Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu kegiatan yang berperan penting dalam keberlangsungan
perekonomian suatu negara adalah perdagangan internasional. Dalam
perdagangan internasional, kegiatan yang dilakukan yaitu transaksi berupa barang
dan jasa oleh antar negara. Terdapat dua istilah yang cukup dikenal pada
perdagangan internasional yaitu impor dan ekspor. Kegiatan membeli barang
maupun jasa dari luar negeri disebut impor sedangkan kegiatan menjual barang
maupun jasa ke luar negeri disebut ekspor. Indonesia menjadi salah satu negara
yang bergantung pada kegiatan ekspor.
Data BPS (2020) menunjukkan nilai ekspor migas dalam lima tahun
terakhir mengalami fluktuasi akibat kegiatan ekspor minyak dan gas menurun di
tengah tren penurunan harga minyak dan komoditas dunia. Pada tahun 2020, nilai
ekspor sektor migas mendapat nilai terendah sebesar US$8,3 juta. Sementara pada
sektor non migas, nilai ekspor mengalami kenaikan hingga tahun 2018 dengan
nilai sebesar US$ 162,8 juta. Meskipun terjadi penurunan pada tahun 2019 dan
2020 dengan nilai akhir US$ 154,9 juta, namun dari perbandingan nilai ekspor di
sektor migas dan non-migas tersebut tiap tahunnya masih dimenangkan oleh
sektor non migas, sehingga Indonesia lebih memfokuskan pada sektor non migas
di mana terdapat tiga sektor yang berperan penting yaitu sektor industri, sektor
pertambangan dan sektor pertanian (Muharami & Novianti, 2018). Menurut
Chalid (2011), pertanian masih menjadi sektor andalan dan berperan penting
dalam peningkatan pertumbuhan perekonomian di Indonesia.
Secara umum, sektor pertanian meliputi pertanian, perkebunan,
peternakan, perikanan dan kehutanan. Pada sektor perkebunan, terdapat salah satu
tanaman yang menjadi komoditas unggulan ekspor yaitu tanaman Cengkeh. Di
pasar dunia, pada tahun 2018 Indonesia menjadi eksportir cengkeh kedua
terbesar. Kontribusi ekspor Cengkeh Indonesia di pasar dunia adalah sebesar
101.746.314 US$ atau setara dengan 23,2% ekspor Cengkeh dunia (FAOSTAT,

1
2

2021). Cengkeh menjadi salah satu produk potensial pada subsektor perkebunan
yang dapat dimaksimalkan untuk mendukung kinerja ekspor Indonesia.

Berdasarkan data statistik FAOSTAT (2021), Indonesia sebagai eksportir


Cengkeh menduduki urutan kedua di bawah Madagaskar sejak tahun 2008. Data
mengenai negara-negara eksportir Cengkeh terbesar pada tahun 2018 dijelaskan
dalam Gambar 1.1. berikut.

Sumber: FAOSTAT, 2021


Gambar 1.1 Lima Negara Eksportir Cengkeh Terbesar Tahun 2018

Pada Gambar 1.1, terlihat bahwa di tahun 2018 ekspor Cengkeh Indonesia
berada di peringkat kedua dengan volume mencapai 20.249 ton. Peringkat
pertama masih ditempati Madagaskar dengan volume ekspor 20.960 ton.
Peringkat tiga, empat dan lima secara berurutan ditempati oleh Singapura,
Comoros dan Brazil dengan volume ekspor 10,429 ton, 4,697 ton dan 2,940 ton
(FAOSTAT, 2021). Madagaskar yang merupakan peringkat teratas eksportir
Cengkeh dunia menjadi pesaing bagi Indonesia dan patut dipertimbangkan
sebagai kompetitor di pasar internasional. Berdasarkan data dari Trade Map
(2021), dalam kurun 2008-2018 cengkeh Indonesia dan Madagaskar diminati
oleh berbagai negara seperti Singapura, India, Vietnam, Uni Emirat Arab, Arab
Saudi, dan Amerika Serikat.
Berikut data mengenai produksi dan luas areal panen Cengkeh Indonesia
dan Madagaskar yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.
3

Tabel 1.1 Produksi dan Luas Areal Panen Cengkeh Indonesia dan Madagaskar
(Ton/Ha) (2014-2018)
Indonesia Madagaskar
Tahun Luas Panen Produksi Luas Panen Produksi
(Ha) (Ton) (Ha) (Ton)
2014 510.174 122.134 69.062 20.697
2015 535.694 139.641 71.302 21.864
2016 545.025 139.611 74.580 23.245
2017 559.566 113.178 78.500 24.866
2018 569.052 131.014 73.433 23.634
Sumber: FAOSTAT, 2021 ( diolah)
Berdasarkan Tabel 1.1, dapat dilihat bahwa produksi Cengkeh Indonesia
dalam kurun waktu 2014-2018 mengalami fluktuasi. Produksi Cengkeh terbesar
berada di tahun 2015 dengan angka 139.641 ton. Ketidakstabilan produksi
Cengkeh ini disebabkan oleh beberapa permasalahan antara lain sempitnya areal
kebun per petani Cengkeh dan biasanya tanaman Cengkeh sudah tua disertai
dengan produktivitas yang rendah karena penanganan pascapanen masih
dilakukan dengan cara tradisional (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2019).
Dikutip dari Rhezamayye & Amir (2020), fluktuasi produksi Cengkeh Indonesia
disebabkan oleh kehadiran pabrik rokok kretek yang membuat produksi cengkeh
nasional terserap di pasar domestik. Lebih dari 80% produksi Cengkeh tanah air
dikonsumsi oleh pabrik rokok kretek (PRK) sebagai bahan baku utamanya
sehingga berpengaruh terhadap jumlah ekspor Cengkeh (Hidayah dkk, 2022).
Adapun luas panen Cengkeh Indonesia cenderung mengalami kenaikan
dengan capaian panen terluas pada tahun 2018 sebesar 569.052 Ha. Hal ini
dikarenakan program pemerintah yang sadar akan pentingnya swasembada
cengkeh. Pemerintah Indonesia menyadari bahwa semakin meningkatnya luas
areal perkebunan cengkeh di Indonesia maka dapat semakin meningkatkan
produksi cengkeh Indonesia (Nababan, 2020).
Berbeda dengan Indonesia, luas areal panen dan produksi Cengkeh
Madagaskar cenderung mengalami kenaikan hingga tahun 2017, namun
mengalami penurunan pada tahun 2018. Menurut USAID (2018), penurunan
produksi Cengkeh ini disebabkan oleh berbagai macam bencana di wilayah
Madagaskar Tenggara seperti topan Enawo di Timur Laut, serta banjir dan angin
puting beliung yang merusak tanaman Cengkeh sehingga berdampak pada
penurunan produksi.
4

Data mengenai peningkatan luas areal panen dan produktivitas serta


kegiatan ekspor Cengkeh menunjukkan adanya peluang besar bagi Cengkeh
Indonesia untuk menguasai pasar internasional. Melihat pentingnya komoditas
Cengkeh sebagai penyumbang peningkatan perekonomian negara, maka ekspor
Cengkeh Indonesia harus memiliki daya saing. Persaingan antar negara dalam
melakukan perdagangan internasional tentunya terus berlangsung, bahkan
berusaha untuk menjadi peringkat teratas sehingga setiap negara memerlukan
daya saing dalam bentuk keunggulan komparatif dan kompetitif. Kuat atau
lemahnya daya saing suatu produk/komoditas di pasar internasional akan
berpengaruh terhadap volume ekspor produk/ komoditas tersebut (Krugman &
Obstfeld, 2005). Untuk mengetahui bagaimana perkembangan dan seberapa besar
kemampuan komoditas Cengkeh Indonesia di pasar internasional, maka dilakukan
penelitian mengenai “Perbandingan Daya Saing Ekspor Cengkeh Indonesia dan
Madagaskar di Pasar Internasional”.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, maka perumusan masalah
terkait penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana perkembangan. ekspor. Cengkeh Indonesia. dan. Madagaskar
di pasar. internasional. tahun 2008-2018?
2. Bagaimana. perbandingan daya. saing. ekspor. Cengkeh Indonesia. dan.
Madagaskar di pasar. internasional. tahun 2008-2018?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui. perkembangan. ekspor. Cengkeh Indonesia. dan. Madagaskar
di pasar. internasional. tahun. 2008-2018.
2. Menganalisis. daya. saing. ekspor. Cengkeh Indonesia. dan. Madagaskar di
pasar. internasional. tahun. 2008-2018.

1.4 Batasan Penelitian


Adapun batasan masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut :
5

1. Data dalam penelitian merupakan data sekunder yang diambil dari buku,
jurnal maupun situs-situs internet penyedia data statistik seperti Food and
Agriculture Organization Statistics (FAOSTAT), Trade Map, United.
Nation. Commodity. Trade (UN. COMTRADE.), Badan. Pusat. Statistik.
(BPS), Direktorat. Jenderal. Perkebunan. (Ditjenbun.) dan. instansi lain.
2. Komoditas yang dianalisis yaitu tanaman Cengkeh dengan kode
Harmonized System (HS) 0907 (Cengkeh utuh, bunga dan tangkai).
3. Negara tujuan ekspor pada penelitian ini terdiri dari enam negara, yaitu
Amerika Serikat, Arab Saudi, India, Singapura, Uni Emirat Arab dan
Vietnam.
4. Jenis data pada penelitian hanya dibatasi pada nilai ekspor dan impor
komoditas Cengkeh Indonesia dan Madagaskar serta merupakan data time
series dari tahun 2008 hingga 2018.

1.5 Manfaat Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka manfaat yang
dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi penulis
Melatih dan meningkatkan kemampuan analisis permasalahan secara
ilmiah dan memberi wawasan yang lebih dalam mengenai ekspor Cengkeh
Indonesia.
2. Bagi sivitas akademika
Hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan wawasan ilmu pengetahuan
atau referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya mengenai ekspor
Cengkeh bagi sivitas akademika di dalam maupun luar lingkungan
Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana.
3. Bagi pemerintah
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan dalam pertimbangan
mengambil keputusan dan membuat regulasi atau peraturan.
6

1.6 Kerangka Pemikiran

Produksi, Luas Data Ekspor Cengkeh


Areal Panen Indonesia dan
Cengkeh Indonesia Madagaskar di Pasar
dan Madagaskar Internasional

Analisis Daya Saing Ekspor


Cengkeh Indonesia dan
Madagaskar

Revealed Indeks.
Export Product
Comparative Spesialisasi.
Dynamics (EPD)
Advantage (RCA) Perdagangan (ISP)

Perkembangan Ekspor dan


Perbandingan Daya. Saing.
Cengkeh Indonesia,.
Madagaskar

Gambar 1.2 Bagan Kerangka Pemikiran


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teoritis


2.1.1 Tanaman Cengkeh
Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) merupakan tanaman asli Indonesia
tepatnya dari Pulau Makian, Maluku Utara. Namun ada beberapa pendapat
mengenai negara asal Cengkeh. Ada yang menyebutkan bahwa Cengkeh berasal
dari Indonesia, ada juga yang menyebutkan Cengkeh berasal dari Filipina. Sampai
abad ke-18, hanya Maluku satu-satunya daerah penghasil Cengkeh. Namun di
permulaan abad ke-19, Kepulauan Zanzibar dan Madagaskar termasuk ke dalam
produsen baru Cengkeh (Ruhnayat, 2002).
Pada zaman penjajahan kolonialisme, bangsa-bangsa Eropa tergerak untuk
menguasai rempah-rempah yang menggiurkan terutama atas negeri-negeri Asia
Selatan, Timur dan Tenggara, termasuk Indonesia. Bangsa-bangsa Eropa
menggelar ekspedisi-ekspedisi besar untuk menemukan cengkeh di tanah asalnya
yaitu Kepulauan Maluku (Rahman, 2013). Hingga akhirnya, cengkeh dari Maluku
menjadi primadona bagi negara-negara pemburu rempah dari penjuru dunia. Hal
ini juga menandai awal mula jual-beli antar negara (ekspor) cengkeh domestik
meskipun masih di bawah penjajahan kolonialisme.
Ekspor cengkeh bagi Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1983. Cengkeh
di pasar dunia merupakan cengkeh yang dipasok sebagian besar dari Indonesia.
Indonesia telah melakukan ekspor cengkeh ke sebanyak lebih dari 140 negara di
dunia. Mengutip data dari Badan Pusat Statistik (BPS) negara tujuan ekspor
cengkeh Indonesia, seperti Singapura, Amerika Serikat, India, Saudi Arabia,
Vietnam, dan Sudan (Nababan, 2020).
Menurut Aak (1981), tanaman Cengkeh memiliki beberapa macam
varietas, namun varietas yang paling dominan dibudidayakan adalah varietas
Zanzibar, Sikotok dan Siputih. Dari ketiga varietas tersebut, Zanzibar memiliki
daya tahan yang lebih baik.
Tanaman Cengkeh dapat diusahakan pada tanah dataran yang memiliki
ketinggian sampai 900 m dan dapat hidup selama 50 tahun lebih. Tanaman
Cengkeh tidak tahan dengan kekeringan atau kekurangan air dan memerlukan

7
8

iklim dengan suhu antara 21°-29° C dengan curah hujan yang merata sepanjang
tahun (Siswoputranto, 1976). Adapun untuk kondisi tanah yang dikehendaki
tanaman Cengkeh yaitu berupa tanah dengan struktur gembur dan solum yang
dalam serta tingkat keasaman tanah (pH) berkisar 5,5-6,5. Selain itu, Cengkeh
juga menyukai tanah dengan drainase yang baik (Suwarto, 2014).
Berbagai manfaat dimiliki oleh tanaman Cengkeh, di antaranya sebagai
rempah-rempah, bahan campuran rokok kretek atau bahan dalam pembuatan
minyak atsiri. Cengkeh juga banyak digunakan sebagai bumbu masakan pedas di
negara-negara Asia dan Eropa. Minyak Cengkeh yang berasal dari bunga Cengkeh
juga digunakan dalam industri farmasi dan industri makanan (Suwarto, 2014).

2.1.2 Teori Perdagangan Internasional


Perdagangan internasional menurut Pambudi (2020) merupakan suatu
perdagangan yang dilakukan oleh penduduk dari negara tertentu dengan penduduk
negara lain disertai adanya perjanjian bersama. Penduduk di sini berarti penduduk
berupa individu dengan individu, individu dengan pemerintah suatu negara atau
pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Kegiatan perdagangan
internasional menjadi suatu kegiatan penting yang dilakukan oleh setiap negara di
dunia. Pentingnya kegiatan perdagangan internasional ini selaras dengan
pernyataan Pudyastuti dkk, (2018) yaitu dengan adanya perdagangan internasional
maka akan dapat meningkatkan pertumbuhan perekonomian dan pendapatan suatu
negara serta dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh suatu
negara.
Pada dasarnya perdagangan internasional merupakan kegiatan yang
menyangkut penawaran (ekspor) dan permintaan (impor) antar negara. Pada saat
melakukan ekspor, negara menerima devisa dari pembayaran. Devisa inilah yang
nantinya digunakan untuk membiayai impor. Ekspor suatu negara merupakan
impor bagi negara lain, begitu juga sebaliknya (Boediono, 1999).
Perdagangan internasional yang dilakukan oleh beberapa negara bisa
terjadi karena kebutuhan yang berbeda di masing-masing negara dan juga faktor
produksi yang berbeda antar negara. Dengan adanya perdagangan ini, masing-
masing negara mendapatkan keuntungan tersendiri. Perdagangan atau pertukaran
9

dapat diartikan sebuah transaksi di mana ada proses tukar menukar baik barang
maupun jasa dan hal ini dilakukan dengan kehendak masing – masing pihak yang
bertransaksi. Dalam kegiatan ini pelaku bebas menentukan untung maupun
ruginya dari pertukaran tersebut (Boediono, 2000).
Dalam kegiatan perdagangan internasional oleh negara-negara di dunia,
tentunya terdapat pendorong untuk melakukan kegiatan tersebut. Berikut
merupakan beberapa faktor penting dilakukannya perdagangan internasional
a. Memperoleh barang yang tidak dapat dihasilkan di dalam negeri.
b. Mengimpor teknologi yang lebih modern dari negara lain.
c. Memperluas pasar produk-produk dalam negeri
d. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi (Sukirno, 2004).
Ada beberapa dampak yang ditimbulkan oleh adanya perdagangan
internasional. Dengan dilakukannya perdagangan internasional jelas menimbulkan
dampak bagi kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual ataupun beli.
Adapun dampaknya sebagai berikut (Fitirani, 2019):
1. Perdagangan internasional yang dilakukan oleh negara-negara yang ada di
dunia saat ini, dapat menimbulkan percepatan yang cukup besar dalam
ekonomi global.
2. Perkembangan yang cukup pesat dalam perdagangan internasional, dapat
mengubah pola pikir politik maupun ekonomi yang sebelumnya tidak
ingin melakukan perdagangan dan hanya bertumpu pada melimpahnya
hasil produksi dalam negeri (keunggulan absolut) sebagai konsumsi utama,
pada akhirnya berspesialisasi dan menjual ke luar negeri. Keunggulan
absolut yang dimiliki oleh negara tersebut bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan yang lebih besar dibandingkan hanya mengandalkan pasar
domestik saja.
3. Dalam kegiatan perdagangan yang ada, dapat menimbulkan peningkatan
hubungan yang baik antara suatu negara dengan negara lain.

2.1.3 Ekspor
Menurut Undang-Undang Perdagangan tahun 1996 tentang Ketentuan
Umum di Bidang Ekspor, ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari
10

daerah pabean. Keluar dari daerah pabean berarti keluar dari daerah yurisdiksi
Indonesia. Sedangkan menurut Amir (1999), ekspor adalah barang dan jasa yang
dijual kepada negara asing untuk ditukarkan dengan barang lain (produk, uang).
Ekspor (export) adalah berbagai macam barang dan jasa yang di produksi
di dalam negeri lalu dijual diluar negeri (Mankiw, 2006). Ditinjau dari sudut
pengeluaran, ekspor merupakan salah satu faktor penting dari Gross National
Product (GNP), sehingga dengan berubahnya nilai ekspor maka pendapatan
masyarakat secara langsung juga akan mengalami perubahan. Dilain pihak,
tingginya ekspor suatu negara akan menyebabkan perekonomian tersebut akan
sangat sensitif terhadap keguncangan-keguncangan atau fluktuasi yang terjadi di
pasaran internasional maupun di perekonomian dunia (Andri, 2015).
Fungsi penting komponen ekspor dari perdagangan luar negeri adalah
negara memperoleh keuntungan dan pendapatan nasional naik, yang pada
gilirannya menaikkan jumlah output dan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan
tingkat output yang lebih tinggi maka lingkaran setan kemiskinan dapat
dipatahkan dan pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan (Jhingan, 2002).
Suatu negara dapat mengekspor barang produksinya ke negara lain apabila
barang tersebut diperlukan negara lain dan mereka tidak dapat memproduksi
barang tersebut atau produksinya tidak dapat memenuhi keperluan dalam negeri.
Faktor yang lebih penting lagi adalah kemampuan dari negara tersebut untuk
mengeluarkan barang-barang yang dapat bersaing dalam pasaran luar negeri.
Maksudnya, mutu dan harga barang yang diekspor tersebut haruslah paling sedikit
sama baiknya dengan yang diperjualbelikan dalam pasaran luar negeri. Cita rasa
masyarakat di luar negeri terhadap barang yang dapat diekspor ke luar negara
sangat penting peranannya dalam menentukan ekspor suatu negara. Secara umum
boleh dikatakan bahwa semakin banyak jenis barang yang mempunyai
keistimewaan yang sedemikian yang dihasilkan oleh suatu negara, semakin
banyak ekspor yang dapat dilakukan (Sukirno, 2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi volume dan nilai ekspor suatu negara
tergantung pada pendapatan dan output luar negeri, nilai tukar uang (kurs) serta
harga relatif antara barang dalam negeri dan luar negeri. Apabila output luar
negeri meningkat, atau nilai tukar terhadap mata uang negara lain menurun, maka
11

volume dan nilai ekspor suatu negara akan cenderung meningkat, demikian juga
sebaliknya. Selain itu, pilihan antara barang dalam negeri dan barang luar negeri
berkaitan dengan harga relatif kedua barang tersebut. Bila harga suatu barang
buatan dalam negeri meningkat secara relatif terhadap harga barang luar negeri,
maka penduduk tersebut akan cenderung membeli lebih banyak barang luar
negeri. Sehingga jumlah dan nilai ekspor akan dipengaruhi oleh harga relatif
antara barang-barang dalam negeri dan luar negeri, yang pada gilirannya akan
tergantung dari harga dalam negeri, harga internasional dan nilai tukar uang
rupiah terhadap dollar (Samuelson & Nordhaus, 1994).

2.1.4 Konsep Daya Saing


Daya saing didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk/komoditas
domestik untuk bertahan dan berkompetisi dengan. produk/komoditas. yang
diproduksi negara lain di pasar internasional. Produk/komoditas yang berdaya
saing. akan cenderung disukai pembeli. Daya. saing. juga dapat diartikan sebagai
kemampuan produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan biaya yang
cukup rendah sehingga pada harga – harga yang terjadi di pasar internasional
kegiatan produksi tersebut menguntungkan. Sedangkan menurut Hanani (2012)
dalam Pambudi (2020), dalam konsep ekonomi wilayah, daya. saing. merupakan
kapabilitas sebuah daerah untuk. menghasilkan produk yang. lebih. banyak
dibanding. daerah lain.
Konsep daya saing dalam perdagangan internasional terkait dengan
keunggulan yang dimiliki suatu komoditas atau kemampuan suatu negara dalam
menghasilkan komoditas tersebut secara lebih efisien daripada negara lain. Daya
saing dapat juga dikatakan sebagai kemampuan suatu komoditas untuk memasuki
pasar luar negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan dalam pasar tersebut,
dalam artian jika suatu produk mempunyai daya saing maka produk tersebutlah
yang banyak diminati oleh banyak konsumen (Tatakomara, 2004).
Amir (2005) menyatakan bahwa suatu produk dapat dikatakan memiliki
daya saing apabila produk tersebut mampu bertahan dalam suatu pasar meskipun
dengan mengalami guncangan. Maka dari itu perlu adanya upaya untuk
meningkatkan daya saing ekspor suatu komoditas, menurut Amir M.S (2005)
12

upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya saing adalah sebagai
berikut :
a. Mengusahakan rasionalisasi dalam biaya produksi dan tata niaga barang-
barang ekspor.
b. Menyederhanakan atau menghapuskan perijinan yang dirasakan tidak
sesuai lagi.
c. Menyederhanakan prosedur lalu-lintas barang dan dokumen.
d. Mengusahakan tercapainya uang tambang yang bersaing dibandingkan
dengan negara-negara pesaing.
e. Menyempurnakan sistem pemberian Sertifikat Ekspor (SE) dengan cara
menyederhanakan prosedur penetapan SE dan memperluas jenis barang
yang diberikan fasilitas SE.
Nurayati (2015) menyatakan bahwa daya saing dapat dilihat dari dua
indikator yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Salah satu
pengemuka yang mengembangkan teori keunggulan komparatif yakni David
Ricardo. Sedangkan Michael E. Porter dalam bukunya berjudul Competitive
Advantage of Nation, mengembangkan teori keunggulan kompetitif. Konsep daya
saing dari uraian tersebut berarti keunggulan suatu wilayah atau barang
dibandingkan dengan wilayah atau barang lain. Pengertian daya saing mengacu
pada kemampuan suatu negara untuk memasarkan produk yang dihasilkan negara
itu terhadap kemampuan negara lain (Silalahi, 2007).
1. Teori Keunggulan Komparatif
Menurut Boediono (1997), tinggi rendahnya keunggulan komparatif
produk akan mempengaruhi ekspor dan impor suatu negara. Produk yang
memiliki keunggulan komparatif tinggi cenderung akan diekspor dan sebaliknya
produk dengan keunggulan komparatif rendah akan diimpor. Selain menimbulkan
perdagangan antarnegara, keunggulan komparatif juga menyebabkan timbulnya
manfaat yang dirasakan oleh negara yang melaksanakan. Nopirin (2011)
menyatakan bahwa produk yang memiliki keunggulan komparatif tinggi atau
paling besar adalah produk yang mengeluarkan biaya produksi rendah dan nilai
ekspor yang tinggi.
13

Boediono (2001) mengemukakan bahwa 3 faktor utama yang


mempengaruhi keunggulan komparatif suatu negara adalah sebagai berikut :
a) Tersedianya sarana produksi atau faktor produksi dalam macam atau
jumlah yang berbeda antara negara satu dengan negara yang lain
b) Adanya kenyataan bahwa dalam cabang-cabang produksi tertentu orang
bisa memproduksikan secara lebih efisien apabila skala produksi semakin
besar
c) Adanya perbedaan dalam corak dan laju kemajuan teknologi.

2. Teori Keunggulan Kompetitif


Dalam bukunya yang berjudul Competitive Advantage of Nations,
Michael. E. Porter mengemukakan teori keunggulan kompetitif untuk pertama
kalinya. Berbeda dengan konsep keunggulan komparatif yang menyatakan bahwa
suatu negara tidak perlu menghasilkan suatu produk apabila produk tersebut telah
dapat dihasilkan oleh negara lain. Keunggulan kompetitif suatu negara dapat
terbentuk apabila negara memiliki tingkat persaingan yang tinggi antar
perusahaan-perusahaan di dalam negara tersebut dalam menghasilkan produk
yang mampu berdaya saing (Sa’idy, 2013).
Konsep keunggulan kompetitif yang dikembangkan oleh Porter
menyebutkan bahwa suatu bangsa atau negara yang memiliki competitive
advantage of nation dapat bersaing di pasar internasional jika memiliki empat
faktor utama yaitu kondisi faktor (factor condition), kondisi permintaan (demand
condition) industri terkait dan industri pendukung yang kompetitif (related and
supporting industry) serta kondisi struktur, persaingan dan strategi industri (firm
strategy, structure and rivalry). Selain keempat faktor utama tersebut, terdapat
dua faktor yang mempengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu
faktor kesempatan (chance event) dan faktor pemerintah (government). Beberapa
faktor ini membentuk Porter’s Diamond yaitu suatu sistem yang berperan dalam
peningkatan keunggulan daya saing (Samosir, 2015).
14

2.1.5 Revealed Comparative Advantage (RCA)


Metode RCA dapat digunakan untuk mengetahui kinerja ekspor suatu
produk dari suatu negara dengan menghitung pangsa suatu produk terhadap total
ekspor suatu negara dibandingkan dengan pangsa produk tersebut dalam
perdagangan dunia (Aji dkk, 2017). Di sisi lain, metode ini memiliki kelemahan,
yaitu sifatnya yang statis serta asumsi bahwa setiap negara mengekspor semua
komoditas atau kelompok komoditas (Muharami dan Novianti, 2018).
Nilai RCA menunjukkan perbandingan antara pangsa pasar ekspor suatu
komoditas di suatu negara dengan pangsa pasar ekspor komoditas yang sama dari
seluruh dunia. RCA menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing suatu
negara tertentu dengan asumsi ceteris paribus bahwa faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pertumbuhan ekspor tetap, tidak berubah (Bustami dan Hidayat,
(2013).
RCA lebih dari satu (>1) berarti produk/komoditas suatu negara memiliki
keunggulan daya saing di atas rata-rata dunia. Jika angka RCA memiliki angka
kurang dari satu (<1), berarti keunggulan daya saing yang dimiliki negara
terhadap produk/komoditas berada di bawah rata-rata dunia atau juga bisa
dikatakan tidak memiliki keunggulan komparatif atau memiliki daya saing lemah
sehingga tidak berspesialisasi di kelompok komoditas yang bersangkutan
(Apriansyah, 2019).

2.1.6 Export Product Dynamics (EPD)


Penggunaan analisis Export Product Dynamics (EPD) bertujuan untuk
mengetahui daya saing sekaligus mengidentifikasi dinamis atau tidaknya suatu
komoditas/ produk di negara tujuan ekspor. Suatu matriks EPD memperlihatkan
pangsa pasar ekspor dan pangsa pasar produk. Pangsa pasar ekspor (sumbu X)
dihitung berdasarkan pertumbuhan dari perolehan pasar (market share) sebuah
negara pada tujuan pasar tertentu, sementara itu pangsa pasar produk (sumbu Y)
diukur berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah produk untuk tujuan
pasar tertentu (Syachbudy dkk, 2017).
15

(Y) Pangsa pasar produk

(X) Pangsa
pasar ekspor

Gambar 2.1 Matriks Posisi Export Product Dynamics (EPD)


(Esterhuizen, 2006 dalam Zuhdi dan Suharno, 2016)

Zuhdi dan Suharno (2016) menyebutkan bahwa matriks posisi suatu


komoditas dikategorikan menjadi empat kategori yaitu rising star, falling star,
lost opportunity dan retreat seperti digambarkan pada Gambar 2.1 di atas.
1) Rising Star. Posisi pasar berada pada posisi yang paling ideal atau
tertinggi.
2) Lost opportunity. Ditandai dengan terjadinya penurunan daya saing oleh
suatu pasar sehingga menyebabkan produk yang diproduksi gagal
ekspor ke luar negeri.
3) Falling star. Hampir sama dengan kondisi Lost opportunity, namun
masih lebih baik. Pada kondisi Falling star, pangsa pasar masih
meningkat walaupun tidak terjadi pada produk ekspor yang pergerakan
permintaannya dinamis.
4) Retreat. Kondisi permintaan dan penawaran suatu produk tidak lagi
terjadi di pasar.

2.1.7 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)


Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) bertujuan untuk mengetahui apakah
suatu negara cenderung menjadi eksportir atau importir. Selain itu, ISP juga
sebagai penunjuk posisi daya saing suatu negara atas komoditas/produk tertentu.
Rumus ISP yaitu selisih nilai ekspor dan impor dibandingkan dengan jumlah nilai
16

ekspor dan impor (dilakukan oleh suatu negara produsen dengan komoditas
tertentu). Menurut Tambunan (2004), ISP ini memiliki 5 tahapan, yaitu:
1) Tahap. Pengenalan.
Tahapan sebuah negara industri (negara A/forerunner) melakukan ekspor
produk/barang baru dan negara industri pendatang (negara B/latecomer)
mengimpor produk/barang dari negara forerunner. Maka nilai ISP negara
latecomer adalah -1,00 sampai -0,50.
2) Tahap Substitusi Impor
Beberapa hal yang terjadi pada negara B pada tahap ini yaitu daya saing
rendah, lebih banyak mengimpor daripada mengekspor akibat produksi
yang belum memenuhi untuk ekspor. Nilai ISP berada pada -0,51 sampai
0,00.
3) Tahap Pertumbuhan
Pada tahap ini, industri negara B mulai membaik ditandai dengan produksi
dengan skala besar sehingga ekspor ikut meningkat. Selain itu, penawaran
atas suatu produk/barang di pasar dalam negeri menjadi lebih banyak
daripada permintaan. Sehingga pada tahap ini, Nilai ISP naik menjadi 0,01
sampai 0,80.
4) Tahap Kematangan/Kemandirian
Tahap kematangan pada suatu industri negara (negara B), ditandai dengan
hal-hal yang menyangkut teknologi produk yang telah distandarisasi. Nilai
ISP berada di antara 0,81 sampai 1,00.
5) Tahap Kembali Mengimpor
Pada tahap ini, industri negara B kembali kalah bersaing dengan industri
negara A di pasar domestik akibat produksi dalam negeri yang lebih
rendah dari permintaan dalam negeri. Akibatnya, nilai Indeks Spesialisasi
Perdagangan (ISP) mengalami penurunan kembali di kisaran angka 1,00
sampai 0,00.
17

2.2 Penelitian Terdahulu


Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Judul Tujuan Analisis Hasil Penelitian


Penelitian Penelitian
1. Analisis Daya Menganalisis daya Revealed Indonesia sebagai
Saing saing dan Comparative eksportir komoditas
Cengkeh, perkembangan Advantage Cengkeh, Lada dan Pala
Lada dan Pala ekspor Cengkeh, (RCA), Indeks berdaya saing. kuat.
Indonesia Lada dan Pala Spesialisasi serta berada di posisi
Terhadap yang dilakukan Perdagangan yang menguntungkan
Malaysia dan oleh negara (ISP) dan sebagai pengekspor.
Singapura di Indonesia,.Malaysi Constant Daya. saing. Lada.
Perdagangan a. dan Singapura. Market Share Malaysia. tidak terlalu
Internasional di pasar dunia. (CMS) kuat. namun. tidak
Tahun 2010- dengan Cengkeh dan
2018 (Santoso Pala nya, serta lebih
dkk, 2020) untung jika mengimpor.
Sedangkan Singapura,
Cengkeh dan Lada tidak
memiliki daya saing,
untuk Pala berdaya
saing cukup kuat meski
belum banyak
mendistribusikan ke
negara-negara lain dan
masih menguntungkan
sebagai pengimpor.
2 Analisis Daya Mengetahui Revealed Daya saing ekspor kopi
Saing Ekspor bagaimana Comparative Vietnam (RCA=53,44)
Kopi perkembangan Advantage lebih kuat jika
Indonesia dan ekspor kopi (RCA) dan dibandingkan dengan
Vietnam di Indonesia dan Export ekspor kopi Indonesia
Pasar ASEAN Vietnam di pasar Product (RCA=10,16). Hasil
5 (Zuhdi & ASEAN 5. Dynamics analisis EPD
Suharno, (EPD). perdagangan kopi
2016) Indonesia dan Vietnam
sama-sama berada pada
kuadran rising star.
3 Analisis Daya Menganalisis daya RCA serta Secara keseluruhan,
Saing Ekspor saing ekspor biji menganalisis daya saing ekspor biji
Biji Kakao kakao Indonesia kebijakan kakao Indonesia ke
Indonesia ke ke Malaysia perdagangan negara tujuan ekspor
Malaysia kakao yakni Malaysia masih
(Manalu, Indonesia memiliki keunggulan
2020) komparatif. Hal ini
disebabkan oleh biaya
yang rendah dibanding
negara lain sehingga
Indonesia mampu
bersaing.
18

4 Daya Saing Mengidentifikasi Concentration Struktur pasar yang


Ekspor struktur pasar Ratio4, RCA terbentuk mengarah ke
Cengkeh yang terbentuk dan ECI pasar oligopoli dengan
Indonesia Di oleh negara Indonesia dan
Pasar Global eksportir Cengkeh Madagaskar sebagai
(Zuhdi & dan untuk penguasa pasar.
Rambe, 2021) mengukur tingkat Tingkat daya saing
daya saing serta ekspor dan keunggulan
keunggulan kompetitif yang dimiliki
kompetitif yang oleh Indonesia
dimiliki oleh cenderung meningkat.
masing-masing
negara eksportir.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan
pendekatan kuantitatif. Dilansir dari Sugiyono (2016), penelitian deskriptif yaitu
penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu
variabel atau lebih tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan
variabel yang lain. Sedangkan menurut Maksum (2012), penelitian deskriptif
adalah penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan gejala, fenomena atau
peristiwa tertentu. Pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan informasi
terkait dengan fenomena kondisi atau variabel tertentu dan tidak dimaksudkan
untuk melakukan pengujian hipotesis. Penelitian deskriptif bertujuan untuk
membuat deskripsi mengenai situasi atau kejadian yaitu gambaran ekspor
Cengkeh Indonesia dan Madagaskar periode tahun 2008-2018. Adapun
pendekatan melalui cara kuantitatif diterapkan guna mengetahui hasil analisis
daya. saing. komparatif. dan kompetitif,. posisi. daya. saing. ekspor Cengkeh serta
spesialisasi perdagangan Cengkeh Indonesia dan Madagaskar di pasar
internasional.

3.2 Metode Pengumpulan Data


Data pada penelitian diperoleh melalui kepustakaan (library research),
studi literatur dan metode dokumentasi. Metode studi literatur dilakukan dengan
cara mempelajari berbagai laporan/jurnal. Sedangkan metode dokumentasi
diambil dari beberapa sumber terkait yang berbentuk gambar, grafik maupun
tabel.

3.3 Jenis dan Sumber Data


3.3.1. Jenis Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder berupa data
runtut waktu (time series) dalam kurun waktu 11 tahun, yaitu mulai tahun 2008
hingga tahun 2018. Adapun data yang digunakan yaitu data nilai ekspor tanaman

19
20

Cengkeh dengan kode Harmonized System (HS) 0907 (Cengkeh utuh, bunga dan
tangkai) dari Indonesia dan Madagaskar ke enam negara tujuan ekspor yakni
Amerika Serikat, Arab Saudi, India, Singapura, Uni Emirat Arab dan Vietnam.

3.3.2. Sumber Data


Sumber data berasal dari berbagai laporan maupun jurnal dan berbagai
situs penyedia data statistik seperti Food. and Agriculture. Organization.
Statistics. (FAOSTAT), United. Nation, Commodity, Trade, (UN Comtrade) dan
Trade Map.

3.4 Definisi Pengukuran Variabel Penelitian


Definisi dan pengukuran variabel dalam penelitian dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.
Tabel 3.1 Definisi dan Pengukuran Variabel
Skala
Variabel Definisi Satuan
Pengukuran
Ekspor Volume dan nilai ekspor
komoditas Cengkeh negara: Indonesia
US$/ Tahun Rasio
Cengkeh dan Madagaskar ke enam
negara tujuan
Total nilai Total nilai seluruh komoditas
ekspor ekspor negara: Indonesia dan
US$/ Tahun Rasio
Madagaskar ke enam negara
tujuan
Nilai impor Jumlah dari nilai impor
Cengkeh oleh negara: US$/ Tahun Rasio
Indonesia dan Madagaskar
Revealed Perbandingan nilai ekspor
Comparative suatu komoditas dengan nilai
Advantage ekspor seluruh komoditas dari
(RCA) suatu negara ke negara
tujuan ekspor dibandingkan
Persen (%) Rasio
dengan perbandingan nilai
ekspor suatu komoditas
dengan nilai ekspor seluruh
komoditas dari dunia ke
negara tujuan ekspor.
Export Product Terdiri atas pangsa pasar
Dynamics ekspor (diukur berdasarkan
Persen (%) Rasio
(EPD) pertumbuhan dari perolehan
pasar atau market share
21

sebuah negara pada tujuan


pasar negara tertentu) dan
pangsa pasar produk
(dihitung berdasarkan
pertumbuhan dari permintaan
sebuah produk untuk tujuan
pasar tertentu).
Indeks Selisih nilai ekspor dan impor
Spesialisasi dibandingkan dengan jumlah
Perdagangan nilai ekspor dan impor
Persen (%) Rasio
(ISP) (dilakukan oleh suatu negara
produsen dengan komoditas
tertentu).

3.5 Metode Analisis Data


Dalam penelitian ini, metode analisis dilakukan untuk mengetahui
kekuatan daya saing komparatif dan kompetitif, posisi daya saing komoditas
Cengkeh dan spesialisasi perdagangan Cengkeh menggunakan analisis Revealed
Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamics (EPD) dan Indeks
Spesialisasi Perdagangan (ISP). Sedangkan untuk pengolahan data, dilakukan
dengan menggunakan bantuan software Microsoft Excel 2016.
Metode yang digunakan untuk menganalisis daya saing komparatif
komoditas Cengkeh adalah Revealed Comparative Advantage (RCA). RCA dapat
dirumuskan sebagai berikut:
𝑋𝑖𝑗/𝑋𝑗
𝑅𝐶𝐴 =
𝑋𝑖𝑤/𝑋𝑤
Keterangan:
Xij = nilai ekspor komoditas Cengkeh dari negara Indonesia/Madagaskar ke
negara tujuan (US$)
Xj = total nilai seluruh komoditas ekspor dari negara Indonesia/
Madagaskar ke negara tujuan (US$)
Xiw = nilai ekspor komoditas Cengkeh dari seluruh dunia ke negara tujuan
(US$)
Xw = total nilai seluruh ekspor dari dunia ke negara tujuan (US$)
22

RCA lebih dari satu (>1) berarti produk/komoditas suatu negara memiliki
keunggulan daya saing di. atas. rata-rata. dunia. Jika angka RCA memiliki angka
kurang .dari. satu. (<1), berarti keunggulan daya saing yang dimiliki negara
terhadap produk/komoditas berada di bawah rata-rata dunia atau juga bisa
dikatakan tidak memiliki keunggulan komparatif atau memiliki daya saing lemah
sehingga tidak berspesialisasi di kelompok komoditas yang bersangkutan
(Apriansyah, 2019).
Selanjutnya, analisis Export Product Dynamics (EPD) digunakan untuk
menganalisis dan mengidentifikasi keunggulan komparatif dan kompetitif produk
atau komoditi yang mempunyai daya kompetitif tertinggi serta pertumbuhan
produk atau barang yang cepat pada arus perdagangan ekspor dalam suatu negara.
Dengan kata lain, EPD menunjukkan gambaran umum mengenai dinamis
(pertumbuhan nya cepat) atau tidaknya performa suatu komoditas pada arus
perdagangan dunia pada suatu periode tertentu yang dikategorikan pada empat
posisi pasar yaitu rising star, falling star, lost opportunity dan retreat. Melalui
analisis EPD, berikut adalah uraian rumus umum yang digunakan.
Sumbu X : Pertumbuhan pangsa pasar ekspor negara i =

Sumbu Y : Pertumbuhan pangsa pasar produk =

Keterangan:
Xivj = Nilai ekspor Cengkeh dari Indonesia/Madagaskar ke negara tujuan (US$)
Wivj = Nilai ekspor Cengkeh dari dunia ke negara tujuan (US$)
Xivt = Nilai ekspor total seluruh komoditas dari Indonesia/Madagaskar ke negara
tujuan (US$)
Wt = Nilai ekspor total seluruh komoditas dari dunia ke negara tujuan (US$)
t = Tahun ke-t
23

t-1 = Tahun sebelumnya


T = Jumlah tahun analisis

Alat analisis Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) digunakan untuk


mengetahui posisi daya saing ekspor Cengkeh dan spesialisasi perdagangan
Cengkeh. Rumus ISP dijelaskan sebagai berikut:
𝑋𝑖𝑗 − 𝑀𝑖𝑗
𝐼𝑆𝑃𝑖𝑗 =
𝑋𝑖𝑗 + 𝑀𝑖𝑗
Keterangan:
ISPij = Indeks Spesialisasi Perdagangan atas komoditas Cengkeh (i) dari negara
produsen (j)
Xij = Nilai ekspor atas komoditas Cengkeh (i) dari negara produsen (j)
Mij = Nilai impor atas komoditas Cengkeh (i) dari negara produsen (j)
Apabila ISP bernilai positif (1 sampai 0), maka komoditas suatu negara
mempunyai daya saing yang kuat dan lebih menguntungkan sebagai negara
pengekspor. Apabila ISP bernilai negatif (0 sampai -1), berarti kekuatan daya
saing komoditas suatu negara tergolong lemah dan lebih menguntungkan sebagai
negara pengimpor (Santoso dkk, 2020).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perkembangan Ekspor Cengkeh Indonesia dan Madagaskar


Cengkeh di Indonesia merupakan salah satu komoditas unggul dari 15
komoditas prioritas perkebunan yang cukup memberi harapan bagi pemasukan
negara melalui cukai rokok dan kegiatan ekspor. Sedangkan bagi Madagaskar,
Cengkeh juga menjadi komoditas unggulan di bidang ekspor hingga dijuluki
sebagai pemimpin eksportir Cengkeh dunia sejak tahun 1990. Adapun data
mengenai nilai dan volume ekspor Cengkeh Indonesia dengan negara pembanding
yaitu Madagaskar periode tahun 2008-2018 ditunjukkan pada Gambar 4.1 dan
Gambar 4.2.

250.000.000

200.000.000
Nilai Ekspor (US$)

150.000.000

100.000.000

50.000.000

0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Tahun

Indonesia Madagaskar

Sumber: UN Comtrade 2021 (diolah)

Gambar 4.1 Nilai Ekspor Cengkeh (HS 0907) Indonesia dan Madagaskar Tahun
2008-2018

Nilai ekspor Cengkeh Indonesia pada tahun 2008-2018 di pasar


internasional mengalami fluktuasi dengan kecenderungan meningkat, dengan nilai
ekspor terendah di tahun 2009 sebesar 5.585.926 US$ dan nilai tertinggi di tahun
2018 mencapai 101.746.314 US$. Sedangkan nilai ekspor Cengkeh Madagaskar
periode tahun 2008-2018 cenderung kurang stabil. Nilai ekspor terendah sebesar
30.108.217 US$ pada tahun 2008 dan nilai ekspor tertinggi mencapai 228.224.871

24
25

US$ pada tahun 2017. Jika dibandingkan nilai rata-ratanya, nilai ekspor Cengkeh
Indonesia masih sangat jauh di bawah Madagaskar. Hal ini berkaitan dengan
volume ekspor yang juga berada di bawah Madagaskar dan disebabkan oleh
produksi Cengkeh Indonesia yang mengalami beberapa permasalahan seperti
sempitnya areal tanam Cengkeh, tanaman Cengkeh sudah tua disertai dengan
produktivitas yang rendah karena penanganan pascapanen masih dilakukan
dengan cara tradisional (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2019).
Berfluktuasinya nilai ekspor Cengkeh selaras dengan berfluktuasinya
produksi komoditas Cengkeh di dalam negeri. Berdasarkan data yang dihimpun
dari BPS (2020), produksi komoditas rempah Indonesia memiliki nilai rata-rata
pertumbuhan yang positif dalam kurun waktu 2008 hingga 2018. Salah satu
komoditas yang menyumbang nilai positif yaitu komoditas Cengkeh dengan rata-
rata pertumbuhan sebesar 7,17%.

35.000.000
30.000.000
Volume Ekspor (kg)

25.000.000
20.000.000
15.000.000
10.000.000
5.000.000
0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Tahun

Indonesia Madagaskar

Sumber: UN Comtrade 2021 (diolah)

Gambar 4.2 Tren Ekspor Cengkeh (HS 0907) Indonesia dan Madagaskar Tahun
2008-2018

Tren ekspor Cengkeh dunia untuk Indonesia dan Madagaskar pada periode
2008-2018 mengalami fluktuasi. Ekspor Cengkeh Indonesia ke pasar global
cenderung konstan dan menunjukkan peningkatan di beberapa tahun terakhir. Di
tahun 2018 capaian volume ekspor Cengkeh Indonesia mencapai 20.249.116 kg
atau naik 44,8% dari tahun sebelumnya. Sedangkan di tahun yang sama, volume
26

ekspor Cengkeh Madagaskar mengalami penurunan sebesar 67,3% dari tahun


sebelumnya menjadi 21.059.286 kg. Di tahun-tahun sebelumnya yaitu di tahun
2010, 2012, 2013 ekspor Cengkeh Madagaskar juga mengalami penurunan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tren ekspor Cengkeh Indonesia mulai
mengalami peningkatan di tahun 2018.
Tren meningkat Cengkeh Indonesia salah satunya dipengaruhi oleh harga
internasional atau harga ekspor Cengkeh. Harga ekspor didapat dari perbandingan
nilai ekspor dengan volume ekspor. Menurut Samuelson & Nordhaus (1994),
salah satu faktor yang mempengaruhi volume dan nilai ekspor suatu negara yaitu
harga internasional atau harga ekspor. Harga ekspor Cengkeh Indonesia rata-rata
sebesar 5,025 US$/kg di tahun 2018 meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 3,183
US$/kg. Berbeda dengan Indonesia, harga ekspor Cengkeh Madagaskar di tahun
2018 adalah 6,940US$/kg. Harga ekspor ini turun dari tahun sebelumnya yaitu
sebesar 7,291US$/kg (UN Comtrade, 2021). Penurunan harga ekspor Cengkeh
Madagaskar dan kenaikan harga Cengkeh Indonesia ini juga menyebabkan
terjadinya selisih nilai ekspor Indonesia dan Madagaskar sebesar 44.409.895 US$.
Data yang diperoleh dari Trade Map (2022), menunjukkan bahwa pada
periode tahun 2008-2018 Indonesia mengekspor Cengkeh paling banyak menuju
negara India dengan perolehan volume ekspor sebesar 13.616 ton. Berbeda
dengan Indonesia, pada negara pembanding yaitu Madagaskar mengekspor paling
banyak menuju Singapura dengan perolehan volume ekspor mencapai 42.966 ton.
Secara garis besar, rata-rata nilai dan volume ekspor Cengkeh tahun 2008-
2018 oleh Madagaskar lebih unggul daripada Indonesia. Madagaskar memperoleh
rata-rata nilai ekspor sebesar 120.461.804 US$ dan rata-rata volume ekspor
17.031.622 kg sedangkan Indonesia memperoleh rata-rata nilai ekspor sebesar
31.313.552 US$ dan rata-rata volume ekspor 8.730.189 kg.

4.2 Daya Saing Ekspor Cengkeh Indonesia dan Madagaskar


Daya saing ekspor suatu negara dapat dilihat dari tinggi rendahnya
keunggulan komparatif suatu negara terhadap suatu produk. Adapun keunggulan
komparatif merupakan kemampuan suatu negara untuk memproduksi suatu
produk dengan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan negara lain. Produk
27

yang memiliki keunggulan komparatif tinggi cenderung akan diekspor dan


sebaliknya, produk dengan keunggulan komparatif rendah akan diimpor.
Berdasarkan data yang diperoleh dari UN Comtrade (2021), dari tahun 2008
hingga 2018 rata-rata nilai ekspor Cengkeh Indonesia ke dunia mencapai
31.313.552 US$ dan Madagaskar mencapai 120.461.804 US$. Meskipun nilai
ekspor dalam periode tersebut mengalami kenaikan dan penurunan atau
berfluktuasi di setiap tahunnya, hal tersebut menunjukkan bahwa produk Cengkeh
Indonesia dan Madagaskar masih berdaya saing dan memiliki keunggulan
komparatif. Adapun untuk ekspor Cengkeh ke negara tujuan, terdapat enam
negara tujuan utama yang paling sering diekspor oleh Indonesia dan Madagaskar
periode tahun 2008 hingga 2018 yaitu Singapura, India, Vietnam, Amerika
Serikat, Uni Emirat Arab dan Arab Saudi (FAOSTAT, 2021).

4.2.1 Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA)


Nilai RCA menunjukkan perbandingan antara pangsa pasar ekspor
komoditas suatu negara terhadap pangsa pasar ekspor komoditas tersebut dari
seluruh dunia. Dengan kata lain, RCA menunjukkan keunggulan komparatif atau
daya saing ekspor dari suatu negara dalam suatu komoditas terhadap dunia, dalam
hal ini adalah komoditas Cengkeh Indonesia dan Madagaskar. Hasil analisis RCA
Cengkeh Indonesia dan Madagaskar ke pasar dunia dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Hasil analisis RCA pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa periode 2008-
2018 produk Cengkeh Indonesia dan Madagaskar memiliki keunggulan
komparatif dan daya saing tinggi di pasar dunia. Hal tersebut didasarkan pada
nilai rata-rata RCA positif >1, Indonesia dengan RCA 1,43 dan Madagaskar
dengan RCA 1,06. Namun demikian, nilai RCA yang diperoleh Madagaskar tidak
lebih tinggi dari Indonesia. Hal tersebut menandakan bahwa pada periode 2008-
2018 Cengkeh Madagaskar yang diekspor telah mendapat apresiasi namun masih
kalah saing dari produk yang diekspor oleh Indonesia. Pada tahun 2018, terlihat
bahwa angka RCA Indonesia naik sedangkan RCA Madagaskar turun dari tahun
sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh turunnya luas areal panen dan produksi yang
juga membuat volume dan nilai ekspor Madagaskar menurun.
28

Tabel 4.1 Nilai RCA (Revealed Comparative Advantage) Produk Cengkeh (HS
0907) Indonesia dan Madagaskar ke Pasar Dunia Tahun 2008-2018
Nilai RCA
Tahun
Indonesia Madagaskar
2008 0,21 0,75
2009 0,62 1,67
2010 2,17 0,87
2011 0,26 1,13
2012 2,91 1,93
2013 1,35 0,50
2014 1,14 0,78
2015 1,59 1,45
2016 0,83 0,79
2017 0,51 1,04
2018 4,15 0,73
Rata-Rata 1,43 1,06
Sumber: UN Comtrade 2021 (diolah)

Selain menuju pasar dunia, juga disajikan data mengenai perbandingan


nilai RCA produk Cengkeh Indonesia dan Madagaskar di enam negara tujuan
ekspor dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.2 Nilai RCA (Revealed Comparative Advantage) Produk Cengkeh (HS
0907) Indonesia ke Negara Tujuan Tahun 2008-2018
Negara Tujuan
Tahun Uni
Amerika Arab
Singapura India Vietnam Emirat 6 Negara
Serikat Saudi
Arab
2008 0,03 0,07 0,09 1,34 0,18 0,45 0,07
2009 0,17 1,15 9,50 0,43 1,15 0,50 1,15
2010 23,16 0,72 2,12 1,44 1,21 2,32 0,72
2011 0,24 4,28 0,26 0,85 0,08 0,77 4,28
2012 3,89 0,34 1,13 1,71 14,38 0,79 0,34
2013 1,84 0,26 0,93 1,45 0,04 0,95 0,26
2014 1,90 4,42 0,68 1,10 7,94 0,78 4,42
2015 1,83 1,19 3,32 0,88 9,30 1,27 1,19
2016 0,17 0,97 0,93 0,68 2,11 1,96 0,97
2017 0,71 0,66 0,24 1,08 0,55 0,39 0,66
2018 5,19 6,92 14,07 1,94 4,16 1,91 6,92
Rata-
Rata
3,56 1,91 3,03 1,17 3,74 1,10 1,91
Sumber: UN Comtrade 2021 (diolah)
29

Tabel 4.3 Nilai RCA (Revealed Comparative Advantage) Produk Cengkeh (HS
0907) Madagaskar ke Negara Tujuan Tahun 2008-2018
Negara Tujuan
Tahun Uni
Amerika Arab
Singapura India Vietnam Emirat 6 Negara
Serikat Saudi
Arab
2008 0,98 0,49 1,53 0,65 2,13 1,86 0,98
2009 0,71 2,96 1,44 1,25 0,53 0,58 0,71
2010 2,32 0,15 0,41 5,57 0,38 0,89 2,32
2011 0,19 6,12 0,40 2,23 2,16 1,51 0,19
2012 1,73 0,99 0,96 0,59 12,24 0,77 1,73
2013 1,62 1,26 1,19 0,15 0,18 0,67 1,62
2014 0,96 0,61 0,91 1,22 0,60 0,73 0,96
2015 0,92 0,71 1,78 0,69 1,54 1,08 0,92
2016 0,57 0,75 0,55 0,53 0,42 0,63 0,57
2017 1,10 1,58 1,61 0,69 0,12 0,64 1,10
2018 1,45 1,03 1,15 0,34 1,25 0,52 1,45
Rata-
Rata
1,14 1,51 1,08 1,27 1,96 0,90 1,14
Sumber: UN Comtrade 2021 (diolah)

Berdasarkan Tabel 4.2 dan Tabel 4.3, dapat dilihat perbandingan nilai
RCA komoditas Cengkeh HS 0907 antara Indonesia dan Madagaskar periode
tahun 2008 hingga 2018 ke enam negara tujuan. Cengkeh Indonesia dan
Madagaskar sama-sama memiliki daya saing yang kuat ditandai dengan nilai rata-
rata positif lebih dari 1 yakni 1,91 dan 1,14. Nilai RCA yang positif untuk
komoditas Cengkeh Indonesia selaras dengan penelitian Tupamahu (2015) tentang
analisis daya saing Cengkeh di pasar internasional dalam kurun waktu 1980-2012
di mana nilai rata-rata RCA untuk ekspor Cengkeh adalah sebesar 6.910. Nilai
RCA Madagaskar bernilai positif juga disebutkan pada hasil penelitian Zuhdi &
Rambe (2021), pada periode tahun 2001-2019 RCA Madagaskar memiliki nilai
rata-rata positif sebesar 2.622.

4.2.2 Analisis Export Product Dynamics (EPD)


Tingkat daya saing komoditas atau produk ekspor tidak hanya dapat
diukur dengan metode RCA, namun juga dapat diukur menggunakan metode
EPD. Hasil analisis EPD memperlihatkan tingkat kedinamisan pertumbuhan
ekspor pada suatu periode tertentu yang dikategorikan pada empat posisi pasar
yaitu rising star, falling star, lost opportunity dan retreat. Rising star merupakan
30

posisi pasar berada pada posisi yang paling ideal atau tertinggi. Sementara
retreat, merupakan kondisi permintaan dan penawaran suatu produk tidak lagi
terjadi/diinginkan oleh pasar. Adapun data mengenai perbandingan nilai EPD
produk Cengkeh antara Indonesia dan Madagaskar di enam negara tujuan ekspor
dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5 berikut.

Tabel 4.4 Nilai EPD (Export Product Dynamics) Produk Cengkeh (HS 0907)
Indonesia ke Negara Tujuan Tahun 2008-2018
EPD
Negara Tujuan Pertumbuhan pangsa Pertumbuhan pangsa Posisi EPD
pasar ekspor (%) pasar produk (%)
Singapura 0,03991 -0,00155 Falling Star
India 0,01555 0,04350 Rising Star
Vietnam 0,46229 -0,00004 Falling Star
Amerika Serikat 0,01755 0,00008 Rising Star
Uni Emirat Arab 0,04175 -0,00039 Falling Star
Arab Saudi -0,01219 140,63619 Lost Opportunity
Sumber: UN Comtrade 2021 (diolah)

Pada tabel 4.4, hasil analisis EPD untuk produk Cengkeh (HS 0907) oleh
Indonesia menempati tiga posisi. India dan Amerika Serikat menempati posisi
rising star, Arab Saudi berada di posisi lost opportunity, serta posisi falling star
ditempati Singapura, Vietnam dan Uni Emirat Arab.
Produk Cengkeh (HS 0907) Indonesia yang berada pada posisi lost
opportunity ditandai dengan adanya penurunan pangsa pasar ekspor di Arab Saudi
sebesar 0,01219% yang berarti bahwa Cengkeh Indonesia kehilangan kesempatan
untuk meningkatkan pangsa pasar ekspor di pasar tersebut. Pada tahun 2008 dan
2011 produksi Cengkeh Indonesia mengalami penurunan sebesar 12,27% dan
26,57% (Nurhayati dkk, 2018). Penurunan tersebut menjadi salah satu penyebab
hilangnya pangsa pasar ekspor Cengkeh Indonesia. Data dari Direktorat Jenderal
Perkebunan (2012), menunjukkan bahwa produktivitas rata-rata Cengkeh nasional
masih di bawah potensinya yaitu antara 260-360 kg/ha selama periode tahun
2008-2011 dari potensi sebesar 500-600 kg/ha. Rendahnya produktivitas ini
disebabkan oleh banyaknya tanaman tua dan rusak akibat serangan hama dan
penyakit, kondisi tanaman kurang optimal (kurangnya pemeliharaan dan ditanam
31

di lereng melebihi ketentuan), belum intensifnya penggunaan benih unggul, serta


mutu belum mampu memenuhi standar yang ditetapkan.
Sedangkan di pasar Singapura, Vietnam dan Uni Emirat Arab, Cengkeh
Indonesia berada di posisi falling star yaitu posisi Cengkeh Indonesia kehilangan
kesempatan untuk meningkatkan pangsa pasar produknya. Ini berarti nilai ekspor
total Indonesia ke pasar tersebut bila dibandingkan dengan nilai ekspor total dunia
ke pasar tersebut secara rata-rata dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Hal
ini disebabkan oleh peralihan kegiatan impor yang dilakukan oleh Singapura,
Vietnam dan Uni Emirat Arab. Ketiga negara tersebut masing-masing melakukan
impor total lebih banyak dari Tiongkok (oleh Singapura dan Vietnam) dan Area
NES (oleh Uni Emirat Arab). Selama kurun waktu 2008-2018 nilai total impor
Singapura, Vietnam dan Uni Emirat Arab dari Indonesia secara berurutan hanya
sebesar 5%, 2% dan 0,006% dari total impor dunia. Sedangkan impor dari
Tiongkok dan Area NES masing-masing mencapai 12% (Singapura), 27%
(Vietnam) dan 27% (Uni Emirat Arab) dari total impor dunia (UN Comtrade,
2021).
Sementara posisi rising star adalah posisi yang sangat diinginkan karena
baik pangsa pasar produk dan pangsa pasar ekspor mengalami peningkatan yang
dinamis. India dan Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor produk
Cengkeh Indonesia dengan nilai pangsa pasar produk dan pangsa pasar ekspor
tertinggi dibanding ke empat negara lainnya.

Tabel 4.5 Nilai EPD (Export Product Dynamics) Produk Cengkeh (HS 0907)
Madagaskar ke Negara Tujuan Tahun 2008-2018
EPD
Negara Tujuan Pertumbuhan pangsa Pertumbuhan pangsa Posisi EPD
pasar ekspor (%) pasar produk (%)
Singapura -0,010431 -0,000004 Retreat
India 0,026711 0,000011 Rising Star
Vietnam 0,063730 0,000006 Rising Star
Amerika Serikat -0,022311 0,000004 Lost Opportunity
Uni Emirat Arab -0,007757 0,000029 Lost Opportunity
Arab Saudi -0,019205 0,0000003 Lost Opportunity
Sumber: UN Comtrade 2021 (diolah)

Hasil analisis EPD pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa produk Cengkeh
(HS 0907) oleh Madagaskar menempati tiga posisi, yaitu rising star, retreat dan
32

lost opportunity. Posisi pasar yang paling ideal atau diinginkan yaitu rising star,
ditempati oleh India dan Vietnam. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan
nilai pada pangsa pasar ekspor maupun pangsa pasar produk. Selanjutnya posisi
pasar retreat yaitu posisi permintaan dan penawaran produk Cengkeh Madagaskar
tidak lagi diinginkan pasar, ditempati oleh Singapura yang ditandai dengan
penurunan pada pangsa pasar ekspor dan diikuti dengan penurunan pangsa pasar
produk. Kemudian kondisi pasar yang juga tidak disukai selain retreat yaitu lost
opportunity, ditempati oleh Amerika Serikat, Uni Emirat Arab dan Arab Saudi.
Pada kondisi tersebut menunjukkan bahwa pada periode 2008-2018, Cengkeh
Madagaskar mengalami penurunan pangsa pasar ekspor di pasar tersebut.
Penurunan pangsa pasar ekspor komoditas Cengkeh disebabkan oleh nilai
perbandingan ekspor cengkeh Madagaskar dengan ekspor cengkeh dunia di
pasar Amerika Serikat, Uni Emirat Arab dan Arab Saudi pada tahun 2009, 2011,
2013 dan 2017 lebih kecil daripada nilai perbandingan ekspor cengkeh
Madagaskar dengan ekspor cengkeh dunia di ketiga pasar pada tahun
sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh terjadinya penurunan produksi Cengkeh
Madagaskar di tahun 2018 yakni dari 24.866 ton menjadi 23.634 ton sehingga
berdampak pada kegiatan ekspor Cengkeh Madagaskar di pasar global
(FAOSTAT, 2021). Hal lain penyebab menurunnya pangsa pasar ekspor Cengkeh
Madagaskar menurut data UN Comtrade (2021) di tahun 2016, Amerika Serikat,
Uni Emirat Arab dan Arab Saudi juga melakukan peralihan impor Cengkeh dari
Indonesia dan Brazil.
Dari uraian di atas, negara yang sama-sama menjadi tujuan ekspor
Cengkeh dan dapat dijadikan pasar potensial dalam rangka diversifikasi pasar
ekspor Cengkeh Indonesia dan Madagaskar adalah India. Menurut Sinaga & Fuadi
(2020), mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung rempah menjadi
kebiasaan bagi masyarakat India. India juga merupakan negara yang memiliki luas
wilayah dan jumlah populasi terbesar kedua di dunia, menjadikan negara India
sebagai negara tujuan utama pasar ekspor negara lain untuk peningkatan devisa
negara pengekspor Cengkeh. Selain itu, India tidak dapat memenuhi kebutuhan
Cengkeh di dalam negerinya sendiri.
33

Nilai ekspor rempah Indonesia ke India tahun 2018 untuk Cengkeh (HS
0907) tercatat sebesar 23.835.267 US$ dengan volume ekspor mencapai
4.490.243 kg (UN Comtrade, 2021). Dalam pengembangan ekspor Cengkeh
Indonesia ke India, dilakukan beberapa strategi agar India terus meningkatkan
permintaan impornya. Di antaranya dengan terus meningkatkan kualitas,
teknologi, jumlah produksi untuk mengontrol kebutuhan Cengkeh dalam negeri
dan harus semakin menjalin hubungan baik dengan India (Sinaga, 2020). Haryana
(2020) dalam penelitiannya juga menambahkan bahwa strategi yang dapat
dilakukan oleh Indonesia untuk meningkatkan daya saing ekspor Cengkeh yaitu
dengan melakukan kerjasama dengan perusahaan pengolahan Cengkeh di negara-
negara konsumen utama dan memperbaiki kondisi perekonomian nasional yang
mendukung komoditas Cengkeh.

4.2.3 Analisis Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)


Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) bertujuan untuk mengetahui apakah
suatu negara cenderung menjadi eksportir atau importir. Selain itu ISP juga
sebagai penunjuk posisi daya saing suatu negara atas komoditas/produk tertentu.
Hasil analisis ISP Cengkeh Indonesia dan Madagaskar dapat dilihat pada Tabel
4.6 berikut ini.
Tabel 4.6 Nilai ISP (Indeks Spesialisasi Perdagangan) Produk Cengkeh (HS
0907) Indonesia dan Madagaskar Tahun 2008-2018
ISP
Tahun
Indonesia Madagaskar
2008 1 0,997
2009 0,961 1
2010 0,808 0,998
2011 -0,910 1
2012 -0,635 0,992
2013 0,770 0,978
2014 1 0,996
2015 0,995 1
2016 -0,193 1
2017 -0,594 1
2018 -0,019 0,997
Rata-Rata 0,289 0,996
Sumber: UN Comtrade 2021 (diolah)
34

Berdasarkan Tabel 4.6, Cengkeh Indonesia dan Madagaskar sama-sama


menguntungkan sebagai negara eksportir yang ditandai dengan nilai rata-rata
positif. Meskipun sama-sama menguntungkan sebagai eksportir Cengkeh, nilai
rata-rata ISP Indonesia masih lebih rendah atau dapat dikatakan bahwa Indonesia
masih kalah dalam spesialis perdagangan Cengkeh dengan Madagaskar. Menurut
Anggrasari dkk (2021), hal ini disebabkan oleh tingginya laju impor rempah-
rempah Indonesia, salah satunya yakni peningkatan impor yang tajam pada
komoditas Cengkeh. Peningkatan impor Cengkeh ini diakibatkan oleh penurunan
jumlah produksi dan produktivitas Cengkeh. Pada tahun 2011 terjadi penurunan
jumlah produksi Cengkeh sebesar 98 ribu ton menjadi 72 ribu ton. Kemudian
menurut data FAOSTAT (2018), terjadi penurunan produktivitas Cengkeh di
tahun 2011 sebesar 29%.
Cengkeh Indonesia berada pada tahap pertumbuhan dengan nilai rata-rata
sebesar 0,289. Pada tahap pertumbuhan ini berarti Cengkeh Indonesia mengalami
perluasan ekspor dalam perdagangan dunia atau dapat juga dikatakan berdaya
saing kuat. Hasil ini sejalan dengan pendapat Santoso dkk (2020) yang
menyebutkan bahwa dengan pendekatan ISP Cengkeh Indonesia memiliki
permintaan yang tinggi dengan lebih menguntungkan sebagai eksportir serta
berada pada tahap pertumbuhan dengan nilai 0,14. Sedangkan Cengkeh
Madagaskar berada pada tahap kematangan dengan nilai 0,996. Pada tahap
kematangan ini Cengkeh Madagaskar memiliki daya saing yang sangat kuat
dalam perdagangan dunia serta hal-hal yang menyangkut teknologi tentang
Cengkeh telah distandarisasi. Hasil ini selaras dengan pernyataan Nurhayati dkk
(2018) bahwa nilai ISP Cengkeh Madagaskar cenderung konstan dan mendekati
satu serta memasuki tahap kemandirian.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka disimpulkan hal-hal berikut:
1. Pada periode tahun 2008-2018 perkembangan ekspor Cengkeh dilihat dari
besar rata-rata nilai dan volume ekspor diungguli oleh Madagaskar.
Madagaskar memperoleh rata-rata nilai ekspor sebesar 120.461.804 US$ dan
volume ekspor 17.031.622 kg sedangkan Indonesia memperoleh rata-rata
nilai ekspor sebesar 31.313.552 US$ dan volume ekspor 8.730.189 kg.
2. Daya saing ekspor Cengkeh Indonesia dan Madagaskar periode tahun 2008-
2018:
- Hasil perhitungan Revealed Comparative Advantage (RCA) menunjukkan
Indonesia dan Madagaskar memiliki nilai positif dan sama-sama berdaya
saing kuat. Untuk ekspor ke seluruh dunia, Cengkeh Indonesia dengan
nilai RCA 1,43 memiliki daya saing dan memperoleh nilai lebih tinggi
dibanding Madagaskar yaitu 1,06. Sedangkan untuk ekspor ke enam
negara tujuan, nilai rata-rata RCA juga diungguli oleh Indonesia dengan
nilai sebesar 1,91 dan Madagaskar sebesar 1,14.
- Nilai perhitungan Export Product Dynamics (EPD) menunjukkan bahwa
negara tujuan yang memiliki posisi rising star dan dapat dijadikan pasar
potensial dalam rangka diversifikasi pasar ekspor produk Cengkeh
Indonesia yaitu India dan Amerika Serikat. Sedangkan bagi Madagaskar
yaitu India dan Vietnam.
- Daya saing dilihat dari nilai perhitungan Indeks Spesialisasi Perdagangan
(ISP) menunjukkan bahwa produk Cengkeh Indonesia dan Madagaskar
memiliki daya saing kuat dan memiliki posisi yang menguntungkan
sebagai eksportir. Namun demikian, jika dibandingkan Indonesia masih
berada di bawah Madagaskar dengan nilai rata-rata ISP Indonesia sebesar
0,289 dan berada pada tahap pertumbuhan. Pada negara pembanding yaitu
Madagaskar, memiliki nilai ISP rata-rata sebesar 0,996 di mana dengan
nilai tersebut Madagaskar berada pada pada tahap kematangan/
kemandirian.

35
36

5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan hal-hal berikut:
1. Dalam rangka peningkatan daya saing ekspor Cengkeh, dapat dilakukan
dengan memberikan nilai tambah, produktivitas, dan mutu melalui inovasi
teknologi diiringi dengan peningkatan kualitas serta memperbaiki
penanganan pasca panen tanaman Cengkeh.
2. Dalam rangka mengembangkan ekspor cengkeh, pemerintah dan eksportir
perlu mengetahui dan memilih pasar mana saja yang menjadi prioritas utama
serta pasar potensial untuk dikembangkan. Apabila pemerintah dan eksportir
akan melakukan pengembangan ekspor komoditas cengkeh, pemerintah
sebaiknya memprioritaskan pengembangan pada negara Singapura, India,
Vietnam, Amerika Serikat dan Uni Emirat Arab.
3. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengubah tujuan ekspor (negara
selain Singapura, India, Vietnam, Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, Arab
Saudi), dengan tujuan untuk mengetahui daya saing ekspor Cengkeh
Indonesia di dunia dengan tujuan ekspor negara lain. Diharapkan juga untuk
mengubah atau menambah metode analisis daya saing pada negara lainnya
yang termasuk ke dalam top 5 exporters pada ekspor Cengkeh, serta
memperpanjang periode penelitian sehingga dapat mengetahui informasi
lebih detail bagaimana daya saing negara lain dalam ekspor Cengkeh.

Anda mungkin juga menyukai