Anda di halaman 1dari 7

BAB 3

PERKEMBANGAN KARET DI INDONESIA

A. Komoditas Ekspor

Subsektor perkebunan memegang peranan yang penting dalam program


pembangunan, khususnya pembangunan sektor pertanian. Subsektor ini menjadi
tempat bagi petani dalam menggantungkan hidupnya sebagai cabang usaha yang
berfungsi menciptakan lapangan kerja dan sebagai sumber devisa non migas yang
sangat diharapkan, dan secara langsung terkait pula dalam usaha pelestarian
sumber daya alam.

Salah satu komoditas yang sejak dulu hingga saat ini memegang peranan
penting seperti tersebut diatas adalah komoditas karet. Perkebunan karet di
Indonesia diusahakan oleh tiga pihak yaitu rakyat (public), pemerintah
(government), swasta (private). Namun, karet yang sangat dibutuhkan dalam
kehidupan sehari-hari dikatakan sebagai tanaman rakyat karena lebih dari 80%
areal penanaman karet diusahakan oleh rakyat.

Tabel 2.1 Luas Areal Karet Berdasarkan Status Pengusahaan


Tahun Luas Areal (Ha) Produksi (ton)

Rakyat Pemerintah Swasta Rakyat Pemerintah Swasta

2010 2.921.684 239.372 284.359 2.179.061 266.326 289.467

2011 2.931.844 257.005 267.278 2.359.811 302.370 328.003

2012 2.977.918 259.005 269.278 2.377.228 304.602 330.424

2013 3.026.020 247.068 282.859 2.655.942 255.616 325.875

2014 3.062.931 249.040 294.274 2.555.386 258.209 339.591

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014

Dari data diatas perkebunan rakyat memegang peran yang sangat penting,
namun kenyataannya produktivitas tanaman karet masih lebih rendah dibanding
perkebunan besar atau pemerintah. Dari tahun 2010 hingga 2014 produktivitas

8 | Husnah, MT
perkebunan rakyat rata-rata sebesar 0,806 ton per ha. Sedangkan perkebunan
pemerintah rata-rata sebesar 1,102 ton per ha. Permasalahan utama yang dihadapi
dalam kaitannya dengan komoditi karet adalah produktivitas dan mutu karet
rakyat yang sangat rendah. Seandainya produktivitas perkebunan rakyat bisa
menyamai perkebunan pemerintah maka bukan tidak mungkin Indonesia akan
menjadi negara produsen karet alam terbesar di dunia.
Dimasa yang akan datang permintaan karet dunia diperkirakan akan tetap
mantap, menurut Burger dan Smith (1993) dalam Susi (1999), akan mengalami
peningkatan dengan pertumbuhan kurang lebih 2,5 % pertahun, sementara di
pasar domestik, walaupun terjadi penurunan permintaan karet dimasa datang
diperkirakan akan meningkat lagi, hal ini diduga akan terjadi karena akan
pulihnya industri ban dan industri-industri pemakai karet lainnya pada saat
perekonomian Indonesia dan negara-negara Asia lainnya mulai pulih kembali.
Masa depan pangsa pasar karet di dunia akan berkembang pesat. Pertumbuhan
industri karet merupakan salah satu industri paling rumit dan canggih dalam abad
modern dan merupakan suatu bagian dari masyarakat yang sangat diperlukan
karena tanpa karet, kapal, pesawat terbang, mobil, bis dan truk tidak dapat
berjalan. Tidak adanya industri karet maka pertambangan, komunikasi dan
industri pokok lainnya berjalan kurang efisien. Negara pengimpor karet terbesar
saat ini adalah China dan India.

Indonesia merupakan negara penghasil dan pengekspor karet alam urutan


ke 2 (dua) di dunia setelah Thailand. Meskipun produksi karet Indonesia masih
dibawah Thailand namun dari sisi luasan Indonesia menduduki areal karet terluas
di dunia. Kenyataan ini menunjukkan bahwa tingkat produktivitas karet Indonesia
per satuan luas masih dibawah tingkat produktivitas di negara lain (Thailand dan
Malaysia). Namun demikian peluang ekspor karet alam Indonesia ke depan masih
tetap cerah bahkan Indonesia dapat menjadi negara pemasok karet utama
mengingat 2 (dua) pemasok utama lainnya (Thailand dan Malaysia) sudah tidak
mampu lagi meningkatkan produksinya karena keterbatasan lahan pengembangan.
Menurut Djoehana (1993) dewasa ini telah ditempuh berbagai upaya oleh
pemerintah untuk meningkatkan produktivitas tanaman karet, dan upaya yang
dimaksud meliputi :

9 | Husnah, MT
1. Perluasan areal sekaligus memperbaiki produk karet rakyat serta
pendapatan petani karet dengan proyek perkebunan inti rakyat (PIR –
BUN) yang dilaksanakan diberbagai daerah, sedangkan perusahaan
perkebunan besar sebagai perkebunan inti adalah BUMN (PNP/PTP).
2. Pelaksanaan proyek-proyek intensifikasi, rehabilitasi dan perluasan
tanaman karet yang dilaksanakan PRPTE.
3. Penyuluhan dan penyebaran teknologi budi daya karet dengan cara
disebarkan klon - klon unggul oleh pusat – pusat penelitian perkebunan
dan juga teknologi pasca panen dan masih banyak lagi upaya pemerintah
untuk meningkatkan usaha perluasan ini.

Dibalik peluang yang sangat besar tersebut, tuntutan terhadap bahan baku
yang bermutu merupakan suatu tantangan yang besar bagi Indonesia. Mutu bahan
baku karet yang diekspor ke luar negeri sangat ditentukan oleh penanganan bahan
olah karet di tingkat petani. Semenjak Indonesia dikenalkan dengan produk crumb
rubber dengan SIR (Standar Indonesian Rubber), mutu bahan olah karet yang
dipersiapkan oleh petani semakin merosot.
Jenis-jenis karet alam yang telah diketahui secara luas antara lain :
1. Bahan olah karet (lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan lump segar).
2. Karet konvensional (ribbed smoked sheet, white crepes dan pale crepe,
estate brown crepe, compo crepe, thin brown crepe remills, thick blanket
crepe ambers, flat bark crepe, pure smoke blanket crepe, dan off crepe).
3. Lateks pekat
4. Karet bongkah atau block rubber.
5. Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber.
6. Karet siap olah atau tryer rubber.
7. Karet reklim atau reclaimed rubber.
(Triwijoso, 1995).

Penyadapan merupakan salah satu kegiatan pokok dari pengusahaan


tanaman karet. Tujuan dari penyadapan karet ini adalah membuka pembuluh
lateks pada kulit pohon agar lateks cepat mengalir. Kecepatan aliran lateks akan
berkurang apabila takaran cairan lateks pada kulit berkurang. Kulit karet dengan

10 | Husnah, MT
ketinggian 260 cm dari permukaan tanah merupakan bidang sadap petani karet
untuk memperoleh pendapatan selama kurun waktu sekitrar 30 tahun. Oleh sebab
itu penyadapan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak kulit tersebut.
Jika terjadi kesalahan dalam penyadapan, maka produksi karet akan
berkurang (Goutara, 1985).

Menurut IRSG 2014, Indonesia masih menduduki peringkat kedua


terbesar produksi karet alam dunia setelah Thailand. Namun, dari total produksi
karet alam secara keseluruhan, produksi karet alam dunia mengalami penurunan
pada kuartal kedua tahun 2014 sebesar 2,3%. Hal ini disebabkan karena turunnya
produktivitas karet alam di beberapa kawasan Asia Pasifik, seperti Thailand,
Malaysia, dan India sehingga berimplikasi pada produksi karet alam dunia. Salah
satu faktor penyebab terjadinya kelesuhan produktivitas karet alam dunia adalah
pengaruh perubahan politik di beberapa kawasan Asia Tenggara dan juga
rendahnya harga karet alam yang terus merosot.
            Untuk perdagangan karet alam itu sendiri, Thailand dan Indonesia
mengalami peningkatan ekspor masing-masing sebesar 8,1% dan 2,5% pada tahun
2014. Sementara Malaysia mengalami penurunan ekspor sebesar 0,4%. Dan jika
dilihat dari total keseluruhan, ekspor karet dunia mengalami peningkatan sebesar
6,7% untuk jenis TSR, 2,1% untuk jenis RSS dan 3,4% untuk jenis lateks.
            Konsumsi karet dunia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, baik
konsumsi karet alam maupun karet sintetis. Pada kuartal kedua tahun 2014,
konsumsi karet alam dunia mengalami peningkatan 4,2% atau sebesar 13,9 juta
ton. Konsumsi karet alam dunia berhubungan langsung oleh permintaan (demand)
negara-negara industri seperti China dan Amerika, namun laju permintaan di

11 | Husnah, MT
negara Asia Pasifik termasuk China, berjalan lambat. Kondisi ini menggambarkan
adanya persaingan antara penggunaan karet alam dan karet sintetis yang semakin
meningkat, padahal pertumbuhan industri China yang sangat mengesankan
terutama industri di bagian otomotif dan perkapalan. Industri tersebut telah
membuat negara ini membutuhkan komoditas karet dalam jumlah besar. China
diperkirakan sampai tahun 2020 akan terus mengalami pertumbuhan dan
membutuhkan pasokan karet dalam jumlah yang cukup besar.
            
B. Usaha Pengembangan Karet

Dari kondisi perkembangan karet alam di atas, kondisi tersebut


menggambarkan persaingan pasar ekspor industri karet semakin ketat. Maka
dalam pengembangan industri barang jadi karet nasional hendaknya melakukan
beberapa usaha seperti :
 mengisi pangsa pasar dunia, tentunya dengan mengupayakan pengembangan
ke pasar baru khususnya ke China dan India.
 meningkatkan penyerapan pasar dalam negeri.
 mempercepat peremajaan perkebunan karet rakyat.
 peningkatan penggunaan karet alam dalam negeri.
 pemetaan sub-sektor industri barang karet yang perlu didorong
pertumbuhannya dan pemberian insentif investasi.
            Dari ketiga negara produsen karet alam di Asia Tenggara, seperti
Thailand, Malaysia, dan Indonesia, perkembangan industri barang jadi karet di
masing-masing negara tersebut berbeda-beda. Dari data konsumsi karet alam di
tiga negara tersebut diketahui Malaysia telah melangkah paling depan dalam
industri barang jadi karet. Faktor yang mempengaruhi perkembangan industri
barang jadi karet yang pesat di Malaysia antara lain kemudahan yang ditawarkan
dalam investasi di sektor industri karet. Faktor lain yang mempengaruhi
perkembangan industri hilir karet di Malaysia adalah tersedianya teknologi dan
tenaga terampil, didukung oleh penelitian dan pengembangan yang ekstensif
dengan sumber daya manusia serta sarana yang tangguh.
            Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk
perkebunan tanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan

12 | Husnah, MT
Kalimantan. Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari
3,2 juta hektar yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Di antaranya 85 %
merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7 % perkebunan besar
negara serta 8 % perkebunan besar milik swasta. Produksi karet secara nasional
pada tahun 2005 mencapai 2,2 juta ton. Jumlah ini masih akan bisa ditingkatkan
lagi dengan melakukan peremajaan dan memberdayakan lahan-lahan pertanian
milik petani serta lahan kosong/tidak produktif yang sesuai
untuk perkebunan karet . Dengan memperhatikan adanya peningkatan permintaan
dunia terhadap komoditi karet ini di masa yang akan datang, maka upaya untuk
meningkatkan pendapatan petani melalui perluasan tanaman karet dan
peremajaaan kebun bisa merupakan langkah yang efektif untuk dilaksanakan.
Guna mendukung hal ini, perlu diadakan bantuan yang bisa memberikan modal
bagi petani atau perkebunan  swasta untuk membiayai pembangunan
kebun karet dan pemeliharaan tanaman secara intensif.            
Bahan olah karet dari petani pada umumnya berupa bekuan karet yang
dibekukan dengan bahan pembeku yang direkomendasikan (asam format),
maupun yang tidak direkomendasikan (asam cuka, tawas, dsb), serta pembekuan
secara alami. Pada saat ini bahan olah karet tersebut mendominasi pasar karet di
Indonesia karena dinilai petani paling praktis dan menguntungkan. 
            Bahan olah karet berupa lateks dan koagulum lapangan, baik yang
dihasilkan oleh perkebunan rakyat maupun perkebunan besar dapat diolah
menjadi komoditas primer dalam berbagai jenis mutu. Lateks kebun dapat diolah
menjadi lateks pekat dan lateks dadih serta karet padat dalam bentuk RSS, SIR
3L, SIR 3CV, SIR 3WF dan thin pale crepe yang tergolong karet jenis mutu tinggi
(high grades). Sementara koagulum lapangan, yakni lateks yang membeku secara
alami atau dengan koagulan selanjutnya hanya dapat diolah menjadi SIR10, SIR
20 dan brown crepe yang tergolong jenis karet mutu rendah (low grades).
            Sebagian besar produk karet Indonesia diolah menjadi karet remah (crumb
rubber) dengan kodifikasi “Standard Indonesian Rubber” (SIR), sedangkan
lainnya diolah dalam bentuk RSS dan lateks pekat. Kapasitas pabrik pengolahan
crumb rubber pada saat ini sesungguhnya sudah melebihi dari kapasitas
penyediaan bokar dari perkebunan rakyat, namun pada lima tahun mendatang

13 | Husnah, MT
diperlukan investasi baik untuk merehabilitasi pabrik yang ada maupun untuk
membangun pabrik pengolahan baru untuk menampung pertumbuhan pasokan
bahan baku yang diperhitungkan akan meningkat seiring dengan gencarnya
upaya-upaya peremajaan dan perluasan areal kebun karet yang baru.
            Prospek bisnis pengolahan crumb rubber ke depan diperkirakan tetap
menarik, karena marjin keuntungan yang diperoleh pabrik relatif pasti. Marjin
pemasaran, antara tahun 2000-2006 berkisar antara 3,7%-32,5% dan marjin
keuntungan pabrik pengolahan antara 2-4% dari harga FOB, tergantung pada
tingkat harga yang berlaku. Tingkat harga FOB itu sendiri sangat dipengaruhi oleh
harga dunia yang mencerminkan permintaan dan penawaran karet alam, dan harga
beli pabrik dipengaruhi kontrak pabrik dengan pembeli (biasanya pabrik ban)
yang harus dipenuhi. Pada umumnya marjin yang diterima pabrik akan semakin
besar jika harga meningkat.

14 | Husnah, MT

Anda mungkin juga menyukai