Dosen Pengajar:
Dr. Doni Sahat Tua Manalu S.E.,M.Si
Kelompok 6
2
1.2 Tujuan
3
BAB II
HASIL PEMBAHASAN
2.1 Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg)
Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang
penting baik untuk lingkup Indonesia sebagai sumber devisa non migas maupun bagi
internasional. Tanaman karet (Hevea brasilensis) berasal dari negara Brazil. Tanaman karet
pertama kali diperkenalkan di Indonesia tahun 1864 pada masa penjajahan Belanda, yaitu di
Kebun Raya Bogor sebagai tanaman koleksi. Selanjutnya dilakukan pengembangan karet ke
beberapa daerah sebagai tanaman perkebunan komersil. Memerlukan waktu tujuh tahun untuk
sebatang pohon karet mencapai usia produksinya. Setelah itu, pohon karet tersebut dapat
berproduksi sampai berumur 25 tahun.
Karet merupakan produk dari proses penggumpalan getah batang tanaman karet (lateks).
Produk dari penggumpalan lateks selanjutnya diolah untuk menghasilkan lembaran karet
(sheet), bongkahan (kotak), atau karet remah (crumb rubber) yang merupakan bahan baku
industri karet. Ekspor karet dari Indonesia dalam berbagai bentuk, yaitu dalam bentuk bahan
baku industri (sheet, crumb rubber, SIR) dan produk turunannya seperti ban, komponen, dan
sebagainya.
2.2 Ketersediaan komoditas karet di Indonesia
Karet alam merupakan komoditas unggulan perkebunan kedua terbesar Indonesia setelah
Kelapa Sawit. Pada 2019, total ekspor karet alam tercatat sebanyak 2,2 juta ton (Badan Pusat
Statistik, 2019). Indonesia merupakan salah satu negara dengan total produktivitas karet
terbesar di dunia. Namun, produktivitas Thailand lebih besar dibanding Indonesia.
Berdasarkan sumber Food and Agriculture Organization (2019) Thailand menempati posisi
pertama dengan rata-rata produksi sebesar 4,83 juta ton. Indonesia berada di posisi kedua
dengan rata-rata sebesar 3,44 juta ton. Diikuti Vietnam, India, China, Pantai Gading, Malaysia,
Filipina, dan Guatemala.
Sebagai produsen karet terbesar kedua di dunia, jumlah supply karet Indonesia penting
untuk pasar global. Kebanyakan hasil produksi karet Indonesia diperkirakan 80% diproduksi
oleh para petani kecil. Oleh karena itu, perkebunan Pemerintah dan swasta memiliki peran
yang kecil dalam industri karet domestik. Produksi karet terbesar di Indonesia berasal dari
4
provinsi-provinsi berikut: (1) Sumatra Selatan; (2) Sumatra Utara; (3) Riau; (4) Jambi; (5)
Kalimantan Barat. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, luas tanah perkebunan karet
nasional pada akhir 2019 diperkirakan mencapai 3,68 juta ha. Diantaranya 85% merupakan
perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan besar negara serta 8% perkebunan
besar milik swasta.
2.3 Peluang Ekspor Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) di Indonesia
Perkembangan produksi karet Indonesia berfluktuatif dari tahun 2016-2020.
Perkebunan Rakyat memproduksi lebih besar dibandingkan Perkebunan Besar Negara dan
Perkebunan Besar Swasta sejalan dengan fakta bahwa luas areal Perkebunan Rakyat lebih
mendominasi. Meskipun luas Areal perkebunan karet Indonesia meningkat, namun
perkembangan produksi karet periode 2016-2020 berfluktuatif. Berdasarkan data yang
didapatkan dari Direktorat Jenderal Perkebunan, tahun 2017 mencapai produksi paling tinggi
yakni sebesar 3,68 juta ton. Sedangkan pada tahun 2020 mencapai produksi paling rendah
yakni sebesar 2,88 juta ton.
Sekitar 85% dari produksi karet Indonesia di ekspor. Konsumsi karet domestik
kebanyakan diserap oleh industri manufaktur Indonesia (terutama sektor otomotif). Indonesia
memiliki posisi yang cukup strategis pada komoditas karet. Karet diharapkan menjadi salah
satu penggerak kebangkitan ekonomi melalui peningkatan produksi yang akan meningkatkan
ekspor karet. Dengan komoditas karet alam yang demikian luar biasa hasilnya, sudah pasti
Indonesia memiliki industri karet yang mumpuni
Perkembangan volume ekspor karet Indonesia berfluktuatif dari tahun 2016 hingga
tahun 2020. Tahun 2017 mencapai volume ekspor karet tertinggi yakni sebesar 2,99 juta ton.
Tingginya volume ekpor dikarenakan membaiknya harga karet dunia yang mencapai 2
US$/kg. Tidak hanya volume ekspor, pertumbuhan tertinggi juga terjadi di tahun 2017 yaitu
mencapai 16,02% dari tahun 2016 sebesar 2,59 juta ton dan menjadi 2,99 juta ton di tahun
2017. Adapun pada tahun 2020 volume ekspor menurun paling rendah yakni hanya sebesar
2,20 juta ton. Pada tahun 2019 harga karet bergerak turun. Menyikapi harga karet yang tak
kunjung membaik, Indonesia, Thailand, dan Malaysia selaku negara pengekspor karet dunia
memberlakukan kebijakan pengurangan ekspor karet alam melalui skema Agreed Export
Tonnage (AETS). Sehingga pada tahun 2019 dan tahun 2020 berkurang volume ekspor karet
Indonesia menjadi 2,50 juta ton di tahun 2019, dan 2,20 juta ton di tahun 2020.
5
Kondisi perdagangan karet alam semakin tahun semakin mengalami perbaikan. Hal ini
sejalan dengan makin meningkatnya bidang perindustrian, baik di lingkup lokal maupun
internasional. Peningkatan ini khususnya terjadi pada bidang otomotif. Makin berkembangnya
ekonomi menyebabkan adanya pengembangan konsumsi terhadap berbagai barang otomotif
yang berdampak pada meningkatnya permintaan terhadap karet alam. Industri yang makin
marak berkembang khususnya adalah industri ban (Basri & Munandar, 2010, hlm. 58). Kondisi
tersebut menyebabkan makin meningkat juga permintaan terhadap karet alam sebagai bahan
baku pembuatan ban. Harga minyak dunia yang terus merangkak naik juga berpengaruh
terhadap peningkatan permintaan terhadap karet alam karena peningkatan ini menyebabkan
naiknya biaya produksi karet sintetis sebagai substitusi karet alam. Perkembangan tersebut
tentu saja membawa pengaruh positif bagi Indonesia sebagai salah satu eksportir terbesar karet
alam.
Potensi Indonesia sebagai produsen karet yang memiliki areal terluas di dunia sangat
besar untuk meningkatkan produksinya. Peningkatan konsumsi dunia terhadap karet alam ini
memberikan peluang yang sangat besar bagi Indonesia untuk meningkatkan potensi ekspornya.
Indonesia memiliki peluang yang besar pula untuk menjadi eksportir karet alam terbesar dunia,
mengingat potensi pengembangan negara pesaing utama karet alam, yaitu Thailand dan
Malaysia semakin kekurangan lahan. Hal ini dapat menjadikan keunggulan tersendiri bagi
Indonesia dalam rangka peningkatan industri karet nasional.
Indonesia merupakan negara yang memiliki luasan areal terbesar dalam penanaman
karet alam. Meskipun demikian tidak menjadikan Indonesia sebagai eksportir terbesar pula.
Indonesia merupakan negara pengekspor karet alam ke dua dalam jajaran eksportir karet alam
terbesar dunia setelah Thailand. Indonesia mengalami kemajuan yang cukup baik dalam hal
ekspor karet alam. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya nilai ekspor dari tahun ke tahun.
Peningkatan ekspor berdampak pada peningkatan devisa. Peningkatan ekspor karet Indonesia
seiring dengan semakin tingginya produksi karet yang dihasilkan. Beberapa negara tujuan
potensial ekspor karet Indonesia selama ini diantaranya adalah negara Amerika Serikat,
Jepang, dan Tiongkok.
2.1 Jenis Mutu Karet Alam
Standar karet indonesia atau Standard Indonesian Rubber (SIR) Merupakan karet alam
yang diperoleh dengan proses pengolahan bahan baku karet. Bahan baku tersebut berasal dari
6
getah (lateks) batang pohon Havea Brasiliensis, baik secara mekanis ataupun tanpa campuran
bahan kimia. SIR tergolong menjadi 6 jenis mutu yang terdiri dari SIR 3 (Constant Viscosity),
SIR 3 L (Light), SIR 3 WF (Whole Field), SIR 5, SIR 10 dan SIR 20. Perbedaan dari keenam
jenis standar mutu tersebut terletak pada tingkat kadar kotorannya dan bahan olahan yang
digunakan. SIR 3 CV, SIR L dan SIR 3 WF terbuat dari bahan lateks sedangkan SIR 5, SIR
10 dan SIR 20 terbuat dari bahan koagulum lateks.
Pedoman Standar Mutu Karet Indonesia (SIR) Guna mendapatkan bahan olah yang
berkualitas baik dan sesuai dengan rencana produksi, standar karet Indonesia mengacu pada
pedoman Standar Nasional Indonesia (SNI 06-2047) yang meliputi beberapa standar antara
lain, tidak mengandung kontaminan vulkanisat karet dan berat, mengandung kontaminan
ringan maks 5% serta penggumpalan harus secara alami.
2.2 Negara Tujuan Ekspor Indonesia
Negara-negara tujuan ekspor karet Indonesia antara lain adalah Amerika Serikat, Jepang,
dan China. Amerika Serikat, Jepang dan Cina merupakan basis dan penghasil industri besar
dan berteknologi tinggi seperti kendaraan bermotor, elektronika, peralatan mesin, baja dan
logam, kapal, bahan kimia, produk tekstil dan makanan olahan. Fakta bahwa Amerika Serikat
merupakan negara yang memiliki industri kendaraan bermotor terbesar di dunia menjadikan
Amerika Serikat menjadi negara pengimpor terbesar karet alam Indonesia (Juliana M, 2012).
Amerika juga menjadi salah satu pasar yang bagus bagi karet alam Indonesia (Setyawati, Intan
Kartika., Lin, Yeong-Shenn., Setiawan, 2014).
Jepang yang menjadi negara produsen mobil terbesar nomor tiga di dunia menjadikan
Jepang sebagai negara tujuan ekspor karet Indonesia terbesar kedua dengan nilai ekspor
sebesar 483,71 ribu ton (Dyah Karunia Sari, 2021). Negara China cukup tinggi dikarenakan
meningkatnya sektor otomotif di negara Cina. Sehingga tercipta peluang bagi Indonesia untuk
memperluas pasar ke negara Cina. Adapun negara Cina dalam memenuhi konsumsi karetnya
mengekspor dari negara Indonesia, Thailand, dan Malaysia (Muslika & Tamami,
2019).Konsumsi karet untuk negara-negara yang menjadi industry otomotif seperti Amerika
Serikat, Jepang, dan China terus meningkat seiring dengan banyaknya produk karet seperti
industri ban mobil, industri sarung tangan dan benang karet, industri alas kaki, dan industri
barang-barang karet lainnya (Damanik, 2012). Hal ini yang memberi alasan mengapa tiga
negara tersebut merupakan negara tujuan ekspor karet Indonesia.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ekspor karet salah satu hasil komoditas perkebunan yang memiliki peluang ekspor yang
menjanjikan bagi indonesia. Ketersediaan hasil komoditas karet yang melimpah, namun belum
maksimal dalam pengelolaan produk turunannya, menjadi suatu alasan untuk mengekspor
keret alami. Permintaan karet yang tinggi pada negara-negara maju seperti Amerika Serikat,
Jepang, China sebagai negara industry otomotif yang membutukan pasokan karet dalam
pembuatan produk turunan negara mereka, menjadi peluang lainnya yang menjanjikan untuk
indonesia, dengan standard Indonesian rubber (SIR) karet alami ekspor indonesia memiliki
daya saing yang kuat dalam proses ekspor.
8
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin A, Heliawaty, Fadhilah A, Ali S Salah M, Tenriawaru N. 2022. Analisis saya saing
karet alam indonesia dalam perdagangan internasional. Jurnal Agrisep. 3(2):1-11
Harahap NHP dan Segoro BA. 2018. Analisis saya saing komoditas karet alam indonesia ke pasar
global. Jurnal Transborders. 1(2):130-143
Lembang MB. 2013. Ekspor karet indonesia ke-15 negara tujuan utama setelah pemberlakuan
kebijakan afcta. Jurnal trikonomika. 12(1): 20-31
Putra Nyoman AA, dan Putu Desy A. 2022. Analisa potensi ekspor karet alam indonesia di era
perdagangan bebas abad ke-21. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan.11(3):807-1213
Sofiani, Iqrima Hana dan Ulfah, Kiki dan Fitriyani, Lucky. 2018. Rubber Tree (Hevea brasiliensis)
Cultivation In Indonesia and Its Economic Study. Paper No.9033