Anda di halaman 1dari 102

KERANGKA ACUAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN (KA-

ANDAL) PABRIK TEPUNG TAPIOKA DI DESA NGEMPLAK


KIDUL KECAMATAN MARGOYOSO KABUPATEN PATI
(Tugas Mata Kuliah Dasar-Dasar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)

Disusun oleh:

Tiara Eka Novrianti 1617011047


Akhi Sifa Alfarizhi 1617011050
Siti Indah Roja 1617011064
Bella Sukma Mahadika 1617011072

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii

DAFTAR TABEL ........................................................................................................ iv

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... v

BAB I ............................................................................................................................ 1

PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

A. Latar Belakang ................................................................................................... 1

B. Maksud dan Tujuan............................................................................................ 6

C. Manfaat .............................................................................................................. 8

D. Peraturan Perundangan Yang Berlaku ............................................................... 9

BAB II ......................................................................................................................... 11

RUANG LINGKUP STUDI ....................................................................................... 11

A. Lingkup Rencana Kegiatan .............................................................................. 11

1. Gambaran Lokasi Kegiatan .......................................................................... 11

ii
2. Rona Lingkungan Awal................................................................................ 18

3. Lingkup Wilayah Studi ................................................................................ 22

4. Hasil Proses Pelingkupan ............................................................................. 24

5. Dampak Penting Hipotetik ........................................................................... 28

BAB III ....................................................................................................................... 30

METODE STUDI ....................................................................................................... 30

A. Pengumpulan dan Analisis Data ...................................................................... 30

B. Perkiraan Dampak Penting............................................................................... 75

3. Evaluasi Dampak Penting ................................................................................ 82

BAB IV ....................................................................................................................... 93

PELAKSANAAN STUDI .......................................................................................... 93

A. Identitas Pemrakarsa ........................................................................................ 93

B. Identitas Penyusun ........................................................................................... 93

C. Biaya Studi ....................................................................................................... 94

D. Waktu Pelaksanaan Studi ................................................................................. 95

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 96

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pembagian Desa Menurut Luas Wilayahnya Tahun 2018 ............................ 12

Tabel 2. Penduduk Kecamatan Margoyoso Menurut Tingkat Pendidikan Tahun ...... 15

Tabel 3. Hasil Proses Pelingkupan .............................................................................. 24

Tabel 4. Suhu penyimpanan contoh ............................................................................ 46

Tabel 5. Jumlah contoh uji .......................................................................................... 50

Tabel 6. Contoh uji dan larutan pereaksi untuk bermacam-macam digestion vessel . 58

Tabel 7. Pedoman Penentuan Sifat Penting Dampak.................................................. 78

Tabel 8. Penentuan Sifat Penting Dampak Kegiatan Pematangan Lahan dan

Penyiapan Areal Kerja Terhadap Penurunan Kualitas Air Sungai ............................. 83

Tabel 9. Penentuan Sifat Penting Dampak Kegiatan Operasional Pabrik Tapioka

Terhadap Penurunan Kualitas Air Sungai. .................................................................. 85

Tabel 10.Matriks Sifat Penting Dampak Kegiatan Pembangunan Pabrik Tapioka. ... 86

Tabel 11. Susunan Tim Studi AMDAL Pabrik Tapioka............................................. 94

Tabel 12. Presentase Biaya Studi ................................................................................ 94

Tabel 13. Waktu Pelaksana Studi ............................................................................... 95

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. (a) Batas Wilayah Studi dan (b) Keterangan............................................ 24

Gambar 2. Rangkaian peralatan distilasi sianida ........................................................ 68

v
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kabupaten Pati khususnya Kecamatan Margoyoso merupakan daerah penghasil

ketela pohon atau singkong terbesar. Luas lahan yang biasa ditanami singkong

sekitar 18.259 hektar dengan tingkat produktivitas 217,70 kuintal per hektar, dan total

produksi basah dengan kulitnya 397.498 ton. Daerah terbanyak yang menanam

ketela pohon, yakni Kecamatan Margoyoso, Cluwak, Gembong, Tlogowungu,

Sukolilo, Margorejo, dan Tayu. Meskipun demikian, masih sering terjadi kekurangan

bahan baku (singkong), sehingga harus mengambil dari daerah lain. Desa Ngemplak

Kidul Kecamatan Margoyoso mayoritas penduduknya memproduksi tepung tapioka,

hampir 70% masyarakat Desa Ngemplak Kidul bekerja sebagai pembuat tepung

tapioka. Mulai dari remaja sampai orang tua bergelut dibidang ini. Penghasilan

mereka sangat bergantung pada tepung tapioka yang mereka hasilkan.


2

Singkong merupakan bahan baku pembuatan tepung tapioka. Dalam pengolaha

singkong menjadi tepung tapioka memerlukan proses lebih lanjut karena di dalam

singkong terdapat kandungan hidrogen sianida (HCN). HCN ini dapat menimbulkan

gangguan kesehatan, seperti penyempitan saluran napas, mual, muntah, sakit kepala,

bahkan bisa menimbulkan kematian. Namun dalam jumlah kecil sianida masih dapat

ditolerir tubuh yaitu 1 mg per kilogram berat (Higa, 2000).

Tepung tapioka kaya karbohidrat, energi, dan tidak mengandung gluten, sehingga

aman bagi yang alergi. Karena mengandung linamarin, tapioka dapat menangkal

pertumbuhan sel kanker (Jose dkk, 2000). Selain menghasilkan tepung, pengolahan

singkong juga menghasilkan limbah yang akan menimbulkan masalah,baik limbah

padat maupun limbah cair. Setiap ton singkong yang diolah akan menghasilkan gas

metan sebesar 25–35 m3. Gas metan (CH4) merupakan gas rumah kaca dengan

dampak 20 kali jauh lebih berbahaya dibandingkan gas karbon dioksida (CO2).

Sedangkan proses produksi pembuatan tepung tapioka membutuhkan air yang sangat

banyak untuk memisahkan pati dari serat.

Pembangunan industri pada sektor usaha bidang agroindustri adalah suatu upaya

pemerintah dalam meningkatkan devisa negara dan bila ditinjau dari segi pola

kehidupan masyarakat sangat berhubungan langsung dengan peningkatan kebutuhan

barang dan jasa, pemakaian sumber-sumber energi, dan sumber daya alam. Penggunaan

sumber daya alam secara besar-besaran tanpa mengabaikan lingkungan


3

dapat mengakibatkan berbagai dampak negatif yang terasa dalam jangka pendek

maupun dalam jangka panjang. Perkembangan dunia industri secara pesat, secara

langsung turut mempengaruhi kondisi lingkungan global. Sebagian besar hasil aktivitas

industri turut menyumbangkan polusi dalam jumlah yang besar terhadap lingkungan.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran banyak negara-negara maju untuk

mengembangkan standar lingkungan yang digunakan sebagai sarana minimalisasi

dampak negatif aktivitas industri.

Potensi pertumbuhan industri tersebut juga telah memberikan sumbangan bagi

perekonomian Indonesia melalui barang produk dan jasa yang dihasilkan. Namun di

sisi lain pertumbuhan industri telah menimbulkan masalah lingkungan yang cukup

serius. Buangan limbah industri mengakibatkan timbulnya pencemaran, misalnya

pencemaran air sungai yang dapat merugikan masyarakat yang tinggal di sepanjang

aliran sungai, seperti berkurangnya hasil produksi pertanian, menurunnya hasil tambak,

maupun berkurangnya pemanfaatan air sungai oleh penduduk. Buangan berupa asap

menyebabkan meningkatnya kasus infeksi saluran pernafasan pada masyarakat sekitar

kawasan industri. Sikap sejumlah perusahaan yang hanya berorientasi “Profit motive”

tanpa memikirkan dampak lingkungan dan lemahnya penegakan peraturan terhadap

pelanggaran pencemaran berakibat timbulnya beberapa kasus pencemaran oleh

industri dan tuntutan-tuntutan masyarakat sekitar industri hingga perusahaan harus

mengganti kerugian kepada masyarakat yang terkena


4

dampak. Salah satu industri yang banyak disoroti tentang masalah lingkungan yaitu

pabrik tepung tapioka.

Industri tepung tapioka merupakan salah satu industri yang berkembang di

Kabupaten Pati, khususnya di Kecamatan Margoyoso. Di Kecamatan Margoyoso

terdapat setidaknya lima desa yang menjadi pusat produksi tepung tapioka. Industri

tepung tapioka memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian warga

sekitar karena mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup banyak.

Selain menghasilkan tepung, industri tapioka juga menghasilkan limbah yaitu limbah

padat maupun limbah cair. Berdasarkan hasil studi dari Tanticharoen dan

Bhumiratanatries (1995), rata-rata limbah cair yang dihasilkan dari industri tepung

tapioka di Thailand adalah 20 m untuk setiap ton tepung yang dihasilkan. Hien,dkk

(1999), melaporkan bahwa karakteristik dari limbah cair tapioka di Vietnam adalah

11,000 – 13,500 mg COD/L, 4200-7600 mg/L dan pH 4.5-5.0 dengan perkiraan limbah

cair yang dihasilkan adalah 12 m3 dan limbah padat 3 ton per ton tepung tapioka.

Proses produksi tepung tapioka di Kecamatan Margoyoso belum sepenuhnya

efisien sebab proses produksi masih menggunakan alat produksi yang cukup

sederhana dan tidak ada standar operasional prosedur yang baku. Selama ini proses

produksi dijalankan berdasarkan pengalaman dan perkiraan pekerja, misalnya untuk

waktu pengendapan pati atau waktu pengeringan tepung tapioka. Hal tersebut
5

tentunya berdampak pada keuntungan perusahaan yang kurang maksimal karena

adanya pemborosan dalam proses produksi yang juga akan berdampak pada lingkungan

dalam kaitannya dengan pemborosan tersebut. Peningkatan produktivitas peru sahaan

akan mendorong peningkatan daya saing dan kualitas produk industri yang diharapkan

dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja. Peningkatan produktivitas industri dapat

dilakukan dengan perbaikan manajemen, penggunaan bahan baku secara efisien

dan efektif serta melalui penerapan produksi bersih (cleaner production).

Studi ini akan menelaah seluruh tahapan rencana usaha dan atau kegiatan baik pada

tahap pra konstruksi, konstruksi, dan pasca operasi. Pada tahap pasca operasi

hendaknya tetap mengantisipasi rencana peruntukan lahan hingga sesuai dengan

rencana usaha. Pembangunan pabrik tepung tapioka serta operasionalisasinya

diperkirakan akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan baik positif maupun

negatif. Menyadari adanya pengaruh kegiatan ini terhadap lingkungan hidup maka

pembangunan pabrik tepung tapioka berpedoman pada Undang-Undang Nomor 23

Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah Nomor 27

Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, dan Peraturan Menteri

Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang jenis Rencana Usaha

dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan Hidup. Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, rencana kegiatan


6

pembangunan pabrik tepung tapioka di Desa Ngemplak Kidul Kecamatan Margoyoso

termasuk dalam kegiatan yang wajib dilengkapi dengan studi AMDAL.

Penyusunan AMDAL mengikuti standar atau pedoman yang telah ditetapkan

sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan mengikuti

tahapan-tahapan tertentu. Sebagai tahap awal dalam penyusunan dokumen AMDAL,

maka disusun Kerangka Acuan ANDAL (KA-ANDAL) yang berfungsi sebagai

dokumen pengarah dalam melakukan studi AMDAL yang terkait dengan dampak

yang ditimbulkan oleh rencana kegiatan.

B. Maksud dan Tujuan

Maksud dari penyusunan Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-

ANDAL) pembangunan pabrik tepung tapioka di Desa Ngemplak Kidul Kecamatan

Margoyoso adalah agar tercipta pembangunan yang berwawasan lingkungan serta

pembangunan industri yang dapat meningkatkan penghasilan masyarakat, memenuhi

kebutuhan masyarakat, sekaligus tetap memperhatikan keseimbangan dan kelestarian

lingkungan.
7

Adapun tujuan penyusunan KA-ANDAL adalah sebagai berikut.

1. Merumuskan ruang lingkup dan kedalaman AMDAL.

2. Menunjukkan tingkat kepedulian pemrakarsa atau perusahaan dalam upaya

menjalankan pembangunan pabrik yang berwawasan lingkungan.

3. Agar masyarakat dapat mengetahui rencana kegiatan dan/atau usaha yang

dilakukan.

4. Mengetahui kualitas atau rona lingkungan di lokasi rencana usaha atau kegiatan.

5. Merumuskan ruang lingkup kedalaman studi AMDAL.

6. Memberikan informasi kepada masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi kegiatan

dan pihak terkait tentang rencana kegiatan pembangunan industri tepung tapioka

yang bersifat spesifik untuk kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan dampak

terhadap lingkungan, sehingga masyarakat dapat memberikan saran dan

tanggapan atas rencana kegiatan atau usaha tersebut.

7. Mengarahkan studi AMDAL agar berjalan secara efektif dan efisien sesuai

dengan biaya, tenaga, dan waktu yang tersedia.

8. Mengkaji dan memperkirakan dampak lingkungan serta mengevaluasi dampak

terhadap lingkungan hidup dari rencana kegiatan pada tahap pra konstruksi,

konstruksi, dan pasca konstruksi terhadap komponen lingkungan hidup serta

mengidentifikasi dampak yang muncul akibat kegiatan tersebut.


8

C. Manfaat

Adapun manfaat utama KA-ANDAL adalah sebagai berikut.

1. Bagi Perusahaan

 Sebagai rujukan penting bagi pemerakarsa atau perusahaan yang membidangi

rencana usaha dan kegiatan serta penyusunan studi AMDAL tentang lingkup

dan kedalaman AMDAL yang akan dilakukan.

 Menjamin adanya keberlangsungan usaha.

 Interaksi yng saling menguntungkan dengan masyarakat sekitar untuk bukti

ketaatan hukum.

 Kegiatan usaha lebih aman dan terjamin.



2. Bagi Pemerintah

 Menghindari konflik yang muncul di kelompok masyarakat terhadap dampak

dari kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan atau usaha..

 Mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan.

 Menjaga agar pembangunan sesuai dengan prinsip pembangunan

berkelanutan.

 Perwujudan tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup.


9

3. Bagi Masyarakat

 Terlibat dalam proses pengambilan keputusan.

 Mengetahui dampak dari suatu kegiatan dari awal.

 Dapat turut berpartisipasi dalam melakukan perawatan dan mengontrol

kegiatan tersebut..

D. Peraturan Perundangan Yang Berlaku

Sebagai landasan dalam penyusunan Kerangka Acuan Analisis Dampak

Lingkungan (KA-ANDAL) kegiatan pembangunan pabrik tepung tapioka di Desa

Ngemplak Kidul Kecamatan Margoyoso adalah sebagai berikut.

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan

Berbahaya dan Beracun.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air

dan Pengendalian Pencemaran Air.

5. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang

Jenis Rencana Usaha.


10

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Tentang Jenis

Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan Hidup.

8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin

Lingkungan.
11

BAB II

RUANG LINGKUP STUDI

A. Lingkup Rencana Kegiatan

1. Gambaran Lokasi Kegiatan

A. Keadaan Geografis Kecamatan Margoyoso

Kecamatan Margoyoso termasuk wilayah kabupaten daerah tingkat II Kabupaten

Pati belahan utara. Jarak dari pusat pemerintahan kabupaten Pati lebih kurang dari 20

km. Kecamatan Margoyoso merupakan kecamatan yang cukup ramai dan dengan

keadaan jalan yang sudah beraspal. Margoyoso terdiri dari 22 Desa. Secara geografis

daerah kecamatan Margoyoso berbatasan dengan daerah sekitar yaitu :

Sebelah Utara : Kecamatan Tayu

Sebelah Timur : Laut Jawa

Sebelah Selatan : Kecamatan Trangkil

Sebelah Barat : Kecamatan GunungWungkal


12

Kecamatan Margoyoso secara geografis terletak terletak pada posisi 110°,15’-

111°,15’ BT dan 6°,25’ -7°,00’ LS, memiliki luas 55,22 km” dengan ketinggian

antara 3-57 m di atas permukaan laut (dpl), bersuhu antara 24-33 °C. Pembagian

Desa menurut luas wilayahnya dapat dilihat pada 12able 1.

Tabel 1. Pembagian Desa Menurut Luas Wilayahnya Tahun 2018

Nama Desa Luas Wilayah (Ha)

Tegalarum 363.175

Soneyan 764.626

Tanjungrejo 354.544

Sidomukti 375.344

Pohijo 206.733

Kertomulyo 317.713

Langgengharjo 219.898

Pangkalan 334.084

Bulumanis Kidul 441.285

Bulumanis Lor 174.057

Sekarjalak 43.295

Kajen 64.660

Ngemplak Kidul 241.379

Purworejo 275.209

Purwodadi 178.290

Ngemplak Lor 255.961


13

Waturoyo 289.011

Cebolek Kidul 148.974

Tunjungrejo 310.553

Margoyoso 226.466

Margotuhu Kidul 180.925

Semerak 228.131

Kecamatan Margoyoso sejak awal pertumbuhanya memiliki potensi yang besar

dalam bidang perdagangan dan perindustrian. Hal ini didukung oleh letaknya yang

strategis sebagai jalur yang dekat dengan jalur pantura. Selain itu, kecamatan

Margoyoso dikelilingi oleh desa-desa yang potensial sebagai produsen dibidang

industri. Dengan letaknya yang sangat strategis, maka kecamatan Margoyoso

berpotensi di bidang perdagangan dan perindustrian. Keberadaan industri tepung

tapioka menjadi tonggak perekonomian yang sangat menjanjikan bagi pengusaha dan

pedagang.

Aktivitas perdagangan dan jasa komersil yang terbentuk didalamnya menjadi

daya tarik tersendiri untuk kecamatan Margoyoso. Kecamatan Margoyoso unik untuk

dikaji sebab Kecamatan ini telah tumbuh menjadi kota perdagangan dan perindustrian

yang cukup ramai di Kabupaten Pati. Potret perkembangan industri tepung tapioka

menjadi sorotan dari berbagai persoalan. Dari tahun ke tahun industri tepung tapioka

di kecamatan Margoyoso semakin dikenal. Lebih – lebih memasuki tahun 1990-an.


14

Memang, saat itu ada yang mengatakan, tepung tapioka adalah kecamatan

Margoyoso. Artinya masyarakat, khususnya kabupaten Pati, kalau ditanyai tentang

tepung tapioka pasti akan menjawab kecamatan Margoyoso. Karena daerah ini

memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh kecamtan-kecamatan lain di Kabupaten Pati.

1. Keadaan Penduduk

Penduduk adalah orang-orang yang menempati wilayah tertentu, terkait oleh

aturan-aturan yang harus ditaati dan berinteraksi satu sama lain secara terus menerus.

Seiring dengan pesatnya pembangunan berpengaruh pada jumlah penduduk

kecamatan Margoyoso. Jumlah penduduk kecamatan Margoyoso pada tahun 2018

sebanyak 66.105 jiwa dengan perincian jenis kelamin 34.077 jiwa laki-laki dan

32.628 jiwa perempuan. Ditinjau dari komposisi penduduk jenis, kelamin wanita di

kecamatan Margoyoso pada tahun 2018 cukup besar, apabila dibandingkan dengan

jumlah penduduk laki-laki.

2. Tingkat Pendidikan

Dalam bidang pendidikan, masyarakat kecamatan Margoyoso memiliki tingkat

pendidikan yang cukup tinggi, masyarakat Margoyoso ada yang menempuh pendidikan

umum dan ada yang menempuh pendidikan khusus. Pendidikan umum terdiri dari SD,

SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi, sedangkan pendidikan khusus terdiri dari

Madrasah Ibtidaiah (MI), Madrasah Sanawiyyah (MTS), Madrasah


15

Aliyyah (MA) dan keagamaan seperti TPA. Untuk melihat jenis pendidikan

masyarakat kecamatan Margoyoso dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. Penduduk Kecamatan Margoyoso Menurut Tingkat Pendidikan Tahun


2018

Jenis Pendidikan Jumlah

Tidak sekolah -

Tidak tamat SD -

Tamat SD 14.300

SLTP 1.600

SLTP kejuruan 510

SLTA 1.969

SLTA kejuruan 831

Akademi 151

Tidak lulus Perguruan Tinggi 470

Sarjana 21

(sumber : BPS Kabupaten Pati)

Sarana pendidikan yang ada di kecamatan Margoyoso so terdiri dari 116 gedung

sekolah, Taman Kanak-kanak (TK) 29 unit, 22 gedung Madrasah Ibtidaiah, sekolah

dasar swasta umum ada 33 unit, 3 SLTP, 17 gedung Madrasah Tsanawiah (MTS), 4

gedung SLTA dan 8 Madrasah Aliyyah (MA) (sumber : monografi kecamatan

Margoyoso).
16

Untuk pendidikan islam bagi anak-anak maka didirikan TPA oleh remaja masjid

kecamatan Margoyoso. Kegiatan ini diselenggarakan setiap hari sabtu – rabu jam

03.30 sampai 05.00 WIB.

B. Keadaan Geografis Desa Ngemplak Kidul

Desa Ngemplak Kidul adalah salah satu desa yang berada di kecamatan

Margoyoso. Letak Desa Ngemplak Kidul sangat strategis karena berada di jalur

utama menuju pusat kota Pati. Dengan letak wilayah yang sangat strategis membuat

desa Ngemplak Kidul menjadi cukup ramai. Struktur jalan di desa Ngemplak Kidul

sudah cukup baik dan merata, hal ini dikarenakan desa Ngemplak Kidul merupakan

salah satu tujuan wisata religi yang ada di kabupaten Pati. Desa Ngemplak Kidul

dapat di capai dengan waktu tempuh sekitar 20 menit dari pusat kota Pati, dengan

menggunakan transportasi umum maupun kendaraan pribadi. Desa Ngemplak Kidul

beriklim tropis dengan cuaca yang sangat panas.

Secara geografis desa Ngemplak Kidul berbatasan dengan

Sebelah Timur : Desa Sekarjalak

Sebelah Selatan : Desa Sidomukti

Sebelah Barat : Desa Soneyan

Sebelah Utara : Desa Kajen


17

Jarak tempuh dari pusat kabupaten Pati ke desa Ngemplak Kidul 20 km dengan

waktu tempuh 20 menit. Sedangkan dari kecamatan ke desa Ngemplak Kidul dapat

dicapai 5 menit dengan berbagai alat transportasi : sepeda, sepeda motor, mobil

pribadi maupun angkutan umum. Banyaknya angkutan yang dapat digunakan untuk

menjangkau desa Ngemplak Kidul ini menjadikan mobilitas penduduk berjalan

lancar. Keadaan ini ditunjang pula dengan jalur yang memadai dan aman. Sektor rill

yang dikembangkan di Desa Ngemplak Kidul adalah sektor industri kecil, perdagangan

dan jasa. Struktur tanah yang berada di daerah dataran rendah menyebabkan desa

Ngemplak kidul kurang cocok untuk daerah bercocok tanam. Keadaan ini

menjadikan masyarakat desa Ngemplak Kidul memilih mata pencaharian dalam bidang

industri, yaitu sebagai buruh dan pedagang.

Desa Ngemplak Kidul memiliki 4 RW, dan 22 RT. Dari semua daerah tersebut

yang berada di desa Ngemplak Kidul, hampir semua mempunyai industri yang

memprokdusi tepung tapioka, mulai dari home industri sampai pabrik besar.

C. Keadaan Demografis Desa Ngemplak Kidul

Perencanaan pembangunan suatu wilayah, baik lokal maupun nasional, serta keadaan

penduduk yang bersangkutan masih perlu diperhatikan. Hal ini disebabkan karena

tujuan akhir pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk yang

tinggal di wilayah itu. Data kependudukan memegang peranan penting bagi


18

perencanaan pembangunan. Lengkap dan akuratnya data kependudukan yang tersedia

semakin mempermudah dan mempercepat rencana pembangunan. Kajian demografi

diperlukan untuk dapat memahami keadaan penduduk di suatu daerah. Demografi

mempelajari struktur dan proses penduduk ini mengalami perubahan, dan perubahan

tersebut disebabkan karena proses demografi yaitu : kelahiran (fertilitas), kematian

(mortalitas), dan migrasi penduduk. Ketiga faktor inilah yang mempengaruhi

demografi penduduk di suatu tempat (Mantra, 2003).

Jumlah penduduk Desa Ngemplak Kidul mengalami pertumbuhan dan

perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan penduduk dipengaruhi oleh faktor

fertilitas, mortalitas, dan migrasi. Faktor fertilitas adalah faktor yang mempengaruhi

angka pertumbuhan penduduk dilihat dari jumlah kelahiran pertahun. Faktor

mortalitas adalah faktor yang mempengaruhi angka pertumbuhan penduduk dilihat

dari jumlah kematian. Faktor migrasi adalah faktor yang mempengaruhi pertambahan

penduduk di suatu daerah dilihat dari angka perpindahan penduduk penduduk, baik

penduduk yang masuk maupun yang keluar (Bintarto dan Surastopo, 1984).

2. Rona Lingkungan Awal

a. Komponen kimia

 pH

 pH merupakan konsentrasi ion hidrogen dari larutan. Pengukuran pH akan

menunjukkan jika larutan bersifat asam atau alkali (atau basa). Jika larutan
19

tersebut memiliki jumlah molekul asam dan basa yang sama, maka pH

dianggap netral.

 Chemical Oxygen Demand (COD)

COD merupakan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan untuk mengoksidasi

zat-zat organik yang ada dalam sampel air atau banyaknya oksigen yang

diperlukan untuk mengoksidasi zat-zat organik menjadi CO2 dan H2O.

 Biological Oxygen Demand (BOD)

BOD merupakan jumlah oksigen yang diperlukan oleh bakteri untuk mengurai

hamper semua zat organik yang terlarut dan tersuspensi dalam air buangan yang

dinyatakan dengan BOD5 hari pada suhu 20 °C.

 Total Suspended Solid (TSS)

TSS adalah residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan

ukuran partikel maksimal 2 μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid.

 Sianida

Sianida merupakan senyawa kimia yang mengandung gugus siano (C≡N)

dengan atom karbon terikat-tiga ke atom nitrogen. Kelompok CN- dapat

ditemukan dalam bentuk senyawa. Beberapa adalah gas dan yang lainnya
20

adalah padat atau cair dimana setiap senyawa tersebut melepaskan anion CN-

yang sangat beracun.

b. Komponen fisika

 Iklim

Hasil pengumpulan data iklim dari Stasiun Klimatologi Provinsi Jawa Tengah

sebagai stasiun klimatologi terdekat dengan rencana lokasi proyek yang

tercatat selama 3 tahun antara 2015-2018 menunjukkan suhu udara rata-rata

bulanan berkisar antara 29-32 °C. Angin yang dari arah selatan dan juga barat

daya membuat curah hujan di sekitar lokasi pabrik menjadi cukup tinggi. Hal

ini menyebabkan kelembaban rata-rata Kecamatan Margoyoso berkisar antara

63-68%.

 Kualitas udara dan kebisingan

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pengendalian Lingkungan Hidup

Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Tengah, konsentrasi partikulat debu berkisar

antara 100-200.

 Fisiografi dan morfologi

Secara Geomorfologis Kecamatan Morgoyoso terletak pada posisi 110°,15’-

111°,15’ BT dan 6°,25’ -7°,00’ LS, memiliki luas 55,22 km” dengan ketinggian

antara 3-57 m di atas permukaan laut (dpl), bersuhu antara 24-33


21

°C. Kecamatan ini dikelilingi oleh rumah-rumah penduduk, pertokoan, pusat

perbelanjaan, perkantoran, dan tempat-tempat ibadah. Kecamatan Margoyoso

terdiri dari 22 kelurahan dengan jumlah penduduk 81.105 jiwa.

 Jenis tanah

Secara umum, jenis tanah di Kecamatan Margoyoso adalah asosiasi latosol

merah dan laterit air tanah dimana tanah ini perkembangannya dipengaruhi oleh

air tanah. Jenis tanah ini memiliki tingkat kesuburan yang sedang, kandungan

air tanah yang cukup banyak, dan sifat fisik tanah sedang.

c. Komponen biologi

Luas penggunaan lahan sawah di Desa Ngemplak Kidul adalah 1.112 ha,

sedangkan luas penggunaan lahan bukan sawah adalah 219.978 ha. Tanaman

yang paling banyak terdapat di Kabupaten Pati adalah ketela pohon (singkong).

d. Komponen sosial

Jumlah penduduk kecamatan Margoyoso pada tahun 2018 sebanyak 66.105 jiwa

dengan perincian jenis kelamin 34.077 jiwa laki-laki dan 32.628 jiwa perempuan.

Ditinjau dari komposisi penduduk jenis, kelamin wanita di kecamatan

Margoyoso pada tahun 2018 cukup besar, apabila dibandingkan dengan jumlah

penduduk laki-laki.
22

e. Kesehatan masyarakat

 Sanitasi lingkungan

Ada banyak indikator sanitasi lingkungan yang dapat dijadikan ukuran. Namun,

dalam hal ini yang dijadikan pedoman pengukuran adalah saluran pembuangan

air limbah yakni saluran yang digunakan sebagai tempat pembuangan limbah

cair rumah tangga yang terletak di luar rumah dan langsung menuju lingkungan

sekitar.

 Pengelolaan sampah

Daerah pelayanan sampah sampai saat ini hanya pada wilayah rumah tangga,

pasar, komersial atau jalan, dan industri atau rumah sakit dimana sampah yang

dihasilkan cukup banyak yakni sekitar 4.256 m3/hari.

3. Lingkup Wilayah Studi

Untuk batas wilayah studi ditentukan berdasarkan batas proyek kegiatan rencana

pembangunan pabrik tepung tapioka, batas administratif, batas sosial, dan batas

ekologi.

 Batas proyek

Batas proyek adalah ruang dimana suatu rencana usaha atau kegiatan akan

melakukan aktivitas pra konstruksi, konstruksi, dan operasi. Melalui ruang inilah
23

bersumber dampak terhadap lingkungan. Batas proyek ditentukan berdasarkan batas

tapak proyek rencana tata letak kegiatan pembangunan pabrik tepung tapioka yang

mana saat ini sebagian besar masih menjadi lahan pertanian penduduk.

 Batas administratif

Batas administratif pembangunan pabrik tepung tapioka ditetapkan berdasarkan

status administrasi wilayah dimana kegiatan proyek dilaksanakan yaitu di Desa

Ngemplak Kidul Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati.

 Batas sosial

Batas sosial merupakan ruang disekitar rencana kegiatan atau usaha yang

merupakan tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung norma

dan nilai tertentu.

 Batas ekologi

Batas ekologi merupakan ruang persebaran dampak dari suatu rencana usaha atau

keigiatan menurut limbah yang dihasilkan, dimana proses alami berlangsung dalam

ruang tersebut dan diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar. Batas ekologi

pabrik tepung tapioka di Desa Ngemplak Kidul adalah sebagai berikut.

a) Perubahan bentang lahan alam yang meliputi daerah tapak pembangunan

pabrik.

b) Batas ekologi yang berkaitan dengan udara yaitu bau yang dapat dirasakan

dengan radius 0,5 km.


24

(a) (b)

Gambar 1. (a) Batas Wilayah Studi dan (b) Keterangan

4. Hasil Proses Pelingkupan

Tabel 3. Hasil Proses Pelingkupan


No Tahapan/Kegiatan Dampak Potensial Dampak Penting Prioritas Dampak
yang ditimbulkan Hipotetik yang Penting
ditimbulkan
I Pra Konstruksi
1. Rencana 1. Sikap dan 1. Kesempatan 1. Sikap dan
kegiatan sarana persepsi kerja persepsi
dan prasarana masyarakat 2. Kesempatan masyarakat
2. Keresahan berusaha 2. Keresahan
25

masyarakat 3. Sikap dan masyarakat


persepsi
masyarakat
II Konstruksi
1. Mobilitas 1. Peningkatan 1. Peningkatan Penurunan kualitas
peralatan kebisingan kebisingan air (Parameter
2. Penurunan 2. Penurunan COD, BOD, TSS,
kualitas air kualitas air CN, dan pH)
(Parameter COD, (Parameter
BOD, TSS, CN, COD, BOD,
dan pH) TSS, CN, dan
3. Pemadatan tanah pH)
1. Pembangunan 1. Peningkatan run- 1. Peningkatan Penurunan kualitas
jalan off kebisingan air (Parameter
2. Penurunan 2. Penurunan COD, BOD, TSS,
kualitas air kualitas air CN, dan pH)
(Parameter COD, (Parameter
BOD, TSS, CN, COD, BOD,
dan pH) TSS, CN, dan
3. Peningkatan pH)
kebisingan 3. Peningkatan
4. Perubahan sedimen
landform
1. Pembangunan 1. Peningkatan run- 1. Peningkatan Penurunan kualitas
sarana dan off kebisingan air (Parameter
prasarana 2. Penurunan 2. Penurunan COD, BOD, TSS,
kualitas air kualitas air CN, dan pH)
(Parameter COD, (Parameter
BOD, TSS, CN, COD, BOD,
dan pH) TSS, CN, dan
3. Peningkatan pH)
sedimen 3. Peningkatan
4. Penurunan sedimen
kualitas air 4. Perubahan debit
tanah/permukaan air sungai
5. Perubahan debit 5. Penurunan
air sungai sanitasi
6. Peningkatan lingkungan
kebisingan
III Operasi
1. Pembersihan/pe 1. Peningkatan 1. Peningkatan Penurunan kualitas
mbukaan lahan kebisingan kebisingan air (Parameter
2. Penurunan 2. Penurunan COD, BOD, TSS,
kualitas air kualitas air CN, dan pH)
26

(Parameter (Parameter
COD, BOD, COD, BOD,
TSS, CN, dan TSS, CN, dan
pH) pH)
3. Hilangnya 3. Penurunan
lapisan tanah kualitas air
subur permukaan
4. Perubahan 4. Peningkatan
landform sedimen sungai
5. Peningkatan
sedimen sungai
6. Penurunan
kualitas air
permukaan
2. Pengeboran dan 1. Peningkatan 1. Penurunan Penurunan kualitas
peledakan kebisingan kualitas udara air (Parameter
batuan/tanah 2. Penurunan 2. Peningkatan COD, BOD, TSS,
penutup kualitas air sedimen CN, dan pH)
(Parameter 3. Perubahan debit
COD, BOD, air
TSS, CN, dan 4. Peningkatan
pH) kebisingan
3. Perubahan
landform
(tofografi dan
struktur
geologi)
4. Peningkatan
sedimen
5. Perubahan debit
air sungai
3. Pengolahan 1. Penurunan 1. Penurunan Penurunan kualitas
batubara kualitas air kualitas udara air (Parameter
(Parameter 2. Peningkatan COD, BOD, TSS,
COD, BOD, kebisingan CN, dan pH)
TSS, CN, dan 3. Penurunan
pH) kualitas air
2. Peningkatan tanah/permukaa
sedimen n
3. Penurunan
kualitas air
tanah/permukaa
n
4. Perubahan debit
27

air sungai
4. Pengangkatan 1. Penurunan 1. Penurunan Penurunan kualitas
batubara dengan kualitas udara kualitas udara air (Parameter
truk 2. Pemadatan 2. Peningkatan COD, BOD, TSS,
tanah kebisingan CN, dan pH)
3. Peningkatan 3. Peningkatan
kadar partikulat kadar partikulat
4. Peningkatan 4. Pemadatan
kebisingan tanah
5. Kerusakan jalan
5. Pengoperasian 1. Penurunan 1. Penurunan Penurunan kualitas
listrik tenaga kualitas air air kualitas udara air (Parameter
diesel (Parameter 2. Peningkatan COD, BOD, TSS,
COD, BOD, kebisingan CN, dan pH)
TSS, CN, dan 3. Peningkatan
pH) kadar partikulat
2. Peningkatan
kebisingan
3. Penurunan
kualitas air
permukaan
4. Peningkatan
kadar partikulat
IV Pasca Operasi
1. Bioremidiasi 1. Penurunan 1. Penurunan Penurunan kualitas
lahan kualitas air kualitas air air (Parameter
(Parameter (Parameter COD, BOD, TSS,
COD, BOD, COD, BOD, CN, dan pH)
TSS, CN, dan TSS, CN, dan
pH) pH)
2. Penurunan 2. Penurunan
kualitas udara kualitas udara
3. Penurunan
kesehatan
masyarakat
4. Penurunan
sanitasi
lingkungan
5. Sikap dan
persepsi
masyarakat
28

5. Dampak Penting Hipotetik

a. Rencana tahapan kegiatan dan komponen kegiatan yang akan ditelaah berkaitan

dengan dampak yang akan ditimbulkan

Rencana tahapan pembangunan pabrik tepung tapioka dan sarana penunjangnya

terdiri dari empat tahapan yaitu tahap pra konstruksi, konstruksi, operasi, dan pasca

operasi. Keempat tahap tersebut digunakan untuk memudahkan pembuatan rencana

kegiatan yang akan ditelaah karena diperkirakan dan diduga dapat menimbulkan

dampak besar dan penting terhadap lingkungan.

1. Tahap Pra Konstruksi

a. Sikap dan persepsi masyarakat

b. Keresahan masyarakat

2. Tahap Konstruksi

a. Penurunan kualitas udara

b. Peningkatan intensitas kebisingan

c. Peningkatan air larian (run off)

d. Peningkatan sedimen

e. Penurunan kualitas air permukaan

f. Kesempatan kerja

g. Kesempatan berusaha

h. Sikap dan persepsi masyarakat


29

i. Keresahan masyarakat

j. Penurunan kesehatan masyarakat

3. Tahap Oprasional

a. Penurunan kualitas udara

b. Peningkatan intensitas kebisingan

c. Peningkatan air larian (run off)

d. Peningkatan sedimen

e. Penurunan kualitas air permukaan

f. Penurunan sanitasi lingkungan

g. Kesempatan kerja

h. Kesempatan berusaha

i. Sikap dan persepsi masyarakat

j. Keresahan masyarakat

k. Penurunan kesehatan masyarakat

4. Tahap Pasca Operasi

a. Penurunan kesehatan masyarakat

b. Penurunan sanitasi lingkungan

c. Sikap dan persepsi masyarakat


30

BAB III

METODE STUDI

A. Pengumpulan dan Analisis Data

Untuk memperoleh data yang relevan dengan penelitian, maka teknik

pengumpulan data yang digunakan adalah :

1. Teknik Observasi

Sugiono (2008:145) mengemukakan bahwa observasi adalah teknik pengumpulan

data yang berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam.

Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan untuk mengumpulkan data

yang diperlukan dalam penelitian dengan cara melakukan pengukuran langsung pada

obyek penelitian karena data akan berubah bila dipisahkan dari badan sungai. Adapun

data yang dikumpulkan yaitu, temperatur, warna, bau, dan rasa air.

Langkah-langkah dalam pengukuran parameter di lapangan sebagai berikut :

a. Pengukuran suhu/temperatur air sungai


31

Alat yang digunakan adalah alat termometer, pengukuran dilakuakan pada pagi

menjelang siang pada tiap titik pengamatan. Alat termometer dicelupkan ke dalam air

selama 1 menit dan dicatat suhunya.

b. Pengukuran warna air

Pengukuran warna dilakukan dengan sangat sederhana yaitu dengan mengamati air

sungai pada tiap titik dengan indera penglihatan saja.

c. Pengukuran bau air

Pengukuran bau dilakukan dengan sangat sederhana yaitu dengan menilai air

sungai pada tiap titik dengan indera penciuman saja.

d. Pengukuran rasa air

Pengukuran warna dilakukan dengan sangat sederhana yaitu dengan menilai

air pada tiap titik dengan indera perasa saja.

2. Uji Laboratorium

Uji laboratorium ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik dan Instrumentasi

Universitas Lampung untuk mendapatkan data kualitas air dengan pengukuran pH,

TSS, DO, BOD, COD, dan Sianida pada tiga sampel yang diambil dari tiga titik

pengamatan. Langkah-langkah pengukuran parameter dalam teknik uji laboratorium

adalah sebagai berikut :


32

a. Pengukuran pH

Berdasarkan SNI 06-6989.11-2004 maka metode pengukuran ph air sungai adalah

sebagai berikut :

 Prinsip

Metode pengukuran pH berdasarkan pengukuran aktifitas ion hidrogen secara

potensiometri/elektrometri dengan menggunakan pH meter.

 Bahan

 Larutan penyangga (buffer)

Larutan penyangga 4, 7 dan 10 yang siap pakai dan tersedia dipasaran, atau

dapat juga dibuat dengan cara sebagai berikut:

a. Larutan penyangga, pH 4,004 (25°C)

Timbangkan 10,12 g kalium hidrogen ptalat, KHC8H4O, larutkan dalam

1000 mL air suling.

b. Larutan penyangga, pH 6,863 (25°C).

Timbangkan 3,387 g kalium dihidrogen fosfat, KH2PO4 dan 3,533 gram

dinatrium hidrogen fosfat, Na2HPO, larutkan dalam 1000 mL air suling.

c. Larutan penyangga, pH 10,014 (2540 °C).

Timbangkan 2,092 gram natrium hidrogen karbonat, NaHCO3 dan 2,640

gram natrium karbonat, Na2CO3, larutkan dalam 1000 mL air suling.

 Peralatan

a. pH meter dengan perlengkapannya;


33

b. pengaduk gelas atau magnetik;

c. gelas piala 250 mL;

d. kertas tissu;

e. timbangan analitik; dan

f. Termometer.

 Persiapan pengujian

a. Lakukan kalibrasi alat pH-meter dengan larutan penyangga sesuai

instruksi kerja alat setiap kali akan melakukan pengukuran.

b. Untuk contoh uji yang mempunyai suhu tinggi, kondisikan contoh uji

sampai suhu kamar.

 Prosedur

a. Keringkan dengan kertas tisu selanjutnya bilas elektroda dengan air

suling.

b. Bilas elektroda dengan contoh uji.

c. Celupkan elektroda ke dalam contoh uji sampai pH meter menunjukkan

pembacaan yang tetap.

d. Catat hasil pembacaan skala atau angka pada tampilan dari pH meter.

b. Pengukuran TSS

Berdasarkan SNI 06-6989.3-2004 maka metode pengukuran ph air sungai adalah

sebagai berikut :
34

 Prinsip

Contoh uji yang telah homogen disaring dengan kertas saring yang telah

ditimbang. Residu yang tertahan pada saringan dikeringkan sampai mencapai

berat konstan pada suhu 103 ºC sampai dengan 105 ºC. Kenaikan berat saringan

mewakili padatan tersuspensi total (TSS). Jika padatan tersuspensi

menghambat saringan dan memperlama penyaringan, diameter pori-pori

saringan perlu diperbesar atau mengurangi volume contoh uji. Untuk

memperoleh estimasi TSS, dihitung perbedaan antara padatan terlarut total

dan padatan total.

 Bahan

a. Kertas saring (glass-fiber filter) dengan beberapa jenis:

1. Whatman Grade 934 AH, dengan ukuran pori (Particle Retention) 1,5

µm (Standar for TSS in water analysis).

2. Gelman type A/E, dengan ukuran pori (Particle Retention) 1,0 µm

(Standar filter for TSS/TDS testing in sanitary water analysis

procedures).

3. E-D Scientific Specialities grade 161 (VWR brand grade 161) dengan

ukuran pori (Particle Retention)1,1 µm (Recommended for use in

TSS/TDS testing in water and wastewater).

4. Saringan dengan ukuran pori 0,45 µm.

b. Air suling.
35

 Peralatan

a. desikator yang berisi silika gel;

b. oven, untuk pengoperasian pada suhu 103ºC sampai dengan 105ºC;

c. timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg;

d. pengaduk magnetik;

e. pipet volum;

f. gelas ukur

g. cawan aluminium;

h. cawan porselen/cawan Gooch

i. penjepit;

j. kaca arloji; dan

k. pompa vakum.

 Persiapan dan pengawetan contoh uji

 Persiapan contoh uji

Gunakan wadah gelas atau botol plastik polietilen atau yang setara.

 Pengawetan contoh

Awetkan contoh uji pada suhu 4ºC, untuk meminimalkan dekomposisi

mikrobiologikal terhadap padatan. Contoh uji sebaiknya disimpan tidak

lebih dari 24 jam.

 Pengurangan gangguan
36

a. Pisahkan partikel besar yang mengapung.

b. Residu yang berlebihan dalam saringan dapat mengering membentuk

kerak dan menjebak air, untuk itu batasi contoh uji agar tidak

menghasilkan residu lebih dari 200 mg.

c. Untuk contoh uji yang mengandung padatan terlarut tinggi, bilas

residu yang menempel dalam kertas saring untuk memastikan zat yang

terlarut telah benar-benar dihilangkan.

d. Hindari melakukan penyaringan yang lebih lama, sebab untuk

mencegah penyumbatan oleh zat koloidal yang terperangkap pada

saringan.

 Persiapan pengujian

 Persiapan kertas saring atau cawan Gooch

a. Letakkan kertas saring pada peralatan filtrasi. Pasang vakum dan

wadah pencuci dengan air suling berlebih 20 mL. Lanjutkan

penyedotan untuk menghilangkan semua sisa air, matikan vakum, dan

hentikan pencucian.

b. Pindahkan kertas saring dari peralatan filtrasi ke wadah timbang

aluminium. Jika digunakan cawan Gooch dapat langsung dikeringkan.

c. Keringkan dalam oven pada suhu 103ºC sampai dengan 105ºC selama

1 jam, dinginkan dalam desikator kemudian timbang.


37

d. Ulangi langkah pada butir c) sampai diperoleh berat konstan atau

sampai perubahan berat lebih kecil dari 4% terhadap penimbangan

sebelumnya atau lebih kecil dari 0,5 mg.

 Prosedur

a. Lakukan penyaringan dengan peralatan vakum. Basahi saringan dengan

sedikit air suling.

b. Aduk contoh uji dengan pengaduk magnetik untuk memperoleh contoh

uji yang lebih homogen

c. Pipet contoh uji dengan volume tertentu, pada waktu contoh diaduk

dengan pengaduk magnetic

d. Cuci kertas saring atau saringan dengan 3 x 10 mL air suling, biarkan

kering sempurna, dan lanjutkan penyaringan dengan vakum selama 3

menit agar diperoleh penyaringan sempurna. Contoh uji dengan padatan

terlarut yang tinggi memerlukan pencucian tambahan.

e. Pindahkan kertas saring secara hati-hati dari peralatan penyaring dan

pindahkan ke wadah timbang aluminium sebagai penyangga. Jika

digunakan cawan Gooch pindahkan cawan dari rangkaian alatnya.

f. Keringkan dalam oven setidaknya selama 1 jam pada suhu 103ºC sampai

dengan 105ºC, dinginkan dalam desikator untuk menyeimbangkan suhu

dan timbang.

g. Ulangi tahapan pengeringan, pendinginan dalam desikator, dan lakukan

penimbangan sampai diperoleh berat konstan atau sampai perubahan


38

berat lebih kecil dari 4% terhadap penimbangan sebelumnya atau lebih

kecil dari 0,5 mg.

CATATAN 1 : Jika filtrasi sempurna membutuhkan waktu lebih dari 10 menit,

perbesar diameter kertas saring atau kurangi volume contoh uji.

CATATAN 2 : Ukur volume contoh uji yang menghasilkan berat kering residu 2,5

mg sampai dengan 200 mg. Jika volume yang disaring tidak

memenuhi hasil minimum, perbesar volume contoh uji sampai 1000

mL.

 Perhitungan

( )

Keterangan :

A adalah berat kertas saring + residu kering, mg;

B adalah berat kertas saring, mg.

 Contoh Perhitungan

A = 0.6254 mg

B = 0,0254 mg

Volume contoh uji = 10 mL


39

( )

( )

( )

Oleh karena itu, nilai TSS pada Tahap Konstruksi tidak termasuk ke dalam dampak

penting(dp) karena belum melebihi baku mutu menurut Peraturan Menteri

Lingkungan Hidup RI Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah sebesar

100 mg/L.

c. Pengukuran Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Berdasarkan SNI 06-6989.11-2004 maka metode pengukuran BOD air sungai adalah

sebagai berikut :

 Prinsip

Sejumlah contoh uji ditambahkan ke dalam larutan pengencer jenuh oksigen

yang telah ditambah larutan nutrisi dan bibit mikroba, kemudian diinkubasi

dalam ruang gelap pada suhu 20 °C ± 1 °C selama 5 hari. Nilai BOD dihitung
40

berdasarkan selisih konsentrasi oksigen terlarut 0 (nol) hari dan 5 (lima) hari.

Bahan kontrol standar dalam uji BOD ini, digunakan larutan glukosa-asam

glutamat.

 Bahan

 air bebas mineral

 larutan nutrisi

 Larutan buffer fosfat;

a. Cara 1

Larutkan 8,5 g kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4); 21,75 g

dikalium hidrogen fosfat (K2HPO4); 33,4 g dinatrium hidrogen

fosfat heptahidrat (Na2HPO4.7H2O) dan 1,7 g amonium klorida

(NH4Cl) dalam air bebas mineral, kemudian encerkan hingga 1 L.

Larutan ini menghasilkan pH 7,2.

b. Cara 2

Larutkan 42,5 g kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4); 1,7 g amonium

klorida (NH4Cl) dalam 700 mL air bebas mineral, atur pH larutan

sampai 7,2 dengan penambahan larutan NaOH 30 %, kemudian

encerkan hingga 1 L.

 Larutan magnesium sulfat;

Larutkan 22,5 g MgSO4.7H2O dengan air bebas mineral, kemudian

encerkan hingga 1 L.
41

 Larutan kalsium klorida;

Larutkan 27,5 g CaCl2 anhidrat dengan air bebas mineral, kemudian

encerkan hingga 1 L.

 Larutan feri klorida

Larutkan 0,25 g FeCl3.6H2O dengan air bebas mineral, kemudian

encerkan

 Larutan suspensi bibit mikroba;

Sumber bibit mikroba dapat diperoleh dari limbah domestik, efluen dari

pengolahan limbah secara biologis yang belum mengalami klorinasi dan

penambahan desinfektan atau air sungai yang menerima buangan limbah

organik. Sebaiknya bibit mikroba diperoleh dari pengolahan limbah

secara biologis. Pembuatan suspensi bibit mikroba dapat dilakukan

dengan 3 cara sebagai berikut:

 Cara 1

a. ambil supernatan dari sumber bibit mikroba (limbah domestik atau

efluen pengolahan limbah);

b. lakukan aerasi dengan segera terhadap supernatan tersebut, sampai

akan digunakan.

 Cara 2

Cara ini dilakukan berdasarkan standar OECD guideline for testing of

chemicals, 301 -1992 ready biodegradability, dengan uraian sebagai

berikut :

a. ambil air dari bak aerasi pada sistem pengolahan lumpur aktif;
42

b. pisahkan partikel-partikel kasar dari air lumpur aktif dengan cara

penyaringan;

c. suspensi lumpur aktif yang telah dipisahkan dari partikel kasar,

diendapkan selama 30 menit atau disentrifugasi pada putaran 100 x

g selama 10 menit;

d. endapan dipisahkan, kemudian endapan ditambahkan ke dalam

medium mineral sampai kandungan padatan tersuspensi 3 g sampai

dengan 5 g MLSS/L atau jumlah mikroba 107 sel/L sampai dengan

108 sel/L;

e. homogenkan padatan tersuspensi dengan alat blender pada

kecepatan sedang selama 2 menit, kemudian dienapkan selama ± 30

menit;

f. supernatan dipisahkan dan digunakan sebagai bibit mikroba;

g. sebelum digunakan, supernatan tersebut dikocok dengan

menggunakan shaker selama 5 sampai dengan 7 hari pada suhu

yang sama dengan suhu pengujian (20 °C ± 3 °C).

CATATAN 1

Analisis perhitungan mikroba dilakukan menurut Standard Methods for

the Examination of Water and Wastewater 21st Edition, 2005: Pour Plate

method (9215 B).

CATATAN 2
43

Analisis MLSS dilakukan menurut Standard Methods for the Examination

of Water and Wastewater 21st Edition, 2005: Fixed and Volatile Solids

Ignited at 550°C (2540 E).

 Cara 3

Suspensi bibit mikroba dapat dibuat dari BOD seed yang tersedia

secara komersial.

 Larutan air pengencer

a. siapkan air bebas mineral yang jenuh oksigen atau minimal 7,5 mg/L,

dalam botol gelas yang bersih, kemudian atur suhunya pada kisaran 20

°C ± 3 °C;

b. tambahkan ke dalam setiap 1 L air bebas mineral jenuh oksigen

tersebut, masing-masing 1 mL larutan nutrisi (4.2.2) yang terdiri dari

larutan bufer fosfat, MgSO4, CaCl2 dan FeCl3;

c. tambahkan juga bibit mikroba ke dalam setiap 1 L air bebas mineral,

untuk:

Cara 1 : 1 mL sampai dengan 3 mL dan aduk sampai homogen; atau

Cara 2 : 1 mL sampai dengan 10 mL dan aduk sampai homogen; atau

Cara 3 : Bibit mikroba, sesuai petunjuk penggunaan.

CATATAN 1

Penjenuhan oksigen dapat dilakukan dengan cara mengalirkan udara ke

dalam air dengan menggunakan aerator yang dilengkapi filter bebas


44

organik. Apabila digunakan udara tekan, udara tersebut tidak boleh

mengandung zat-zat lain, seperti minyak, air dan gas.

CATATAN 2

Larutan air pengencer, harus dibuat langsung saat akan digunakan.

CATATAN 3

Volume bibit mikroba yang ditambahkan, dapat berdasarkan hasil uji

glukosa-asam glutamat yang menghasilkan nilai BOD 198 mg/L ± 30,5

mg/L.

 Larutan glukosa-asam glutamat

Keringkan glukosa (p.a) dan asam glutamat (p.a) pada 103 °C selama 1 jam.

Timbang 150 mg glukosa dan 150 mg asam glutamat, kemudian larutkan

dengan air bebas mineral hingga 1 L.

 Larutan asam dan basa 1 N

 Larutan asam sulfat

Tambahkan 28 mL H2SO4 pekat sedikit demi sedikit ke dalam ± 800

mL air bebas mineral sambil diaduk. Encerkan dengan air bebas

mineral hingga 1 L.

 Larutan natrium hidroksida

Larutkan 40 g NaOH dalam air bebas mineral hingga 1 L.


45

 Larutan natrium sulfit; Larutkan 1,575 g Na2SO3 dalam 1 L air bebas

mineral. Larutan ini disiapkan segera saat akan digunakan.

 Inhibitor nitrifikasi Allylthiourea (ATU);

Larutkan 2,0 g ATU (C4H8N2S) dalam 500 mL air bebas mineral,

kemudian tambahkan air bebas mineral hingga 1 L. Simpan pada suhu

4°C. Larutan ini stabil maksimum 2 minggu.

 Asam asetat;

Encerkan 250 mL asam asetat (CH3COOH) glasial (massa jenis 1,049)

dengan 250 mL air bebas mineral.

 Larutan kalium iodida 10%;

Larutkan 10 g kalium iodida (KI) dengan air bebas mineral hingga 100

mL. 4.2.11 Larutan indikator amilum (kanji). Masukkan 2 g kanji dan

± 0,2 g asam salisilat ke dalam 100 mL air bebas mineral panas

kemudian aduk sambil dipanaskan hingga larut.

 Peralatan

a. botol DO;

b. lemari inkubasi atau water cooler, suhu 20°C ± 1°C, gelap;

c. botol dari gelas 5 L – 10 L;

d. pipet volumetrik 1,0 mL dan 10,0 mL;

e. labu ukur 100,0 mL; 200,0 mL dan 1000,0 mL;

f. pH meter;

g. DO meter yang terkalibrasi;


46

h. shaker;

i. blender

j. oven; dan

k. timbangan analitik.

CATATAN

Apabila tidak tersedia lemari inkubasi atau water cooler, dapat digunakan

ruang dengan kondisi suhu 20°C ± 1°C, gelap.

 Prosedur

 Persiapan

Pengambilan contoh uji Contoh uji di ambil berdasarkan SNI 06-

6989.57-2008 untuk metoda pengambilan contoh air permukaan dan

SNI 06-6989.59-2008 untuk metoda pengambilan contoh air limbah.

 Penyimpanan contoh

a. Penyimpanan contoh sesaat (grab samples)

Suhu penyimpanan contoh sesaat dapat dilihat pada Tabel 1 di

bawah ini.

Tabel 4. Suhu penyimpanan contoh


47

b. Penyimpanan contoh gabungan (composite samples)

Selama pengumpulan, penyimpanan contoh dilakukan pada suhu ≤

4°C. Batas periode pengumpulan contoh maksimal 24 jam dari

waktu pengambilan contoh terakhir. Gunakan kriteria lama

penyimpanan contoh gabungan, seperti pada pengambilan contoh

sesaat (Tabel 4).

 Persiapan pengujian

 Pengaturan pH

a. Kondisikan contoh uji pada suhu 20°C ± 3°C

b. Lakukan pengukuran pH contoh, jika nilainya tidak dalam

kisaran 6,0 - 8,0, atur pH pada kisaran tersebut dengan

penambahan larutan H2SO4 atau NaOH.

c. Penambahan asam atau basa tidak boleh mengakibatkan

pengenceran lebih dari 0,5%.

 Penghilangan zat-zat pengganggu

 Contoh uji mengandung klorin sisa (residual chlorine

compounds)

a. Ke dalam 100 mL contoh uji, tambahkan 10 mL larutan

kalium iodida (10%), 10 mL asam asetat (1+1) dan beberapa

tetes indikator larutan kanji. Jika terjadi warna biru, titrasi

dengan larutan natrium sulfit sampai warna biru tepat hilang.

Catat pemakaian larutan natrium sulfit (a mL).


48

b. Ke dalam 100 mL contoh uji yang lain, tambahkan a mL

larutan natrium sulfit, kocok dan biarkan 10 menit. Kemudian

tambahkan 10 mL larutan kalium iodida dan 10 mL asam

asetat. Bila campuran berwarna biru, titrasi dengan larutan

natrium sulfit sampai warna biru tepat hilang. Catat

pemakaian larutan natrium sulfit (b mL).

c. Ke dalam 100 mL contoh uji yang akan diuji BOD nya,

tambahkan (a + b) mL larutan natrium sulfit.

 Contoh uji mengandung senyawa toksik lain

Terhadap contoh uji-contoh uji yang mengandung senyawa toksik,

lakukan perlakuan khusus untuk menghilangkannya. Salah satu

perlakuan adalah dengan cara pengenceran (lihat Tabel 5).

 Contoh uji mengandung hidrogen peroksida

a. kocok contoh uji dalam wadah terbuka selama 1-2 jam atau

lebih;

b. hentikan pengocokan dan ukur oksigen terlarut;

c. biarkan tanpa pengocokan selama 30 menit;

d. hidrogen peroksida dinyatakan hilang, bila dalam perioda

waktu 30 menit tanpa pengocokan tidak terjadi peningkatan

konsentrasi oksigen terlarut.

 Contoh uji mengandung oksigen terlarut lewat jenuh


49

Hilangkan kelebihan oksigen dengan cara pengocokan atau

diaerasi pada suhu 20°C ± 3°C.

 Larutan glukosa-asam glutamat

a. kondisikan larutan glukosa-asam glutamat pada suhu 20°C ±

3°C;

b. masukkan 20 mL larutan glukosa-asam glutamat ke dalam labu

ukur 1 L;

c. encerkan dengan larutan air pengencer hingga 1 L;

d. aduk sampai homogen

 Larutan contoh uji

a. kondisikan contoh uji pada suhu 20°C ± 3°C;

b. dalam labu ukur, lakukan pengenceran contoh uji dengan larutan

pengencer hingga 1 L. Jumlah pengenceran sangat tergantung

pada karakteristik contoh uji, dan dipilih pengenceran yang

diperkirakan dapat menghasilkan penurunan oksigen terlarut

minimal 2,0 mg/L dan sisa oksigen terlarut minimal 1,0 mg/L

setelah inkubasi 5 hari.

c. pengenceran contoh uji dapat dilakukan berdasarkan faktor

pengenceran seperti dalam Tabel di bawah ini.


50

Tabel 5. Jumlah contoh uji

 Pengujian

a. siapkan 2 buah botol DO, tandai masing-masing botol dengan

notasi A1; A2;

b. masukkan larutan contoh uji (4.4.2.4) ke dalam masing-masing

botol DO A1 dan A2; sampai meluap, kemudian tutup masing masing

botol secara hati-hati untuk menghindari terbentuknya gelembung

udara

c. lakukan pengocokan beberapa kali, kemudian tambahkan air bebas

mineral pada sekitar mulut botol DO yang telah ditutup;

d. simpan botol A2 dalam lemari inkubator 20°C ± 1°C selama 5 hari;

e. lakukan pengukuran oksigen terlarut terhadap larutan dalam botol

A1 dengan alat DO meter yang terkalibrasi sesuai dengan Standard

Methods for the Examination of Water and Wastewater 21st

Edition, 2005: Membrane electrode method (4500-O G) atau

dengan metoda titrasi secara iodometri (modifikasi Azida) sesuai

dengan SNI 06- 6989.14-2004. Hasil pengukuran, merupakan nilai


51

oksigen terlarut nol hari (A1). Pengukuran oksigen terlarut pada nol

hari harus dilakukan paling lama 30 menit setelah pengenceran

f. ulangi pengerjaan 4.4.3 butir e) untuk botol A2 yang telah

diinkubasi 5 hari ± 6 jam. Hasil pengukuran yang diperoleh

merupakan nilai oksigen terlarut 5 hari (A2);

g. lakukan pengerjaan 4.4.3 butir a) sampai f) untuk penetapan blanko

dengan menggunakan larutan pengencer tanpa contoh uji. Hasil

pengukuran yang diperoleh merupakan nilai oksigen terlarut nol

hari (B1) dan nilai oksigen terlarut 5 hari (B2);

h. lakukan pengerjaan 4.4.3 butir a) sampai f) untuk penetapan kontrol

standar dengan menggunakan larutan glukosa-asam glutamate.

Hasil pengukuran yang diperoleh merupakan nilai oksigen terlarut

nol hari (C1) dan nilai oksigen terlarut 5 hari (C2);

i. lakukan kembali pengerjaan 4.4.3 butir a) sampai butir f) terhadap

beberapa macam pengenceran contoh uji.

CATATAN 1

Untuk mencegah terjadinya proses nitrifikasi dapat ditambahkan

larutan inhibitor nitrifikasi 1 mL per 1 L larutan pengencer.

CATATAN 2

Oksigen terlarut dalam air pengencer yang dikonsumsi mikroba selama

5 hari berkisar antara 0,6 mg/L – 1,0 mg/L.


52

CATATAN 3

Frekuensi pengerjaan untuk penetapan blanko dan kontrol standar

dengan glukosa-asam glutamat dilakukan 5% - 10% per batch (satu

seri pengukuran) atau minimal 1 kali untuk jumlah contoh uji kurang

dari 20.

 Pernyataan hasil

 Perhitungan nilai BOD5

Nilai BOD5 contoh uji dihitung sebagai berikut:

( )
( )

dengan pengertian:

BOD5 adalah nilai BOD5 contoh uji (mg/L);

A1 adalah kadar oksigen terlarut contoh uji sebelum inkubasi (0 hari)

(mg/L);

A2 adalah kadar oksigen terlarut contoh uji setelah inkubasi 5 hari

(mg/L);

B1 adalah kadar oksigen terlarut blanko sebelum inkubasi (0 hari)

(mg/L);

B2 adalah kadar oksigen terlarut blanko setelah inkubasi 5 hari (mg/L);

VB adalah volume suspensi mikroba (mL) dalam botol DO blanko;

Vc adalah volume suspensi mikroba dalam botol contoh uji (mL);


53

P adalah perbandingan volume contoh uji (V1) per volume total (V2).

CATATAN Bila contoh uji tidak ditambah bibit mikroba VB = 0.

 Contoh Perhitungan

A1 = 3,34 mg/L

A2 = 0,34 mg/L

B1 = 1,82 mg/L

B2 = 1,47 mg/L

Vc = 3 ml

VB = 1 ml
P = 0,02

( )
( )

( )
( )

( )
54

Oleh karena itu, nilai BOD pada Tahap Konstruksi tidak termasuk ke dalam dampak

penting(dp) karena belum melebihi baku mutu menurut Peraturan Menteri

Lingkungan Hidup RI Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah sebesar

150 mg/L.

d. Pengukuran Chemical Oxygen Demand (COD)

Berdasarkan SNI 6989.2:2009 maka metode pengukuran COD air sungai adalah

sebagai berikut :

 Prinsip

Senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam contoh uji dioksidasi

oleh Cr2O72- dalam refluks tertutup menghasilkan Cr3+. Jumlah oksidan

yang dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O2 mg/L) diukur


secara spektrofotometri sinar tampak. Cr2O72- kuat mengabsorpsi pada

panjang gelombang 420 nm dan Cr3+ kuat mengabsorpsi pada panjang

gelombang 600 nm.

Untuk nilai COD 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L kenaikan Cr3+ ditentukan

pada panjang gelombang 600 nm. Pada contoh uji dengan nilai COD yang lebih

tinggi, dilakukan pengenceran terlebih dahulu sebelum pengujian. Untuk nilai

COD lebih kecil atau sama dengan 90 mg/L penurunan konsentrasi Cr2O72-

ditentukan pada panjang gelombang 420 nm.


55

 Bahan

a. air bebas organik;

b. digestion solution pada kisaran konsentrasi tinggi. Tambahkan 10,216 g

K2Cr2O7 yang telah dikeringkan pada suhu 150 °C selama 2 jam ke dalam

500 mL air suling. Tambahkan 167 mL H2SO4 pekat dan 33,3 g HgSO4.

Larutkan dan dinginkan pada suhu ruang dan encerkan sampai 1000 mL.

c. digestion solution pada kisaran konsentrasi rendah. Tambahkan 1,022 g

K2Cr2O7 yang telah dikeringkan pada suhu 150 °C selama 2 jam kedalam

500 mL air suling. Tambahkan 167 mL H2SO4 pekat dan 33,3 g HgSO4.

Larutkan, dan dinginkan pada suhu ruang dan encerkan sampai 1000 ml.

d. larutan pereaksi asam sulfat Larutkan 10,12 g serbuk atau kristal Ag2SO4

ke dalam 1000 mL H2SO4 pekat. Aduk hingga larut.

CATATAN

Proses pelarutan Ag2SO4 dalam asam sulfat dibutuhkan waktu pengadukan

selama 2 (dua) hari, sehingga digunakan magnetic stirer untuk mempercepat

melarutnya pereaksi

e. asam sulfamat (NH2SO3H). Digunakan jika ada gangguan nitrit. Tambahkan

10 mg asam sulfamat untuk setiap mg NO2-N yang ada dalam contoh uji.

f. larutan baku Kalium Hidrogen Ftalat (HOOCC6H4COOK, KHP) ≈ COD 500

mg O2/L. Gerus perlahan KHP, lalu keringkan sampai berat konstan pada

suhu 110 °C. Larutkan 425 mg KHP ke dalam air bebas organik dan tepatkan
56

sampai 1000 mL. Larutan ini stabil bila disimpan dalam kondisi dingin pada

temperatur 4 °C ± 2 °C dan dapat digunakan sampai 1 minggu selama tidak

ada pertumbuhan mikroba. Sebaiknya larutan ini dipersiapkan setiap 1

minggu.

CATATAN 1

Larutan baku Kalium Hidrogen Ftalat digunakan sebagai pengendalian mutu

kinerja pengukuran.

CATATAN 2

Bila nilai COD contoh uji lebih besar dari 500 mg/L, maka dibuat larutan

baku KHP yang mempunyai nilai COD 1000 mg O2/L.

CATATAN 3

Larutan baku KHP dapat menggunakan larutan siap pakai.

 Peralatan

a. spektrofotometer sinar tampak (400 nm sampai dengan 700 nm);

b. kuvet;

c. digestion vessel, lebih baik gunakan kultur tabung borosilikat dengan

ukuran 16 mm x 100 mm; 20 mm x 150 mm atau 25 mm x 150 mm

bertutup ulir. Atau alternatif lain, gunakan ampul borosilikat dengan kapasitas

10 mL (diameter 19 mm sampai dengan 20 mm);


57

d. pemanas dengan lubang-lubang penyangga tabung (heating block);

CATATAN Jangan menggunakan oven.

e. Buret

f. labu ukur 50,0 mL; 100,0 mL; 250,0 mL; 500,0 mL dan 1000,0 mL;

g. pipet volumetrik 5,0 mL; 10,0 mL; 15,0 mL; 20,0 mL dan 25,0 mL;

h. gelas piala;

i. magnetic stirrer; dan

j. timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg.

 Persiapan dan pengawetan contoh uji

 Persiapan contoh uji

a. homogenkan contoh uji;

CATATAN Contoh uji dihaluskan dengan blender bila mengandung

padatan tersuspensi.

b. cuci digestion vessel dan tutupnya dengan H2SO4 20 % sebelum

digunakan;

 Pengawetan contoh uji


58

Bila contoh uji tidak dapat segera diuji, maka contoh uji diawetkan dengan

menambahkan H2SO4 pekat sampai pH lebih kecil dari 2 dan disimpan

dalam pendingin pada temperatur 4 °C ± 2 °C dengan waktu simpan

maksimum yang direkomendasikan 7 hari.

 Pembuatan larutan kerja

Buat deret larutan kerja dari larutan induk KHP dengan 1 (satu) blanko dan

minimal 3 kadar yang berbeda secara proporsional yang berada pada rentang

pengukuran.

 Prosedur

 Proses digestion

a. pipet volume contoh uji atau larutan kerja, tambahkan digestion solution

dan tambahkan larutan pereaksi asam sulfat yang memadai ke dalam

tabung atau ampul, seperti yang dinyatakan dalam tabel berikut:

Tabel 6. Contoh uji dan larutan pereaksi untuk bermacam-macam digestion vessel

b. tutup tabung dan kocok perlahan sampai homogen;


59

c. letakkan tabung pada pemanas yang telah dipanaskan pada suhu 150 °C,

lakukan refluks selama 2 jam.

CATATAN

Selalu gunakan pelindung wajah dan sarung tangan untuk melindungi

dari panas dan kemungkinan menyebabkan ledakan tinggi pada suhu

150°C.

 Pembuatan kurva kalibrasi

Kurva kalibrasi dibuat dengan tahapan sebagai berikut:

a. hidupkan alat dan optimalkan alat uji spektrofotometer sesuai petunjuk

penggunaan alat untuk pengujian COD. Atur panjang gelombangnya pada

600 nm atau 420 nm;

b. ukur serapan masing-masing larutan kerja kemudian catat dan plotkan

terhadap kadar COD;

a. buat kurva kalibrasi dari data pada butir 3.7.1.b) di atas dan tentukan

persamaan garis lurusnya;

b. jika koefisien korelasi regreasi linier (r) < 0,995, periksa kondisi alat dan

ulangi langkah pada butir 3.7.1 a) sampai dengan c) hingga diperoleh nilai

koefisien r = 0,995.

 Pengukuran contoh uji


60

 Untuk contoh uji COD 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L

a. dinginkan perlahan-lahan contoh yang sudah direfluks sampai suhu

ruang untuk mencegah terbentuknya endapan. Jika perlu, saat

pendinginan sesekali tutup contoh dibuka untuk mencegah adanya

tekanan gas;

b. biarkan suspensi mengendap dan pastikan bagian yang akan diukur

benar-benar jernih;

c. ukur serapan contoh uji pada panjang gelombang yang telah

ditentukan (600 nm);

d. hitung kadar COD berdasarkan persamaan linier kurva kalibrasi;

e. lakukan analisa duplo.

 Untuk contoh uji COD lebih kecil dari atau sama dengan 90 mg/L

a. dinginkan perlahan-lahan contoh yang sudah direfluks sampai suhu

ruang untuk mencegah terbentuknya endapan. Jika perlu, saat

pendinginan sesekali tutup contoh dibuka untuk mencegah adanya

tekanan gas;

b. biarkan suspensi mengendap dan pastikan bagian yang akan diukur

benar-benar jernih;

c. gunakan pereaksi air sebagai larutan referensi;

d. ukur serapannya contoh uji pada panjang gelombang yang telah

ditentukan (420 nm);

e. hitung kadar COD berdasarkan persamaan linier kurva kalibrasi;


61

f. lakukan analisa duplo.

CATATAN

Apabila kadar contoh uji berada di atas kisaran pengukuran, lakukan

pengenceran.

 Perhitungan

( ⁄ )

Keterangan:

C adalah nilai COD contoh uji, dinyatakan dalam miligram per liter (mg/L);

f adalah faktor pengenceran.

a. Masukkan hasil pembacaan serapan contoh uji ke dalam regresi linier yang

diperoleh dari kurva kalibrasi.

b. Nilai COD adalah hasil pembacaan kadar contoh uji dari kurva kalibrasi.

 Contoh Perhitungan

mL (FAS) =3

M (FAS) = 0,1

BM 02 (gram/mol) = 8

Volume sampel (L) = 2


62

( ) ( )

Oleh karena itu, nilai COD pada Tahap Konstruksi tidak termasuk ke dalam dampak

penting (dp) karena belum melebihi baku mutu menurut Peraturan Menteri Lingkungan

Hidup RI Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah sebesar

300 mg/L.

e. Penentuan Sianida

Berdasarkan SNI 6989.77:2011maka metode pengukuran Sianida air sungai adalah

sebagai berikut :

 Prinsip analisis

Sianida (CN-) dalam contoh yang telah didistilasi diubah menjadi CNCl (gas yang

sangatberacun) melalui reaksi dengan chloramin-T pada pH kurang dari 8.

Setelah reaksi sempurna, CNCl membentuk senyawa kompleks berwarna merah

kebiruan dengan penambahan pereaksi asam barbiturat-piridin, kemudian diukur secara

kolorimetri menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 575 nm -

582 nm.
63

 Bahan

a. larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,16 %;

Timbang 1,6 g kristal NaOH dan masukkan ke dalam gelas piala 1000 mL

yang telah berisi air bebas mineral, secara perlahan-lahan sambil di aduk.

Tambahkan dengan air bebas mineral sampai 1000 mL. Pindahkan larutan ini

ke dalam botol plastik bertutup.

b. indikator kalium kromat (K2CrO4);

c. larutan perak nitrat (AgNO3) 0,0192 N;

Timbang 3,27 g AgNO3 dan masukkan ke dalam labu ukur 1000 mL yang

telah berisi air bebas mineral, secara perlahan-lahan sambil di aduk. Tambahkan

dengan air bebas mineral sampai 1000 mL. Pindahkan larutan ini ke dalam botol

plastik bertutup. Lakukan standarisasi larutan AgNO3 ini dengan larutan standar

NaCl menggunakan metoda argentometrik dengan indikator kalium kromat

(K2CrO4).

d. asam barbiturat-piridin

1. larutkan 15 g asam barbiturat dengan sedikit air bebas mineral dalam labu

ukur 250,0 mL;

2. tambahkan 75 mL piridin, kemudian tambahkan 15 mL HCl pekat, kocok

dan dinginkan sampai suhu ruang;

3. impitkan menjadi 250 mL tepatkan sampai tanda tera dengan air bebas

mineral, simpan dalam botol coklat.


64

CATATAN 1

Pembuatan asam barbiturat piridin harus dilakukan dalam ruang asam.

CATATAN 2

Larutan ini tahan hingga 6 bulan jika disimpan dalam lemari pendingin. Jangan

digunakan bila terbentuk endapan.

e. larutan kloramin-T

Larutkan 1 g kloramin-T dalam 100 mL air bebas mineral, masukkan dalam

lemari pendingin. Larutan ini tahan selama 1 minggu dan simpan dalam lemari

pendingin.

f. bufer asetat

Larutkan 410 g natrium asetat trihidrat (NaC2H3O2.3H2O) ke dalam air bebas

mineral sampai volume 500 mL, tambahkan asam asetat hingga pH 4,5.

g. larutan kalium sianida (KCN);

h. asam klorida (HCI);

i. magnesium klorida (MgCI2.6H2O);

j. asam sulfamat (NH2SO3H);

k. larutan aseton;

l. larutan indikator p-dimethylamino benzal-rhodanin;

Larutkan 20 mg p-dimetilamino benzal-rhodanin dalam 100 mL aseton.


65

 Peralatan

a. spektrofotometer UV-Vis;

b. neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg;

c. pipet volumetrik ukuran 1,0 mL; 2,0 mL; 5,0 mL; 10,0 mL dan 25,0 mL;

d. labu ukur 50,0 mL; 100,0 mL; 250,0 mL dan 1000,0 mL;

e. gelas piala 500 mL dan 1000 mL;

f. mikro buret 10 Ml

g. labu Erlenmeyer 250 mL;

h. labu distilasi 1000 mL;

i. kondensor Allihn;

j. pemanas elektrik;

k. pompa vakum;

l. botol pencuci gas;

 Pengawetan contoh uji

Bila contoh uji tidak dapat segera diuji, maka contoh uji diawetkan sesuai petunjuk

di bawah ini:

Wadah = Botol plastik (polyethylene ) atau botol gelas

Pengawet = Setelah contoh air dan air limbah (contoh uji) dimasukkan ke

dalam wadah, kemudian tambahkan larutan NaOH 1 N sampai

pH lebih besar dari 12

Lama Penyimpanan =14 hari

Kondisi Penyimpanan = dalam lemari pendingin dengan suhu 4 °C ± 2 °C


66

CATATAN

Contoh uji diambil dengan sedikit mungkin aerasi.

 Persiapan pengujian

 Persiapan larutan standar

 Larutan induk sianida 1000 mg/L

Timbang sekitar 1,6 g NaOH dan 2,51 g KCN dan masukkan ke dalam

labu ukur 1000 mL. Encerkan dengan air bebas mineral sampai tanda batas.

Lakukan standarisasi terhadap 25 mL larutan induk ini dengan perak nitrat

(AgNO3) sebagai titran. Standarisasi ini dilakukan setiap akan digunakan

karena konsentrasi ion sianida mudah berubah (1 mL ˜ 1000 µg CN- total).

CATATAN

Hati-hati bekerja dengan menggunakan KCN yang bersifat racun dan gunakan Alat

Pelindung Diri (APD) yang sesuai peruntukannya.

 Larutan baku sianida 100 mg/L

Pipet 10 mL larutan induk sianida 1000 mg/L, encerkan hingga 100 mL

menggunakan larutan pengencer NaOH 0,16 % (1 mL = 100 µg CN-).

 Larutan baku sianida 10 mg/L


67

Pipet 10 mL larutan baku 100 mg/L, encerkan hingga 100 mL menggunakan

larutan pengencer NaOH 0,16 % (1 mL =10 µg CN-).

 Larutan kerja sianida 1 mg/L

Pipet 10 mL larutan kerja 10 mg/L, encerkan hingga 100 mL menggunakan

larutan pengencer NaOH 0,16 % (1 mL =1 µg CN-).

 Persiapan contoh uji destilasi

a. rakit peralatan distilasi total sianida seperti pada Gambar 1;

b. masukkan 500 mL contoh uji air ke dalam labu distilasi berukuran 1000

mL yang mengandung sianida tidak lebih dari 10 mg CN-/L. Kemudian

masukkan sekitar 10 butir batu didih berdiameter 2 mm - 3 mm;

c. tambahkan 10 mL larutan NaOH 1N ke dalam tabung absorber yang

berukuran 250 mL.Tambahkan 50 mg atau lebih PbCO3 ke dalam larutan

absorber (NaOH 1N);

CATATAN

Atur kecepatan pompa vakum dengan 1 - 2 gelembung/detik pada labu distilasi.

d. tambahkan 2 g asam sulfamat melalui corong thistle (thistle tube) dan bilas

dengan air bebas mineral agar asam sulfamat turun ke labu distilasi;

e. tambahkan 50 mL H2SO4 1:1 ke dalam labu distilasi melalui corong thistle.

Kemudian masukkan 20 mL larutan MgCl2 juga melalui corong thistle dan

bilas dengan air bebas mineral;


68

f. panaskan dengan cepat labu distilasi dan atur kecepatan refluks 40 – 50

tetes/menit;

g. lakukan distilasi sekurang-kurangnya selama 1 jam;

h. hentikan pemanasan pada labu distilasi bila hasil distilat didapat tidak lebih

dari 225 mL,biarkan udara mengalir selama 15 menit;

i. dinginkan distilat dan masukkan ke dalam labu ukur 250 mL secara

kuantitatif. Larutan siap untuk diukur kadar sianida total.

Gambar 2. Rangkaian peralatan distilasi sianida

 Standarisasi larutan induk sianida

a. pipet sejumlah volume larutan induk sianida, encerkan menjadi 100 mL

dengan larutan pengencer NaOH 0,16 %;

b. tambahkan 0,5 mL indikator p-dimethyl aminobenzal-rhodanine;

c. titrasi dengan AgNO3 sampai adanya perubahan warna dari kuning menjadi

merahkekuningan (Salmon Hue).


69

( )
( )

Keterangan:

A adalah volume larutan standar AgNO3 untuk larutan induk, dinyatakan dalam

mililiter (mL);

B adalah volume larutan standar AgNO3 untuk blanko, dinyatakan dalam mililiter

(mL);

BST adalah bobot setara CN- (52,04), dimana 1 mol AgNO3 bereaksi dengan 2 mol

CN-(BM = 26,02);

N adalah normalitas larutan standar AgNO3

V adalah volume larutan induk sianida.

 Standarisasi perak nitrat (AgNO3)

a. pipet 100 mL NaCI (larutan standar NaCI 0,0141 M dibuat dengan

melarutkan 824,0 mg NaCI, dikeringkan pada 140 °C selama 2 jam, di

dalam 1 liter air). Tambahkan 1,0 mL indikator K2CrO4

b. titrasi dengan AgNO3 hingga titik akhir (merah bata).

 Pembuatan indikator K2CrO4

a. larutkan 5 g K2CrO4 dengan sedikit air,

b. tambahkan larutan AgNO3 hingga timbul endapan merah bata;


70

c. biarkan minimal 12 jam, saring dan encerkan hingga 100 mL.

 Pembuatan kurva kalibrasi

a. buat satu blanko dan deret larutan kerja minimal 3 kadar yang berbeda ke

dalam labu ukur 50,0 mL secara proposional dan berada dalam rentang

pengukuran.

b. tambahkan larutan pengencer NaOH 0,16 % sampai 40 mL ke dalam masing-

masing labu ukur;

c. tambahkan 1 mL bufer asetat, homogenkan;

d. tambahkan 2,0 mL kloramin-T inversikan 2 kali dan biarkan selama 2 menit;

e. tambahkan segera 5 mL larutan asam barbiturat-piridin, homogenkan secara

perlahan;

f. impitkan hingga tanda tera menggunakan air bebas mineral, homogenkan

secara inversi;

g. diamkan selama 8 menit hingga terbentuk senyawa kompleks berwarna yang

stabil;

h. baca nilai serapannya (termasuk blanko) menggunakan spektrofotometer UV-

Vis padapanjang gelombang 575 nm - 582 nm;

i. plot kurva standar dengan nilai serapan sebagai sumbu Y dan kadar CN-

dalam mg/Lsebagai sumbu X. Hitung slope, intersept dan koefisien regresi

linearnya (r);
71

j. jika linieritas kurva kalibrasi (r) lebih kecil dari 0,995, periksa kondisi alat dan

ulangi langkah pada butir a) sampai dengan h) hingga diperoleh nilai r =

0,995.

 Prosedur kerja

a. pipet sejumlah volume contoh uji (V) dari hasil distilasi ke dalam labu ukur

50,0 mL dan encerkan dengan larutan pengencer NaOH 0,16 % hingga volume

40 mL;

b. lakukan sesuai butir 3.6.c) sampai h);

c. plot nilai serapan hasil pembacaan contoh uji pada kurva standar;

d. hitung kadar CN-

 Perhitungan

( )

Keterangan:

C adalah kadar sianida contoh uji yang diperoleh dari kurva kalibrasi, dinyatakan

dalam miligram per liter (mg/L);

V adalah volume contoh uji yang diambil untuk analisis, dinyatakan mililiter

(mL);

50 diperoleh dari labu ukur yang digunakan untuk analisis contoh uji;

250 diperoleh dari volume distilat;


72

500 diperoleh dari volume contoh uji yang digunakan untuk distilasi.

CATATAN Kadar CN- dilaporkan dalam mg/L.

 Contoh Perhitungan

C = 0,005 mg/L

V = 5 mL

( )

= 0,025 mg/L

3. Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah teknik untuk melengkapi data dalam rangka analisa

masalah yang akan diteliti memerlukan informasi dari dokumen yang ada hubungannya

dengan gejala sosial, ekonomi, budaya dan penduduk lebih banyak berhubungan

dengan sumber dokumentasi (Nursid Sumaatmadja, 1988:109). Berdasarkan pendapat

di atas, maka teknik dokumentasi digunakan untuk mengambil data yang sifatnya

sekunder baik berupa catatan-catatan, laporan, dan keterangan yang diperoleh dari

monografi Kelurahan tersebut. Dan teknik dokumentasi


73

dilakukan dengan cara mengumpulkan foto-foto keadaan aliran pada tiap titik

pengamatan.

4. Kuisioner

Teknik ini digunakan untuk memperoleh data primer yaitu pemanfaatan air sungai yang

dilakuakan oleh masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar aliran sungai dalam

memenuhi kebutuhan air sehari-hari. Kuisioner ini ditujukan kepada responden

yang bertempat tinggal di sekitar sungai.

5. Wawancara

Teknik pengumpulan data dengan wawancara digunakan melalui percakapan

langsung kepada masyrakat yang menjadi responden dalam penelitian ini, dengan

menggunakan pedoman wawancara, sehingga pertanyaan yang diajukan peneliti lebih

terarah dan tanpa mengurangi kebebasan dalam mengembangkan pertanyaan dengan

menciptakan suasana percakapan yang sopan, terarah dan tepat sasaran sehingga

wawancara dapat berjalan baik dan lancar, serta menghasilkan data yang tepat dan

akurat.

Sugiyono (2008:244) mengemukakan bahwa analisa data adalah proses mencari

dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan

lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difahami, dan temuannya

dapat diinformasikan kepada orang lain.


74

1. Penilaian Terhadap Kualitas Air Sungai Berdasarkan Parameter Fisik dan

Kimiawi

Teknik analisa data yang digunakan pada variabel kualitas air Sungai akan

dijelaskan secara deskriptif. Hasil penelitian yang didapat berupa data kualitatif

mengenai besarnya nilai dan keadaan dari masing-masing parameter yang dijadikan

indikator kualitas air yaitu pH, warna, bau, rasa, kekeruhan, suhu, Biochemical

Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), DO, TSS, dan Sianida

kemudian akan dibahas secara deskriptif dan dibuat kesimpulannya.

2. Penilaian Terhadap Pemanfaatan Air Sungai

Penilaian terhadap responden dalam mengetahui pemanfaatan air sungai

menggunakan analisis persentase dan dianalisissecara deskriptif. Untuk mendapatkan

nilai persentase menggunakan rumussebagai berikut :

Keterangan:

% : Persentase yang diperoleh

n : Nilai yang diperoleh responden

N : Jumlah seluruh responden


75

100 : Konstanta

B. Perkiraan Dampak Penting

Perkiraaan dampak penting lingkungan mencakup perkiraan besaran dampak dan

sifat penting dampak. Berdasarkan PerMenLH No. 16 tahun 2012 terdapat dua opsi

dalam memperkirakan dampak, yaitu:

1. Perkiraan dampak hanya membandingkan perubahan kondisi rona dengan adanya

kegiatan dan rona tanpa adanya kegiatan. Pada opsi ini, perubahan rona secara

alamiah tidak diperhitungkan; dan

2. Membandingkan kondisi tanpa kegiatan dengan adanya kegiatan, namun juga

memperhitungkan perubahan rona secara alamiah, sehingga untuk opsi ini wajib ada

pula analisis/perhitungan perubahan rona secara alamiah.

Perkiraan dampak penting dalam kajian ini akan dilakukan dengan pendekatan

pertama yaitu membandingkan perubahan kondisi rona dengan adanya kegiatan dan

rona tanpa adanya kegiatan (with and without project). Skenario prakiraan dampak

adalah skenario kondisi terburuk (worst-case scenario). Apabila dihadapkan pada

keterbatasan data dan informasi, maka prakiraan dampak dilakukan dengan

pendekatan sebelum dan setelah adanya kegiatan, dengan tanpa mempertimbangkan

perubahan rona lingkungan secara alamiah (before and after project).


76

Perkiraan besaran dampak akan dilakukan terhadap setiap komponen lingkungan

berdasarkan hasil pelingkupan tergolong sebagai dampak penting hipotetik. Satuan dari

besaran dampak adalah sesuai dengan satuan dari parameter lingkungan yang ditinjau.

Nilai parameter lingkungan tanpa proyek diasumsikan sama dengan kondisi rona

lingkungan awal. Besarnya perubahan lingkungan yang dianalisis mencakup

keseluruhan komponen lingkungan yaitu komponen fisika-kimia, biologi dan sosial,

ekonomi dan budaya serta kesehatan masyarakat. Sebelum menentukan besaran

dampak (magnitude), hubungan antara komponen lingkungan dan kegiatan

pembangunan perlu dianalisis secara mendalam.

Perkiraan penting dampak dilakukan dengan cara menilai masing-masing

dampak menggunakan kriteria penentu dampak penting sebagaimana ketentuan

Pemerintah melalui Keputusan Kepala Bapedal No. 56 tahun 1994. Adapun faktor

penentu dampak penting adalah:

1. Jumlah manusia yang terkena dampak

2. Luas penyebaran dampak

3. Intensitas dan lama berlangsungnya dampak

4. Jumlah komponen lingkungan yang terkena dampak

5. Sifat kumulatif dampak

6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak

7. Kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi

Jika suatu dampak yang diprakirakan akan muncul memenuhi kriteria tersebut di
77

atas, walaupun hanya satu kriteria, maka dampak tersebut dianggap sebagai dampak

penting.

A. Metode Perkiraan Dampak Penting

Sehubungan dengan itu ada dua jenis metode prakiraan besaran dampak yang

akan digunakan, yaitu metode formal dan metode non-formal:

1. Metode Formal

Metode formal merupakan penerapan formula dan perhitungan matematis yang

baku, digunakan dalam memperkirakan besaran dampak penting pada parameter

lingkungan, kemudian hasil perhitungan matematis tersebut dibandingkan dengan

nilai ambang batas atau baku mutu lingkungan yang relevan. Metode formal akan

digunakan bila tersedia cukup data kuantitatif yang diperlukan. Bila persyaratan data

kuantitatif tersebut tidak terpenuhi maka prakiraan dampak akan dilakukan dengan

metode yang bersifat non-formal.

2. Metode Non-Formal

Metode nonformal ditekankan terhadap perkiraan dampak yang tidak dapat atau

sulit digambarkan secara matematis, sehingga perkiraan dampak tidak dapat

dilakukan dengan metode formal. Dua jenis Metode non-formal yang digunakan,

yaitu: perkiraan dampak secara analogi dan penilaian para ahli (professional
78

judgement). Dengan metode analogi, dampak lingkungan yang timbul diprakirakan

dengan mempelajari aktivitas sejenis di daerah lain dan/atau berlangsung pada waktu

yang lampau. Penilaian para ahli dalam menentukan perkiraan dampak didasarkan pada

pengetahuan dan pengalaman peneliti dibidangnya. Teknik ini digunakan apabila

data dan informasi terbatas, serta fenomena yang diprakirakan terjadi kurang dipahami.

Prakiraan sifat penting dampak didasarkan pada tujuh (7) Kriteria dampak penting

sebagaimana tercantum pada penjelasan pasal 3 ayat 1 Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia No. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan dan Pasal 22 ayat 2

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup. Berdasar tujuh kriteria dan kategori penentuan

penting/tidaknya dampak, maka tim penyusun akan melakukan telaahan berdasarkan

kajian pustaka terkait sifat dampak dengan merujuk pada tujuh kriteria penting yang

telah disiapkan. Panduan untuk menentukan dampak penting dan tidak penting

menggunakan tujuh kriteria ditampilkan pada Tabel berikut:

Tabel 7. Pedoman Penentuan Sifat Penting Dampak


No Kriteria tp (Bila) p (Bila)

Jumlah penduduk Jumlah penduduk

yang terkena yang terkena


1. Jumlah manusia terkena dampak
dampak (tidak dampak

menerima manfaat) (tidak menerima


79

<jumlah penduduk manfaat) jumlah

yang menerima penduduk yang

manfaat menerima manfaat

Jumlah spesies flora/fauna bernilai


Tidak ada spesies Ada spesies bernilai
ekonomi
bernilai ekonomi ekonomi

Tidak ada spesies


Jumlah spesies flora fauna Ada spesies
terancam punah
terancam punah dan terancam punah dan
dan dilindungi
dilindungi dilindungi
pemerintah
pemerintah

Rencana usaha atau


Rencana usaha atau
kegiatan tidak
kegiatan
mengakibatkan
mengakibatkan
adanya wilayah
adanya wilayah
yang mengalami
yang mengalami
Luas wilayah perubahan
perubahan
2. sebaran dampak mendasar dari
mendasar dari segi
segi intensitas
intensitas dampak,
dampak, atau tidak
atau tidak
berbaliknya
berbaliknya
dampak, atau segi
dampak, atau segi
kumulatif dampak.
kumulatif dampak.
80

Lamanya dampak
Lamanya dampak
tidak
mengakibatkan
mengakibatkan
adanya wilayah
adanya wilayah
yang mengalami
Lamanya dampak yang mengalami
perubahan
berlangsung perubahan
mendasar dari segi
mendasar dari
intensitas dampak,
segi intensitas
atau tidak
dampak, atau tidak
berbaliknya
berbaliknya
dampak, atau segi
dampak, atau segi
kumulatif dampak.
3. kumulatif dampak.

Jika besaran

dampak tidak Jika besaran

melampaui baku dampak melampaui

mutu. Untuk baku

dampak yang tidak mutu. Untuk


Intensitas dampak
memiliki dampak yang tidak

baku mutu, memiliki baku

menggunakan mutu, menggunakan

standar ilmiah yang standar ilmiah yang

berlaku. berlaku.

4. Banyaknya Hanya merupakan Menimbulkan


81

komponen lain yang dampak primer dampak sekunder

terkena dampak dan dampak

lanjutannya

Sifat kumulatif
Akumulatif tidak
dampak
5. Tidak akumulatif dapat diasimilasi

oleh Lingkungan

Dampak dapat
Berbalik tidaknya Dampak tidak dapat
dipulihkan
6. dampak dipulihkan (tidak
(berbalik)
berbalik)

Dampak penting Dampak penting

Kriteria lain sesuai negatif yang negatif yang

dengan ditimbulkan dapat ditimbulkan

perkembangan ilmu ditanggulangi oleh tidak dapat


7.
pengetahuan & ilmu pengetahuan ditanggulangi oleh

teknologi dan teknologi yang ilmu pengetahuan

tersedia. dan teknologi yang

tersedia.

Keterangan: p= penting; tp= tidak penting


82

3. Evaluasi Dampak Penting

a. Tahap Konstruksi (Pematangan Lahan dan Penyiapan Areal Kerja)

 Penurunan Kualitas Air Sungai

Besaran Dampak

Penurunan kualitas air merupakan dampak turunan akibat meningkatnya air limpasan

dari kegiatan pematangan lahan area pada Tahap Konstruksi. Berdasarkan hasil

analisis, diperkirakan kegiatan pematangan lahan berpotensi menyebabkan masuknya

banyaknya sedimen kedalam sungai. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan kadar

pH, TSS, BOD, COD, dan Sianida dalam air sungai, sehingga kualitas air menurun.

Dengan kondisi saat ini, yaitu sebelum dilakukannya kegiatan, hasil analisis

laboratorium menunjukkan bahwa kandungan pH, TSS, BOD, COD, dan Sianida di

Sungai masih sesuai dengan baku mutu kuailtas air menurut Peraturan Menteri

Lingkungan Hidup RI Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah.

Dengan menggunakan perhitungan berdasarkan analisis di laboratorium dengan

asumsi proporsi buangan yang masuk ke masing-masing sungai sebesar 50% dari

total sedimen yang ditimbulkan kegiatan pembukaan lahan, maka peningkatan pH,

TSS, BOD, COD, dan Sianida masih dalam batas ambang wajar. Dengan adanya

penambahan tersebut, konsentrasi pH, TSS, BOD, COD, dan Sianida di sungai masih

memenuhi Baku Mutu. Selain itu, selama Tahap Konstruksi akan dibuat kolam- kolam

pengendapan (sedimentation ponds) dengan kapasitas dan desain yang sesuai


83

agar air limpasan tidak langsung masuk ke dalam badan sungai dan memenuhi baku

mutu yang berlaku.

Sifat Penting Dampak

Berdasarkan pedoman penetapan tingkat kepentingan dampak, maka dampak

kegiatan pematangan lahan dan penyiapan areal kerja terhadap penurunan kualitas air

sungai dapat diuraikan sebagai berikut:

Tabel 8. Penentuan Sifat Penting Dampak Kegiatan Pematangan Lahan dan


Penyiapan Areal Kerja Terhadap Penurunan Kualitas Air Sungai
84

Dampak kegiatan pematangan lahan dan penyiapan areal kerja terhadap kualitas air

sungai dikategorikan sebagai dampak tidak penting (dtp).

b. Tahap Operasi (Operasional Pabrik Tapioka)

 Penurunan Kualitas Air Sungai

Besaran Dampak

Penurunan kualitas air sungai pada Tahap Operasi Pabrik Tapioka dapat disebabkan

antara lain oleh peningkatan konsentrasi sianida, TSS, BOD, COD serta penurunan pH.

Khusus untuk parameter TSS dan BOD air limbah dari Pabrik Tapioka akan dialirkan

ke IPAL sehingga kualitas air akan dikelola untuk memenuhi baku mutu air limbah

sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku

Mutu Air Limbah.

Walaupun sebarannya pendek, namun konsentrasi TSS maksimum yang terlihat

tergolong tinggi. Akan tetapi konsentrasi TSS turun seiring bertambahnya jarak

darititik buangan, hasil model rata-rata menunjukkan konsentrasi TSS yang nilainya

paling besar yaitu sebesar 1500-5000 mg/L. Sedangkan nilai dari BOD adalah sebesar

2000-5000 mg/L, COD sebesar 4000-30.000 mg/L, sianida sebanyak 0-15 mg/L, dan

pH sebesar 4,0-6,5.
85

Air limbah industri tapioka sangat jauh diatas baku mutu air limbah yang

diperbolehkan, sehingga apabila langsung dibuang ke perairan umum akan

menyebabkan pencemaran berat. Kematian ikan dan udang pada tambak yang

tercemar limbah ini, dimungkinkan karena senyawa toksik, kekurangan oksigen, atau

bakteri patogen.

Sifat Penting Dampak

Berdasarkan pedoman penetapan tingkat kepentingan dampak, maka dampak

kegiatan oprasional Pabrik Tapioka terhadap penurunan kualitas air laut dapat diuraikan

sebagai berikut:

Tabel 9. Penentuan Sifat Penting Dampak Kegiatan Operasional Pabrik Tapioka


Terhadap Penurunan Kualitas Air Sungai.
86

Ditinjau dari 7 kriteria sifat penting dampak, penurunan kualitas air sungai pada

kegiatan operasional Pabrik Tapioka masuk kategori dampak penting (dp).

Tabel 10.Matriks Sifat Penting Dampak Kegiatan Pembangunan Pabrik Tapioka.


Jenis Kriteria Dampak Dampak
Komponen
Kegiatan penting/
No Lingkungan
(Sumber dampak tidak
Terkena Dampak 1 2 3 4 5 6 7
Dampak) penting

A Tahap Konstruksi

A1 Pematangan

Lahan dan Penurunan kualitas


tp tp tp tp tp tp tp dtp
Penyiapan air sungai

Areal Kerja

B Tahap Operasional

B1 Operasional
Penurunan kualitas
Pabrik tp p p p tp tp tp dp
air sungai
Tapioka

Metode Evaluasi Dampak

Pada bagian ini menguraikan hasil evaluasi atau telaahan keterkaitan dan interaksi

seluruh dampak penting hipotetik (DPH) dalam rangka penentuan karakteristik


87

dampak rencana usaha dan/atau kegiatan secara total terhadap lingkungan hidup.

Pengambilan keputusan dampak penting dilakukan dengan cara:

 Jika satu kriteria dari tujuh kriteria dianggap penting, maka Dampak Penting

Hipotetik (DPH) menjadi Dampak Penting (dp). Apabila tidak ada kriteria dari tujuh

kriteria yang dinyatakan penting (p), maka DPH menjadi Dampak Tidak Penting

(dtp). Untuk menentukan kriteria dalam tujuh kriteria itu penting (p) atau tidak

penting (tp) menggunakan data rona lingkungan awal dan prakiraan besaran

dampak; dan

 Untuk melakukan evaluasi secara holistik, maka digunakan metode bagan alir.

Berdasarkan hasil telaahan keterkaitan dan interaksi dampak penting hipotetik (DPH)

tersebut dapat diperoleh informasi antara lain sebagai berikut:

1. Bentuk hubungan keterkaitan dan interaksi DPH beserta karakteristiknya antara

lain seperti frekuensi terjadi dampak, durasi dan intensitas dampak, yang pada

akhirnya dapat digunakan untuk menentukan sifat penting dan besaran dari dampak-

dampak yang telah berinteraksi pada ruang dan waktu yang sama;

2. Komponen-komponen rencana usaha dan/atau kegiatan yang paling banyak

menimbulkan dampak lingkungan; dan

3. Area-area yang perlu mendapat perhatian penting (area of concerns).

Penggunaan metode bagan alir dalam evaluasi dampak secara holistik

mempertimbangkan sifat kumulatif dampak (dampak yang sama disebabkan oleh dua

atau lebih kegiatan yang berbeda). Kajian sifat kumulatif dampak dilakukan dengan

mempertimbangkan hasil penentuan sifat penting dampak, pada kriteria #3 (lamanya


88

dampak berlangsung) dan kriteria #5 (sifat kumulatif dampak). Dampak-dampak yang

terjadi pada ruang dan waktu yang sama atau berbeda juga dikaji untuk menentukan

keputusan akhir sifat penting dampak. Dengan demikian, kajian evaluasi dampak

secara holistik, selain telah memperhitungkan aspek rona lingkungan dan hasil

prakiraan dampak, juga telah memperhitungkan dampak dari berbagai kegiatan, serta

kaitan dengan dampak pada parameter lain. Dengan menggunakan bagan alir, panduan

untuk memutuskan apakah dampak akhir menjadi PENTING atau TIDAK PENTING

adalah sebagai berikut:

1. Apabila dua jenis dampak memiliki tingkat kepentingan dampak tp (tidak penting)

namun jika dievaluasi dalam satu kesatuan ruang dan waktu terdapat akumulasi

dampak maka kedua jenis dampak tersebut dinyatakan sebagai DAMPAK

PENTING (DP) penting dan harus dikelola.

2. Apabila dua jenis dampak memiliki tingkat kepentingan dampak tp (tidak penting)

dan p (penting) namun:

a. Jika evaluasi dalam satu kesatuan ruang dan waktu terdapat akumulasi,

dampak dengan kriteria tp dan p dinyatakan sebagai DAMPAK PENTING

(DP) dan dikelola; dan

b. Jika evaluasi dalam satu kesatuan ruang dan waktu tidak terdapat akumulasi

dampak maka dampak dengan kriteria p tetap dikelola tetapi dampak dengan

kriteria tp tidak dikelola;

3. Apabila dua jenis dampak memiliki tingkat kepentingan dampak tp (tidak penting)

namun dalam evaluasi jika dalam satu ruang dan waktu tidak terdapat akumulasi
89

dampak maka kedua dampak tersebut dinyatakan TIDAK PENTING (TP) dan

tidak dikelola.

4. Apabila DPH diputuskan menjadi DAMPAK PENTING (DP), maka akan dikelola

dalam dokumenRKL dan dipantau dalam dokumen RPL.

5. Apabila DPH diputuskan menjadi DAMPAK TIDAK PENTING (DTP) namun

daya dukung dan daya tampung lingkungan sudah tidak memenuhi, maka akan

dikelola dalam dokumen RKL danakan dipantau dalam dokumen RPL. Apabila

DPH diputuskan menjadi DAMPAK TIDAK PENTING (DTP) dan daya dukung

dan daya tampung lingkungan masih memenuhi, maka tidak akan dikelola dalam

RKL dan tidak dipantau dalam RPL.

Keterangan:

p : Dampak penting pada setiap kriteria dampak pada tujuh kriteria pada

tahap penentuan sifat penting dampak

 tp : Dampak tidak penting pada setiap kriteria dampak pada tujuh kriteria

penentuan sifat penting dampak

 dp : Dampak penting dari hasil evaluasi tujuh kriteria dampak

 dtp : Dampak tidak penting dari hasil evaluasi tujuh kriteria dampak.

 DP : DAMPAK PENTING dari hasil evaluasi secara holistik.

 DTP : DAMPAK TIDAK PENTING dari hasil evaluasi secara holistik


90

Hasil evaluasi dampak penting akan digunakan sebagai dasar untuk membuat

arahanpenyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana

Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL).

1. Tahap Konstruksi

Tahap Konstruksi terdiri dari kegiatan pematangan lahan dan penyiapan areal kerja.

Pada kegiatan pematangan lahan dan penyiapan areal kerja diprakirakan tidak akan

menimbulkan dampak terhadap penurunan kualitas air sungai.

Pemrakarsa berencana selalu mencegah dampak ini selama Tahap Konstruksi, maka

akan dibuat kolam-kolam pengendapan (sedimentation ponds) dengan kapasitas dan

desain yang sesuai agar air limpasan tidak langsung masuk ke dalam badan sungai

dan memenuhi baku mutu yang berlaku.

2. Tahap Operasi

Pada Tahap Operasi kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup yaitu

kegiatan operasional Pabrik Tapioka. Dampak negatif penting yang ditimbulkan oleh

beroperasinya Pabrik Tapioka yaitu penurunan kualitas air sungai yang disebabkan oleh

peningkatan konsentrasi sianida, TSS, BOD, COD serta penurunan pH. Khusus untuk

parameter TSS dan BOD air limbah dari Pabrik Tapioka akan dialirkan ke IPAL

sehingga kualitas air akan dikelola untuk memenuhi baku mutu air limbah sesuai

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air

Limbah.
91

EVALUASI SECARA HOLISTIK

Berdasarkan hasil evaluasi dampak secara holistik, terdapat dampak yang terjadi yaitu

penurunan kualitas air sungai akibat kegiatan operasional Pabrik Tapioka di Tahap

Operasi. Oleh karena itu dampak penurunan kualitas air sungai dikategorikan sebagai

dampak penting (dikelola).

 Arahan Pengelolaan Dan Pemantauan Dampak Lingkungan Hidup

Arahan pengelolaan dilakukan terhadap seluruh komponen kegiatan yang

menimbulkan dampak, baik komponen kegiatan yang paling banyak memberikan

dampak turunan maupun komponen kegiatan yang tidak banyak memberikan dampak

turunan. Sedangkan arahan pemantauan dilakukan terhadap komponen lingkungan

yang relevan untuk digunakan sebagai Indikator untuk mengevaluasi penaatan,

kecenderungan, dan tingkat kritis dari suatu pengelolaan lingkungan hidup.

 Pendekatan Teknologi

Pendekatan teknologi adalah cara-cara memanfaatkan teknologi yang sudah ada dan

terbuktihandal yang digunakan untuk mengelola dampak penting lingkungan hidup.

Pendekatan teknologi pada rencana kegiatan mengacu kepada kebijakan pemrakarsa

sebagai perusahaan yang berkomitmen untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya

dengan baik dan benar. Pendekatan teknologi difokuskan kepada pengelolaan kualitas

air untuk permasalahan yang diakibatkan oleh kegiatan pada Tahap Konstruksi dan
92

Tahap Operasi, sehingga dapat menerapkan opsi pengelolaan terbaik (best available

technology).

 Rekomendasi Kelayakan Lingkungan

Penilaian terhadap aspek kelayakan lingkungan dari suatu rencana kegiatan dilakukan

atas dasar pertimbangan bahwa keberadaan suatu proyek tersebut secara kumulatif

dapat menimbulkan nilai manfaat (dampak positif) yang lebih besar daripada nilai

kerugian (dampak negatif) yang ditimbulkan terutama ditinjau dari aspek lingkungan

hidup setelah aspek teknis dan aspek ekonomi.

Penentuan kelayakan lingkungan hidup atas rencana usaha dan/atau kegiatan ini

dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria kelayakan berdasarkan Peraturan

Menteri Negara Lingkungan Hidup No.16/2012 tentang Pedoman Penyusunan

Dokumen Lingkungan Hidup.


93

BAB IV

PELAKSANAAN STUDI

A. Identitas Pemrakarsa

Pemrakarsa/Penyusun : PT. Basing Ajaya

Alamat : Jl. Raya Natar No. 104 Desa Pemanggilan Kec. Natar

Lampung Selatan

Telepon/Fax : (021) 4301080, fax (021) 4304913

Penanggung Jawab : A. Sifa Alfarizhi

Jabatan : Direktur Teknik

B. Identitas Penyusun

Lembaga Penyusun AMDAL : PT. Kelarin

No Reg. Kompetensi LPJP : 0012/LPJ/AMDAL-1/LRK/KLH

Alamat Perusahaan : Jl. Kesehatan IV No. 45A, Sukabumi, Bandar

Lampung
94

Telepon : (021) 7378020

Nama Penanggung Jawab : Tiara Eka Novrianti, M.Si

Jabatan : Direktur Utama

Tim Studi :

Tabel 11. Susunan Tim Studi AMDAL Pabrik Tapioka


No Nama Pendidikan Posisi

1 Tiara Eka Novrianti, S1 Kimia Unila Ketua


M.Si S2 Ilmu Lingkungan ITB
2 Siti Indah Roja, M.Si S1 Kimia Unila Ahli Teknik
S2 Ilmu Lingkungan UGM Lingkungan /Wakil
Ketua Tim
3 Bella Sukma Mahadika, S1 Kimia Unila Ahli Kesehatan
M.Si. S2 Kesehatan Masyarakat UI Masyarakat

C. Biaya Studi

Biaya yang diperlukan untuk menunjang kelancaran dan keberhasilan studi

AMDAL Pembangunan Pabrik Tapioka oleh pemrakarsa. Secara rinci persentase

penggunaan biaya studi tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini .

Tabel 12. Presentase Biaya Studi


No Uraian Presentase (%)
1 Honorarium Tenaga Ahli 40
2 Survai Lapangan 15
3 Analisis Laboratorium 5
4 Pengumpulan dan Pengolahan 5
Data
5 Penggandaan Laporan 5
95

6 Peralatan Kantor 6
7 Lain-lain 8
8 PPN dan PPH 16

D. Waktu Pelaksanaan Studi

Jangka waktu pelaksanaan studi direncanakan selama 4 bulan kalender. Jadwal

waktu pelaksanaan studi secara rinci tertera dibawah ini :

Tabel 13. Waktu Pelaksana Studi


96

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Panduan Pelingkupan dalam AMDAL. Https://www.academia.edu/2


4410961/Panduan_Pelingkupan_Dalam_AMDAL. Diakses Pada Tanggal 06
Oktober 2019 Pukul 19.11 WIB.

Anonim. 2011. Proses Pelingkupan AMDAL Analisis. Http://epzna.


blogspot.com/2011/03/proses-pelingkupan-amdal-analisis.html. Diakses Pada
Tanggal 06 Oktober 2019 Pukul 19.35 WIB.

Anonim. 2019. Identifikasi Dampak Potensial dan Dampak Penting Hipotetik.


Http://www.slideshare.net/christiansolas50/identifikasi-dampak-potensial-dan-
dampak-penting-hipotetik-55193373. Diakses Pada Tanggal 07 Oktober 2019
Pukul 20.05 WIB.

Bintarto dan Surastopo, H. 1984. Metode Analisis Geografi. LP3ES. Jakarta.

Hien, P.G., Oanh, L.T.K., Viet, N.T., and Lettinga, G. 1999. Closed Wastewater
System in the Tapioca in Vietnam. Journal of Water Sciences Technology. 38:
89-96.

Higa, T. 2000. Effective Microorganisms: A Biotechnology for Mankind. Department


of Agriculture. USA.

Jose, C., Abdullah, C., Anggraini, Y., dan Bahri, S. 2000. Peningkatan Nutrisi
Limbah Pada Institusi Pendidikan, Sanitasi, dan Kesehatan Lingkungan.
Pusdiknakes Depkes RI. Jakarta.
97

Mantra, I.B. 2003. Demografi Umum Edisi Kedua. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta.


Bandung.

Tanticharoen, M. and Bhumiratanatries, S. 1995. Wastewater Treatment in Agro-


industry: a Case Study in Thailand. Waste Treatment Plans Journal. John Wiley
and Sons.

Anda mungkin juga menyukai