Anda di halaman 1dari 32

BANJIRNYA BUAH IMPOR DAN SOLUSINYA

TUGAS MAKALAH MAGISTER AGRIBISNIS

Dajukan untuk menempuh tugas


Pada Mata Kuliah Kapita Selekta Agribisnis

DISUSUN OLEH:
ARI CAHYO SUMINAR
NIM. 18064020008

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR


FAKULTAS PERTANIAN
MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS
SURABAYA
2019
i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia salah satu produsen buah tropis yang beraneka ragam dan

dapat dihasilkan pada berbagai musim. Namun, keunggulan ini tak sehebat di atas

kertas, faktanya Indonesia salah satu negara importir buah yang tak sedikit.

Saat kita berkunjung ke toko retail atau tokoh buah, buah impor macam apel,

anggur, pir, hingga durian jadi pemandangan lazim. Beberapa buah impor punya

tampilan mulus, dengan rasa khas dan harga yang terjangkau menjadi daya

magnet bagi konsumen.

Indonesia jadi pasar yang cukup potensial buah impor, karena ada potensi

terus tumbuh permintaannya. Konsumsi buah masyarakat Indonesia terbilang

masih rendah. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), buah impor kode

Harmonized System (HS) 08—yang masuk ke Indonesia dalam tiga tahun terakhir

ini terus meningkat. Pada 2016, volume buah impor tercatat 399.050 ton, naik 9

persen dari 2015 sebanyak 365.870 ton. Pada tahun berikutnya, volume buah

impor melesat naik hingga 39 persen menjadi 549.754 ton dengan nilai US$1

miliar. Pada tahun ini, pertumbuhan buah impor juga masih konsisten mencatatkan

peningkatan. Hingga Juli 2018, volume buah impor tercatat 353.519 ton, naik 14

persen dari periode yang sama 2017 sebanyak 309.373 ton. Angka nilai impor juga

turut meningkat dari US$523 juta, naik 27 persen menjadi US$673 juta.

Adanya tren buah impor yang masuk itu, tidak berlebihan ada kekhawatiran

Indonesia akan menjadi pasar terbesar buah impor ke depannya, dan kian

1
2

menggeser buah-buah lokal. Di sisi lain, impor buah yang meningkat berbanding

terbalik dengan ekspor buah Indonesia. Sepanjang Januari-Juli 2018, volume

ekspor buah Indonesia turun 8 persen menjadi 656.943 ton dari periode yang

sama 2016 sebanyak 716.602 ton. Volume yang turun juga menyebabkan nilai

ekspor melorot. Ekspor buah Indonesia tercatat US$447,15 juta, turun 5 persen

dari realisasi ekspor buah pada periode yang sama tahun lalu senilai US$470,41

juta. Jika membandingkan realisasi nilai ekspor dan impor buah, maka bisa

disimpulkan neraca dagang komoditas buah Indonesia tercatat defisit atau nilai

impor lebih besar ketimbang nilai ekspor buah. Nilai defisitnya sekitar US$226 juta.

Kondisi ini tentu menambah pelik persoalan Indonesia, di mana tengah terbelit

persoalan defisit transaksi berjalan.

Beberapa BUMN seperti PTPN XII dan PTPN VIII sudah mengekspor

pisang mas kirana sejak beberapa tahun lalu. Sebelum BUMN didorong

mengembangkan kawasan perkebunan buah, beberapa dekade lalu, perusahaan

swasta telah memulai pengembangan perkebunan buah berbasis industri dengan

konsep hamparan perkebunan yang luas. PT Nusantara Tropical Farm (NTF) yang

merupakan jaringan usaha Gunung Sewu Grup jadi contoh yang patut ditiru.

Mereka mengembangkan perkebunan pisang cavendish, nanas, jambu kristal

melalui bendera Sunpride dan Sunfresh di lahan 3.700 hektar di Lampung. Konsep

perkebunan buah dengan hamparan luas semacam ini masih bisa dihitung jari.

Keberadaan perusahaaan seperti NTF membawa Indonesia masuk 20 besar

negara produsen buah tingkat dunia melalui produk nenas pineapple juice

concentrated dan pineapple candy yang mampu bersaing di pasar global.

Data Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) ihwal luas

panen buah-buahan di Indonesia menunjukkan dari 23 buah lokal yang


3

dibudidayakan hanya ada lima jenis yang mengalami pertumbuhan luas panen dari

periode 2014-2015. Buah-buah itu adalah alpukat, durian, rambutan, apel, dan

manggis. Buah yang disebut terakhir ini pertumbuhan luas panennya paling tinggi,

mencapai 47 persen dari 15.600 hektar menjadi 22.377 hektar. Kenaikan ini

ditengarai sebagai dampak tingginya penetrasi manggis di Australia dan Selandia

Baru beberapa tahun terakhir. Sementara itu, buah jeruk besar mengalami

penurunan luas panen paling tajam. Penurunannya 39 persen, dari 5.600 hektar

menjadi 3.400 hektar. Nasib serupa juga dialami anggur: turun 28 persen dari 219

hektar hanya jadi 157 hektar. Selebihnya ada buah salak, nanas, belimbing, dan

lainnya.

Penurunan luas panen terhadap tanaman buah-buahan mengindikasikan

beberapa faktor yang mempengaruhi, yakni iklim, tenaga kerja, dan harga jual

komoditas yang dihasilkan petani. Tiga tahun lalu, BPS pernah merilis soal

penurunan pekerja sektor pertanian lintas bidang. Pada 2013, tercatat hanya ada

26,14 juta rumah tangga (RT) petani, turun sebanyak 5,10 juta rumah tangga atau

16,32 persen dibandingkan 2003. Data menunjukkan impor buah yang masuk ke

Indonesia trennya naik terus meski pemerintah sudah berupaya membendung

dengan restriksi perdagangan dengan sistem Rekomendasi Impor Produk

Hortikultura (RIPH) atau buka tutup kran impor buah sejak 2013. Sayangnya

kebijakan ini mendapat perlawanan di WTO dari negara-negara produsen buah

dan hortikultura yang merasa dirugikan.

BPS mencatat impor buah pada 2010 masih $685 juta, kemudian pada

2014 mencapai $804 juta atau naik 17 persen. Ini karena volumenya juga

mengalami kenaikan sekitar 3 persen dari 692.000 ton jadi 711.000 ton.

Sementara itu, ekspor buah hanya mencapai $210 juta pada 2014 alias mengalami
4

defisit perdagangan di sektor buah-buahan. Secara kinerja nilai dan volume,

ekspor buah cenderung fluktuatif, bahkan masih jauh dari capaian terbaik pada

2012 yang sempat mencapai $244 juta. Pasar ekspor buah Indonesia paling

dominan ke Singapura, Bangladesh, Pakistan dan lain-lain.

Nilai dan volume ekspor yang jauh lebih rendah dari impor ini menandakan

banyaknya pekerjaan rumah pemerintah, meski memang tak semua buah impor

yang masuk Indonesia bisa dihasilkan di dalam negeri. Faktanya, tak sedikit buah-

buah impor yang masuk justru sudah bisa dihasilkan di dalam negeri seperti

durian, apel, jeruk, buah naga, dan lain-lain.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penulis ingin

memberikan paparan mengenai faktor yang membuat tingginya impor buah di

Indonesia serta berusaha memberikan solusi berdasarkan beberapa artikel ilmiah

yang ada yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia saat ini.

1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi volume impor buah-

buahan di Indonesia

2. Bagaimana Pengaruh buah impor terhadap daya saing buah lokal

3. Bagaimana potensi buah local di Indonesia

4. Apa Solusi untuk membendung impor buah di Indonesia


5

1.3. Tujuan

1. Mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi volume impor buah-

buahan di Indonesia

2. Mengetahui Pengaruh buah impor terhadap daya saing buah lokal

3. Menganalisa potensi buah lokal di Indonesia

4. Memberikan solusi untuk membendung impor buah di Indonesia


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. Kajian Teoritis

A. Teori Perdagangan Internasional

a. Perdagangan Dunia

Konsep perdagangan dunia secara umum dibangun berdasarkan

pemikiran keunggulan komparatif dan daya saing yang berbeda antara

negara. Jika negara-negara berproduksi dan berdagang dengan

mengacu pada keunggulan komparatif dan persaingan, maka diyakini

akan meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya yang langka

sehingga tercapai tingkat kesejahteraan dunia yang lebih baik.

Keunggulan komparatif merupakan konsep yang telah berusia

250 tahun namun tidak tergoyahkan hingga saat ini. Teori konvensional

tentang perdagangan internasional telah memperlihatkan bahwa

perdagangan dunia yang bebas dapat meningkatkan kesejahteraan

negara-negara yang terlibat dalam perdagangan tersebut. Teori

perdagangan dunia mempunyai thesis dasar yang mengatakan bahwa

setiap negara mempunyai keunggulan komparatif absolut dan relatif

dalam menghasilkan suatu komoditas dibandingkan negara lain.

Berdasarkan keunggulan komparatif tersebut, maka suatu negara akan

mengekspor komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif yang

6
7

lebih tinggi dan mengimpor komoditas yang mempunyai keunggulan

komparatif yang lebih rendah. Perdagangan antar negara akan

membawa dunia pada penggunaan sumberdaya langka secara lebih

efisien dan setiap negara dapat melakukan perdagangan bebas yang

menguntungkan dengan melakukan spesialisasi produksi sesuai

dengan keunggulan komparatif yang dimilikinya. (Yusdja, 2015)

Prinsip sederhana ini merupakan dasar yang tidak tergoyahkan

dalam konsep perdagangan internasional (Samuelson dan Nordhaus,

1992), namun belum dapat menjelaskan banyak pertanyaan. Teori

perdagangan internasional kemudian berkembang lebih jauh seperti

teori keunggulan daya saing yang meletakan harga dunia sebagai

mercusuar lalulintas pertukaran barang-barang antar negara. Melalui

mercusuar ini dunia boleh berharap penggunaan sumberdaya dunia

akan lebih efisien dan menciptakan kesejahteraan masyarakat yang

lebih tinggi. Semua teori perdagangan memperlihatkan bahwa

perdagangan bebas membawa manfaat bagi negara yang berdagang

dan dunia.

Atas dasar itu, sebagian besar negaranegara dunia sepakat

melakukan liberalisasi perdagangan internasional dan mereka

bergabung dalam satu organisasi yang disebut WTO (World Trade

Organization) yang berdiri tahun 1995. Menjadi anggota WTO berarti

bersedia membuka pasar dalam negeri bagi produksi negara lain dan

menerima segala konsekuensi perdagangan bebas. Dalam 8 tahun


8

perkembangan WTO sejak diresmikan, tidak ada sebuah negara pun

yang bersedia begitu saja membuka keran impor. Bahkan negara maju

seperti Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS) yang merupakan

penggagas perdagangan bebas ternyata tidak berhati penuh membuka

keran impor dengan menggunakan sejuta dalih (Gilpin and Gilpin,

2000). Banyak negara anggota WTO mengadukan berbagai

penyimpangan dan ketidakjujuran serta ketidakadilan dalam

perdagangan dunia, namun WTO hampir selalu gagal membuat

penyelesaian atau bahkan mendapat kesulitan membawa masalah itu

ke dalam sidang anggota-anggota WTO (Buckinghann et al., 2001).

Dunia telah menyaksikan bagaimana negara berkembang

menjadi korban perdagangan itu sendiri. Negara maju enggan

membuka pasar dalam negeri, walaupun mereka sangat gencar

memaksa negara lain membuka kran impor. Sementara negara

berkembang sekalipun membentuk kekuataan massa bersama-sama

namun tidak mampu menuntut AS dan UE untuk mencabut kebijakan

subisidi produk pertanian. Perdagangan bebas tidak menjamin

distribusi pendapatan di antara negara dunia. Negara miskin semakin

miskin, negara kaya semakin kaya. Ada kesan yang kuat bahwa

kebodohan suatu negara menguntungkan bagi negara lain, karena

negara yang seperti itu tidak pernah menjadi pesaing atau ancaman

bagi negara yang kuat. Negara yang lemah akan terpaksa


9

menyerahkan sumberdaya produktif yang dikuasainya untuk

dieksploitasi oleh negara maju.

perseteruan antara kubu yang mendukung liberalisme pasar

dunia yang bergabung dalam World Economic Forum (WOF) dan pihak

yang menentang yang bergabung dalam World Social Forum (WSF)

yang semakin meruncing. WSF mendakwa bahwa liberalisme

perdagangan dengan azas persaingan, kapitalisme dan spesialisasi

merupakan biang kerusakan lingkungan, penjajahan ekonomi,

pengurasan negara maju terhadap negara lemah dan sebagainya.

Wibowo memprediksi bahwa pertarungan WOF dan WSF akan terus

mewarnai dunia abad ke 21. Rangkaian peristiwa tersebut telah

menjadi saksi sejarah yang memperlihatkan bahwa konsep keunggulan

komparatif dan daya saing gagal membuktikan keunggulan dirinya.

B. Sisi Gelap Teori Ricardo

Konsep perdagangan bebas pertama kali dirumuskan oleh Adam

Smith yang kemudian dikembangkan oleh David Ricardo tahun 1887

(Pressman, 1999). Masa itu adalah zaman negara-negara Eropa

melakukan penjajahan dan ahli-ahli ekonomi di dinegara tersebut sedang

berdebat sengit antara pro dan kontra tentang peran pemerintah dalam

perdagangan. Ricardo adalah salah seorang ekonom yang tidak

menyetujui kebijakan pemerintah dalam pembatasan perdagangan.

Menurut Ricardo alasan utama yang mendorong perdagangan

internasional adalah perbedaan keunggulan komparatif relatif antar


10

negara dalam menghasilkan suatu komoditas. Suatu negara akan

mengekspor komoditas yang dihasilkan lebih murah dan mengimpor

komoditas yang dihasilkan lebih mahal dalam penggunaan sumberdaya

(Lindert and Kindleberger, 1983). Perdagangan internasional semacam

itu akan mendorong peningkatan konsumsi dan keuntungan. Sebaliknya

kebijakan pembatasan perdagangan oleh pemerintah justru memberikan

kerugian yang lebih besar bagi masyarakat dalam negeri dibandingkan

manfaat yang diperoleh.

Katakanlah harga dunia yang terjadi adalah untuk satu unit apel

sama dengan satu unit jambu sehingga terbuka peluang bagi INA dan

THAI meningkatkan konsumsi sepanjang kurva kemungkinan konsumsi

(kkk) yakni AE dan BE dengan kemiringan satu. INA menghasilkan apel

pada titik A dan menghentikan sama sekali produksi jambu. Produksi

apel INA pada titik A sebanyak 50 unit, sedangkan kebutuhan konsumsi

sebanyak 20 unit, sehingga terjadi surplus apel sebanyak 30 unit. Sesuai

dengan kebutuhan THAI, INA mengekspor 20 unit apel ke negara itu

ditukar dengan impor jambu sebanyak 20 unit (karena rasio harga jambu

dan apel satu). INA telah memenuhi kebutuhan konsumsi apel dan jambu

dalam negeri, dan bahkan memiliki surplus apel sebanyak 10 unit.

Demikian juga dengan THAI yang lebih baik memproduksi jambu saja

pada titik B sehingga dapat mengekspor 20 unit jambu ditukar dengan

20 unit apel. Sehingga THAI melalui perdagangan telah memenuhi

konsumsi jambu dan apel dalam negeri bahkan mempunyai persediaan


11

jambu surplus 4 unit. INA dan THAI jelas menikmati keuntungan dari

perdagangan internasional.

Gambar 1 Kurva Keunggulan Komparatif Ricardo

Dari analisis Gambar 1 terlihat bahwa perdagangan antar negara


tidak otomatis menyebabkan kurva kkp bergeser ke kanan. Perdagangan
tidak menyebabkan keterbatasan sumberdaya dan teknologi yang
dihadapi suatu negara berubah secara otomatis dan tidak pula
menyebabkan produktivitas meningkat. Perdagangan hanya
mempengaruhi pergeseran alokasi sumberdaya ke arah penggunaan
yang lebih efisien sepanjang kurva kkp. Pertanyaan yang muncul adalah
apakah setiap negara memang harus melakukan spesialisasi dengan
mengorbankan komoditas lain yang juga berarti mengorbankan
kesempatan kerja dalam negeri?

C. Prinsip Dasar Kooperatif Dalam M3T

Pada dasarnya setiap negara akan menghadapi keterbatasan

wilayah, karena setiap negara mempunyai batas-batas geografis

yang diakui oleh dunia. Tidak ada satu negarapun yang

diperbolehkan dengan semena-mena menguasai wilayah negara


12

lain. Keterbatasan wilayah menyebabkan setiap negara

menggunakan sumberdaya yang dikuasai secara optimum bagi

meningkatkan kesejahteraan penduduk. Secara umum setiap

negara tidak memperdulikan apa yang dilakukan oleh negara lain.

Setiap negara cenderung memperkuat diri sendiri baik secara

ekonomi, politik maupun secara militer, karena anggapan bahwa

negara lain setiap saat bias menjadi ancaman.

Penduduk dari suatu negara tidak dapat dengan bebas

melakukan perpindahan dari satu negara ke negara lain, yang berarti

akumulasi keunggulan daya kerja yang dimiliki suatu negara hanya

dapat dikembangkan secara dominan di negaranya sendiri. Itu juga

berarti bahwa negara menghadapi keterbatasan daya kerja manusia.

Keadaan ini semua sebagai konsekuensi ajaran ilmu ekonomi yakni

persaingan. Persaingan menanamkan rasa permusuhan antara

negara. Persaingan adalah dasar dari pertarungan ekonomi global

yang mencekik leher (Henderson , 2002).

Keunggulan daya kerja manusia ditentukan oleh empat faktor

berikut: (1) kemampuan manusia memanfaatkan dan mengelola

alam mencakup kemampuan manusia dalam bekerja yang tidak

dapat digantikan oleh daya kerja yang lain (manusia), (2)

kemampuan mengelola penggunaan sumberdaya (manajemen), (3)

kemampuan menguasai modal, finansial, sumberdaya alam dan

sebagainya (modal) dan (4) kemampuan menciptakan teknologi


13

(teknologi). Keempat keunggulan dayakerja manusia tersebut

secara bersamasama akan menciptakan kombinasi alokasi

sumberdaya yang efisien, teknologi yang tepat, biaya yang murah

dan penggunaan tenaga kerja manusia secara produktif. Keempat

unsur ini disingkat menjadi M3T (Manusia, Modal, Manajemen dan

Teknologi).

Langkah pertama dasar pemikiran kerjasama M3T adalah

mengutamakan keunggulan daya kerja manusia dan bukan

mengutamakan sumberdaya alam. Bukankah keunggulan daya kerja

manusia yang menciptakan keunggulan sumberdaya alam? Seperti

terlihat dalam setiap unsur M3T peranan manusia sangat besar

dalam menciptakan keunggulan. Atas dasar itu kekurangan dan

kelebihan absolut suatu individu manusia, perusahaan atau suatu

negara ditentukan oleh M3T itu sendiri. Kemampuan M3T antar

negara akan sangat bervariasi. Suatu individu atau negara yang

mempunyai keunggulan M3T dalam memproduksi berbagai

komoditas tertentu dapat saja mempunyai kelemahan M3T dalam

memproduksi berbagai komoditas yang lain. Untuk menghasilkan

komoditas yang sama, mungkin suatu negara lemah dalam unsur

modal walaupun unggul dalam unsur manusia, manajemen dan

teknologi, sedangkan negara lain justru unggul dalam unsur modal

tetapi lemah dalam unsur manusia, manajemen dan teknologi.


14

Sulit menilai keunggulan M3T suatu individu karena sangat

spesifik namun selalu dan dapat dipastikan bahwa M3T setiap

individu dapat menghasilkan keunggulan produktivitas yang

berbeda. Dua individu mungkin mempunyai tingkat produktivitas

yang sama tetapi mempunyai perbedaan dalam keunggulan

produktivitas itu sendiri. Suatu negara mungkin mempunyai

produktivitas hasil pertanian yang rendah namun mempunyai

keunggulan produktivitas yang tinggi dalam hal bebas residu

pestisida dan sebagainya. Keunggulan M3T ditentukan oleh banyak

faktor yang tidak bisa diukur seperti pendidikan, pengalaman,

keahlian dan banyak hal lain sehingga tidak bisa diperbandingkan.

Namun perbedaan keunggulan produktivitas yang dihasilkan

merupakan asset yang dapat dijadikan sebagai komoditas

perdagangan dengan azas kerjasama. Kerjasama ini dapat

menggeser kkp sejauh mungkin ke kanan tanpa harus mengubah

keterbatasan negara yang ada. Ini berarti penemuan-penemuan

baru seperti yang diungkapkan Samuelson dan Nordhaus (1992) di

atas tidak harus diciptakan sendiri oleh negara tersebut tetapi dapat

melakukan pertukaran dengan negara lain. Langkah selanjutnya

adalah mengembangkan pengetahuan yang lebih maju

dibandingkan dari yang sudah ditemukan. Bukankah cara ini lebih

menguntungkan, hemat waktu dan biaya riset untuk tujuan yang

sama?
15

Jika INA dan THAI bekerjasama melalui pertukaran M3T,

maka keterbatasan M3T yang dihadapi suatu negara menjadi

terbuka dan kurva kkp dapat digeser ke kanan. Asumsi kerjasama

perdagangan dunia melalui pertukaran M3T adalah bahwa batas-

batas negara tidak menjadi hambatan bagi mobilitas M3T. Unsur

atau elemen M3T akan bergerak bebas antara satu negara dengan

negara lain. Setiap unsur M3T akan mencari posisi yang tepat sesuai

dengan keunggulan produktivitas yang dimilikinya dan memberikan

dampak pada pergeseran kkp tiap negara ke kanan. Pergeseran ke

kanan akan mencapai lokasi terjauh pada batas sumberdaya dunia.

Sekarang tersedia peluang bagi setiap negara dan dunia untuk

mengalokasikan kembali penggunaan lahan berdasarkan kombinasi

M3T dari kedua negara untuk mendapatkan peningkatan produksi

yang lebih tinggi, tanpa tambahan biaya, hemat teknologi dan

sebagainya.

Gambar 2 KKP dengan M3T keunggulan Kooperatif


16

Jika INA dan THAI bekerjasama melalui pertukaran M3T, maka


keterbatasan M3T yang dihadapi suatu negara menjadi terbuka dan kurva
kkp dapat digeser ke kanan. Asumsi kerjasama perdagangan dunia melalui
pertukaran M3T adalah bahwa batas-batas negara tidak menjadi hambatan
bagi mobilitas M3T. Unsur atau elemen M3T akan bergerak bebas antara
satu negara dengan negara lain. Setiap unsur M3T akan mencari posisi
yang tepat sesuai dengan keunggulan produktivitas yang dimilikinya dan
memberikan dampak pada pergeseran kkp tiap negara ke kanan.
Pergeseran ke kanan akan mencapai lokasi terjauh pada batas
sumberdaya dunia. Sebagaimana terlihat pada Gambar 2, pada tingkat
dunia dapat dibentuk kkp dunia yang merupakan penjumlahan kkp INA dan
kkp THAI. Sekarang tersedia peluang bagi setiap negara dan dunia untuk
mengalokasikan kembali penggunaan lahan berdasarkan kombinasi M3T
dari kedua negara untuk mendapatkan peningkatan produksi yang lebih
tinggi, tanpa tambahan biaya, hemat teknologi dan sebagainya.
Pada tingkat dunia Gambar 2c, grafik kedua negara digabung dalam
satu diagram sehingga diperoleh daerah segitiga hitam CDE yang
merupakan perpotongan segitiga AEG dan BCH. Daerah segitiga hitam
CDE merupakan tempat kedudukan titik-titik kemungkinan produksi tingkat
dunia yang menguntungkan kedua negara sekaligus menguntungkan dunia
dengan sempurna. Titik D merupakan batas produksi dunia minimal supaya
kedua negara tidak dirugikan dalam kerjasama pertukaran M3T. Titik D
adalah titik istimewa, yang memperlihatkan bahwa pada tingkat produksi
beras dan jagung total kedua negara yang sama antara sebelum dan
sesudah kerjasama, namun berada diluar jangkauan kkp ke dua negara.
Hal ini membuktikan bahwa efisiensi yang ditegakkan setiap negara yakni
alokasi pada titik A oleh INA dan titik B oleh THAI terbukti tidak efisien
pada tingkat dunia. Titik D disebut sebagai titik keunggulan kooperatif.
Sumber ketidakefisienan itu adalah bahwa setiap negara bekerja dengan
batas-batas yang ada pada negaranya sendiri sehingga alokasi
17

sumberdaya sangat terbatas. Jika kedua negara bekerjasama, maka aloksi


sumberdaya menjadi lebih luas dan efisiensi yang lebih tinggi dapat dicapai.
Bergerak ke kanan dari titik D dalam daerah hitam akan memberikan
keuntungan tambahan bagi kedua negara. Keputusan produksi terbaik
pada tingkat dunia adalah pada titik-titik sepanjang kurva kkp CE. Titik
manakah sepanjang CE yang dipilih supaya adil bagi kedua negara?
Jawaban pertanyaan ini sangat tergantung pada kedua negara, bahkan jika
kedua negara menginginkan, pilihan produksi dapat dilakukan pada
sembarang titik sepanjang kurva kkp dunia. Dalam kasus contoh ini, dengan
argumen yang sudah dibahas di atas, maka salah satu pilihan yang dapat
yang disarankan adalah pada pertengahan CE yakni titik I yang dapat
diperoleh melalui garis PA yang melintas titik potong kurva kkp dan titik D.
Titik I adalah keputusan terbaik dan optimum pada kedua negara dan
sekaligus dunia. Titik I jelas memperlhatkan bahwa produksi beras dan
jagung meningkat menjadi lebih besar dari kebutuhan dan posisinya lebih
jauh dari titik D. Produksi dunia mengalami surplus produksi yang
merupakan sumbangan bagi peningkatan kesejahteraan dunia. Semakin
besar kelebihan produksi pada titik I semakin bermanfaat kerjasama
tersebut.
Apakah negara INA dan THAI memperoleh keuntungan? Jawabnya
jelas ya, karena pada titik I produksi melampaui produksi pada titk A dan B.
Pada titik I kedua negara telah melakukan kesepakatan perdagangan
dengan menetapkan bahwa kebutuhan kedua negara dapat dipenuhi tidak
soal siapa pun yang menghasilkan kedua komoditas itu. INA dan THAI
sama-sama memperoleh keuntungan dari kerjasama tanpa merubah
kemampuan yang ada. Kerjasama akan memberikan keuntungan yang
lebih besar jika kedua negara meningkatkan M3T yang mereka miliki
sehingga kkp bergeser lebih jauh ke kanan. (Yusdja, 2015)
18

D. Teori Impor

a. Pengertian Impor

Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah


pabean. Transaksi impor adalah perdagangan dengan cara memasukkan
barang dari luar negeri ke dalam daerah pabean Indonesia dengan
mematuhi ketentuan peraturan perudang-undangan yang berlaku
(Tandjung, 2011: 379). Menurut Susilo (2008: 101) impor bisa diartikan
sebagai kegiatan memasukkan barang dari suatu negara (luar negeri) ke
dalam wilayah pabean negara lain. Pengertian ini memiliki arti bahwa
kegiatan impor berarti melibatkan dua negara. Dalam hal ini bisa diwakili
oleh kepentingan dua perusahaan antar dua negara tersebut, yang berbeda
dan pastinya juga peraturan serta bertindak sebagai supplier dan satunya
bertindak sebagai negara penerima.Impor adalah membeli barang-barang
dari luar negeri sesuai dengan ketentuan pemerintah yang dibayar dengan
menggunakan valuta asing (Purnamawati, 2013: 13). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa impor yaitu kegiatan perdagangan internasional dengan
cara memasukkan barang ke wilayah pabean Indonesia yang dilakukan
oleh perorangan atau perusahaan yang bergerak dibidang ekspor impor
dengan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
yang dikenakan bea masuk. (Sinambela, 2015)

b. Faktor yang Mempengaruhi Impor

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga buah lokal adalah


jumlah buah impor, dan kurs rupiah terhadap dollar. Buah yang diteliti
adalah jeruk sebagai perwakilan dari ketiga buah yang telah
ditentukan yaitu jeruk, jambu, dan mangga. Secara parsial, buah jeruk
tersebut berpengaruh secara nyata terhadap daya saing buah lokal di
daerah penelitian. Secara serempak, buah jeruk juga berpengaruh
secara nyata terhadap daya saing buah lokal. (Sinambela, 2013)
19

Faktor internal yang mempengaruhi daya saing buah lokal


adalah modal, kualitas buah, tampilan (packing) buah, ketersediaan,
dan sifat buah yang musiman. Sedangkan faktor eksternal adalah
penggunaan pengawet, supermarket di sekitar pasar tradisional yang
identik dengan buah impor, permintaan (minat) konsumen, penawaran
dari agen, hari raya besar/akhir pekan, dan harga buah.
Secara keseluruhan faktor-faktor yang memengaruhi
permintaan impor buah-buahan ke Indonesia adalah harga buah
impor, indeks produksi industri, lag impor, nilai tukar Rupiah
terhadap Dollar Amerika dan pasokan. Variabel jarak ekonomi
tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan impor buah dan sayur
di Indonesia, hal ini menunjukkan harga pokok produksi barang
tersebut sangatlah murah di negara eksportir sehingga walaupun jarak
antara Indonesia dengan negara eksportir sangat jauh permintaan
impor ke Indonesia tetap ada atau bisa juga disebabkan komoditas
yang diekspor ke Indonesia bersifat unik, contohnya buah pear yang
tidak diproduksi di Indonesia. (Kurniawan, 2014)
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan impor
sayuran Indonesia secara keseluruhan adalah harga sayuran impor,
indeks produksi industri, Dollar Amerika dan lag impor (Kurniawan,
2014).

c. Manfaat Impor
Ekpor dan impor memang menjadi aktifitas kegiatan dagang
secara internasional. Berikut merupakan manfaat dari melakukan
impor.
20

1. Mendapatkan barang yang belum di produksi di dalam


negeri
2. Mendapatkan kualitas serta produk yang di butuhkan
3. Menjaga kerja sama antar negara dalam hal perdagangan
4. Meningkatkan produk dan barang di pasar domestik
5. Menekan monopoli oleh produk tertentu.

d. Dampak Buruk Melakukan Impor

Mengikuti perkembangan ekspor dan impor ternyata juga


mendatangkan beberapa kerugian. Berikut ini adalah beberapa
dampak buruk atau kerugian dari proses ekspor dan impor.
1. Menurunkan Pasar Domestik
Hal ini sering kita dengar dari beberapa persaingan produk dalam
negeri dengan produk impor. Misalnya beredarnya berbagai jenis
produk impor seperti buah, sayur, bumbu masakan dan berbagai
produk lain dengan harga yang ditawarkan lebih rendah dari produk
dalam negeri. Cara ini akan merugikan produsen dalam negeri. Untuk
mengurangi dampak ini maka sebaiknya negara membuat regulasi
khusus untuk mengatur persaingan produk impor.
2. Meningkatkan Ketergantungan Produk Tertentu
Seharusnya negara yang melakukan impor sebuah produk juga
harus mencari solusi untuk mengatasi kekurangan sebuah produk
tertentu. Melakukan impor terhadap produk yang dibutuhkan dalam
jumlah besar hanya akan membuat negara semakin tergantung kepada
negara lain. Sementara negara yang melakukan suplai produk akan
mempermainkan harga produk dalam negeri.
3. Merugikan Produsen Dalam Negeri
Melakukan impor berbagai jenis produk yang banyak dibuat oleh
produsen dalam negeri juga akan mematikan bisnis secara lambat.
Perbedaan berbagai jenis aturan untuk menentukan harga akan
menjadi ancaman serius untuk produsen dalam negeri. Hal inilah yang
21

membuat ekpor dan impor terkadang merugikan bagi penduduk negara


berkembang.(Sukadana, 2012)

Kesadaran masyarakat untuk mengetahui tentang manfaat ekspor


dan impor bisa meningkatkan cara pandang dalam memilih produk.
Langkah ini sangat penting untuk mengetahui keunggulan produk
dalam negeri dan luar negeri. Selain itu kebudayaan juga berpengaruh
penting untuk menentukan sikap terhadap kegiatan ekspor dan impor.

E. Potensi Buah Lokal

Hortikultura Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. Namun


selama ini potensi tersebut belum tergali karena pemerintah dari pusat
hingga daerah masih terfokus pada tanaman pangan. Padahal
keduanya sama-sama bisa diandalkan untuk mendukung ketahanan
pangan. Meskipun memiliki potensi tak kalah besar, subsektor
hortikultura masih merasa dianaktirikan oleh pemerintah. Para pelaku
menilai pemerintah terlalu fokus menggenjot pembangunan subsektor
tanaman pangan dan kurang memperhatikan subsektor hortikultura
terutama buah-buahan tropis.
Meskipun Indonesia saat ini tengah dikepung buah-buahan impor,
namun ada keyakinan bahwa Indonesia memiliki potensi sebagai
eksportir buah tropis terbesar di dunia. Salah satu cara agar jadi
eksportir buah tropis di dunia adalah dengan mengembangkan buah
tropis seperti durian, manggis dan pisang di dalam negeri.
Dari sejumlah buah-buahan mentah yang diekspor mulai dari jambu,
salak, rambutan, nanas, durian, manggis, melon, mangga, jeruk hingga
semangka, ada tiga buah-buahan yang menjadi primadona ekspor
Indonesia. Buah tersebut adalah manggis, salak, dan mangga.
Meskipun buah-buahan tersebut menjadi primadona ekspor,
pemerintah tetap mendorong buah lokal lainnya mampu menjadi
komoditas ekspor atau memasuki pasar internasional dikarenakan
buah-buahan asal dalam negeri tersebut kualitasnya tidak kalah
22

dengan buah impor. Selain itu potensi untuk ekspor produk buah-
buahan sangat terbuka lebar, saat ini Indonesia baru mampu
mengekspor beberapa jenis buah lokal saja.
Selama ini yang menjadi kendala bagi produksi buah di dalam negeri
adalah volume produksi yang tidak stabil. Jika dalam musim panen,
produksi buah akan meningkat. Tetapi kalau di luar musim panen,
produksinya akan turun. Selain itu, harganya akan anjlok saat panen
dan melonjak saat di luar musim.
Sebagai contoh, harga pasar mangga bisa merosot Rp 2.000 sampai
Rp 3.000 per kilogram. Salah satu cara untuk menyiasatinya dengan
memaksimalkan produksi mangga di luar musim dengan teknologi
tertentu, yakni pembungaan awal, ujar Nur. Teknologi pembungaan
awal dilakukan dengan pemakaian bertahap zat pengatur tumbuh
(ZPT). Untuk buah mangga, pohon yang tidak terawat hanya dapat
menghasilkan 20 kg buah per pohon. Padahal, rata-rata pohon mangga
bisa menghasilkan 40 kg buah per pohon. Produksi buah mangga di
Indonesia setiap tahun cenderung merosot.

Gambar 3 Ekspor Buah 2012 -2016

Produk hortikultura Indonesia sebenarnya memiliki potensi


ekspor yang besar. Sebab beragam produk buah, seperti manggis, dan
sayuran Indonesia diminati pembeli di luar negeri. Sayangnya, produksi
23

buah Indonesia minim. Sekitar 90% produksi dikonsumsi domestik,


sementara yang bisa diekspor hanya 10% dari total produksi.

Karena produksi yang minim itu pula, belakangan ini produk


hortikultura luar negeri semakin gencar masuk ke Indonesia. Dapat dilihat, dari
pasar modern hingga pasar tradisional banyak produk buah dan sayur impor.
Jika hal itu terus dibiarkan, dikhawatirkan Indonesia justru terus kebanjiran
produk hortikultura impor. (PEN/MJL/47/VII/2017 & WARTA, 2017)

Daya saing untuk produk buah tropis cenderung meningkat di Eropa


belakangan ini, sehingga promosi dan upaya pengembangan produk yang
berkualitas tinggi menjadi prioritas dalam perdagangan buah di Eropa Dalam
sepuluh tahun terakhir, keaneka ragaman buah di Eropa meningkat dengan
banyaknya impor buah tropis. Buah tropis menjadi saingan buah lokal dan
bahkan melengkapi keanekaragaman buah di Eropa.

Beberapa hambatan perdagangan buah tropis di Eropa antara lain;


belum dapat menjaga food safety, karena tidak segar dan lama sampai ke
pasar Eropa; packaging dan labelling belum memadai; masih terdapat
kecenderungan beberapa proses produksi menggunakan pestisida; harga
cukup tinggi di Eropa karena tarif bea masuk dan tingginya biaya transportasi
dari negara asal.

Harga buah tropis di pasar Eropa sangat bervariasi, umumnya dijual


dengan harga wholesale dalam kuantitas kecil dan boks kecil. Pengiriman
buah tropis umumnya dengan pesawat udara, sehingga harga per unit pasti
tinggi. Seperti Pitahaya € 3-6 perbuah, Passion fruit € 0.60 – 0.70 perbuah,
Lychees € 11-13 perbuah, Carambola € 1.50-2.50 perbuah, kemuadian Fresh
jackfruit, cashew apple dan tamarin tidak umum di Eropa, beberapa pasar
menjual dengan special order.

Strategi dalam memasarkan buah tropis ke pasar Eropa adalah;


memilih buah tropis yang diinginkan pasar Eropa, antara lain manggis,
mangga, salak, nangka, nanas, markisa, jambu; menjaga kualitas buah segar
dan kebugarannya; memelihara Food Safety dan Phytosanitary; dan
mempercepat jalur transportasi sampai ke pasar Eropa dengan
24

mengembangkan transportasi udara secara langsung seperti Vietnam dan


Thailand. Disamping menerapkan strategi tersebut, untuk lebih
memaksimalkan pengenalan buah tropis bagi negara-negara pemasok,
terdapat beberapa pameran dagang di Eropa untuk produk makanan dan hasil
pertanian seperti Anuga Expo di Koln, SIAL Paris, HORECAVA Expo di
Amsterdam dan HORECAVA Expo di Gent.

F. Solusi Mengatasi Impor

Guna mengatasi tingginya laju pertumbuhan impor sepanjang


tahun ini, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan.
Kebijakan yang dimaksud di antaranya mengendalikan 1.147
komoditas impor barang konsumsi melalui tarif PPh Impor, program
B20 dalam rangka mengurangi impor solar, serta mengkaji ulang
proyek infrastruktur yang selama ini memiliki kandungan impor tinggi.
Meski sudah ada kebijakan itu, nyatanya neraca perdagangan pada
Agustus 2018 masih defisit. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat,
neraca perdagangan bulan Agustus defisit 1,02 miliar dollar AS, di
mana sektor migas paling banyak menyumbang defisit karena impornya
lebih tinggi dari ekspor. Lantas, kapan jurus-jurus dari pemerintah
tersebut mulai terasa untuk mengurangi laju pertumbuhan impor?
Berikut merupakan beberapa usulan untuk mengatasi impor buah-
buahan di Indonesia.
Dalam rangka membendung maraknya buah dan sayuran impor
masuk ke Indonesia pemerintah saat ini telah mengeluarkan 3
permentan. Tiga permentan itu adalah
1. Permentan Nomor 88/2011 tentang pengawasan
keamanan pangan terhadap pemasukan dan pengeluaran
pangan segar asal tumbuhan (PSAT),
2. Permentan Nomor 89/2011 tentang persyaratan teknis dan
tindakan karantina tumbuhan untuk pemasukan buah-
buahan dan atau sayuran segar ke dalam wilayah Negara
Republik Indonesia dan Permentan Nomor 90/2011
25

tentang persyaratan tindakan karantina tumbuhan untuk


pemasukan hasil tumbuhan hidup berupa sayuran umbi
lapis segar ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
Aturan baru itu juga menciutkan tempat pemasukan buah dan
sayuran segar, dari 8 lokasi menjadi 4 lokasi, yakni Pelabuhan Tanjung
Perak Surabaya, Pelabuhan Makasar, Pelabuhan Belawan Medan, dan
Bandara Soekarno-Hatta Tangerang. (Kurniawan, 2014)
Aturan baru itu diterbitkan untuk melindungi masyarakat dari
gempuran produk impor yang tidak sehat, akan tetapi hal ini tidak akan
mampu membendung buah-buahan dan sayuran impor masuk ke
Indonesia tanpa penyediaan produk buah dan sayuran lokal yang
mampu mensubstitusi buah dan sayuran impor. Pemerintah
seharusnya menugaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang
perkebunan dan pertanian untuk memproduksi buah dan sayuran lokal
dengan kualitas yang baik dan kuantitas yang cukup, paling tidak untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pemerintah dengan cara ini akan
lebih mudah mengendalikan pasar buah dan sayuran di Indonesia dan
dengan dibarengi perbaikan infrastruktur dalam negeri sebagai
pendukungya.
Untuk mendukung produksi buah lokal yang berdaya saing tinggi,
pemerintah harus mendorong dan menfasilitasi para ilmuwan dan dinas
terkait untuk menciptakan bibit buah-buahan dan sayuran varietas
unggul. Dengan adanya varietas unggul diharapkan mampu
menghasilkan produk buah dan sayuran yang berkualitas baik, sehat
dan produksinya tinggi, sehingga mampu mensubstitusi buah-buahan
dan sayuran impor. Guna mendorong pengembangan buah-buahan
dan sayuran lokal, petani juga perlu didukung teknologi, manajemen,
dan akses pemasaran. Dukungan pembiayaan dengan suku bunga
murah juga sangat diperlukan. Produktivitas harus ditingkatkan dengan
menekan biaya logistik dan biaya produksi.
26

Para petani atau produsen buah-buahan dan sayuran dalam


negeri hendaknya bisa menerapkan tehnologi pertanian yang mutakhir.
Dengan penerapan tehnologi pertanian diharapkan petani mampu
menghasilkan produk buah dan sayuran bermutu tinggi. Dengan
penerapan tehnologi pertanian diharapkan petani juga mampu
memproduksi buah dan sayuran diluar musim sehingga dapat
memenuhi permintaan pasar setiap saat.
Seperti bahasan sebelumnya, harusnya pemerintah juga
melakukan prinsip dasar Keunggulan Kooperatif M3T yang menurut
saya sangat bagus dalam mendongkrak produktivitas buah di Indonesia
jika dengan benar di lakukan. Transfer yang dilakukan harus lebih
difokuskan pada pengembangan SDM petani dan penguasaan
Teknologi dan Informasi. Mentalitas SDM petani harus dirubah dari
subsisten menjadi produsen dan eksportir buah yang nantinya akan
meningkatkan devisa Negara.
Dari segi konsumen seharusnya lebih mencintai produk dalam
negeri dan meningkatkan branding dari buah buahan local. Seperti
halnya yang dilakukan kementrian perikanan yang melakukan branding
dan membuat iklan layanan masyarakat tentang pentingnya makan
ikan telah mampu meningkatkan konsumsi Ikan di Indonesia. Hals yang
sama juga harusnya dilakukan Kementrian Pertanian agar para
konsumen mau dan membeli buah lokal sebagai pemenuh kebutuhan
seratnya sehari – hari.
Untuk meningkatkan kompetensi petani buah, mungkin bisa
diadakan Kegiatan pameran UKM dimana petani saling berkompetisi
untuk menjadi yang terbaik dan memiliki efektifitas dan efisiensi yang
paling tinggi diantara petani lainnya. Mungkin bisa melakukan
kerjasama dengan Perusahaan atau dinas yang lainnya hal ini
bertujuan juga untuk melakukan sosialisasi dan meningkatkan minat
para pemuda lain untuk bias menjadi Petani buah yang sukses dan
berhasil.
BAB III

PENUTUP

3. Kesimpulan

Dunia telah menyaksikan bagaimana negara berkembang menjadi

korban perdagangan itu sendiri. Negara maju enggan membuka pasar

dalam negeri, walaupun mereka sangat gencar memaksa negara lain

membuka kran impor. Sementara negara berkembang sekalipun

membentuk kekuataan massa bersama-sama namun tidak mampu

menuntut AS dan UE untuk mencabut kebijakan subisidi produk

pertanian.

Pemerintah tidak bisa terus-menerus melindungi petani dengan

menggunakan barrier dan restriksi untuk melakukan proteksi produk

dalam negeri termasuk dalam hal ini buah-buahan. Pemerintah sudah

harus berpikir jangka Panjang kedepan. Salah satu saran yaitu dengan

menggunakan teori keunggulan Kooperatif dengan negara tetangga

yang memiliki produktivitas yang bagus dan manajemen yang patut

ditiru. Sehingga nantinya para petani di Indonesia bias terbekali dengan

baik ketika barrier tak mampu lagi menjaga mereka di era Liberalisme

dan Kapitalisme saat ini.

Branding untuk konsumsi buah lokal harus sering digalakan oleh

pemerintah baik melalu kerjasama dengan pihak swasta atau iklan

layanan masyarakat agar prespektif masyarakat terhadap buah lokal

menjadi baik dan diharapkan nantinya dapat meningkatkan konsumsi

27
28

buah lokal dan melindungi petani buah lokal dari gempuran produk buah

impor yang sebenarnya mampu diproduksi di dalam negeri.

Secara keseluruhan faktor-faktor yang memengaruhi permintaan


impor buah-buahan ke Indonesia adalah harga buah impor, indeks
produksi industri, lag impor, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar
Amerika dan pasokan
Produk hortikultura Indonesia sebenarnya memiliki potensi
ekspor yang besar. Sebab beragam produk buah, seperti manggis, dan
sayuran Indonesia diminati pembeli di luar negeri. Sayangnya, produksi
buah Indonesia minim. Sekitar 90% produksi dikonsumsi domestik,
sementara yang bisa diekspor hanya 10% dari total produksi.

Dalam rangka membendung maraknya buah dan sayuran impor


masuk ke Indonesia pemerintah saat ini telah mengeluarkan 3
permentan. Tiga permentan itu adalah
1. Permentan Nomor 88/2011 tentang pengawasan
keamanan pangan terhadap pemasukan dan pengeluaran
pangan segar asal tumbuhan (PSAT),
2. Permentan Nomor 89/2011 tentang persyaratan teknis dan
tindakan karantina tumbuhan untuk pemasukan buah-
buahan dan atau sayuran segar ke dalam wilayah Negara
Republik Indonesia dan
3. Permentan Nomor 90/2011 tentang persyaratan tindakan
karantina tumbuhan untuk pemasukan hasil tumbuhan
hidup berupa sayuran umbi lapis segar ke dalam wilayah
Negara Republik Indonesia.
Aturan baru itu juga menciutkan tempat pemasukan buah dan
sayuran segar, dari 8 lokasi menjadi 4 lokasi, yakni Pelabuhan Tanjung
Perak Surabaya, Pelabuhan Makasar, Pelabuhan Belawan Medan, dan
Bandara Soekarno-Hatta Tangerang.
29
DAFTAR PUSTAKA

Gumiwang, R. (2018, September 25). Lonjakan Buah Impor Di Antara Tekanan WTO Dan

Amerika - Tirto.ID. Tirto.id. Retrieved November 11, 2019, from

https://tirto.id/lonjakan-buah-impor-di-antara-tekanan-wto-dan-amerika-c134

Kurniawan, E. (2014). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERMINTAAN

IMPOR BUAH DAN SAYUR DI INDONESIA. Bogor Agricultural University.

PEN/MJL/47/VII/2017, D., & WARTA. (2017). Potensi Ekspor Buah Tropis Indonesia. In

The Ministry of Trade of The Republic of Indonesia Directorate General of

National Export Development.

Sinambela, M. (2015). Pengaruh buah impor terhadap daya saing buah lokal. Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara ABSTRAK, (1).

Suhendra. (2016a, November 21). Buah Impor Merajalela, Pasokan Buah Lokal

Mengkeret - Tirto.ID. Tirto.id. Retrieved November 11, 2019, from

https://tirto.id/buah-impor-merajalela-pasokan-buah-lokal-mengkeret-b5lU

Sukadana, I. W. (2012). Pecundang dari Perdagangan Internasional  : Studi Kasus

impor 28 Jenis Buah Musiman di Indonesia The Looser from International

Trade  : Case Study on Import of 28 Seasonal Fruit in Indonesian.

Yusdja, Y. (2015). Tinjauan teori perdagangan internasional dan keunggulan

kooperatif. 22(2), 126–141.

30

Anda mungkin juga menyukai