannya ke negara lain yang
tidak dapat menghasilkan barang-barang yang dihasilkan negara pengekspor
 Teori Penawaran Ekspor
Menurut Salvatore (1997), ekspor suatu negara adalah kelebihan penawaran
domestik setelah dikurangi perintaan domestik atau konsumsi ditambah dengan
stok tahun sebelumnya. Berdasarkan teori penawaran ekspor yang dinamis,
penawaran ekspor tidak hanya dipengaruhi oleh harga ekspor dan harga dalam
negeri tetapi juga dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu nilai tukar rupiah terhadap
dolar AS, PDB pengekspor, konsumsi dalam negeri, harga produk negara pesaing
dan kebijakan pemerintah, atau dapat ditulis dalam bentuk fungsi persamaan
sebagai berikut.
Qsx=f(Px, Pd, ER, PDB, Cdn, Pi, Pol)
Dimana:
Qsx = jumlah penawaran ekspor
Px = harga ekspor
Pd = harga domestik
ER = exchange rate (nilai tukar rupiah terhadap dolar AS)
PDB = produk domestik bruto
Cdn = konsumsi dalam negeri
Pi = harga produk negara pesaing
Pol = kebijakan pemerintah
Dalam teori penawaran ekspor yang dinamis, penawaran ekspor tidak hanya
dipengaruhi oleh harga ekspor, tetapi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor yakni :
a. Pengaruh Harga Ekspor Relatif Terhadap Harga Domestik
Harga relatif mempengaruhi besarnya keuntungan eksportir, bila harga
ekspor lebih tinggi dari harga domestik. Ekspor akan meningkat karena
menjual keluar negeri akan memberi keuntungan yang lebih besar bagi
eksportir, tetapi turunnya harga ekspor relatif atau harga ekspor lebih
rendah dari harga domestik akan berakibat sebaliknya. Hal ini karena
penurunan harga ekspor diikuti dengan menurunnya harga dalam
domestik dalam persentasi yang sama. Untuk itu yang diperbandingkan
bukanlah harga tahun ke tahun tetapi besarnya harga relatif pada tahun
tersebut.
b. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah per Dolar
Peningkatan nilai rupiah (depresisasi rupiah) terhadap dolar AS akan
meningkatkan ekspor karena setelah terjadi perdagangan, maka eksportir
akan mendapatkan nilai rupiah yang lebih besar setelah terjadi depresiasi
rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Sebaliknya bila terjadi apresiasi
rupiah terhadap dolar AS, maka ekspor Indonesia ke negara lain akan
menurun dikarenakan jumlah rupiah yang diperoleh dari penjualan
ekspor semakin berkurang.
c. Produk Domestik Bruto
Pertumbuhan ekonomi akan berpengaruh positif terhadap penawaran
ekspor karena peningkatan pertumbuhan ekonomi atau peningkatan
PDB/PNB akan meningkatkan investasi, yang pada gilirannya akan
meningkatkan produksi dan penjualan (ekspor) ke negara lain.
Peningkatan produksi akan mendorong meningkatkan ekspor apabila
diikuti penngkatan harga ekspor yang lebih besar dari harga dalam
negeri. Ekspor bukan hanya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi,
tetapi pertumbuhan ekonomipun akan mendorong penngkatan ekspor.
d. Konsumsi Dalam Negeri
Pada negara yang menganut startegi subsitusi impor yang lebih
mementingkan kebutuhan konsumsi dalam negeri, maka ekspor
merupakan kelebihan konsumsi domestik. Kenaikan konsumsi domestik
akan mengurangi ekspor dan sebaliknya. Pada negara yang menganut
strategi promosi ekspor, maka pertimbangannya adalah keuntungan
perdagangan. Apabila harga luar negeri lebih besar dari harga domestik
maka ekspor akan meningkat, dan akan terjadi penurunan ekspor apabila
harga domestik lebih tinggi dari harga ekspor
e. Harga Produk Negara Lain
Harga produk negara pesaing akan mempengaruhi ekspor suatu negara
secara positif. Kenaikan harga ekspor negara pesaing di pasar
internasional akan menyebabkan meningkatnya daya saing produk
ekspor. Dikarenakan terjadi peralihan permintaan konsumen luar negeri
ke produk yang lebih murah, sehingga secara langsung akan
meningkatkan jumlah produk yang dijual ke luar negeri.
f. Kebijakan Pemerintah
Secara teoritis, kebijakan pemerintah langsung atau tidak langsung akan
mempengaruhi penawaran ekspor. Kebijakan tersebut baik yang berupa
tariff barriers maupun non-tarieff barriers. Secara teori kebijakan
kenaikan tarif akan memperbesar biaya produksinya dan menurunkan
daya saing produk ekspor, yang pada gilirannya akan mengurangi
penawaran ekspor. Pada ekspor seperti pangan dan produk olahan pangan
hal ini menjadi hal yang amat penting dikarenakan tujuan ekspor
Indonesia merupakan negara-negara maju yang notabene amat
mementingkan kehigienisan produk importnya. Kebijakan lain seperti
meningkatkan suku bunga kredit oleh pemerintah akan menurunkan
ekspor karena meningkatkan biaya produksi dan menurunkan daya saing
sehingga berakibat menurunkan ekspor.
2. 5 Hipotesi
1. Harga lada internasional berpengaruh secara signifikan terhadap volume
ekspor lada Indonesia ke Amerika
2. Nilai tukar berpengaruh secara signifikan terhadap volume ekspor lada
Indonesia ke Amerika
3. GDP rill Amerika berpengaruh secara signifikan terhadap volume ekspor
lada Indonesia ke Amerika
4. Harga FOB berpengaruh secara signifikan terhadap volume ekspor lada
Indonesia ke Amerika
BAB III METODE PENELITIAN

3. 1 Sumber Data dan Informasi


Penelitian ini menggunakan jenis data runtut waktu (time series) yang
diperoleh dari library research yaitu penelitian melalui kepustakaan. Data runtut
34 waktu (time series) adalah data yang secara kronologis disusun menurut waktu
pada suatu variabel tertentu. Data runtut waktu digunakan untuk melihat pengaruh
dalam rentang waktu. Jenis data pada penelitian ini diperoleh intansi terkait yakni
United Nations Comtrade (UN Comtrade), Pusat Data dan Sistem Informasi
(Pusdatin) Pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS), World Bank, Direktorat Jenderal
Perkebunan, Bank Indonesia serta berbagai penelitian terdahulu yang terkait
dengan penelitian ini.
3. 2 Variabel yang digunakan
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain.
Dalam penelitian ini variabel dependennya adalah volume ekspor lada putih
Indonesia ke Singapura, dimana yang dimaksud volume ekspor lada putih Indonesia
ke Singapura ini adalah sama dengan volume permintaan lada putih Singapura dari
Indonesia. Dalam penelitian ini data volume ekspor lada putih Indonesia ke
Singapura menggunakan data ekspor lada putih Indonesia ke Singapura menurut
negara tujuan utama satuannya adalah Kg.
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab terjadinya perubahan/timbulnya variabel dependen. Dalam
penelitian ini variabel independen yang digunakan antara lain : Harga lada
internasional, GDP riil Amerika, nilai tukar dollar Amerika terhadap rupiah, dan
harga FOB

3. 3 Metode Analisis Data


Metode analisis yang digunakan untuk menjawab hipotesis yaitu analisis
regresi linier berganda menggunakan Eviews 12. Berikut adalah langkah-langkah
dalam melakukan analisis regresi linier berganda:
1) Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik terhadap model regresi dilakukan agar dapat diketahui
apakah model regresi tersebut merupakan model regresi yang baik atau tidak
(Ghozali, 2001). Dalam penelitian ini uji asumsi klasik yang digunakan adalah uji
normalitas, uji heteroskedasitas, dan uji multikolinearitas.
1) Uji normalitas
Tujuan uji normalitas adalah untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi, variabel terikat dan variabel independen atau keduanya mempunyai
distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi
data normal atau mendekati normal. Deteksi normalitas dilakukan dengan
melihat grafik Normal Probability Plot (Ghozali, 2005).
a. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah
garis diagonal maka model regresi memenuhi asumsi
normalitas.
b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau mengikuti
arah garis diagonal maka model regresi tidak memenuhi asumsi
normalitas.
2) Uji multikolinieritas
Uji multikolinieritas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.
Pengujian ada tidaknya gejala multikolinieritas dilakukan dengan
memperhatikan nilai matriks korelasi yang dihasilkan pada saat pengolahan
data serta nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan toleransinya. Apabila
nilai matrik korelasi tidak ada yang lebih besar dari 0,5 maka dapat
dikatakan data yang akan dianalisis bebas dari multikolinieritas. Kemudian
apabila nilai VIF berada dibawah 10 dan nilai toleransi mendekati 1, maka
diambil kesimpulan bahwa model regresi tersebut tidak terdapat
multikolinieritas (Santoso, 2000).
3) Uji heteroskedasitas
Tujuan uji heterokedastisitas adalah untuk mengetahui apakah terjadi
ketidaksamaan varians dalam sebuah model regresi. Apabila terjadi
perbedaan antara residual satu pengamatan dengan pengamatan lain maka
itu yan disebut Heterokedastisitas, sedangkan suatu model regresi yang
baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas atau Homoskedastisitas. Uji
Heterokedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji koefisien korelasi
Rank Spearmen dimana mengkoreksikan antara nilai absolut dengan semua
variabel independen. Jika signifikansi lebih kecil dari 0.05 (5%), maka hasil
persamaan regresi terjadi heterokedastisitas.
2) Regresi Linier Berganda
Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi partisipasi
petani dalam program asuransi usahatani padi (AUTP) digunakan analisis Binary
Logistic Regression (Hardiana, 2018). Model ini digunakan untuk memprediksi
pengaruh variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y) yang bersifat
kategorikal, dimana variabel Y merupakan variabel Dummy.
Persamaan regresi yang dipakai adalah sebagai berikut (Supranto, 1999):
Y = β1 Χ1 + β2 Χ2 + β3 Χ3 + β4 Χ4 + + е
Keterangan :
Y = Volume ekspor lada Indonesia ke Amerika
X1 = Harga lada internasional
X2 = GDP riil Amerika
X3 = Nilai tukar dollar Amerika terhadap rupiah
X4 = Harga FOB
E = Standar error
β0-βn = Koefisien regresi
3) Pengujian Hipotesis
Data yang diperoleh kemudian dianalisis pengujian hipotesisnya agar
mendapat gambaran yang jelas untuk memecahkan masalah yang sedang diteliti.
Pengujian model regresi dapat diukur dari goodness of fit. Pengujian goodness of
fit model regresi dilakukan dengan uji F, koefisien determinasi (R2) dan uji
signifikasi parameter masing-masing variabel dengan uji t.
1) Uji F
Digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan
variabel dependen, apakah variabelm(X1), (X2), (X3), (X4) dan (X5) benar-
benar berpengaruh secara simultan (bersama-sama) terhadap variabel
dependen Y. Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut
(Ghozali, 2005):
a. Menentukan Formulasi Hipotesis
H0 : β1 = β2 0, artinya variabel X1, X2, X3, X4 dan X5 tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan secara simultan terhadap variabel Y.
H0 : β1 = β2 ≠ 0, artinya variabel X1, X2, X3, X4 dan X5 mempunyai
pengaruh yang signifikan secara simultan terhadap variabel Y.
b. Menentukan derajat kepercayaan 95% (α =0,05)
c. Menentukan signifikansi
Nilai signifikasi (P Value) < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Nilai signifikasi (P Value) > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak.
d. Membuat kesimpulan
Apabila (P Value) < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya
variable independen secara simultan (bersama-sama) mempengaruhi
variabel dependen.
Apabila (P Value) > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya
variabel independen secara simultan (bersama-sama) tidak
mempengaruhi variable dependen.
2) Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R²) dilakukan untuk melihat adanya hubungan yang
sempurna atau tidak, yang ditunjukkan pada apakah perubahan variabel
independent (usia, pendidikan, pendapatan, luas lahan dan harga premi)
akan diikuti oleh variabel dependen (partisipasi petani) pada proporsi yang
sama. Pengujian ini dengan melihat nilai R Square (R2). Nilai koefisien
determinasi adalah antara 0 sampai dengan 1. Selanjutnya nilai R² yang
kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan
variasi variabel dependent amat terbatas. Nilai yang mendekati 1 berarti
variabel-variabel independen memberikan hamper semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi dependent (Ghozali, 2005).
3) Uji t
Uji t pada dasarknya menunjukkan seberapa jauh pengaruh suatu variabel
penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi
variabel dependen. Pengujian ini bertujuan untuk menguji pengaruh
variabel independent yaitu (usia, pendidikan, pendapatan, luas lahan dan
harga premi) terdapat variabel dependen yaitu partisipasi petani dalam
program AUTP secara parsial. Langkahlangkah pengujiannya adalah
sebagai berikut (Ghozali, 2005):
a. Menentukan Formulasi Hipotesis
H0 : β = 0, artinya variabel X1, X2, X3, X4 dan X5 tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap variabel Y.
H0 : β = 0, artinya variabel X1, X2, X3, X4 dan X5 mempunyai pengaruh
yang signifikan secara parsial terhadap variabel Y.
b. Menentukan derajat kepercayaan 95% (α =0,05)
c. Menentukan signifikansi
Nilai signifikasi (P Value) < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Nilai signifikasi (P Value) > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak
DAFTAR PUSTAKA

Amir, M.S. 2003. Ekspor Impor Teori dan Penerapannya. Jakarta

Badan Pusat Statistik, 2023, Ekspor Lada Menurut Negara tujuan Utama, tahun
2023 Jakarta (ID): BPS
Direktorat Jendaral Perkebunan. Produksi Lada Indonesia 2015-2020. Jakarta:
Kementrian Pertanian
Direktorat Jendaral Perkebunan. Statistik Perkebunan Indonesia 2015-2020.
Jakarta: Kementrian Pertanian

Kemala, Syarif. 2006. Strategi Pengembangan Sistem Agribisnis Lada Untuk


Meningkatkan Pendapatan Petani. Perspektif, 5(10):48-54.
Krugman. Paul R. Maurice Obstfeld. 2004. Ekonomi Internasional Teori dan
Kebijakan. Jakarta.
Sadono, S. 1994. Pengantar Mikroekonomi. PT. Raja Ekonomi Grafindo Persada,
Jakarta.

Salvatore, Dominick. 1997. Ekonomi Internasional. Jakarta : Erlangga


Susilowati, S.H. 2003. Dinamika Daya Saing Lada Indonesia. Jurnal Agro
Ekonomi. 21 (2): 122-124.
United Nation Statistic. 2018. United Comodity Trade (UN Comtrade) Statistic
database Harga, Volume Ekspor Diunduh Dari
Http://www.Comtrade.un.Org/Data/. (diakses pada tanggal 20 Februari
2023).

Anda mungkin juga menyukai