Anda di halaman 1dari 45

USULAN PENELITIAN PROPOSAL SKRIPSI

IMPLEMENTASI METODE CONVOLUTIONAL NEURAL


NETWORK UNTUK KLASIFIKASI JENIS SAMPAH
(Studi Kasus : Tepi Laut - Tanjungpinang)

HALAMAN JUDUL

Skripsi

Untuk memenuhi syarat memperoleh Derajat


Sarjana Teknik (S. T.)

Oleh:
Rohmando Purba
NIM 170155201044

JURUSAN INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2023

i
HALAMAN PERSETUJUAN

ii
LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL SKRIPSI

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. vi
1. Latar Belakang..................................................................................................... 1
2. Rumusan Masalah ............................................................................................... 4
3. Batasan Masalah .................................................................................................. 4
4. Tujuan Penelitian................................................................................................. 4
5. Manfaat Penelitian ............................................................................................... 4
6. Keaslian Penelitian .............................................................................................. 5
7. Tinjauan Pustaka ................................................................................................. 7
8. Landasan Teori .................................................................................................... 8
8.1. Sampah ........................................................................................................... 8
8.2. Citra Digital ................................................................................................. 10
8.3. Artificial Neural Network ............................................................................. 10
8.4. Deep Learning .............................................................................................. 11
8.5. Convolutional Neural Network .................................................................... 16
8.6. Google Colabs .............................................................................................. 23
9. Metode Penelitian .............................................................................................. 24
9.1. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................... 24
9.2. Alat dan Bahan Penelitian ............................................................................ 24
9.3. Prosedur Penelitian ....................................................................................... 24
9.4. Rancangan Convolutional Neural Network (CNN) ..................................... 27
9.4.1. Convolutional Neural Network ............................................................. 30
9.4.2. Max Pooling .......................................................................................... 31
9.4.3. Flatten ................................................................................................... 32
9.4.4. Fully Connected Layer .......................................................................... 32
9.4.5. Softmax .................................................................................................. 34

iv
9.5. Rancangan Pengujian ................................................................................... 35
10. Jadwal Penelitian ........................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 37

v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Jaringan Syaraf Biologis ......................................................................... vii
Gambar 2. Perceptron Model.................................................................................... 13
Gambar 3. Relu ......................................................................................................... 14
Gambar 4. Visualisasi Dropout ................................................................................ 15
Gambar 5. Arsitektur CNN....................................................................................... 17
Gambar 6. Pooling Layer ......................................................................................... 20
Gambar 7. Google Colab .......................................................................................... 23
Gambar 8. Diagram Alir Penelitian .......................................................................... 27
Gambar 9. Diagram Alir Rancangan CNN ............................................................... 28
Gambar 10. Full gambar input.................................. Error! Bookmark not defined.

vi
DAFTAR TABEL

Table 1. Perbandingan dengan penelitian sebelumnya................................................. 5


Table 2. Confusion Matrix ......................................................................................... 22
Table 3. Jadwal Penelitian .......................................................................................... 35

vii
IMPLEMENTASI METODE CONVOLUTIONAL NEURAL NETWORK UNTUK
KLASIFIKASI JENIS SAMPAH
(Studi Kasus : Tepi Laut - Tanjungpinang)

1. Latar Belakang
Meningkatnya jumlah sampah di dunia menjadi masalah serius yang memerlukan
penanganan yang efektif dan efisien. Pemilahan dan pengelolaan sampah yang baik
sangat penting untuk menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan, serta untuk
mengurangi dampak negatif yang dihasilkan oleh sampah terhadap kehidupan manusia
dan alam. Salah satu tantangan dalam pengelolaan sampah adalah minimnya
pengetahuan masyarakat tentang jenis sampah dan cara membuangnya dengan benar.
Pentingnya pengetahuan masyarakat tentang jenis sampah sangat penting karena
dapat membantu dalam proses pemilahan sampah. Ketika masyarakat mengetahui jenis
sampah yang berbeda dan bagaimana membuangnya dengan benar, mereka dapat
membantu dalam memisahkan sampah di rumah dan di lingkungan sekitar. Hal ini
dapat mempermudah proses pengelolaan sampah oleh pihak berwenang dan
mengurangi biaya yang diperlukan untuk memilah sampah secara manual. Salah satu
sampah yang tidak diurai adalah sampah plastik.
Benda yang berbahan plastik sangat sulit terurai di alam sehingga menjadikannya
penyumbang limbah/sampah terbesar yang dapat menyebabkan rusaknya
keseimbangan alam Asia & Arifin (2017). Menurut Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan (KLHK) jumlah rata-rata produksi sampah di Indonesia mencapai
175.000 ton per hari atau setara dengan 64 juta ton per tahun Taufiqurrahman (2019).
Sampah dapat dikategorikan menjadi sampah organik dan sampah anorganik Y. U .
Indonesia (2008). Sampah organik adalah sampah yang berasal dari bahan-bahan
hayati yang dapat di di degradasi oleh microba seperti sisa dapur dan makanan,
sedangkan sampah anorganik merupakan kategori sampah yang dihasilkan dari proses
teknologi seperti logam, plastik, kaleng, baterai, dan sebagainya. Sampah yang
tercampur dapat mempengaruhi nilai dan mengurangi kualitas sampah anorganik

1
Alkautsar, dkk (2020). Hal itu disebabkan sampah yang seharusnya bisa didaur ulang
menjadi tidak bisa di daur ulang.
Sampah jenis plastik membutuhkan waktu sekitar 10 – 20 tahun agar dapat terurai.
Penanganan sampah anorganik akan menjadi lebih rumit dari pada menangani sampah
organik yang dapat terurai secara biologi dengan cepat. Sampah anorganik dapat
mengakibatkan berbagai macam kerugian khusus nya pada lingkungan pada pesisir laut
khususnya tepi laut Kota Tanjungpinang yang dapat berdampak pada sektor ekonomi
dan pariwisata, mengganggu kehidupan biota laut dan ekosistem pesisir dan kesehatan
masyarakat.
Untuk menekan dampak negatif sampah anorganik pengolahan sampah dapat
dilakukan dengan cara daur ulang Ridwan, dkk.(2016). Daur ulang merupakan proses
untuk menjadikan atau mengubah bahan bekas menjadi bahan baru, dengan tujuan
mengubah sampah yang sebenarnya menjadi sesuatu yang berguna (CHAIR ,
2018).Tetapi untuk melakukan daur ulang pada sampah anorganik perlu dilakukan
pengelompokan sampah sesuai dengan jenisnya. Sebagai contoh sampah berbahan
kaca harus di kelompokkan ke sampah yang berbahan kaca juga. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut pemerintah Tanjungpinang sudah menyediakan tempat sampah
dengan jenisnya masing-masing. Pengelolaan sampah dengan cara tersebut
memberikan upaya untuk mengurangi pembuangan sampah ke tempat yang bukan
kategorinya. Sayangnya dalam praktek dilapangan khususnya di tepi laut
Tanjungpinang, walaupun sudah disediakan tempat sampah yang sudah dikategorikan
organik maupun berbagai jenis tempat sampah anorganik masih banyak masyarakat
yang belum mengoptimalkannya dimana masih banyak terdapat tempat sampah dengan
sampah organik dan anorganik di campur/digabungkan.
Berlandaskan permasalahan yang sudah dijabarkan, maka diperlukan suatu sistem
yang efektif dengan memanfaatkan teknologi untuk membantu masyarakat dalam
pembuangan sampah ke kategori tempat sampah yang tepat. Salah satu upaya yang
dilakukan peneliti adalah dengan merancang sebuah model yang mampu
mengklasifikasi sampah organik dan berbagai jenis sampah anorganik. Convolutional

2
Neural Network (CNN) adalah salah satu dari berbagai algoritma Deep Learning yang
bisa digunakan untuk mengenali, mendeteksi, mengklasifikasikan sebuah citra digital.
Deep Learning merupakan salah satu sub bidang dari Mechine Learning. Pada
dasarnya Deep Learning adalah implementasi konsep dasar dari Mechine Learning
yang menerapkan algoritma Artificiall Neural Network dengan lapisan yang lebih
banyak. Beberapa tahun terakhir Deep Learning telah menunjukan performa yang luar
biasa. Hal ini sebagain besar dipengaruhi faktor komputasi yang lebih kuat, data setang
besar dan teknik untuk melatih jaringan yang lebih dalam (Goodfellow, Bengio, Y, dan
Courville, A., 2016). Pada penelitian sebelumnya, terdapat penelitian yang berkaitan
tentang perancangan sistem yang membahas tentang teknologi dalam klasifikasi
sampah, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Ramadhani,et al.(2021)
penelitian ini dilakukan optimasi penggunaan metode CNN untuk mendapatkan hasil
yang akurat dalam mengidentifikasi jenis sampah. Pada penelitian ini tidak
membahas atau tidak melakukan klasifikasi pada jenis-jenis sampah non-organik
melainkan hanya kategori organik dan non-organik. Penelitian ini melakukan optimasi
dilakukan dengan cara menambah beberapa hyperparameterpada arsitektur CNN.
Hasil akurasi yang didapatkan setelah menambahkan hyperparameter adalah sebesar
91,2%. Sedangkan apabila tidak menggunakan hyperparameternilai akurasi hanya
sebesar 67,6%. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Stephen, dkk. (2019)
Penelitian ini akan melakukan pemilahan antar sampah organik dan anorganik saja dan
tidak melakukan pemilihan pada jenis-jenis sampah anorganik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa model CNN yang paling baik adalah Resnet 50. Nilai akurasi
yang didapatkan dari tahap training sebesar 78% dan 90%. Sedangkan nilai akurasi dari
tahap validation adalah 74% dan 80%.
Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini akan menginplementasikan metode
Convolutional Neural Network (CNN) untuk membuat sistem yang dapat
mengklasifikasikan jenis sampah organik dan anorganik. Penelitian ini akan
menggunakan dataset yang akan dibuat sendiri oleh peneliti yaitu dengan mengambil
sampel gambar masing kategori sampah. Pembeda penelitian ini dengan penelitian

3
terdahulu yang berkaitan adalah pada penelitian ini akan melakukan klasifikasi sampah
organik dan anorganik, dimana sampah anorganik akan diklasifikasi lagi menjadi 5
kategori yaitu sampah organik, kertas, kaca, plastik, dan metal. Sedangkan pada
penelitian terdahulu hanya melakukan klasifikasi pada sampah organik dan anorganik
saja, atau tidak melakukan klasifikasi lebih lanjut pada jenis-jenis sampah anorganik
seperti sampah kaca, kertas, plastik, dan metal.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, maka rumusan masalah yaitu
bagaimana menggunakan metode Convolutional Neural Network (CNN) dalam
klasifikasi jenis sampah.

3. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data yang digunakan adalah gambar sampah jenis organik, kaca, baterai, plastik,
dan metal.
2. Output penelitian ini adalah melakukan klasifikasi 5 jenis sampah.
3. Metode yang digunakan yaitu Convolutional Neural Network (CNN)

4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengimplementasikan metode convolutional


neural network (CNN) untuk dapat mengklasifikasi 5 jenis sampah

5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diberikan dalam penelitian ini adalah :
1. Memberikan pengetahuan mengenai implementasi Convolutional Neural
Network (CNN) untuk klasifikasi 5 jenis sampah di Tanjungpinang.
2. Membantu penelitian lain dan masyarakat dalam mengenali jenis jenis sampah.
3. Mempermudah masyarakat untuk membuang sampah sesuai jenisnya.

4
6. Keaslian Penelitian
Terdapat perbedaan dari penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Rasidi et al (2022) penelitian ini bertujuan untuk merancang model deep learning untuk
melakukan klasifikasi sampah organik dan anorganik menggunakan metode
Convolutional Neural Network (CNN). Dalam perancangan model penelitian ini
menggunakan dataset waste classification Data, dataset tersebut diperoleh dari situs
website kaggle. Data yang di analisa pada penelitian hanya 2 (dua) data yaitu data
sampah organik dan sampah anorganik. Sedangkan pada penelitian yang akan
dilakukan adalah untuk mengimplementasikan metode Convolutional Neural Network
(CNN) dalam klasifikasi 5 jenis sampah yaitu sampah organik, sampah kertas, sampah
plastik, sampah kaca, dan sampah metal. Kemudian dataset yang akan digunakan
diambil langsung dari Tepi Laut (TPL) Tanjungpinang. Jumlah dataset yang digunakan
pada penelitian ini sebanyak 1000 gambar, dengan jumlah data pada setiap jenis
sampah adalah sebanyak 200 gambar.

Table 1. Perbandingan dengan penelitian sebelumnya

Perbandingan Penelitian Penelitian Rasidi et al Penelitian yang akan


(2022) diteliti
Metode Convolutional Neural Convolutional Neural
Network (CNN) Network (CNN)
Studi kasus Untuk keperluan umum Tepi Laut Tanjungpinang
Dataset Dataset bersumber dari Dataset pada penelitian
kaggle dan hanya ada dua ini diambil secara
kelas yaitu sampah langsung dari Tepi Laut
organik dan sampah (TPL) Tanjungpinang.
anorganik Pada penelitian akan
melakukan klasifikasi
untuk 5 kelas yaitu
sampah organik, sampah

5
kertas, sampah plastik,
sampah kaca, dan sampah
metal
Gambar Dataset

6
7. Tinjauan Pustaka

Terdapat beberapa penelitian yang dijadikan referensi dalam pembuatan penelitian


ini, yaitu :

Dalam penelitian yang berjudul “A Computer Vision System to Localize and


Classify Waste on the Streets” dibahas penggunaan computer vision untuk
pengkategorian sampah. Penelitian ini menggunakan algoritma CNN dengan model
GoogleNet atau Inception, dan melakukan localization sehingga tipe CNN yang
digunakan adalah R-CNN. Penelitian ini mengembangkan model dengan
menggabungkan OverFeat model dengan GoogleNet. Sampah dikategorikan menjadi
5, yaitu sampah kemasan minuman dan makanan, sampah rokok, daun, kertas, dan sisa
makanan. Penelitian ini mampu menghasilkan lebih dari satu output dari satu gambar
uji coba dan merupakan salah satu penelitian yang membahas pengkategorian sampah
menggunakan computer vision Rad et al (2019).
Dalam penelitian yang berjudul "Intelligent Waste Separator" yang dilakukan oleh
Aragón et al (2015), dilakukan penelitian mengenai penggunaan computer vision untuk
memisahkan sampah. Tempat pemisah sampah ini menggunakan sistem reward
berbasis kartu RFID dan dapat memisahkan sampah kaleng, botol plastik, dan alat
makan plastik. Algoritma yang digunakan dalam klasifikasi gambar adalah k-NN.
Untuk mengekstrak fitur dari gambar biner dan menghitung jarak metrik, dilakukan
perhitungan Hu's Invariant Moments (HIM). Pada uji coba menggunakan 20 sampel,
algoritma ini menghasilkan akurasi sebesar 98,33%.
Penelitian yang dilakukan oleh Stephen et al (2019) Dalam penelitian ini, akan
dilakukan analisis tentang model algoritma CNN yang cocok untuk melakukan
pemilahan sampah secara maksimal. Model yang digunakan adalah Mobilnet V1,
VGG16, Inception V3 dan Resnet 50. Kesimpulan pada penelitia ini adalah Secara
performa, Resnet 50 merupakan pilihan terbaik yang tersedia. Metode kedua
menggunakan model VGG 16 juga memungkinkan. Jika dilihat dari segi waktu, jumlah

7
epoch, dan parameter, Resnet 50 masih menunjukkan performa yang lebih baik
dibandingkan dengan VGG 16. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil yang optimal
disarankan untuk menggunakan model Resnet 50.
Penelitian yang dilakukan oleh Leonardo (2020) penelitian ini berjudul Klasifikasi
Sampah Daur Ulng Menggunakan Support Vector Machine dengn Fitur Local Binary
Pattern. Hasil pengujian menggunakan fold 5 sampai fold 10, diperoleh hasil bahwa
kernel polynomial memiliki nilai akurasi tertinggi dengan rata-rata 87,82%. Sedangkan
untuk klasifikasi SVM dengan kernel linear, polynomial, dan gaussian, diperoleh hasil
bahwa untuk jenis sampah cardboard memiliki nilai akurasi terbaik sebesar 96,01%.
Untuk jenis sampah glass, nilai akurasi terbaik diperoleh sebesar 90,62%. Sedangkan
untuk jenis sampah metal, nilai akurasi terbaik diperoleh sebesar 89,72%. Untuk jenis
sampah paper, nilai akurasi tertinggi diperoleh sebesar 96,01%. Dan untuk jenis
sampah plastic, diperoleh nilai akurasi tertinggi sebesar 87,64%.

8. Landasan Teori
8.1. Sampah
Sampah merupakan material yang tidak diinginkan atau tidak terpakai lagi yang
dihasilkan dari aktivitas manusia, baik itu dari rumah tangga, industri, maupun
komersial, Produksi sampah semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah
penduduk dan gaya konsumsi masyarakat yang terus bertambah Adedeji (2019).
pengelolaaan sampah yang tidak baik dan benar dapat menimbulkan dampak negatif
pada lingkungan dan kesehatan manusia. Oleh karena itu, pengelolaan sampah uang
baik dan benar sangat penting dilakukan.
Sampah dapat dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan karakteristiknya.
Beberapa jenis sampah yang umumnya dihasilkan oleh masyarakat adalah sampah
organik, sampah kertas, sampah metal, sampah plastik, dan sampah kaca. Berikut
penjelasan jenis-jenis sampah.

a. Sampah Organik

8
Sampah organik merupakan jenis sampah yang berasal dari bahan-bahan organik
seperti sisa makanan, daun, ranting, dan lain sebagainya. Sampah organik dapat
terurai secara alami oleh bakteri dan microorganisme, sehingga cocok untuk
digunakan sebagai bahan kompos atau pupuk organik. Pengelolaan sampah organik
yang baik dan benar dapat dilakukan dengan cara memisahkan sampah organik dari
sampah yang lainnya seperti sampah plastik dan sampah kertas sebelum dibuang.
Selain itu pengelolaan sampah organik juga dapat dilakukan dengan cara mendaur
ulang menjadi pupuk organik.
b. Sampah Kertas
Sampah kertas adalah sampah yang berasal dari bahan kertas seperti kertas bekas,
koran, majalah, dan lain segainya. Penggunaan kertas yang semakin banyak dalam
kehidupan sehari-hari mengakibatkan banyaknya sampah kertas yang dihasilkan.
Pengelolaan sampah kertas yang baik dan benar dapat dilakukan dengan cara
mendaur ulang sampah kertas menjadi kertas yang baru. Proses daur ulang sampah
kertas dimulai dengan mengumpulkan sampah kertas, lalu mengolahnya menjadi
serat kertas melalui proses pencacahan dan pemutihan. Kemudian serat kertas dapat
dicetak menjadi berbagai produk kertas seperti kertas tulis, buku tulis, buku catatan
dan lain sebagainya.
c. Sampah Metal
Sampah metal adalah sampah yang berasal dari logam seperti besi, aluminium, dan
tembaga. Sampah metal dapat berasal dari limbah konstruksi, barang elektronik dan
lain sebagainya. Pengelolaan sampah yang baik dan benar sangat peting dilakukan
karena apabila dibuang sembarangan dapat menimbulkan masalah lingkungan dan
kesehatan.
d. Sampah Plastik
Sampah plastik merupakan jenis sampah yang berasal dari bahan plastik.
Penggunaan plastik yang semakin banyak dalam kehidupan sehari-hari mengkibatkan
banyaknya sampah plastik yang disahilkan. Sampah plastik yang dibuang
sembarangan dapat menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan manusia.

9
e. Sampah Kaca
Sampah merupakan jenis sampah yang berasal dari bahan kaca seperti botol
minuman, pecahan kaca, dan lain sebagainya. Sampah kaca yang dibuang
sembarangan dapat menimbulkan bahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia
karena kaca dapat menimbulkan luka dan cedera jika tidak ditangani dengan benar.

8.2. Citra Digital

Menurut iriyanto & Zaini (2014) citra digital a[m,n] dapat dijelaskan sebagai
ruang diskrit 2D yang berasal dari sebuah citra analog a (x, y) menjadi citra kontinu
2D melalui proses sampling yang sering disebut sebagai digitalisasi. Citra digital yang
direpresentasikan dalam bentuk digital, terdiri dari piksel atau titik warna yang disusun
dalam grid atau matriks. Setiap piksel pada citra digital memiliki informasi tentang
intensitas warna atau kecerahan dari suatu area pada gambar. Teknologi citra digital
memungkinkan pengolahan, analisis, dan pemrosesan gambar secara komputerisasi,
sehingga memungkinkan dilakukannya berbagai macam aplikasi seperti pengenalan
pola, deteksi objek, dan klasifikasi gambar.

8.3. Artificial Neural Network


Artificial Neural Network atau sering disebut Neural Network merupakan suatu
model komputasi yang terinspirasi dari cara kerja otak manusia. Konsep
Perceptron yang digunakan dalam model ini mirip dengan neuron biologis yang
dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Model ini merupakan sebuah simulasi sederhana dari otak biologis yang dapat
digunakan untuk menyelesaikan tugas-tugas seperti prediksi. Kemampuan

10
prediktif dari jaringan syaraf buatan berasal dari struktur berlapis-lapis yang
dimilikinya (Brownlee, 2016).

Gambar 1. Jaringan Syaraf Biologis

Pada Artificial Neural Network (ANN), neuron-neuron dikelompokkan dalam


lapisan-lapisan yang telah dijelaskan sebelumnya. Terdapat dua jenis struktur ANN
berdasarkan jumlah layer tersembunyi (hidden layer) yang digunakan, yaitu jaringan
lapis tunggal (single layer network) dan jaringan lapis jamak (multilayer network).
Pada jaringan lapis tunggal, terdapat satu lapisan bobot yang saling terhubung,
sehingga informasi yang masuk langsung diproses menjadi sinyal keluaran tanpa
melalui layer tersembunyi terlebih dahulu. Sementara itu, pada jaringan lapis jamak,
terdapat lebih dari satu layer tersembunyi yang terletak antara layer input dan layer
output, dengan menggunakan fungsi aktivasi nonlinear yang dapat menyelesaikan
berbagai jenis masalah yang lebih kompleks.

8.4. Deep Learning

Deep learning adalah suatu teknik pembelajaran mesin yang memungkinkan


model komputasi dengan banyak lapisan pemrosesan untuk mempelajari representasi
data dengan berbagai tingkat abstraksi. Teknik ini digunakan untuk menemukan
struktur rumit dalam kumpulan data besar dengan menggunakan algoritma
backpropagation. Algoritma ini mengajarkan mesin untuk mengubah parameter

11
internal yang digunakan untuk menghitung representasi di setiap lapisan dari
representasi di lapisan sebelumnya LeCun et al. (2015), Deep Learning terdiri atas:

a. Neural Network

McCulloch & Pitts (1990) pertama kali menggunakan istilah "neural networks"
dalam percobaan mereka untuk menemukan representasi matematis dari pemrosesan
informasi dalam sistem biologis. Neural networks terdiri dari jaringan simpul yang
meniru struktur neuron otak makhluk hidup. Setiap simpul menghitung jumlah nilai
bobot dari masukan dan memprosesnya pada lapisan tersembunyi, lalu mengeluarkan
hasil dari fungsi pengaktifan dengan nilai bobot. Seiring dengan perkembangannya,
arsitektur neural networks semakin kompleks, mulai dari jaringan saraf single-layer
yang hanya memiliki lapisan input dan output. Dengan menambahkan lapisan
tersembunyi pada jaringan saraf single-layer, maka jaringan saraf tersebut akan
berkembang menjadi jaringan saraf multi-layer. Oleh karena itu, jaringan saraf multi-
layer memiliki tiga lapisan, yaitu lapisan input, lapisan tersembunyi, dan lapisan
output Kim (2017).
Untuk mendapatkan nilai neuron tujuan (y), nilai yang terdapat pada neuron (x)
akan dihitung dengan bobot (w) dan ditambah dengan bias (b), kemudian diaktivasi
menggunakan fungsi (g) untuk menentukan nilai neuron selanjutnya (y). Rumusnya
dapat dilihat dari persamaan berikut 2.1 berikut.
𝑛

𝑦 = 𝑔 ∑ 𝑥𝑖 𝑤𝑖 + 𝑏 (2.1)
𝑖=1

Keterangan :
w = bobot
x = input
b = bias

12
Hal diatas juga dapat dinotasikan sebagai berikut :

Gambar 2. Perceptron Model


b. Fungsi Aktivasi

Fungsi aktivasi merupakan sebuah fungsi yang berguna untuk menentukan aktif
atau tidaknya neuron didalam sebuah neural network.

1. Softmax

Fungsi Softmax merupakan suatu fungsi matematis yang sering digunakan dalam
bidang pembelajaran mesin. Fungsi ini memiliki kemampuan untuk mengubah vektor
asli D-dimensi dengan nilai riil menjadi vektor probabilitas D-dimensi dengan nilai
riil dengan rentang 0 dan 1 apabila dijumlahkan hasilnya 1. Fungsi Softmax sering
digunakan dalam regresi logistik, jaringan saraf tiruan, dan pembelajaran penguatan.
Fungsi ini dapat menghitung nilai probabilitas untuk semua label dengan
menggunakan persamaan (2.2). Pada persamaan ini, nilai probabilitas (S) untuk kelas
ke (y) dihitung dari neuron pada layer klasifikasi terakhir yang berupa angka
eksponensial (e) yang dibagi dengan jumlah nilai eksponensial tersebut. Dalam proses
ini, vektor nilai riil diubah menjadi vektor dengan nilai probabilitas di antara 0 dan 1.
Jika semua nilai probabilitas dijumlahkan, maka akan menghasilkan nilai satu Zhang
et al (2018).

𝑒 𝑦𝑖 (2.2)
𝑆(𝑦𝑖 ) = 𝑦
∑𝑗 𝑒 𝑗

13
Keterangan :

𝑦𝑖 = input ke-i dari vektor input yang diberikan

e = adalah konstanta Euler (2.71828...)


∑𝑗 𝑒 𝑦𝑗 = jumlah dari eksponensial dari semua input pada vektor input yang diberikan.

2. Rectified Linear Unit (ReLU)

Fungsi aktivasi ReLU (Rectified Linear Unit) berperan dalam mengubah nilai
pixel dengan melakukan thresholding pada nilai nol (Ilahiyah & Nilogiri, 2018).
Dalam fungsi ini, nilai output yang positif akan tetap sama dengan inputnya,
sedangkan jika nilai output negatif, maka nilainya akan diubah menjadi nol
(Nurhikmat, 2018).

Berikut garfik nilai dari aktivasi ReLU ditampilkan pada gambar xx dan
persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut.

𝑓 (𝑥) = max(𝑥, 0) (2.3)

Gambar 3. Relu

14
c. Dropout

Teknik dropout merupakan salah satu metode regularisasi dalam jaringan saraf
tiruan yang bertujuan untuk mengurangi overfitting dan meningkatkan kemampuan
model dalam melakukan generalisasi. Hal ini dilakukan dengan menonaktifkan secara
acak sebagian neuron pada setiap iterasi pelatihan, sehingga dapat mencegah
terjadinya ketergantungan yang berlebihan antara neuron yang ada di dalam jaringan
saraf. Proses pelatihan yang menggunakan dropout dapat meningkatkan akurasi dan
stabilitas model dengan mengurangi overfitting pada data pelatihan. Berikut
visualisasi dropout.

Gambar 4. Visualisasi Dropout

d. Algoritma Backpropagation

Neural network adalah sebuah model komputasi yang meniru sistem syaraf
manusia dan memerlukan proses pembelajaran untuk menentukan bobot yang tepat
untuk setiap input. Backpropagation merupakan salah satu algoritma pembelajaran
pada neural network yang digunakan untuk memperbarui bobot yang terhubung dengan
neuron pada hidden layers. Algoritma ini menggunakan error untuk memperbarui nilai
bobot dalam arah mundur setelah melakukan tahap perhitungan maju. Pelatihan
backpropagation terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap perhitungan maju, tahap
perhitungan mundur, dan tahap modifikasi bobot. Tahap perhitungan maju menghitung
nilai dari input layer sampai output layer dengan menggunakan fungsi aktivasi. Tahap
perhitungan mundur menghitung selisih antara output jaringan dengan target yang

15
diinginkan dan mempropagasi kesalahan mundur melalui setiap garis yang terhubung
dengan unit pada layer output. Kemudian tahap yang ketiga adalah tahap yang akan
memodifikasi bobot untuk menurunkan tingkat kesalahan yang terjadi Jumarwanto
(2009).

8.5. Convolutional Neural Network

Metode Convolutional Neural Network (CNN) merupakan suatu teknik deep


learning yang merupakan pengembangan dari Multilayer Perceptron (MLP). Meskipun
MLP dapat digunakan untuk melakukan klasifikasi citra, namun tidak dapat
mempertahankan informasi spasial dari citra tersebut. Konsep CNN pertama kali
diperkenalkan oleh Henderson et al. (1989) untuk mengklasifikasi digit dengan
menggunakan satu lapisan konvolusi. Pada tahun 2012, Alexnet mempopulerkan CNN
dengan menggunakan beberapa lapisan konvolusi pada dataset imagenet, sehingga
CNN menjadi pilihan yang sangat efektif untuk klasifikasi gambar. Pada pengenalan
citra, CNN menghasilkan performa yang signifikan, karena CNN dirancang untuk
meniru sistem pengenalan citra pada visual cortex manusia, sehingga memungkinkan
untuk mengolah informasi citra secara efisien dan akurat Yudhana et al (2020).

Arsitektur CNN terdiri dari beberapa lapisan, dimulai dengan lapisan


konvolusional yang mengekstraksi fitur dari citra gambar, kemudian dilanjutkan
dengan lapisan pooling yang mengurangi dimensi dan mengurangi waktu komputasi.
Struktur ini dilengkapi dengan lapisan pengklasifikasi softmax untuk melakukan proses
klasifikasi. Konsep ini memungkinkan arsitektur CNN untuk mencapai regularisasi
yang baik secara otomatis. Fitur yang telah diekstraksi kemudian diserahkan ke lapisan
pengklasifikasi softmax untuk melakukan proses klasifikasi (You et al., 2017).

16
Gambar 5. Arsitektur CNN

Convolutional Neural Network (CNN) terdiri dari beberapa lapisan, yaitu lapisan
masukan (input layer), lapisan keluaran (output layer), dan beberapa lapisan
tersembunyi (hidden layers). Lapisan tersembunyi (hidden layer) biasanya terdiri dari
lapisan konvolusi (convolutional layers), lapisan pengurangan dimensi (pooling
layers), lapisan aktivasi ReLU (ReLU layer) serta lapisan terhubung penuh (fully
connected layers).

a. Convolutional Layer
Operasi konvolusi merupakan operasi perkalian 2 matrix yang kemudian
hasilnya dijumlahkan (Purwaningsih dkk. 2019). Convolutional digunakan untuk
mengekstrak fitur dari gambar, convolutional layer melakukan operasi konvolusi
antara filter dan gambar input untuk menghasilkan peta fitur (feature map). Filter
yang digunakan pada convolutional layer memiliki ukuran (width dan height) yang
lebih kecil dari ukuran gambar input. Filter ini bergerak secara horizontal dan vertikal
(disebut dengan stride) pada gambar input dan melakukan operasi perkalian dan
penjumlahan pada piksel-piksel yang bersinggungan dengan filter tersebut. Hasil
perkalian dan penjumlahan ini kemudian disimpan pada suatu lokasi tertentu pada
peta fitur (feature map). Filter tersebut bergerak pada seluruh gambar input,

17
menghasilkan peta fitur baru pada setiap pergerakan. Berikut rumus yang digunakan
untuk proses konvolusi.

s(t) = (𝑥 ∗ 𝑡)(𝑡) = ∑ 𝑥(𝑎) ∗ w(t − a) (2.3)


𝑎=−𝛼

Keterangan :
x = input
W = bobot (filter)
S(t) = Fungsi hasil

Terdapat dua komponen penting lainnya dalam convolutional layer yaitu :

1. Strides

Stride adalah ukuran pergeseran filter saat melakukan konvolusi pada gambar.
Jika nilai stride adalah 1, maka filter akan bergeser satu piksel ke arah horizontal dan
vertikal, sehingga proses konvolusi akan mencakup seluruh lebar dan kedalaman
gambar yang diberikan. Sementara itu, jika nilai stride adalah 2 maka lapisan
konvolusi akan memiliki ukuran setengah dari lebar dan tinggi gambar. Meskipun
begitu, arti dari konsep stride dalam pengolahan citra tetap sama, yaitu menentukan
seberapa jauh posisi filter akan bergeser saat melakukan operasi konvolusi pada
gambar. semakin kecil nilai stride yang digunakan dalam operasi konvolusi akan
menghasilkan informasi yang lebih detail dari citra masukan. Namun, penggunaan
stride yang kecil juga akan meningkatkan beban komputasi yang dibutuhkan
dibandingkan dengan penggunaan stride yang lebih besar Latupono (2018) .

2. Padding

Padding adalah teknik yang digunakan untuk menambahkan piksel di sekeliling


citra masukan sebelum dilakukan operasi konvolusi. Tujuan dari teknik ini adalah

18
untuk mempertahankan dimensi citra masukan agar tidak mengalami penyusutan saat
dilakukan operasi konvolusi.
Pada operasi konvolusi, filter atau kernel akan bergerak pada citra masukan untuk
mengekstraksi fitur-fitur penting. Setiap pergeseran filter akan mengurangi dimensi
citra masukan seiring dengan ukuran filter yang digunakan. Jika tidak menggunakan
padding, maka ukuran citra masukan akan semakin mengecil setiap kali operasi
konvolusi dilakukan, sehingga pada akhirnya ukuran citra masukan bisa sangat kecil.
Dengan menggunakan padding, piksel tambahan akan ditambahkan di sekeliling
citra masukan sebelum dilakukan operasi konvolusi. Padding dapat dilakukan dengan
menambahkan nilai piksel yang sama dengan nilai piksel pada batas citra atau nilai
piksel yang berbeda sesuai dengan kebutuhan. Sehingga, ukuran citra masukan akan
tetap sama dengan ukuran citra keluaran.
b. Pooling Layer
Pooling layer merupakan salah satu jenis layer yang sering digunakan dalam
Convolutional Neural Network (CNN) untuk melakukan downsampling atau
pengurangan ukuran citra masukan pada setiap layer. Menurut Elgendy et al (2020)
Tujuan dari penggunaan pooling layer pada Convolutional Neural Network (CNN)
adalah untuk melakukan downsampling pada peta fitur yang dihasilkan oleh layer
konvolusi, dengan tujuan untuk mengurangi kompleksitas komputasi dan jumlah
parameter yang digunakan pada model. Dengan melakukan operasi downsampling,
ukuran peta fitur dapat dikurangi sehingga jumlah parameter yang dibutuhkan juga
dapat berkurang, sehingga meningkatkan efisiensi komputasi pada model.
Pooling layer melakukan downsampling dengan cara mengambil nilai
maksimum atau rata-rata dari setiap jendela kecil atau kernel pada citra masukan.
Kernel ini memiliki ukuran yang lebih kecil daripada ukuran citra masukan dan
biasanya berukuran 2x2 atau 3x3. Setiap pergeseran kernel pada citra masukan akan
menghasilkan nilai pooling baru, yang kemudian digunakan sebagai masukan untuk
layer selanjutnya.

19
Terdapat dua jenis pooling layer yang sering digunakan pada CNN, yaitu max
pooling dan average pooling. Pada max pooling, nilai maksimum dari setiap kernel
diambil sebagai nilai pooling, sehingga hanya fitur penting dengan nilai yang tinggi
yang dipertahankan. Sedangkan pada average pooling, nilai rata-rata dari setiap
kernel diambil sebagai nilai pooling, sehingga setiap fitur pada citra masukan
mempengaruhi nilai pooling.

Gambar 6. Pooling Layer

c. Relu (Rectrified Linear Unit) Layer

Layer Rectified Linear Units (ReLU) pada Convolutional Neural Network (CNN)
berfungsi untuk meningkatkan sifat non-linearitas pada fungsi keputusan dan
meningkatkan performa keseluruhan jaringan, tanpa mempengaruhi bidang reseptif
pada layer konvolusi yang digunakan sebelumnya Suyanto (2018).

d. Flatten

Flatten merupakan layer yang digunakan untuk mengubah input yang berupa
tensor multidimensi menjadi input yang berupa vektor satu dimensi. Sebagai contoh,
pada sebuah gambar dengan dimensi 5x5x40, dilakukan proses flatten sebelum
dimasukkan ke dalam jaringan. Hal ini dilakukan agar gambar dapat diolah pada layer

20
fully connected. Setelah dilakukan flatten, gambar akan menjadi satu vektor dengan
dimensi (1,1000) Elgendy et al. (2020). Dalam hal ini, nilai 1000 merupakan hasil
perkalian dari dimensi 5x5x40. Dengan demikian, gambar yang semula berdimensi
tiga dapat diolah oleh layer fully connected sebagai input satu dimensi. Layer ini
sering digunakan sebagai layer terakhir pada CNN sebelum masukan dikirimkan ke
layer fully connected.

e. Fully Connected Layer

Fully Connected Layer merupakan layer dimana setiap neuron pada layer
tersebut terhubung dengan setiap neuron pada layer sebelumnya. Setelah proses
konvolusi dan pooling, hasil keluaran dilakukan flattening menjadi vektor satu
dimensi. Vektor ini kemudian dijadikan masukan pada fully connected layer untuk
memproses data pada level tinggi dan menghasilkan prediksi berdasarkan hasil
pembelajaran yang didapat pada layer konvolusi dan pooling sebelumnya. Proses
pada fully connected layer terdiri dari beberapa tahap, yaitu penghitungan dengan
matriks bobot dan bias, pengolahan dengan layer aktivasi, dan output yang menjadi
masukan pada layer berikutnya atau output akhir dari model. Fully connected layer
memungkinkan model untuk mempelajari hubungan yang kompleks antara fitur yang
dihasilkan oleh layer konvolusi dan pooling dan memberikan hasil akhir yang lebih
akurat pada tugas seperti klasifikasi atau regresi.

f. Confussin Matrix
Confusion Matrix adalah metode evaluasi performa klasifikasi yang
menunjukkan seberapa baik model dapat memprediksi kelas target. Matriks ini terdiri
dari empat variabel yaitu true positives (TP), true negative (TN), false positive (FP),
dan false negative (FN). True positive menunjukkan jumlah data positif yang benar
diprediksi oleh model, sedangkan true negative menunjukkan jumlah data negatif
yang benar diprediksi oleh model. False positive menunjukkan jumlah data negatif

21
yang salah diprediksi sebagai positif oleh model, sedangkan false negative
menunjukkan jumlah data positif yang salah diprediksi sebagai negatif oleh model.

Table 2. Confusion Matrix

Predict positif Predict Negative


Actual Positif True Positif False Negative
Actual Negative False Negatif True Negative

Berdasarkan tabel 2.1 dapat digunakan untuk mengukur performa sebuah model yaitu
akurasi, presisi, dan recall sebagai berikut.

1. Akurasi (Accuracy) adalah proporsi dari total data yang diprediksi dengan benar
oleh model. Akurasi dihitung dengan rumus:

𝑇𝑃 + 𝑇𝑁
𝐴𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙

2. Presisi (Precision) adalah proporsi dari data positif yang diprediksi benar oleh
model dibandingkan dengan total data yang diprediksi positif. Presisi dihitung
dengan rumus:
𝑇𝑃
𝑃𝑟𝑒𝑐𝑖𝑠𝑖𝑜𝑛 =
𝐹𝑝 + 𝑇𝑃

3. Recall (Sensitivity atau True Positive Rate) adalah proporsi dari data positif yang
diprediksi benar oleh model dibandingkan dengan total data positif yang
sebenarnya. Recall dihitung dengan rumus:
𝑇𝑃
𝑅𝑒𝑐𝑎𝑙𝑙 =
𝐹𝑁 + 𝑇𝑃

22
8.6. Google Colabs

Google Colab (atau Collaboratory) adalah platform yang disediakan oleh Google
untuk pengembangan dan pelatihan model machine learning dan deep learning secara
gratis. Platform ini memungkinkan pengguna untuk menjalankan kode Python di
lingkungan Jupyter Notebook berbasis cloud dan dilengkapi dengan akses ke GPU dan
TPU yang dapat digunakan untuk melatih model dengan kecepatan yang lebih tinggi.

Google Colab menyediakan berbagai pustaka dan framework machine learning


populer seperti TensorFlow, Keras, PyTorch, dan lainnya yang dapat diinstal dengan
mudah. Selain itu, Colab juga menyediakan integrasi dengan Google Drive sehingga
pengguna dapat menyimpan dan memuat data serta model dari Drive ke dalam Colab.

Gambar 7. Google Colab

23
9. Metode Penelitian
9.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan January hingga Maret 2023 dengan melakukan
proses pengambilan data di Tepi Laut Tanjungpinang dan pengujian data di
Laboratorium Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Maritim Raja Ali Haji,
Tanjungpinang.

9.2. Alat dan Bahan Penelitian

Penelitian ini memerlukan beberapa alat dan bahan. Alat-alat yang dibutuhkan
meliputi laptop, webcam logitech C270, dan handphone. Laptop digunakan untuk
pengambilan data, pembuatan, dan pengujian model CNN yang dibuat. Berikut adalah
spesifikasi dari laptop yang digunakan:

• Processor : Intel Core I7-6500U 2.50GHz (4 CPUs)


• VGA : NVIDIA GEF0RCE RTX 2080
• RAM : 8 GB
• Windows : 10

9.3. Prosedur Penelitian

Untuk menyelesaikan rumusan masalah penelitian mengenai klasifikasi data


gambar, dilakukan pencarian dan pemahaman referensi dari kajian terdahulu yang
relevan. Kajian literatur tersebut meliputi jurnal, website, artikel, dan buku referensi
lainnya yang berhubungan dengan penelitian yang sedang dibahas. Hal ini dilakukan
agar masalah penelitian dapat dipecahkan secara efektif.

Tahap berikutnya dalam penelitian ini adalah melakukan pengumpulan data.


Proses pengumpulan data meliputi mengambil sejumlah gambar dengan variasi jenis
bahan sampah dan waktu pengambilan yang berbeda. Jenis bahan sampah yang diambil

24
mencakup organik, plastik, kaca, metal, dan kertas, sedangkan waktu pengambilan
mencakup pagi, siang, sore, dan malam. Hal ini bertujuan untuk memperoleh lebih
banyak data gambar agar model dapat lebih baik dalam mengenali objek sampah.

Langkah yang dilakukan setelah pengumpulan data adalah membuat dataset yang
terdiri dari data training, validation, dan testing. Data training adalah data yang
digunakan oleh model CNN untuk belajar bersama data validation. Data validation
adalah sekelompok data yang digunakan untuk menguji kinerja model selama proses
training. Sementara itu, data testing adalah data yang akan diuji pada model.

Tahap berikutnya dalam penelitian ini adalah preprocessing data merujuk pada
proses awal dataset yang akan digunakan pada model, serta menetapkan beberapa
parameter yang dibutuhkan selama training model. Beberapa parameter yang akan
digunakan meliputi rescale, target size, batch size, dan class mode. Rescale digunakan
untuk mengubah skala nilai citra pada saat pelatihan. Target size berfungsi untuk
merubah ukuran dari semua input citra pada dataset agar ukurannya sama. Batch size
adalah jumlah sampel yang digunakan dalam satu epoch. Sedangkan, class mode
digunakan untuk memilih metode klasifikasi yang akan digunakan.

Tahap berikutnya yaitu membuat model CNN. Model CNN menggunakan 4


convoltion dan 4 pooling layer. Pada proses konvolusi terdapat beberapa parameter dan
aktivasi yang digunakan, seperti padding, stride, dan relu. Padding digunakan untuk
mengubah dimensi gambar dengan menambahkan pixel bernilai 0 pada setiap sisi
gambar. Stride mengacu pada jumlah pergeseran filter konvolusi terhadap matriks
input, dan digunakan untuk mengurangi ukuran output dari konvolusi. Aktivasi relu
digunakan untuk mengubah nilai negatif pada matriks hasil konvolusi menjadi 0.

Lapisan Pooling berperan dalam mengurangi dimensi spasial dari fitur konvolusi
agar sumber daya komputasi yang diperlukan untuk memproses data menjadi lebih
kecil. Hal ini dilakukan melalui teknik downsampling pada feature map, sehingga
jumlah parameter yang perlu diperbarui menjadi lebih sedikit dan mempercepat

25
komputasi. Selain itu, Pooling layer juga berfungsi untuk mengekstraksi fitur utama
yang memungkinkan pelatihan model menjadi lebih efektif. Terdapat dua jenis Pooling
layer, yaitu Max Pooling yang mengambil nilai maksimum dari area gambar yang
tercakup oleh kernel, serta Average Pooling yang mengambil nilai rata-rata dari area
gambar yang tercakup oleh kernel.

Klasifikasi adalah proses mengklasifikasikan gambar. Keluaran dari feature


learning digunakan sebagai input untuk klasifikasi untuk memprediksi gambar
berdasarkan labelnya. Proses klasifikasi terdiri dari flatten layer dan fully connected
layer. Flatten layer mengubah keluaran dari feature learning, yang masih berupa array
multidimensi, menjadi array satu dimensi untuk digunakan sebagai input untuk fully
connected layer. Fully connected layer terdiri dari neuron yang saling terhubung di
setiap lapisannya. Lapisan terakhir adalah lapisan output, yang memiliki jumlah node
yang sama dengan jumlah kelas dan memiliki fungsi aktivasi.

Langkah berikutnya adalah training model, di mana model akan belajar dari data
pelatihan dan validasi. Selama proses pelatihan, model akan menghasilkan akurasi dan
loss. Setelah mendapatkan akurasi dan loss, model akan diuji untuk mengukur
performanya. Jika performa model tidak memuaskan, maka perlu dilakukan perbaikan
pada model CNN.

Pengujian model dilakukan dengan menggunakan confusion matrix. Confusion


matrix digunakan untuk menguji performa model dengan merepresentasikan kelas
aktual dan prediksi pada data uji, yang merupakan data baru yang tidak digunakan
dalam pelatihan atau validasi model. Setelah menggunakan confusion matrix untuk
menguji model, langkah berikutnya adalah menguji setiap gambar pada data uji. Untuk
melakukan hal tersebut, 10 gambar data di uji dari setiap masing-masing gambar.
Semua prosedur penelitian dapat dilihat dalam diagram alir pada gambar 3.1.

26
Gambar 8. Diagram Alir Penelitian

9.4. Rancangan Convolutional Neural Network (CNN)


Umumnya, pembuatan model CNN melibatkan dua tahap utama, yaitu feature
learning dan classification. Feature learning merupakan proses pembelajaran fitur
yang penting untuk pengenalan citra, sedangkan classification berperan dalam
mengidentifikasi data dan menetapkan kelas pada hasil feature learning. Pada Gambar
16, terdapat diagram alir dari CNN yang akan dibangun.

27
Gambar 9. Diagram Alir Rancangan CNN
Gambar 3.2 dalam perancangan penelitian ini menunjukkan bahwa input gambar
memiliki dimensi 180x180 dan 3 channel RGB. Proses konvolusi dilakukan untuk
mendapatkan fitur-fitur karakteristik pada gambar dan mengurangi dimensi gambar
melalui pooling layer. Konvolusi pertama menggunakan 32 filter, konvolusi kedua 64

28
filter, konvolusi ketiga 128 filter, dan konvolusi ke empat 256 filter. Ukuran kernel
yang digunakan 3x3 untuk mengekstraksi informasi pada gambar. Padding digunakan
pada setiap konvolusi untuk mendapatkan karakteristik di tepi input citra, dan aktivasi
relu digunakan pada setiap konvolusi. Setiap konvolusi dilanjutkan dengan max
pooling dengan ukuran 2x2 untuk memperkecil ukuran dari fitur konvolusi dan
mengurangi jumlah parameter.
Setelah feature learning, data diubah dari 2D menjadi 1D dengan flatten, yang
kemudian menjadi input pada fully connected layer. Hidden layer yang digunakan
sebanyak 2 layer dan output layer dengan aktivasi softmax untuk mengklasifikasikan
data dan softmax digunakan untuk klasifikasi multiclass. Untuk mengetahui lebih detail
bagaimana perhitungan manual pada setiap tahapan akan dilakukan contoh perhitungan
manual dan penjelasan setiap tahap dalam metode Convolutional Neural Network
(CNN).

Gambar 10. Full gambar input


Pada kasus ini kita akan menggunakan gambar diatas sebagai gambar input. Namun
karna ukuran gambar 3.3 terlalu besar dan akan menggunakan banyak kertas untuk
pengerjaannya sehingga pada contoh ini akan mengambil array 5x5 dari nilai red
Gambar 11. Full gambar input
gambar 3.3. berikut nilai dari value red yang buat dalam bentuk array 5x5 :
0.8 0.8 0.8 0.8 0.8

Gambar 12. Full gambar input


29
0.8 0.8 0.8 0.8 0.79
0.78 0.78 0.78 0.78 0.78
0.77 0.77 0.76 0.76 0.76
0.76 0.76 0.75 0.75 0.75

Kemudian filter yang digunakan pada contoh kali ini adalah filter dengan
ukuran 2x2 dan stride 1, berikut filter yang digunakan:
1 0
[ ]
1 1

9.4.1. Convolutional Neural Network


Untuk melakukan konvolusi, perlu menggeser filter konvolusi di seluruh gambar
input. Selama proses ini, akan dilakukan perkalian elemen antara filter konvolusi dan
sepotong gambar input yang sesuai. Kemudian, kita akan menjumlahkan hasil
perkalian tersebut dan menempatkannya pada posisi output yang sesuai. Pada operasi
elemen menggunakan rumus persamaan 2.3.
0,8 0,8 1 0 0,8 0
• Posisi pertama : [ ]∗ [ ]= [ ] = 1,6
0,8 0,8 0 1 0 0,8
0,8 0,8 1 0 0,8 0
• Posisi kedua : [ ]∗ [ ]= [ ] = 1,6
0,8 0,8 0 1 0 0,8
0,8 0,8 1 0 0,8 0
• Posisi ketiga : [ ]∗ [ ]= [ ] = 1,6
0,8 0,8 0 1 0 0,8
0,8 0,8 1 0 0,8 0
• Posisi keempat : [ ]∗ [ ]= [ ] = 1,59
0,78 0,78 0 1 0 0,78
0,8 0,8 1 0 0,8 0
• Posisi Kelima : [ ]∗ [ ]= [ ] = 1,58
0,78 0,78 0 1 0 0,78
0,8 0,8 1 0 0,8 0
• Posisi Keenam : [ ]∗ [ ]= [ ] = 1,58
0,78 0,78 0 1 0 0,78
0,8 0,8 1 0 0,8 0
• Posisi Ketujuh : [ ]∗ [ ]= [ ] = 1,58
0,78 0,78 0 1 0 0,78
0,8 0,79 1 0 0,8 0
• Posisi Kedelapan : [ ]∗ [ ]= [ ] = 1,58
0,78 0,78 0 1 0 0,78

30
0,780,78 1 0 0,78 0
• Posisi Kesembilan : [ ]∗ [ ]= [ ] = 1,55
0,770,77 0 1 0 0,77
0,78 0,78 1 0 0,78 0
• Posisi Kesepuluh : [ ]∗ [ ]= [ ] = 1,54
0,77 0,76 0 1 0 0,76
0,78 0,78 1 0 0,78 0
• Posisi Kesebelas : [ ]∗ [ ]= [ ] = 1,54
0,76 0,76 0 1 0 0,76
0,78 0,78 1 0 0,78 0
• Posisi Kedua belas : [ ]∗ [ ]= [ ] = 1,54
0,76 0,76 0 1 0 0,76
0,77 0,77 1 0 0,77 0
• Posisi Ketiga belas : [ ]∗ [ ]= [ ] = 1,53
0,76 0,76 0 1 0 0,76
0,77 0,76 1 0 0,77 0
• Posisi Keempat Belas : [ ]∗ [ ]= [ ] = 1,52
0,76 0,75 0 1 0 0,75
0,76 0,76 1 0 0,76 0
• Posisi Kelima Belas : [ ]∗ [ ]= [ ] = 1,51
0,75 0,75 0 1 0 0,75
0,76 0,76 1 0 0,76 0
• Posisi Keenam Belas : [ ]∗ [ ]= [ ] = 1,51
0,75 0,75 0 1 0 0,75

Sehingga hasil yang didapatkan dari konvolusi layer dengan menggunakan input
gambar 5x5, padding 0, stride sebesar 1 dan filter(kernel) dengan ukurang 2x2 adalah
sebagai berikut.
1,6 1,6 1,6 1,59
1,58 1,58 1,58 1,58
[ ]
1,55 1,54 1,54 1,54
1,53 1,52 1,51 1,51

Kemudian output dari feature map akan digunakan sebagai data input tepatnya
pada Activation ReLU. ReLU digunakan untuk menghilanga data yang bernilai negatif.

9.4.2. Max Pooling


Setelah melalui tahap konvolusi, selanjutnya output layer yang dihasilkan proses
konvolusi akan dilanjutkan ke tahap max pooling. Max pooling merupakan teknik
untuk mengurangi dimensi yang paling umum dalam jaringan saraf konvolusi. Dalam
proses max pooling output akan dibagi-bagi menjadi bebearapa blok non-overlapping

31
(biasanya berukuran 2x2) dan kemudian mengambil nilai maximum atau paling tinggi.
berikut hasil max pooling dari contoh soal sebelumnya.

1,6 1,6 1,6 1,59


1,58 1,58 1,58 1,58
[ ]
1,55 1,54 1,54 1,54
1,53 1,52 1,51 1,51
Sehingga hasil dari gambar diatas adalah sebagai berikut:
1,6 1,6
[ ]
1,55 1,54
Output akhir dari proses max pooling adalah matriks 2x2 dengan nilai-nilai
maksimum dari setiap blok 2x2 pada output konvolusi setelah proses ReLU.
9.4.3. Flatten
Setelah proses max pooling, outputnya bisa di-flatten atau diratakan menjadi satu
dimensi. Hal ini memungkinkan kita untuk menggunakan output dari lapisan konvolusi
dan max pooling sebagai input untuk lapisan-lapisan berikutnya dalam arsitektur
jaringan saraf.
Untuk meratakan output, dapat dilakukan dengan menggabungkan setiap elemen
matriks output menjadi satu baris. Misalnya, untuk output max pooling sebelumnya:
1,6 1,6
[ ]
1,55 1,54
Sehingga hasil flatten outputnya adalah :
[1,6 1,6 1,55 1,54]
Kita bisa melihat bahwa output yang diratakan adalah satu dimensi dan terdiri dari
empat elemen. Setelah proses flatten, outputnya siap digunakan sebagai input untuk
lapisan berikutnya, ,misal lapisan fully connected (FC) dalam arsitektur jaringan saraf
konvolusi.

9.4.4. Fully Connected Layer

32
Setelah output dari proses flatten, selanjutnya adalah lapisan fully connected (FC)
atau lapisan yang seluruh neuronnya terhubung dengan seluruh neuron pada lapisan
sebelumnya. Lapisan FC pada arsitektur jaringan saraf konvolusi digunakan untuk
menggabungkan informasi dari lapisan-lapisan sebelumnya dan menghasilkan output
klasifikasi atau regresi.
Untuk mengilustrasikan cara kerja lapisan FC, mari gunakan contoh dengan input
flatten sebelumnya, yaitu:
[1,6 1,6 1,55 1,54]
Contohnya, jika terdapat lapisan FC dengan tiga neuron, perlu dihitung bobot
dan bias untuk setiap neuron agar menghasilkan keluaran yang tepat. Sebagai contoh,
bobot dan bias yang diperlukan untuk setiap neuron pada lapisan ini adalah sebagai
berikut:
neuron 1:
bobot: [0.1, 0.2, 0.3, 0.4]
bias: 0.5
neuron 2:
bobot: [0.4, 0.3, 0.2, 0.1]
bias: -0.2
neuron 3:
bobot: [-0.1, 0.1, -0.2, 0.2]
bias: 0.1

Maka output dari lapisan FC dapat dihitung menggunakan persamaan 2.1


berikut hasilnya:
neuron 1:
output = (1,6 x 0.1) + (1,6 x 0.2) + (1,55 x 0.3) + (1,54 x 0.4) + 0.5
= 2,1
neuron 2:

33
output = (1,6 x 0.4) + (1,6 x 0.3) + (1,55 x 0.2) + (1,54 x 0.1) + 0.2
= 1,8

neuron 3:
output = (1,6 x -0.1) + (1,6 x 0.1) + (1,55 x -0.2) + (1,54 x 0.2) + 0.1
= 0,9
Keluaran dari lapisan FC merupakan nilai dari setiap neuron pada lapisan tersebut,
yaitu 2,1 untuk neuron 1, 1,8 untuk neuron 2, dan 0,9 untuk neuron 3. Output ini dapat
dijadikan sebagai masukan untuk lapisan selanjutnya dalam arsitektur jaringan saraf
konvolusi, seperti lapisan aktivasi softmax yang bertujuan untuk menghasilkan output
klasifikasi.
9.4.5. Softmax
Lapisan aktivasi softmax pada jaringan saraf konvolusi digunakan untuk
menghasilkan probabilitas untuk setiap kelas pada output. Probabilitas ini digunakan
untuk memprediksi kelas pada gambar yang diinputkan ke dalam jaringan.
Sebagai contoh, apabila kita menggunakan output dari lapisan FC sebelumnya, seperti
yang telah disebutkan, yaitu:
[2,1 1,8 0,9]
Proses klasifikasi memerlukan aktivasi softmax untuk menghitung probabilitas
setiap kelas pada keluaran. Untuk mendapatkan probabilitas ini, keluaran harus
dimasukkan ke dalam fungsi eksponensial dan dibagi dengan jumlah dari seluruh nilai
eksponensial pada keluaran. Sebagai contoh, apabila terdapat tiga kelas, maka keluaran
dari lapisan aktivasi softmax dapat dihitung menggunakan persamaan seperti berikut:
probabilitas kelas 1 = e^2,1 / (e^2,1 + e^1,8 + e^0,9) ≈ 0,7592201865
probabilitas kelas 2 = e^1,8 / (e^2,1 + e^1,8 + e^0,9) ≈ 0,2120624511
probabilitas kelas 3 = e^0,9 / (e^2,1 + e^1,8 + e^0,9) ≈ 0,0287173624

34
Dalam kasus ini, kelas pertama memiliki probabilitas yang sangat tinggi, sehingga
gambar yang diinputkan ke dalam jaringan dapat diklasifikasikan sebagai kelas
pertama.

9.5. Rancangan Pengujian


Pengujian melibatkan model yang telah dibuat untuk melakukan klasifikasi pada
data gambar baru yang terdapat dalam folder data testing sebanyak 25 gambar dengan
jenis sampah dan waktu yang berbeda. Masing-masing kelas memiliki 5 gambar untuk
diklasifikasi oleh model. Beberapa kondisi tersebut meliputi gambar pada waktu pagi,
siang, sore, dan malam. Pengujian gambar akan mendapatkan nilai total akurasi pada
model. Pengujian juga dilakukan menggunakan tools confusion matrix.

10. Jadwal Penelitian

Table 3. Jadwal Penelitian

Bulan/Tahun
No. Kegiatan
Januari Februari Maret April Mei
1. Menentukan Topik
Identifikasi dan Perumusan
2.
Masalah
3. Menentukan Tujuan Penelitian
Menentukan Batasan dan
4.
Metodologi Penelitian
5. Melakukan Studi Pustaka
6. Pengumpulan Data
7. Preprocessing Data
8. Training CNN

9. Testing Model CNN

35
36
DAFTAR PUSTAKA

A, N. M. (2015). Neural Networks and Deep Learning. Determination Press.


Adedeji, O., & Wang, Z. (2019). Intelligent waste classification system using deep
learning convolutional neural network. Procedia Manufacturing, 35, 607–612.
https://doi.org/10.1016/j.promfg.2019.05.086
Aragón, O., Torres-García, A., Gandara, O. L., García, F. S., & Jiménez, L. E. (2015).
Intelligent Waste Separator. Jesuit University of Guadalajara,.
CHAIR , I. M. (2018). DAUR ULANG SEBAGAI ALTERNATIVE MENGURANGI
TIMBUNAN SAMPAH .
Elgendy, M., O’Reilly for Higher Education (Firm), & Safari, an O. M. Company.
(2020). Deep Learning for Vision Systems.
Henderson, D., Boser, B., Denker, J., Cun, Y., Howard, R., Hubbard, W., & Jackel, L.
(1989). Handwritten Digit Recognition with a Back-Propagation Network .
iriyanto, S., & Zaini, T. (2014). Pengolahan Citra Digital. Anugrah Utama Raharja
(AURA).
Leonardo, Yohannes, & Hartati, E. (2020). Klasifikasi Sampah Daur Ulang
Menggunakan Support Vector Machine DENGAN Fitur Local Binary Pattern.
Jurnal Algoritme, 1.
Nielsen, M. A. (2015). Neural Networks and Deep Learning. Determination Press.
Rad, M. S., Kaene, A. v., Droux, A., Tieche, F., Ouerhani, N., Ekenel, H. K., & Thiran,
J.-P. (2019). A Computer Vision System to Localize and Classify Wastes on
the Streets. Cornell University.
Rasidi, A. I., Pasaribu, Y. A., Ziqri, A., & Adhinata, F. D. (2022). Klasifikasi Sampah
Organik dan Non-Organik Klasifikasi Sampah Organik dan Non-Organik.
Jurnal Teknik Informatika dan Sistem Informasi, 8. Diambil kembali dari
https://journal.maranatha.edu/index.php/jutisi/article/download/4314/2176/18
959

37
38

Stephen, Raymond, & Santoso, H. (2019). APLIKASI CONVOLUTION NEURAL


NETWORK UNTUK MENDETEKSI JENIS-JENIS SAMPAH. Jurnal
Manajemen Sistem Informasi dan Telematika, 10.
Yudhana, A., Peryanto, A., & Umar, R. (2020). Klasifikasi Citra Menggunakan
Convolutional Neural Network dan K Fold Cross Validation. Journal of
Applied Informatics and Computing (JAIC). Diambil kembali dari
https://jurnal.polibatam.ac.id/index.php/JAIC
Zhang, X.-L., He, Y.-L., Ao , W., & Huang, J. Z. (2018). Determining the optimal
temperature parameter for Softmax function in reinforcement learning. Applied
Soft Computing, 70, 80-85.
Suyanto. (2018). Machine Learning Tingkat Dasar dan Lanjut. Bandung:Informatika
Bandung.
Adedeji, O., & Wang, Z. (2019). Intelligent waste classification system using deep
learning convolutional neural network. Procedia Manufacturing, 35, 607–612.
https://doi.org/10.1016/j.promfg.2019.05.086
You, W., Shen, C., Guo, X., Jiang, X., Shi, J., & Zhu, Z. (2017). A hybrid technique
based on convolutional neural network and support vector regression for
intelligent diagnosis of rotating machinery. Advances in Mechanical
Engineering, 9(6), 1687814017704146. SAGE Publications Sage UK: London,
England.

Anda mungkin juga menyukai