Anda di halaman 1dari 91

SKRIPSI

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI SELADA ORGANIK


KELOMPOK TANI SUMBERJAYA KECAMATAN NGABLAK
KABUPATEN MAGELANG

Muhammad Alief Rahman


11160920000086

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2022 M/ 1443 H

1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................i

DAFTAR TABEL.......................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR..................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………6
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………………….…6
1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………………………...7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian………………………………………………………7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usahatani dalam Subsistem Agribisnis…………………………………………8


2.2 Usahatani…………………………………………………………………….....9
2.3 Pertanian Organik…………………………………………………………….10
2.3.1 Pengertian Pertanian Organik……………………………………...…..10
2.3.2 Prinsip - Prinsip Pertanian Organik………………………………...….12
2.3.3 Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pertanian Organik………………...14
2.3.4 Standar Budidaya Sayuran Organik……………………………………15
2.4 Budidaya Selada Organik……………………………………………………...19
2.5 Produksi……………………………………………………………………….25
2.6 Analisis Pendapatan (Profitabilitas) Usahatani………………………………..26
2.7 Analisis Kelayakan Usahatani………………………………………………...28
2.8 Analisis Break Event Point (BEP)…………………………………………….29
2.9 Penelitian Terdahulu…………………………………………………………..31
2.10 Kerangka Pemikiran……………………………………………………….....34

i
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian………………………………………………………………...37


3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian………………………………………………….37
3.3 Jenis Dan Sumber Data………………………………………………………..38
3.4 Metode Pengambilan Sampel dan Pengumpulan Data………………………..38
3.5 Metode Dan Analisis Data…………………………………………………….40

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Kelompok Tani Sumberjaya……………………………….46


4.2 Karakteristik Responden………………………………………………………50

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

5.1 Rata - Rata Biaya Produksi Usahatani Selada Organik……………………….55


5.1.1 Biaya Tetap (Fix Cost)…………………………………………………..55
5.1.2 Biaya Variabel (Variable Cost)……………………………………….....57

5.1.3 Biaya Tenaga Kerja……………………………………………………...59

5.1.4 Biaya Total (Total Cost)…………………………………………………61

5.2 Rata - Rata Pendapatan Usahatani Selada Organik…………………………..62

5.3 Efisiensi Selada Organik………………………………………………………


645.3.1 Analisis R/C Ratio Usahatani………………………………..…………..64
5.3.2 Analisis B/C Ratio Usahatani………………………...………………….65
5.3.3 Analisis Break Event Point……………………………………………...66
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan……………………………………………………………………68
6.2 Saran…………………………………………………………………………...69

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….70

LAMPIRAN………………………………………………………………………...77

ii
DAFTAR TABEL
Halaman

1. Permintaan dan Produksi Selada Organik di Kelompok Tani Sumberjaya

Tahun 2021 (Kg) ……………………………..……………..……………..…... 6

2. Persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dengan judul penelitian……… 38

3. Komponen Analisis Pendapatan Usahatani……………..……………..………. 47

4. Karakteristik Responden……………………………………………………….. 54

5. Jenis Kelamin Responden……………..……………..……………..………….. 54

6. Tingkat Pendidikan Responden……………..……………..……………..…..… 55

7. Jumlah Anggota Rumah Tangga Responden……………..……………..……... 56

8. Status Hak Guna Lahan Responden……………..……………..……………… 57

9. Rata – Rata biaya tetap (Fix Cost) Usahatani selada organik pada kelompok tani

sumberjaya kecamatan ngablak kabupaten magelang……………..……………

60

10. Total dan Rata – Rata Biaya Variabel 15 Responden Usahatani selada organik

pada kelompok Tani Sumberjaya kecamatan Ngablak Kabupaten

Magelang……….. 62

11. Rincian biaya rata - rata dan konversi biaya tenaga kerja/1000M 2 pada 15

responden petani di kelompok tani sumberjaya, Kecamatan Ngablak Kabupaten

Magelang……………..……………..……………..……………..……………..

64

iii
12. Perhitungan Biaya Total (Total Cost) Rata – Rata petani selada organik pada

kelompok tani sumberjaya Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang…………

65

13. Rata – Rata Pendapatan Usahatani Selada Organik pada kelompok tani

sumberjaya Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang……………..……………..

……….. 66

iv
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Luas Lahan Pertanian Organik…………………………………………….. 3
2. Kerangka Pemikiran..................................................................................... 40

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan zaman telah membentuk pola hidup masyarakat yang

cenderung selektif dalam hal keamanan serta kesehatan pangan. Masyarakat mulai

memahami bahaya penggunaan bahan kimia dalam pertanian, sehingga

masyarakat menjadi lebih selektif dalam memilih makanan yang tidak berbahaya

bagi kesehatan serta ramah lingkungan. Tren kehidupan masyarakat yang peduli

dengan kesehatan dan keamanan pangan menjadikan alasan masyarakat masa kini

untuk memilih makanan yang rendah kandungan bahan kimia bahkan

mengandung bahan alami. Pertanian organik pada dasarnya merupakan sistem

budidaya yang yang tidak menggunakan bahan kimia seperti pupuk kimia,

pestisida dan zat tumbuh lainnya, sehingga merupakan pilihan yang tepat untuk

mengkonsumsi pangan yang aman (Pracaya,2012: 35).

Sistem pertanian organik ialah sistem pertanian yang menggunakan

sumber daya alam, tanpa menggunakan pupuk buatan dan pestisida kimiawi yang

merusak struktur tanah. Sebaliknya, pertanian organik menekankan penggunaan

metode bertanam yang didasarkan pada peningkatan produksi dan pendapatan,

serta ramah lingkungan. Pertanian yang ramah lingkungan banyak menggunakan

bahan – bahan alami lokal di sekitar lingkungan, seperti pupuk kandang dan

kompos, atau sampah organik yang bermanfaat dalam mengurangi penggunaan

pupuk kimia yang merusak lingkungan. Penggunaan mikroorganisme dalam

produksi pupuk organik selain meningkatkan efisiensi, penggunaan pupuk organik


dapat mengurangi dampak pencemaran air tanah dan lingkungan dari penggunaan

pupuk kimia secara berlebihan. Penggunaan tanaman herbal seperti cabai, kunyit,

jahe, daun nimba, daun tembakau, dan bengkuang yang berperan sebagai agen

alami untuk membunuh hama dan penyakit, seperti gulma, serangga, tikus, dan

jamur. Penggunaan tanaman herbal ini meminimalkan pemakaian polutan

berbahaya yang diakibatkan oleh pemakaian pestisida, fungisida dan insektisida

yang berlebihan.

Meningkatnya permintaan akan makanan organik di seluruh dunia

memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk mengembangkan pertanian

organik. Meningkatnya permintaan meletakkan dasar bagi pelaksanaan program

pertanian organik di bawah Visi Go Organic 2010 yang di usung oleh

Kementerian Pertanian (Kementan). Berdasarkan Road Map pengembangan

pertanian organik yang disusun oleh Departemen Pertanian pada tahun 2007,

tujuan Go Organic 2010 adalah untuk menghasilkan pangan yang aman,

berkualitas tinggi dan membantu perekonomian petani dengan menggunakan

sumber daya lokal dan meningkatkan nilai tambah produk serta meningkatkan

produktivitas produk pangan organik (Departemen Pertanian, 2007).

Sayuran merupakan salah satu komoditas yang ingin dikembangkan pemer

intah secara organik (Departemen Pertanian, 2007). Munculnya peluang pengemb

angan pertanian organik, peningkatan konsumsi sayuran serta program pemerintah

Go Organic 2010 menjadikan produk sayuran organik sebagai peluang

pertumbuhan bagi produsen sayuran di Indonesia.

2
Perkembangan pertanian organik di Kabupaten Magelang khususnya

sayuran organik dimulai dengan kesadaran petani yang mulai paham efek

penggunaan pestisida dan pupuk kimia bagi lahan yang digunakan untuk

budidaya. Penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang berlebihan membuat

kesuburan tanah di lahan budidaya berkurang dan terjadi kerusakan lingkungan di

sekitar lahan budidaya. Hasil pengujian tanah yang dilakukan oleh Departemen

Pertanian Kabupaten Magelang dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

Jawa Tengah pada Tahun 2004 menunjukkan kandungan N total rendah sampai

sangat rendah (0,02 – 0,39%) di beberapa lokasi di Kabupaten Magelang.

Kandungan N yang sangat rendah disebabkan sebagian besar tanah di Kabupaten

Magelang memiliki kandungan C organik yang relatif rendah (0,12 – 3,72%)

sebagai akibat berkurangnya penggunaan pupuk organik. Sebagian wilayah tanah

di Kabupaten Magelang yang banyak memakai pupuk kimia sebagai bahan baku

pertanian memiliki efek panjang berupa bertambahnya unsur hara P yang

terkandung dalam tanah dan memiliki kandungan mineral alofan yang cukup

tinggi. Kandungan Mineral ini merupakan penyebab rendahnya efisiensi

pemupukan oleh karena kemampuannya mengikat unsur P sangat tinggi.

Seiring dengan tingkat kesadaran masyarakat yang tinggi akan pentingnya

mengonsumsi bahan pangan organik mendorong tingginya permintaan pasar akan

sayuran organik pada masyarakat provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa

Yogyakarta menuntut perlunya perluasan lahan untuk sayuran organik yang lebih

luas lagi untuk mencukupi kebutuhan pangan di provinsi Jawa Tengah dan

provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten Magelang sebagai salah satu

3
Kabupaten penyangga Provinsi D.I Yogyakarta harus memperluas lahan yang

digunakan untuk budidaya sayuran secara organik. Pemerintah Kabupaten

Magelang melalui program GO Organic 2010 yang diusung Departemen

Pertanian mulai menggencarkan serta memperluas pertanian organik kepada para

petani di wilayah kabupaten magelang.

Peluang usaha selada organik dapat dilihat dari semakin berkembangnya

jumlah permintaan akan selada organik di berbagai supermarket di provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta dan restoran – restoran bertaraf internasional yang

menyajikan berbagai hidangan mewah dengan tambahan selada sebagai bahan

tambahan dalam hidangannya. Selada organik memiliki harga jual yang lebih

tinggi dibandingkan selada yang menggunakan bahan kimia dalam proses

budidayanya, Harga selada daun berkisar Rp 10.000,00 sampai Rp 15.000,00 per

kg di pasar tradisional, sedangkan pada pasar modern harga selada daun memiliki

kisaran harga Rp 25.000,00 sampai Rp 30.000,00 per kg.

Salah satu kelompok tani yang bergerak dibidang pertanian organik adalah

Kelompok Tani Sumberjaya. Kelompok Tani Sumberjaya merupakan kelompok

tani yang menjalin kerjasama dengan CV. Tani Organik Merapi dalam menjual

hasil pertaniannya. Melalui CV. Tani Organik Merapi, Kelompok Tani

Sumberjaya mensuplai kebutuhan sayuran untuk kota Yogyakarta dan sudah mem

iliki banyak jaringan pemasaran di daerah Yogyakarta dan sekitarnya.

Kelompok Tani Sumberjaya terletak di Desa Sumberrejo Kecamatan

Ngablak Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Kelompok tani sumberjaya

memiliki lahan seluas 4 hektar dengan 1,5 hektar tanah yang dimiliki digunakan

4
sebagai lahan budidaya selada organik. Dalam bidang pertanian hortikultura khus

usnya sayuran, Kelompok tani Sumberjaya membudidayakan dan menghasilkan

15 jenis sayuran tiap tahunnya dengan lahan seluas 4 hektar dan menghasilkan

hasil panen dengan total 3250 ton sayuran organik.

Permasalahan yang dialami Kelompok Tani Sumberjaya selama ini adalah

produksi selada organik yang sering kali tidak memenuhi target produksi yang

diharapkan Kelompok Tani Sumberjaya sedangkan permintaan pasar akan selada

organik selalu tinggi. Permintaan dan produksi selada organik tersebut dapat

dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1.Permintaan dan Produksi Selada Organik di Kelompok Tani Sumberjaya


Tahun 2021 (Kg)
Bulan Komoditas Selada Organik
Permintaa Produksi Target Target Penerimaan
n Produks Penerimaan Sesungguhnya
i
Januari 7000 Kg 6700 Kg 7200 Kg Rp108.000.000 Rp100.500.000
Februari 7000 Kg 6800 Kg 7100 Kg Rp106.500.000 Rp102.000.000
Maret 7100 Kg 6600 Kg 7300 Kg Rp109.500.000 Rp99.000.000
April 6800 Kg 6000 Kg 7000 Kg Rp91.000.000 Rp78.000.000
Mei 6500 Kg 5800 Kg 7000 Kg Rp91.000.000 Rp75.400.000
Juni 6300 Kg 5500 Kg 6500 Kg Rp65.000.000 Rp55.000.000
Juli 6500 Kg 5700 Kg 6900 Kg Rp69.000.000 Rp57.000.000
Agustus 6500 Kg 6000 Kg 6700 Kg Rp67.000.000 Rp60.000.000
September 6700 Kg 6200 Kg 7000 Kg Rp91.000.000 Rp80.600.000
Oktober 6900 Kg 6400 Kg 7100 Kg Rp92.300.000 Rp83.200.000
November 7000 Kg 6300 Kg 7200 Kg Rp108.000.000 Rp94.500.000
Desember 7000 Kg 6200 Kg 7000 Kg Rp91.000.000 Rp80.600.000
Sumber : Diolah dari data Kelompok Tani Sumberjaya

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa permintaan selada organik sangat

tinggi sedangkan produksi selada organik tidak memenuhi target produksi dan

permintaan pasar. Kelompok Tani Sumberjaya belum mampu memenuhi

kebutuhan selada organik setiap bulannya. Fakta inilah yang membuat kelompok

Tani Sumberjaya menemui masalah baru yaitu kelompok Tani Sumberjaya belum

5
mampu memenuhi kesejahteraan petani yang tergabung dalam kelompok Tani

Sumberjaya. Kurangnya produksi tidak mencapai target disebabkan karena

terbatasnya lahan yang digunakan oleh petani untuk melakukan usaha budidaya

selada organik sehingga berdampak pada kurang nya penerimaan petani yang

selalu tidak mencapai target. Kurangnya penerimaan petani berdampak langsung

pada pendapatan yang diterima oleh petani. Salah satu solusi dari permasalahan

Kelompok Tani tersebut adalah program perluasan lahan budidaya yang dilakukan

oleh kelompok tani Sumberjaya yang dapat digunakan untuk meningkatkan skala

usahanya, serta memperluas jaringan pemasaran yang dilakukan oleh kelompok

tani Sumberjaya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan di latar belakang, maka

permasalahan yang relevan untuk menganalisis pendapatan usahatani sayuran

organik di Kelompok Tani Sumberjaya adalah sebagai berikut:

1. Berapa biaya usahatani selada organik di Kelompok Tani Sumberjaya ?

2. Berapa tingkat pendapatan usahatani selada organik di Kelompok Tani

Sumberjaya ?

3. Apakah layak membudidayakan selada organik di Kelompok Tani

Sumberjaya ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya oleh penulis,

maka tujuan dari penelitian ini adalah:

6
1. Menganalisis biaya usahatani selada organik di Kelompok Tani Sumberjaya.

2. Mengetahui tingkat pendapatan usahatani selada organik di Kelompok Tani

Sumberjaya.

3. Menganalisis tingkat efisiensi usahatani selada organik di Kelompok Tani

Sumberjaya.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat membawa beberapa manfaat, diantaranya:

1. Manfaat bagi penulis, penelitian ini membantu menerapkan ilmu yang

diperoleh selama menjalani studi di Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains

dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Manfaat bagi universitas yaitu sebagai referensi dan memperkaya khasanah

ilmu tentang strategi bersaing pada industri pertanian organik.

3. Manfaat bagi pembaca yaitu dapat menjadi referensi bacaan guna memperluas

ilmu pengetahuan dan menjadi acuan pembanding untuk penelitian selanjutnya.

4. Manfaat bagi Kelompok Tani Sumberjaya yaitu penelitian ini akan

memberikan informasi yang berguna tentang praktik pertanian yang telah

diambil untuk membuat keputusan yang tepat dalam meningkatkan produksi

dan keuntungan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan analisis pendapatan usahatani selada organik

pada kelompok tani sumberjaya. Ruang lingkup penelitian ini yaitu mengenai

pendapatan selada organik di kelompok tani sumberjaya melalui perhitungan R/C

7
Ratio, B/C Ratio, BEP atas dasar produksi, dan BEP atas dasar harga terhadap

kelayakan usahatani pada kelompok tani sumberjaya di Kecamatan Ngablak

Kabupaten Magelang. Harga yang menjadi acuan yaitu harga yang berlaku pada

saat penelitian. Jenis selada yang dijadikan objek penelitian yaitu selada organik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usahatani dalam Subsistem Agribisnis

Subsistem usahatani merupakan subsistem kedua dalam susbsistem

agribisnis setelah subsistem agroindustri hulu. Subsistem usahatani disebut juga

dengan Subsistem On Farm. Subsistem usahatani sebagai kegiatan usaha manusia

untuk mengusahakan tanahnya dengan maksud untuk memperoleh hasil tanaman

atau hewan tanpa mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah yang

bersangkutan untuk memperoleh hasil selanjutnya (Adiwilaga,1992: 45).

Sedangkan menurut Saragih (1998) mendefinisikan subsitem usaha tani

merupakan kegiatan mengelola input-input (lahan, tenaga kerja, modal, teknologi

dan manajemen) untuk menghasilkan produk pertanian berupa bahan pangan,

hasil perkebunan, buah-buahan, bunga, tanaman tanaman hias, hasil ternak, hewan

dan ikan.

Subsistem usahatani diawali dengan kegiatan budidaya hingga

menghasilkan produk primer yang dapat dikonsumsi langsung atau diolah terlebih

dahulu oleh industri untuk kemudian menghasilkan produk setengah jadi atau

produk akhir. Subsistem usahatani meliputi teknologi yang digunakan, jenis

produk, dan skala budidaya yang digunakan dalam usahatani. Pelaku kegiatan

8
yang termasuk dalam subsistem usahatani adalah petani, peternak, pengusaha

tambak dan lain – lain.

Konsep usahatani mengenal istilah tri tunggal usahatani. Tri Tunggal

Usahatani adalah suatu konsep yang di dalamnya terdapat tiga fondasi atau modal

dasar dari kegiatan usahatani (Soekartawi, 1986). Tiga modal dasar tersebut

adalah petani, lahan dan komoditas. Dari pengertian tersebut, petani memiliki

suatu kedudukan yang memegang alih dalam menggerakkan kegiatan usahatani.

Kemudian lahan diperlukan sebagai tempat untuk menjalankan usahatani.

Sedangkan komoditas yang dibudidayakan dalam usahatani bisa berupa tanaman,

ikan ataupun ternak. Ketiga fondasi utama dalam sahatani ini harus mampu

berjalan dengan baik dan beriringan agar didapatkan hasil usahatani yang

memuaskan.

2.2 Usahatani

Usahatani menurut teori adalah sistem pengelolaan alam, tanah, tenaga

kerja dan modal untuk menghasilkan produk pertanian. Usahatani merupakan

ilmu yang mempelajari tentang proses petani mengusahakan input atau faktor-

faktor produksi (tanah, tenaga kerja, teknologi, pupuk, benih, dan pestisida)

dengan efektif, efisien, dan kontinyu untuk memperoleh produksi yang tinggi

sehingga pendapatan usahataninya meningkat (Rahim dan Hastuti, 2007: 158).

Menurut Shinta (2011: 1) usahatani adalah ilmu yang mempelajari proses

mengoptimalkan sumberdaya secara efisien dan efektif pada suatu usaha budidaya

agar memperoleh hasil tertinggi. Sumber daya yang dimaksud, antara lain lahan,

tenaga kerja, modal dan manajemen.

9
Besarnya pendapatan yang diperoleh petani dalam mengelola usahataninya

dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan usahatani. Pengertian

pendapatan adalah penerimaan bersih yang diperoleh petani setelah dikurangi

dengan biaya yang diperlukan selama proses usahatani. Dalam menganalisis

pendapatan usahatani diperlukan dua faktor pokok yaitu penerimaan serta

pengeluaran selama proses usahatani berlangsung. Penerimaan usahatani

merupakan hasil yang didapatkan oleh petani dari penjualan produk yang dijual

oleh petani.

Perhitungan penerimaan didapatkan dari perkalian total produk yang dijual

dengan harga jual yang berlaku di pasaran, sedangkan pengeluaran atau biaya

usahatani adalah nilai pemakaian sarana produksi dan lain – lain yang dibebankan

kepada produk yang bersangkutan. Selain biaya tunai yang harus dikeluarkan, ada

faktor lain yang perlu diperhitungkan, terutama nilai penggunaan barang dan jasa

yang dihasilkan dan diperoleh dari usahatani itu sendiri. Biaya yang

diperhitungkan digunakan untuk menghitung pendapatan kerja riil petani setelah

memperhitungkan modal dan nilai tenaga kerja keluarga. Penerimaan usahatani

adalah seluruh nilai produk usahatani lengkap selama periode waktu tertentu,

sedangkan pengeluaran usahatani adalah nilai semua input yang digunakan dalam

proses produksi tetapi tidak termasuk biaya tenaga kerja keluarga.

2.3 Pertanian Organik

2.3.1 Pengertian Pertanian Organik

Istilah produk organik bukan sesuatu yang asing bagi masyarakat, mulai

dari makanan organik, sayur organik, beras organik, buah organik bahkan sampai

10
ayam atau sapi organik. Di pasar dan supermarket kita bisa mendapatkan hasil –

hasil pertanian dengan label organik. Hal ini dapat menggambarkan bahwa

hasilhasil pertanian organik sudah memiliki pangsa pasar tersendiri. Meskipun

dalam banyak hal untuk memperoleh produk organik orang harus membayar lebih

mahal tidak menjadikan hambatan bagi segmentasi konsumen tertentu untuk

mengkonsumsi produk organik.

Pertanian organik dibanyak tempat dikenal dengan istilah yang berbeda

beda. Ada yang menyebut sebagai pertanian lestari, pertanian ramah lingkungan,

sistem pertanian berkelanjutan dan pertanian organik itu sendiri. Penggunaan

istilah pertanian organik / “Organik Farming “ pertama kali oleh Northbourne

pada Tahun 1940 dalam bukunya yang berjudul “Look to the Land ”. Northbourne

menggunakan istilah tersebut tidak hanya berhubungan dengan penggunaan bahan

organik untuk kesuburan lahan, tetapi juga kepada konsep merancang dan

mengelola sistem pertanian sebagai suatu sistem utuh atau organik,

mengintegrasikan lahan, tanaman panenan, binatang dan masyarakat. (Scofield,

1986, dalam Lotter, DW, 2003: 150).

Pertanian organik sebagai suatu sistem produksi pertanian yang berasaskan

daur ulang secara hayati. Daur ulang hara dapat melalui sarana limbah tanaman

dan ternak, serta limbah lainnya yang mampu memperbaiki status kesuburan dan

struktur tanah. Pertanian organik merupakan ”hukum pengembalian (law of

return)” yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua

jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah

pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberikan makanan

11
pada tanaman. Filosofi yang melandasi pertanian organik adalah mengembangkan

prinsip-prinsip memberikan makanan pada tanah yang selanjutnya tanah

menyediakan makanan untuk tanaman ( feeding the soil that feeds the plants) dan

bukan memberi makanan langsung pada tanaman (Sutanto, 2002: 45).

Pertanian organik menurut IFOAM (International Federation of Organic

Agriculture Movements) didefinisikan sebagai sistem produksi pertanian yang

holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas

agro-ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang

cukup, berkualitas dan berkelanjutan. Pertanian organik merupakan kegiatan

bercocok tanam yang ramah atau akrab dengan lingkungan dengan cara berusaha

meminimalkan dampak negatif bagi alam sekitar dengan ciri utama pertanian

organik yaitu menggunakan varietas lokal, pupuk, dan pestisida organik dengan

tujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan (Firmanto, 2011: 60).

2.3.2 Prinsip – Prinsip Pertanian Organik


Sistem usaha tani bisa dikategorikan pertanian organik apabila :

a. Lokasi, lahan dan tempat penyimpanan harus terpisah secara fisik dengan batas

alami dari pertanian non organik.

b. Masa konversi lahan untuk menjadi pertanian organik diperlukan waktu 12

bulan untuk tanaman musiman dan 18 bulan untuk tanaman tahunan.

c. Bahan tanaman (Benih/bibit) bukan berasal dari hasil rekayasa genetika dan

tidak diperlakukan dengan bahan kimia sintetik ataupun zat pengatur tumbuh.

d. Media tumbuh tidak menggunakan bahan kimia sintetik

12
e. Perlindungan tanaman menggunakan pengaturan sistem tanam/pola tanam ,

pestisida nabati, pestisida hayati dan bahan alami lainnya.

f. Pengelolaan produk harus terpisah dari produk non organik dan tidak

menggunakan bahan yang mengandung adiktif (Hairiah, 2000: 77).

Dalam proses penerapan budidaya pertanian organik memang agak sulit

dibandingkan dengan budidaya biasa yang menggunakan bahan kimia

(anorganik). Untuk itu orang yang akan mengembangkan pertanian organik harus

mempunyai rasa cinta terhadap lingkungan dan semua isi alam. Harus mau

mengenal alam dimana dia berada, mengembangkan cara-cara bertani yang sesuai

dengan keadaan alam setempat, mengenali dan mengembangkan sumber- sumber

daya yang ada ditempat itu (Hairiah, 2000: 78).

Hal yang tidak kalah pentingnya dalan penerapan pertanian organik adalah

pemahaman tentang makhluk hidup dalam hubungannya dengan lingkungan,

sehingga mutlak dituntut kejelian dan ketelitian dalam setiap pengambilan

keputusan serta tindakan di lahan usahataninya. Sistem usahatani yang cocok

untuk daerah tertentu belum tentu cocok untuk daerah lainnya, karena berkaitan

dengan varietas yang ditanam akan sangat dipengaruhi oleh jenis dan kesuburan

tanah, suhu, kelembaban, serta intensitas cahaya matahari. Selain itu jenis hama

dan penyakit yang berkembang akan ditentukan oleh varietas yang ditanam,

perlakuan budidaya dan pengaruh lingkungan setempat, sehingga kita harus

menyesuaikan keadaan setempat untuk menjaga hubungan yang harmonis antara

manusia dengan tumbuhan, binatang, mikroorganisme, tanah, udara dan unsur-

unsur yang lainnya (Hairiah, 2000: 79).

13
Kementerian Pertanian (2007) dalam Road Map Pengembangan Pertanian

Organik 2008-2015 mengemukakan, bahwa pertanian organik dalam praktiknya

dilakukan dengan cara, antara lain:

1. Menghindari penggunaan benih/bibit hasil rekayasa genetika atau GMO

(Genetically Modified Organism).

2. Menghindari penggunaan pestisida kimia sintetis (pengendalian gulma, hama,

dan penyakit dilakukan dengan cara mekanis, biologis, dan rotasi tanaman).

3. Menghindari penggunaan zat pengatur tumbuh (growth regulator) dan pupuk

kimia sintetis (kesuburan dan produktivitas tanah ditingkatkan dan dipelihara

dengan menambahkan pupuk kandang dan batuan mineral alami serta

penanaman legum dan rotasi tanaman).

4. Menghindari penggunaan hormon tumbuh dan bahan aditif sintetis dalam

makanan ternak.

2.3.3 Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pertanian Organik


Sistem pertanian organik merupakan cara bertani atau mengolah hasil

pertanian tanpa melibatkan bahan kimia buatan, seperti pupuk kimia, pestisida

kimia, dan zat-zat pengatur tubuh. Pertanian organik disamakan dengan pertanian

tradisional, pertanian berkelanjutan, pertanian keselarasan dan pertanian alami.

Tujuan utama dari pertanian organik adalah memperbaiki dan menyuburkan

kondisi lahan serta menjaga keseimbangan ekosistem (Saragih,2010:35).

Kelebihan yang dimiliki dari pertanian organik, berdasarkan hasil

penelitian National Centre of Organic Farming India (2009) dalam Soenandar

et.al,, selain aman dikonsumsi, kandungan zat antioksidan lebih banyak

14
(khususnya kandungan fenol dan asam salisilat), kandungan vitamin C dan

mineral lebih banyak (khususnya pada sayur dan buah), dan seratus persen tidak

mengandung residu pestisida yang beracun.

Sistem pertanian organik juga mempunyai faktor kekurangan atau

kelemahan, yaitu sebagai berikut:

1) Kebutuhan tenaga kerja lebih banyak, terutama untuk pengendalian hama dan

penyakit. Umumnya, pengendalian hama dan penyakit masih dilakukan secara

manual. Apabila menggunakan pestisida alami, perlu dibuat sendiri karena

pestisida ini belum ada di pasaran.

2) Penampilan fisik tanaman organik kurang bagus (misalnya berukuran lebih

kecil dan daun berlubang-lubang) dibandingkan dengan tanaman yang

dipelihara secara non-organik (Pracaya, 2007:32).

Pertanian organik juga memiliki beberapa kelemahan diantaranya adalah

sistem pengelolaan yang sulit, sehingga memerlukan waktu yang lama untuk

mendapatkan hasilnya, pada awal penerapan sistem pertanian organik

membutuhkan biaya yang cukup besar akan tetapi pada awal penerapan sistem

pertanian ini biasanya mengalami kerusakan atau bahkan kegagalan panen (Yanti,

2006 : 27).

Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi kelemahan-kelemahan

tersebut biasanya melalui penyuluhan, pembelajaran dengan petani terkait teknik

budidaya yang efisien, salah satunya penggunaan pupuk dengan cara membuat

sendiri dengan bahan yang sudah tersedia di sekitar daerah budidaya, sehingga

dapat meningkatkan efisiensi biaya dan penggunaan pupuk.

15
2.3.4 Standar Budidaya Sayuran Organik
Secara ringkas standar budidaya yang digunakan pada sayuran organik

berdasarkan SNI 6729:2013 (Permentan No 64/Permentan/OT.140/5/2013)

adalah:

1. Lahan bekas pertanian konvensional harus mengalami periode konversi paling

sedikit 2 (dua) tahun sebelum penebaran benih, paling sedikit 3 (tiga) tahun

sebelum panen hasil pertama produk organik atau paling sedikit 12 (dua belas)

bulan untuk kasus tertentu. Tidak menyiapkan lahan dengan cara

pembakaran,termasuk pembakaran sampah.

2. Benih harus berasal dari tumbuhan yang ditumbuhkan secara organik dan tidak

berasal dari hasil rekayasa genetika tanaman.

3. Sumber air tidak terkontaminasi oleh bahan kimia sintetis dan cemaran lain.

4. Pengelolaan Kesuburan Tanah yaitu dengan cara penanaman kacang-

kacangan (leguminoceae), pupuk hijau atau tanaman berakar dalam melalui

program rotasi tahunan yang sesuai.

5. Pengendalian organisme penggangu tanaman dan pemeliharaan tanaman tidak

menggunakan bahan kimia sintetis dan organisme atau produk hasil rekayasa

genetika, tidak melakukan proses pembakaran dalam pengendalian gulma, dan

menerapkan sistem pengendalian hama dan penyakit yang terpadu.

6. Penanganan pascapanen, penyimpanan, dan transportasi dilakukan dengan

benar dan sesuai standart.

Produk organik lebih berkualitas dibandingkan produk non organik.

Menurut beberapa penelitian, produk sayuran yang tercemar pestisida dan pupuk

kimia sintetik dalam jangka panjang mempunyai dampak terhadap kesehatan

16
konsumen dan daya saing pemasaran. Sekalipun belum terdapat data resmi

tentang resiko (kesehatan) maupun dampak negatif lainnya akibat mengkonsumsi

sayuran yang mengandung residu pestisida dan pupuk kimia sintetik di Indonesia,

namun sudah saatnya bertindak arif dan bijaksana dalam menggunakan bahan-

bahan tersebut dengan cara meninggalkan bahan kimia dan berpaling

menggunakan bahan-bahan organik (Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan

Biofarmaka direktorat Jenderal Hortikultura, 2008).

Sayuran organik yang dihasilkan dari pertanian organik, ditanam dengan

sebuah metode produksi yang bertujuan untuk melindungi lingkungan sekitar

pertanian sehingga mampu mempertahankan keanekaragaman hayati dan

menghormati siklus alam. Tanaman organik harus dipelihara di tanah yang aman,

tidak dimodifikasi secara genetis dan harus selalu terpisah dari produk

konvensional. Petani yang menananm tanaman organik tidak diperbolehkan

menggunakan pestisida sintetis, organisme hasil rekayasa genetika (GMO) dan

pupuk buatan.

Meskipun peralatan dan bahan-bahan yang digunakan keseluruhannya

berlabel organik, residu pestisida tanaman organik tidak selalu nol karena

pestisida masih dapat masuk melalui angin, air atau tanah. Agar mendapatkan

label organik, sebuah produk makanan olahan harus mengandung paling sedikit

95% bahan organik bersertifikat. Potensi produksi, pasar dan permintaan

komoditas ini sangat besar, karena itu perlu dimanfaatkan dan dikelola secara baik

dan ramah lingkungan (Kementrian Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura,

2011).

17
Dalam produksi dan pengolahan pertanian organik (termasuk peternakan

dan perikanan) ada masa transisi dari metode konvensional (penggunaan bahan

kimia) menuju metode organik. Masa transisi dimaksudkan untuk menjamin

pertanian organik dari residu kimia. Prinsip ini tidak berlaku untuk daerah atau

lahan yang tidak pernah dikelola secara kimia.

1. Pengelolaan.

Pengelolaan pertanian organik harus berkesinambungan.

2. Luasan lahan.

Diperlukan luasan lahan tertentu untuk menjamin ekosistem lengkap dapat

terjaga dalam pertanian organik. Untuk itu diperlukan batasan lahan yang

besarnya disesuaikan dengan ukuran lokal.

3. Asupan.

Pertanian organik melarang pemakaian asupan kimia dan pabrikan, mendorong

pemakaian asupan biologis dan mendorong pemakaian bibit (tanaman dan

ternak) yang sesuai dengan kondisi setempat (lokal).

4. Pemupukan dan nutrisi.

Pada prinsipnya tanaman dan hewan membutuhkan nutrisi (makan-an) untuk

hidupnya dari bahan organik.

5. Pengendalian organisme pengganggu bagi tanaman dan ternak.

Pengembangan pertanian organik dalam pengendalian organisme pengganggu

tanaman dan ternak memegang prinsip pencegahan dengan mengutamakan

pemakaian bahan alamiah dan tidak menimbulkan ketergantungan.

18
6. Kontaminasi

Pertanian organik dalam sistim tertutup dan dimaksudkan untuk mencegah

masuk dan meningkatnya cemaran atau kontaminasi bahan asing berbahaya

baik secara internal maupun eksternal.

7. Reproduksi

Pertanian organik dikembangkan dengan melakukan upaya reproduksi benih,

ternak secara mandiri.

8. Pemanenan

Pemanenan dilakukan dengan memperhatikan kondisi fisik dan karakteristik

tanaman dan ternak yang dibudidayakan.

2.4 Budidaya Selada Organik


Selada merupakan sayuran yang termasuk ke dalam famili Asteraceae dan

mempunyai nilai ekonomis tinggi. Selada mengandung mineral iodium, fosfor,

besi, tembaga, kobalt, seng, kalsium, mangan dan kalium sehingga berkhasiat

dalam menjaga keseimbangan tubuh (Aini et al., 2010 : 25). Haryanto et al.

(1995) mengklasifikasikan selada ke dalam Kingdom: Plantae; Divisio:

Spermatophyta; Kelas: Dicotyledoneae; Ordo: Asterales; Family: Asteraceae;

Genus: Lactuca; Spesies: Lactuca sativa L.

Tanaman selada memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut. Akar

serabut menempel pada batang, tumbuh menyebar, ke semua arah pada kedalaman

20-50 cm. Sebagian besar unsur hara yang dibutuhkan tanaman diserap oleh akar.

19
Akar berfungsi untuk menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah, serta

mengokohkan berdirinya batang tanaman (Rukmana, 1994: 18).

Batang tanaman selada berbuku-buku sebagai tempat kedudukan daun.

Daun selada memiliki bentuk bulat dengan panjang 25 cm dan lebar 15 cm.

Selada memiliki warna daun yang beragam yaitu hijau segar, hijau tua dan pada

kultivar tertentu ada yang berwarna merah. Daun bersifat lunak dan renyah, serta

memiliki rasa gak manis. Bunga berwarna kuning terletak pada rangkaian yang

lebat (Sunardjono, 2005: 36).

Tanaman selada dikembangbiakkan dengan bijinya. Sebelum

dikembangbiakkan biasanya disemaikan dulu di persemaian. Biji selada dapat

dibeli di toko-toko pertanian, namun dapat juga disiapkan sendiri dengan memilih

biji yang tua dan sehat (Barmin, 2010 : 23). Biji tanaman selada berbentuk

lonjong pipih, berbulu, berwarna coklat. Biji selada merupakan biji tertutup dan

berkeping dua, serta dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman (Rubatzky dan

Yamaguchi,1998 : 143).

Haryanto et al. (1995) menyatakan bahwa tanaman selada yang umum

dibudidayakan dapat dikelompokkan menjadi 4 macam yaitu: Selada mentega

atau selada telur (mempunyai krop bulat dengan daun saling merapat menyerupai

telur batangnya sangat pendek, hampir tidak kelihatan, rasanya lunak dan renyah).

Selada rapuh (mempunyai krop yang lonjong dengan pertumbuhan yang

meninggi, daunnya lebih tegak dibandingkan dengan selada lainnya ukurannya

besar dan warnanya hijau tua agak gelap, jenis selada ini tergolong lambat

pertumbuhannya). Selada daun (cutting lettuce) (helaian daunnya lepas dan

20
tepiannya berombak/bergerigi serta berwarna hijau, tidak membentuk krop.

genjah dan toleran terhadap kondisi dingin). Selada batang (daun berukuran besar

dan tidak membentuk krop).

Selada menyukai tanah yang subur, banyak mengandung humus,

mengandung pasir atau lumpur. pH tanah yang diinginkan antara 5-6,5. Daerah

yang sesuai untuk penanaman selada berada pada ketinggian 500-2.000 m di atas

permukaan laut (dpl) (Pracaya, 2004: 90). Suhu optimum bagi pertumbuhan

selada adalah 15-250C (Aini et al., 2010: 25). Waktu tanam terbaik adalah pada

akhir musim hujan, walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau

dengan pengairan atau penyiraman yang cukup (Supriati dan Herliana, 2011 :

101).

Hasil selada yang cukup tinggi dan berkualitas baik dapat diperoleh

dengan memperhatikan syarat tumbuh yang ideal, serta pemeliharaan yang baik,

diantaranya suplai unsur hara. Selada dikonsumsi dalam bentuk segar, maka

budidayanya harus bebas dari penggunaan bahan kimia, baik pupuk maupun

pestisida kimia, artinya dalam budidaya selada harus secara organik. Pupuk

organik sangat sesuai untuk tanaman sayuran karena pupuk organik mengandung

unsur makro dan mikro yang lengkap, meskipun dalam jumlah yang sedikit

(Duaja, 2012: 40).

Pembudidayaan sistem organik sudah diatur pemerintah melalui Peraturan

Pemerintah tertuang dalam SNI-01-6729-2002 yang meliputi semua pertanian

organik baik itu sayuran organik maupun pangan organik.

1. Persiapan lahan

21
Berapapun lamanya masa konversi, produksi pangan organik hanya dimulai

pada saat produksi telah mendapat sistem pengawasan, jika seluruh lahan tidak

dapat dikonversi secara bersamaan, maka boleh dikerjakan secara bertahap.

Konversi dari pertanian konvensional ke pertanian organik harus efektif

menggunakan tehnik yang dijinkan. Jika seluruh lahan pertanian tidak dapat

dikonversi secara bersamaan, hamparan tersebut harus dibagi dalam beberapa

unit.

Areal yang dalam proses konversi, dan areal yang telah dikonversi untuk

produksi pangan organik tidak boleh diubah (kembali seperti semula atau

sebaliknya) antara metode produksi pangan organik dan konvensional. Kesuburan

dan aktivitas biologis tanah harus dipelihara atau ditingkatkan dengan cara

penanaman kacang-kacangan (leguminoceae) dan mencampur bahan organik ke

dalam tanah baik dalam bentuk kompos maupun tidak, dari unit produksi. Produk

samping peternakan, seperti kotoran hewan, boleh digunakan apabila berasal dari

peternakan yang dilakukan sesuai dengan persyaratan.

2. Pembenihan

Benih dan bibit harus berasal dari tumbuhan yang ditumbuhkan dengan cara-cara

alamiah tanpa rekayasa genetik yang tidak sesuai, dalam standar ini paling sedikit

satu generasi atau 2 musim untuk tanaman semusim. Bila operator dapat

menunjukkan pada otoritas/lembaga sertifikasi resmi bahwa benih dan bibit yang

disyaratkan tersebut tidak tersedia maka otoritas/lembaga sertifiasi dapat

mengijinkan bahwa ada tahap awal dapat digunakan benih atau bibit tanpa

perlakuan, atau bila tidak tersedia, dapat digunakan benih dan bibit yang sudah

22
mendapat perlakukan tertentu. Otoritas kompeten dapat menetapkan kriteria untuk

membatasi pengecualian pengecualian tersebut.

3. Pemeliharaan dan pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman

Pemupukan lebih dititik beratkan menggunakan pupuk hayati (biofertilizer)

yaitu bahan penyubur tanah yang mengandung mikroorganisme atau sel hidup

dalam keadaan dorman yang berfungsi untuk meningkatkan ketersediaan unsur

hara guna mendukung pertumbuhan tanaman. Beberapa jenis mikroba yang umum

digunakan antara lain mikroba penambat unsur nirogen, mikroorganisme pelarut

fosfat, dan mikrooganisme penghasil hormon tumbuh. Di samping itu ada jenis

mikroba dari golongan jamur yang disebut mikoriza ditemukan sebagai sumber

biofertilizer potensial yang dapat meningkatkan produktivitas budidaya tanaman.

Biofertilizer atau pupuk hayati semacam ini bersifat ramah lingkungan dan dapat

mempertahankan kualitas tanah secara berkelanjutan.

Hama, penyakit dan gulma harus dikendalikan oleh salah satu atau kombinasi

dari pemilihan spesies dan varietas yang sesuai, program rotasi yang sesuai,

pengolahan tanah secara mekanis, perlindungan musuh alami hama melalui

penyediaan habitat yang cocok seperti pembuatan pagar hidup dan tempat sarang,

zona penyangga ekologi yang menjaga vegetasi asli dari hama predator setempat,

pemberian musuh alami termasuk pelepasan predator dan parasit ataupun

penggunaan mulsa.

4. Panen

Panen hasil dilakukan setelah masa tanam sesuai atau telah memenuhi kriteria

matang untuk setiap jenis tanaman. Pengumpulan hasil produksi, yang tumbuh

23
secara alami di daerah alami, kawasan hutan dan pertanian, dapat dianggap

metode produksi organik apabila:

(a) produknya berasal dari areal yang jelas batasnya sehingga dapat dilakukan

tindakan sertifikasi/inspeksi dalam standar ini

(b) areal tersebut tidak mendapatkan perlakuan dengan bahan-bahan lai

(c) pemanenannya tidak mengganggu stabilitas habitat alami atau pemeliharaan

spesies di dalam areal koleksi

(d) produknya berasal dari operator yang mengelola pemanenan atau

pengumpulan produk, yang jelas identitasnya dan mengenal benar areal

koleksi tersebut.

5. Pasca Panen

Penanganan, pengangkutan, penyimpanan, pengolahan dan pengemasan

Integritas produk pangan organik harus tetap dijaga selama fase pengolahan. Hal

ini dapat dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang tepat dan hati-hati

dengan meminimalkan pemurnian serta penggunaan aditif dan alat bantu

pengolahan. Seperti Radiasi ion (Ionizing Radiation) untuk pengendalian hama,

pengawetan makanan, penghilangan patogen atau sanitasi, tidak diperbolehkan

dilakukan pada produk pangan organik.

Metode pemprosesan bahan pangan harus dilakukan secara mekanis, fisik

atau biologis(seperti fermentasi dan pengasapan) serta meminimalkan penggunaan

ingredient dan aditif non-pertanian. Pengemasan bahan kemasan sebaiknya dipilih

dari bahan yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme (bio-degradable materials),

24
bahan hasil daur-ulang (recycled materials), atau bahan yang dapat didaur-ulang

(recyclable materials).

Penyimpanan dan pengangkutan integritas produk organik harus dipelihara

selama penyimpanan dan pengangkutan, serta ditangani dengan menggunakan

tindakan pencegahan sebagai berikut:

(a) Produk organik harus dilindungi setiap saat agar tidak tercampur dengan

produk pangan non-organik

(b) Produk organik harus dilindungi setiap saat agar tidak tersentuh bahan-

bahan yang tidak diijinkan untuk digunakan dalam sistem produksi pertanian

organik dan penangananya.

Jika hanya sebagian produk yang tersertifikasi, maka produk lainnya harus

disimpan dan ditangani secara terpisah dan kedua jenis produk ini harus dapat

diindetifikasi secara jelas. Penyimpanan produk organik harus dipisahkan dari

produk konvensional serta harus secara jelas dilabel. Untuk tempat penyimpanan

dan kontainer yang digunakan dalam pengangkutan produk pangan organik harus

dibersihkan dulu dengan metode dan bahan yang diijinkan dalam sistem produksi

pertanian organik. Tempat penyimpanan atau kontainer yang akan digunakan

tidak boleh digunakan oleh bahan pangan selain organik agar tidak terkontaminasi

bahan kimia.

2.5 Produksi

Produksi adalah suatu proses dimana barang dan jasa yang disebut input

diubah menjadi barang dan jasa-jasa lain yang disebut output. Banyak jenis

aktifitas yang terjadi didalam proses produksi, yang meliputi perubahan

25
perubahan bentuk, tempat, dan waktu penggunaan hasil - hasil produksi.

Perubahan ini menyangkut penggunaan input untuk menghasikan output yang

diinginkan. Jadi produksi meliputi semua aktifitas menciptakan barang dan jasa

(Sudarman, 1999: 85 ).

Berdasarkan pengertian produksi di atas, maka produksi pertanian dapat

diartikan usaha untuk memelihara dan mengembangkan suatu komoditi untuk

kebutuhan manusia. Proses produksi pertanian menumbuhkan macam-macam

faktor produksi seperti modal, tenaga kerja, tanah, dan manajemen pertanian yang

berfungsi mengkoordinasikan ketiga faktor produksi yang lain sehingga benar-

benar mengeluarkan hasil produksi (output). Sumbangan tanah adalah berupa

unsur unsur tanah yang asli dan sifatnya tanah yang tidak dapat dirasakan dengan

hasil pertanian dapat diperoleh. Tetapi untuk memungkinkan diperolehnya

produksi diperlukan tangan manusia yaitu tenaga kerja petani (labor).

Faktor produksi modal merupakan sumber-sumber ekonomi diluar tenaga

kerja yang dibuat oleh manusia. Modal dilihat dalam arti uang atau dalam arti

keseluruhan nilai sumbersumber ekonomi non manusiawi. Teori produksi

mengandung pengertian mengenai bagaimana seharusnya seorang petani dengan

tingkat teknologi tertentu mampu mengkombinasikan berbagai macam faktor

produksi untuk menghasilkan sejumlah produksi tertentu.

2.6 Analisis Pendapatan (Profitabilitas) Usahatani

Pendapatan usahatani adalah semua benda milik yang mempunyai nilai

uang yang dimiliki secara sah oleh petani biasanya disebut assets atau resources.

Untuk keperluan analisa pendapatan petani diperlukan empat unsur, yaitu rata-rata

26
inventaris, penerimaan usahatani, pengeluaran usahatani, penerimaan dari

berbagai sumber. Keadaan rata-rata inventaris adalah jumlah nilai inventaris awal

ditambah nilai inventaris akhir dibagi dua (Hernanto, 1991 : 63).

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya

produksi selama melakukan produksi, sedangkan penerimaan usahatani

merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, dan biaya

usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani

(Soekartawi, 2002 : 36).

Secara umum pendapatan usahatani terdiri dari dua hal pokok yaitu

penerimaan dan pengeluaran (biaya) selama jangka waktu tertentu. Pendapatan

usahatani merupakan selisih antara penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang

dikeluarkan selama berusahatani (Dalas, 2004 : 15). Dari segi ekonomi,

keberhasilan usahatani akhirnya dinilai dari pendapatan yang diperoleh dari

usahatani tersebut. Petani yang rasional selalu berusaha mendapatkan pendapatan

yang lebih besar dari setiap usahanya.

Suatu usahatani dikatakan sukses, kalau situasi pendapatan yang

memenuhi syarat-syarat, yaitu usahatani harus dapat menghasilkan cukup

pendapatan untuk membayar semua pembelian sarana produksi, cukup untuk

membayar bunga modal yang ditanam, cukup untuk membayar upah tenaga kerja

yang dibayar atau bentuk-bentuk upah lainnya, ada tabungan untuk investasi

pengembangan usahatani, serta ada dana yang cukup untuk membayar pajak

pembangunan (Tuwo, 2011 : 47).

27
Dua unsur yang digunakan dalam pendapatan usahatani yaitu unsur

permintaan dan pengeluaran dari usahatani tersebut. Penerimaan adalah hasil

perkalian jumlah produk total dengan satuan harga jual, sedangkan pengeluaran

atau biaya sebagai nilai penggunaan sarana produksi dan lain-lain yang

dikeluarkan pada proses produksi tersebut. Produksi berkaitan dengan penerimaan

dan biaya produksi, penerimaan tersebut diterima petani karena masih harus

dikurangi dengan biaya produksi yaitu keseluruhan biaya yang dipakai dalam

proses produksi tersebut (Suratiyah, 2015 : 56).

Pendapatan bersih petani diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

Pendapatan = TR – TC
TR = Py x Y
TC = VC + FC
Keterangan :
TR = Total Penerimaan (Rp)
TC = Total Biaya (Rp)
Py = Harga per satuan hasil produksi (Rp)
Y = Jumlah Produksi (Rp)
VC = Biaya variabel (Rp)
FC = Biaya tetap (Rp)

2.7 Analisis Kelayakan Usahatani

Kelayakan suatu usahatani yang sedang dilaksanakan dapat dikatakan

layak atau tidak layak apabila syarat-syarat berikut ini terpenuhi, yaitu :

1. R/C > 1

28
2. B/C > 1

Apabila kriteria diatas sudah terpenuhi maka usaha tersebut layak untuk

diusahakan (Jumingan, 2011: 385).

Analisis finansial dalam suatu usahatani dapat dilihat dari kriteria

perhitungan R/C ratio dan B/C ratio. Penjelasan dari kriteria yang akan digunakan

yaitu sebagai berikut ini :

1. R/C ratio

R/C ratio adalah perbandingan antara total penerimaan dengan seluruh

biaya yang digunakan pada saat proses produksi sampai hasil. R/C ratio yang

semakin besar akan memberikan keuntungan semakin besar juga kepada petani

dalam melaksanakan usahataninya (Soekartawi, 2005: 67).

2. B/C ratio

B/C ratio merupakan rasio perbandingan keuntungan dengan biaya yang

digunakan dalam mengoperasikan suatu usaha untuk melihat manfaat yang

didapat oleh proyek dengan satu rupiah pengeluaran. Jika nilai B/C ratio lebih

besar dari satu usaha menguntungkan dan layak untuk dikerjakan. Jika lebih kecil

dari satu usaha tidak menguntungkan dan sebaiknya tidak dilanjutkan (Yacob,

2002: 52).

29
2.8 Analisis Break Event Point (BEP)

Break Even Point (BEP) atau titik impas adalah titik di mana pengusaha

atau produsen tidak mengalami keuntungan ataupun kerugian. Titik impas

digunakan untuk mempelajari hubungan antara penjualan, produksi, harga jual,

biaya, dan rugi laba. Berdasarkan hubungan tersebut maka menurut Lumintang

(2013 : 994) analisis BEP dapat digunakan untuk beberapa hal, yaitu :

a. Perencanaan laba (profit planning)

Melalui analisis titik impas dapat ditentukan volume usaha yang

diperlukan guna menghasilkan tingkat laba tertentu yang merupakan bagian

penting dari perencanaan laba.

b. Perubahan biaya

Dampak dari setiap perubahan biaya dapat diketahui dengan melakukan

analisis BEP, di mana manajer dapat memproyeksikan berbagai hasil yang bisa

diperoleh dari bermacam-macam alternatif sebelum mengambil keputusan akhir.

c. Perubahan harga

Perubahan harga, terutama penurunan harga dapat menyebabkan

penurunan keuntungan yang diperoleh produsen atau pengusaha. Analisis BEP

dapat digunakan sebagai salah satu acuan penentuan batas aman penurunan harga

yang masih memberikan keuntungan bagi produsen.

d. Penentuan harga jual

30
Analisis BEP harga merupakan cara untuk menentukan harga pokok suatu

produk. Analisis BEP terdiri atas 3 komponen, yaitu :

1. BEP Penerimaan

Perhitungan BEP Penerimaan dapat dinyatakan dengan rumus :


FC
BEP Penerimaan = VC
1−
TR
Keterangan :
FC = Fixed Cost (Biaya tetap)
VC = Variable Cost (Biaya variable)
TR = Total Revenue (Total Penerimaan)

2. BEP Produksi

Perhitungan BEP Produksi dapat dinyatakan dengan rumus :

FC
BEP Produksi =
P− AVC

Keterangan :
AVC = Average Variable Cost (Biaya variabel rata-rata)
P = Harga Jual Per Unit
FC = Fixed Cost (Biaya Tetap)

3. BEP harga

Perhitungan BEP harga dapat dinyatakan dengan rumus :


TC
BEP Harga =
Q
Keterangan :
TC = Total Cost (Biaya Total)
Q = Jumlah Produksi

31
Hasil analisis BEP akan menunjukkan tingkat penerimaan, produksi, dan

harga di mana produsen atau pengusaha tidak mengalami keuntungan maupun

kerugian.

2.9 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini tentunya didukung oleh penelitian sebelumnya sebagai bahan

acuan dalam pelaksanaan dan penyusunannya. Adapun penelitian terdahulu yang

berkaitan dengan Analisis Usahatani sayuran organik. Penelitian yang dilakukan

Aditya Permana (2020) yang berjudul Analisis Usahatani Sayuran Organik.

Penelitian ini bertujuan menganalisis biaya dan pendapatan usahatani sayuran

organik di Kelompok Wanita Tani Desa Selacai. Penelitian ini dianalisis dengan

menggunakan Analisis Penerimaan, Analisis Pendapatan, dan Analisis R/C Ratio.

Pada penelitian ini penerimaan usahatani sayuran organik untuk kangkung

yaitu Rp. 3.090.000,-, bayam Rp.2.072.000,- dan caisin Rp. 2.610.000,- dengan

total pendapatan usahatani sayuran organik untuk kangkung adalah Rp.

1.794.100,-, bayam Rp.823.000,-, dan caisin Rp. 1.370.400,-. Hasil R/C Ratio

untuk semua jenis sayuran organik adalah lebih besar dari 1 yaitu rata-rata 2,05,

sehingga dapat dikatakan usahatani sayuran organik layak diusahakan karena

menguntungkan bagi para petani.

Pada penelitian Dede Absakho (2015) yang berjudul “Analisis Pendapatan

Serai Wangi di Kebun Percobaan Manoko Lembang Bandung (2015). Pada

penelitian ini pengeluaran usahatani serai wangi untuk 3 kali panen dalam satu

32
tahun pertama dengan luas area 8 ha adalah sebesar Rp 302.090.000,- dengan total

pendapatan sebesar Rp 206.710.000,-. Berdasarkan hasil perhitungan Break Even

Point (BEP) dan Payback Period (PP). Dengan BEP produksi minyak atsiri

sebesar 1.726,22 kg dan BEP harga sebesar Rp 112.384,67,-. Payback Period

(PP) usahatani serai wangi yaitu 1,46. Maka dapat diketahui bahwa usahatani serai

wangi pada Kebun Percobaan Manoko ini layak untuk dilanjutkan dan memiliki

prospek usaha yang bagus.

Pada penelitian yang berjudul “Faktor – Faktor yang mempengaruhi

Pendapatan Usahatani Padi Di Desa Kalimanggis Kecamatan Manonjaya

Kabupaten Tasikmalaya” yang disusun oleh Hari Purwanto (2015). Pada

penelitiam ini diperoleh hasil pendapatan usahatani padi diperoleh penerimaan

rata – rata sebesar Rp 4.880.775,- dengan biaya produksi rata – rata sebesar Rp

1.776.551,98,- sehingga diperoleh pendapatan sebesar Rp 3.104.223,02. Nilai R/C

Ratio 2,7 dan B/C Ratio 1,7 sehingga dapat dikatakan bahwa usahatani padi di

Desa Kalimanggis sangat layak dan menguntungkan.

Pada penelitian Pahrul Rozi (2019) yang berjudul “Analisis Pendapatan

Usahatani Cabai Keriting (Capsicum annuum L) di Musim Hujan dan Musim

Kemarau (Studi Kasus : PT. Intidaya Agrolestari, Bogor)”. Pada penelitian ini

diperoleh hasil keuntungan usahatani cabai keriting pada musim hujan sebesar Rp

28.425.875,- lebih besar jika dibandingkan dengan musim kemarau yang

mengalami kerugian sebesar Rp 77.691.400. Hasil perhitungan nilai R/C

Ratio,B/C Ratio, dan BEP menyatakan bahwa tingkat pendapatan usaha tani cabai

33
keriting pada musim hujan lebih layak daripada musim kemarau. Hal itu didasari

dengan Hasil R/C Ratio yang lebih dari 1 yaitu sebesar 1,22 dan B/C Ratio lebih

dari 0 yaitu sebesar 0,22 dan telah menghasilkan total produksi sebanyak 5.627,25

kg, dengan harga jual Rp 27.900, yang masing – masing telah melewati nilai BEP

produksi sebanyak 4.608 Kg dan nilai BEP Harga sebesar Rp 22.849.

Tabel 2. Persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dengan judul penelitian

Peneliti/Thn Judul Persamaan Perbedaan

Aditya Permana Analisis Usahatani Alat Analisis : Analisis Lokasi, Waktu,


(2020) Sayuran Organik. Penerimaan, Analisis Komoditas,
Pendapatan, Analisis Variabel
R/C Ratio Penelitian,
Perhitungan
Break Event
Point

Dede Absakho Analisis Pendapatan Alat Analisis : Analisis Lokasi, Waktu,


(2015) Serai Wangi di Kebun Penerimaan, Analisis Komoditas,
Percobaan Manoko Pendapatan, Analisis Perhitungan
Lembang Bandung R/C Ratio, Analisis Payback
(2015) B/C Ratio Period,
Studi Kasus
Penelitian

34
Hari Purwanto Faktor – Faktor yang Alat Analisis : Lokasi, Waktu,
(2015) mempengaruhi Analisis Pendapatan, Komoditas,
Pendapatan Usahatani Analisis R/C Ratio, Variabel
Padi Di Desa Analisis B/C Ratio Penelitian,
Kalimanggis Perhitungan
Kecamatan Manonjaya analisis regresi
Kabupaten berganda
Tasikmalaya (2015)

Pahrul Rozi “Analisis Pendapatan Alat Analisis : Analisis Lokasi, Waktu,


(2019) Usahatani Cabai Penerimaan, Analisis Komoditas,
Keriting (Capsicum Pendapatan, Analisis Studi Kasus,
annuum L) di Musim R/C Ratio, Analisis Variabel
Hujan dan Musim B/C Ratio Penelitian
Kemarau (Studi
Kasus : PT. Intidaya
Agrolestari, Bogor)”.

2.10 Kerangka Pemikiran

Peluang pertumbuhan pertanian organik, pertumbuhan konsumsi sayuran,

serta program pemerintah mengenai Go Organic 2010 menjadikan komoditi

sayuran organik berpeluang untuk dikembangkan oleh produsen sayuran di

Indonesia. Desa Sumberrejo merupakan salah satu tempat produsen sayuran

organik yang berada di Kabupaten Magelang dan merupakan salah satu desa

tempat berkembangnya pertanian organik di Jawa Tengah. Sayuran organik yang

menjadi unggulan di Desa Sumberrejo salah satunya adalah selada organik. Selada

organik menjadi komoditas unggulan karena memiliki permintaan tinggi di desa

Sumberrejo.

Selama ini kelompok Tani Sumberjaya belum mampu memenuhi

permintaan selada organik tersebut. Hal ini membuat kelompok Tani Sumberjaya

berkeinginan untuk meningkatkan produksi dalam rangka memenuhi permintaan

35
dengan meningkatkan skala usaha atau menambah luasan lahan budidayanya.

Rencana penambahan luasan lahan budidaya dilakukan dengan pertimbangan

bahwa di Desa Sumberrejo memiliki lahan tidur yang dapat dimanfaatkan untuk

ditanami selada organik untuk dapat meningkatkan produksinya. Selama ini

petani Desa Sumberrejo belum dapat menilai tingkat pendapatan yang

diperolehnya dari mengusahakan selada organik, sementara nilai pendapatan

tersebut dibutuhkan sebagai informasi mengenai gambaran usahatani dari selada

organik dan sebagai salah satu bahan pertimbangan petani yang tergabung dalam

kelompok tani Sumberjaya dalam mengambil keputusan peningkatan skala usaha.

Oleh sebab itu penelitian ini melakukan analisis pendapatan usahatani untuk

mengetahui apakah rencana peningkatan skala usaha terhadap komoditi selada

organik layak untuk dijalankan bila dilihat dari besarnya pendapatan usahatani,

seperti dijelaskan pada Gambar 1

Petani Selada Organik

Penerimaan Selada Organik yang


tidak memenuhi target Penerimaan

Biaya Usaha Analisis Usahatani

1. Menghitung TC 1. Analisis R/C Ratio biaya


tunai
2. Menghitung TR 2. Analisis R/C Ratio biaya
total
3. Biaya Penyusutan 3. Analisis Pendapatan

36
Dianalisis

Tidak
Efisien
Efisien

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan observasi langsung di lokasi penelitian. Da

ta yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Dat

a primer dikumpulkan dari petani selada organik melalui pengamatan dan tanya

jawab berdasarkan daftar kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya. Analisis dat

a primer bersifat nominal menggunakan analisis biaya-pendapatan yang m

encakup beberapa variabel yang dihitung antara lain biaya variabel, biaya tetap, bi

37
aya total, pendapatan bersih serta pendapatan kotor dari usaha sayuran organik

kelompok tani.

Data sekunder diperoleh dari survei literatur berbagai sumber, antara lain

publikasi resmi, berbagai jurnal, dan hasil penelitian terkait penelitian sayuran

organik.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Objek penelitian ini adalah Kelompok Tani Sumberjaya di Desa Sumber

Rejo, Kec. Ngablak, Kab. Magelang, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan

secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan kelompok tani ini berpotensi

untuk terus berkembang, tentunya munculnya pesaing merupakan hal yang perlu

diperhatikan oleh kelompok tani tersebut. Kegiatan penelitian meliputi

pengarsipan data dan pengolahan analisis data. Pengarsipan data yang diperlukan

untuk menganalisis pendapatan usahatani selada organik di Kelompok Tani

Sumberjaya dilakukan pada bulan September 2022.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa data kualitatif

dan data kuantitatif. Sumber data yang digunakan yaitu berupa data primer dan

data sekunder. Data primer yaitu data yang didapatkan langsung dari petani. Data

primer diperoleh melalui pengamatan secara langsung di lokasi penelitian dan

melalui wawancara menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah

disiapkan sebelumnya. Data primer meliputi harga jual selada organik, umur

petani, luas lahan, produksi selada organik setiap petani, biaya bibit, biaya pupuk,

biaya peralatan, biaya tenaga kerja, pengalaman berusahatani, biaya pupuk

38
organik cair, biaya sewa lahan, biaya pajak PBB dan biaya mulsa. Sedangkan data

sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung. Data sekunder

diperoleh dari dokumen suatu lembaga terkait, yaitu Badan Pusat Statistika (BPS),

CV. Tani Organik Merapi dan Dinas Pertanian Kabupaten Magelang.

3.4 Metode Pengambilan Sampel dan Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah

purposive sampling, dimana pengumpulan sampel bersifat subjektif dan personal

berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Metode penelitian purposive sampling

digunakan oleh peneliti karena metode ini merupakan metode yang paling cocok

untuk mengetahui secara mendalam terkait suatu persoalan yang berhubungan

dengan usahatani selada organik. Sampel atau responden yang dipilih adalah

petani dan pengurus kelompok tani yang menanam selada organik ke dalam

usahatani nya. Petani selada organik serta pengurus kelompok tani dipilih sebagai

sampel karena diharapkan responden lebih paham terkait kondisi finansial,

produktivitas dan lain-lain sehingga penelitian ini dapat memperoleh hasil yang

cukup tepat dan sesuai dengan tujuan yang penelitian ini.

Teknik pengumpulan data yang akan mendukung penelitian ini

menggunakan beberapa metode yaitu:

1. Wawancara menurut Nazir (2014: 170) merupakan proses perolehan

informasi untuk tujuan penelitian dengan menggunakan tanya jawab dalam

percakapan pribadi antara penanya dengan responden menggunakan

kuesioner sebagai instrumen wawancara. Wawancara dalam penelitian ini

dilakukan langsung dari responden Kelompok Tani yaitu para petani dan

39
pengurus kelompok tani mengingat pihak kelompok tani mengetahui seluk

beluk bertani, seperti kondisi finansial, produktivitas dan lainnya, sehingga

diharapkan dapat diperoleh hasil yang relatif sesuai dengan kebutuhan dan

tujuan penelitian ini.

2. Observasi pada umumnya merupakan teknik perolehan data yang digunakan

untuk mengetahui perilaku responden (konsultasi dan angket), dan adapula

observasi juga dapat digunakan untuk mendokumentasikan fenomena yang te

rjadi (situasi, keadaan). Observasi dirancang untuk mengamati perilaku

manusia, proses kerja, serta fenomena alam yang dilakukan pada sejumlah

kecil responden.

3. Tujuan kuesioner adalah untuk memberikan daftar pertanyaan kepada respon

den. Narasumber sengaja dipilih karena yang diwawancara memahami biaya

produksi dan pendapatan dari budidaya selada organik, yaitu:

1) Ketua Kelompok Tani

2) Pemasaran kelompok tani

3) Petani

3.5 Metode dan Analisis Data


Data yang diperoleh diolah dengan membuat tabel data untuk menganalisa

biaya-biaya yang terlibat dalam proses produksi. Analisis yang digunakan adalah

sebagai berikut:

A. Perhitungan Total Biaya

40
Biaya total merupakan semua biaya yang dikeluarkan untuk melakukan

budidaya selada organik. Menurut Suratiyah (2015:120) Total biaya diperoleh dari

penjumlahan antara biaya tetap dan biaya variabel.

TC = TFC + TVC

Keterangan :

TC = Total Cost atau Total Biaya

TFC = Total Fix Cost atau Total Biaya Tetap

TVC = Total Variable Cost atau Total Biaya Variabel

B. Perhitungan Penerimaan

Penerimaan merupakan hasil perkalian antara kuantitas selada organik

yang diproduksi dengan harga jual selada organik. Menurut Boediono (2002:43)

Total penerimaan dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

TR = P x Q

Keterangan :

TR = Total Revenue atau Total Penerimaan

P = Harga Jual Selada per Kg

Q = Jumlah Produksi

C. Menghitung Pendapatan

Pendapatan merupakan penerimaan yang diterima dikurangi biaya total

yang diperlukan dalam 1 kali produksi. Menurut Soekartawi (2003:40)

perhitungan pendapatan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

π = TR – TC

41
Keterangan :

π = Pendapatan atau Keuntungan

TR = Total revenue atau total penerimaan

TC = Total cost atau total biaya

D. Menghitung Kelayakan Usahatani

Analisis kelayakan usahatani sayuran organik dapat dihitung dengan

menggunakan R / C ratio (return ratio). Analisis titik impas (R / C) digunakan

untuk menentukan tingkat pendapatan tanaman selada. Pendapatan petani dari

seluruh rupiah yang dikeluarkan dalam budidaya sayuran organik yang

ditunjukkan dengan Analisis titik impas (R / C). Menurut Soekartawi (2002:25),

analisis R / C adalah perbandingan antara nilai manfaat dengan biaya. Analisis R /

C yang digunakan dalam penelitian ini meliputi R / C atas biaya tunai dan R / C

untuk total cost. R / C biaya tunai dihitung dengan membandingkan total

pendapatan tunai dalam satu tahun dengan biaya tunai usahatani, sedangkan R / C

biaya total dihitung dengan membandingkan total pendapatan dengan total

pengeluaran usahatani. Rumus yang digunakan dalam analisis R / C adalah

sebagai berikut:

Penerimaan Total Usahatani


R/C atas biaya tunai =
Biaya Tunai

Penerimaan Total Usahatani


R/C atas biaya total =
Biaya Total Usahatani

Dalam mengukur tingkat keuntungan usahatani maka terdapat kriteria

penilaian dari hasil perhitungan R/C tersebut, yaitu :

Jika nilai R/C > 1, maka usahatani Selada Organik memperoleh keuntungan

42
Jika nilai R/C = 1, maka usahatani Selada Organik tersebut dikatakan impas

Jika nilai R/C < 1, maka usahatani Selada Organik tersebut memperoleh

kerugian

Jika perhitungan R / C> 1 maka usahatani yang dijalankan memperoleh ke

untungan, karena setiap Rp. 1,00 yang dibelanjakan untuk usahatani sayuran orga

nik akan memperoleh pendapatan yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan (le

bih dari Rp. 1,00). Sebaliknya jika perhitungan R / C <1 maka usahatani yang

dijalankan tidak efisien untuk dilakukan, karena masing-masing Rp. 1,00 yang dib

elanjakan untuk usahatani sayuran organik akan memperoleh pendapatan yang leb

ih sedikit daripada biaya yang dibelanjakan (kurang dari Rp. 1,00). Usahatani

berada pada titik impas apabila besarnya biaya yang dibelanjakan untuk usahatani

sayuran organik akan memberikan pendapatan yang sama dengan biaya yang

dibelanjakan (R/C = 1).

Tabel 3 Komponen analisis pendapatan usahatani


No Komponen Perhitungan
.
1. Penerimaan Usahatani Selada Organik Harga x Hasil Panen Selada
2. Total Penerimaan Selada Organik Jumlah seluruh penerimaan selada
organik di kelompok tani sumberjaya
3. Biaya Tunai a. Biaya sarana produksi
b. Biaya tenaga kerja perusahaan
c. Biaya Manajemen
d. Biaya Pemeliharaan Kebun
e. Biaya Listrik
f. Biaya Transportasi
g. Plastik Kemasan
D. Biaya yang diperhitungkan Biaya Penyusutan Peralatan
E. Total biaya Biaya Tunai + Biaya yang diperhitungkan
F. Pendapatan atas biaya tunai Penerimaan Usatani Selada Organik –

43
Biaya Tunai
G. Pendapatan atas biaya total Penerimaan Usahatani Selada Organik –
Total Biaya
H. R/C atas biaya tunai Penerimaan Usahatani SeladaOrganik
Biaya Tunai
I. B/C atas biaya total Penerimaan Usahatani SeladaOrganik
Total biaya

Berdasarkan Tabel 3, pendapatan usahatani dan nilai R/C diperoleh

dengan mengetahui terlebih dahulu nilai penerimaan (revenue) usahatani dan

pengeluaran (cost) usahatani. Perhitungan pendapatan dibedakan menjadi

pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas

biaya tunai didapatkan dari pengurangan total penerimaan usahatani selada

organik dengan pengeluaran tunai, sedangkan pendapatan atas biaya total

didapatkan dari pengurangan total penerimaan dengan total pengeluaran. Total

penerimaan diperoleh dari perkalian harga jual produk dengan kuantitas produk

yang dijual, sedangkan total pengeluaran diperoleh dari penjumlahan biaya tetap

dengan biaya variabel (yang diperhitungkan).

E. Biaya Penyusutan

Menurut Suratiyah (2002:95), perhitungan penyusutan peralatan pertanian

pada dasarnya didasarkan pada harga beli sampai peralatan tersebut masih layak

digunakan. Penyusutan dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan

metode garis lurus sebagai berikut:

Harga Pembelian ( Rp )−Nilai Sisa(Rp)


Biaya penyusutan =
Umur Ekonomis (tahun)

44
3.6 Definisi Operasional

1. Biaya produksi merupakan penjumlahan dari biaya tetap dengan biaya

variabel (biaya tidak tetap) selama satu musim tanam selada organik yang

dinyatakan dalam satuan rupiah.

2. Biaya tetap merupakan biaya yang diperlukan selama proses produksi selada

organik yang besarnya tidak terpengaruh oleh kuantitas produksi yang

dihasilkan yang dinyatakan dalam satuan rupiah. Biaya tetap dalam penelitian

ini merupakan biaya penyusutan peralatan dan gudang.

4. Biaya penyusutan peralatan merupakan pengurangan nilai modal suatu

peralatan yang digunakan selama proses produksi yang dipengaruhi faktor

waktu yang dinyatakan dalam satuan rupiah.

5. Biaya Variabel atau biaya tidak tetap merupakan biaya yang diperlukan

selama proses produksi selada organik yang besarnya berubah ubah secara

proporsional terhadap kuantitas produksi yang dihasilkan yang dinyatakan

dalam satuan rupiah. Yang termasuk ke dalam biaya variabel antara lain biaya

benih, biaya pemupukan, biaya tenaga kerja, biaya mulsa, biaya pengemasan,

dan biaya lain lain.

6. Penerimaan adalah hasil perkalian antara kuantitas produksi selada organik

dengan harga jual selada organik yang dinyatakan dalam satuan rupiah.

7. Keuntungan merupakan pengurangan penerimaan total dengan biaya total

yang diperlukan dalam suatu produksi selada organik yang dinyatakan dalam

satuan rupiah.

45
8. BEP (Break Even Point) merupakan titik impas antara biaya dengan

penerimaan dimana usaha tidak mengalami rugi atau untung.

9. R/C ratio merupakan perbandingan antara penerimaan dengan biaya produksi

selama satu kali produksi yang dinyatakan dalam angka. Tolak ukur yang

digunakan adalah jika R/C>1 maka usahatani selada organik layak untuk

dijalankan dan memperoleh keuntungan. Sedangkan jika R/C<1 maka usaha

selada organik ini tidak layak untuk dijalankan dan tidak memperoleh

keuntungan.

46
BAB IV
GAMBARAN UMUM PENELITIAN

4.1. Gambaran umum Kelompok Tani Sumberjaya

1. Sejarah Berdirinya Kelompok Tani Sumberjaya

Kelompok tani Sumberjaya merupakan kelompok tani yang melakukan

usahatani budidaya sayuran dengan sistem organik. Kelompok tani sumberjaya

berlokasi di Dusun Klabaran, Desa Sumberrejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten

Magelang, Jawa Tengah. Kelompok tani Sumberjaya dibentuk pada tanggal 15

Agustus 2011 atas dasar musyawarah antar petani di dusun klabaran. Kelompok

tani ini pada awal berdirinya belum menggunakan sistem organik pada usahatani

budidaya sayuran nya. Kelompok tani ini baru menerapkan sistem organik setelah

1 tahun berdirinya kelompok tani. Kelompok tani ini menyadari adanya kerusakan

pada lahan yang digarapnya setelah menggunakan pestisida kimia dan pupuk

kimia terhadap lahan yang digunakannya untuk melakukan proses budidaya.

Kelompok tani Sumberjaya sempat mengajukan sertifikat organik pada

Lembaga LeSOS (Lembaga Sertifikasi Organik Seloliman) pada bulan September

2012, namun sertifikasi tersebut ditolak oleh Lembaga LeSOS atas dasar tanah

lahan yang digunakan dalam berusahatani masih memasuki masa peralihan dari

tanah kimia menuju tanah organik. LeSOS merupakan salah satu lembaga

sertifikasi pertama di indonesia yang berhak melakukan investigasi, mengeluarkan

sertifikat dan label organik, petani dan kelompok tani yang telah memenuhi

persyaratan. Kelompok tani Sumberjaya baru dikukuhkan menjadi kelompok tani

yang menerapkan sistem organik yang legal dengan menerima sertifikat organik

dari LeSOS (Lembaga Sertifikasi Organik Seloliman) pada tanggal 3 agustus

47
2013 dengan nomer sertifikat 361-LSO-003-IDN-08-13. Sertifikat organik yang

diperoleh dari LeSOS berlaku selama 3 tahun setelah sertifikat tersebut

dikeluarkan. Kelompok tani yang menerapkan sistem organik wajib

memperpanjang sertifikat tersebut setelah masa berlaku sertifikat organik tersebut

selesai. Perpanjangan sertifikat organik yang telah usai, akan kembali ditinjau

oleh LeSOS untuk dilakukan pengukuran kadar kimia tanah kembali pada lahan

yang digunakan oleh petani. Kelompok tani sumberjaya baru saja mendapat

sertifikat organik terbarunya pada tanggal 1 agustus 2022 dengan nomer

sertifikasi 361-LSO-006-IDN-08-22 yang mempunyai masa berlaku hingga 1

agustus 2025.

Kelompok tani ini dibentuk atas dasar keinginan dan tujuan untuk

bekerjasama dengan para petani lain agar dapat membuat perubahan pada

perekonomian petani. Berdirinya kelompok tani Sumberjaya ini banyak

memberikan kontribusi terhadap usahatani khususnya sayuran organik dalam hal

proses pemasaran sehingga akan memberikan dampak yang baik terhadap

peningkatan pendapatan petani. Munculnya kelompok tani ini diharapkan dapat

memberikan kemudahan bagi para usahatani dalam menjalankan usahanya

melalui berbagai kegiatan yang direncanakan.

2. Visi dan Misi Kelompok Tani Sumberjaya

Visi :

Mewujudkan pertanian organik yang berkesinambungan serta ramah lingkungan.

Misi :

48
1. Mengembangkan usaha tani organik yang mampu mendorong peningkatan

ekonomi masyarakat khususnya anggota kelompok tani Sumberjaya.

2. Menumbuhkan rasa kekeluargaan antar anggota kelompok dengan petani

yang lain.

3. Memberikan pengetahuan organik kepada petani terkait pengelolaan budidaya

organik yang berkualitas bagi hasil panen.

3. Struktur Organisasi Kelompok Tani Sumberjaya

Struktur organisasi kelompok tani Sumberjaya, dibentuk untuk

mengarahkan suatu perkumpulan agar dapat menjalin kerja sama, sehingga

program kelompok tani dapat berjalan dengan baik. Anggota kelompok tani

sumberjaya berjumlah 25 orang anggota dengan satu anggota sebagai ketua

kelompok dan 2 orang anggota sebagai bendahara dan sekretaris kelompok tani.

Kelompok tani memiliki beberapa pengurus yang menduduki struktur di

dalamnya, struktur organisasi dari kelompok tani Sumberjaya dapat dilihat di

bawah ini :

Ketua Kelompok Tani

Pak Mulidi

Sekretaris Bendahara

Poniman Giyarto

Anggota

Gambar 2. Struktur Organisasi kelompok tani Sumberjaya

49
4. Proses Pemasaran
Pemasaran yang dilakukan oleh kelompok tani melalui program kerjasama

dengan CV. Tani Organik Merapi selaku Tengkulak pada kelompok tani

Sumberjaya. Kelompok tani Sumberjaya sudah menjalin kemitraan dengan CV.

Tani Organik Merapi sejak Agustus 2019. Anggota kelompok tani mengumpulkan

hasil tani yang diperoleh kepada ketua kelompok untuk dikirim menuju CV. Tani

Organik Merapi (TOM) di Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan Kabupaten

Sleman. Ketika hasil panen tiba di tengkulak, maka tengkulak melakukan Quality

Control terlebih dahulu dengan hasil panen yang telah lolos Quality akan

langsung di packaging oleh pihak TOM.

Hasil panen yang tidak lolos Quality Control akan dikirim ke Petani untuk

dijual kembali dengan harga yang lebih rendah di Pasar Tradisional. Harga yang

diterima oleh petani sudah ditentukan dari CV. Tani Organik Merapi sesuai

dengan harga komoditas yang terdapat di pasaran tersebut. Hasil penerimaan yang

diperoleh petani baru dapat diterima oleh petani setelah 1 hari petani menyerahkan

hasil panen nya kepada ketua kelompok tani. Anggota kelompok tani wajib

melengkapi kebutuhan yang diperlukan oleh CV. Tani Organik Merapi. Jika

kebutuhan yang diperlukan oleh TOM terpenuhi, maka petani menjual hasil panen

nya tersebut ke pasar tradisional di wilayah tersebut.

50
4.2. Karakteristik Responden

1. Umur Responden

Karakteristik umur responden yang terdapat dalam kelompok tani sumber


jaya yang menanam selada organik dapat diketahui melalui tabel berikut:

Tabel 4. Karakteristik Responden


No. Golongan Umur Responden (Tahun) Kelompok Tani Sumber Jaya
Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1. < 25 Tahun 2 13,33 %
2. 25 – 40 Tahun 4 26,66 %
3. 40 – 60 Tahun 7 46,66 %
4. > 60 Tahun 2 13,33 %
Total 15 100 %
Sumber: data penelitian 2022

Seperti dapat dilihat pada tabel 4, sebagian besar responden berada pada
kelompok umur 40-60 tahun dengan persentase berkisar 46,66%, diikuti dengan
kelompok usia 25-40 tahun dengan persentase 26,66%. Hal ini menunjukkan
minat generasi muda untuk menanam sayuran organik masih sangat sedikit.
Sosialisasi oleh dinas pertanian provinsi harus segera digencarkan agar generasi
muda mau dan minat untuk bertani sayuran organik. Sosialisasi dapat dilakukan
melalui mengedukasi dan memperkenalkan proses menanam sayuran organik
yang dapat memberikan hasil yang lebih menguntungkan.

2. Jenis Kelamin Responden

Tabel 5. Jenis Kelamin Responden


No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
1. Pria 12 80
2. Wanita 3 20
Total 15 100 %
Sumber: data penelitian 2022

51
Menurut data yang diambil dari 15 responden, 80 % atau 12 orang

responden adalah laki – laki sedangkan 20 % atau 3 orang responden adalah

perempuan. Pertanian organik banyak dikerjakan oleh laki – laki dikarenakan laki

– laki lebih paham tentang perlakuan khusus yang diperlukan dalam proses

budidaya pertanian organik daripada perempuan. Pada umumnya penyuluhan

tentang pertanian organik banyak didapatkan oleh petani laki – laki daripada kaum

perempuan.

3. Tingkat Pendidikan Responden

Karakteristik Pendidikan Responden pada petani yang menanam selada


organik pada kelompok tani sumberjaya adalah sebagai berikut :

Tabel 6. Tingkat Pendidikan Responden


No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1. Tamat SD 3 20 %
2. Tamat SMP 4 26,66 %
3. Tamat SMA 7 46,67 %
4. Perguruan Tinggi 1 6,67 %
Jumlah 15 100 %
Sumber: data penelitian 2022

Pendidikan memiliki faktor yang semakin penting dalam kehidupan

keseharian. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap kognitif seseorang.

Kepribadian yang memiliki pendidikan tinggi cenderung memiliki tingkat

penalaran yang tinggi. Menurut Carter (2011), bahwa semakin tinggi tingkat

pembelajaran seseorang, maka akan semakin mudah mencerna informasi yang

diperoleh sehingga semakin banyak pula pengalaman yang dimiliki, dalam hal ini

khususnya ilmu tentang pertanian organik.

52
Berdasarkan informasi yang diperoleh pada tabel 6. Dapat diketahui

bahwa mayoritas responden merupakan Tamatan SMA dengan jumlah mencapai 7

responden, diikuti dengan tamatan SMP dengan 4 responden, tamatan SD dengan

3 responden, serta tamatan perguruan tinggi dengan 1 responden. Dikarenakan

petani organik di kelompok tani sumber jaya sebagian besar adalah tamatan SMA,

dapat disimpulkan bahwa penalaran akan informasi terkait dengan pertanian

organik pada petani di kelompok tani sumberjaya mudah dipahami oleh petani

dan diterapkan langsung ke lahan pertanian mereka sehingga pertanian organik di

kelompok tani sumberjaya tergolong lebih maju daripada kelompok tani lainnya

yang mayoritas mereka adalah kelompok tani dengan sumber daya manusianya

adalah tamatan SMP ke bawah.

4. Jumlah Anggota Rumah Tangga

Data jumlah anggota keluarga petani pada kelompok tani sumberjaya


adalah sebagai berikut :

Tabel 7. Jumlah Anggota Rumah Tangga Responden


No. Jumlah Anggota Rumah Tangga Jumlah Persentase (%)
(Jiwa) (Jiwa)
1. 2–3 4 26,66 %
2. 4–5 6 40 %
3. Diatas 6 5 33,34 %
Total 15 100 %
Sumber: data penelitian 2022

Berdasarkan data yang terdapat pada tabel 7, menunjukkan bahwa 6 orang

anggota kelompok tani sumberjaya memiliki 4-5 orang anggota keluarga dengan 1

istri dan 2-3 orang anak, kemudian sebanyak 5 orang anggota kelompok tani

memiliki anggota keluarga lebih dari 6 orang.

53
Fenomena banyaknya anggota keluarga tersebut mempengaruhi terhadap

pengeluaran rumah tangga setiap anggota kelompok tani, semakin banyak jumlah

angota keluarga di suatu keluarga maka semakin besar pula kebutuhan petani

untuk mencukupi kehidupan rumah tangga petani tersebut. Hal tersebut sangatlah

berpengaruh terhadap pendapatan usahatani organik pada petani, semakin banyak

pengeluaran yang diperlukan petani untuk kebutuhan rumah tangga maka semakin

sedikit pendapatan yang diperoleh petani.

5. Status Hak Guna Lahan

Status hak guna lahan yang digunakan oleh responden pada kelompok tani

sumber jaya adalah sebagai berikut :

Tabel 8. Status Hak Guna Lahan Responden


No. Luas Lahan (M2) Milik Sendiri Sewa Jumlah
Juml (%) Juml (%) Juml (%)
ah ah ah
1. < 1000 3 20 % 4 26,67 7 46,67
% %
2. 1000 – 1499 2 13,33 3 20 % 5 33,33
% %
3. 1500 – 2000 1 6,67 2 13,33 3 20 %
% %
Total 6 40 % 9 60 % 15 100 %
Sumber: Data Penelitian 2022

Tabel 8 menunjukkan bahwa usahatani selada organik pada kelompok tani

sumber jaya dilakukan pada lahan sewa dengan jumlah 9 responden atau sekitar

60 % dari populasi responden, sedangkan 6 responden atau 40 % dari populasi

responden menggarap lahan milik petani itu sendiri. Petani selada organik pada

kelompok tani sumberjaya sebagian besar menggarap lahan dengan luas kurang

dari 1000 m2 sebesar jumlah 7 responden dari 15 responden. Kemudian petani

54
dengan luas lahan 1000-1500 m2 dengan 5 responden, dan petani dengan dengan

luas lahan 1500-2000 m2 dengan 3 responden.

Menurut data pada tabel 8, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar petani

selada organik pada kelompok tani sumber jaya menggarap lahan kurang dari

1000 m2 dengan 26,67 % nya menggarap lahan dengan menyewa lahan milik

orang lain. Hal tersebut tentu saja mempengaruhi langsung terhadap laba bersih

usahatani yang dilakukan oleh petani selada organik dikarenakan harus membayar

sewa lahan dari hasil bertani selada organik itu sendiri.

55
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

5.1 Rata – Rata Biaya Produksi Selada Organik

Salah satu tujuan dilakukannya usahatani adalah untuk mendapatkan profit

atau laba dari usahatani yang dibudidayakan. Segala proses dalam melakukan

usahatani diperlukan biaya yang harus dibelanjakan dan dihitung. Biaya usahatani

dibagi menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) serta biaya tidak tetap (Variable

cost). Biaya tetap adalah biaya yang di perlukan dalam usahatani yang memiliki

masa pakai yang panjang dan dapat dipergunakan berkali - kali dalam suatu

proses produksi. Adapun biaya tidak tetap (Variable cost) adalah biaya yang

belanjakan oleh petani yang dapat berpengaruh terhadap jumlah tingkat produksi

usahatani.

5.1.1 Biaya Tetap (Fix Cost)

Biaya Tetap merupakan komponen peralatan bernilai konstan dan bisa

digunakan secara berulang yang digunakan dalam membantu suatu proses

produksi budidaya. Biaya tetap bersifat konstani.pada berbagai tingkat output

yang digunakan oleh petani. Adapun yang termasuk ke dalam biaya tetap yang

digunakan dalam memproduksi selada organik adalah cangkul, pelubang mulsa,

gembor, kored,sewa lahan, handsprayer, keranjang panen, garpu tanah, pisau,

tusuk mulsa, pajak pbb dan timbangan. Biaya yang dikeluarkan untuk alat-alat

pertanian dihitung berdasarkan nilai penyusutan peralatan yang digunakan setiap

56
bulan. Berikut merupakan biaya tetap yang diperlukan petani dalam aktivitas

produksi selada organik :

Tabel 9. Rata – Rata biaya tetap (Fix Cost) Usahatani selada organik pada
kelompok tani sumberjaya kecamatan ngablak kabupaten magelang
No. Uraian Nilai Nilai Konversi/1000M2
Modal/Tahun Modal/Bulan
1. Cangkul Rp63.000 Rp5.250 Rp5.600
2. Pisau Rp34.667 Rp2.889 Rp2.233
3. Kored Rp62.667 Rp3.722 Rp4.269
4. Timbangan Rp595.333 Rp49.611 Rp49.586
5. Pelubang
Mulsa Rp45.111 Rp3.759 Rp3.789
6. Sewa Lahan Rp1.693.333 Rp141.111 Rp125.915
7. Hand Sprayer Rp345.333 Rp28.778 Rp29.582
8. Gembor Rp61.889 Rp5.157 Rp5.171
9. Keranjang
Panen Rp70.467 Rp5.872 Rp5.264
10. Garpu Tanah Rp55.867 Rp4.656 Rp4.354
11. Tusuk Mulsa Rp98.667 Rp8.222 Rp7.975
12. Pajak PBB Rp174.333 Rp69.750 Rp52.682
Total Rp3.300.667 Rp328.777 Rp296.420
Sumber : Data diolah 2022

Berdasarkan Tabel 9 dapat dijelaskan bahwa total rata - rata biaya tetap

penyusutan usahatani selada organik yang didapat dari 15 petani selama masa

periode 1 bulan produksi adalah sebesar Rp 3.300.667/tahun atau sebesar Rp

328.777/ Bulan dengan Konversi lahan per 1000 M 2 diperoleh hasil sebesar Rp

296.420/ bulan. Perhitungan penyusutan biaya tetap dihitung secara per bulan,

perhitungan ini agar peneliti dapat mengetahui jumlah biaya tetap yang harus

dikeluarkan petani tiap bulannya.

57
5.1.2 Biaya Variabel (Variable Cost)

Biaya Variabel merupakan biaya yang dibelanjakan oleh petani dalam satu

kali melakukan proses produksi budidaya. Biaya yang diperlukan dalam biaya

variabel berpengaruh besar terhadap jumlah tingkat produksi. Biaya variabel

meliputi bibit, mulsa, Pupuk Organik Cair, pupuk organik, dan tenaga kerja.Tabel

berikut adalah rata – rata biaya variabel yang dibelanjakan petani selada di

kelompok tani sumberjaya selama 1 x proses produksi (1 Bulan) :

58
Tabel 10. Total dan Rata – Rata Biaya Variabel 15 Responden Usahatani selada organik pada kelompok Tani Sumberjaya kecamatan
Ngablak Kabupaten Magelang
Nama Luas Lahan (M2) Pupuk Padat (Rp) Pupuk Cair (Rp) Bibit (Rp) Mulsa (Rp) Total Konversi/1000 m2
Mulidi 1000 Rp750.000 Rp400.000 Rp200.000 Rp1.000.000 Rp2.350.000 Rp2.350.000
Giyarto 1500 Rp1.125.000 Rp640.000 Rp300.000 Rp1.500.000 Rp3.565.000 Rp2.376.667
Poniman 1250 Rp900.000 Rp560.000 Rp250.000 Rp1.500.000 Rp3.210.000 Rp2.568.000
Anom 750 Rp600.000 Rp320.000 Rp150.000 Rp1.000.000 Rp2.070.000 Rp2.760.000
Rukiyono 1700 Rp1.275.000 Rp720.000 Rp340.000 Rp2.000.000 Rp4.335.000 Rp2.550.000
Setyo 1100 Rp825.000 Rp480.000 Rp220.000 Rp1.500.000 Rp3.025.000 Rp2.750.000
Sunggowo 800 Rp600.000 Rp320.000 Rp160.000 Rp1.000.000 Rp2.080.000 Rp2.600.000
Dzikri 1000 Rp750.000 Rp400.000 Rp210.000 Rp1.000.000 Rp2.360.000 Rp2.360.000
Sugeng 1800 Rp1.350.000 Rp720.000 Rp360.000 Rp2.000.000 Rp4.430.000 Rp2.461.111
Wahyu 1500 Rp1.125.000 Rp640.000 Rp300.000 Rp1.500.000 Rp3.565.000 Rp2.376.667
Handoyo 700 Rp600.000 Rp320.000 Rp140.000 Rp1.000.000 Rp2.060.000 Rp2.942.857
Esti 600 Rp450.000 Rp240.000 Rp120.000 Rp500.000 Rp1.310.000 Rp2.183.333
Ajeng 600 Rp450.000 Rp240.000 Rp120.000 Rp500.000 Rp1.310.000 Rp2.183.333
Fatkhu 800 Rp600.000 Rp320.000 Rp160.000 Rp1.000.000 Rp2.080.000 Rp2.600.000
Utami 500 Rp450.000 Rp240.000 Rp100.000 Rp500.000 Rp1.290.000 Rp2.580.000
Jumlah Rp11.850.000 Rp6.560.000 Rp3.130.000 Rp17.500.000 Rp39.040.000 Rp37.641.968
Rata – Rata Rp790.000 Rp437.333 Rp208.667 Rp1.166.667 Rp2.602.667 Rp2.509.465
Sumber : Data diolah 2022

59
Tabel 10 Menjelaskan bahwa jumlah total biaya variabel usahatani

selada organik pada Kelompok tani sumberjaya adalah sebesar Rp

39.040.000,- dan rata – rata biaya variabel dari 15 petani adalah sebesar Rp

2.602.667,- Selama 1x produksi (1 bulan). Perhitungan tersebut lalu

dikonversi per 1000 M2 maka diperoleh hasil Rp 37.641.968,- dengan rata –

rata biaya variabel dari 15 petani adalah sebesar Rp 2.509.465,-.

5.1.3 Biaya Tenaga Kerja

Sumber tenaga kerja yang dipekerjakan responden untuk melakukan

usahatani selada organik terbagi menjadi 2 yaitu Tenaga Kerja Dalam Keluarga

(TKDK) dengan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK). Penggunaan Tenaga Kerja

terdiri dari persiapan lahan, pemupukan, perawatan, pemeliharaan serta

pemanenan hasil usaha tani.

Tenaga kerja yang digunakan dalam proses budidaya selada organik pada

kelompok tani sumberjaya mayoritas menggunakan tenaga kerja perempuan

berdasarkan penelitian di lapangan. Pengupahan yang dilakukan responden

dilakukan dengan sistim upah harian, yaitu membayar upah kepada tenaga kerja

pada saat hari dia bekerja. Umumnya tenaga kerja yang digunakan jumlah nya

bergantung pada luas lahan yang dimiliki/di sewa oleh petani. Tenaga kerja yang

digunakan oleh petani diupah dengan upah harian sebesar Rp 50.000,- perhari.

Perhitungan pengupahan dilakukan sebagai berikut :

Jumlah TK x Jumlah hari bekerja x upah harian

60
Waktu jam tenaga kerja bekerja adalah sekitar pukul 08.00 – 15.00 dengan

waktu istirahat 1 jam kerja, itu artinya per hari tenaga kerja hanya bekerja sekitar

6 jam kerja setiap harinya. jumlah hari yang diperlukan dalam setiap proses

budidaya berbeda – beda, jumlah hari yang diperlukan dalam setiap proses

budidaya adalah sebagai berikut :

1. Persiapan Lahan  2 hari

2. Pemupukan  2 hari

3. Penanaman  1 hari

4. Perawatan  20 hari

5. Pemanenan  2 hari

Adapun rincian biaya total dan biaya rata – rata tenaga kerja pada setiap

proses budidaya ditunjukkan dengan tabel berikut :

Tabel 11. Rincian biaya rata - rata dan konversi biaya tenaga kerja/1000M 2 pada
15 responden petani di kelompok tani sumberjaya, Kecamatan Ngablak
Kabupaten Magelang
No. Jenis Kegiatan Biaya Rata-Rata Konversi/1000M2
1. Persiapan Lahan Rp 113.333 Rp 102.613
2. Pemupukan Rp 120.000 Rp 107.692
3. Penanaman Rp 60.000 Rp 56.114
4. Pemeliharaan Rp 1.333.333 Rp 1.196.498
5. Pemanenan Rp 140.000 Rp 125.710
Jumlah Rp 1.766.666 Rp1.588.627
Sumber : Data diolah 2022

Tabel 11 menjelaskan bahwa jumlah biaya rata - rata tenaga kerja pada 15

responden petani pada kelompok tani sumberjaya adalah sebesar Rp 1.766.666,-

jika dikonversi per 1000 M2, maka biaya rata – rata per petani setiap 1000 M 2

berkisar Rp 1.588.627,-.

61
5.1.4 Biaya Total (Total Cost)

Biaya Total merupakan biaya keseluruhan yang dibelanjakan petani dalam

melakukan suatu proses budidaya. Biaya total diperoleh dari perhitungan

keseluruhan jumlah TFC (Total Fix Cost) dengan TVC (Total Variabel Cost).

Perhitungan biaya total didapatkan dari rata – rata 15 petani yang

membudidayakan selada organik. Adapun perhitungan biaya total dapat

ditunjukkan pada tabel berikut :

Tabel 12. Perhitungan Biaya Total (Total Cost) Rata – Rata petani selada organik
pada kelompok tani sumberjaya Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang
No. Uraian Total Biaya Konversi/1000M2
1. Biaya Tetap Rp 328.777 Rp 296.420
2. Biaya Variabel Rp 2.602.667 Rp 2.509.465
3. Biaya Tenaga Kerja Rp 1.766.666 Rp 1.588.627
4. Total Rp 4.698.110 Rp 4.394.512
Sumber : Data diolah 2022

Tabel 12, menjelaskan bahwa rata – rata biaya total yang dibelanjakan

oleh petani selada organik pada kelompok tani sumberjaya adalah sebesar Rp

4.698.110,- dan jika dikonversikan per 1000 M 2 maka rata – rata biaya total yang

diperlukan petani per 1000 M2 adalah sebesar Rp 4.394.512,-.

62
5.2 Rata -Rata Pendapatan Petani Selada Organik

Rata – Rata Pendapatan petani selada organik dapat dijelaskan pada tabel

berikut :

Tabel 13. Rata – Rata Pendapatan Usahatani Selada Organik pada kelompok tani
sumberjaya Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang
Total Biaya Jumlah Harga
Penerimaan Pendapatan
No. Produksi (Rp) Produksi(Kg) Jual/Kg
1. Rp3.995.042 450 Rp15.000 Rp6.750.000 Rp2.754.958
2. Rp4.654.973 460 Rp15.000 Rp6.900.000 Rp2.245.027
3. Rp5.046.292 480 Rp15.000 Rp7.200.000 Rp2.153.708
4. Rp4.854.500 480 Rp15.000 Rp7.200.000 Rp2.345.500
5. Rp4.640.957 500 Rp15.000 Rp7.500.000 Rp2.859.043
6. Rp4.278.261 500 Rp15.000 Rp7.500.000 Rp3.221.739
7. Rp4.558.833 450 Rp15.000 Rp6.750.000 Rp2.191.167
8. Rp4.962.542 450 Rp15.000 Rp6.750.000 Rp2.787.458
9. Rp5.153.611 450 Rp15.000 Rp6.750.000 Rp2.151.944
10.. Rp4.386.334 440 Rp15.000 Rp6.600.000 Rp2.213.666
11. Rp5.264.230 500 Rp15.000 Rp7.500.000 Rp2.235.770
12. Rp2.279.805 450 Rp15.000 Rp6.750.000 Rp2.220.195
13. Rp4.432.555 500 Rp15.000 Rp7.500.000 Rp3.067.445
14. Rp4.432.944 475 Rp15.000 Rp7.125.000 Rp2.692.056
15. Rp2.656.333 440 Rp15.000 Rp6.600.000 Rp1.943.667
Jumla Rp105.375.00
h Rp68.291.657 7025 Rp225.000 0 Rp37.083.343
Rata –
Rata Rp4.552.777 468 Rp15.000 Rp7.025.000 Rp2.472.223
Sumber : Data diolah 2022

Penerimaan merupakan hasil yang didapat oleh petani dari jumlah hasil

produksi dikalikan dengan harga jual komoditas per kg. Pada usahatani selada

organik di kelompok tani sumberjaya harga jual produk sudah ditentukan oleh

CV. Tani Organik Merapi selaku tengkulak di kelompok tani sumberjaya, untuk

masing-masing komoditas sayuran berbeda – beda harga yang ditentukan oleh

CV. Tani Organik Merapi selaku tengkulak. Untuk komoditas selada organik

dibeli oleh CV. Tani Organik Merapi dengan harga Rp 15.000,- Per kg.

63
Berdasarkan pada tabel 13 dapat diketahui jumlah rata – rata peneriman

petani per 1000 M2 adalah sebesar Rp 7.025.000 dengan rata – rata pendapatan

yang diterima oleh petani per 1000 M 2 adalah sebesar Rp 2.472.233,-/1 x masa

tanam. yang digarap dari 15 responden pada kelompok tani sumberjaya adalah

sebesar 15600 m2 atau sebesar 1,56 Ha, dengan rata – rata luas lahan yang digarap

petani selada organik untuk usahatani selada organiknya adalah sebesar 1040 m 2.

Sedangkan untuk jumlah total penerimaan yang didapat dari 15 responden petani

selada organik adalah sejumlah Rp 103.950.000,-, dengan rata – rata penerimaan

per petani adalah sejumlah Rp 6.930.000,- dan jika dikonversi per 1000 M 2, maka

jumlah total penerimaan yang diperoleh dari 15 responden petani selada organik

per 1000 M2 lahan adalah sejumlah Rp 100.006.067,- dengan rata – rata

penerimaan per petani adalah sejumlah Rp 6.667.071,-/ 1x masa tanam.

Perbedaan penerimaan yang didapatkan oleh petani disebabkan karena

bedanya skala lahan yang dipakai oleh petani dalam melakukan budidaya suatu

komoditas. Semakin luas lahan yang digunakan petani dalam melakukan budidaya

maka penerimaan yang diperoleh oleh petani akan semakin tinggi.

64
5.3 Efisiensi Usahatani Selada Organik
Efisiensi Usahatani dapat diukur dengan 3 Analisis, yaitu Analisis R/C

Ratio, Analisis B/C Ratio dan Perhitungan BEP.

5.3.1 Analisis R/C Ratio

Pengujian kelayakan jenis usaha budidaya diukur dengan menggunakan

analisis R/C Ratio. R/C Ratio diperoleh dari perhitungan perbandingan antara

Revenue Cost dengan Total Cost. Perhitungan R/C Ratio diperlukan untuk

mengukur apakah budidaya selada organik yang dilakukan oleh petani layak atau

tidak. Usahatani selada organik dapat dikatakan layak untuk dilakukan apabila

nilai R/C > 1, sebaliknya usahatani selada organik dikatakan tidak layak untuk

dilakukan maka nilai R/C <1. Perhitungan R/C Ratio dihitung dengan membagi

antara rata – rata penerimaan petani per 1000 M 2 dengan biaya total rata – rata

petani per 1000 M2. Perhitungan R/C Ratio dapat dilihat pada perhitungan

berikut :

Revenue
R/C Ratio =
Total Cost

Rp 7.025.000
R/C Ratio =
Rp 4.552.777
R/C Ratio = 1,54

Berdasarkan perhitungan diatas, R/C Ratio rata -rata petani memperoleh

angka sebesar 1,54. Angka tersebut memiliki arti setiap Rp 10.000 biaya yang

diperlukan dalam usahatani, maka penerimaan yang di dapat adalah sejumlah Rp

15.400,-. maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan usahatani selada organik

65
pada kelompok tani sumberjaya layak untuk dijalankan hal itu didapat dari

perolehan R/C Ratio rata – rata petani yang melebihi yang melebihi 1.

5.3.2 Analisis B/C Ratio

Analisis B/C Ratio merupakan alat perhitungan untuk mengukur

perbandingan antara pendapatan petani dengan total biaya yang diperlukan dalam

usahatani. Usahatani dapat dikatakan mengalami keuntungan apabila nilai B/C

Ratio melebihi 1. Perhitungan B/C Ratio dihitung dengan membagi antara rata –

rata pendapatan petani per 1000 M 2 dengan biaya total rata – rata petani per 1000

M2. Perhitungan hasil pendapatan atas biaya total dapat dilihat pada perhitungan

berikut :

Benefit
B/C Ratio =
Total Cost

Rp 2.472.223
B/C Ratio =
Rp 4.552.777
B/C Ratio = 0,54

Perhitungan diatas menunjukkan hasil perhitungan B/C Ratio pada rata –

rata petani memperoleh angka ratio 0,54 atau 0,54 <1. Ratio tersebut dapat

diartikan bahwa dalam setiap Rp 10.000 biaya yang dibelanjakan, maka petani

memperoleh pendapatan sebesar Rp 5.400. Menurut teori B/C Ratio > 1, maka

diperoleh kesimpulan bahwa usahatani selada organik pada kelompok tani

sumberjaya tersebut tidak menguntungkan dan kurang layak untuk dilakukan.

66
5.3.3 Analisis BREAK EVENT POINT (BEP)

5.3.3.1 Analisis Break Event Point Atas Volume Produksi

Analisis BEP atas volume produksi dilakukan untuk mengetahui gambaran

produksi minimal yang harus dilakukan oleh petani agar usahatani yang

dijalankan tidak mengalami kerugian. Perhitungan BEP volume produksi diukur

dengan perbandingan antara biaya total yang dibelanjakan oleh rata – rata petani

dengan harga selada organik yang dijual oleh petani.

Perhitungan BEP atas volume produksi dihitung dengan membagi antara

biaya total per 1000 M2 dengan harga jual selada organik per kg. Perhitungan BEP

Volume Produsi dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut :

TC
BEP(Q) =
Q
RP 4.552 .777
BEP (Q) =
RP15.000
BEP(Q) = 303,52 Kg

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

petani selada organik pada kelompok tani sumberjaya harus memproduksi

setidaknya 303,52 kg per setiap 1000 M 2 lahan yang digunakan untuk usahatani

selada organik setiap 1 kali produksi agar tidak mengalami kerugian. Sedangkan

untuk rata – rata produksi petani selada organik pada kelompok tani sumberjaya

adalah sebesar 468 Kg setiap 1x produksi.

67
5.3.3.2 Analisis Break Event Point Atas Harga Produksi

Analisis BEP atas harga produksi dilakukan untuk mengetahui harga

terendah dari produski selada organik yang dihasilkan. Perhitungan BEP harga

produksi dihitung dengan membandingkan antara rata – rata biaya yang

diperlukan dengan rata – rata produksi yang dihasilkan. Perhitungan BEP

produksi dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut :

TC
BEP (P) =
Q
RP 4.552 .777
BEP (P) =
468
BEP(P) = Rp 9.728,-

Berdasarkan perhitugan di atas maka dapat diperoleh nilai BEP atas harga

produksi adalah sebesar RP 9.728,-. Sedangkan harga beli yang ditawarkan oleh

petani dari CV. Tani Organik Merapi adalah sebesar Rp 15.000/kg. Hal ini tentu

saja menyatakan bahwa harga yang ditawarkan oleh CV. Tani Organik Merapi

selaku tengkulak pada kelompok tani sumberjaya lebih tinggi dari BEP Harga

Produksi (Rp 15.000 > Rp 9.728) maka usahatani selada organik pada kelompok

tani sumberjaya layak untuk dijalankan.

Berdasarkan pada perhitungan Break Even Point volume dan harga

produksi tersebut maka usahatani selada organik selama 1x produksi (1 bulan) di

kelompok tani sumberjaya mencapai titik impas atau kembalinya modal. Dengan

pernyataan di atas diperoleh kesimpulan bahwa hasil penerimaan atau produksi

68
yang didapat dari 15 responden petani selama 1 x produksi (1 bulan) di kelompok

tani sumberjaya sudah mampu memperoleh keuntungan.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani selada organik pada

kelompok tani Sumberjaya Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang, dapat

disimpulkan:

1. Keuntungan rata – rata petani selada organik per 1000 M 2 pada Kelompok

tani Sumberjaya adalah sebesar Rp 2.472.223,-/ masa tanam. Dengan rata –

rata penerimaan petani sebesar Rp 7.025.000,-/ masa tanam dan pengeluaran

total rata – rata petani per 1000 M2 sebesar Rp 4.552.777,-/ masa tanam.

2. Hasil perhitungan R/C Ratio atas biaya tunai rata – rata petani mendapatkan

nilai 1,54.(Penerimaan rata – rata petani per 1000 M 2 sebesar Rp 6.930.000,-

dan pengeluaran rata – rata petani per 1000 M 2 sebesar Rp 4.552.777,- ). Nilai

1,54 memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai petani sebesar Rp 1,00

akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,54 sehingga berdasarkan teori

R/C Ratio > 1, maka usahatani selada organik pada kelompok tani

sumberjaya layak untuk dijalankan.

3. Hasil perhitungan Break Event Point (BEP) atas dasar volume produksi dan

atas dasar harga diperoleh nilai BEP Volume Produksi sebesar 303,52 kg

lebih rendah dari produksi rata – rata petani yang sebesar 468 kg dan nilai

BEP Harga Produksi sebesar Rp 9.728,- lebih rendah dari harga yang

diperoleh petani sebesar Rp 15.000,-. Itu artinya usahatani selada organik

69
pada kelompok tani sumberjaya sudah mencapai titik impas atau kembalinya

modal dan petani selada organik sudah memperoleh keuntungan dari

usahatani yang dibudidayakannya.

6.2 Saran

Dari hasil penelitian, penulis memberikan saran – saran di antaranya

sebagai berikut :

1. Petani selada organik lebih mengurangi lagi penggunaan Sumber Daya

Manusia (SDM) dari luar keluarga untuk mengurangi besarnya biaya yang

dikeluarkan untuk menggaji tenaga kerja untuk luar keluarga.

2. Petani selada organik lebih baik memulai usahatani berasal dari proses

pembenihan untuk mengurangi biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bibit

selada yang digunakan dalam proses budidaya serta memastikan keorganikan

bibit sejak dari pembenihan.

70
DAFTAR PUSTAKA

Absakho, D. 2015. Analisis Pendapatan Serai Wangi di Kebun Percobaan Manoko

Lembang Bandung. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Adiwilaga, A. 1992. Ilmu Usaha Tani. Bandung: Alumni.

Aini, RQ, Sonjaya, Y dan Hana, MN. 2010. Penerapan Bionutrien KPD pada tanaman

selada keriting (Lactuca sativa L.). Jurnal Sains dan Teknologi Kimia. 1:73–79.

Barmin. 2010. Budidaya Sayur Daun. Jakarta: CV. Rikardo.

Boediono. 2002. Ekonomi Mikro. Yogyakarta. BPFE-UGM

Dalas, I. 2004. Analisis Pendapatan Usahatani Jeruk Siam di Kecamatan Telanaipura

Kota Jambi (Studi Kasus Kelurahan Penyengat Rendah). Universitas Jambi.

David, W dan Ardiansyah. 2017. Peception of Young Consumer Toward Organic Food in

Indonesia. Int J. Agricultural Resources, Governance and Ecology. 13(4):315–324.

Departemen Pertanian. 2007. Pedoman Penyusunan Standar Operasi (SOP) Padi

Organik. Jakarta.

Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka. 2008. SOP Budidaya Mentimun.

Jakarta: Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian.

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2011. PDB Beberapa Komoditas Sayuran Terhadap

Total PDB Sayuran Nasional Tahun 2010. Jakarta: Kementerian Pertanian.

Duaja, MD. 2012. Pengaruh Bahan dan Dosis Kompos Cair Terhadap Pertumbuhan

Selada (Lactuca Sativa L.). Jurnal Agroekoteknologi. 1(1):37–45.

Firmanto, B. 2011. Sukses bertanaman terung secara organik. Angkasa, Bandung.

71
Hariah, K. 2000. Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologi. Bogor: ICRAF.

Haryanto, E, Rahayu, E dan Suhartini. 1995. Sawi dan Selada. Jakarta: PT. Penebar

Swadaya.

Hernanto, F. 1991. Ilmu Usahatani. Bandung: Penerbit Penebar Swadaya.

Ibrahim H.M. 2002. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: Kencana.

IFOAM (International Federation of Organik Agriculture Movement). 2005.

International Federation of Organic Agriculture Movement (IFOAM). n.d. Principles of

Organic Agriculture. IFOAM.

Jumingan. 2011. Studi Kelayakan Bisnis Teori dan Pembuatan Proposal Kelayakan.

Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

Kementerian Pertanian. 2007. Road Map Pengembangan Pertanian Organik 2008-2015.

Jakarta: Kementerian Pertanian

Lotter DW. 2003. Organic Agriculture. Sustain Agriculture. 21(4):150.

Lotter DW, Seidel R dan Liebhardt. 2003. The Performance of Organic and Conventional

Cropping Systems in an Extreme Climate Year. American Journal of Alternative

Agriculture. 18(03):146–154.

Lumintang, FM. 2013. Analisis Pendapatan Petani Padi di Desa Teep Kecamatan

Langowan Timur. Jurnal EMBA. 1(3):991–998.

Nazir, M. 2014. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Permana, A. 2020. Analisis Usahatani Sayuran Organik. Jurnal Ilmiah Mahasiswa

AGROINFO GALUH . 7(1):211–218.

72
Pracaya. 2004. Bertanam Sayur Organik di Kebun, Pot dan Polibag. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta: Penebar Swadaya.

Pracaya. 2012. Bertanam Tomat. Yogyakarta: Kanisius.

Purwanto, H. 2015. Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Padi di

Desa Kalimanggis Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya. Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Rahim, A dan Hastuti D.R.W. 2007. Ekonomi Pertanian. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rozi, P. 2019. Analisis Pendapatan Usahatani Cabai Keriting (Capsicum annuum L) di

Musim Hujan Dan Musim Kemarau (Studi Kasus : PT. Intidaya Agrolestari, Bogor).

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Rubatzky, V.E., dan Ma Yamaguchi, 1998, Sayuran Dunia : Prinsip, Produksi dan Gizi

Jilid II, ITB, Bandung.

Rukmana. 1994. Bertanam Selada dan Andewi. Yogyakarta: Kanisius.

Saragih, B. 1998. Agribisnis Berbasis Peternakan. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press.

Saragih, S. 2010. Pertanian Organik. Jakarta: Penebar Swadaya.

Shinta, A. 2011. Manajemen Pemasaran. Malang: Universitas Brawijaya Press.

Soekartawi. 1986. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil.

Jakarta: UI Press.

Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-press).

73
Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Cobb-

Douglas. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. 250 hal.

Soekartawi. 2005. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Raja Grafindo Jakarta.

Soenandar M. dan Tjachjono, RH. 2012. Membuat Pestisida Organik. Jakarta: PT.

Agromedia Pustaka.

Sudarman, A. 1997. Teori Ekonomi Mikro. Yogyakarta: BPFE UGM.

Sudarman, A. 1999. Teori Mikro Jilid I. Yogyakarta: BPFE UGM.

Sunardjono, H. 2005. Bertanam 30 Jenis Sayuran. Jakarta: Penebar Swadaya.

Supriati, Y dan Herlina, E. 2011. Bertanam Lima Belas Sayuran dalam Pot. Bogor:

Penebar Swadaya.

Suratiyah. 2002. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya.

Suratiyah. 2015. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan.

Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Tuwo, MA. 2011. Ilmu Usahatani Teori dan Aplikasi Menuju Sukses. Kendari: Penerbit

Unhalu Press.

Yacob, IM. 2002. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Yanti, R. 2006. Aplikasi Teknologi Pertanian Organik: Penerapan Pertanian Organik oleh

Petani Padi Sawah Desa Sukorejo Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Universitas

Indonesia.

74
L

75
Lampiran 1. Kuesioner Wawancara

DAFTAR KUESIONER PENELITIAN


“ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI SELADA ORGANIK PADA
KELOMPOK
TANI SUMBERJAYA KECAMATAN NGABLAK KABUPATEN
MAGELANG”
A. IDENTITAS
1. Nama :
2. Umur :
tahun
3. Pendidikan terakhir :
4. Luas lahan yang ditanam : m2
5. Status kepemilikan lahan : 1. Hak milik 2. Sewa 3. Bagi
Hasil
Jika bagi hasil, berapa bagian yang anda dapatkan?
…………………………………………………….
6. Komoditas apa yang di tanam :
7. Luas lahan yang ditanam Caisim :
8. Mulai bercocok tanam sudah berapa : Tahun
9. Jumlah anggota keluarga : orang
10. Pola Tanam dalam 1 Tahun :
11. Pajak/tahun : Rp…………
12. Jenis Irigasi yang dipakai :…………

B. Biaya Variabel
1. Input Biaya Sarana Produksi sekali tanam :
a. Berapa biaya membeli benih yang akan ditanam : Rp…..
b. Berapa Jumlah benih yang digunakan per masa tanam : …..gr/masa
tanam
c. Berapa jumlah pupuk kandang yang digunakan per masa tanam : ……
kg/masa tanam
d. Berapa biaya membeli pupuk kandang : Rp……/Kg
e. Berapa kadar yang digunakan untuk membuat pestisida organik :
……..L/sekali pakai
f. Berapa biaya yang diperlukan untuk membuat pestisida organik :
Rp……../L

76
g. Berapa meter mulsa yang digunakan untuk sekali masa tanam :
…………….m
h. Berapa Biaya Mulsa per meter : Rp………………/m
i. Adakah biaya lain lain yang diperlukan selama satu kali tanam :
Rp………

2. Input Biaya Tenaga Kerja


a.Berapa biaya tenaga kerja dalam keluarga : Rp………../orang/hari
b.Berapa biaya tenaga kerja di luar keluarga : Rp………../orang/hari
Jenis Kegiatan Tenaga Kerja Frekuensi Per
tahun
Jumlah dari Jumlah Luar
Keluarga Keluarga

Pengolahan lahan
Kali

Pembenihan
Kali

Pembibitan
Kali

Pemupukan
Kali

Pemeliharaan
Kali

Pemanenan
Kali

3. . Pendapatan Bertani
a.Berapa hasil panan sekali tanam : ………….Kg
b.Berapa Harga Jual Selada Organik di pasaran :Rp………../Kg
c. Berapa Harga Jual Selada Organik di CV. Tani Organik Merapi :
Rp………./Kg
d. Dalam 1 tahun berapa kali panen ?

4. Modal dan Investasi


a. Jumlah Modal Sendiri :Rp…………….
b. Jumlah Modal Pinjaman : Rp…………

77
c. Harga beli lahan pertama : Rp…………/m2
d. Jika lahan sewa, Berapa harga sewa lahan/tahun : Rp………./m2
e. Biaya irigasi lahan per masa tanam : Rp………

C. Biaya Tetap
a. Penyusutan Alat yang digunakan :
Jenis Alat Jumla Harga Beli per Satuan (Rp) Masa Pakai
h

b. Pajak Bumi dan Bangunan pertahun


Berapa biaya Pajak Bumi Dan Bangunan per tahun ?
Rp………..(Ha/tahun)

78
79
Lampiran 2. Data Biaya Tetap
Nama Luas Lahan Cangkul pisau timbangan Kored Pelubang Mulsa Sewa Lahan Hand Sprayer Gembor Keranjang Panen Garpu Tanah Tusuk Mulsa Pajak PBB Total Konversi/1000m2
Mulidi 1000 Rp9.167 Rp2.500 Rp14.167 Rp4.375 Rp2.500 Rp208.333 Rp28.333 Rp9.167 Rp4.000 Rp5.000 Rp7.500 Rp0 Rp295.042 Rp295.042
Rp11.66
Giyarto 1500 Rp6.111 Rp8.333 Rp56.667 Rp5.000 Rp312.500 Rp40.000 Rp6.111 Rp9.750 Rp10.500 Rp11.667 Rp0 Rp478.306 Rp318.870
7
Poniman 1250 Rp4.583 Rp2.500 Rp28.333 Rp4.375 Rp2.500 Rp266.667 Rp21.250 Rp4.583 Rp6.000 Rp7.500 Rp10.000 Rp0 Rp358.292 Rp286.633
Anom 750 Rp5.556 Rp625 Rp75.000 Rp1.875 Rp4.167 Rp158.333 Rp35.000 Rp4.444 Rp1.667 Rp2.000 Rp5.833 Rp0 Rp294.500 Rp392.667
Rukiyono 1700 Rp6.667 Rp4.167 Rp42.500 Rp8.333 Rp7.778 Rp354.167 Rp40.000 Rp7.778 Rp8.667 Rp9.333 Rp13.333 Rp0 Rp502.722 Rp295.719
Setyo 1100 Rp4.583 Rp2.500 Rp56.667 Rp4.375 Rp2.500 Rp0 Rp21.250 Rp4.583 Rp9.000 Rp7.500 Rp8.333 Rp43.333 Rp164.625 Rp149.659
Sunggow
800 Rp5.556 Rp833 Rp37.500 Rp2.500 Rp4.167 Rp166.667 Rp35.000 Rp4.444 Rp5.000 Rp3.000 Rp6.667 Rp0 Rp271.333 Rp339.167
o
Dzikri 1000 Rp4.583 Rp2.500 Rp113.333 Rp4.375 Rp5.000 Rp0 Rp14.167 Rp4.583 Rp4.000 Rp2.500 Rp7.500 Rp40.000 Rp202.542 Rp202.542
Rp16.66
Sugeng 1800 Rp6.667 Rp8.333 Rp85.000 Rp7.778 Rp375.000 Rp40.000 Rp7.778 Rp13.000 Rp7.000 Rp14.167 Rp0 Rp581.389 Rp322.994
7
Rp11.66
Wahyu 1500 Rp3.056 Rp8.333 Rp85.000 Rp2.500 Rp0 Rp40.000 Rp6.111 Rp12.000 Rp3.500 Rp11.667 Rp59.167 Rp243.000 Rp162.000
7
Handoyo 700 Rp5.556 Rp625 Rp37.500 Rp1.875 Rp2.778 Rp150.000 Rp35.000 Rp4.444 Rp3.333 Rp3.000 Rp5.833 Rp0 Rp249.944 Rp357.063
Esti 600 Rp5.556 Rp417 Rp25.000 Rp1.250 Rp1.389 Rp0 Rp23.333 Rp4.444 Rp3.333 Rp3.000 Rp5.000 Rp23.750 Rp96.472 Rp160.787
Ajeng 600 Rp2.778 Rp417 Rp12.500 Rp1.250 Rp1.389 Rp125.000 Rp11.667 Rp2.222 Rp1.667 Rp2.000 Rp5.000 Rp0 Rp165.889 Rp276.481
Fatkhu 800 Rp5.556 Rp833 Rp50.000 Rp2.500 Rp2.778 Rp0 Rp35.000 Rp4.444 Rp5.000 Rp1.000 Rp6.667 Rp31.667 Rp145.444 Rp181.806
Utami 500 Rp2.778 Rp417 Rp25.000 Rp1.250 Rp4.167 Rp0 Rp11.667 Rp2.222 Rp1.667 Rp3.000 Rp4.167 Rp20.000 Rp76.333 Rp152.667
Rp78.33
Jumlah 15600 Rp78.750 Rp43.333 Rp744.167 Rp56.389 Rp2.116.667 Rp431.667 Rp77.361 Rp88.083 Rp69.833 Rp123.333 Rp217.917 Rp4.125.833 Rp3.894.096
3
Rata-Rata 1040 Rp5.250 Rp2.889 Rp49.611 Rp5.222 Rp3.759 Rp141.111 Rp28.778 Rp5.157 Rp5.872 Rp4.656 Rp8.222 Rp14.528 Rp275.056 Rp259.606

80
Lampiran 3. Data Biaya Variabel
Luas Lahan Pupuk Organik Pupuk Organik Cair Bibit Mulsa
Nama Volume(Kg Harga(Rp/ Volume Harga(Rp/ Volume Volume Jumlah Konversi/1000M2
(M2) Harga(Rp/kg) Biaya(Rp) Biaya(Rp) Biaya (Rp) Harga(Rp/roll) Biaya (Rp)
) L) (L) satuan) (Satuan) (roll)
Poniman 1000 Rp1.500 500 Rp750.000 Rp80.000 5 Rp400.000 Rp100 2000 Rp200.000 Rp500.000 2 Rp1.000.000 Rp2.350.000 Rp2.350.000
Mulidi 1500 Rp1.500 750 Rp1.125.000 Rp80.000 8 Rp640.000 Rp100 3000 Rp300.000 Rp500.000 3 Rp1.500.000 Rp3.565.000 Rp2.376.667
Giyarto 1250 Rp1.500 600 Rp900.000 Rp80.000 7 Rp560.000 Rp100 2500 Rp250.000 Rp500.000 3 Rp1.500.000 Rp3.210.000 Rp2.568.000
Poniman 750 Rp1.500 400 Rp600.000 Rp80.000 4 Rp320.000 Rp100 1500 Rp150.000 Rp500.000 2 Rp1.000.000 Rp2.070.000 Rp2.760.000
Anom 1700 Rp1.500 850 Rp1.275.000 Rp80.000 9 Rp720.000 Rp100 3400 Rp340.000 Rp500.000 4 Rp2.000.000 Rp4.335.000 Rp2.550.000
Rukiyono 1100 Rp1.500 550 Rp825.000 Rp80.000 6 Rp480.000 Rp100 2200 Rp220.000 Rp500.000 3 Rp1.500.000 Rp3.025.000 Rp2.750.000
Setyo 800 Rp1.500 400 Rp600.000 Rp80.000 4 Rp320.000 Rp100 1600 Rp160.000 Rp500.000 2 Rp1.000.000 Rp2.080.000 Rp2.600.000
Sunggowo 1000 Rp1.500 500 Rp750.000 Rp80.000 5 Rp400.000 Rp100 2100 Rp210.000 Rp500.000 2 Rp1.000.000 Rp2.360.000 Rp2.360.000
Dzikri 1800 Rp1.500 900 Rp1.350.000 Rp80.000 9 Rp720.000 Rp100 3600 Rp360.000 Rp500.000 4 Rp2.000.000 Rp4.430.000 Rp2.461.111
Sugeng 1500 Rp1.500 750 Rp1.125.000 Rp80.000 8 Rp640.000 Rp100 3000 Rp300.000 Rp500.000 3 Rp1.500.000 Rp3.565.000 Rp2.376.667
Wahyu 700 Rp1.500 400 Rp600.000 Rp80.000 4 Rp320.000 Rp100 1400 Rp140.000 Rp500.000 2 Rp1.000.000 Rp2.060.000 Rp2.942.857
Handoyo 600 Rp1.500 300 Rp450.000 Rp80.000 3 Rp240.000 Rp100 1200 Rp120.000 Rp500.000 1 Rp500.000 Rp1.310.000 Rp2.183.333
Esti 600 Rp1.500 300 Rp450.000 Rp80.000 3 Rp240.000 Rp100 1200 Rp120.000 Rp500.000 1 Rp500.000 Rp1.310.000 Rp2.183.333
Ajeng 800 Rp1.500 400 Rp600.000 Rp80.000 4 Rp320.000 Rp100 1600 Rp160.000 Rp500.000 2 Rp1.000.000 Rp2.080.000 Rp2.600.000
Fatkhu 500 Rp1.500 300 Rp450.000 Rp80.000 3 Rp240.000 Rp100 1000 Rp100.000 Rp500.000 1 Rp500.000 Rp1.290.000 Rp2.580.000
Rp3.130.00 Rp17.500.00
Jumlah 15600 7900 Rp11.850.000 1200000 82 Rp 6.560.000 Rp1.500 31300 Rp7.500.000 35 Rp39.040.000 Rp47.741.500
0 0
Rata -
Rp1.500 526,67 Rp790.000 80000 5,47 Rp437.333 Rp100 2087 Rp 208.667 Rp500.000 2,33 Rp1.166.667 Rp2.602.667 Rp3.182.767
Rata

81
Lampiran 4. Data Perhitungan Tenaga Kerja
Pengolahan Lahan Pemupukan Penanaman Pemeliharaan Pemanenan Jumlah Konversi/1000M2
Luas Tenaga Kerja Upah Tenaga Kerja Tenaga Kerja Upah Tenaga Kerja Tenaga Kerja Upah Tenaga Kerja Tenaga Kerja Upah Tenaga Kerja TKLK Upah Tenaga Kerja
Nama
Lahan
upah J.T. upah upah upah upah
J.T.K J.H.K upah J.H.K upah J.T.K J.H.K upah J.T.K J.H.K upah J.T.K J.H.K upah
harian K harian harian harian harian
Mulidi 1000 1 2 Rp50.000 Rp100.000 1 2 Rp50.000 Rp100.000 1 1 Rp50.000 Rp50.000 1 20 Rp50.000 Rp1.000.000 1 2 Rp50.000 Rp100.000 Rp1.350.000 Rp1.350.000
Giyarto 1500 2 2 Rp50.000 Rp200.000 2 2 Rp50.000 Rp200.000 2 1 Rp50.000 Rp100.000 2 20 Rp50.000 Rp2.000.000 2 2 Rp50.000 Rp200.000 Rp2.700.000 Rp1.800.000
Poniman 1250 2 2 Rp50.000 Rp200.000 2 2 Rp50.000 Rp200.000 1 1 Rp50.000 Rp50.000 2 20 Rp50.000 Rp2.000.000 2 2 Rp50.000 Rp200.000 Rp2.650.000 Rp2.120.000
Anom 750 1 2 Rp50.000 Rp100.000 1 2 Rp50.000 Rp100.000 1 1 Rp50.000 Rp50.000 1 20 Rp50.000 Rp1.000.000 1 2 Rp50.000 Rp100.000 Rp1.350.000 Rp1.800.000
Rukiyono 1700 2 2 Rp50.000 Rp200.000 2 2 Rp50.000 Rp200.000 2 1 Rp50.000 Rp100.000 2 20 Rp50.000 Rp2.000.000 2 2 Rp50.000 Rp200.000 Rp2.700.000 Rp1.588.235
Setyo 1100 1 2 Rp50.000 Rp100.000 1 2 Rp50.000 Rp100.000 2 1 Rp50.000 Rp100.000 1 20 Rp50.000 Rp1.000.000 2 2 Rp50.000 Rp200.000 Rp1.500.000 Rp1.363.636
Sunggowo 800 1 2 Rp50.000 Rp100.000 1 2 Rp50.000 Rp100.000 1 1 Rp50.000 Rp50.000 1 20 Rp50.000 Rp1.000.000 1 2 Rp50.000 Rp100.000 Rp1.350.000 Rp1.687.500
Dzikri 1000 0 2 Rp50.000 Rp0 1 2 Rp50.000 Rp100.000 2 1 Rp50.000 Rp100.000 1 20 Rp50.000 Rp1.000.000 2 2 Rp50.000 Rp200.000 Rp1.400.000 Rp1.400.000
Sugeng 1800 2 2 Rp50.000 Rp200.000 2 2 Rp50.000 Rp200.000 2 1 Rp50.000 Rp100.000 2 20 Rp50.000 Rp2.000.000 3 2 Rp50.000 Rp300.000 Rp2.800.000 Rp1.555.556
Wahyu 1500 2 2 Rp50.000 Rp200.000 2 2 Rp50.000 Rp200.000 1 1 Rp50.000 Rp50.000 2 20 Rp50.000 Rp2.000.000 2 2 Rp50.000 Rp200.000 Rp2.650.000 Rp1.766.667
Handoyo 700 1 2 Rp50.000 Rp100.000 2 2 Rp50.000 Rp200.000 1 1 Rp50.000 Rp50.000 1 20 Rp50.000 Rp1.000.000 1 2 Rp50.000 Rp100.000 Rp1.450.000 Rp2.071.429
Esti 600 1 2 Rp50.000 Rp100.000 1 2 Rp50.000 Rp100.000 1 1 Rp50.000 Rp50.000 1 20 Rp50.000 Rp1.000.000 1 2 Rp50.000 Rp100.000 Rp1.350.000 Rp2.250.000
Ajeng 600 1 2 Rp50.000 Rp100.000 0 2 Rp50.000 Rp0 1 1 Rp50.000 Rp50.000 1 20 Rp50.000 Rp1.000.000 1 2 Rp50.000 Rp100.000 Rp1.250.000 Rp2.083.333
Fatkhu 800 1 2 Rp50.000 Rp100.000 1 2 Rp50.000 Rp100.000 1 1 Rp50.000 Rp50.000 1 20 Rp50.000 Rp1.000.000 1 2 Rp50.000 Rp100.000 Rp1.350.000 Rp1.687.500
Utami 500 0 2 Rp50.000 Rp0 0 2 Rp50.000 Rp0 0 1 Rp50.000 Rp0 1 20 Rp50.000 Rp1.000.000 0 2 Rp50.000 Rp0 Rp1.000.000 Rp2.000.000
jumlah 18 30 Rp750.000 Rp1.800.000 19 30 Rp750.000 Rp1.900.000 19 15 Rp750.000 Rp950.000 20 300 Rp750.000 Rp20.000.000 22 30 Rp750.000 Rp2.200.000 Rp26.850.000 Rp26.523.856
Rata - Rata 1 2 Rp50.000 Rp120.000 1 2 Rp50.000 Rp126.667 1 1 Rp50.000 Rp63.333 1 20 Rp50.000 Rp1.333.333 1 2 Rp50.000 Rp146.667 Rp1.790.000 Rp1.768.257

82
Lampiran 5. Tabel Penerimaan Usaha Tani Konversi per 1000M2
Luas Jumlah Harga
Nama Penerimaan
Lahan(M2) Produksi(Kg) Jual/Kg
Mulidi 1000 450 Rp15.000 Rp6.750.000
Giyarto 1500 460 Rp15.000 Rp6.900.000
Poniman 1250 480 Rp15.000 Rp7.200.000
Anom 750 480 Rp15.000 Rp7.200.000
Rukiyono 1700 500 Rp15.000 Rp7.500.000
Setyo 1100 500 Rp15.000 Rp7.500.000
Sunggow
800 450 Rp15.000 Rp6.750.000
o
Dzikri 1000 450 Rp15.000 Rp6.750.000
Sugeng 1800 450 Rp15.000 Rp6.750.000
Wahyu 1500 440 Rp15.000 Rp6.600.000
Handoyo 700 500 Rp15.000 Rp7.500.000
Esti 600 450 Rp15.000 Rp6.750.000
Ajeng 600 500 Rp15.000 Rp7.500.000
Fatkhu 800 475 Rp15.000 Rp7.125.000
Utami 500 440 Rp15.000 Rp6.600.000
Rp105.375.00
Jumlah 15600 7025 Rp225.000
0
Rata -
1040 468,33 Rp15.000 Rp7.025.000
Rata

83
Lampiran 6. Tabel Biaya Produksi Usahatani Selada Organik
Luas Lahan Biaya
Nama Biaya Tetap Biaya T.K Jumlah
(M2) Variabel
Mulidi 1000 Rp2.350.000 Rp295.042 Rp1.350.000 Rp3.995.042
Giyarto 1500 Rp2.376.667 Rp478.306 Rp1.800.000 Rp4.654.973
Poniman 1250 Rp2.568.000 Rp358.292 Rp2.120.000 Rp5.046.292
Anom 750 Rp2.760.000 Rp294.500 Rp1.800.000 Rp4.854.500
Rukiyono 1700 Rp2.550.000 Rp502.722 Rp1.588.235 Rp4.640.957
Setyo 1100 Rp2.750.000 Rp164.625 Rp1.363.636 Rp4.278.261
Sunggow
800 Rp2.600.000 Rp271.333 Rp1.687.500 Rp4.558.833
o
Dzikri 1000 Rp2.360.000 Rp202.542 Rp1.400.000 Rp3.962.542
Sugeng 1800 Rp2.461.111 Rp581.389 Rp1.555.556 Rp4.598.056
Wahyu 1500 Rp2.376.667 Rp243.000 Rp1.766.667 Rp4.386.334
Handoyo 700 Rp2.942.857 Rp249.944 Rp2.071.429 Rp5.264.230
Esti 600 Rp2.183.333 Rp96.472 Rp2.250.000 Rp4.529.805
Ajeng 600 Rp2.183.333 Rp165.889 Rp2.083.333 Rp4.432.555
Fatkhu 800 Rp2.600.000 Rp145.444 Rp1.687.500 Rp4.432.944
Utami 500 Rp2.580.000 Rp76.333 Rp2.000.000 Rp4.656.333
Rp4.125.83
Total Rp37.641.968 Rp26.523.856 Rp68.291.657
3
Rata - Rata Rp2.509.465 Rp275.056 Rp1.768.257 Rp4.552.777

84
Lampiran 7. Tabel Pendapatan Usaha Tani
Total Biaya Produks Harga Jual Penerimaan Pendapatan
Nama
Produksi (Rp) i (Kg) (Rp/Kg) (Rp) (Rp)
Mulidi Rp3.995.042 450 Rp15.000 Rp6.750.000 Rp2.754.958
Giyarto Rp4.654.973 460 Rp15.000 Rp6.900.000 Rp2.245.027
Poniman Rp5.046.292 480 Rp15.000 Rp7.200.000 Rp2.153.708
Anom Rp4.854.500 480 Rp15.000 Rp7.200.000 Rp2.345.500
Rukiyono Rp4.640.957 500 Rp15.000 Rp7.500.000 Rp2.859.043
Setyo Rp4.278.261 500 Rp15.000 Rp7.500.000 Rp3.221.739
Sunggow
Rp4.558.833 450 Rp15.000 Rp6.750.000 Rp2.191.167
o
Dzikri Rp3.962.542 450 Rp15.000 Rp6.750.000 Rp2.787.458
Sugeng Rp4.598.056 450 Rp15.000 Rp6.750.000 Rp2.151.944
Wahyu Rp4.386.334 440 Rp15.000 Rp6.600.000 Rp2.213.666
Handoyo Rp5.264.230 500 Rp15.000 Rp7.500.000 Rp2.235.770
Esti Rp4.529.805 450 Rp15.000 Rp6.750.000 Rp2.220.195
Ajeng Rp4.432.555 500 Rp15.000 Rp7.500.000 Rp3.067.445
Fatkhu Rp4.432.944 475 Rp15.000 Rp7.125.000 Rp2.692.056
Utami Rp4.656.333 440 Rp15.000 Rp6.600.000 Rp1.943.667
Rp105.375.00
Jumlah Rp68.291.657 7025 Rp225.000 Rp37.083.343
0
Rata -
Rp4.552.777 468 Rp15.000 Rp7.025.000 Rp2.472.223
Rata

85

Anda mungkin juga menyukai