Anda di halaman 1dari 47

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKSI PADI SAWAH ORGANIK DAN NON


ORGANIK DI KECAMATAN LABUAN KABUPATEN
DONGGALA

MOH SABIL
E 321 19 103

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2021
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................5

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian...................................................................................6

BAB II KAJIAN PUSTAKA.............................................................................................7

2.1 Usahatani Padi Sawah Lebak.......................................................................................7

2.2 Pertanian Nonorganik...................................................................................................8

2.3 Pertanian Organik.........................................................................................................10

2.4 Perbedaan Usahatani Padi Sawah Nonorganik dan Organik........................................12

2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Padi Sawah Organik dan Nonorganik.......12

2.6 Penerimaan dan Pendapatan Usahatani........................................................................17

2.7 Penelitian Terdahulu.....................................................................................................20

2.8 Kerangka Pemikiran.....................................................................................................22

2.9 Hipotesis.......................................................................................................................24

BAB III METODE PENELITIAN...................................................................................25

3.1 Ruang Lingkup Penelitian............................................................................................25

3.2 Sumber dan Metode Pengambilan Data.......................................................................26

3.3 Metode Penarikan Sampel............................................................................................26

3.4 Metode Analisis Data...................................................................................................28

3.5 Uji Statistik...................................................................................................................30

3.6 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik................................................................................32

3.7 Konsepsi Pengukuran...................................................................................................35

ii
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................37

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi pertanian

guna memenuhi kebutuhan pangan dan kebutuhan industri dalam negeri,

meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, memperluas kesempatan

kerja dan mendorong pemerataan kesempatan berusaha (Soekartawi, 2001).

Meningkatnya kebutuhan pangan mendorong insan pertanian untuk meningkatkan

produktivitas tanaman dan mengembangkan keanekaragaman bahan pangan.

Manusia melakukan berbagai cara untuk mengembangkannya dan tidak

menyadari bahwa penggunaan pupuk anorganik dan pestisida anorganik yang

kurang bijaksana akan mengakibatkan perubahan keseimbangan, sehingga

berdampak negatif bagi manusia. Berdasarkan kondisi tersebut, manusia berusaha

mencari teknik bertanam secara aman dan baik untuk lingkungan maupun

manusia, sehingga muncul sistem pertanian organik.

Pertanian organik merupakan jawaban atas revolusi hijau yang digalakkan

pada tahun 1960-an yang menyebabkan berkurangnya kesuburan tanah dan

kerusakan lingkungan akibat pemakaian pupuk dan pestisida kimia yang tidak

terkendali. Pertanian organik pada prinsipnya menitikberatkan prinsip daur ulang

hara melalui panen dengan cara mengembalikan sebagian biomassa kedalam

tanah dan konservasi air yang mampu memberikan hasil yang lebih tinggi

dibandingkan dengan padi non organik. Kebutuhan pupuk organik dan pestisida

1
untuk tanaman

2
organik dapat diperoleh dengan cara mencari dan membuat sendiri seperti pupuk

kompos. Penggunaan bahan organik ke dalam tanah atau pemberian pupuk

organik merupakan salah satu hal yang dapat digunakan sebagai solusiuntuk

mengatasi dampak dari mahalnya harga saprodi dan juga dapat digunakan untuk

mempertahankan lahan pertanian agar tetap produktif.

Pertanian padi organik ini selain ramah lingkungan, biaya untuk usahatani

pun sangat rendah karena pupuk dan pestisida yang digunakan berasal dari alam

disekitar lingkungan petani dan bila dibeli harganya pun relatif murah, sehingga

diharapkan dapat meningkatkan produktivitas tanaman padi. Beberapa

keuntungan membudidayakan padi secara organik adalah : (1) kesehatan

konsumen; (2) penggunaan pupuk organik yang mengembalikan kesuburan tanah

dan kelestarian lingkungan; dan (3) meningkatkan pendapatan petani, karena

harga jualnya lebih tinggi dari beras konvensional (Mayrowani, 2012) maka dari

itu, pertanian padi organik patut dilirik selain harga jual yang mahal, baik untuk

kesehatan dan produk organik bebas dari residu dibandingkan produk non

organik.

Kebutuhan akan padi organik di Indonesia sendiri sangatlah tinggi dari

tahun ketahun. Terlihat dari kebutuhan pasar tahun 2005 terhadap padi organik

sekitar 550.300 kuintal dan terus meningkat hingga tahun 2009 menjadi 1.141.102

kuintal namun yang sangat disayangkan produksi padi organik tidak dapat

mengimbangi permintaan pasar yang semakin tinggi. Sampai tahun 2015, jumlah

poktan/gapoktan beras yang sudah mendapatkan sertifikasi organik adalah 100

poktan/gapoktan padi padi organik bersertifikat yang tersebar di 16 provinsi


(Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Lampung, Jawa

Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, DIY, Bali, NTT, NTB, Kalimatan

Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah). Untuk melihat produksi padi

organik dapat dilihat dari tabel 1.

Tabel 1. Produksi dan Kebutuhan Pasar Padi Organik di Indonesia

Tahun Produksi (Ton) Kebutuhan


Pasar
2005 55.030 55.030
2006 55.717 66.036
2007 56.386 79.243
2008 57.051 95.091
2009 55.708 114.110
Sumber: Pertanian sehat Indonesia 2012

Jika dilihat dari segi produksi, kita dapat mengetahui dari penelitian–

penelitian sebelumnya yang menyimpulkan bahwa produksi padi sawah organik

lebih tinggi dari produksi padi sawah non organik. Seperti penelitian yang

dilakukan oleh Santoso (2012) di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen hasil

produksi usahatani padi organik sebesar 7,4 Ton/Ha dan produksi padi non

organik sebesar 6,5 Ton/Ha. Penelitian yang dilakukan oleh Guswulandari (2010)

di Kecamatan Sarolangun untuk hasil produksi padi organik sebesar 6,8 Ton/Ha

dan untuk padi non organik sebesar 4,9 Ton/Ha, dengan produksi yang tinggi

diharapkan usahatani padi organik mampu meningkatkan produktivitas pangan.

Provinsi Sulawesi Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia

dimana tanaman pangan masih cukup banyak ditanam oleh masyarakat. Salah satu

tanaman pangan yang diproduksi di Provinsi Jambi adalah tanaman padi sawah.
Produksi padi sawah di Provinsi Sulawesi Tengah perlu diterapkan

pertanian organik padi sawah untuk meningkatkan produktifitas padi sawah.

Sebagian besar masyarakat sudah mengetahui kelebihan padi sawah organik dari

padi sawah non organik, baik dari pelaku budidayanya maupun konsumennya.

Menurut para pelaku pertanian organik, permintaan produk pertanian organik

akhir-akhir ini cenderung meningkat, termasuk beras organiknamun permintaan

pasar tersebut belum dapat tercukupi sepenuhnya karena terbatasnya petani yang

menerapkan budidaya pertanian organik.

Penerapan pertanian padi sawah organik sendiri sebagian besar telah

diterapkan oleh petani yang ada di Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuan.

Dalam praktek, Soekartawi (1990) mengemukakan faktor faktor yang

mempengaruhi produksi dipengaruhi oleh faktor biologi dan faktor

sosialekonomi. Faktor biologi yang diduga mempengaruhi produksi padi adalah

luas lahan, benih, pupuk dan obat – obatan sedangkan faktor sosial-ekonomi yang

diduga mempengaruhi produksi padi sawah adalah tingkat pendidikan formal,

tenaga kerja dan biaya. Upaya peningkatan produksi tidak akan menguntungkan

bila penggunaan input produksi tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh dan

modal telah dikeluarkan petani. Petani yang rasional tentunya tidak lagi hanya

berorientasi pada produksi yang tinggi saja, namun lebih menitikberatkan pada

semakin tingginya tingkat pendapatan atau keuntungan yang diperoleh. Nicholson

(1978) dalam Agustian (2014) menyatakan bahwa petani sebagai produsen yang

rasional juga memaksimumkan keuntungan. Berdasarkan uraian di atas maka

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Faktor – Faktor Yang
Mempengaruhi Produksi Padi Sawah Organik Dan Non Organik Di Labuan

Kabupaten Donggala”

1.2 Rumusan Masalah

Banyak faktor yang menjadi pertimbangan petani dalam menerapkan

usaha tani padi sawah organik dan nonorganik yaitu faktor biologi dan faktor

sosial-ekonomi. Faktor biologi yang dilihat yaitu luas lahan, benih, pupuk dan

obat – obatan sedangkan faktor sosial – ekonomi yang dilihat yaitu biaya

dantenaga kerja. Semakin baik atau semakin tinggi faktor – faktor tersebut maka

akan berpengaruh terhadap produksi padi sawah organik dan anorganik sebab

faktor –faktor itu akan mendukung petani dalam meningkatkan produksinya

dalam berusaha tani padi sawah.

Seperti yang telah dijelaskan di atas faktor – faktor tersebut akan

berpengaruh terhadap produksi padi. Pada kenyataannya apakah faktor – faktor itu

mempengaruhi produksi padi organik maupun padi non organik di Kecamatan

Labuan. Dalam penelitian ini peneliti mencoba untuk mengkaji pengaruh faktor –

faktor tersebut terhadap produksi padi.

Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang akan diteliti

dalam penelitian ini adalah :

1. Apa faktor – faktor yang mempengaruhi produksi padi sawah organik dan non

organik di Kecamatan Labuan?


2. Berapa besar pendapatan dan penerimaan yang diterima petani padi sawah

organik dan non organik di Kecamatan Labuan?

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi produksi padi sawah

organik dan non organik di Kecamatan Labuan

2. Untuk mengetahui pendapatan dan penerimaan yang diterima petani padi sawah

organik dan non organik di Kecamatan Labuan.

1.3.2 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah

1. Sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana pada Fakultas

Pertanian Universitas Tadulako.

2. Sebagai bahan sumbangan pemikiran untuk penelitian selanjutnya bagi pihak –

pihak yang membutuhkan.

3. Menjadi pertimbangan bagi penyuluh pertanian dalam menerapkan teknologi

usahatani padi sawah organik.


BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Usahatani Padi Sawah Rawa Lebak

Lahan rawa lebak merupakan rawa yang terdapat di kiri dan kanan sungai

besar dan anak-anaknya, dengan topografi datar, tergenang air pada musim

penghujan, dan kering pada musim kemarau. Pada keadaan air macak-macak

sampai dengan ketinggian air lebih kurang 30 cm, lahan tersebut ditanami padi

sedangkan pada kondisi kering tanaman pangan lainnya dapat ditanam. Lahan

rawa lebak diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu lahan rawa lebak dangkal

dengan kedalaman genangan air maksimum 50 cm, rawa tengahan 50 - 100 cm,

dan rawa lebak dalam lebih dari 100 cm3. (Waluyo, dkk, 2008). Daerah penelitian

merupakan lahan rawa lebak karena di sisi lahan ada sungai besar.

Usahatani padi merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh produksi

dilapangan yang memperhitungkan biaya yang akan dikeluarkan untuk semua

kegiatan yang berhubungan dengan produksi usahataninya dan penerimaan yang

diperoleh dari usahataninya tersebut. Dalam usahatani terdapat empat unsur pokok

yang selalu ada unsur tersebut dikenal juga dengan istilah faktor produksi yang

terdiri dari tanah, tenaga kerja, modal dan pengelolaan (Hernanto, 1989).

Menurut Mosher dalam Suratiyah (2009) Petani dalam berusahatani padi

sawah mempunyai peran sebagai manajer, juru tani dan anggota masyarakat.

Petani sebagai manajer akan berhadapan dengan berbagai alternatif yang harus

diputuskan mana yang harus dipilih untuk diusahakan. Petani harus menentukan
jenis tanaman, menentukan cara-cara pembelian sarana produksi, mengusahakan

permodalan, dan sebagainya. Petani sebagai juru tani harus dapat mengatur,

melaksanakan, dan mengawasi kegiatan usahataninya, baik secara teknis maupun

ekonomis. Petani sebagai anggota masyarakat yang hidup dalam suatu ikatan

keluarga akan selalu berusaha memenuhi kebutuhan keluarganya. Pada penelitian

ini daerah yang diteliti adalah rawa lebak dangkal.

2.2 Pertanian Nonorganik

Pertanian modern atau pertanian nonorganik merupakan pertanian yang

menggunakan varietas unggul untuk berproduksi tinggi, pestisida kimia, pupuk

kimia, dan penggunaan mesin-mesin pertanian untuk mengolah tanah dan

memanen hasil. Paket pertanian nonorganik tersebut yang memberikan hasil

panen tinggi namun berdampak negatif terhadap lingkungan. Selain itu, residu

yang dihasilkan oleh bahan-bahan kimia yang digunakan oleh pertanian

nonorganik telah mencemari air tanah sebagai sumber air minum yang tidak baik

bagi kesehatan manusia. Hasil produk pertanian nonorganik juga berbahaya bagi

kesehatan manusia yang merupakan akibat penggunaan pestisida kimia (Sutanto,

2002).

Meningkatkan produktivitas hasil bumi, terutama pada bidang pertanian

diperlukan beberapa perlakuan seperti penambahan unsur hara yang berasal dari

luar ekosistem, pemuliaan tanaman, hingga modifikasi karakteristik dari lahan

yang disesuaikan dengan syarat tumbuh dari jenis tanaman yang dibudidayakan.

Budidaya pertanian modern atau yang lebih dikenal dengan istilah pertanian
nonorganik memerlukan pengolahan lahan dan penambahan bahan kimia sintesis

sebagai unsur hara. Penambahan unsur hara ini memiliki tujuan untuk mendukung

pertumbuhan tanaman yang dirancang sedemikian rupa melalui pemuliaan

tanaman contohnya pemberian pupuk urea, NPK, TSP maka dari itu, tanaman

menjadi responsif terhadap unsur hara sehingga tanaman dapat memberikan hasil

yang diinginkan seperti memiliki masa panen cepat dan memberikan kuantiatas

yang tinggi. Pada budidaya pertanian anorganik yang biasanya ditanam disatu

area lahan monokultur akan didapati serngan hama ataupun penyakit, oleh sebab

itu dalam pertanian nonorganik diperlukan penggunaan bahan-bahan kimia

sintesis untuk memberantas hama dan penyakit.

Pertanian konvensional berkembang secara cepat terutama dinegara –

negara Eropa, Amerika dan Asia Timur. Melalui program revolusi hijau, produksi

pangan dunia secara drastis sehingga mampu mengatasi kerawanan pangan

turutama dibenua Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Peningkatan produksi pangan

tidak terlepas dari penggunaan produk teknologi moderen seperti benih unggul,

pupuk kimia, pestisida, herbisida, zat pengatur tumbuh dan pertanaman

monokultur akan tetapi pada kenyataannya program revolusi hijau hanya dapat

berhasil diwilayah dengan sumber daya tanah dan air yang baik serta infrastruktur

mendukung (Sutanto 2002).

Dari pemahaman diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pertanian non

organik adalah pertanian yang menggunakan varietas unggul dalam meningkatkan

hasil produksi dengan penambahan unsur hara dari luar ekosistem yaitu pestisida

kimia, pupuk kimia, dan penggunaan mesin-mesin pertanian. Pertanian non


organik memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap hasil produksi

namun memberikan dampak yang negatif bagi lingkungan dan juga kesehatan

bagi manusia.

2.3 Pertanian organik

Pertanian organik merupakan kegiatan bercocok tanam yang akrab dengan

lingkungan. Pertanian organik berusaha meminimalkan dampak negatif bagi alam

sekitar. Ciri utama pertanian organik adalah penggunaan varietas lokal yang relatif

masih alami diikuti dengan penggunaan pupuk organik dan pestisida organik.

Oleh karena dibudidayakan tanpa penggunaan pupuk kimia dan pestisida kimia

maka produk pertanian organik ini pun terbebas dari residu zat berbahaya

(Andoko, 2010). Pertanian organik sering juga disebut sebagai sistem pertanian

berkelanjutan. Menurut Salikin (2003), pada tataran praktek pengelolaan pertanian

berkelanjutan dapat dikaji dari aspek penggunaan faktor produksi atau hubungan

input-output (Tabel 7).

Tabel 2
Perbedaan Sistem Pertanian Organik dengan Sistem Pertanian Non- Organik
No Sistem Pertanian Non-Organik Sistem Pertanian Organik
Lahan: Lahan:
Olah Tanah Intensif (OTI). - Olah Tanah Minimum (OTM).
1 - Olah Tanah Bermulsa (OTB).
- Olah Tanah Konservasi (OTK).
- Tanpa Olah Tanah (TOT).
Benih: Benih:
2 - Varietas unggul. - Varietas lokal.
- Varietas Lokal
Pupuk/Bahan kimia: Pupuk:
- Urea. - Pupuk hijau.
- TSP. - Pupuk kandang.
3
- NPK. - Bokasi.
- ZPT.
- KCl.
Pestisida kimia: Pestisida:
4 Insektisida. - Pestisida alami.
Herbisida. - Pengendalian hama terpadu.
Tenaga kerja/Energi: Tenaga kerja/Energi:
- Manusia. - Manusia.
- Traktor. - Hewan ternak.
5
- Energi minyak bumi. - Traktor ringan.
- Energi matahari, air, angin,
biomassa.
Manajemen: Manajemen:
Orientasi jangka pendek. - Orientasi jangka panjang.
Product oriented. - Economic and ecological
6
Manajemen industrial. oriented.
- Manajemen global dan
indegenius local.
Sumber : Salikin, 2003.

Cara bertanam padi organik pada dasarnya tidak berbeda dengan bertanam

padi secara konvensional. Perbedaannya hanyalah pada pemilihan varietas,

penggunaan pupuk dan pestisida, tidak semua varietas padi cocok untuk

dibudidayakan secara organik. Varietas padi yang cocok ditanam secara organik

hanyalah jenis varietas non-hibrida atau varietas alami. Agar berproduksi optimal,

jenis padi ini tidak menuntut penggunaan pupuk kimia (Andoko, 2010).

Pertanian organik sering disebut pertanian berkelanjutan, karena dalam

membudidayakan tidak menggunakan pupuk kimia dalam pemupukan awal

maupun pemupukan susulan karena apabila digunakan pupuk kimia akan

berdampak selanjutnya terhadap lingkungan dimana tanah akan semakin lama


semakin mengeras dan dalam pemilihan varietas haruslah menggunakan varietas

alami. Dalam pemberantasan hama dan penyakit, pestisida yang digunakan juga

haruslah organik atau dengan menggunakan sistem umpan atau perangkap.

2.4 Perbedaan Usahatani Padi Sawah Nonorganik dan Organik

Menurut Andoko (2010) terdapat beberapa perbedaan yang harus

diperhatikan dalam menanam padi organik yaitu penyiapan lahan, pemberian

pupuk dan pengendalian organisme pengganggu. Pada tahap persiapan lahan,

tanah dan air yang digunakan untuk padi organik harus terbebas dari pestisida dan

kandungan kimia lainnya. Pada tahap ini petani melakukan pengolahan lahan

sawah dengan cara membajak menggunakan traktor dan kerbau. Pemberian pupuk

kandang pada usahatani padi organik dapat dilakukan dengan cara ditebarkan

merata keseluruh permukaan lahan.

Pada usahatani padi organik pupuk yang digunakan didaerah penelitian

berupa pupuk kandang dan petro-organik sedangkan pada usahatani non organik

menggunakan pupuk NPK dan Urea. Perbedaan lain antara usahatani organik dan

nonorganik terletak pada pengendalian organisme pengganggu dan pembersihan

gulma. Usahatani organik menggunakan pestisida Astonis, Explore, Supremo dan

Abosilin sedangkan usahatani padi nonorganik menggunakan pestisida

Dharmabas, Decis, dan DMA.

2.5 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Sawah Organik

dan Non Organik


Suatu fungsi produksi akan berfungsi ketika terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi output produksi. Dalam praktek, faktor – faktor yang

mempengaruhi produksi deibedakn menjadi 2 kelompok, yaitu:

a. Faktor biologi seperti lahan pertanian (dimana dalam hal ini peneliti ingin

melihat luas lahannya), bibit, pupuk , obat - obatan

b. Faktor sosial – ekonomi seperti tenaga kerja, tingkat pendidikan formal dan

biaya (Soekartawi, 1990)

2.5.1 Benih

Benih menentukan keunggulan dari suatu komoditas. Benih yang unggul

cenderung menghasilkan produk dengan kualitas yang baik. Semakin unggul

benih komoditas pertanian, semakin tinggi produksi pertanian yang akan dicapai.

2.5.2 Luas Lahan

Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi

komoditas pertanian. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan (yang

digarap/ditanami), maka semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh

lahan tersebut. Menurut Mubyarto (1989), lahan sebagai salah satu faktor

produksi yang merupakan pabriknya hasil pertanian yang mempunyai kontribusi

yang cukup besar terhadap usahatani.

2.5.3 Pupuk

Seperti halnya manusia, selain mengonsumsi nutrisi makanan pokok,

dibutuhkan pula konsumsi nutrisi vitamin sabagai tambahan makanan pokok.


Tanaman pun demikian, pupuk dibutuhkan sebagai nutrisi vitamin dalam

pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Pupuk yang sering digunakan

adalah pupuk organik dan pupuk anorganik. Menurut Sutejo (dalam Rahim dan

Diah Retno, 2007), pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari penguraian

bagian – bagian atau sisa tanaman dan binatang, misal pupuk kandang, pupuk

hijau, kompos, bungkil, guano, dan tepung tulang. Sementara itu, pupukanorganik

atau yang biasa disebut sebagai pupuk buatan adalah pupuk yang sudah

mengalami proses di pabrik misalnya pupuk urea, TSP, dan KCL.

2.5.4 Pestisida

Pestisida sangat dibutuhkan tanaman untuk mencegah serta membasmi

hama dan penyakit yang menyerangnya. Di satu sisi pestisida dapat

menguntungkan usaha tani namun di sisi lain pestisida dapat merugikan petani.

Pestisida dapat menjadi kerugian bagi petani jika terjadi kesalahan pemakaian

baik dari cara maupun komposisi. Kerugian tersebut antara lain pencemaran

lingkungan, rusaknya komoditas pertanian, keracunan yang dapat berakibat

kematian pada manusia dan hewan peliharaan.

2.5.5 Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang

sedang mencari pekerjaan dan melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan

mengurus rumah tangga. Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia masih

menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Dalam usahatani sebagian besar

tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri dari ayah sebagai
kepala keluarga, isteri, dan anak-anak petani. Tenaga kerja yang berasal dari

keluarga petani ini merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian

secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai dengan uang. (Mubyarto, 1989).

Ukuran tenaga kerja dapat dinyatakan dalam hari orang kerja (HOK)

2.5.6 Biaya

Menurut Firdaus (2008) dalam Sari (2013) mengatakan bahwa dalam

usahatani, biaya dibedakan atas biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tunai (riil)

adalah biaya yang dikeluarkan dalam bentuk uang tunai, yang termasuk dalam

biaya tunai pada usahatani adalah biaya pembelian input seperti bibit, pupuk dan

pestisida, sewa lahan, sewa alat pertanian, biaya irigasi dan biaya tenaga kerja luar

keluarga, biaya pajak, biaya sewa gudang, dan bunga peminjaman uang

sedangkan biaya tidak tunai, yaitu biaya penyusutan alat pertanian dan biaya

tenaga kerja dalam keluarga. Apabila biaya yang tidak dibayarkan ini dihitung

sebagai biaya usahatani, maka analisis usahatani itu akan berakhir dengan angka

negatif.

Secara teori ekonomi, biaya diklasifikasikan kedalam beberapa golongan

sesuai dengan tujuan spesifik dari analisis yang dikerjakan yaitu:

1) biaya uang dan biaya in natura, biaya yang berupa uang tunai misalnya upah

kerja untuk persiapan atau penggarapan tanah, termasuk upah untuk ternak, biaya

untuk membeli pupuk, pestisida, dan lain-lain sedangkan biaya-biaya panen, bagi

hasil, sumbangan dan mungkin pajak-pajak yang dibayarkan dalam bentuk natura.

2) biaya tetap dan biaya variabel, biaya tetap adalah jenis biaya yang besar
kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya sewa tanah yang

berupa uang sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya

berhubungan langsung dengan besarnya produksi, misalnya pengeluaran untuk

bibit, pupuk dan sebagainya.

3) biaya rata-rata adalah hasil bagi antara biaya total dengan jumlah produk yang

dihasilkan sedangkan biaya marjinal adalah biaya tambahan satu satuan produk

pada suatu tingkat produksi tertentu (Daniel, 2004) dalam (Lubis, 2011)

Menurut Suratiyah (2009) menyatakan bahwa untuk menghitung biaya

total dapat diformulasikan sebagai berikut :

TC = FC + VC

Dimana :

TC = Total Biaya Produksi

FC = Biaya Tetap (Fixed Cost)

VC = Biaya Variabel (Variabel Cost)

Dari pemahaman diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa biaya adalah

seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam usahataninya baik biaya tetap

dan variabel seperti biaya input pembelian bibit, pupuk dan pestisida, sewa lahan,

sewa alat pertanian, biaya irigasi dan biaya tenaga kerja luar keluarga, biaya

pajak, biaya sewa gudang, bunga peminjaman uang, bahkan biaya penyusutan alat

dan tenaga kerja dalam keluarga. Untuk mendapatkan total biaya maka jumlahkan

biaya tetap dan biaya variabel.


2.5.7 Tingkat Pendidikan Formal

Pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam

membuka pikirannya serta menerima hal-hal baru dan juga bagaimana cara

berpikir secara ilmiah. Pendidikan mengajarkan manusia untuk dapat berpikir

secara objektif yang akan memberikan kemampuan untuk menilai apakah

kebudayaan masyarakatnya akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan zaman

atau tidak. (Soekanto, 1982).

Menurut Soekartawi (2005) tingkat pendidikan petani sering disebut

sebagai faktor rendahnya tingkat produktivitas usahatani. Tingkat pendidikan

yang rendah maka petani akan lambat mengadopsi inovasi baru dan

mempertahankan kebiasaan-kebiasaan lama sedangkan seseorang yang

berpendidikan tinggi tergolong lebih cepat dalam mengadopsi inovasi.

Dari pemahaman diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat

pendidikan formal mempengaruhi cara berpikir para petani dalam melaksanakan

adopsi inovasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal seorang petani, akan

lebih cepat dalam menerima adopsi inovasi dan petani akan memiliki cara berpikir

yang lebih luas dan semakin rendah tingkat pendidikan normal maka akan lambat

dalam mengadopsi dan lebih mempertahankan kebiasaan yang sudah dilakukan.

2.6 Penerimaan dan Pendapatan Usahatani

2.6.1 Penerimaan Usahatani

Menurut Hernanto (1996), penerimaan usahatani adalah penerimaan dari

sumber usahatani meliputi jumlah nilai hasil penjualan serta nilai penggunaan
rumah dan yang dikonsumsi. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara

produksi yang diperoleh dengan harga jual.

Menurut Rahim dan Astuti (2008) penerimaan usahatani adalah perkalian

antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan tersebut dapat

dinyatakan dalam rumus sebagai berikut :

TR = Y x Py

Dimana :

TR = Total Penerimaan

Y = Produksi yang diperoleh dalam satu usahatani

Py = Harga Y

Penerimaan usahatani tidak hanya selalu diperoleh dari menjual hasil

produksi, tetapi petani dapat juga memperoleh penerimaan usahatani dengan

menjadikan hasil produksi sebagai benih untuk usahatani padi selanjutnya.

2.6.2 Pendapatan Usahatani

Daniel (2002) dalam Kusrina (2005) mengatakan pada setiap akhir panen

petani akan menghitung berapa hasil bruto yang diperolehnya. Semuanya

kemudian dinilai dalam uang. Tetapi tidak semua hasil ini diterima oleh petani.

Hasil itu harus dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkannya untuk biaya

usahatani. Setelah semua biaya tersebut dikurangkan barulah petani memperoleh

apa yang disebut hasil bersih atau keuntungan.


Menurut Suratiyah (2009), pendapatan petani meliputi upah tenaga

keluarga sendiri, upah petani sebagai manajer, bunga modal sendiri, keuntungan

atau pendapatan kotor dikurangi biaya alat-alat luar dan bunga modal luar.

Pendapatan tenaga keluarga merupakan selisih dari pendapatan petani dikurangi

dengan bunga modal sendiri. Pendapatan bersih adalah selisih dari pendapatan

kotor dengan biaya mengusahakan. Keuntungan atau kerugian petani merupakan

selisih dari pendapatan petani dikurangi dengan upah keluarga dan bunga sendiri.

Hernanto (1998) dalam Hasugian (2014) kegiatan usahatani bertujuan

untuk mencapai dibidang pertanian. Pada akhirnya akan dinilai dengan uang yang

diperhitungkan dari nilai produksi setelah dikurangi atau memperhitungkan biaya

yang telah dikeluarkan. Berusahatani merupakan kegiatan untuk memperoleh

produksi dilapangan yang pada akhirnya akan dinilai dari biaya yang dikeluarkan

untuk semua kegiatan yang berhubungan dengan produksi usahataninya dan

penerimaan yang diperoleh dari usahatani tersebut. Selisih dari keduanya

merupakan pendapatan usahatani karena dalam kegiatan itu seorang petani

berperan sebagai pengelola, sebagai pekerja dan penanam modal pada usahatani,

maka pendapatan itu dapat digambarkan sebagai balas jasa dari kerja sama faktor

produksi. Sejalan dengan pendapat dari Soekartawi (2002) yang mengatakan

pendapatan usahatani adalah selisih antara dan semua biaya. Jadi :

Pd = TR – TC

Pd = Pendapatan usahatani

TR = Total penerimaan
TC = Total biaya.

Dari pemahaman diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendapatan

merupakan pengurangan total penerimaan dengan total biaya. Pendapatan adalah

tahap yang ditunggu oleh petani dimana akan dihitung diakhir panen. Petani juga

berperan dalam pengelolaan modal usahataninya dan digambarkan sebagai balas

jasa dari kerjasama faktor produksi.

2.7 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Notarianto (2011) mengenai Analisis

Efisiensi Penggunaan Faktor- Faktor Produksi Pada Usahatani Padi Organik dan

Padi Anorganik (Studi Kasus : Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen)

menyimpulkan bahwa faktor produksi (bibit, luas lahan, pupuk, pestisida dan

tenaga kerja) terhadap produksi padi organik yang berpengaruh secara nyata dan

signifikan adalah variabel luas lahan, bibit, dan pupuk. Sedangkan variabel tenaga

kerja tidak berpengaruh signifikan. Faktor produksi (bibit, luas lahan, pupuk,

pestisida dan tenaga kerja) terhadap produksi padi non organik yang berpengaruh

secara nyata dan signifikan adalah variabel luas lahan dan pupuk. Variabel bibit

dan tenaga kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah produksisedangkan

variabel pestisida berpengaruh negatif dan signifikan dikarenakan para petani

yang menggunakan dosis pestisida melebihi anjuran yang disarankan.

Penelitian yang dilakukan Siwi (2009) mengenai Analisa Pendapatan dan

Persepsi Petani Pada Usahatani Padi Organik (Studi kasus : di Dusun Gadingsari,

Desa Mangunsari Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang) yang menyatakan


besarnya rata-rata biaya produksi yang dikeluarkan baik pada padi organik

maupun non organik tidak terpaut banyak selisihnya dimana pada usahatani

organik biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 4.684.725 sedangkan pada usahatani

non organik biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 4.179.610. Selanjutnya bahwa

rata-rata penerimaan pada usahatani padi organik sebesar Rp. 14.062.667 dan

usahatani padi non organik sebesar Rp. 11.471.833 menunjukkan bahwa rata-rata

penerimaan padi organik lebih besar dari usahatani padi non organik. Rata–rata

pendapatan usahatani padi organik lebih besar daripada rata-rata pendapatan

petani padi non organik masing-masing sebesar Rp. 9.377.941,634 untuk padi

organik dan Rp. 7.292.223,33 untuk padi non organik. R/C ratio masing – masing

sebesar 3,4047 dan 2,8018 yang berarti usahatani padi organik lebih efisien dan

menguntungkan dibandingkan usahatani padi non organik.

Penelitian yang dilakukan Hapsari (2006) dalam Hasugian (2014)

mengenai Analisis Komparasi Padi Sistem Organik dan Padi Sistem

Konvensional (Kajian Pengembangan Usahatani Padi Organik di Wilayah

Kabupaten Ngawi) menyimpulkan bahwa pada uji regresi linear berganda untuk

usahatani padi system organik, variabel biaya benih secara nyata berpengaruh

terhadap jumlah penerimaan. Variabel luas lahan, biaya pupuk organik dan biaya

tenaga kerja secara nyata tidak berpengaruh terhadap jumlah penerimaan.

Variabel biaya pestisida organik berpengaruh negatif terhadap jumlah produksi

yang dihasilkan, sedangkan usahatani padi system konvensional, variabel luas

lahan secara nyata berpengaruh positif terhadap jumlah produksi. Variabel biaya

pestisida kimia (cair) dan biaya tenaga kerja secara nyata tidak berpengaruh
terhadap jumlah produksi. Variabel biaya benih, biaya pupuk kimia (padat), biaya

pestisida kimia (padat) berpengaruh negatif terhadap jumlah penerimaan.

2.8 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan fenomena yang kita lihat, belakang ini Indonesia sering

mengimpor beras hal ini dikarenakan produksi pangan lokal tidak mampu

mencukupi kebutuhan masyarakat Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

meningkat membuat pemerintah harus lebih memperhatikan produksi pangan

sehigga banyak program yang dilakukan untuk meningkatkan produksi pangan

lokal. Jika hal ini terus dibiarkan maka Indonesia akan mengalami krisis pangan.

Pertanian organik merupakan salah satu program pemerintah untuk meningkatkan

produksi padi sawah yang berkelanjutan. Pertanian organik dipercaya dapat

meningkatkan produktifitas padi jika dibandingkan dengan pertanain

konvensional. Selain produktiftas yang lebih tinggi produksi padi organik

memiliki banyak keunggulan daripada produksi padi konvensional dintaranya

dalam faktor kelestarian lingkungan. Dalam jangka panjang pertanian organik

dapat melestarikan lingkungan sebab dalam pengolahannya menggunakan bahan –

bahan yang telah disediakan oleh alam.

Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi padi sawah organik dan

nonorganik dapat dipengaruhi beberapa faktor. Luas lahan, benih, pupuk, tenaga

kerja pestisida, biaya dan tingkat pendidikan formal. Berdasarkan uraian

diatasmaka kajian faktor–faktor yang mempengaruhi produksi padi sawah organik

dan nonorganik adalah luas lahan, benih, pupuk, tenaga kerja pestisida, biaya dan
tingkat pendidikan formal. Adapun skema kerangka pemikiran dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

Padi Sawah

Padi sawah organik Padi sawah non organik

Faktor – Faktor yang


mempengaruhi Produksi:
- Luas Lahan

- Pestisida
- Pupuk
- Benih
- Tenaga Kerja
- Biaya
- Pendidikan formal
Produksi Padi Produksi Padi non organik
Organik

Pendapatan dan Penerimaan Petani Padi Organik dan Non Organik


Gambar 1.

Skema Kerangka Pemikiran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi


Sawah Organik dan Nonorganik di Kecamatan Labuan
2.9. Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan suatu hipotesis yang

akan dibuktikan kebenarannya. Diduga bahwa

1. Faktor – faktor (luas lahan, benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, biaya dan

tingkat pendidikan formal) berpengaruh terhadap produksi padi organik dan non

organik

2. Pendapatan dan penerimaan petani padi sawah organik lebih besar dari petani

padi sawah non organik.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Labuan Toposo Kecamatan

Labuan Kabupaten Donggala. Penentuan Desa Labuan Toposo d dilakukan secara

sengaja (Purpossive) dengan pertimbangan bahwa petani Desa Labuan Toposo

mengusahakan padi sawah non organik dan petaninya mengelola usahatani padi

sawah organik dan non organik.

Adapun objek penelitian ini adalah petani yang mengusahakan usahatani

padi sawah organik dan padi sawah nonorganik. Ruang lingkup penelitian ini

yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi di Desa

Labuan Toposo Kecamatan Labuan. Data yang diambil dalam penelitian ini

adalah tahun 2014, ini dikarenakan pada tahun 2015 mengalami gagal panen dan

pada tahun 2016 data belum bisa diambil dikarenakan petani baru melaksanakan

panen pada bulan Oktober. Adapun data yang dibutuhkan dalam penelitian ini

yaitu :

1. Identitas dari petani sampel / responden, yang meliputi nama, umur, status,

pendidikan terakhir, dan jumlah anggota keluarga.

2. Data yang menjadi faktor - faktor yang mempengaruhi produksi padi sawah

organik yang meliputi : luas lahan, benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, biaya

dan pendidikan formal

3. Data lain yang mendukung dan diperlukan dalam penelitian ini.


3.2 Sumber dan Metode Pengambilan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder.

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden

berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan. Data primer dalam

penelitian ini diperoleh dengan menyebarkan kuisioner kepada petani padi sawah

organik yang berada di Desa Labuan Toposo .

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari referensi, laporan hasil

penelitian ataupun berbagai bentuk informasi dari instansi yang ada kaitannya

dengan penelitian ini dengan cara mengutip dan mengadakan studi pustaka dari

buku-buku yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

3.3 Metode Penarikan Sampel

Penelitian ini akan dilaksanakan di Kecamatan Labuan yang terdiri dari 20

desa, desa yang dipilih secara sengaja yaitu Desa Labuan Toposo yang pertanian

padi sawahnya adalah pertanian padi sawah organik sebanyak 445 petani dan non

organik sebanyak 359 petani yang merupakan pertanian padi sawah non organik

sebanyak 462 Petani. Penarikan sampel dalam penelitian ini didekati dengan

metode Accidental Sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan

dengan menggunakan rumus dari Taro Yamane atau Slovin (Riduan, 2007)

sebagai berikut :

n= NdN2+1
dimana :

n = Jumlah Sampel

N = Jumlah populasi petani

d2 = presisi (15%)

berdasarkan rumus di atas, maka diperoleh jumlah sampel sebagai berikut :


N
n=
445 =40,40 responden
Nd2+1 = (445).0,152+1

Dari perhitungan sampel dengan menggunakan rumus diatas, maka

diperoleh jumlah sampel sebesar 40,40 responden petani organik. Untuk sampel

non organik diambil dari Desa Labuan Toposo yang berjumlah 821 petani.
N
n= 821 =42,16 responden
Nd2+1 = (821).0,152+1

Dari perhitungan diatas maka diperoleh jumlah sampel sebesar 42,16

responden dan dibulatkan menjadi 42 responden. Berdasarkan rumus diatas,

diperoleh jumlah sampel untuk masing-masing desa adalah sebagai berikut:

3.3.1 Untuk Desa Labuan Toposo yang mengusahakan padi

sawah non organik adalah sebagai berikut :


Ni 359
n*= x n n*= x 42
N 821

n*=18,36 responden (di bulatkan menjadi 18)

3.3.2 Untuk Desa Labuan Toposo yang mengusahakan padi

sawah non organik adalah sebagai berikut:


Ni 462
n*= x n n*= x 42
N 821

n*=23,63 responden (di bulatkan menjadi 24)


3.4 Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah analisis deskriptif

kuantitatif. Untuk tujuan pertama analisis yang digunakan adalah analisis yang

digunakan mengacu pada rumusan tujuan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah

untuk menganalisis faktor luas lahan, benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, biaya

dan pendidikan formal terhadap produksi padi sawah organik dan non organik dan

melihat faktor dominan dari faktor – faktor yang ada terhadap produksi di

Kecamatan Labuan.

Untuk menguji model pengaruh dan hubungan variabel independen yang

lebih dari dua variabel terhadap variabel dependen dipergunakan persamaan

regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS) Regression.

Analisis regresi berganda adalah suatu teknik statistikal yang dipergunakan untuk

menganalisis pengaruh di antara suatu variabel dependen dan beberapa variabel

independen.

3.4.1 Normalitas berguna untuk menentukan data yang telah dikumpulkan

berdistribusi normal atau tidak.

3.4.2 Uji autokorelasi : digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya

penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara

residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi.

3.4.3 Uji multikolinieritas : adanya hubungan linear antara peubah bebas X

dalam model regresi.

3.4.4 Uji heteroskedastisitas : adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk

semua pengamatanpada model regresi . (Basuki, 2016)


Adapun fungsi Nilai Output Produksi padi sawah yang akan diteliti dapat

diformulasikan sebagai berikut:

Y = f (X1, X2, X3, X4,X5,X6,X7) (3.3)

Menurut Widarjono (2007), model linier dalam parameter tidak berarti

harus linier dalam variabel. Salah satu model regresi non linier dalam variabel

yang seringkali digunakan dalam model regresi adalah model eksponensial.

Dalam penelitian ini menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi

produksi Cobb-Douglas merupakan bentuk persamaan regresi non linier yang

dapat ditulis sebagai berikut :

β1 β2 β3 β4 β5 β6
Y = β0 X1 X2 X3 X4 X5 X6 e. (3.4)

Persamaan (3.4) tersebut dapat diestimasi dengan cara melakukan

transformasi persamaan tersebut dalam bentuk persamaan logaritma sebagai

berikut :

1. lnYorganik = A + β1lnX1 + β2lnX2 + β3lnX3+ β4lnX4 + β5lnX5 + β6lnX6 +

β7lnX7 +µ (3.1)

2. lnYnonorganik = A +β1lnX1 +β2lnX2 +β3lnX3+ β4lnX4 + β5lnX5 + β6lnX6 +

β7lnX7 +µ (3.2)

Dimana :

Yorganik = total produksi padi organik (kg)

X1 = Benih padi organik (kg)

X2 = Luas lahan padi Sawah organik (ha)


X3 = pupuk organik(Kg)
X4 = obat-obatan organik (liter)

X5 = Tenaga Kerja (HOK)

X6 = Biaya (Rp)

X7 = Pendidikan formal (tahun)

A = Konstanta

βi = Koefisien Regresi ; i = 1,2,3….7

µ = Kesalahan pengganggu

Ynonorganik = total produksi padi nonorganik (Kg)

X1 = Benih padi non organik (kg)

X2 = Luas Lahan Padi Sawah non organik (ha)

X3 = penggunaan pupuk non organik (Kg)

X4 = Penggunaan obat-obatan non organik (liter)

X5 = Tenaga Kerja (HOK)

X6 = Biaya (Rp)

X7 = Pendidikan formal (tahun)

3.5 Uji Statistik

1. Pengujian Hipotesis secara Serempak (Uji F)

Pengujian secara serempak menggunakan uji F. Uji F bertujuan untuk

menguji pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen secara

bersama-sama. Prosedur pengujian uji F adalah sebagai berikut:

1. Membuat hipotesa nol (Ho) dan hipotesa alternatif (Ha)


2. Menghitung nilai F.hitung dengan

rumus: 𝑅 2 / (𝑘−1)
F=
(1−𝑅 2 )/(𝑛−𝑘)

Dimana:

R² = Koefisien determinasi

k = Jumlah variabel independen n = Jumlah sampel

3. Mencari nilai kritis (F tabel); df (k-1, n-k).

dimana: k = jumlah parameter termasuk intersep.

4. Keputusan untuk menerima atau menolak Ho didasarkan pada perbandingan

Fhitung dan F tabel. Jika: F hitung > F tabel, maka Ho ditolak dan Hi diterima,

jika F hitung < F tabel, maka Ho diterima dan Hi ditolak.

2. Koefisien Determinasi (R2)

Menurut Gujarati (1995) koefisien determinasi adalah untuk mengetahui

seberapa besar persentase sumbangan variabel bebas terhadap variabel terikat

yang dapat dinyatakan dalam persentase. Besarnya persentase pengaruh semua

variabel independen terhadap nilai variabel dependen dapat diketahui dari

besarnya koefisien determinasi (R2) persamaan regresi. Besarnya koefisien

determinasi berkisar antara nol sampai dengan satu. Semakin mendekati nol

besarnya koefisien determinsi suatu persamaan regresi, maka semakin kecil

pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen. Sebaliknya,

Semakin mendekati satu besarnya koefisien determinsi suatu persamaan regresi,

maka semakin besar pengaruh semua variabel independen terhadap variabel

dependen
3.6 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya

Normalitas, autokorelasi, multikolinieritas, dan heteroskedastisitas dalam hal

estimasi karena bila terjadi penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut maka

uji t dan uji F yang dilakukan sebelumnya tidak valid dan secara statistik dapat

mengacaukan kesimpulan yang diperoleh.

1. Normalitas

Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah nilai residual yang

telah distandarisasi pada model regresi terdistribusi normal atau tidak. Nilai

residual dikatakan terdistribusi normal jika nilai residual terstandarisasi tersebut

sebagian besar mendekati nilai rata-ratanya. Tidak terpenuhinya normalitas pada

umumnya disebabkan karena distribusi data yang dianalisis tidak normal, karena

terdapat nilai ekstrem pada data yang diambil.

Nilai ekstrem ini dapat terjadi karena adanya kesalahan dalam

pengambilan sampel bahkan karena kesalahan dalam melakukan input data atau

memang karakteristik data tersebut sangat jauh dari rata-rata. Untuk mendeteksi

apakah nilai residual terstandarisasi berdistribusi normal atau tidak dapat

menggunakan metode analisis grafik dengan Jarque-Bera. Data dapat dikatakan

terdistribusi secara normal apabila nilai probabilitas dari Jarque-Bera lebih besar

dari 0,05 (Basuki, 2016)

2. Autokorelasi

Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota

serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (Gujarati, 1995). Menurut


Widarjono (2007) autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota observasi

satu dengan observasi lain yang berlainan waktu. Dalam kaitannya dengan asumsi

metode OLS, autokorelasi merupakan korelasi antara satu variabel gangguan

dengan variabel gangguan lainnya. Sedangkan salah satu asumsi penting metode

OLS berkaitan dengan variabel gangguan adalah tidak adanya hubungan antara

variabel gangguan satu dengan variabel gangguan lainnya. Autokorelasi sering

terjadi pada data runtut waktu (time series) dan sebagian besar data time series

menunjukkan adanya autokorelasi positif daripada autokorelasi negatif, hal ini

terjadi karena data time series seringkali menunjukkan adanya trend yang sama

yaitu adanya kesamaan pergerakan naik turun. Adanya autokorelasi dalam suatu

model regresi maka estimator yang didapatkan akan mempunyai karakteristik

sebagai berikut (Widarjono,2007):

1. Estimator metode OLS masih linier

2. Estimator metode OLS masih tidak bias

3. Namun estimator metode OLS tidak mempunyai varian yang minimum lagi

(no longer best).

Untuk mendeteksi ada tidaknnya masalah autokorelasi di dalam suatu

model regresi dapat dilakukan dengan uji Lagrange Multiplier (LM) yang

dikembangkan oleh Breusch dan Godfrey. Berbeda dengan Uji Durbin-Watson

yang hanya berlaku hubungan autokorelasi antar residual dalam order pertama

atau autoregresif order pertama disingkat AR(1), uji LM bisa dilakukan untuk

untuk model autoregresif yang lebih tinggi seperti AR(2), AR(3) dan seterusnya.

Salah satu cara untuk menguji ada atau tidaknnya masalah autokorelasi dalam
model regresi adalah dengan melihat nilai probabilitas F-statistic. Jika nilai

probabilitas F-statistic lebih besar dari 0,05 maka model dinyatakan tidak ada

masalah autokorelasi. (Basuki, 2016)

3. Heteroskedastisitas

Penyimpangan asumsi model klasik yang berikutnya adalah

Heterokedastisitas. Artinya, varians variabel dalam model tidak sama (konstan).

Heteroskedastisitas sering ditemui dalam data cross section, sementara itu data

time series jarang mengandung unsur heteroskedastisitas. Konsekuensi adanya

heteroskedastisitas dalam model regresi adalah penaksir (estimator) yang

diperoleh tidak efisien, baik dalam sampel kecil maupun dalam sampel biasa,

walaupun penaksir yang diperoleh menggambarkan populasinya tidak bias dan

bertambahnya sampel yang digunakan akan mendekati nilai sebenarnya

(konsisten), ini disebabkan varians yang tidak minimum (tidak efisien).

Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dilakukan dengan

Breush- Pagan-Godfrey yaitu dengan cara meregres logaritma residual kuadrat

terhadap semua variabel penjelas. Salah satu cara untuk menguji gejala

heteroskedastisitas dalam model regresi adalah dengan melihat nilai Obs*R

squared. Jika nilai Obs*R squared lebih besar dari 0,05 maka model dinyatakan

tidak mengandung heteroskedastisitas. (Suliyanto, 2011)

4. Multikolinearitas

Multikolinearitas mula-mula ditemukan oleh Ragnar Frisch yang berarti

adanya hubungan yang linear yang sempurna atau pasti, diantara beberapa atau

semua variabel yang menjelaskan dari model regresi (Gujarati,1995).


Multikolinearitas artinya antar variabel independen yang terdapat dalam

model memiliki hubungan yang sempurna atau mendekati sempurna (koefisien

korelasinya tinggi bahkan mendekati 1). (Algifari, 2000).

Salah satu cara untuk menguji gejala multikolinearitas dalam model

regresi adalah dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dari masing –

masing variabel bebas terhadap variabel terikat .Jika nilai VIF tidak lebih dari 10

maka model dinyatakan tidak mengandung multikolinearitas. (Suliyanto, 2011)

3.7 Konsepsi Pengukuran

Pengertian dan batasan variabel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1) Petani padi sawah organik adalah petani yang mengusahakan usahatani padi

sawah organik.

2) Petani padi sawah nonorganik adalah petani yang mengusahakan usahatani

padi sawah nonorganik.

3) Luas lahan adalah luas areal petakan lahan yang digunakan untuk tanaman padi

(Ha)

4) Biaya produksi padi adalah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi

(Rp)

5) Biaya tetap adalah biaya yang penggunaannya tidak habis dalam 1 kali masa

produksi, yang meliputi biaya penyusutan alat-alat produksi pertanian (Rp/ha)

6) Biaya tidak tetap adalah biaya yang penggunaannya habis dalam 1 kali masa

produksi yang meliputi biaya bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja

(Rp/ha)
7) Total biaya usahatani adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani selama

satu tahun (Rp/ha/musim tanam)

8) Tingkat pendidikan formal adalah pendidikan formal yang ditempuh oleh

responden (tahun)

9) Penggunaan sarana produksi adalah penggunaan jumlah sarana produksi yang

digunakan pada kegiatan usahatani padi sawah / musim tanam yang meliputi

bibit, pupuk dan pestisida (kg/Ha/musim tanam)

10) Tenaga kerja dalam keluarga adalah jumlah hari tenaga kerja yang

digunakan petani padi sawah dari dalam keluarga (HOK)

11) Tenaga kerja luar keluarga adalah jumlah hari tenaga kerja yang digunakan

petani padi sawah dari luar keluarga (HOK)

12) Penerimaan usahatani adalah jumlah uang yang diperoleh dari penjualan

sejumlah output atau dengan kata lain merupakan segala pendapatan yang

diperoleh oleh petani hasil dari penjualan produksinya (Rp).

13) Pendapatan usahatani adalah jumlah penerimaan dikurangi dengan total

biaya yang dikeluarkan petani pada usahataninya (Rp)


DAFTAR PUSTAKA

Algifari, 2000. Analisis Regresi, Teori kasus dan Solusi. BPFE Universitas

Gadjah Mada. Yogyakarta

Andoko, A. 2010.Budidaya Padi Secara Organik. Penebar Swadaya, Jakarta.

Asih. 2010. Digilib.unila.ac.id/7451/16/BAB%20II.pdf (diunduh pada tgl 13

maret 2016)

Badan Pusat Statistik. 2016. Jambi Dalam Angka 2016. BPS

Provinsi Jambi.Jambi.

. 2016. Kecamatan Muara Bulian Dalam Angka 2016.BPS

Provinsi Jambi.Jambi.

Basuki, AT. 2016. Analisis Regresi. Rajawali Press. Jakarta

Daniel, M. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta

Eliyas, Sebastian Saragih. 2008. Pertanian Organik :Solusi Hidup Harmoni dan

Berkelanjutan, Penebar Swadaya, Jakarta :Penebar Swadaya

Firdaus, Muhammad dkk. 2008. Swasembada Beras Dari Masa ke Masa. IPB

Press. Bogor.

Guswulandari, Sanidia. 2010. Analisis Keuntungan Aplikasi Teknologi SRI Pada

Usahatani Padi Sawah di Kecamatan Sarolangun. Skripsi. Fakultas

Pertanian. Universitas Jambi. (Tidak di publikasikan)

Gujarati. 1995. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta


Hapsari, Ike Aprilia. 2006. Analisis komparasi usahatani padi sistem organik dan

padi sistem konvensional (Kajian pengembangan usahatani padi organik

di wilayah kabupaten ngawi). Fakultas Pertanian. Universitas

Muhammadiyah Malang.

http://eprints.umm.ac.id/6149/1/ANALISIS_KOMPARASI_USAHA_TANI_PAD

I_SISTEM_ORGANIK_DAN_PADI_SISTEM_KONVENSION AL.pdf.

(Diakses 27 desember 2014)

Hasugian, Julia Kristina. 2014. Analisis Komparasi Usahatani Padi Organik dan

Non Organik di Kecamatan Sarolangun Kabupaten Sarolangun. Skripsi.

Fakultas Pertanian. Universitas Jambi (Tidak di publikasikan)

Hernanto,Fadholi. 1989. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta

http://repository.uksw.edu/bitstream/handle/123456789/494/T1_522007009_BAB

%20II.pdf?sequence=3 diaksespadatanggal 27 desember 2014

Hutauruk, E.H. 2009. Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman Petani Terhadap

Tingkat Produktivitas Tanaman Kopi dan Kontribusinya Terhadap

Pengembangan Wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara. Tesis. Universitas

Sumatera Utara

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7268/1/09E01816.pdf

Ida. 2011. Analisis Bagian Harga Yang Diterima Petani Karet Didesa Panerokan

Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari. Proposal Skripsi. Fakultas

Pertanian. Universitas Jambi.


Isnaini, M. 2006, Pertanian Organik :Untuk Keuntungan Ekonomi dan

Kelestarian Bumi, Kreasi Wacana.Yogyakarta.

Isyanto, AY. 2012. Faktor Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Produksi Pada

Usahatani Padi di Kabupaten Ciamis. Jurnal. Universitas Galuh.

http://www.unigal.ac.id/ejurnal/html/index.php?naon=165 (diakses 12 Januari

2017)

Junaidi, 2014. Analisis Produksi, Distribusi dan Pendapatan Petani dan Dampak

program Optimalisasi lahan terhadap Produksi Padi Sawah di Kabupaten

Muaro Jambi. Jurnal. Universitas Jambi

Maftuhin, K. 2016. Pengaruh Pertanian Organik Terhadap Produksi Dan

Pendapatan Usahatani Padi di Kota Batu (Studi Kasus di Desa Pendem

dan Desa Dadaprejo Kecamatan Junrejo Kota Batu) Jurnal. Fakultas

Pertanian. Universitas Islam Malang.

http://www.academia.edu/29579625/Perbandingan_Pertanian_Organik_dan_Anor

ganik (diakses 12 Januari 2017)

Mardikanto, Totok. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Uns Pres. Surakarta

Mayrowani, Henny.2012. PengembanganPertanianOrganik DiIndonesia.

http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/FAE30-2b.pdf (diakses 12

oktober 2015).

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta


Notarianto, Dipo. 2011. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor- Faktor Produksi

Pada Usahatani Padi Organik dan Padi Anorganik (Studi Kasus :

Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen). Skripsi. Fakultas Pertanian

Universitas Diponegoro.

Novita, Sari. 2014. Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Dengan

Tingkat Penerapan Teknologi Usahatani Padi Sawah di Kecamatan

Sekernan Kabupaten Muaro Jambi. Proposal Skripsi. Fakultas Pertanian.

Universitas Jambi (Tidak di publikasikan)

Purwasasmita, Mubiar dan Alik Sutaryat. 2012. Padi SRI Organik Indonesia.

Penebar Swadaya. Depok

Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta

Rifai, Mien. 2003. Kamus Biologi Umum. Balai Pustaka. Jakarta Riduan. 2007.

Metode Penarikan Sampel. Penerbit Gahlia. Jakarta

Salikin, KA. 2003. Sistem pertanian Berkelanjutan. Kanisius. Yogyakarta

Sari Wahyuni, Nilam. 2013. Analisis Usahatani Padi Organik Kelompok Tani

Usaha Sepakat di Desa Pudak Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro

Jambi. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Jambi

(Tidak di publikasikan)

Sayid. 2006. Digilib.unila.ac.id/7451/16/BAB%20II.pdf (diunduh pada tgl 13

maret 2016)
Santoso, NK. 2012. Analisis Komparasi Usahatani Padi Organik dan Anorganik

di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen. Fakultas

Pertanian. Universitas Kristen Satya Wancana.

http://repository.library.uksw.edu/handle/123456789/494. (diakses 12 oktober

2015

Siwi, P. 2009. Analisa Pendapatan dan Persepsi Petani Pada Usahatani Padi

Organik (studi Kasus di Dusun Gadingsari Desa

Mangunsari Kec.Sawangan Kab. Magelang). Jurnal. Fakultas

Pertanian.Universitas Tidar Magelang. http://Jurnal.utm.ac.id (Diakses 27

Desember 2016)

Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis

Fungsi Cobb – Douglas . Raja Grafindo Persada. Jakarta

. . 2001. Agribisnis, Teori dan Aplikasi. Raja GrafindoPersada. Jakarta

. 2002. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press. Jakarta

. 2005.Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas Indonesia.

Malang

Soekanto, Soerjono. 1982.Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada.

Jakarta

Sugihen, Bahrein T. Sosiologi Pedesaan (Suatu Pengantar). Rajawali Pers.

Jakarta
Suliyanto, 2011. Ekonometrika Terapan : Teori dan Aplikasi dengan SPSS. Andi.

Jakarta

Suratiyah, Ken. 2009. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta Sutanto R.

2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan

Berkelanjutan.Kanisius, Yogyakarta.

Tribun Jambi. 2011. Petani Iuran Memperluas Areal Sawah.

http://jambi.tribunnews.com/2011/05/10/petani-iuran-memperluas-areal- sawah

(diakses pada 31 Oktober 2015).

Waluyo, dkk. 2008. Fluktuasi Genangan Air Lahan Rawa Lebak Dan Manfaatnya

Bagi Bidang Pertanian Di Ogan Komering Ilir. Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Sumatera Selatan

Winangun, Y. W. 2005. Membangun Karakter Petani Organik dalam Era

Globalisasi. Kanisius Media, Yogyakarta.

Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan

Bisnis, Edisi Kedua.Yogyakarta : Fakultas Ekonomi UII

Anda mungkin juga menyukai