Oleh:
Offering H/Kelompok 3
Indi Asri Firanti (200342616878)
Muhammad Endry Purnamajati (200342616896)
Mellinda Setiani Nusa Diennata (200342616882)
Nesya Adiva Nurhasanah (200342616829)
Ringga Satria Putra (200342616808)
Syilfia Ayu Kurnia Romadhon (200342616880)
Puji syukur kehadirat Allah SWT berkah, rahmat, dan hidayah-Nya yang
senantiasa dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan proyek
yang berjudul “Fenomena Interaksi Lethal Dominan Pada Persilangan Drosophila
Melanogaster Strain Normal (N) dan Strain plum (pm)” dengan lancar dan tanpa halangan
berarti.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan proyek ini tidak akan selesai tanpa
adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Siti Zubaidah, M.Pd dan Deny Setiawan, M.Pd selaku pembimbing dalam
mata kuliah Genetika 2
2. Semua rekan-rekan seperjuangan Jurusan Biologi Offering H 2020 yang telah
memberikan dorongan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan laporan
proyek.
Penulis menyadari bahwa laporan proyek yang telah dibuat masih ada kekurangan
baik dari segi penyusunan, bahasa, maupun penulisan. Penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun sehingga laporan proyek ini dapat memberikan
manfaat bagi pembaca dan peneliti selanjutnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
4.1 Data Pengamatan .................................................................................................. 21
4.1.1 Data Fenotip 1 ................................................................................................ 23
4.2 Analisis Data ......................................................................................................... 23
4.2.1 Rekontruksi Kromosom ................................................................................. 23
4.2.2 Uji X2 (Chi-Square) ....................................................................................... 25
BAB V PEMBAHASAN ................................................................................................ 28
BAB VI PENUTUP ........................................................................................................ 33
DAFTAR RUJUKAN .................................................................................................... 34
LAMPIRAN ................................................................................................................... 37
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel data pengamatan ..................................................................................... 20
Tabel 2. Data hasil pengamatan ...................................................................................... 23
Tabel 3. Hasil uji Chi-Square Persilangan ♀N><♂N .................................................... 25
Tabel 4. Hasil Uji Chi-square Persilangan ♀pm><♂pm ............................................... 26
Tabel 5. Hasil Uji Chi-square Persilangan ♀N><♂pm ................................................. 26
Tabel 6. Hasil Uji Chi-square Persilangan ♀pm><♂N .................................................. 26
v
DAFTAR GAMBAR
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
Interaksi lethal pada Drosophila melanogaster juga dipengaruhi oleh interaksi
heterozigot atau homozigot yang terjadi. Interaksi lethal dapat mengakibatkan
kematian pada Drosophila melanogaster yang homozigot. Hal ini dikarenakan
kebutuhan protein plum dalam proses pemangkasan akson pada MB ℽ neuron tidak
terpenuhi karena neuron tetangga juga kekurangan protein plum yang diakibatkan
oleh terjadinya mutasi. Kekurangan protein plum ini menyebabkan sel glial Myo
yang bersifat toksik terekspresi secara berlebihan, hal ini mengakibatkan matinya
individu yang bersangkutan pada interaksi lethal homozigot (Yu et al, 2013).
Berdasarkan pemaparan di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui ada tidaknya interaksi lethal yang dapat menyebabkan kematian
individu pada Drosophila melanogaster strain normal (N) dan strain plum (pm),
maka dilakukan penelitian mengenai "Fenomena Interaksi Lethal Dominan Pada
Persilangan Drosophila melanogaster Strain Normal (N) dan Strain plum (pm)".
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana fenomena interaksi lethal pada pada persilangan D.melanogaster
strain Normal (N) dan strain plum (pm)?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui fenomena interaksi lethal pada pada persilangan Drosophila
melanogaster strain Normal (N) dan strain plum (pm).
1.4 Kegunaan Penelitian
1. Memberikan pengetahuan dan informasi terkait interaksi lethal pada pada
persilangan Drosophila melanogaster strain Normal (N) dan strain plum (pm) .
2. Memberikan wawasan dalam ilmu genetika sehingga berguna bagi
pengembangan dalam penelitian baru di bidang genetika.
3. Sebagai referensi bahan untuk penelitian selanjutnya.
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
Pembatasan suatu masalah digunakan untuk menghindari adanya
penyimpangan maupun pelebaran pokok masalah agar penelitian tersebut lebih
terarah dan memudahkan dalam pembahasan sehingga tujuan penelitian akan
tercapai. Beberapa batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
2
1. Luas lingkup hanya membahas mengenai Drosophila melanogaster dengan
strain normal (N) dan plum (pm) dengan fenotip perbedaan mata antara strain
normal (N) dan plum (pm).
2. Menganalisis apakah terjadinya fenomena interaksi lethal pada strain normal
(N) dan plum (pm)
3. Informasi yang disajikan yaitu mengenai fenotipe F1 tidak terpaut kelamin
dengan jumlah empat persilangan, empat perlakuan dan enam ulangan.
1.6 Asumsi Penelitian
1. Medium yang digunakan dalam peremajaan, pengampulan, dan persilangan
adalah sama.
2. Waktu yang digunakan dalam pengembangbiakan penelitian ini adalah sama.
3. Faktor eksternal atau faktor lingkungan luar seperti suhu, cahaya, pH, dan
kelembaban dianggap sama.
1.7 Definisi Operasional
1. Drosophila melanogaster strain normal (N)
Drosophila melanogaster strain N (normal) memiliki ciri-ciri warna matanya
yang merah dengan bentuk yang bulat. Warna tubuhnya kuning kecoklatan
dengan panjang sayap yang melebihi panjang tubuh. Ukuran lalat jantan lebih
kecil daripada lalat betina dan sebaliknya. Bentuk perut jantan runcing
sedangkan bentuk perut betina bulat. Pada kaki jantan terdapat sex comb
sedangkan pada kaki betina tidak ada sex comb.
2. Drosophila melanogaster strain plum (pm)
Drosophila melanogaster strain plum (pm) memiliki ciri-ciri warna matanya
ungu pada jantan dan ungu tua pada betina. Bentuk matanya bulat pada
keduanya dan panjang sayapnya melebihi panjang tubuh keduanya. Warna
tubuh jantan dan betina sama-sama kuning kecoklatan. Ukuran jantan lebih kecil
daripada betina dan sebaliknya. Pada kaki jantan terdapat sex comb sedangkan
pada kaki betina tidak ada sex comb.
3. Interaksi Lethal
3
Interaksi lethal adalah interaksi antara faktor-faktor pada sepasang individu
yang berpengaruh terhadap viabilitas tiap individu yang memilikinya. Efek atas
viabilitas itu bahkan dapat menyebabkan matinya individu yang bersangkutan
secara cepat atau lambat (Corebima, 2013).
4. Homozigot
Homozigot adalah karakter yang dikontrol kedua gen atau sepasang yang
identik keduanya (Corebima, 2013).
5. Heterozigot
Heterozigot adalah karakter yang dikontrol oleh dua gen yang sepasang
yang tidak identik atau berlainan (Corebima, 2013).
6. Resesif
Sifat resesif terjadi jika satu ciri induk dikalahkan ciri induk yang lain
(Corebima, 2013).
7. Dominan
Sifat dominan terjadi jika satu ciri induk mengalahkan ciri induk yang lain
(Corebima, 2013).
8. Faktor Lethal
Faktor lethal merupakan faktor-faktor sepasang yang interaksinya bersifat
lethal (Corebima, 2013).
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
5
Drosophila melanogaster merupakan hewan tidak bertulang belakang
(invertebrate) dengan ukuran tubuh sekitar 3 mm. Drosophila melanogaster salah
satu tipe serangga yang dapat dibedakan jenis kelaminnya dengan mengamati
morfologinya saja yang dinamakan dengan dimorfik seksual. Pada umumnya lalat
Drosophila melanogaster jantan berukuran lebih kecil dibandingkan yang betina,
namun hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, kondisi lingkungan dan
genetiknya. Pada lalat jantan, bagian segmen posterior berwarna gelap dan
mengkilap, dan betina memiliki variasi warna sedikit gelap dan cerah namun
kebanyakan ditemukan cerah. Kedua jenis lalat memiliki garis-garis gelap di sisi
dorsal pada perutnya (Aurora & Susilawati, 2020).
1. Kepala
Kepala Drosophila melanogaster dilengkapi dengan organ sensorik untuk
penglihatan (mata majemuk dan ocelli), olfaction (antena, palps maxillary),
gustation (belalai), pendengaran (antena), dan sentuhan (banyak bulu sensorik
mechano).
2. Thoraks
Thoraks Drosophila melanogaster dibagi menjadi tiga segmen yaitu T1
(prothorax, anterior), T2 (mesothorax, tengah), dan T3 (metathorax, posterior).
Setiap segmen membawa pelengkap yaitu T1: sepasang kaki, T2: sepasang kaki
dan sepasang sayap, T3: sepasang kaki dan sepasang halteres (sayap yang
dimodifikasi).
3. Abdomen
6
Abdomen Drosophila melanogaster terdiri dari 6 ruas. Bagian ventral abdomen
terdapat epandrium (alat kelamin jantan) dan ovipositor (alat kelamin betina)
(Stephenson & Metcalfe, 2013).
Karakteristik juga terdapat pada bentuk ujung abdomen dan bentuk kaki. Pada
lalat betina ujung posterior abdomen melengkung ke bawah menuju titik lancip di
bagian tengah belakang pada ruas ke 5 6 dan tidak memiliki warna hitam, sedangkan
pada lalat jantan abdomen memendek dan membulat, serta pada ruas nomor 5 6
memiliki warna hitam. Pada kaki lalat jantan juga memiliki sex comb pada bagian
tarsus kaki, bagian luar dari lalat jantan memiliki warna kehitaman. Sayap dari
Drosophila melanogaster memiliki ukuran yang cukup panjang dan transparan
(Karmana, 2010). Posisi sayapnya dapat diamati mulai dari bagian thorax, vena tepi
sayap (costal vein) memiliki dua bagian yang terinterupsi dekat dengan tubuhnya.
Arista yang dimiliki pada Drosophila melanogaster secara umum berbentuk seperti
rambut dengan memiliki 7 sampai 12 percabangan (Hotimah et.al., 2018). Pada
bagian sayap kedua strain berjumlah dua buah dengan sayap yang berkembang
adalah sayap depan. sedangkan sayap belakang mengecil dan berubah menjadi alat
penyeimbang yang disebut dengan halter (Hotimah et al., 2017).
2.1.2 Drosophila melanogaster Strain N dan Strain pm
7
Pada Drosophila melanogaster strain Normal jantan memiliki warna mata
merah, bentuk mata bulat, panjang sayap melebihi panjang tubuh, warna tubuh
kuning kecoklatan, ukuran tubuh kecil dimana ukuran tubuh lalat jantan lebih kecil
dari pada lalat betina. Bentuk perut runcing dan pada kaki terdapat sex comb
(Robert, 2005).
Pada Drosophila melanogaster strain Normal betina memiliki warna mata
merah, bentuk mata bulat, panjang sayap melebihi panjang tubuh, warna tubuh
kuning kecoklatan, ukuran tubuh besar dimana ukuran tubuh lalat betina lebih besar
dari pada lalat jantan. Bentuk perut bulat dan pada kaki tidak terdapat sex comb
(Robert, 2005).
8
kecoklatan, ukuran tubuh kecil dimana ukuran tubuh lalat jantan lebih kecil
daripada lalat betina. Bentuk perut runcing dan pada kaki terdapat sex comb
(Robert, 2005).
Pada Drosophila melanogaster strain plum betina memiliki warna mata ungu
tua, bentuk mata bulat, panjang sayap melebihi panjang tubuh, warna tubuh kuning
kecoklatan, ukuran tubuh besar dimana ukuran tubuh lalat betina lebih besar
daripada lalat jantan. Bentuk perut bulat dan pada kaki tidak terdapat sex comb
(Robert, 2005).
Setelah menetas larva akan mengalami 3 tahapan yaitu, larva instar 1, larva
instar 2, dan larva instar 3. Larva instar 1 muncul setelah telur menetas, sehari
kemudian larva instar 1 akan berubah menjadi larva instar 2 dan setelah sehari larva
instar 2 berkembang menjadi larva instar 3. Larva akan terus makan hingga
ukurannya membesar. Kecepatan makan dan geraknya akan bertambah seiring
dengan perkembangan larva. Selama makan, larva akan membuat saluran-saluran
pada medium. Aktivitas dalam membuat saluran pada medium dapat dijadikan
indikator tentang pertumbuhan dan perkembangan larva yang baik (Demerec dan
Kaufmann, 1961).
Larva makan dengan mulut yang terdapat pada bagian ventral segmen kepala
dan bernapas menggunakan spirakel anterior. Pada tahap akhir larva, larva instar 3
akan mencapai panjang 4,5 mm. Tubuh larva terdiri dari 12 segmen, yaitu: 1 segmen
kepala, 3 segmen thorax, dan 8 segmen abdomen. Karena tubuhnya yang transparan
beberapa organ dalam larva dapat dilihat. Lemak tubuh larva, usus yang terpilin,
gonad (organ seks) dan tabung malpighian kuning merupakan organ-organ yang
9
dapat dilihat. Testis pada D. melanogaster lebih besar daripada ovarium D.
melanogaster, sehingga kelamin larva D. melanogaster dapat dikenali. Sebelum
pupasi, larva instar 3 akan merayap pada bagian yang kering, biasanya pada dinding
botol atau pada kertas pupasi yang disediakan. Larva kemudian akan membentuk
tanduk pupal (pupal horns), pergerakannya berkurang, dan mulai berdiam. Kulit
terakhir larva akan menjadi kulit pupa, mengeras dan menggelap. Setelah ± 3,5 jam
pupa akan sepenuhnya terpigmentasi.
10
digunakan untuk menyimpan sperma dalam jangka waktu lama sampai masa kawin
berikutnya datang. Drosophila melanogaster jantan memproduksi sperma yang
sehat bergantung pada testis yang dikembangkan. Selama spermatosit,
pengembangan sperma memanjang secara longitudinal sehingga menghasilkan
sperma berdampingan dan dibatasi oleh panjang testis (Bridges & Demerec, 1995).
11
larva berukuran kecil. Larva ini mampu membentuk pupa berukuran kecil,
namun sering kali gagal berkembang menjadi individu dewasa. Beberapa dapat
menjadi dewasa yang hanya dapat menghasilkan sedikit telur.
3. Intensitas Cahaya
Drosophila melanogaster intensitas yang sesuai adalah cahaya remang- remang
tetapi akan mengalami pertumbuhan yang lambat selama berada di tempat yang
gelap (Oktary et al, 2015).
2.4 Interaksi Lethal
Setiap gen memiliki karakter yang berbeda dalam berinteraksi dengan gen
lainnya. Corebima (2013), menyatakan bahwa interaksi gen adalah interaksi antara
faktor-faktor gen untuk mengontrol suatu sifat yang sama dari suatu individu Istilah
interaksi gen sering digunakan untuk menggambarkan pemikiran bahwa beberapa
gen mempengaruhi suatu karakteristik tertentu. Salah satunya interaksi gen adalah
interaksi lethal.
Interaksi lethal adalah interaksi antara faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
viabilitas tiap individu yang mana dapat mengakibatkan terjadinya kematian pada
individu cepat atau lambat (lethal). Interaksi antara faktor-faktor dapat bersifat letal
yang dominan namun juga dapat bersifat resesif. Corebima (2013) menyatakan
bahwa sifat dominan dan sifat resesif merupakan sifat interaksi antara dua faktor
gen penyusun suatu pasang faktor (gen). Sifat homozigot adalah sifat yang dikontrol
oleh suatu pasang gen yang identik, sedangkan sifat heterozigot adalah sifat yang
dikontrol oleh suatu gen yang tidak identik (berlainan).
Interaksi lethal dapat dialami oleh individu Drosophila melanogaster pada
strain N dan pm. Keturunan yang membawa sifat plum homozigot akan mengalami
kelethalan atau kematian pada fase larva instar III. Pada plum homozigot, kelethalan
terjadi akibat ekspresi berlebihan glial-derived TGF-B ligand, Myoglianin yang
bersifat toksik sehingga terjadi kegagalan pemangkasan akson. Proses
pemangkasan akson terjadi ketika glial-derived TGF-B ligand, Myoglianin
mengaktifkan TGF-B receptor Baboon yang meregulasi ekspresi Ecdysone
Receptor-B1 (EcR-B1). ECR-B1 merupakan kunci inisiasi terjadinya pemangkasan
akson (Yu et.al., 2013).
12
Lethal pada strain plum homozigot juga dipengaruhi oleh mutasi gen plum yang
menyebabkan tidak bekerjanya proses pensinyalan TGF-B yang seharusnya
meregulasi ekspresi ECR-B1. Pada plum heterozigot, mutasi gen plum tidak terjadi
pada dua alel, hal ini menyebabkan Drosophila melanogaster masih dapat bertahan
hidup, akan tetapi proses pemangkasan akson tidak berlangsung secara sempurna
(Yu et.al., 2013).
2.5 Kerangka Konseptual
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui fenomena interaksi lethal pada pada
persilangan Drosophila melanogaster strain Normal (N) dan strain plum (pm).
Teknik analisis data yang digunakan yaitu uji dengan perhitungan Chi-square
Berdasarkan perhitungan anakan lalu disesuaikan dengan rekonstruksi dan uji Chi-
square maka hasil persilangan dapat disimpulkan :
1. H0 : Tidak terjadi fenomena interaksi lethal dapat terjadi pada pada persilangan
D.melanogaster strain Normal (N) dan strain plum (pm)
14
BAB III
METODE PENELITIAN
15
6. Botol selai 6. Alkohol
7. Kertas pupasi 7. Tissu
8. Spons 8. Kassa
9. Wadah medium
10. Mikroskop stereo
11. Selang
12. Kuas
13. Sendok
3.5 Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Medium
1) Menyiapkan bahan-bahan seperti pisang Rajamala, tape singkong, dan gula
merah dengan perbandingan 7:2:1.
2) Menimbang pisang dan memotongnya menjadi bagian kecil kemudian
mencampurkannya dengan tape singkong lalu diberi air secukupnya
kemudian diblender.
3) Bahan yang telah diblender dituang ke dalam panci dan dicampur dengan
gula merah yang telah dipanaskan dengan air.
4) Campuran bahan dimasak di atas kompor selama 45 menit sambil diaduk
terus.
5) Medium yang sudah jadi dimasukkan ke dalam botol (sampai seperlima
botol) kemudian ditutup dengan spons agar tidak terkontaminasi.
6) Jika sudah dingin, tambahkan 3-5 butir fermipan dan kertas pupasi ke dalam
botol selai yang telah diberi medium.
2. Peremajaan Lalat
Peremajaan Strain N
1) Menyiapkan botol stok yang berisi lalat strain N.
2) Menyiapkan botol selai dan mengisi botol dengan medium yang telah
dingin.
3) Setelah botol diisi dengan medium, botol diberi yeast sebanyak 3-4 butir dan
juga diberi kertas pupasi kemudian ditutup dengan spons.
4) Mengambil lalat strain N dari botol stok dan dipindah ke botol peremajaan.
Dalam 1 botol peremajaan minimal ada 3 pasang lalat. Biarkan lalat strain
N berkembang biak di botol peremajaan yang baru.
16
5) Memberi label nama strain serta tanggal pembuatan stok pada masing-
masing botol sesuai strain yang dimasukkan.
Peremajaan Strain pm
1) Menyiapkan botol stok yang berisi lalat strain pm.
2) Menyiapkan botol selai dan mengisi botol dengan medium yang telah
dingin.
3) Setelah botol diisi dengan medium, botol diberi yeast sebanyak 3-4 butir dan
juga diberi kertas pupasi kemudian ditutup dengan spons.
4) Mengambil lalat strain pm dan lalat strain N dari botol stok lalu dipindah ke
botol peremajaan. Pada 1 botol peremajaan minimal ada 3 pasang lalat strain
pm dan lalat strain N. Biarkan lalat strain pm dan strain N berkembang biak
di botol peremajaan yang baru.
5) Memberi label nama strain serta tanggal pembuatan stok pada masing-
masing botol sesuai strain yang dimasukkan.
3. Pengampulan Pupa
1) Menggunting selang sepanjang ± 7 cm, kemudian dibersihkan.
2) Mengiris atau memotong buah pisang secara melintang.
3) Mencetak pisang yang telah diiris menggunakan pipa selang yang telah
dipotong.
4) Mendorong cetakan pisang hingga pisang masuk ke bagian tengah pipa
selang.
5) Mengambil pupa yang telah menghitam pada dinding botol menggunakan
kuas.
6) Memasukkan pupa yang telah diambil ke dalam lubang selang yang telah
berisi pisang pada bagian tengahnya, setiap selang ampul berisi 2 pupa.
7) Ujung-ujung selang yang telah berisi pupa yang menghitam ditutup dengan
spons.
8) Pupa yang telah diampul selanjutnya ditunggu hingga menetas untuk
kemudian disilangkan.
4. Penentuan Jumlah Ulangan
a) Ulangan dihitung menggunakan rumus:
(t−1)(r−1)≥15
Keterangan:
17
t = perlakuan
r = ulangan
b) Banyaknya perlakuan ditentukan dan diperoleh 4 perlakuan, yaitu pada
jenis persilangan ♀N >< ♂N, ♀pm >< ♂pm, dan ♀N >< ♂pm beserta
respiroknya (♀pm >< ♂N).
Maka banyak ulangan yang harus dilakukan adalah:
(t−1) (r−1) ≥15
(4−1)(r−1)≥15
3 r−3≥ 15
3 r≥ 18
r ≥6
Sehingga terdapat 6 ulangan pada masing-masing perlakuan
5. Persilangan F1
Persilangan F1 ♀N ><♂N
1) Menyiapkan botol baru yang berisi medium kemudian meletakkan kertas
pupasi dan fermipan sebanyak 3-4 butir.
2) Memasukkan lalat betina strain Normal (N) dan jantan Normal (N) dari
selang ampulan ke botol persilangan (Botol A).
3) Melepaskan lalat jantan setelah 48 jam persilangan.
4) Ketika sudah terdapat larva pada botol A, selanjutnya memindahkan lalat
betina strain Normal (N) dari botol A ke botol medium baru yaitu botol B,
seterusnya sampai ulangan ke-6.
Persilangan F1 ♀ pm >< ♂ pm
1) Menyiapkan botol baru yang berisi medium kemudian meletakkan kertas
pupasi dan fermipan sebanyak 3-4 butir.
2) Memasukkan lalat betina strain plum (pm) dan jantan plum (pm) dari selang
ampulan ke botol persilangan (Botol A).
3) Melepaskan lalat jantan setelah 48 jam persilangan.
4) Ketika sudah terdapat larva pada botol A, selanjutnya memindahkan strain
betina plum (pm) dari botol A ke botol medium baru yaitu botol B,
seterusnya sampai ulangan ke-6.
18
Persilangan F1 ♀N >< ♂ Pm
1) Menyiapkan botol baru yang berisi medium kemudian meletakkan kertas
pupasi dan fermipan sebanyak 3-4 butir.
2) Memasukkan lalat betina strain Normal (N) dan jantan plum (pm) dari selang
ampulan ke botol persilangan (Botol A).
3) Melepaskan lalat jantan setelah 48 jam persilangan.
4) Ketika sudah terdapat larva pada botol A, selanjutnya memindahkan strain
betina Normal (N) dari botol A ke botol medium baru yaitu botol B,
seterusnya sampai ulangan ke-6.
Persilangan F1 ♀pm >< ♂ N
1) Menyiapkan botol baru yang berisi medium kemudian meletakkan kertas
pupasi dan fermipan sebanyak 3-4 butir.
2) Memasukkan lalat betina strain plum (pm) dan jantan Normal (N) dari selang
ampulan ke botol persilangan (Botol A).
3) Melepaskan lalat jantan setelah 48 jam persilangan.
4) Ketika sudah terdapat larva pada botol A, selanjutnya memindahkan strain
betina plum (pm) dari botol A ke botol medium baru yaitu botol B, seterusnya
sampai ulangan ke-6.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan mengamati fenotipe
dan menghitung jumlah anakan yang menetas pada Drosophila melanogaster hasil
persilangan strain ♀N >< ♂N, ♀pm >< ♂pm, dan ♀N >< ♂pm beserta respiroknya
(♀pm >< ♂N). Data diambil mulai dari ulangan ke-1 hingga ulangan ke-6. Data
yang didapat kemudian disajikan dalam bentuk tabel hasil pengamatan sebagai
berikut.
19
Tabel 1. Tabel data pengamatan
Ulangan
Persilangan Fenotip Jumlah
1 2 3 4 5 6
♀N><♂N N
♀pm><♂pm N
pm
♀N><♂pm N
pm
♀pm><♂N N
pm
20
BAB IV
HASIL
- Strain N (Normal)
21
- Strain pm (plum)
22
4.1.1 Data Fenotip 1
Tabel 2. Data hasil pengamatan
23
b. Persilangan ♀pm><♂pm
c. Persilangan ♀N ><♂pm
24
d. Persilangan ♀pm ><♂N
1. Persilangan ♀N><♂N
25
2. Persilangan ♀pm><♂pm
Tabel 4. Hasil Uji Chi-square Persilangan ♀pm><♂pm
3. Persilangan ♀N><♂Pm
Tabel 5. Uji Chi-square Persilangan ♀N><♂Pm
4. Persilangan ♀pm><♂N
Tabel 6. uji Chi-square Persilangan ♀pm><♂N
26
27
BAB V
PEMBAHASAN
Dari hasil analisis data berupa rekonstruksi kromosom dan uji Chi-square diperoleh
hasil bahwa strain Normal berada dalam keadaan homozigot resesif dan strain Pm berada
dalam keadaan heterozigot dominan. Pada persilangan ♂N><♀N menghasilkan
keturunan F1 dengan fenotip N homozigot resesif dengan rasio 100% N. Setelah diuji
menggunakan uji (Chi-Square) menghasilkan χ2hitung dengan nilai (432) yang berarti lebih
besar dari χ2tabel(0,05) dengan nilai (11, 0705). Jadi, H0 ditolak dan H1 penelitian diterima.
Persilangan D. melanogaster pada persilangan ♂ N x ♀ N menghasilkan F1 100 %
normal, munculnya fenotip normal ini disebabkan oleh tidak memisahnya alel induk pada
saat gametogenesis, dimana gen wild type (normal) dibawa oleh induk jantan dan induk
betina, sehingga dihasilkan fenotip normal 100%. Dengan tidak adanya fenotip lain yang
muncul pada persilangan ♂N><♀N pada F1 menunjukkan bahwa Drosophila
melanogaster strain N disebut sebagai galur N.
28
yang dapat teramati adalah fenotip pm heterozigot dan N homozigot resesif dengan rasio
2:1.
Pada persilangan ♂pm >< ♀pm hasil yang diperoleh menyimpang dari rasio
perbandingan hukum Mendel I karena generasi keturunan yang memiliki gen homozigot
dominan bersifat letal sehingga fenotipnya tidak bisa diamati. (Corebima, 2013)
menjelaskan bahwa interaksi yang berlangsung antara faktor-faktor yang dominan
disebut interaksi letal dominan yang menyebabkan individu yang memiliki gen tersebut
mengalami kematian. Pada strain pm homozigot dominan pada keadaan letal,
29
menyebabkan kematian pada Drosophila melanogaster. Lethal dominan tersebut
merupakan gen yang pengaruh kematiannya terjadi karena alel dominan dalam individu
heterozigot (Crowder, 1990). Dari hasil persilangan, pm heterozigot dapat hidup karena
masih terpaut sifat resesif yang dari sifat N homozigot resesif. Jadi pada persilangan ♂pm
>< ♀pm hasil fenotip yang dapat teramati adalah pm heterozigot dan N homozigot resesif
dengan rasio perbandingan 2:1.
Pada strain pm, munculnya warna mata ungu dikarenakan terjadi kerusakan pada
kromosom somatis nomor 2, dimana terdapat gen rosy. Gen rosy ini merupakan gen yang
mengkode sintesis enzim Xanthine dehydrogenase (XDH). XDH berperan dalam sintesis
pigmen warna mata merah pada Drosophila melanogaster (Reaume, dkk., 1991). Apabila
gen rosy pada salah satu kromosom homolog rusak maka enzim XDH tidak dapat
disintesis secara optimum sehingga menyebabkan pigmen mata tidak dapat diproduksi
dalam keadaan warna merah tetapi akan berubah menjadi warna lain dan salah satunya
warna mata yang terekspresi adalah ungu. Apabila gen rosy pada kedua kromosom
homolog tersebut rusak maka enzyme XDH tidak dapat disintesis sama sekali yang dapat
menyebabkan kematian pada Drosophila melanogaster (Ademoglu et.al., 2013)
30
EcR-B1 secara khusus diekspresikan dalam neuron ℽ, tetapi tidak pada neuron MB lain
yang tidak mengalami pemangkasan. Ekspresi EcR-B1 dalam neuron ℽ diatur oleh
reseptor TGF-b Baboon, yang diaktifkan oleh ligan TGF-b turunan glial, Myoglianin.
Ekspresi EcR-B1 diatur oleh fungsi postmitotic dari kompleks kohesin dan oleh reseptor
nuklir Hr39 dan Ftz-f1. Sementara mesin apoptosis diperlukan untuk pemangkasan
dendrit neuron sensorik, tampaknya tidak diperlukan untuk pemangkasan dendrit atau
akson neuron MB. Setelah fragmentasi, puing-puing neuron ditelan oleh glia terdekat
dengan cara yang bergantung pada draper (ced-1 homolog) dan terdegradasi melalui jalur
endosomal-lisosom (Yu et,al., 2013).
31
Pada persilangan ♂pm >< ♀pm, gen plum homozigot dominan akan menyebabkan
running akson tidak seimbang khususnya pada fase larva instar 3.
Proning akson berlebih menyebabkan akson terlalu banyak dipangkas, sehingga saraf
tidak terbentuk dengan normal
Sehingga individu yang dihasilkan banyak yang tidak normal dan mengakibatkan letal.
Kelethalan pada plum homozigot juga dipengaruhi oleh mutasi gen plum yang
menyebabkan tidak bekerjanya proses pensinyalan TGF-B yang seharusnya meregulasi
ekspresi ECR-B1. Pada plum heterozigot, mutasi gen plum tidak terjadi pada dua alel, hal
ini menyebabkan Drosophila melanogaster masih dapat bertahan hidup, akan tetapi
proses pemangkasan akson tidak berlangsung secara sempurna (Yu et.al., 2013).
32
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Interaksi lethal terjadi pada persilangan Drosophila melanogaster strain plum (pm)
dan strain plum (pm). Persilangan plum dengan plum akan mengakibatkan
terjadinya kematian pada individu dikarenakan strain plum mempunyai gen plum
yang bersifat dominan. Pada hasil didapatkan homozigot dominan, karena
terjadinya running akson yang tidak seimbang, dimana running akson akan terjadi
berlebihan sehingga banyak saraf yang akan terpotong sehingga saraf tidak akan
terbentuk sempurna.
6.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya diperlukan rujukan yang tepat dan teruji
kebenarannya dari jurnal-jurnal yang telah terpublikasi 10 tahun terakhir. Kemudian
dalam melakukan prosedur penelitian dan persilangan diperlukan kehati-hatian agar
hasilnya tidak gagal.
33
DAFTAR RUJUKAN
Ademoglu, E., Ozcan, K., Kucuk, S. T., & Gurdol, F. (2013). Age-related changes in the
activity and expression of manganese superoxide dismutase, and mitochondrial
oxidant generation in female and male rats. Turkish Journal of Biochemistry/Turk
Biyokimya Dergisi, 38(4).
Brookers, J. R. (2009). Genetic Analysis and Principles: Third Edition. New York:
McGrow Hill International edition.
Chyb, S., & Gompel, N. (2013). Atlas of Drosophila Morphology: Wild-type and
classical mutants. Academic Press.
Corebima. A.D. (2000). Genetika Mutasi dan Rekombinasi. Malang: Malang State
University.
Crowder, L.U. (1990). Genetika Tumbuha . Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Demerec, M., Kaufmann, D. (1996). Drosophila Guide: Introduction to the Genetics and
Cytology of Drosophila melanogaster. Carnegie Institution of Washington,
Washington D.C.
34
Hartanti, S. (1998). Studi Kecepatan Kawin, Lama Kopulasi dan Jumlah Turunan
Drosophila melanogaster Strain Black dan Sepia Pada Umur 2 dan 3 Hari.
Skripsi. Malang: IKIP Malang.
Hales, K. G., Korey, C. A., Larracuente, A. M., & Roberts, D. M. (2015). Genetics on the
fly: A primer on the Drosophila model system. Genetics, 201(3), 815-842. doi:
10.1534/genetics.115.183392.
Karmana, I. Wayan. (2010). Pengaruh macam strain dan umur betina terhadap jumlah
turunan lalat buah (Drosophila melanogaster). Jurnal GaneÇ Swara Vol. 4 No.2.
Klok, C. J., & Harrison, J. F. (2009). Atmospheric hypoxia limits selection for large body
size in insects. PLoS ONE, 4(1), 0–4.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0003876.
Levine, Robert. Paul. (1968). Genetic’s Second Edition, London: Hold, Rinehartang
Winston, inc.
Oktary, A. P., Ridhwan, Army. (2015). Ekstrak Daun Kirinyuh (Eupatorium odoratum)
Dan Lalat Buah (Drosophila melanogaster). Serambi Akademica, Vol. III, No. 2.
Oktarianti, R., Sholihah, A., Masruroh, D., Wathon, S., & Senjarini, K. (2021).
Identification and Phylogenetic Analysis of Drosophila melanogaster based on
ITS 2 rDNA Sequences. IOP Conference Series: Earth and Environmental
Science, 747(1). https://doi.org/10.1088/1755-1315/747/1/012038.
Pertamawati, P., & Hardhiyuna, M. (2015). Uji penghambatan aktivitas enzim xantin
oksidase terhadap ekstrak kulit kayu secang (Caesalpinia sappan L.). Kartika:
Jurnal Ilmiah Farmasi, 3(2), 12-17.
35
Pitts, R. J., & Zwiebel, L. J. (2001). Isolation and characterization of the xanthine
dehydrogenase gene of the Mediterranean fruit fly, Ceratitis capitata. Genetics,
158(4), 1645-1655.
Reaume, Andrew G, David A. Knecht & Arthur Chovnick. (1991). The rosy Locusin
Drosophila melanogaster: Xanthine Dehydrogenase and Eye Pigment. Genetics
Journal.129:1099-1109
Santoso, R.S. (2011). Identifikasi D. Melanogaster pada Media Biakan Alami dari Pisang
Sepatu, Belimbing dan Jambu Biji. Buana Sains, 11(2), pp.149-162.
Stephenson, R., & Metcalfe, N. H. (2013). Drosophila melanogaster: A fly through its
history and current use. Journal of the Royal College of Physicians of Edinburgh,
43(1), 70–75. https://doi.org/10.4997/JRCPE.2013.116.
Shorrock. (1972). Drosophila. London: Gin and Company Limited. Demerec, M., dan
Kaufmann. 1961. Drosophila Guide].
http://www.ciw.edu/publications_online/Drosophila_Guide.
Taufika, R. (2020). Perbedaan Strain dan Umur Betina terhadap Jumlah Keturunan Lalat
Buah (Drosophila Melanogaster Meigen). Jurnal Tambora,4(1),pp.50-56
Yu, X. M., Gutman, I., Mosca, T. J., Iram, T., Ozkan, E., Garcia, K. C., ... & Schuldiner,
O. (2013). Plum, an immunoglobulin superfamily protein, regulates axon pruning
by facilitating TGF-β signaling. Neuron, 78(3), 456-468.
36
LAMPIRAN
Peremajaan
Pengampulan
Persilangan
37
1
Perhitungan Fenotip
Ulangan Persilangan
♀N><♂N ♀pm><♂pm ♀N><♂Pm ♀pm><♂N
1
2
3
3
5
4
5