Anda di halaman 1dari 30

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI TALAS

(Colocasia esculenta L) DI DESA PABUARAN


KECAMATAN KEMANG KABUPATEN BOGOR

IQBAL FARHAN ROMDON


2019610005

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
JAKARTA
2023
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI i
DAFTAR GAMBAR 1
DAFTAR TABEL 2
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN 3
A. Latar Belakang 3
B. Rumusan Masalah 7
C. Tujuan Penelitian 9
D. Manfaat Penelitian 9

II. TINJAUAN PUSTAKA 10


A. Penelitian Terdahulu 10
B. Kerangka Teori 12
C. Konsep Usahatani14
D. Penerimaan Usahatani 14
E. Konsep Biaya Usahatani......................................................................15
F. Pendapatan Usahatani 15
G. Kerangka Pemikiran 17

III. METODE PENELITIAN 19


A. Jenis Penelitian 19
B. Waktu dan Tempat Penelitian 19
C. Penentuan Sampel 19
D. Sumber Data 19
E. Teknik Pengumpulan Data 20
F. Definisi Operasional 20
G. Teknik Analisis Data 21
1. Analisis Biaya 22
2. Analsis Pendapatan 23
3. Analisis Penerimaan 23
4. Analisis Efisiensi24
DAFTAR PUSTAKA 25

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Keragka Pemikiran..........................................................................................18

1
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Persentase Pengeluaran Rata-rata Untuk Konsumsi Umbi-umbian Per


kapita pada Tahun 2015-2020 .................................................................27
Tabel 2 Kontribusi PDB sektor pertanian atas dasar harga berlaku (persen) (2018-
2020).........................................................................................................27
Tabel 3 Perbandingan Penerimaan Umbi-umbian Sejenis di Daerah Kabupaten
Bogor.........................................................................................................28
Tabel 4 Luas Panen dan Produksi Talas di Kabupaten Bogor Berdasarkan..........28

2
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

merupakan negara yang padat akan penduduk dan mempunyai kelimpahan

sumber daya alam dan sumber pangan yang beranekaragam. Indonesia

termasuk salah satu negara agraris yang mengunggulkan sektor pertanian

sebagai mata pencaharian penduduknya dan pendorong pembangunan

nasional. Sektor pertanian telah memainkan peran penting dalam

pertumbuhan nasional sebagai penghasil produk domestik bruto (PDB),

pemberi kerja, dan sumber pendapatan masyarakat, dan penciptaan ketahanan

pangan nasional (Mursidah, 2005). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik,

PDB pertanian pada kuartal II 2020 meningkat 16,24% dan secara year on

year (yoy) naik 2,19 persen. Pertumbuhan ekonomi kuartal-II 2020 yang

tinggi menunjukkan besarnya pengaruh dan kontribusi sektor pertanian

karena besarnya produktivitas tanaman pangan yakni sebesar 9,23 persen

(BPS, 2021).

Pangan merupakan aspek utama dari kebutuhan dasar manusia dan

menjadi landasan dalam mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang

sehat, inovatif, dan unggul sehingga negara wajib untuk memenuhi

ketersediaan konsumsi pangan yang bergizi cukup, bermutu, aman

dikonsumsi, dan terjangkau pada tingkatan nasional ataupun daerah (UU RI

No. 18 Th. 2012). Pangan adalah kebutuhan paling mendasar manusia, sumber

energi aktivitas dan pertumbuhan manusia. Pangan adalah keharusan dari

kehidupan manusia dan tidak mungkin hidup tanpa pangan (Tranggono et.

al,2019).

3
Peningkatan rata-rata presentase pengeluaran untuk konsumsi umbi-

umbian di Indonesia juga mengalami peningkatan dari tahun 2015 sampai

2019 seperti yang tertera pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa persentase

rata-rata konsumsi umbi umbian per kapita mengalami fluktuasi dari tahun

2015 sampai 2020. Secara keseluruhan persentase rata-rata konsumsi umbi-

umbian per kapita mengalami peningkatan dari 0,49 persen pada tahun 2015

meningkat menjadi 0,7 persen pada tahun 2020. Peningkatan pengeluaran

untuk konsumsi umbi-umbian ini dapat menjadi indikator peningkatan

permintaan umbi-umbian.

Berdasarkan sejumlah sumber pangan alternatif yang diupayakan

pemerintah dalam mewujudkan diversifikasi pangan lokal, komoditas yang

banyak dikonsumsi dan diminati masyarakat Indonesia adalah komoditas talas

atau taro. Talas merupakan jenis tumbuhan umbi-umbian dengan kandungan

kalsium tinggi dan dapat dijumpai di daerah yang beriklim tropis serta

menyebar pada tepi pantai hingga pegunungan lebih dari 100 mdpl

(Sastrapradja, 1977). Talas tidak hanya dimanfaatkan umbinya, tetapi juga

bagian pelepah (kulit), batang, dan daun yang dapat digunakan untuk bahan

makanan, obat, pakan ternak, serta pembungkus (Danumihardja, 1978)

Upaya pemerintah Indonesia dalam mengatasi masalah pangan adalah

membangun Strategi Cara Bertindak Kedua (CB2) dengan upaya program

diversifikasi pangan lokal sebagai cara untuk meningkatan ketersediaan

pangan di era new normal. Strategi CB2 merupakan pengembangan

diversifikasi pangan lokal yang berfokus pada satu komoditas utama di satu

wilayah atau provinsi (Badan Ketahanan Pangan 2020).

4
Pembangunan pertanian sebagai salah satu subsistem pembangunan

nasional mempunyai peranan penting dalam perekonomian. Hal tersebut

karena pembangunan pertanian mempunyai dampak langsung terhadap

pemenuhan kebutuhan pokok manusia. Oleh karena itu, diperlukan upaya dan

kemauan masyarakat pertanian Indonesia untuk mengembangkan pertanian

komersial. Kategori pertanian, kehutanan, dan perikanan memberi kontribusi

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita Jawa Barat sebesar

43.07 persen (BPS Jawa Barat, 2019)

Setiap daerah memiliki jenis pangan lokalnya yang khas. Sumber

pangan lokal biasanya telah beradaptasi dengan kondisi lingkungan setempat,

sehingga dapat tumbuh optimal di daerah tersebut. Daerah yang terkenal

sebagai penghasil talas dengan rasa yang sangat enak adalah Kabupaten

Bogor (Akbari,2017). Kabupaten Bogor memiliki luas tanam talas sebesar

744 hektar (Ha), luas panen 692 hektar, produksi sebesar 11.165 ton, dan

produktivitas sebesar 16,124 ton per hektar (BPS Kabupaten Bogor,2021),.

Produksi talas di Kabupaten Bogor dibagi menjadi 20 kecamatan.

Adapun 4 kecamatan dengan produksi talas menengah seperti yang tertera

pada Lampiran 2. Berdasarkan Lampiran 2 salah satu kecamatan di

Kabupaten Bogor sebagai daerah produksi talas adalah Kecamatan Kemang

(Velayati 2013). Produksi talas di Kecamatan Kemang sebesar 16.320 ton,

Kecamatan Rumpin 16.135 ton, Kecamatan Bojong Gede 15.480 ton dan

Kecamatan Ranca Bungur 14.761 ton pada tahun 2020 (BPS, 2020).

Hasil produksi talas Bogor dari Kecamatan Kemang pada umumnya di

pasarkan ke pasar lokal, diantaranya: Pasar Bogor, Pasar Parung, Pasar

5
Cimangggu, Pasar Merdeka, Pasar Sukasari dan Pasar Gunung Bundar.

Pemilihan lokasi pemasaran tersebut cenderung karena adanya hubungan

kerjasama diantara lembaga pemasaran yang didasarkan pada terbentuknya

hubungan dagang dan rasa saling percaya yang sudah terjalin cukup lama.

Selain itu ada alasan lain yaitu harapan ingin mendapatkan harga jual talas

yang lebih tinggi (Ladeska et.al,. 2021).

B. Perumusan Masalah

Desa Pabuaran adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Kemang

penghasil talas Bogor. Berdasarkan berbagai jenis umbi-umbian yang

ditanam, talas menjadi komoditas yang dominan diusahakan oleh petani di

Desa Pabuaran. Budidayanya yang tidak sulit dan alam yang cocok untuk

tanaman umbi-umbian menjadi pertimbangan utama para petani untuk

menanam talas. Selain itu, harga juga menentukan keputusan petani untuk

berusahatani talas. Rata-rata harga yang diterima petani relatif murah,

meskipun harganya berfluktuasi tetapi harga yang diterima pada tingkat petani

tidak kurang dari Rp. 5.500- Rp. 10.000 per kilogram.

Pendapatan petani dipengaruhi oleh hasil produksi, biaya produksi yang

dikeluarkan dan harga talas yang diterima oleh petani. Kecenderungan harga

input produksi yang semakin naik tidak sebanding dengan penerimaan yang

dihasilkan jika petani tidak menerapkan pola produksi yang baik dan efisien.

Petani sebagai produsen tidak memiliki posisi tawar yang tinggi karena

petani sebagai price taker (penerima harga). Hal ini terjadi karena petani tidak

memilki bargaining position yang kuat dibandingkan lembaga pemasaran

lainnya dan jauhnya jarak lokasi pemasaran dari desa menyebabkan petani

6
harus mengeluarkan biaya lebih yaitu biaya transportasi.

Pupuk merupakan salah satu faktor produksi yang penting dalam

usahatani talas. Harga pupuk dari tahun ke tahun terus meningkat, karena

pemerintah tidak membuat kebijakan untuk mendapatkan pupuk bersubsidi.

Hal ini mengakibatkan petani harus mengeluarkan biaya produksi yang tinggi,

sehingga meningkatkan biaya yang dikeluarkan dan berakibat pada

berkurangnya pendapatan yang diterima petani dari usahataninya.

Berdasarkan uraian di atas terdapat beberapa permasalahan yang

menarik untuk diteliti antara lain:

1. Bagaimana karakteristik petani talas di Desa Pabuaran Kecamatan

Kemang Kabupaten Bogor Jawa Barat?

2. Bagaimana pendapatan dan efisiensi usahatani t a l a s di Desa Pabuaran

Kecamatan Kemang Kabupaten BogorJawa Barat?

C. Tujuan

1. Mengidentifikasi karakteristik petani talas di Desa Pabuaran Kecamatan

Kemang Kabupaten Bogor Jawa Barat.

2. Menganalisis besarnya pendapatan efisiensi usahatani talas di Desa

Pabuaran Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor Jawa Barat.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang

membutuhkan informasi usahatani talas seperti pihak petani, pihak pemerintah,

dan juga pembaca. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi

sebagai bahan evaluasi pemerintah dalam melakukan kebijakan yang akan

mendukung usahatani talas di Desa Pabuaran Kecamatan Kemang .

7
Secara akademis diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan

pertimbangan dan literatur untuk penelitian selanjutnya, penelitian ini juga

diharapkan dapat menambah pengetahuan dan dapat dijadikan sumber informasi

serta pembanding dalam melakukan penelitian selanjutnya.

8
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Pendapatan usahatani diperoleh dari hasil pengurangan antara

penerimaan dan juga biaya yang digunakan untuk usahatani tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Silalahi (2009), Velayati (2013), dan Assafa

(2014) sama-sama meneliti tentang pendapatan usahatani talas namun

dilakukan pada tempat dan waktu yang berbeda. Penelitian tersebut juga sama-

sama memiliki keuntungan yang positif, penerimaan yang dihasilkan dapat

menutupi semua biaya yang digunakan untuk usahatani talas.

Silalahi (2009) melakukan penelitian pendapatan usahatani talas di

Kabupaten Bogor Barat dengan membandingkan antara petani yang menyewa

lahan dan petani yang menggarap lahan sendiri. Velayati (2013) melakukan

penelitian terkait pendapatan usahatani talas dengan membandingkan

pendapatan usahatani talas menurut status kepemilikan lahan yaitu lahan milik

sendiri dan lahan garapan. Penelitian selanjutnya yang terkait dengan

pendapatan usahatani talas adalah penelitian yang dilakukan Assafa (2014)

yang menghubungkan antara pendapatan usahatani talas dengan risiko

produksifitas talas dengan menggunakan prinsip high risk high return.

Secara keseluruhan penelitian ini memiliki kesamaan dalam cara

perhitungan pendapatan usahatani talas namun masing-masing memiliki

pembahasan yang berbeda. Penelitian yang dilakukan Silalahi (2009) tidak

hanya menganalisis pendapatan saja tetapi juga menganalisis pemasaran talas,

hal inilah yang menjadi kelebihan dalam penelitian yang dilakukan. Penelitian

Velayati (2013) memiliki kelebihan dalam penelitiannya yaitu melakukann


9
analisis efisiensi usahatani talas menggunakan Data Envelopment Analysis

(DEA). Selain Silalahi (2009) dan Velayati (2013), penelitian yang dilakukan

Assafa (2014) juga memiliki kelebihan dalam penelitiannya yaitu melakukan

analisis tentang hubungan pendapatan usahatani talas dengan resiko produksi

talas itu sendiri. Secara keseluruhan selain memiliki kelebihan penelitian

tersebut memiliki kekurangan yaitu tidak melakukan perhitungan kontribusi

pendapatan usahatani talas terhadap pendapatan rumah tangga petani,

sehingga tidak dapat diketahui seberapa besar persentasi sumbangan

keuntungan dari usahatani talas teradap pendapatan total rumah tangga petani,

apakah pendapatan usahatani talas dapat dijadikan sumber pendapatan utama

bagi rumah tangga petani atau tidak.

Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian yang dilakukan

Silalahi (2009),Velayati (2013) dan Assafa (2014). Saya menganalisis

pendapatan usahatani talas dengan permasalahan harga pupuk yang semakin

tinggi dimana pupuk sangat diperlukan untuk mempercepat pertumbuhan

tanaman talas dan juga degradasi lahan secara terus-menerus yang membuat

produksi talas menurun serta mempengaruhi pendapatan usahatani talas.

R/C rasio dihitung dengan membagikan penerimaan dengan biaya yang

digunakan untuk melihat tingkat efisiensi dari suatu usahatani. Penelitian yang

dilakukan Adhifa (2016), Sitepu (2010) dan Silalahi (2009) yang melakukan

penelitian terkain R/C rasio namun dilakukan pada komoditas yang berbeda.

Menurut penelitian Adhifa (2016) Analisis R/C untuk mengetahui ratio

perbandingan antara nilai output dan nilai input. Analisis R/C untuk

mengetahui efisiensi dari usahatani yang dijalankan. Penelitian ini

10
menganalisis R/C rasio dengan membandingkan dua mitra usahatani yang

menunjukkan penggunaan faktor produksi petani mitra KSU Lestari lebih

banyak menggunakan sumber daya dalam keluarga, sehingga tidak menambah

biaya tunai. Lain halnya dengan penelitian Silalahi (2009) yang melakukan

analisis R/C rasio dengan membandingkan antara status kepemilikan lahan

yaitu lahan sewa dan milik sendiri, sedang kan Sitepu (2010) tidak melakukan

perbandingan dalam menganalisis R/C rasio. Secara keseluruan penelitian

tersebut memiliki kesamaan bahwa usahatani dikatakan efisien bahwa

memiliki R/C rasio lebih besar dari 1 Penelitian Adhifa (2016), Sitepu (2010),

dan Silalahi (2009) yang samasama menganalisis R/C rasio namun beda

komoditas. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa dari masing-masing

komoditi yang diteliti memiliki R/C rasio sebesar 1.58 persen untuk talas pada

Silalahi (2009), 1.48 persen untuk Bayam organik pada Adhifa (2016), dan

1.57 persen untuk jamur tiram putih pada Sitepu (2010). Dari masing-masing

R/C rasio tersebut diketahui bahwa talas memiliki R/C rasio tertinggi, hal ini

berarti talas memiliki tambahan peneriman yang lebih besar dari setiap

tambahan biaya yang dilakukan.

B. Kerangka Teori

1. Gambaran Umum Komoditas Talas Bogor

Tanaman talas memiliki nama sinonim dan beberapa nama lokal,

sebagai berikut: Colocasia antiquorum var. Esculenta (L.) Schott; Arum

chinense L.; A. esculentum L.; Taro. Nama daerah misal: keladi (Sumatera),

taleus (Jawa), ufi lole (Nusa Tenggara), paco (Sulawesi), bête/komo (Maluku).

Di Indonesia tanaman talas yang umum dibudayakan adalah jenis C. esculenta

11
var. esculenta., sedangkan C. esculenta var. antiquorum hanya dijumpai

dibeberapa tempat tertentu di Indonesia [19]. Pada C. esculenta var.esculenta

memiliki umbi tunggal yang berukuran sedang hingga besar dan tidak terdapat

umbi-umbi cabang. Umbi tunggal ini yang biasa dikonsumsi masyarakat

setelah diolah menjadi berbagai makanan. . (Vera Ladeska et al., 2021).

Dalam sistematika tumbuhan (taksonomi), tanaman bayam

diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Subdivisi : Spermatophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo/Bangsa : Arales

Famili/Suku : Araceae

Genus/Marga : Colocasia

Spesies/Jenis : Colocasia esculenta (L.) Schott.

 Talas mampu tumbuh dan berkembang baik padaiklim tropis dan sub

tropis. Talas dapat dibudidayakan di lingkungan dengan curah hujan tinggi

ataupun juga curah hujan rendah. Curah hujan yang optimal untuk

pertumbuhan talas adalah 175 cm per tahun. Talas membutuhkan penyinaran

penuh selama pertumbuhan dengan suhu 25-30 dan kelembaban tinggi. Talas

dapat tumbuh pada ketinggian 0-1300 mdpl. Di indonesia, talas dapat tumbuh

di daerah pantai sampai dengan pegunungan dengan ketinggian 2000 mdpl.

Semakin tinggi ketinggian tempat maka umur panen juga kana semakin

panjang. (Vera Ladeska et al., 2021).

12
2. Konsep Usahatani

Soekartawi ( 2011) menyimpulkan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu

terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana menggunakan

sumberdaya secara efisien dan efektif pada suatu usaha pertanian agar

diperoleh hasil maksimal. Sumber daya itu adalah lahan, tenaga kerja, modal,

dan manajemen. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu

yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan

mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien

mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal

mungkin (Suratiyah, 2011)

3. Penerimaan Usahatani

Penerimaan disebut juga dengan pendapatan kotor (gross farm

income). Penerimaan usahatani dapat didefinisikan sebagai nilai uang yang

diterima dari penjualan produk usahatani. Perhitungan penerimaan usahatani

ketelitian dalam menghitung produksi, penerimaan dan bila peneliti

menggunakan responden, maka diperlukan teknik wawancara yang baik

terhadap petani (Soekartawi, 2011). Dalam penelitian lain menjelaskan bahwa

penerimaan usahatani adalah penerimaan dari semua sumber usahatani

meliputi hasil penjualan tanaman, ternak, ikan atau produk yang dijual.

Bentuk penerimaan tunai menggambarkan tingkat kemajuan ekonomi

usahatani dalam spesialisasi dan pembagian kerja. Besarnya pendapatan tunai

atau besarnya proporsi penerimaan tunai dari total penerimaan termasuk

natura dapat digunakan untuk perbandingan keberhasilan petani satu dengan

13
yang lain (Tuwo, 2011).

4. Konsep Biaya Usaha Tani

Menurut Soekartawi (2002) biaya usaha tani adalah semua pengeluaran

yang dipergunakan dalam suatu usaha tani, sedangkan Kusnadi (2000)

menyatakan bahwa biaya adalah manfaat yang dikorbankan dalam rangka

memperoleh barang dan jasa. Biaya pada usaha tani terbagi menjadi dua

(Lipsey et al., 1995) yaitu:

1) Biaya tetap yaitu biaya faktor produksi untuk usaha tani yang tidak

bergabung pada tingkat produksi yang dihasilkan. Contohnya: lahan, mesin

pertanian, bangunan dan lain-lain.

2) Biaya variabel yaitu biaya faktor produksi untuk usaha tani yang bergabung

pada tingkat produksi yang dihasilkan. Contohnya: bibit, pupuk, bahan

bakar dan lain-lain.

Biaya dalam usaha tani terbagi atas biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan.

Biaya tunai adalah biaya yang dibayarkan dengan uang secara tunai, seperti

biaya pembelian sarana produksi, pembelian bibit, pembelian pupuk dan

obatobatan. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang digunakan untuk

menghitungkan beberapa pendapatan yang diperoleh petani serta modal petani

yang digunakan, contoh dari biaya tersebut adalah biaya tenaga kerja, biaya

penyusutan alat-alat pertanian dan biaya sewa lahan (Faisal, 2015)

5. Pendapatan Usahatani

Soekartawi (2002) menjelaskan bahwa pendapatan usahatani adalah

selisih antara penerimaan dan semua biaya produksi selama melakukan

produksi. Secara umum pendapatan usahatani terdiri dari dua hal pokok yaitu

14
penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu. Keberhasilan

usahatani dinilai dari pendapatan yang diperoleh selama usahatani tersebut.

Petani yang rasional selalu berusaha mendapatkan pendapatan yang

maksimal dari setiap usahanya. Pernyataan ini secara matematis dapat

dituliskan sebagai berikut:

TR = Y . Py

Keterangan:

TR = total revenue

Y = tingkat output

Py = harga output.

Suratiyah (2011) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi

besarnya biaya dan pendapatan dapat dibagi dalam dua golongan. Pertama

adalah faktor internal atau eksternal dan kedua adalah faktor manajemen.

Faktor internal dan eksternal akan saling memengaruhi biaya dan pendapatan

usahatani. Faktor internal yang akan mempengaruhi biaya dan pendapatan

usahatani yaitu: umur petani, pendidikan, pengalaman, jumlah tenaga kerja

keluarga, luas lahan, dan modal. Sedangkan faktor eksternal yang

mempengaruhi dari segi input adalah ketersediaan dan harga input, sedangkan

dari segi output adalah permintaan dan harga jual. Pendapatan usahatani dapat

diketahui dengan menghitung selisih antara penerimaan dan pengeluaran

(Soekartawi, 2006). Hubungan antara pendapatan, penerimaan dan biaya dapat

ditulis dalam bentuk matematis sebagai berikut:

Pd = TR – TC

Keterangan:

15
Pd = pendapatan usahatani ( Rp)

TR = total penerimaan ( Rp )

TC = total biaya ( Rp )

6. R/C Ratio

Analisis imbangan penerimaan dan biaya atau biasa dikenal dengan

analisis R/C rasio merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk

menilai keuntungan usaha tani. R/C rasio menunjukan besarnya penerimaan

usaha tani 11 yang diperoleh petani untuk setiap satuan biaya yang

dikeluarkan dalam kegiatan usaha tani. Nilai R/C rasio yang dihasilkan dapat

bernilai lebih satu atau kurang dari satu. Apabila nilai R/C rasio lebih dari satu

maka penerimaan yang diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan

untuk memperoleh penerimaan tersebut, sementara itu apabila nilai R/C

kurang dari satu menunjukan bahwa tiap unit biaya yang dikeluarkan akan

lebih besar dari penerimaan yang diperoleh (Soekartawi, 2002).

16
C. Kerangka Pemikiran

Produksi talas di Kecamatan Kemang mengalami penurunan pada tahun

2020, tahun 2019 Kecamatan Kemang memproduksi 16.753 Ton/Ha dan

ditahun 2020 mengalami penuruan produksi talas menjadi 16.320 Ton/Ha. Hal

ini bisa terjadi akibat harga pupuk yang semakin mahal , luas lahan produksi

talas yang semakin tahun berkurang akibat alih fungsi lahan menjadi

perumahan dan wabah penyakit Covid-19 yang membuat produksi talas serta

pembeli talas yang terus menurun.

Faktor lainnya adalah harga jual talas yang murah mengakibatkan

pendapatan usahatani talas lebih kecil dibanding usahatani hortikultura seperti

bawang dan cabai merah yang lebih besar pendapatannya di Desa Pabuaran.

Manajemen usahatani yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, dan

pelaksanaan serta evaluasi pada proses produksi yang kurang. Hal ini terjadi

karena petani tidak memilki bargaining position yang kuat dibandingkan

lembaga pemasaran ataupun tengkulak.yang ada di Desa Pabuaran.

Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui karakteristik petani

Talas di Desa Pabuaran. Kemudian dilakukan analisis pendapatan usahatani

dengan mengidentifikasi penerimaan dan biaya yang dikeluarkan petani.

Adapun metode pengukuran effisiensi usahatani dilakukan dengan

menggunakan R/C ratio. Rasio R/C juga digunakan untuk mengetahui

keuntungan relatif usaha tani.

17
Kenaikan harga pupuk secara terus
Talas adalah komoditas unggulan menerus menyebakan terjadinya
di Desa Pabuaran Kecamatan perubahan harga input produksi
Kemang. talas, ditambah semakin banyak alih
fungsi lahan menjadi perumahan
yang akan berdampak dengan
penurunan produksi talas di Desa
Pabuaran Kecamatan Kemang.

Usahatani Talas di Desa Pabuaran


Kecamatan Kemang

Karakteristik Petani:
Usia
Jenis Kelamin Analisis Usahatani
Tingkat pendidikan Biaya
Pengalaman Bertani Pendapatan
Luas lahan penerimaan
Status lahan R/C rasio
keluarga.

Rekomendasi

Gambar 1 Keragka Pemikiran

18
III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan ialah penelitian kuantitatif dengan

metode dasar analisis deskriptif yang bertujuan mendeskripsikan dan

mempermudah penafsiran yang dilakukan dengan membaca tabel dan grafik

untuk melihat berbagai fenomena berdasarkan teori-teori literatur (Bahrun et

al., 2014).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Pabuaran, Kecamatan Kemang,

Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian dipillih secara

sengaja (purposive), yaitu suatu teknik penentuan lokasi penelitian secara

sengaja berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu (Pulungan, 2019).

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret – April dengan periode

tanam Agustus 2022–Febuari 2023

C. Penentuan Sampel

Metode penentuan sampel yang digunakan adalah sensus. Sensus

merupakan penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai

sampel yang memiliki jumlah relatif kecil, kurang dari 100 orang (Sugiyono,

2008; Supriyanto, 2010). Jumlah populasi petani Talas di Desa Pabuaran

Kecamatan Kemang sebanyak 35 petani sehingga sampel yang diambil dalam

penelitian ini adalah 35 petani.

D. Sumber Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan

data sekunder. Data primer merupakan sumber data penelitian yang

19
diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara).

Data primer yang dikumpulkan dalam peneltian ini adalah karakteristik

petani, sarana produksi petani, biaya, penjualan, dan pengeluaran rumah

tangga petani. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang

diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara. Data-data

sekunder tersebut berasal dari jurnal ilmiah, laporan penelitian, dan data-

data yang diperoleh dari lembaga terkait seperti Badan Pusat Statistik

(BPS), Kantor Desa Pabuaran, UPTD Kecamatan Kemang, dan Dinas

Pertanian Pangan Kabupaten Bogor.

E. Teknik Pengumpulan Data

Data dikumpulkan melalui metode wawancara langsung terhadap

petani responden dan pihak terkait dengan menggunakan kuesioner yang

sudah dipersiapkan sebelumnya. Kuesioner tersebut berisi beberapa

pertanyaan yang terdiri dari pertanyaan terbuka. Pertanyaan terbuka berisi

pertanyaan yang jawabannya berupa deskripsi (tidak disediakan). Proses

wawancara dilakukan dengan mendatangi langsung lahan milik petani talas.

Observasi dilakukan untuk mencari informasi lokasi penelitian dan gambaran

umum lokasi penelitian. Serta dokumentasi kegiatan penelitian.

F. Definisi Operasional

Definisi operasional bertujuan untuk menghindari kesalahan

pemahaman dan perbedaan penafsiran yang berkaitan dengan istilah-istilah

dalam judul skripsi. Beberapa variabel yang digunakan untuk mengidentifikasi

usahatani dan menganalisis pendapatan dan efisiensi produksi usahatani talas

antara lain:

20
1. Petani adalah petani yang melakukan kegiatan usahatani tanaman talas di

Desa Pabuaran Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat.

2. Produksi adalah keseluruhan hasil talas yang didapatkan selama proses

produksi dan diukur dalam satuan kilogram.

3. Biaya tunai dalam penelitian ini adalah besarnya nilai uang tunai rupiah

(Rp) yang dikeluarkan petani untuk mengusahakan tanaman talas.

4. Biaya yang diperhitungkan adalah (biaya nontunai) nilai semua input yang

digunakan namun tidak dalam bentuk uang tunai atau pengeluaran untuk

pemakaian input milik sendiri (biaya penyusutan alat, pajak lahan, dan

penggunaan tenaga kerja dalam keluarga).

5. Penerimaan usahatani merupakan nilai uang rupiah (Rp) yang diraih dari

penjualan produksi total yang dihasilkan.

6. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara total penerimaan dan total

biaya usahatani. Perhitungan pendapatan usahatani dilakukan atas biaya

tunai dan biaya total. Pendapatan atas biaya tunai merupakan selisih antara

penerimaan total dengan biaya tunai usahatani, sedangkan pendapatan atas

biaya total merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya total

usahatani.

7. R/C yaitu perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya

usahatani. Dalam batasan nilai R/C rasio dapat diketahui apakah suatu

usaha menguntungkan atau tidak menguntungkan.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah metode kuantitatif. Metode

kuantitatif dikemukakan secara deskriptif dan digunakan untuk menganalisis

21
karakteristik petani responden mengenai usia petani, tingkat pendidikan,

pengalaman, luas lahan, status kepemilikan lahan, dan jumlah tanggungan

keluarga. Analisis kuantitatif juga digunakan untuk mengetahui besarnya

pendapatan usahatani yang diterima petani responden di Desa Pabuaran

Kecamatan Kemang.

Analisis R/C rasio digunakan untuk mengetahui efisiensi dan

keuntungan yang diperoleh petani talas di Desa Pabuaran. Sebelum diolah, data

primer yang terkumpul terlebih dahulu melalui proses verifikasi dan validasi

data, setelah itu data diolah menggunakan program Microsoft Excel.

Hasil pengolahan data primer disajikan dalam bentuk tabel yang

kemudian diinterpretasikan dalam bentuk pembahasan. Untuk mengetahui

efisiensi pendapatan usahatani diperlukan perhitungan matematis dengan

rumus sebagai berikut: (Soekartawi,2016)

1. Analisis Biaya

Biaya usaha tani dibagi menjadi dua berdasarkan biaya yang langsung

dikeluarkan dan langsung diperhitungkan (Sugiyono, 2011), yaitu terdiri dari:

 Biaya tunai

1. Sarana produksi: benih, pupuk dan pestisida

2. Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) (Soekartawi, 2006)

3. Sewa lahan

4. Pajak Lahan (lahan menyewa)

 Biaya non tunai (biaya yang diperhitungkan)

1. Bibit

2. Penyusunan alat

22
Nilai penyusutan alat dalam penelitian ini dihitung menggunakan

metode garis lurus (Martani, 2012), dengan rumus:

Nilai Penyusutan = Biaya perolehan aset tetap-nilai

residu umur ekonomis

3. Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) (Soekartawi, 2006)

4. Sewa lahan (lahan milik sendiri)

Biaya total usaha tani dirumuskan sebagai berikut:

𝑩𝑻𝑶 = 𝑩𝑻𝑼 + 𝑩𝑵𝑻𝑼

Keterangan:

BTO : Biaya Total (Rp)

BTU : Biaya Tunai (Rp)

BNTU : Biaya non-Tunai (Kg) Analisis Pendapatan

2. Analisis Penerimaan

Penerimaan usaha tani terbagi menjadi penerimaan tunai dan

penerimaan tidak tunai. Penerimaan total dari suatu usaha tani merupakan nilai

produksi dari usaha tani, yaitu harga jual dari produk dikalikan total produksi

(Sugiyono, 2011) , dengan rumus:

TR = P x Q

Keterangan:

TR : Total Penerimaan (Rp)

Q : Produksi yang diperoleh dalan usahatani (Kg)

P : Harga Jual Talas (Rp)

3. Analisis Pendapatan

Pendapatan tunai usaha tani adalah selisih antara penerimaan tunai

23
usaha tani dan pengeluaran tunai usaha tani. Perhitungkan pendapatan usaha

tani atas biaya tunai (Soekartawi, 2006) dapat dirumuskan:

𝝅 𝒕𝒖𝒏𝒂𝒊 = 𝑷𝒆𝒏𝒆𝒓𝒊𝒎𝒂𝒂𝒏 𝒕𝒖𝒏𝒂𝒊 − 𝑩𝑻𝑼

Keterangan:

𝝅 𝒕𝒖𝒏𝒂𝒊 : Pendapatan tunai (Rp)

BTU : Biaya tunai (Rp)

Sementara itu, pendapatan total usaha tani merupakan selisih antara

penerimaan total dengan biaya total, dijabarkan pada rumus:

𝝅 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 = 𝑻𝑹 − 𝑩𝑻𝑶

Keterangan:

𝝅 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 : Pendapatan total (Rp)

TR : Penerimaan total (Rp)

BTO : Biaya total (Rp)

4. R/C Ratio

Usahatani dikatakan efisien jika rasio antara penerimaan dan

pengeluaran mempunyai hasil > 1. Efesiensi dari suatu usahatani dapat

diketahui dengan menghitung R/C rasio, yang secara sistematis dapat

dirumuskan sebagai berikut:

R/C = TR / TC

Keterangan:

R/C : Perbandingan antara biaya dan penerimaan

TR : Total Penerimaan (Total Revenue)

TC : Total Pengeluaran (Total Cost).

24
25
DAFTAR PUSTAKA

Adhifa. 2016. Analisis Pendapatan Usahatani Bayam Organik pada Petani


Mitra KSU Lestari dan ADS Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Suwargana.A . 2022. Analisis Pendapatan Usahatani Talas di Kecamatan
Kemang Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Apriani dan Nuki. 2007. Analisis Pendapatan Usahatani Talas (Colocasia
esculenta L.) di Desa Taman Sari Kecamatan Taman Sari,
Kabupaten Bogor. Skripsi. Progam Sarjana Ekstensi Manajemen
Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor..
Akbari, SW. 2017. Analisis Pendapatan Usahatani Talas Di Kecamatan
Taman Sari Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Badan Ketahanan Pangan. 2019. Direktori Perkembangan Konsumsi
Pangan. http://bkp.pertanian.go.id/. [5 November 2020].
Badan Pusat Statistik. 2019. Distribusi PDB Triwulanan Seri 2010 Atas
Dasar Harga Berlaku (Persen) 2018-2019. https://www.bps.go.id/. [5
November 2020].
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2021. Kabupaten Bogor Dalam
Angka 2021. https://bogorkab.bps.go.id/. [19 November 2020].
Bahrun, Syahparuddin, dan Hardiani. 2014. Analisis pendapatan dan pola
pengeluaran rumah tangga miskin di Kabupaten Sarolangun. Jurnal
Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah. Jambi. Juli. Hal:
2 – 3.
Danumihardja, S. 1978. Pemanfaatan dan Pembudidayaan Talas
(Colocasia esculenta (L.) J Schott). Bull. Kebun Raya. 3(4): 101-
108.
Dewi, P. 2014. Analisis pendapatan petani bayam di Desa Ciaruteun Ilir
Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor Jawa Barat. Skripsi.
Departemen Agribisnis. Institut Pertanian Bogor.
Direktorat Jenderal Holtikultura. 2020. PDB Kuartal II 2020, Sektor
Pertanian Tumbuh Paling Tinggi. https://pertanian.go.id. [3 Februari
2021].
Faisal, H.N. 2015. Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Saluran
Pemasaran Pepaya di Kebupaten Tulungagunn (Studi Kasus di Desa
Bangoan, Kecamatan Kedunwaru, Kabupaten Tulungagung). Jurnal
Agribisnis Fakultas Unita. 12-28
Lipsey RG, Courant PN, Purvis DD, dan Steiner PO. 1995. Pengantar
Mikroekonomi Jilid 1. Binarupa Aksara. Jakarta. Terjemahan dari:
Economics 10th ed.
Mursidah. 2005. Perkembangan Produksi Kedelai Nasional dan Upaya
Pengembangannya di Provinsi Kalimantan Timur. Samarinda (ID).
Jurnal Penelitian Ekonomi Pertanian, Vol. 2(1): 39-44.
Pulungan. R.A. 2019. Analisis Pendapatan dan Pengeluaran Konsumsi

26
Petani Kelapa Sawit Desa Lubuk Bunut Kecamatan Hutaraja Tinggi
Kabupaten Padang Lawas. Skripsi. Program Studi Agribisnis.
Universitas Medan Area.
Sastrapradja, S. 1977. Ubi-Ubian. Lembaga Biologi Nasional (LIPI).
Bogor.
Silalahi, H. 2009. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Talas di
Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Skripsi.
Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Sitepu. 2010. Analisis Pendapatan Usahatani dan Saluran Pemasaran
Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor.
Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Menejemn Pemasaran Hasil-Hasil
Pertanian Teori dan Aplikasinya. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. Ui-Press. Jakarta.
Soekartawi. 2011. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk
Pengembangan.
Suratiyah, K. 2015. Ilmu Usahatani Edisi Revisi. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Sugiyono. 2008. Metode Kuantitatif Kualitatif dan R&D. ALFABETA.
Bandung.
Supriyanto, A. Sani, dan M. Machdudz. 2010. Metodelogi Riset
Manajemen Sumber Daya Manusia. UIN Maliki Press. Malang.
Tranggono, A. Wirman, C. Sulistiowati, A. Avianto, T. 2019. Makalah
Strategi Sistem Pangan Berkelanjutan Indonesia.
https://panganbijak.org/. [11 November 2020].
Tuwo, A. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut - Pendekatan
Ekologi, Sosial Ekonomi, Kelembagaan dan Sarana Wilayah
(Pertama). Brilian Internasional. Surabaya
Velayati R. 2013. Analisis Efisiensi dengan Pendekatan Data
Envelopment Analysis (DEA) dan Pendapatan Usahatani Talas di
Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Ekonomi
Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Ladeska V et.al . 2021. Colocasia esculanta L. (Taro Plant): Study of
Pharmacognosis, Phytochemical, and Pharmacological Activity.
Fakultas Farmasi dan Sains, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.
HAMKA Jakarta

27
Lampiran

Lampiran 1 Persentase Pengeluaran Rata-rata Untuk Konsumsi Umbi-


umbian Per kapita pada Tahun 2015-2020
No Tahun Konsumsi Umbian-Umbian
1 2015 0,49
2 2016 0,5
3 2017 0,89
4 2018 0,7
5 2019 0.6
6 2020 0,7
Sumber: Badan Pusat Statistika, 2019 dan 2020.

Lampiran 2 Luas Panen dan Produksi Talas di Kabupaten Bogor


Berdasarkan
Kecamatan 2020
No Kecamatan Luas Panen Produksi Rata-Rata Produksi
(ha) (Ton) (ha/Ton)
1 Kemang 6 94 16.320
2 Rumpin 6 91 16.135
3 Bojong Gede 4 71 15.480
4 Ranca Bungur 2 31 14.761
Sumber: Badan Pusat Statistika 2020.

28

Anda mungkin juga menyukai