Anda di halaman 1dari 37

GAMBARAN PERKEMBANGAN

10 KOMODITAS EKSPOR UTAMA INDONESIA

Dosen Pengajar:
Prof. Daniel Daud Kameo, SE., MA., Ph.D

Dikerjakan Oleh:
Kelompok 14
Ayu Wulan Fitriyani

232013276

Diana Eka Safitri

232013289

Ester Meiwati

232013290

Indriani

232013294

Jenius Baru Linda

232013299

TUGAS MATA KULIAH EC420 (PEREKONOMIAN INDONESIA)


SEMESTER I (2016-2017)
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA 2016

BAB I
PENDAHULUAN
Setiap negara memiliki karakteristik yang berbeda, baik dari sumber daya alam, iklim,
geografi, demografi, struktur ekonomi dan struktur sosial. Perbedaan tersebut menyebabkan
perbedaan komoditas yang dihasilkan, komposisi biaya yang diperlukan, kualitas dan
kuantitas produk. Jika suatu negara membutuhkan komoditi yang tidak tersedia di negaranya
tetapi tersedia di negara lain, maka negara tersebut akan melakukan perdagangan atau
pertukaran komoditi dengan negara lain. Oleh karena hal tersebut, maka terjadilah kegiatan
ekspor dan impor setiap negara. Pengutamaan ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak
tahun 1983. Sejak saat itu, ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi
seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi dari penekanan pada industri substitusi
impor ke industri promosi ekspor.
Menurut KBBI, pengertian ekspor adalah pengiriman barang dagangan ke luar
negeri. Barang dagangan yang dimaksud bisa berupa barang secara fisik ataupun jasa. Ekspor
merupakan salah satu tolak ukur penting untuk mengetahui seberapa besar pertumbuhan
ekonomi di suatu negara. Dari kegiatan ekspor ini maka dapat terjamin kegiatan bisnis di
sektor riil semakin terjaga. Produksi barang tidak hanya berputar di dalam negeri saja akan
tetapi juga berputar di perdagangan Internasional. Oleh sebab itulah, dalam jangka panjang
kegiatan ekspor dapat menjadi pahlawan devisa bagi pertumbuhan ekonomi negara.
Pengembangan ekspor tidak hanya dilihat sebagai salah satu upaya meningkatkan pendapatan
negara, tetapi juga untuk mengembangkan ekonomi nasional. Perkembangan ekspor juga bisa
dijadikan sebagai salah satu tolok ukur perkembangan ekonomi nasional dan daya saing
produk nasional di pasar dunia.
Sejak 1987, ekspor Indonesia didominasi oleh komoditi non migas. Menurut BPS,
komoditi unggulan ekspor Indonesia adalah di sektor Non-Migas. Sedangkan, untuk sektor
Migas sendiri, perkembangannya masih sangat jauh dibawah sektor Non-Migas. Berikut
merupakan perbandingan nilai ekspor migas dan non migas tahun 2013-2015 menurut
kementrian perdagangan dan gambar perkembangan nilai ekspor tahun 2011-2015.

Gambar 1. Perbandingan Nilai Ekspor Migas Non-Migas 2013-2015


di Indonesia (juta US$)

Sumber : Diolah berdasarkan data Kementerian Perdagangan 2015

Gambar 2. Perkembangan
Indonesia (juta US$)

Nilai Ekspor Tahun

2011-2015 di

Sumber: Diolah berdasarkan data Kementerian Perdagangan 2015


Pada grafik perkembangan nilai ekspor tahun 2011-2015 di Indonesia, dapat kita lihat
bahwa selama lima tahun terakhir nilai ekspor Indonesia selalu mengalami penurunan.
Penurunan angka ekspor tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik internal
maupun eksternal. Faktor internal yang mungkin menyebabkan nilai ekspor menurun adalah
kurangnya infrastruktur yang memadai di dalam negara, SDM yang lemah, produktivitas
yang rendah. Sedangkan faktor eksternal yang mungkin menyababkan nilai ekspor menurun
ialah keadaan/kondisi ekonomi negara tujuan ekspor yang sedang mengalami krisis, ataupun
munculnya negara pesaing ekspor dengan komuditas yang sama yang lebih berkualitas dan
menguntungkan dibandingkan produk dalam negri.
Indonesia memiliki 10 komoditas ekspor utama. Komoditas tersebut yaitu: (1) TPT
(Tekstil dan Produk Tekstil), (2) Elektronik, (3) Karet dan Produk Karet, (4) Sawit, (5)

Produk Hasil Hutan, (6) Alas Kaki, (7) Otomotif, (8) Udang, (9) Kakao, (10) Kopi. Makalah
ini membahas perkembangan 10 komoditas ekspor utama tersebut selama 5 tahun terakhir.

1. TPT (TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL)


Tekstil adalah bahan yang berasal dari serat yang diolah menjadi benang atau kain
sebagai bahan untuk pembuatan busana dan berbagai produk kerajinan lainnya. Dari
pengertian tekstil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa produk tekstil meliputi produk
serat, benang, kain, pakaian dan berbagai jenis benda yang terbuat dari serat. Industri ini di
bagi menjadi tiga sector yakni :
a. Sector hulu (upstream), adalah industri yang memproduksi serat/fiber (natural fiber dan
man-made fiber atau synthetic) dan proses pemintalan (spinning) menjadi produk
benang (unblended dan blended yarn). Industrinya bersifat padat modal, full automatic,
berskala besar, jumlah tenaga kerja realtif kecil dan out put pertenagakerjanya besar.
Pada sector ini terdapat proses pembuatan serat (fiber) dan pemintalan (spinning)
b. Sector menengah (midstream), meliputi proses penganyaman (interlacing) benang
enjadi kain mentah lembaran (grey fabric) melalui proses pertenunan (weaving) dan
rajut (knitting) yang kemudian diolah lebih lanjut melalui proses pengolahan
pencelupan (dyeing), penyempurnaan (finishing) dan pencapan (printing) menjadi kainjadi. Sifat dari industrinya semi padat modal, teknologi madya dan modern
berkembang terus, dan jumlah tenaga kerjanya lebih besar dari sektor industri hulu.
c. Sector hilir (downstream), adalah industri manufaktur pakaian jadi (garment) termasuk
proses cutting, sewing, washing dan finishing yang menghasilkan ready-made garment.
Pada sektor inilah yang paling banyak menyerap tenaga kerja sehingga sifat industrinya
adalah padat karya.
Sejak tahun 2006 Indonesia termasuk dalam 10 negara pengekspor TPT terbesar di
pasar dunia. Ekspor Indonesia dalam kurun waktu lima tahun (2003-2007) mengalami
peningkatan

sebesar

US2.970

juta,

namun

Indonesia

masih

berada

di

bawah

pesaingpesaingnya seperti China dan India. Indonesia masuk dalam urutan 10 besar negara
eksportir tektil terbesar di dunia, hal ini dapat dilihat dari begitu banyaknya pabrik indutri
tekstil yang ada di Indonesia. Berikut lima urutan pabrik tektil terbesar di Indonesia pada
tahun 2015 dari salah satu hasil riset industri, yakni:
1.

PT Indorama Synthetics Tbk (INDR) yang mencatat penjualannya sebesar US$ 682

juta pada tahun 2015 atau sekitar Rp 8,98 triliun (kurs Rp 13.170/US$)
2. PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex ini memiliki tingkat penjualan pada tahun
2015 sebesar US$ 631,3 juta atau sekitar Rp 8,3 triliun (kurs Rp 13.170/US$).

3. PT Pan Brother Tbk (PBRX), memiliki tingkat penjualan sebesar US$ 418,6 juta pada
tahun 2015 atau sekitar Rp 5,5 triliun (kurs Rp 13.170/US$).
4. PT Asia Pacific Fibers Tbk (POLY), yang memiliki penjualan sebesar US$ 390 juta
pada tahun 2015 atau sekitar Rp 5,13 triliun dengan kurs Rp 13.170/US$.
5. PT Polychem Indonesia Tbk (ADMG) yang memiliki tingkat penjualan sebesar US$
310,8 juta pada tahun 2015.
Tekstil dan Produk Tekstil termasuk dalam sepuluh komoditas ekspor utama di
Indonesia. Pada tahun 2016 ini, setelah sawit yang menjadi eksport utama terbesar dengan
peran terhadap ekspor nonmigas sebesar 10%. Industri TPT dapat menyumbang sebesar
9,61% untuk perannya terhadap ekspor nonmigas di Indonesia. Karena pangsa pasarnya yang
luas dan jumlah masyarakatnya yang banyak, industri TPT diprediksi akan selalu mengalami
pertumbuhan di tahun-tahun berikutnya. Namun sayangnya, dari data yang didapat hingga
2016 ini, industri tPT mengalami penurunan volume ekspor. Hal ini dapat disebabkan oleh
banyak faktor baik faktor dari internal maupun eksternal.
Indonesia sangat memiliki peluang investasi yang besar di sektor industri TPT,
mengapa? Yakni karena beberapa alasan seperti di Indonesia upah tenaga kerja masih rendah,
kondisi politik yang cukup stabil, bahan baku yang mudah didapat, perijinan yang mudah,
dan harga tanah industri yang terbilang murah. Hal ini akan menguntungkan perusahaan yang
berinvestasi di Indonesia karena mereka dapat menekan biaya produksi lewat faktor-faktor
tersebut. Upaya dukungan pemerintah untuk industri TPT seperti tax reduxtion untuk 6 tahun
dan investasi property produksi seperti mesin dan lainnya serta pengadaan tenaga kerja di
sektor TPT sebesar dua juta tenaga kerja setiap tahunnya. Dari data yang diperoleh
(www.bkpm.go.id), rencana investasi di sektor tekstil nasional pada tahun 2015 mencapai Rp
13,1 triliun, melonjak 68% dari tahun sebelumnya. Porsi asing masih mendominasi dengan
angka Rp 7,7 triliun (58%), sedangkan kontribusi dari domestiknya mencapai Rp 5,4 triliun
(42%). Dan industri TPT mampu menyumbang 1,17 persen terhadap PDB pada triwulan
ketiga tahun 2015.
Sesuai dengan data dari BPS, industri TPT dibagi dalam tiga kelompok besar yakni
pakaian jadi, serat dan benang serta kain. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS dapat
dilihat perkembangan ekspor tekstil dan produk tekstil dari tahun 2011 hingga 2015. Dari
tahun 2011 hingga 2014 ekport TPT secara keseluruhan mengalami peningkatan, namun di
tahun 2015 turun sebesar 1,30% dari US$12.742.635,1 menjadi US$12.284.963,3. Lalu dari
Januari ke Mei 2016 mengalami penurunan hingga 5%. Dan industry TPT ini memiliki

tingkat kontribusi terhadap

total ekspor non migas di tahun 2016 sebesar 9,61%.

(ribu US$)
Negara-negara tujuan expor TPT Indonesia adalah negara Brasilia, Malaysia, Belgia,
Italia, Belanda, Spanyol, Kanada, Saudi Arabia, Thailand, Prancis, Vietnam, Taiwan. Pangsa
pasar ekspor TPT Indonesia terbesar adalah ke negara Amerika Serikat. Data tahun 2011
menunjukkan bahwa eksport TPT tertinggi adalah ke Amerika Serikat.

Hambatan ekspor tekstil dan produk tekstil


Krisis global menjadi faktor umum hambatan dalam ekspor, termasuk ekspor tekstil
dan produk tekstil. Selain itu, regulasi pemerintah yang tertera dalam Peraturan Menteri

Keuangan (PMK) No.253 tahun 2011 yang mengatur Kemudahan Impor Tujuan Ekspor
(KITE) dan krisis global yang melanda beberapa negara tujuan ekspor telah menjadi kendala
pihak produsen untuk melakukan ekspor tekstil. Direktur Riset Center of Reform on
Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, Beberapa kendala itu antara lain, biaya
energi, biaya logistik, dan upah buruh yang tinggi, serta kepastian hukum dan kendala
birokrasi.
Pada tahun 2015, industri mengalami hambatan ekspor dikarenakan dampak dari
kenaikan harga BBM, selain itu tingginya arus barang ekspor yang mencapai 40% di pasar
domestik juga menghambat pertumbungan ekspor TPT, sementara itu harga produk TPT
domestik lebih mahal daripada TPT impor. Salah satu penyebab lemahnya bisnis di dalam
negeri, menurut Ade, disebabkan perubahan status kapas dari barang tidak kena pajak
menjadi barang kena pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10%. Biaya ekspor barang dan
kondisi politik di dalam negeri juga mempengaruhi pertumbuhan ekspor suatu barang ke luar
negeri.
2. ELEKTRONIK
Oleh karena biaya produksi Indonesia yang cukup rendah, dan ketika pada era tahun
1970 Jepang mendirikan joint venture dengan perusahaan Indonesia dengan tujuan
mengakses kebutuhan pasar domestik dan saat itu diterapkan kebijakan pertukaran impor
maka kini berkembang industri elektronik. Didukung dengan kebijakan strategi industrialisasi
beroreintasi ekspor pada era tahun 1980-an, perusahaan-perusahaan elektronik asing
memanfaatkan Indonesia sebagai salah satu basis ekspornya. Uni Eropa merupakan pasar
ekspor terbesar Indonesia bagi produk elektronik konsumen yang diikuti oleh Amerika
Serikat dan ASEAN. Beberapa kekuatan Industri elektronik Indonesia meliputi;
1) Pemanfaatan fungsi rantai pemasok yang baik oleh perusahaan-perusahaan
Internasional
2) Struktur biaya yang kompetitif dibandingkan dengan produsen Uni Eropa
3) Sistem produksi yang pleksibel
4) Tersedianya beberapa laboratorium dengan kapabalitas yang meningkat;
Indonesia menjadi salah satu negara tujuan relokasi industry elektronika dari negaranegara maju, hal ini disebabkan karena masih minimnya tarif upah tenaga kerja di Indonesia
dan pasar dalam negeri yang relative besar. Negara tujuan ekspor elektronika Indonesia yakni
Singapura, Amerika Serikat, Jepang, Hongkong, RRT, Jerman, Malaysia, Belanda, Korea
Selatan, Filipina, Prancis, Thailand, India, Australia, Uni Emirat Arab, Inggris, Taiwan,

Vietnam, Belgia, Italia. Namun, kemampuan elektronika Indonesia masih tertinggal jauh
dengan negara industry elektronika lainnya seperti China, Korea dan Amerika. Sehingga
pemerintah perlu mencari cara agar industry elektronika di Indonesia dapat meningkat seiring
dengan kemajuan teknologi di dunia.
Elektronik Produk berbasis industri manufaktur ini mencatatkan perdagangan pada
rentang waktu Januari-Agustus 2015 sebanyak USD 500,704,809 dengan negara tujuan
ekspor utama yaitu Singapura. Tercatat, share ekspor Indonesia ke ASEAN saat ini mencapai
23 persen (tumbuh 11,3 persen) dan ke luar ASEAN sebesar 77 persen. Pertumbuhan ini
ditargetkan mengalami kenaikan sebesar satu persen per tahun sehingga pada 2030 share
ekspor Indonesia ke ASEAN diharapkan mencapai 40 persen. Barang-barang elektornik yang
diekspor ke luar negeri seperti alat perekam suara dan video, kulkas dan alat-alat pemanaas
lainnya, penangkap sinyal untuk televisi dan radio, panel elektronika, dan AC.
Sesuai dengan hasil pengamatan BPS, perkembangan ekspor elektronika oleh
Indonesia mengalami perubahan yang fluktuatif dari tahun 2011 hingga 2015. Artinya,
Indonesia mengalami pasang surut volume ekspor elektronika untuk tahun 2011 hingga 2015.
Badan Pusat Statistik (BPS) membagi Industri Elektronika ke dalam empat kelompok besar
yakni produk konsumsi, elektonika bisnis/industrial, komponen dan bagian, dan alat cetak
elektronik. Secara keseluruhan pada tahun 2011 tingkat ekspor elektronika cukup tinggi,
namun berjalan hingga tahun 2015 ekspor elektonika mengalami penurunan. Dari data BPS
dapat dilihat penurunan tingkat ekspor elektronika Indonesia dari 2011 hingga 2015 turun
sebesar 6,71%. Untuk bulan Januari hingga Mei 2016 ekspor elektronika juga mengalami
penurunan sebesar 10,83%. Sedangkan tingkat kontribusi terhadap total eksport non migas
2016 sebesar 5,87%.

Hambatan ekspor elektronika

Beberapa hambatan yang dialami Indonesia dalam kegiatan ekspor elektronika adalah
masih adanya ketidak pastian dalam hal ketenagakerjaan, pajak, dan bea cukai, masalah
infrastruktur, kurangnya insentif, masih rumitnya produksi di kawasan berikat, dan kurangnya
dorongan pemerintah untuk meningkatkan foreign direct investment atas industri elektronika.
Selain itu biaya produksi yang tinggi mempengaruhi pula.
Industri elektronik nasional tak mampu mengimbangi konsumsi yang terus meningkat
tiap tahun. Alhasil, pasar elektronik domestik dibanjiri oleh produk-produk impor. Impor
produk elektronika dan telematika meningkat tajam dalam lima tahun terakhir rata-rata
mencapai 59,31% per tahun. Kontribusinya terhadap ekspor nasional pun terus menurun.
Penyebab utama melemahnya industri elektronik nasional adalah karena pemerintah tidak
punya visi untuk membangun industri elektronik. Di sisi lain, pasar kita juga terlalu terbuka
bagi masuknya produk-produk elektronik impor tanpa punya kemampuan menyaringnya
dengan menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang ketat. Ini mengakibatkan produk
elektronik impor berkualitas rendah bisa dengan mudah meramaikan pasar dalam negeri.

3. KARET DAN PRODUK KARET


Sektor perkebunan adalah salah satu penyumbang devisa yang besar bagi Indonesia.
Hal ini wajar apabila dilihat dari keunggulan perekonomian Indonesia yang lebih banyak
terdapat pada kegiatan produksi yang berbasis sumber daya alam dibandingkan dengan
kegiatan produksi yang berbasis teknologi maupun modal (Dumairy, 1996). Komoditi karet
alam adalah salah satu komoditi unggulan ekspor Indonesia. Tanaman karet dapat
berproduksi sepanjang tahun di Indonesia dan hampir semua daerah di Indonesia cocok untuk
ditanami karet. Hal tersebut yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara produsen
karet di dunia. Indonesia merupakan negara penghasil utama karet alam dunia bersama
dengan Thailand dan Malaysia.
Sebagai produsen karet terbesar kedua di dunia, jumlah suplai karet Indonesia penting
untuk pasar global. Sejak tahun 1980an, industri karet Indonesia telah mengalami
pertumbuhan produksi yang stabil. Kebanyakan hasil produksi karet negara ini - kira-kira
80% - diproduksi oleh para petani kecil. Oleh karena itu, perkebunan Pemerintah dan swasta
memiliki peran yang kecil dalam industri karet domestik. Kebanyakan produksi karet
Indonesia berasal dari provinsi-provinsi berikut: Sumatra Selatan, Sumatra Utara, Riau
Jambi, Kalimantan Barat.

Tanaman karet adalah tanaman tahunan yang memerlukan waktu untuk dapat
berproduksi. Kenaikan permintaan karet alam tidak dapat direspon secara cepat oleh produksi
karet alam tersebut. Pada jangka panjang apabila produksi karet alam meningkat, maka
volume ekspor akan meningkat. Negara tujuan ekspor karet dari Indonesia adalah Japan,
Malaysia, Philippine, Australia, Thailand, Singapore, Hong Kong, Taiwan, Sri Lanka, South
Korea, USA, England, German, Belgium, Italy, Dutch, Canada, PCA, Saudi Arabia, Egypt.
Perusahaan eksportir karet alam Indonesia adalah: P.T. PD. Abad & Co; P.T. Adei Crumb
Rubber Industry; P.T. Agro Muko; P.T. Agro Rubberindo Industry; P.T. Aka Prima; P.T.
Anugrah Sibolga Lestari; P.T. Asahan Crumb Rubber; P.T. Bakrie Sumatera; P.T. Batanghari
Tebing Pratama; dan P.T. Bridgestone Sumatra Rubber Estate.
Peran Ekspor Kelompok Hasil Industri Pengolahan Karet terhadap Total Ekspor Hasil
Industri (dalam US$)
Sub Kelompok
Hasil Industri
1. Crumb
Rubber

2010

2011

2012

2013

2014

Peran
Th.
2014
(%)

7.102.864.4 11.416.102.4 7.626.725.3 6.706.864.4 4.595.061.5 3,95%


84
41
46
68
59

2. Ban Luar
1.271.206.2 1.644.363.95 1.496.600.4 1.453.392.9 1.413.452.1 1,21%
kendaraan
37
2
71
05
68
Bermotor Roda
empat
3. Produk karet 207.655.831 282.275.933 424.121.000 407.726.232 475.911.763 0,41%

Sub Kelompok
Hasil Industri

2010

2011

2012

2013

2014

Peran
Th.
2014
(%)

dan olahannya
(PEBT)
4. Barangbarang dari
karet lainnya

232.968.514 239.760.954 433.988.044 393.427.571 270.374.777 0,23%

5. Sarung
Tangan Karet

251.896.556 285.134.049 260.606.062 226.757.360 236.376.536 0,20%

6. S h e e t

192.546.469 319.001.304 218.655.873 190.745.086 138.016.357 0,12%

7. Ban Luar
Sepeda

78.941.595 111.970.017 105.658.657 108.434.106 123.636.767 0,11%

8. Other new
pneumatic
tyres & inners
of rubbers

56.277.334

68.494.921 74.896.350 73.674.850 73.467.412 0,06%

9. Tranmission
Convenyer/Ele
vator Belt

49.435.184

62.877.906 73.165.927 69.222.835 70.036.532 0,06%

10. Ban Luar


kendaraan
Bermotor Roda
dua

17.851.095

26.755.437 30.873.984 28.622.586 33.111.155 0,03%

11. Ban Dalam


Sepeda

29.637.498

35.788.802 28.291.249 30.015.826 31.265.838 0,03%

12. Pipa dari


Karet

13.585.781

28.536.977 24.649.047 20.631.736 23.460.618 0,02%

13. Ban Dalam


kendaraan
Bermotor Roda
empat

12.490.912

13.983.059 15.399.705 10.567.106

14. Kondom
dan Barang
keperluan
Kesehatan lain

4.110.823

3.970.086

3.464.605

2.725.174

9.757.880 0,01%

2.597.282 0,00%

Sub Kelompok
Hasil Industri

2012

2013

2014

Peran
Th.
2014
(%)

2010

2011

15. Ban Dalam


kendaraan
Bermotor Roda
dua

803.079

1.011.584

1.260.192

1.108.461

715.574 0,00%

16. Barang
Pakaian & perlengkapan dari
karet

351.345

332.959

268.369

216.804

307.186 0,00%

Perkembangan Ekspor Karet 2011-2015.

Hambatan ekspor karet dan produk karet Indonesia


Ekspor karet alam Indonesia masih mengalami beberapa kendala seperti harga karet
alam yang fluktuatif, produktifitas yang rendah, faktor minyak mentah dunia, ketidakstabilan
nilai tukar serta kondisi perekonomian dunia mempengaruhi volume ekspor karet alam
Indonesia. Ekspor karet alam Indonesia juga rentan terhadap guncangan dalam
perekonomian. Ekspor karet Indonesia juga sangat bergantung kepada curah penghujan yang
sangat tinggi sehingga mengakibatkan para petani gagal panen dan mengalami kerugian.
Selain itu juga nilai karet dunia sedang mengalami penurunan yang mengakibatkan petani
banyak beralih untuk menanam palawija, ubi dan bahkan ada yang masuk ke pertambangan.

4. SAWIT
Industri perkebunan dan pengolahan sawit adalah salah satu industri kunci bagi
perekonomian Indonesia. Ekspor minyak kelapa sawit adalah penghasil devisa yang penting
dan industri ini memberikan kesempatan kerja bagi jutaan orang Indonesia. Hampir 70%
perkebunan kelapa sawit terletak di Sumatra, tempat industri ini dimulai sejak masa kolonial
Belanda. Sebagian besar dari sisanya - sekitar 30% - berada di pulau Kalimantan. Menurut
data dari Kementerian Pertanian Indonesia, jumlah total luas area perkebunan sawit di
Indonesia pada saat ini mencapai sekitar 8 juta hektar. Jumlah ini diduga akan bertambah
menjadi 13 juta hektar pada tahun 2020.

Perkebunan milik pemerintah memiliki peran yang menengah dalam industri minyak
sawit sementara perusahaan-perusahaan besar (seperti Wilmar Group dan Sinar Mas)
memproduksi sekitar setengah dari total produksi minyak kelapa sawit Indonesia. Para petani
skala kecil memproduksi sekitar 35% dan kebanyakan petani kecil ini sangat rentan
keadaannya apabila terjadi penurunan harga minyak kelapa sawit dunia.
Perusahaan-perusahaan sawit di Indonesia berencana untuk melakukan investasi-investasi
besar untuk meningkatkan kapasitas penyulingan minyak sawit. Hal ini sesuai dengan ambisi
Pemerintah untuk mendapatkan lebih banyak penghasilan dari sumber daya dalam negeri.
Indonesia selama ini berfokus pada ekspor minyak sawit mentah (dan bahan baku mentah
lainnya) namun telah mengubah prioritasnya untuk mengolah produk-produknya supaya
memiliki harga jual yang lebih tinggi. Untuk meningkatkan perkembangan di industri hilir,

pajak ekspor untuk produk minyak sawit yang telah disuling telah dipotong dalam beberapa
tahun belakangan ini. Sementara itu, pajak ekspor minyak sawit mentah (CPO) berada di
antara 0%-22,5% tergantung pada harga minyak sawit internasional. Indonesia memiliki
'mekanisme otomatis' sehingga ketika harga CPO acuan Pemerintah (berdasarkan harga CPO
lokal dan internasional) jatuh di bawah 750 dollar Amerika Serikat (AS) per metrik ton, pajak
ekspor dipotong menjadi 0%. Karena harga acuan ini jatuh di bawah 750 dollar AS per metrik
ton di September 2013, Indonesia telah menetapkan pajak ekspor CPO 0% sejak Oktober
2014.
Karena hal ini berarti Pemerintah kehilangan pendapatan pajak ekspor yang sangat
dibutuhkan dari industri minyak sawit, Pemerintah memutuskan untuk memperkenalkan
pungutan ekspor minyak sawit di pertengahan 2015. Pungutan sebesar 50 dollar Amerika
Serikat (AS) per metrik ton diterapkan untuk ekspor minyak sawit mentah dan pungutan
senilai 30 dollar AS per metrik ton ditetapkan untuk ekspor produk-produk minyak sawit
olahan. Pungutan-pungutan ekspor minyak sawit ini hanya perlu dibayar oleh para eksportir
ketika harga CPO acuan Pemerintah jatuh di bawah batasan 750 dollar AS per metrik ton
(secara efektif memotong pajak ekspor minyak sawit menjadi 0%). Pendapatan dari pungutan
baru ini akan digunakan untuk mendanai program subsidi biodiesel Pemerintah yang
ambisius (di tahun 2014, Pemerintah meningkatkan persyaratan kandungan campuran minyak
sawit di dalam diesel dari 7,5% menjadi 10%, dan memerintahkan pembangkit-pembangkit
listrik untuk menggunakan campuran 20%).
Pada Februari 2015, Pemerintah mengumumkan kenaikan subsidi biofuel dari Rp 1.500
per liter menjadi Rp 4.000 per liter dalam usaha melindungi para produsen biofuel domestik.
Melalui program biodiesel ini, Pemerintah ini mengkompensasi para produsen karena
perbedaan harga antara diesel biasa dan biodiesel yang terjadi akibat rendahnya harga minyak
mentah dunia (sejak pertengahan 2014). Selain untuk mendanai subsidi-subsidi ini, hasil dari
pungutan ekspor ini akan disalurkan untuk penanaman kembali, penelitian, dan
pengembangan sumberdaya manusia dalam industri minyak sawit Indonesia. Saat harga
minyak sawit acuan Pemerintah melebihi batasan 750 dollar AS per metrik ton maka pajak
ekspor kembali, kemudian Pemerintah akan menggunakan sebagian dari pajak ekspor minyak
sawit untuk membiayai program biodiesel ini.
Kapasitas penyulingan di Indonesia diketahui telah melompat menjadi 45 juta ton per
tahun pada akhir 2014, naik dari 30,7 juta ton pada 2013, dan lebih dari dua kali lipat

kapasitas di tahun 2012 yaitu 21,3 juta ton. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia
(Gapki) menyatakan bahwa Indonesia memiliki target jangka panjang untuk memproduksi 40
juta ton CPO per tahun mulai dari tahun 2020.
Minyak sawit adalah salah satu minyak yang paling banyak dikonsumsi dan diproduksi di
dunia. Minyak yang murah, mudah diproduksi dan sangat stabil ini digunakan untuk berbagai
variasi makanan, kosmetik, produk kebersihan, dan juga bisa digunakan sebagai sumber
biofuel atau biodiesel. Kebanyakan minyak sawit diproduksi di Asia, Afrika dan Amerika
Selatan karena pohon kelapa sawit membutuhkan suhu hangat, sinar matahari, dan curah
hujan tinggi untuk memaksimalkan produksinya. Produksi minyak sawit dunia didominasi
oleh Indonesia dan Malaysia. Kedua negara ini secara total menghasilkan sekitar 85-90% dari
total produksi minyak sawit dunia. Pada saat ini, Indonesia adalah produsen dan eksportir
minyak sawit yang terbesar di seluruh dunia.
Pada saat permintaan global kuat, bisnis minyak sawit di Indonesia menguntungkan karena
alasan-alasan berikut:
Margin laba yang besar, sementara komoditi ini mudah diproduksi
Permintaan internasional yang besar dan terus berkembang seiring kenaikan jumlah
penduduk global
Biaya produksi minyak sawit mentah (CPO) di Indonesia adalah yang paling murah di
dunia
Tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan produk minyak nabati
Penggunaan biofuel diduga akan meningkat secara signifikan, sementara penggunaan besin
diperkirakan akan berkurang
Perkembangan Ekspor Sawit Indonesia
Hanya beberapa industri di Indonesia yang menunjukkan perkembangan secepat industri
minyak kelapa sawit dalam 15 tahun terakhir. Pertumbuhan ini tampak dalam jumlah
produksi dan ekspor dari Indonesia dan juga pertumbuhan luas area perkebunan sawit.
Didorong oleh permintaan global yang terus meningkat dan keuntungan yang juga naik,
budidaya kelapa sawit telah ditingkatkan secara signifikan baik oleh petani kecil maupun para
pengusaha besar di Indonesia. Negara-negara tujuan ekspor adalah India, China, Malaysia,

Pakistan, Singapore, Banglades, Vietnam, Yordania, Tanzania, Afrika Selatan, Mesir, Iran,
Mozambik, Jerman, Spanyol, Itali, Turki, Rusia, USA.
Produksi dan Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia:
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Produksi
(juta ton)

19.2 19.4 21.8 23.5 26.5

30.0 31.5 32.5 32.0

Export
(juta ton)

15.1 17.1 17.1 17.6 18.2

22.4 21.7 26.4 27.0

Export
15.6 10.0 16.4 20.2 21.6
(dollar AS)

20.6 21.1 18.6 18.6

menunjukkan prognosis
Sumber: Indonesian Palm Oil Producers Association (Gapki) & Indonesian Ministry of Agriculture

Dilihat dari grafik diatas dapat dilihat bahwa produksi minyak sawit Indonesia dari
tahun ke tahun mengalami peningkatan secara bertahap dan pasti. Dengan demikian secara
otomatis export minyak sawit Indonesia juga mengalami peningkatan yang pasti dari tahun ke
tahun. Tetapi demikian karena perekonomian dunia yang lesu dan nilai tukar rupiah terhadap
dollar Amerika yang terus melemah tiap tahunnya, mengakibatkan Indonesia tidak mendapat
devisa yang terus menaik tiap tahunnya. Oleh sebab itu pemerintah sebaiknya lebih
memperhatikan kestabilan nilai rupiah dan perekonomian dalam negri untuk mendukung
poduksi dan ekspor minyak sawit.
Hambatan Ekspor Komoditas Sawit
Ada banyak masalah yang dapat menghalangi perkembangan industri minyak sawit
dunia diantaranya adalah kesadaran bahwa penting untuk membuat kebijakan yang ramah
lingkungan, konflik masalah dengan penduduk lokal karena ketidakjelasan kepemilikan tanah
sehingga berakibat menurunnya jumlah produksi minyak sawit karena ketidakadaan lahan
untuk menanam, adanya juga ketidak jelasan hukum dan perundang-undangan di suatu
negara sehingga mampu menghambat pertumbuhan ekspor minyak sawit contohnya
pemberian tarif pajak yang ekspor yang tinggi yang memberatkan perusahaan yang
mengekspor minyak sawit ke luar negri, dan juga biaya logistik yang tinggi yang sangat
membebani produksi minyak sawit serta kurangnya kualitas dan kuantitas infrastuktur yang
digunakan dalam memproduksi minyak sawit.

5. PRODUK HASIL HUTAN


Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undangundang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undang-undang tersebut, hutan
adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hampara lahan berisi sumberdaya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya
tidak dapat dipisahkan.
Hutan yang berfungsi produksi (Hutan Produksi) adalah kawasan hutan yang ditumbuhi
oleh pepohonan keras yang perkembangannya selalu diusahakan dan dikhususkan untuk
dipungut hasilnya, baik berupa kayu-kayuan maupun hasil lainnya seperti : getah, damar,
akar, dan lain-lain. Hasil produksi tersebut digunakan untuk memenuhi keperluan masyarakat
dan untuk pembangunan industri serta ekspor, tetapi tetap memperhatikan fungsi
ekologisnya. Dengan demikian produksi kayu dan hasil lainnya memenuhi kriteria untuk
memperoleh label berdasarkan standar Internasional.
Hasil hutan kayu adalah hasil hutan yang diperoleh dari tegakan hutan/pohon berupa
bahan-bahan berkayu/ Selulosa yang dapat langsung dimanfaatkan/diolah kembali untuk
menghasilkan bahan jadi atau siap pakai. Indonesia adalah eksportir kayu tropis terbesar di
dunia Letak Indonesia di wilayah sekitar khatulistiwa menyebabkan Indonesia mempunyai
tipe hutan hujan tropis, tipe hutan ini mempunyai curah hujan dan keanekaragaman hayati
yang tinggi termasuk jenis kayu yang dihasilkan, kayu yang berasal dari hutan hujan tropis
(atau disebut kayu tropis) memiliki keunggulan terutama dalam hal kekuatan dan keawetan
juga keindahannya, oleh karena itu kayu tropis menjadi kayu yang sangat laku
diperdagangkan. Industri kayu berkembang dengan cepat dalam beberapa tahun terakhir
utamanya karena reformasi kebijakan industri kehutanan dan kayu (seperti larangan eskpor
log dan kayu yang digergaji kasar).
Tujuan Negara Ekspor :

Produk Hasil Hutan

Diagram Nilai FOB Ekspor Produk Hasil Hutan Indonesia :

Perkembangan ekspor produk hasil hutan 2011-2015


Indonesia adalah net exporter dari kayu dan produk kayu dan pada data BPS tahun
2011-2012 ekspor produk hasil hutan menurun 1,38%, tahun 2012-2013 ekspor produk hasil
hutan mengalami kenaikan sebesar 2,77%, tahun 2013-2014 ekspor produk hasil hutan juga
mengalami kenaikan sebesar 2,76%, tahun 2014-2015 ekspor produk hasil hutan mengalami
penurunan sebesar 3,11%.
6. ALAS KAKI
Gambaran Industri Alas Kaki di Indonesia
Indonesia ada di dalam enam negara terbesar eksportir alas kaki di dunia dan oleh
karena itu sektor ini merupakan aset penting untuk industri manufaktur Indonesia
(menghasilkan devisa dan menyediakan lapangan kerja bagi banyak orang). Pemain global
yang besar, seperti Nike Inc dan beberapa perusahaan dari RRT dan Korea Selatan, memiliki
fasilitas produksi di Indonesia karena biaya tenaga kerja di negara ini rendah. Namun, upah

minimum telah naik pesat dalam beberapa tahun terakhir, melemahkan daya tarik investasi di
industri sepatu.
Alas kaki mencakup penutup luar untuk kaki untuk perlindungan, mode dan olahraga.
Indonesia memiliki sektor alas kaki penting yang memproduksi dan mengekspor sepatu dan
boot untuk beragam keperluan. Sektor alas kaki meliputi beragam produk, umumnya
diklasifikasikan menurut bahan bakunya, sepeti kulit, tekstil, plastik, karet, dan gabus. Alas
kaki juga diklasifikasi menurut penggunaan akhirnya untuk olah raga, kasual, formal, atau
pelindung kaki. Contoh jenis alas kaki istiletto, sandal, bakiak, sandal jepit dan selop.
Indonesia memproduksi banyak ragam alas kaki. Tingkat produksi domestik diperkirakan
mencapai lebih dari 135 juta pasang dengan jumlah pekerja manufaktur alas kaki lebih dari
450 ribu orang. Nilai ekspornya terus tumbuh dari tahun 2011 US$ 3.301.924.600 pada 2015
menjadi US$ 4.507.024.500. Perkembangan alas kaki dari tahun ke tahun semakin
meningkat. Segmen utama ekspor adalah produk jadi yang juga menunjukkan kemampuan
produksi Indonesia. Termasuk dalam ekspor ini adalah jenis-jenis seperti sepatu kasual,
sepatu resmi, sepatu olahraga dan bahkan sepatu boot..
Masalah lain adalah bahwa Indonesia perlu mengimpor beberapa bahan baku (kulit
dan karet) untuk produksi sepatu. Meskipun sebuah produsen karet utama, Indonesia masih
perlu mengimpor bahan karet untuk pembuatan sepatu karena negara ini tidak memiliki
fasilitas pengolahan dalam negeri yang memadai.

Alas Kaki

Perkembangan ekspor alas kaki dari tahun 2011-2015.


Dari data diatas pertumbuhan ekspor alas kaki dari tahun ke tahun semakin
meningkat. Dari tahun 2011-2012 ekspor alas kaki mengalami kenaikan sebesar 6,74% ,
tahun 2012-2013 ekspor alas kaki juga terus mengalami kenaikan 9,53%, tahun 2013-2014
6,42%, tahun 2014-2015 9,70%.

Saat ini Indonesia menempati posisi keenam sebagai

produsen alas kaki dunia setelah Tiongkok, Amerika Serikat, India, Brasil, dan Jepang dengan
pangsa pasar sebesar 3,6%.
Hambatan:
1. Masih adanya ketidakpastian soal kenaikan upah minimum baik untuk regional
maupun kota/kabupaten (UMR dan UMK).
2. Kemudahan impor bahan baku, karena industri pendukung untuk bahan baku tidak
berkembang di Indonesia. Untuk perusahaan besar, penggunaan bahan baku impor
bisa mencapai 50%.
3. Mengenai perpajakan. Pemerintah seharusnya mencari wajib pajak yang belum
terdaftar. Tidak hanya pengusaha yang selalu menjadi target. Investor akhirnya
enggan masuk, karena merasa diperas habis-habisan.
4. Soal infrastruktur yang saat ini tidak ada kepastian. Akses ke pelabuhan-pelabuhan
masih menjadi kendala. Proses pengiriman masih memakan waktu yang lama.

5. Soal relokasi. Para pengusaha yang akan melakukan relokasi di Jawa Tengah dan
Jawa Timur masih terkendala karena tidak tersedianya kawasan industri di dua
provinsi tersebut.
7. OTOMOTIF
Seiring dengan perkembangan teknologi, industri otomotif saat ini kian tumbuh dengan
pesat sehingga persaingan diantara produsen otomotif dunia terjadi sedemikian ketat dalam
menciptakan produk yang dapat memenuhi selera pasar serta mampu mempengaruhi
keputusan konsumen dalam melakukan pembelian. Industri otomotif merupakan salah satu
industri yang prospektif yang akan meningkatkan kontribusi pada nilai ekspor dan
pertumbuhan ekonomi. Perkembangan industri otomotif nasional dirangsang oleh kebijakan
pemerintah yang mengatur sektor ini, serta kemajuan teknologi dan kondisi ekonomi yang
berlaku. Industri otomotif Indonesia secara keseluruhan telah mengekspor produk otomotif
mulai dari motor, mobil dan berbagai komponen otomotif ke berbagai negara. Negara tujuan
ekspor komoditas otomotif ialah Thailand, Jepang, Saudi Arabia, Pilipina, Malaysia,
Singapura, Perserikatan Emirat Arab, Republik Afrika Selatan, Brazilia, Vietnam, Oman,
Amerika Serikat, Rep Rakyat Cina, Meksiko, Taiwan, Burma, Inggris, Jerman, India dan
Kuwait. Berikut merupakan data ekspor otomotif Indonesia periode Januari-Mei
2015 dan Januari-Mei 2016 menurut Kemendagri.

Perkembangan industri otomotif di Asia Tenggara sangat pesat. Dari sepuluh negara
anggota ASEAN, hanya empat negara yang tercatat sebagai basis produksi yaitu Indonesia,
Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Produsen terbesar kendaraan bermotor roda empat adalah
Thailand dengan penguasaan pasar pada tahun 2012 mencapai 58%, disusul Indonesia
sebesar 25,1%, Malaysia sebesar 13,4% dan Vietnam 1,7%.

Pada gambar di atas terlihat bahwa Indonesia, Malaysia, dan Thailand merupakan
pasar utama industri otomotif di ASEAN. Indonesia merupakan pasar terbesar produk
otomotif di Asia Tenggara dengan jumlah penjualan tahun 2011 sebesar 894.164 unit. Jika
dibandingkan dengan rasio jumlah penduduknya, maka pasar Indonesia masih terbuka sangat
luas. Namun demikian, produksi otomotif di Indonesia masih kalah jauh jika dibandingkan
dengan jumlah produksi di Thailand. Dari gambar tersebut juga terlihat bahwa Thailand
menjadi negara produsen otomotif terbesar di ASEAN.
Produsen suku cadang otomotif Indonesia sendiri yang telah memasarkan produknya
ke berbagai negara lain, di antaranya adalah PT Akebono Brake Astra Indonesia (ABAI),
anak usaha PT Astra Otoparts Tbk. Perusahaan ini telah melakukan ekspor komponen ke
Inggris dan Prancis, yaitu caliper assy untuk memenuhi produsen Nissan Motor
Manufacturing (UK) Ltd. dan Renault (Prancis) melalui Akebono Europe S.A.S (Gonesse).
Sementara itu, PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) terus meningkatkan
ekspor suku cadang ke 75 negara, di antaranya Singapura, Filipina dan kawasan Asia lainnya,
Amerika, Amerika Latin dan Eropa. Perusahaan ini telah melakukan ekspor komponen sejak
1988, dan ekspornya telah menembus 100 ribu kontainer.
Sejak ekspor komponen perdananya, Toyota telah membukukan volume ekspor CKD
(Completely Knock Down) lebih dari 700 ribu unit, komponen kendaraan sebanyak lebih dari

477 juta unit, mesin utuh sebanyak lebih dari 1 juta unit, komponen mesin 8 juta unit, die 215
unit, dan jig 603 unit. Produsen suku cadang Indonesia lainnya yang eksis di pasar
internasional adalah PT Selamat Sempurna Tbk. (ADR Group). Perusahaan ini merupakan
produsen filter terbesar di Asia, dan telah mengekspor produknya ke lebih dari 100 negara
dan hampir seluruh mereknya telah resmi diregistrasi di seluruh negara tujuan ekspor.
Kapasitas produksi Selamat Sempurna untuk filter mencapai 96 juta per tahun dari berbagai
tipe, radiator 197 juta per tahun dengan berbagai tipe aluminium, tembaga dan plastik.
Produk utama lainnya adalah condenser dan tangki bensin. Dalam memasarkan produknya,
digunakan strategi pemasaran kelompok dengan tujuan untuk melayani beberapa sektor.
Bisnis kontrak manufaktur memungkinkan para produsen suku cadang otomotif
memproduksi bagi para pemimpin industri otomotif, seluruh perusahaan penjual dan
pengecer. Untuk tetap kompetitif di pasar global, produk dengan kualitas tinggi dan kinerja
produk bukanlah suatu pilihan tapi merupakan prasyarat utama disamping dukungan layanan
yang sangat baik, responsif dan keunggulan biaya.
Perkembangan Ekspor Otomotif 2011-2015

Nilai ekspor komoditas otomotif selama tahun 2011-2015 tidak stabil. Menurut data
BPS, nilai FOB ekspor komoditas otomotif Indonesia pada tahun 2011 adalah sebesar US$
3.069.969.000. Angka tersebut meningkat 55,49% di tahun selanjutnya. Pada tahun 2012 nilai
FOB ekspor otomotif menjadi US$ 4.727.123.700. Peningkatan yang cukup signifikan
tersebut dikarenakan faktor kenaikan produksi dalam negri. Namun angka tersebut kembali
menurun lagi di tahun selanjutnya. Nilai FOB ekspor otomotif pada tahun 2013 menurun

6,36% dari tahun 2012 menjadi US$ 4.426.025.300. Pada tahun 2014, nilai FOB ekspor
otomotif berhasil meningkat kembali sebesar 16,87% menjadi US$ 5.172.761.300. Tahun
2015, industri otomotif kembali meningkatkan kinerjanya lagi, sehingga pada tahun tersebut,
nilai FOB ekspor otomotif berhasil ditingkatkan lagi 3.86% dari tahun sebelumnya. Pada
tahun 2015 nilai FOB ekspor komoditas otomotif sebesar US$ 5.372.765.200.
Hambatan Ekspor Otomotif:
Direktur Pengembangan Ekspor Nasional Nus Nuzulia Ishak mengatakan ada
beberapa kendala yang menjadi hambatan ekspor produk otomotif dan komponennya. Selama
ini pertumbuhan sektor otomotif terkendala beberapa masalah, yaitu biaya logistik yang
tinggi akibat buruknya infrastruktur penunjang ekspor, biaya tenaga kerja dan tarif listrik
yang tinggi. Selain itu, belum tersedianya laboraturium uji komponen yang diakui secara
global, maraknya komponen kendaraan bermotor ilegal dengan harga yang sangat murah,
bunga bank yang tinggi, lamanya proses dan berbelitnya pengurusan fasilitas Bea Masuk
Ditanggung

Pemerintah

atas

impor

bahan

baku,

kemungkinan

pengenaan

Bea

Masuk safeguard bagi bahan baku industri komponen, dan kurangnya insentif bagi
perusahaan yang ingin melakukan R&D. Dengan berkembangnya basis produksi produk
otomotif Indonesia, Nus menambahkan, hal tersebut bisa menjadi pendorong ekspor
Indonesia, karena di waktu yang sama, beberapa negara produsen lainnya masih mengalami
masalah di dalam negeri. Thailand misalnya, menghadapi permasalah kenaikan upah
karyawan serta keterbatasan tenaga ahli di sektor otomotif. Produsen di India juga
mengeluhkan tingginya biaya produksi yang membuat mereka semakin tidak kompetitif
dibanding China. Sementara itu, di China pemerintah negara tersebut menerapkan proteksi
industri otomotif dalam negerinya melalui kebijakan tarif impor produk otomotif untuk
mendorong produksi otomotif di dalam negerinya.

8. UDANG
Potensi maritim Indonesia sangat besar. Sub-Sektor Perikanan Indonesia merupakan
sub-sektor yang tetap mengalami pertumbuhan dimasa krisis ekonomi yang dialami
Indonesia. Ekspor komoditi perikanan bertumpuh pada dua jenis komodoti utama, yaitu
udang dan kelompok ikan laut seperti tuna, cakalang dan tongkol. Komoditi udang sangat
berperan dalam peningkatan ekspor sub-sektor perikanan, karena mempunyai kontribusi 60%
dari total nilai ekspor sub-sektor perikanan dengan nilai ekspor diatas satu milyar dolar

Amerika setahun. Amerika Serikat merupakan negara tujuan utama ekspor produk udang
beku Indonesia diikuti oleh Jepang, Vietnam, Inggris, dan Kanada (Kemendagri 2014)
Ketersediaan lahan yang luas di Indonesia, permintaan pasar dunia yang relatif besar
dan tingkat pengembalian investasi yang singkat dibawah setahun menjadikan bisnis udang
sangat menjanjikan untuk dimasuki dan terus dikembangkan. Untuk meningkatkan pasokan
udang Indonesia, perlu dilakukan peningkatan investasi dibidang budidaya tambak udang
dengan mengundang investor dalam dan luar negeri. Rasa aman berusaha dibidang budidaya
udang dan kepastian hukum perlu segera diciptakan oleh Pemerintah agar investor segera
melalukan investasi dibidang budidaya tambak udang. Pemberian insentif berupa kredit
modal kerja atau kredit investasi dengan jangka waktu pengembalian yang panjang dan
penggunaan teknologi semi intensif oleh petambak udang rakyat dan pengusaha kecil tambak
udang mampu meningkatkan produktivitas Industri Udang Indonesia.
Persaingan di industri udang dunia sangat ketat, dengan lima negara utama pesing
Indonesia di pasar dunia, yaitu Thailand, Equador, Mexico, India dan Vietnam. Penggunaan
teknologi maju dalam jangka panjang rnerupakan suatu keharusan untuk telap
mempertahankan daya saing Industri Udang Indonesia secara terus-menerus di pasar
Internasional. Berikut merupakan data ekpor udang pada periode Januari-Mei 2015 dan
Januari-Mei 2016 menurut Kemendagri.

Perkembangan Ekspor Udang Indonesia pada tahun 2011-2015


Produsen udang utama di Asean adalah Indonesia, Vietnam, dan Thailand. Seringkali
volume produksi udang Indonesia kalah dari dua negara tersebut (Vietnam dan Thailand).
Akan tetapi kemudian muncullah wabah penyakit udang Acute Hepatopancreatic Necrosis
Syndrome (AHPNS), atau yang lebih dikenal dengan nama Early Mortality Syndrome
(EMS). Penyakit ini sangat berbahaya karena menyerang udang pada ukuran larva. Wabah

EMS menyerang udang pada umur udang 20-40 hari. Semua udang yang terkena penyakit ini
akan mengalami kematian dalam waktu yang singkat. Daerah penyebaran EMS meliputi Cina
(2009), Vietnam (2010), Malaysia (2010), Thailand (2012) sampai perbatasan Kamboja
(2013). Penyebab wabah EMS adalah bakteri Vibrio parahaemolitycus yang terinfeksi oleh
virus tertentu (phage), sehingga bakteri tersebut akan mengeluarkan senyawa yang sangat
beracun (toxin). Akibatnya, pada tahun 2011-2013 produksi udang Thailand mengalami
penurunan drasatis yakni sebesar 47% (sebagian besar terjadi tahun 2013) dan Vietnam
mengalami penurunan 43% (sebagian besar terjadi pada tahun 2012).
Indonesia berhasil mencegah penyebaran penyakit ini sehingga produksi udangnya
dapat meningkat. Untuk mencegah penyebaran penyakit ini, Kementerian Kelautan dan
Perikanan RI mengeluarkan Peraturan Nomor 32/PERMEN-KP/2013 tentang Larangan
Pemasukan Udang dan Pakan Alami dari Negara dan atau Negara Transit yang terkena
Wabah EMS. Negara-negara tersebut adalah Cina, Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Mexico.

Menurut data BPS nilai FOB ekspor komoditas udang sejak tahun 2011 hingga 2014
terus meningkat dan hanya menurun di tahun 2015. Pada tahun 2011 nilai FOB ekspor udang
sebesar US$ 1.161.656.800. Angka tersebut meningkat 3,86% di tahun 2012. Pada tahun
2012, nilai FOB ekspor udang menjadi US$ 1.206.543.800. Pada tahun 2013, nilai FOB
ekspor udang meningkat lagi sebesar 22,77% menjadi US$ 1.481.284.300. Sedangkan pada
tahun 2014 nilai FOB hanya mampu ditingkatkan sebesar 22,54% menjadi US$
1.815.229.800. Peningkatan tersebut terjadi karena bertambahnya permintaan dunia akan
udang pada Indonesia karena Indonesia berhasil mencegah penyebaran penyakit udang, tidak

seperti negara-negara pesaing yang juga pengekspor udang. Namun peningkatan nilai ekspor
tersebut tidak dapat dipertahankan pada tahun 2015. Pada tahun 2015, nilai FOB ekspor turun
25,30% menjadi US$ 1.355.904.600.
Hambatan Ekspor Udang:
Kendati potensi ekspor meningkat, Arianto mengatakan Indonesia masih terlalu fokus
untuk pasar AS dan Jepang, padahal potensi pasar ke negara lain sangat besar. Kompetitor
lain, seperti India, Vietnam, dan Ekuador sekarang sedang berkembang cepat juga.
Seharusnya Indonesia juga harus bergerak cepat. Sementara itu, Vice President Surabaya
Operational CP Prima Hendri Laiman menyayangkan pemerintah yang kurang mendukung
para penambak yang kurang didampingi. Seringkali, petani diberikan pakan, tetapi tidak
berkelanjutan dan tidak ada pendampingan. Padahal, usaha tambak udang mudah turun kalau
tidak diurus secara berkelanjutan, ujar Hendri. Selain itu, Hendri mengatakan permasalahan
lain yang dialami penambak di Indonesia adalah kurangnya infrastruktur. Pembangunan
tambak, kata dia, hanya dilakukan di sepanjang garis pantai. Thailand dikatakan lebih
produktif karena mereka membangun sumur untuk tambak tidak hanya di sepanjang garis
pantai.
Hal utama yang perlu dijaga dalam mempertahankan posisi Indonesia adalah dengan
memastikan bahwa kualitas produk udang yang diproduksi memang kualitas terbaik dan
memenuhi standar kesehatan dan keselamatan.
9. KAKAO
Sebagian besar produksi kakao dunia berasal dari benua Afrika. Sepanjang sejarah biji
kakao, sebagian besar kacang ini telah diekspor ke Eropa (khususnya Jerman dan Belanda)
dan Amerika Serikat. Biji kakao merupakan salah satu produk ekspor pertanian yang paling
penting dari Indonesia. Dalam 25 tahun terakhir, sektor kakao Indonesia telah mengalami
pertumbuhan yang besar, didorong oleh ekspansi yang cepat dari partisipasi petani petani
kecil. Indonesia saat ini memiliki sekitar 1,5 juta hektar perkebunan kakao. Lokasi utama
Indonesia produksi kakao adalah: Sulawesi, Sumatera Utara, Jawa Barat, Papua, Kalimantan
Timur.

Wilayah produksi utama kakao Indonesia adalah pulau Sulawesi yang menyumbang
sekitar 75 persen dari total produksi kakao Indonesia. Produktivitas kakao di Indonesia per
hektar telah tertinggal di belakang negara-negara penghasil kakao lainnya, pemerintah
memulai program revitalisasi kakao lima tahun pada 2009 untuk meningkatkan produksi
melalui kegiatan intensifikasi, rehabilitasi dan peremajaan, dengan luas total 450 ribu hektar.
Dalam hal ekspor, kakao merupakan valuta asing produktif terbesar keempat di Indonesia
dari sektor pertanian (setelah kelapa sawit, karet dan kelapa). Negara tujuan yang paling
penting untuk biji kakao Indonesia adalah Malaysia, Amerika Serikat dan Singapura.
Dunia Cocoa Foundation menyatakan bahwa peningkatan tahunan permintaan global
untuk kakao telah tiga persen per tahun, selama seratus tahun terakhir. Diperkirakan bahwa
permintaan kakao dunia akan meningkat tingkat yang sama di tahun-tahun mendatang.
Dengan demikian, menempatkan Indonesia dalam posisi yang berpotensi beruntung karena
negara adalah salah satu produsen terbesar dan eksportir komoditas ini. Saat ini keunggulan
kompetitif utama negara itu terletak pada kemampuannya untuk memasok dalam jumlah
besar murah (kualitas rendah) biji kakao.
Sepanjang sejarahnya, mayoritas produksi kakao Indonesia telah diekspor dalam bentuk
biji kakao mentah. Ini telah mendorong pemerintah untuk merangsang industri pengolahan
nilai nasional. Salah satu ukuran penting untuk ini adalah Pengenaan pajak ekspor biji kakao
mentah pada tahun 2010 (SK No. 67/2010), sebesar antara lima dan 15 persen tergantung
pada fluktuasi harga dunia. Sebelumnya, pajak ekspor hanya diterapkan kacang olahan. Pajak
ekspor baru ini merupakan insentif untuk mendirikan industri fermentasi lebih domestik serta
sinyal untuk memproses perusahaan untuk meningkatkan kinerja mereka.
Perkembangan Ekspor Kakao 2011-2015

Sumber: www.bps.co.id
Data di atas menunjukkan adanya perkembangan ekspor kakao tahun 2011 sampai
tahun 2015. Pada tahun 2011, ekspor kakao meningkat walauapun nilainya masih lebih tinggi
ekspor tahun lalu. Pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar -22,25% dengan angka
$.883.141.800. Tahun 2013 produksi ekspor mengalami sedikit peningkatan sebesar
$.993.072.700 dengan persentase 12,44%. Kemudian pada tahun 2014 kontribusi ekspor
meningkat sebesar $.1095.237.900 dengan persentase 10,28%. Dan di tahun 2015 meningkat
sebesar 1.146.928.300 dengan persentanse 4,71%. Pengaruh naik turunnya produksi kakao ini
dikarenakan oleh beberapa faktor. Hal ini dikarenakan krisis Eropa membuat permintaan
kakao turun. Selama ini, negara-negara Eropa adalah konsumen terbesar kakao. Begitu
terkena krisis, permintaannya langsung melambat. Di sisi lain, produksi kakao di daerah
sentra, yakni di Afrika barat, justru melimpah. Penurunan ekspor juga disebabkan oleh
penurunan produksi kakao di dalam negeri. Serangan hama yang semakin merajalela
membuat pohon kakao tidak bisa berbuah secara maksimal. Serangan hama muncul karena
faktor anomali cuaca. Selain anomali, program Gerakan Nasional Kakao yang membagikan
bibit kakao jenis sumantik embrio (SE) kepada petani juga gagal. Bibit tersebut tidak diuji
coba terlebih dahulu sehingga banyak tanaman mati. Menurut Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia, sekitar 70 persen produksi biji kakao belum memenuhi standar nasional
Indonesia (SNI). Ketidaklayakan biji kakao tersebut terutama karena petani tidak melakukan
fermentasi terlebih dahulu. Akibatnya, rasa serbuk kakao yang dihasilkan kurang enak. Selain
itu, biji kakao juga masih banyak tercampur kotoran, seperti sisa kulit, sampah, dan kerikil.

Dari sisi bisnis, perdagangan kakao di dalam negeri sebenarnya makin kompetitif.
Prospek perdagangan biji kakao ke depan makin prospektif dengan masuknya biji kakao
dalam perdagangan di Bursa Berjangka Jakarta (BBJ), memudahkan penentuan harga
referensi.Target kapasitas produksi kakao Indonesia tahun 2015 itu jauh lebih besar dibanding
tahun 2010. Industri kakao Indonesia berkembang karena adanya dukungan pemerintah.
Salah satunya adalah pengenaan bea keluar (ekspor) biji kakao sejak 2010. Ini bukti bahwa
pajak ekspor biji coklat telah efektif dan sukses mengembangkan industri kakao di Indonesia
Hambatan Ekspor Kakao
Selama perkembangannya di Indonesia masih banyak kesulitan dalam melakukan
ekspor kakao. Faktor kesulitan tersebut antara lain seperti:
1.

Kemajuan dalam industri kakao tidak cukup bahan tanam yang lebih baik dan sedikit
pemeliharaan pertanian. Hal ini karena dibutuhkan investasi untuk mencapai satu juta

2.

ton target produksi tahunan pemerintah pada 2013-2014.


Sebagian besar ekspor kakao Indonesia ini merupakan biji mentah bukannya kakao

3.

olahan, yang berarti bahwa Indonesia kehilangan pendapatan nilai tambah.


Sekitar 90 persen dari output kakao di Indonesia diproduksi oleh petani kecil yang tidak
memiliki sarana keuangan untuk mengoptimalkan kapasitas produksi, sehingga

4.

penurunan produksi akibat penuaan pohon, penyakit, banjir dan semacamnya.


Perspektif yang menjanjikan terbaru dari industri kelapa sawit dan karet, beberapa
petani Indonesia telah mengalihkan fokus mereka terhadap komoditas tersebut,
menyebabkan bahwa saat ini 1,5 juta hektar perkebunan kakao bisa menurun lebih

5.

lanjut dalam tahun-tahun mendatang.


Beberapa perusahaan pengolahan biji kakao tidak beroperasi pada kapasitas penuh (ini
dapat dikaitkan dengan berbagai faktor, termasuk infrastruktur yang tidak memadai
negara).

10. KOPI
Kopi adalah jenis minuman yang penting bagi sebagian besar masyarakat di seluruh
dunia. Hal ini karena kenikmatan kopi dan nilai ekonomis bagi negara-negara yang
memproduksi serta mengekspor biji kopi. Kopi merupakan komoditi kedua yang paling
banyak diperdagangkan secara legal. Kopi yang dijual di dunia biasanya adalah kombinasi
dari biji yang dipanggang dari dua varietas pohon kopi: arabika dan robusta. Perbedaan di
antara kedua varietas ini terutama terletak pada rasa dan tingkat kafeinnya. Biji arabika, lebih
mahal di pasar dunia, memiliki rasa yang lebih mild dan memiliki kandungan kafein 70%
lebih rendah dibandingkan dengan biji robusta. Wilayah subtropis dan tropis merupakan

lokasi yang baik untuk budidaya kopi. Oleh karena itu, negara-negara yang mendominasi
produksi kopi dunia berada di wilayah Amerika Selatan, Afrika, dan Asia Tenggara. Kopi
adalah komoditi yang diperdagangkan di bursa-bursa komoditi dan futures, yang paling
penting di London dan New York. Di bawah ini, tabel lima negara eksportir kopi utama dunia
pada tahun 2014:

Indonesia adalah salah satu negara produsen dan eksportir kopi paling besar di dunia.
Kebanyakan hasil produksinya adalah varietas robusta. Berkaitan dengan komoditi-komoditi
agrikultur, kopi adalah penghasil devisa terbesar ke-4 untuk Indonesia setelah minyak sawit,
karet dan kakao. Kopi diperkenalkan di Nusantara oleh Belanda yang pada awalnya
menanam pohon-pohon kopi di sekitar wilayah kekuasaan mereka di Batavia namun
kemudian dengan cepat mengekspansi produksi kopi ke wilayah Bogor dan Sukabumi di
Jawa Barat di abad ke-17 dan abad ke-18. Indonesia terbukti memiliki iklim yang hampir
ideal untuk produksi kopi dan karenanya perkebunan-perkebunan segera didirikan di
wilayah-wilayah lain di Jawa, Sumatra dan juga di Sulawesi.
Perkebunan kopi Indonesia mencakup total wilayah kira-kira 1,24 juta hektar, 933
hektar perkebunan robusta dan 307 hektar perkebunan arabika. Lebih dari 90% dari total
perkebunan dibudidayakan oleh para petani skala kecil. Seperti yang telah disebutkan di atas

dan mirip dengan raksasa kopi regional Vietnam, sebagian besar hasil produksi biji kopi
Indonesia adalah varietas robusta yang berkualitas lebih rendah. Biji arabika yang berkualitas
lebih tinggi kebanyakan diproduksi oleh negara-negara Amerika Selatan seperti Brazil,
Kolombia, El Salvador dan Kosta Rika. Oleh karena itu, sebagian besar ekspor kopi
Indonesia (kira-kira 80%) terdiri dari biji robusta.

Selain memproduksi kopi biasa, Indonesia juga memproduksi beberapa kopi spesial
yaitu kopi luwak, kopi Toraja, kopi Aceh dan kopi Mandailing. Kopi jenis pertama - kopi
luwak - mungking merupakan jenis kopi paling terkenal karena dikenal sebagai kopi termahal
di dunia. Kopi ini diekstrasi dari biji kopi yang telah melalui sistem pencernaan musang
luwak Asia (hewan yang mirip kucing). Karena proses fermentasi khusus di dalam perut
hewan tersebut (dan juga karena fakta luwak bisa memilih buah kopi yang paling juicy) kopi
ini dipercaya memiliki rasa yang lebih kaya. Proses produksinya yang memerlukan banyak
tenaga kerja dan kelangkaannya di pasar internasional menyebabkan harganya menjadi
mahal.
Perkembangan Ekspor Kopi 2011-2015

Sumber: www.bps.co.id
Data diatas menunjukkan perkembangan ekspor kopo dari tahun 2011 sampai pada
tahun 2015. Di awal tahun 2011 kontribusi ekspor kopi senilai $1.036.671.10. Penurunan
produksi pada tahun 2011 diperkirakan karena faktor rendahnya produktivitas dan gangguan
cuaca. Kemudian pada tahun 2012 mengalami sedikit peningkatan senilai $.1.249.518,80
dengan persentanse sebesar 20,53%. Tahun 2013 ekspor kopi meningkat drastis senilai
$.11.740.445,00 dengan persentase sebesar 839,59%. Tahun 2014 sedikit mengalami
penurunan senilai 10.396.093,00 dengan persentase sebesar -11,45% dan tahun 2015
meningkat senilai 11.977.334,00 dengan persentase 15.20%. Pada tahun 2012 sampai 2015
mengalami kenaikan dikarena adanya Perubahan budaya dalam pola minum kopi, yaitu dari
sistem konvensional (drip coffee) ke pola modern (espresso), sehingga kebutuhan kopi
meningkat dari 8 gram menjadi 15 gram per cangkir. Faktor lain adalah meningkatnya tingkat
konsumsi di negara produsen, seperti Brasil, Mexico, Indonesia, Vietnam, dan India.
Hambatan Ekspor Kopi:
Dalam perkembangan ekspor kopi ini masih banyak hambatan yang terjadi antara lain:
1.

Permasalahan bahan baku menjadi salah satu faktor hambatan ekspor dalam negeri
yang dihadapi eksportir kopi lokal. Lahan perkebunan kopi di Indonesia lebih banyak
menghasilkan biji kopi dari jenis robusta dan sisanya berupa biji kopi arabika . Padahal
pasar dunia lebih menyukai jenis biji kopi arabika dibandingkan jenis biji kopi robusta.
Rendahnya produksi jenis kopi arabika disebabkan oleh sulitnya budidaya tanaman

2.

kopi arabika di Indonesia.


Rendahnya tingkat teknologi yang dimiliki oleh para petani kopi lokal juga merupakan
hambatan bagi ekspor kopi Indonesia. Terbatasnya fasilitas produksi biji kopi

(mesin/peralatan: pengering, pengupas dan sortasi). Hal ini terutama terjadi ditingkat
3.

usaha industri skala kecil dan menegah.


Kegiatan ekspor kopi secara langsung dan pengolahan kopi secara modern di Indonesia
hanya dapat dilakukan oleh industri kopi besar sementara itu para petani kopi tidak
dapat melakukan ekspor kopi secara langsung. Petani kopi hanya dapat menjual hasil
panen kopinya di dalam negeri kepada eksportir , hal ini dikarenakan ekspor kopi
Indonesia hanya dapat dilakukan oleh eksportir kopi terdaftar. Syarat untuk menjadi
eksportir kopi terdaftar adalah para eksportir/perusahaan kopi harus mampu memenuhi
standar mutu ekspor kopi yang diterapkan oleh kementrian perdagangan, harus
memiliki Surat Persetujuan Ekspor Kopi (SPEK) dan harus mendapat pengakuan

4.

sebagai Eksportir Kopi


Produksi kopi per hektar Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara
utama penghasil kopi lainnya. Di 2015, Indonesia memproduksi 741 kilogram biji
robusta per hektar dan 808 kilogram biji arabika per hektar. Di Vietnam, angka ini

5.

mencapai 1.500 kilogram per hektar di di Brazil mencapai 2.000 kilogram per hektar.
Di musim panen 2014-2015, ada kekurangan global sebesar 6,4 juta bungkus biji kopi
(menyebabkan kenaikan harga kopi yang tajam di 2014). Kekurangan ini disebabkan
oleh kombinasi konsumsi kopi yang meningkat di negara-negara berkembang dan
turunnya hasil produksi kopi sehubungan dengan faktor-faktor cuaca. Pada musim
panen 2015-2016, kekurangan jumlah kopi ini mungkin menurun menjadi 3,5 juta
bungkus.
.

REFERENSI

http://www.ico.org/
http://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/kopi/item186
http://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/kakao/item241
http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2014/12/02/326537/ekspor-komoditas-udangberpotensi-naik-di-2015
http://www.neraca.co.id/article/51722/udang-indonesia-kuasai-pasar-amerika-ekspor-produkperikanan
https://panduanekspor.com/negara-tujuan-ekspor-komoditi-10-utama/
http://www.kemenperin.go.id/statistik/peran.php?ekspor=1

https://panduanekspor.com/negara-tujuan-ekspor-komoditi-10-utama/

Anda mungkin juga menyukai