PROPOSAL SKRIPSI
Oleh
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
ii
PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Studi Pendidikan Dokter (S1)
dan mencapai gelar Sarjana Kedokteran
Oleh
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
ii
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
dr. Dwita Aryadina R., M. Kes dr. Elly Nurus Sakinah, M.Si
NIP 19801027200812 2 002 NIP 19840916200801 2 003
iii
iv
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................... 3
1.3.2 Tujuan Khusus.................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5
2.1 Stunting 5
2.1.1 Definisi ............................................................................................... 5
2.1.2 Epidemiologi Stunting........................................................................ 6
2.1.3 Indikator Stunting .............................................................................. 6
2.1.4 Faktor yang berhubungan dengan kejadian Stunting ....................... 7
2.2 Pengetahuan Error! Bookmark not defined.
2.3 MP-ASI 13
2.3.1 Definisi MP-ASI ................................................................................ 13
2.3.2 Tujuan Pemberian MP-ASI ............................................................. 13
2.3.3 Persyaratan pemberian MP-ASI .......... Error! Bookmark not defined.
2.4 Kerangka Teori 18
2.5 Kerangka Konsep 19
2.6 Hipotesis Penelitian 20
BAB 3. METODE PENELITIAN ...................................................................... 21
3.1 Jenis Penelitian 21
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 21
iv
v
v
vi
DAFTAR TABEL
vi
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
BAB 1. PENDAHULUAN
(MP-ASI) hal yang perlu diperhatikan adalah kuantitas, kualitas, dan keamanan
pangan yang diberikan (Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2018).
Perlakuan intervensi yang dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan
(HPK) balita dapat membantu mengurangi prevalensi stunting. Intervensi gerakan
1000 HPK dimulai dari usia pertama kali dalam kandungan (270 hari) sampai
berusia dua tahun (730 hari) (Hadiat, 2015). Periode baduta (0-24 bulan)
merupakan salah satu periode pertumbuhan dan perkembangan anak yang
termasuk dalam gerakan 1000 HPK. Periode baduta disebut juga dengan golden
period, karena pada masa ini tumbuh dan kembang anak berlangsung cepat
sehingga apabila tidak dimanfaatkan akan terjadi kerusakan permanen (Achadi,
2014).
Asupan gizi merupakan faktor yang paling penting untuk menunjang
pertumbuhan dan perkembangan pada masa baduta. Kekurangan gizi yang terjadi
pada awal kehidupan dapat mengakibatkan terjadinya gagal tumbuh. Asupan gizi
yang baik menjadikan status gizi pada baduta semakin membaik sehingga
kejadian stunting semakin kecil. Asupan gizi pada baduta dapat diperoleh salah
satunya pada saat pemberian MP-ASI. Setelah pemberian ASI eksklusif selama 6
bulan, bayi harus diberi makanan pendamping ASI. Pemberian MP-ASI dilakukan
karena setelah 6 bulan ASI tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan gizi pada bayi.
Kebutuhan energi dan mikronutrien, terutama zat besi dan seng, harus didapat dari
MP-ASI. Upaya peningkatan status kesehatan dan gizi balita melalui perbaikan
pengetahuan dan perilaku dalam pemberian MP-ASI merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari upaya perbaikan gizi (Notoatmodjo, 2003).
Tingkat pengetahuan ibu mengenai makanan pendamping ASI berdampak
pada pemberian makanan pendamping ASI yang kurang tepat sehingga
melahirkan status gizi kurang (Deba, 2007). Pengetahuan gizi ibu dipengaruhi
oleh usia, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, dan pendapatan (Puspasari dan
Andriani, 2017). Kurangnya pengetahuan tentang kebutuhan pangan dan nilai
pangan merupakan faktor penting dalam masalah gizi. Penyebab lain adalah
kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan menerapkan informasi
tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Suhardjo, 2008). Menurut WHO (2003),
3
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini diantaranya yaitu:
a) Mengetahui angka kejadian stunting di wilayah kerja Kecamatan
Mayang, Kabupaten Jember;
b) Mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang pentingnya pemberian
MP ASI bagi baduta;
c) Mengetahui perbedaan pengetahuan ibu tentang MP-ASI sebelum
dan sesudah penyuluhan.
4
2.2 Stunting
2.2.1 Definisi
Stunting adalah kondisi tubuh pendek atau sangat pendek yang didasarkan
pada indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur
(TB/U) dengan ambang batas (Z-Score) < -2 SD. Pengertian status gizi pendek
dan sangat pendek didasarkan pada indeks penilaian standar antropometri anak.
Balita pendek adalah balita yang memiliki nilai Z-score < -2 SD sampai ≥ -3 SD.
Balita yang masuk dalam kategori sangat pendek adalah balita yang memiliki nilai
6
lampau dan masa sekarang. Ukuran panjang badan digunakan untuk menilai anak
usia 0–24 bulan dengan cara pengukuran terlentang sedangkan pengukuran tinggi
badan digunakan untuk menilai anak usia lebih dari 24 bulan dengan cara
pengukuran berdiri. Pengukuran panjang badan atau tinggi badan pada anak dapat
dilakukan menggunakan alat ukur dengan presisi 0,1 cm (Kemenkes RI, 2011).
Penilaian status gizi dapat diukur secara langsung menggunakan indeks
antropometri. Indikator TB/U memberikan indikasi masalah gizi yang bersifat
kronik akibat keadaan yang berlangsung lama, misalnya kemiskinan, perilaku
hidup bersih dan sehat, pola asuh/pemberian makanan yang kurang baik sejak
anak lahir sehingga munculnya kondisi anak menjadi pendek atau sangat pendek.
Kategori dan ambang batas status gizi berdasarkan indikator panjang badan
menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) disajikan pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Indikator status gizi berdasarkan panjang badan atau tinggi badan menurut
umur.
Ambang Batas
Indeks Kategori Status Gizi
(Z-score)
Sangat Pendek < -3 SD
Panjang Badan menurut Umur ≥-3 SD sampai
Pendek
(PB/U) atau Tinggi Badan dengan < -2 SD
menurut Umur (TB/U) anak ≥ -2 SD sampai
Normal
umur 0-60 bulan dengan 2 SD
Tinggi > 2 SD
Sumber: Kemenkes R.I (2011)
Kurangnya akses air bersih dan sanitasi juga menjadi faktor kontribusi
tingginya kejadian stunting di Indonesia. Kondisi sanitasi yang buruk
menunjukkan bahwa satu dari lima rumah tangga di Indonesia masih buang air
besar (BAB) di ruang terbuka, serta satu dari tiga rumah tangga belum memiliki
akses air minum bersih (TNP2K, 2017). Paparan terhadap kotoran manusia dan
binatang dapat mengakibatkan timbulnya penyakit infeksi sehingga gizi sulit
diserap oleh tubuh. Hal ini juga dapat menimbulkan gangguan saluran pencernaan
yang akan menghambat penyerapan energi untuk digunakan dalam masa
pertumbuhan balita (MCA Indonesia, 2014).
e. Karakteristik Keluarga
Besar keluarga dapat mempengaruhi pola konsumsi zat gizi anggota keluarga
terutama balita. Jumlah keluarga yang banyak dapat menyebabkan perhatian ibu
kepada balita berkurang dan perhatian ibu terhadap anggota keluarga lain
termasuk dirinya sendiri. Makanan yang tersedia untuk keluarga hanya cukup
untuk memenuhi kebutuhan dari sebagian anggota keluarga sehingga gizi yang
terpenuhi berkurang dan mengakibatkan kejadian stunting pada balita (Lusiyana,
2011).
Pendapatan merupakan faktor lain yang menentukan status ekonomi keluarga.
Pendapatan keluarga merupakan unsur yang dapat mempengaruhi pola konsumsi
zat gizi balita. Daya beli yang kurang untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
keluarga berdampak pada tidak terpenuhinya makanan yang beragam dan tidak
dapat mencukupi kualitas dan kuantitas dari makanan tersebut (Handini, 2013).
Kemampuan keluarga dalam membeli makanan tidak hanya dipengaruhi oleh
besarnya pendapatan tetapi juga dipengaruhi oleh harga bahan makanan. Harga
bahan makanan yang mahal cenderung tidak dipilih dan dibeli sehingga jarang
disajikan dan mengakibatkan pemenuhan kebutuhan gizi yang kurang (Illahi,
2017).
11
2.3 Baduta
2.3.1 Definisi
Menurut Depkes RI (2006), baduta adalah istilah yang diperuntukkan bagi
anak usia di bawah dua tahun (0-24 bulan). Periode usia ini sering juga disebut
sebagai periode emas (golden period). Pertumbuhan dan perkembangan pada
masa baduta memiliki peranan penting untuk keberhasilan perumbuhan dan
perkembangan anak di periode berikutnya. Asupan gizi yang seimbang pada
periode ini diperlukan untuk menunjang terciptanya kualitas sumber daya manusia
di masa mendatang (Hadi, 2005).
2.3.2 Gerakan 1000 HPK pada Baduta
Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) adalah gerakan yang bertujuan
memutus masalah gizi baik dari penyakit menular maupun tidak menular yang terjadi
pada kelompok rawan gizi seperti ibu hamil dan bayi yang dimulai dari usia pertama
kali dalam kandungan (270 hari) sampai berusia dua tahun (730 hari) (Hadiat, 2015).
Gerakan 1000 HPK merupakan gerakan yang diadopsi dari Scalling Up-Nutrition
(SUN) di bawah PBB yang bertujuan sebagai percepatan perbaikan gizi (Kemenko
Kesra RI, 2013). Gerakan ini dibagi menjadi dua intervensi, yaitu spesifik dan
sensitif. Intervensi spesifik lebih berfokus kepada kelompok rawan yakni ibu hamil
dan bayi hingga usia dua tahun, yang bertujuan untuk membentuk SDM berkualitas.
Sedangkan sasaran dari intervensi sensitif berada di luar sektor kesehatan yang dapat
mendukung kesehatan seperti jaminan kesehatan masyarakat, penyediaan sanitasi dan
air bersih, ketahanan pangan, dan pengentasan kemiskinan (Direktorat Bina Gizi,
2014).
Periode baduta (0-24 bulan) merupakan salah satu periode pertumbuhan
dan perkembangan anak yang termasuk dalam gerakan 1000 HPK. Periode
baduta disebut juga dengan golden period, karena pada masa ini tumbuh dan
kembang anak berlangsung cepat sehingga apabila tidak dimanfaatkan akan
terjadi kerusakan permanen (Achadi, 2014). Dalam gerakan 1000 HPK periode
baduta dibagi dalam dua kelompok usia, yakni usia 0-6 bulan dan usia 7-24 bulan.
a) Periode 0-6 bulan (180 hari)
12
Pada periode awal kelahiran bayi hingga usia 6 bulan terdapat dua hal
penting yang harus diperhatikan oleh ibu, yakni inisiasi menyusu dini (IMD) dan
pemberian ASI (ekslusif). Bayi baru lahir harus segera diberikan IMD setidaknya
selama satu jam pertama dari kelahiran sampai proses menyusui pertama selesai
(Roesli dalam Fikawati (2015)). Pemberian ASI ekslusif harus dilakukan hingga
bayi berusia 6 bulan. Air susu ibu merupakan sumber makanan yang terbaik bagi
bayi dan mengandung semua nutrisi yang diperlukan oleh bayi (WHO 2003). Di
samping itu pada periode ini ibu dianjurkan melakukan pemantauan pertumbuhan
dan perkembangan secara rutin, melakukan imunisasi dasar dan mencegah bayi
jatuh sakit serta menanganinya dengan cepat jika bayi sakit (Kemensos RI, 2015).
Pemberian ASI ekslusif dimulai dari hari pertama kelahiran hingga bayi
berusia 6 bulan. Pada usia tujuh bulan atau hari ke 180 bayi baru diperbolehkan
mengonsumsi makanan pendamping ASI (MP-ASI) dengan tetap melanjutkan
pemberikan ASI hingga usia dua tahun (WHO, 2009). Kebutuhan gizi bayi selama
6 bulan pertama dapat terpenuhi hanya dengan pemberian ASI. Selain itu, di usia
6 bulan pertama organ pencernaan bayi masih belum sempurna, sehingga bayi
membutuhkan asupan makanan yang mudah dicerna. Pemberian ASI eksklusif
juga dapat mengurangi resiko infeksi pada saluran pencernaan bayi karena
higienitas ASI lebih terjamin. Berdasarkan standar pertumbuhan dari WHO, bayi
yang diberi ASI eksklusif memiliki pertumbuhan yang lebih cepat pada usia 6
bulan pertama dari bayi lainnya yang tidak diberi ASI ekslusif (WHO 2003).
b) Periode 7-24 bulan (540 hari)
Pada periode ini ASI tetap menjadi sumber zat gizi utama bagi bayi.
Namun kandungan gizi pada ASI sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi
bayi. Sehingga bayi memerlukan makanan tambahan yang mendampingi ASI
(MP-ASI) (WHO, 2009). Pemberian MP-ASI pada periode ini harus dilakukan
secara bertahap, sedikit demi sedikit dan terus bertambah seiring pertambahan
usia bayi. Begitupula dengan konsistensi makanan bayi yang harus dimulai
dengan makanan cair, saring lembek, hingga makanan padat atau makanan
keluarga (Arisman, 2009).
13
2.4 MP-ASI
2.4.1 Definisi MP-ASI
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman selain
ASI yang mengandung zat gizi yang diberikan kepada bayi selama periode
penyapihan (complementary feeding) yang diberikan bersama pemberian ASI
(WHO, 2010). Sedangkan menurut Sibagariang (2010), makanan pendamping
ASI (MP-ASI) yaitu makanan atau minuman yang mengandung gizi dan diberikan
kepada anak usia 6-24 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizinya.
2.4.2 Tujuan Pemberian MP-ASI
Pemberian MP-ASI bertujuan untuk melengkapi zat gizi bayi yang sudah
berkurang. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam-macam
makanan. Dengan berbagai rasa dan bentuk mengembangkan kemampuan bayi
untuk mengunyah dan menelan, mencoba beradaptasi terhadap makanan yang
mengandung kadar energi tinggi (Suhardjo, 2009).
Saat bayi berusia 7 bulan pemberian ASI sudah tidak dapat lagi mencukupi
kebutuhan gizi bayi. Seiring dengan bertambahnya usia, kebutuhan gizi bayi juga
semakin meningkat, sehingga bayi memerlukan makanan tambahan yang
mendampingi ASI (MP-ASI) (WHO, 2009). Kecukupan energi dari ASI untuk
bayi usia 0-23 bulan dapat dilihat dari Diagram 2.1
Diagram 2.1 Kesenjangan Energi yang dihasilkan ASI dan Energi yang dibutuhkan Bayi
1000
Energi Kal/Hari
800
600
400
200
0
0-2 bln 3-5 bln 6-8 bln 9-11 bln 12-23 bln
Usia
1) Suapi bayi secara langsung dengan sabar dan bujuk bayi untuk makan tetapi
tidak dipaksakan. Apabila bayi memiliki kakak, sebaiknya ibu menyuapi bayi
sembari ditemani kakaknya yang makan sendiri;
2) Berikan makanan dengan jenis,, rasa, tekstur, yang berbeda bila bayi
menolak;
3) Kurangi gangguan yang membuat bayi tidak tertarik saat makan;
4) Jadikan makan sebagai saat yang menyenangkan bagi bayi sehingga bayi
tidak merasa takut dan trauma
Selain itu, frekuensi dan cara pemberian harus disesuaikan dengan usia bayi.
Semakin bertambah usia bayi maka kebutuhan asupan gizi juga akan
bertambah sehingga frekuensi pemberian MP-ASI juga harus ditingkatkan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan frekuensi makan bayi,
diantaranya:
1) Jumlah energi yang diperlukan bayi untuk mengatasi kesenjangan energi
(energy gap).
2) Jumlah makanan yang dapat diasup oleh bayi saat satu kali makan, berkaitan
dengan kapasitas lambung bayi
3) Jumlah energi yang terkandung dalam MP-ASI
2.5 Pengetahuan
2.5.1 Definisi
Perawakan Pendek
Fisiologis Patologis
Familial
Short Stature
Stunting
- Usia
ASI - Pendidikan
- Pekerjaan
- Pendapatan
Keluarga
MP-ASI
- Tepat waktu
- Adekuat
- Aman
- Tepat Cara
Stunting
Keterangan:
: variabel yang diteliti : variabel yang tidak diteliti
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi yang dianggap mewakili keseluruhan populasi (Notoatmodjo,
2012).Sampel diambil sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti yang telah
dianggap mewakili seluruh populasi dengan kriteria sebagai berikut.
Kriteria Inklusi:
1. Tercatat sebagai warga desa di Kecamatan Mayang, Kabupaten Jember
2. Ibu yang memiliki anak berusia 0-24 bulan
3. Bersedia menjadi responden penelitian (dibuktikan dengan mengisi inform
consent)
Kriteria Eksklusi
1. Mengundurkan diri dari penelitian
22
3.6.2 Kuesioner
Kuisioner adalah alat pengumpul data yang terdiri dari kumpulan daftar
pertanyaan yang tersusun dengan baik dan digunakan oleh peneliti untuk
memperoleh data dari sumber data/responden secara langsung melalui proses
komunikasi dan tanya jawab dengan mengajukan pertanyaan. Pertanyaan di dalam
kuisioner harus jelas dan mudah dimengerti agar responden dapat menjawab tanpa
mengurangi kesalahan interpretasi. Kuisioner dapat digunakan setelah diuji
24
validitas dan reliabilitas (Ristya, 2015). Uji validitas adalah tes untuk menguji
atau memastikan apakah suatu instrumen tepat untuk mengukur atau
mengumpulkan data mengenai suatu variabel. Uji reliabilitas adalah tes untuk
mengukur suatu instrumen dapat dipercaya sebagai alat ukur (Matondang, 2009).
3.6.3 Lengthboard
Instrumen ini merupakan alat yang digunakan untuk mengukur panjang
badan baduta yang dinyatakan dengan satuan sentimeter (cm).Gambaran
lengthboard ditunjukkan dalam Gambar 3.2 berikut.
Pembuatan Proposal
Pengumpulan data
DAFTAR PUSTAKA
Achadi, E.L. 2014. Periode Kritis 1000 Hari Pertama Kehidupan dan Dampak
Jangka Panjang terhadap Kesehatan dan Fungsinya. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Amelia, F. 2008. Konsumsi Pangan, Pengetahuan Gizi, Aktivitas Fisik, dan Status
Gizi pada Remaja di Kota Sungai Penuh Kabupaten Kerinci Propinsi
Jambi. Skripsi. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga.Institut Pertanian Bogor
Dewey K & Begum K. (2001). Why Stunting Matters. Alive and Thrive Technical
Brief, Issue 2
Dinkes Kabupaten Jember. 2017. Kejadian Stunting dan Gizi buruk di Kabupaten
Jember. Jember: Dinas Kesehatan Kabupaten Jember.
Gibney, dkk. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. Alih Bahasa : Andry Hartono.
Jakarta : EGC
Hadi, H. 2005. Beban ganda masalah gizi dan implikasinya terhadap kebijakan
pembangunan kesehatan nasional. Dalam pidato pengukuhan jabatan guru
besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada; Yogyakarta 5
Februari 2005.
Izzati, I. S. 2017. Hubungan Jenis Kelamin, Usia dan Riwayat Penyakit Infeksi
dengan Kejadian Stunting. Skripsi. Semarang: Universitas
Muhamadiyah Semarang
Kardina, N. A. 2015. Hubungan Karakteristik Ibu, Keluarga, dan Pelayanan
Kesehatan dengan Status Keluarga Sadar Gizi pada Keluarga Anak Balita
(Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Prajekan, Kabupaten Bondowoso).
Skripsi. Jember: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember
Kemendesa PDTT. 2017. Buku Saku Desa dalam Penanganan Stunting. Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Kemenkes RI. 2011. Standard Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta:
Direktorat Bina Gizi
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Jakarta:
Balitbang Kementerian Kesehatan RI
Kemenkes RI. 2018. Situasi Balita Pendek. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
MCA Indonesia. 2014. Proyek Kesehatan dan Gizi berbasis Masyarakat untuk
Mengurangi Stunting. Jakarta: Corporation MC
Puspasari, N. dan Andriani, M. 2017. Hubungan pengetahuan ibu tentang gizi dan
asupan makanan balita dengan status gizi balita (BB/U) usia 12-24 bulan.
Amerta Nutr. 1(4): 369-378
Sibagariang. 2010. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta : Trans Info Media
Sulistyoningsih, H. 2011. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Uliyanti, U., Tamtomo, D. G., dan Anantanyu, S. 2017. Faktor yang berhubungan
dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan. Jurnal Vokasi
Kesehatan 3(2): 7-11.
WHO. 2003. Global Strategy for Infant and Young Child Feeding. Geneva: World
Health Organization
WHO. 2009. Infant and Young Children Feeding. France: World Health
Organization
LAMPIRAN
Jika ada pertanyaan tentang penelitian ini, maka ibu/saudara bisa menghubungi
saya, Ranindya Putri (Nindy) melalui telepon 081233847297.
32
Jember, 2019
Saksi, Responden penelitian,
(...............................................) (................................................)
33
No. Sampel:
KUESIONER PENELITIAN
Hubungan Pengetahuan Ibu terhadap Pemberian MP-ASI dengan
Kejadian Baduta Stunting di Kecamatan Mayang Kabupaten Jember
1. Nama Responden :
2. Tanggal Pengambilan :
3. Karakteristik Responden
Usia :
Pendidikan :
Pekerjaan :
4. Karakteristik Keluarga
Pendapatan per kapita :
Jumlah anggota keluarga :
Jumlah balita :
5. Karakteristik Baduta
Usia :
Jenis kelamin :
6. Tinggi/Panjang Badan :
Petunjuk Pengisian : Berilah tanda cek (√) pada kolom jawaban yang sesuai
NO PERNYATAAN B S
1. Makanan Pendamping ASI adalah makanan selain
susu yang diberikan kepada bayi
2. Peran Makanan Pendamping ASI adalah menggantikan
seluruh manfaat ASI
3. ASI adalah satu-satunya makanan yang diperlukan bayi
sampai usia 24 bulan
34