Anda di halaman 1dari 32

FENOMENA INTERAKSI LETHAL DOMINAN PADA PERSILANGAN

Drosophila melanogaster STRAIN N DAN Pm


(♀N ><♂N, ♀Pm >< ♂Pm , DAN ♀N >< ♂Pm BESERTA RESIPROKNYA)

PROPOSAL PENELITIAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Genetika I


Yang Dibina Oleh Prof. Dr. Siti Zubaidah, M.Si.

Oleh :
Kelompok 2 / Off. G
Balqis Hanun Hanifah (170342615566)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI BIOLOGI
April 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat dan karunia-Nya, kami
dapat menyelesaikan laporan proyek mata kuliah genetika I dengan judul “Fenomena Interaksi
Lethal Dominan Pada Persilangan Drosophila melanogaster Strain N Dan Pm
(♀N><♂N,♀Pm ><♂Pm , Dan ♀N><♂Pm Beserta Resiproknya)” ini.
Dengan terselesaikannya laporan proyek ini tentu saja tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu, dengan adanya kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr.Siti Zubaidah, M.Pd. selaku dosen yang telah bersedia memberikan bimbingan dan
pengarahan demi terselesaikannya laporan proyek mata kuliah Genetika I ini.

2. Mbak Maya Agustin, selaku asisten dosen proyek ini yang telah bersedia banyak membantu
dan memberikan pengarahan kepada kami ketika melakukan pengamatan maupun
penyususnan laporan ini.

3. Semua asiten dosen yang ikut serta memberikan pengarahan dalam kegiatan ini.

4. Teman-teman Offering G, Biologi 2017.

5. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan berbagai bantuan, sehingga dapat
membantu terselesaikannya laporan proyek ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan dan penulisan
laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kriktik dan saran yang membangun, demi
kesempurnaan laporan proyek ini.

Malang, 13 Mei 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR TABEL v
BAB 1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 2
1.4 Manfaat Penelitian 2
1.5 Asumsi Penelitian 3
1.6 Ruang Lingkup dan Batasan 3
1.7 Definisi Operasional 3
BAB 2. KAJIAN PUSTAKA 5
2.1 Deskripsi lalat buah (Drosophila melanogaster) 5
2.1.1 Sistematika Drosophila melanogaster 5
2.1.2 Siklus Hidup Drosophila melanogaster 5
2.1.3 Strain N Drosophila melanogaster 7
2.1.4 Strain Pm Drosophila melanogaster 7
2.2 Gen Dominan dan Gen Resesif 7
2.3 Interaksi Gen 8
2.4 Interaksi Lethal 9
2.4 Kerangka Konseptual 10
2.5 Hipotesis Penelitian 11
BAB 3. METODE PENELITIAN 12
3.1 Rancangan dan Jenis Penelitian 12
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 12
3.3 Populasi dan Sampel 12
3.4 Alat dan Bahan 12
3.4.1 Alat 12
3.4.2 Bahan 13

ii
3.5 Prosedur Kerja 13
3.6 Teknik Pengumpulan Data 15
3.7 Teknik Analisis Data 15
BAB 4. ANALISIS DATA 17
4.1 Pengumpulan Data 17
4.1.1 Pengamatan Fenotipe 17
4.1.2 Tabel Hasil Persilangan 18
4.2 Analisis Data 19
4.3 Hipotesis Data 21
BAB 5. PEMBAHASAN 22
BAB 6. PENUTUP 24
6.1 Kesimpulan 24
6.2 Saran 24
DAFTAR PUSTAKA 25
LAMPIRAN 26

iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Drosophila melanogaster jantan (kiri) dan betina (kanan) strain N iii

iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Teknik Pengumpulan Data
Tabel 2. Data Pengamatan Fenotip D.melanogaster
Tabel 3. Tabel Hasil Persilangan

v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Genetika adalah salah satu cabang ilmu biologi yang mengkaji tentang materi genetik,
struktur, reproduksi, ekspresi, perubahan, dan rekombinasi, keberadaan dalam populasi, serta
perekayasaannya. Dalam bidang genetika dikenal istilah genetika mendel. Konsepsi genetika
mendel adalah hukum pemisahan Mendel (Mendel’s laws segregation), hukum pilihan bebas
Mendel (Mendel’s laws of independent assortment), populasi Mendel ( Mendelian Population),
dan gen-gen Mendel ( Mendelian genes). Selama percobaan Mendel disilangkan strain-strain
yang dikehendaki hingga keturunan pertama (F1). Ciri-ciri yang muncul pada F1 direkam
frekuensinya untuk mengungkap proporsi ciri-ciri tersebut. Analisa data dilakukan berdasarkan
data yang telah direkam secara kuantitatif tersebut (F1) dihubungkan dengan gambaran data
ciri induk (strain-strain yang disilangkan) (Corebima,1997). Penelitian persilangan strain ini
masih berkaitan dengan hukum Mendel, dimana diduga pada persilangan ini terjadi interaksi
antara kedua gen induk.
Interaksi antara faktor-faktor (sepasang) dapat berpengaruh terhadap viabilitas tiap
individu yang memilikinya. Efek atas viabilitas itu bahkan dapat menyebabkan matinya
individu bersangkutan secara cepat atau lambat. Interaksi antara faktor-faktor tersebut
mengakibatkan matinya individu yang bersangkutan atau bersifat letal. Interaksi antara faktor-
faktor (sepasang) dapat bersifat lethal yang dominan, tetapi dapat juga bersifat lethal yang
resesif. Interaksi yang bersifat lethal dominan berlangsung antara faktor yang sama-sama
dominan. Interaksi yang bersifat lethal resesif berlangsung antara faktor yang sama-sama
resesif. Faktor-Faktor (sepasang) yang interaksinya bersifat lethal dikenal sebagai faktor lethal
( Corebima, 1997).
Berdasarkan penelitian-penelitian yang sebelumnya telah diketahui bahwa Drosphila
melanogaster merupakan salah satu contoh hewan yang dapat terjadi Interaksi gen letal.
Interaksi yang terjadi pada persilangan ini merupakan interaksi antara faktor-faktor bersifat
letal yang dominan. Dalam hal ini interaksi pasangan homozigot bersifat lethal. Rasio yang
diturunkan bukan 1:2:1 tetapi 2:1 karena turunanan yang memiliki pasangan homozigot
dominan ini mati. Biasanya individu yang membawahi pasangan faktor lethal dominan sama-
sama dominan akan segera mati, tetapi adapula beberapa contoh pasangan faktor lethal
dominan yang efek lethalnya tertunda, sehingga individu yang membawahinya dapat bertahan
hidup selama beberapa waktu ( Corebima, 1997).

1
Menurut Campbell (2002), Drosophila banyak digunakan dalam penelitian Genetika
karena Drosophila melanogaster memiliki beberapa keuntungan, antara lain, 1) Mudah
dipelihara pada media makanan yang sederhana, pada suhu kamar dan didalam botol selai
berukuran sedang, 2) Mudah diperoleh sehingga tidak menghambat penelitian, 3) Mempunyai
ukuran kecil dan mudah dikembangbiakkan di laboratorium, 4) Mempunyai siklus hidup
pendek (hanya kira-kira 2 minggu) sehingga dalam waktu satu tahun dapat diperoleh 25
generasi. 5) Mempunyai tanda-tanda kelamin sekunder yang mudah dibedakan. Lalat betina
lebih besar dari pada lalat jantan, ujung abdomen meruncing dan pada abdomen terdapat garis-
garis hitam melintang. 6) Hanya mempunyai 4 kromosom saja, sehingga mudah
menghitungnya.
Pada penelitian ini dilakukan dengan menyilangkan antara strain N dan Pm beserta
resiproknya sehingga dapat diketahui rasio perbandingan fenotip yang muncul pada F1 dan
F2, serta mendapatkan fenomena yang terjadi berdasarkan hasil persilangan tersebut, yaitu
penyimpangan terhadap Hukum Mendel terutama tentang gen letal yang menyebabkan ratio
fenotip yang diturunkan bukan 1:2:1 tetapi 2:1. Berdasarkan latar belakang tersebut maka kami
melakukan penelitian yang berjudul “Interaksi Gen Lethal Pada Persilangan Drosophila
melanogaster Strain N dan Pm (N♂><N♀, Pm♂>< Pm♀, N♀>< Pm♂ beserta resiproknya)”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut.
1. Bagaimana fenotip F1 Drosophila Melanogaster dari persilangan (♀N><♂N,
♀ Pm >< ♂ Pm, dan ♀N >< ♂ Pm beserta dengan resiproknya)?
2. Bagaimana rasio F1 Drosophila Melanogaster dari persilangan (♀N><♂N, ♀ Pm
>< ♂ Pm, dan ♀N >< ♂ Pm beserta dengan resiproknya)?
3. Bagaimana fenomena interaksi gen lethal dominan yang terjadi pada Drosophila
Melanogaster dari persilangan pada ♀ Pm>< ♂ Pm?
1.3 Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah,
1. Mengetahui fenotip F1 Drosophila Melanogaster dari persilangan (♀N><♂N, ♀ Pm
>< ♂ Pm, dan ♀N >< ♂ Pm beserta dengan resiproknya).
2. Mengetahui rasio F1 Drosophila Melanogaster dari persilangan (♀N><♂N, ♀ Pm ><
♂ Pm, dan ♀N >< ♂ Pm beserta dengan resiproknya).
3. Mengetahui fenomena interaksi gen lethal dominan yang terjadi pada Drosophila
Melanogaster dari persilangan pada ♀ Pm>< ♂ Pm.
1.4 Manfaat Penelitian
2
Setelah adanya penelitian diharapkan agar penelitian ini dapat memberikan manfaat
sebagai berikut,
1. Memberikan informasi mengenai gen letal dominan, serta mengetahui interaksi gen
letal pada mata ungu yang dapat berpengaruh pada kematian Drosophila
Melanogaster,
2. Membantu penelitian lain yang masih terkait dengan masalah gen letal, dengan
membagikan hasil penelitian yang telah dilakukan.
1.5 Asumsi Penelitian
Sebelum dilakukan penelitian, peneliti berasumsi bahwa ada beberapa keadaan atau
kondisi yang dianggap sama yaitu,
1. Waktu yang digunakan selama penelitian dalam mengembangbiakkan Drosophila
melanogaster dianggap sama.
2. Dalam pembuatan medium, bahan yang digunakan dalam pembuatan medium ini
dianggap sama.
3. Selama penelitian ini faktor lingkungan seperti tempat pengembangbiakan, cahaya
atau sinar, suhu maupun kelembapan dianggap sama.
1.6 Ruang Lingkup dan Batasan
Pada penelitian ini memiliki batasan masalah sebagai berikut,
1. Menggunakan lalat buah Drosophila Melanogaster dengan strain N dan strain Pm.
2. Hanya mengamati berdasarkan fenotip perbedaan mata antara strain N dan strain
Pm.
3. Penelitian ini mencari fenomena yang terjadi pada persilangan F1 strain N dan Pm
(♀N ><♂N, ♀Pm >< ♂Pm, dan♀N >< ♂Pm beserta dengan resiproknya).
4. Pengamatan fenotipe F1 tidak terpaut kelamin induk.
1.7 Definisi Operasional
1. Strain adalah galur-galur dalam suatu spesies.
2. Fenotip adalah karakter-karakter yang dapat diamati pada suatu individu yang
merupakan hasil interaksi antara genotip dan lingkungan tempat hidup dan
berkembang.
3. Genotip adalah keseluruhan jumlah informasi genetik yang terkandung pada suatu
makhluk hidup.
4. Sifat dominan merupakan sifat interaksi antara dua faktor (gen) penyusun suatu
pasang faktor (gen), sifat ini dapat terlihat pada persilangan monohibrid yaitu dari

3
dua ciri pada induk, hanya satu ciri yang muncul pada generasi turunan pertama
(F1), satu ciri yang mengalahkan yang lain.
5. Sifat resesif merupakan sifat kebalikan dari sifat dominan, yaitu ciri yang
dikalahkan.
6. Karakter homozigot adalah karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang) identik.
Contoh, karakter yang bergenotip AA tergolong homozigot.
7. Karakter heterozigot adalah yang dikontrol oleh dua gen (sepasang) tidak identik
(berlainan). Contoh karakter yang bergenotip Aa tergolong bersifat heterozigot.
8. Interaksi letal adalah interaksi antara faktor-faktor (sepasang) yang dapat
berpengaruh terhadap viabilitas tiap individu yang memilikinya yang dapat
menyebabkan kematian.
9. Pada penelitian ini, fenotip yang diamati terdiri dari warna mata, warna tubuh dan
panjang sayap.

4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Lalat Buah (Drosophilla melanogaster)
2.1.1 Sistematika Drosophilla melanogaster
Sistematika dari Drosophila melanogaster, menurut Borror (1992) sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Famili : Drosophilidae
Genus : Drosophila
Spesies : Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster merupakan jenis lalat buah yang memiliki ciri-ciri warna
tubuh kuning kecoklatan dengan lingkaran berwarna hitam di tubuh bagian belakang. Pada lalat
betina memiliki ukuran panjang sekitar 2,5 mm. Sedangkan lalat jantan memiliki ukuran yang
lebih kecil apabila dibandingkan dengan lalat betina. Di samping itu, lalat jantan juga ditandai
dengan adanya tanda hitam yang berada di ujung tubuh bagian belakang. Deskripsi mengenai
keadaan tubuh yang lain bergantung pada strain (Ghostrecon, 2008).
Menurut Suryo (2005), pada genom Drosophila melanogaster terdiri atas 4 pasang
kromosom, pasangan X/Y dan tiga autosom yang berlabel 2,3,4. Kromosom yang keempat
berukuran sangat kecil. Genom terdiri atas 165 juta basa dan kira-kira 14.000 gen. Drosophila
melanogaster betina memiliki 4 pasang kromosom homolog dan dua kromosom lainnya
homolog, sedangkan yang jantan hanya memiliki 3 kromosom homolog.

Gambar 2.1.1.1 Drosophila melanogaster jantan (kiri) dan betina (kanan) strain N
Sumber: Gompel, 2013
2.1.2 Siklus Hidup Drosophilla melanogaster

5
Lalat buah (Drosophila melanogaster) tergolong Holometabola, memiliki periode
istirahat yaitu dalam fase pupa. Dalam perkembangannya lalat buah (Drosophila melanogaster)
mengalami metamorfosis sempurna yaitu melalui fase telur, larva, pupa dan lalat buah
(Drosophila Melanogaster) dewasa. Lalat betina setelah perkawinan menyimpan sperma di
dalam organ yang disebut spermatheca (kantong sperma). Lalat jantan dan betina adalah
diploid. Setiap kali pembelahan meiosis dihasilkan 4 sperma haploid di dalam testes lalat jantan
dewasa sedangkan pada lalat betina dewasa hanya dihasilkan 1 butir telur dari setiap kali
pembelahan (Wiyono dalam Nur aini, 2008). Tahap – tahap siklus hidup lalat buah (Drisophila
melanogaster), sebagai berikut :
a. Telur
Telur berukuran 0,5 mm dan berbentuk lonjong. Telur dilapisi oleh dua lapisan, yang
pertama selaput vitelin tipis yang mengelilingi sitoplasma dan yang kedua selaput tipis tetapi
kuat (korion) di bagian luar dan di anterior terdapat dua tangkai tipis. Permukaan korion
tersusun atas lapisan kitin yang kaku, berwarna putih transparan. Pada salah satu ujungnya
terdapat filamen-filamen yang mencegah supaya telur tidak tenggelam di dalam medium
(Wiyono dalam Nur aini, 2008).
b. Larva
Telur menetas menjadi larva dalam waktu 24 jam. Larva berwarna putih, memiliki
segmen, bentuknya menyerupai cacing, mulut berwarna hitam dengan bentuk kait sebagai
pembuat lubang. Pada stadium ini aktifitas makan semakin meningkat dan geraknya relatif
cepat. Drosophila melanogaster pada tahap larva mengalami dua kali molting. Tahap antara
molting satu dengan selanjutnya disebut instar (Demerec dan Kaufmann dalam Nur aini, 2008).
Larva Drosophila melanogaster memiliki tiga tahap instar yang disebut dengan larva
instar-1, larva instar-2, dan larva instar-3 dengan waktu perkembangan berturut-turut selama
24 jam, 24 jam dan 48 jam diikuti dengan perubahan ukuran tubuh yang makin besar. Larva
instar-1 melakukan aktivitas makan pada permukaan medium dan pada larva instar-2 mulai
bergerak ke dalam medium demikian pula pada larva instar-3. Aktivitas makan ini berlanjut
sampai mencapai tahap pre pupa. Sebelum mencapai tahap ini larva instar-3 akan merayap dari
dasar botol medium ke daerah atas yang relatif kering). Selama tahap perkembangan larva,
medium mengalami perubahan dalam komposisi dan bentuk (Mulyanti, 2005).
c. Pupa
Proses perkembangan pupa sampai menjadi dewasa membutuhkan waktu 4-4,5 hari.
Pada awalnya pupa berwarna kuning muda, bagian kutikula mengeras dan berpigmen. Pada
tahap ini terjadi perkembangan organ dan bentuk tubuh. Dalam waktu yang singkat, tubuh

6
menjadi bulat dan sayapnya menjadi lebih panjang. Warna tubuh Drosophila melanogaster
dewasa yang baru muncul lebih mengkilap dibandingkan Drosophila melanogaster yang lebih
tua (Wiyono dalam Nur aini, 2008).
d. Imago/Dewasa
Lalat dewasa jantan dan betina mempunyai perbedaan morfologi pada bagian posterior
abdomen. Pada lalat betina dewasa terdapat garis-garis hitam melintang mulai dari permukaan
dorsal sampai bagian tepi. Pada lalat jantan ukuran tubuh umumnya lebih kecil dibandingkan
dewasa betina dan bagian ujung segmen abdomen berwarna hitam. Pada bagian tarsal pertama
kaki depan lalat jantan terdapat bristel berwarna gelap yang disebut sex comb (Mulyanti, 2005).
2.1.3 Strain N Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster merupakan spesies dimorfik seksual, di mana jantan dan
betina dapat dengan mudah dibedakan melalui beberapa perbedaan morfologinya. Pada
umumnya, betina berukuran lebih besar dibandingkan jantan akan tetapi hal ini juga
dipengaruhi oleh beberapa fakor seperti usia, kondisi lingkungan, dan genetiknya. Pada jantan,
bagian segmen posterior (perut) (A5 dan A6) berwarna gelap dan mengkilap, sedangkan pada
betina segmen ini memiliki warna yang bervariasi mulai dari pucat sampai gelap. Betina dan
jantan keduanya memiliki garis-garis gelap di sisi dorsal setiap segmen perut (Gompel, 2013).
Berikut ini merupakan perbedaan ciri morfologi eksternal Drosophila melanogaster
jantan dan betina menurut Gompel (2013):
1. Betina memiliki perut dengan ujung yang runcing sedangkan jantan memiliki perut
dengan ujung bulat dan cenderung meringkuk ke dalam,
2. Organ genetalia eksternal pada jantan berukuran lebih besar, lebih kompleks, dan lebih
gelap daripada organ genetalia eksternal betina,
3. Kaki depan jantan hanya membawa sex combs hitam tebal pada segmen tarsal pertama.
2.1.4 Strain Pm Drosophila melanogaster
Strain plum (Pm) dicirikan memiliki bentuk tubuh sama dengan Drosophilla
melanogaster strain normal (N) dengan warna mata facet ungu tua. Kelainan ini disebabkan
adanya mutasi pada kromosom nomor 3, lokus 91.
2.2 Gen Dominan dan Gen Resesif
Pada persilangan monohibrida dengan tanaman coba ercis (Pisum sativum), dari antara
dua ciri pada induk hanya satu ciri yang muncul pada generasi turunan pertama (F1). Mendel
menyebutkan dalam permasalahan tersebut sebagai ciri induk yang satu mengalahkan ciri
induk yang lain, ciri yang mengalahkan disebut bersifat dominan dan ciri yang dikalahkan
bersifat resesif. Kedua sifat tersebut terbukti pada salah satu percobaan J. G. Mendel ketika

7
mempelajari pewarisan sifat bentuk biji. Tanaman ercis ( Pisum sativum), berbiji bulat
disilangkan dengan berbiji keriput, ternyata seluruh turunan pertama yang muncl adalah
yang berbiji bulat. Tidak peduli induk jantan yang digunakan apakah yang berbiji bulat ataukah
yang berbiji keriput (Corebima, 2013).
P1 biji bulat x biji keriput
Genotip RR rr
Gamet R r
F1 Rr (Biji bulat)
Karena gen R dominan terhadap gen r
Menurut Corebima (2013) sifat dominan dan sifat resesi merupakan sifat interaksi
antara dua faktor gen penyusun suatu pasang faktor (gen). Sifat homozigot adalah sifat yang
dikontrol oleh suatu pasang gen yang identik, sedangkan sifat heterozigot adalah sifat yang
dikontrol oleh suatu gen yang tidak identik (berlainan). Misalnya gen R adalah gen dominan
dan gen r adalah gen resesif, maka suatu karakter yang bergenotip RR adalah homozigot
dominan, rr adalah homozigot resesif dan Rr heterozigot.
Menurut Tamarin (2001), gen mengontrol pembentukan enzim yang merupakan suatu
protein fungsional yang mengontrol setiap jalur reaksi biokimia di dalam tubuh makhluk hidup.
Untuk gen dominan, mengontrol pembentukan enzim yang fungsional yang dapat
mengkatalisis tahap reaksi biokimia yang spesifik. Individu heterozigot adalah normal karena
satu gen memproduksi enzim yang dihasilkan gen homozigot dominan.
2.3 Interaksi Gen
Menurut Corebima (2013) interaksi gen adalah interaksi antara faktor – faktor gen
untuk mengontrol suatu sifat yang sama dari suatu individu Istilah interaksi gen sering
digunakan untuk menggambarkan pemikiran bahwa beberapa gen mempengaruhi suatu
karakteristik tertentu. Suatu sifat keturunan yang nampak pada suatu individu ditentukan oleh
gen. Menurut Klug dan Cluming (1997) menyatakan bahwa segera setelah penemuan kembali
kerja Mendel, banyak eksperimen yang mengungkap bahwa karakter individu memperlihatkan
fenotip yang berlainan sering yang sering dikontrol oleh lebih dari satu gen. Penemuan ini
signifikan karena mengungkapkan bahwa genetic mempengaruhi fenotip yang lebih kompleks
daripada yang ditemukan Mendel dalam persilangandengan menggunakan kacang kercis.
Menurut Corebima (2013), konsepsi faktor yang diajukan Mendel adalah satuan atau
unit yang berdiri sendiri, sedangkan menurut Gardner, dkk (1984) Mendel berpendapat bahwa
satu gen (tunggal) bertanggung jawab terhadap satu sifat. Tetapi selama ini, terdapat beberapa
penyimpangan dari hukum Mendel karena adanya pengontrolan suatu sifat yang tidak hanya

8
dilakukan oleh satu gen saja tetapi oleh beberapa gen atau lebih yang melakukan kerjasama
(interaksi) seperti yang telah dibuktikan oleh beberapa ahli Genetika sesudahnya.
Salah satu kajian pewarisan sifat yang menyimpang dari rasio Mendel adalah adanya
interaksi gen. Dimana dewasa ini diketahui bahwa karakter atau sifat makhluk hidup muncul
sebagai suatu produk dari rangkaian reaksi biokomia yang dikatalis oleh enzim. Enzim tersebut
tersusun oleh polipeptida- polipeptida yang pembentukannya dikontrol oleh faktor atau gen.
Dengan demikian tidak ada satu sifat atau karakter yang dikontrol oleh satu faktor atau satu
unit karakter (gen), tetapi pengontrolan sifat (karakter) tersebut oleh satu faktor atau unit
karakter dianggap benar dalam batas satu tahap reaksi biokimia (Corebima, 2013).
2.4 Interaksi Lethal
Menurut Corebima (2013), interaksi antara faktor-faktor (sepasang) dapat berpengaruh
terhadap viabilitas tiap individu yang memilikinya. Efek atau viabilitas itu bahkan dapat
menyebabkan matinya individu yang bersangkutan secara cepat atau lambat. Interaksi antara
faktor-faktor termaksud, yang berakibat matinya individu yang bersangkutan, dikatakan
bersifat lethal.
Interaksi antara faktor-faktor (sepasang) dapat bersifat lethal yang dominan, tetapi
dapat juga bersifat lethal yang resesif. Interaksi yang bersifat lethal dominan berlangsung
antara faktor-faktor yang sama-sama dominan. Interaksi yang bersifat lethal resesif
berlangsung antara faktor-faktor yang sama-sama resesif. Faktor-faktor (sepasang) yang
interaksinya bersifat lethal dikenal sebagai faktor lethal.
Sedangkan contoh untuk pasangan faktor yang sama – sama dominan yang interaksinya
bersifat lethal dominan adalah pasangan faktor yang bertanggung jawab atas kelainan postur
pada ayam yang disebut “Creeppers”. Dalam hal ini interaksi pasangan CC (homozigot
dominan) bersifat lethal. Bagan persilangan ayam Creepers dapat dilihat pada bagan dibawah
ini:
P1 Creepers x Creepers
G Cc Cc
F1 CC Cc cc
(mati) (Creepers) (normal)
Mutasi lethal itu adalah yang mengakibatkan suatu sel atau makhluk hidup tidak dapat
hidup (Brown, 1989, dalam Corebima). Di kalangan bakteri contoh mutasi lethal misalnya yang
berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mensintesis asam amino yang spesifik. Dalam
hal ini bakteri tersebut akan mati jika dikultur pada medium yang tidak mengandung asam
amino itu.

9
Pada manusia berbagai cacat seperti Tay sachs disease dan Huntington disesse bersifat
lethal di waktu – waktu tertentu selama siklus hidup. Pada kenyataannya memang efek mutasi
lethal ataupun yang dapat terekspresi di berbagai tingkat perkembangan mulai awal
embriogenesis hingga ke tahap – tahap perkembangannya selanjutnya sepanjang hayat
makhluk hidup dan mutasi tersebut dapat mempengaruhi berbagai jaringan, pola perilaku,
ataupun proses metabolik (Ayala, dkk, 1984 dalam Corebima, 2000).
Menurut Klug dan Clummings (1994) dalam Corebima (2000), kematian pada individu
yang mempunyai gen lethal juga disebabkan mutasi Lethal yaitu mutasi biokimia, juga
menyebabkan mutasi biokimia dapat menimbulkan variasi nutrisional atau biokimia yang
menyimpang dari kondisi normal.
2.4 Kerangka Konseptual

Penelitian yang kami lakukan menggunakan kerangka konseptual, sebagai berikut:

Penyimpangan hukum Mendel I

Mendel menyebutkan ciri induk yang satu mengalahkan ciri induk yang lain, ciri
yang mengalahkan disebut bersifat dominan dan ciri yang dikalahkan bersifat
resesif. Kedua sifat tersebut terbukti pada salah satu percobaan J. G. Mendel ketika
mempelajari pewarisan sifat bentuk biji.

Interaksi gen adalah penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang


menimbulkan fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua
pasang gen yang tidak sealel.

Interaksi lethal merupakan interaksi antara faktor-faktor (sepasang) yang dapat


berpengaruh terhadap viabilitas tiap individu yang memilikinya. Interaksi antara
faktor-faktor termaksud berakibat matinya individu yang bersangkutan.

Interaksi lethal dominan Interaksi lethal resesif

10
Mutasi gen plum menyebabkan sel glial Myo yang bersifat toksik terekspresi
secara berlebihan.

Plum merupakan sebuah immunoglobulin superfamily (IgSF) transmembrane


protein yang dibutuhkan secara otonom dalam proses pemangkasan akson dari
mushroom body (MB) γ neuron serta untuk perbaikan sinaps ektopik di persimpangan
neuromuskular yang berkembang dalam tubuh Drosophila.

Keturunan fenotipe F1

2.5 Hipotesis Penelitian


1. Fenotipe F1 pada persilangan Drosophila melanogaster strain:
a. ♀N><♂N adalah Drosophila melanogaster bermata merah (N).
b. ♀Pm><♂Pm adalah Drosophila melanogaster bermata merah (N) dan bermata
ungu tua (Pm).
c. ♀N><♂Pm beserta resiproknya adalah Drosophila melanogaster bermata merah
(N) dan bermata ungu tua (Pm).
2. Ratio fenotipe F1 pada persilangan Drosophila melanogaster strain:
a. ♀N><♂N adalah 100% N
b. ♀Pm><♂Pm adalah 1:2:1 (lethal : Pm : N)
c. ♀N><♂Pm beserta resiproknya adalah 1:1 (N : Pm)
3. Ada fenomena interaksi gen lethal dominan homozigot pada persilangan ♀Pm><♂Pm

11
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan dan jenis penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian yang bersifat deskriptif kuantitatif dan
kualitatif dengan melakukan persilangan Drosophilla melanogaster strain Pm dan N, yaitu
persilangan ♀N ><♂N, ♀Pm >< ♂Pm, dan ♀N >< ♂Pm beserta dengan resiproknya. Keempat
tipe persilangan tersebut dilakukan sebanyak 6 ulangan. Pengambilan data dilakukan dengan
cara pengamatan langsung dan mencatat semua perhitungan jumlah fenotip
yang muncul pada F1.
3.2 Waktu dan tempat
Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari 2019 sampai Mei 2019. Kegiatan penelitian
dilakukan di Laboratorium Genetika gedung O5 Biologi ruang 310 Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang.
3.3 Populasi dan sampel
Populasi yang digunakan adalah lalat buah ( Drosophila melanogaster) yang telah
disediakan di laboraturium Genetika Universitas Negeri Malang dan sampel yang digunakan
adalah Drosophila melanogaster strain N dan strain Pm.
3.4 Alat dan bahan
3.4.1 Alat
 Mikrokop stereo untuk mengidentifikasi strain yang digunakan
 Kuas kecil untuk mengambil pupa jika mengampul
 Botol selai sebagai tempat pengembangbiakan lalat
 Selang plastic diameter 0,5 mm dan diameter 0.3 mm untuk mengambil lalat dan dapat
digunakan sebagai tempat mengampul
 Spons untuk penutup botol
 Pengaduk untuk memasak medium
 Gunting
 Blender
 Panci untuk memasak medium
 Kompor untuk memasak medium
 Timbangan untuk menimbang bahan medium
 Stopwatch untuk mengetahui waktu memasak medium
 Kamera untuk dokumentasi

12
3.4.2 Bahan
 Drosophila melanogaster strain N dan Pm
 Pisang rajamala
 Tape singkong
 Gula merah
 Ragi
 Air
 Kain kasa
 Kantong plastik
3.5 Prosedur
1. Pembuatan Medium
a. Seluruh bahan medium dit imbang dengan masing-masing berat. Dalam satu resep
dibutuhkan pisang 700 g, tape 200 g, dan gula merah 200 g. Ketiga bahan dibuat dengan
perbadingan 7:2:2.
b. Gula merah ditambahkan air kemudian dipanaskan dengan api sedang.
c. Pisang dipotong kecil-kecil, gula merah dihaluskan, serat tape dibuang.
d. Tape dan pisang diblender dengan ditambahkan air secukupnya
e. Pisang dan tape yang telah dihaluskan kemudian dicampur kedalam panci yang berisi air
gula merah.
f. Setelah adonan tercampur, kemudian dipanaskan di atas api sedang dan diaduk secara
berkala. Ditunggu hingga 45 menit.
g. Medium yang sudah masak dapat segera dimasukkan kedalam botol selai yang bersih
(kurang lebih 2-2,5 cm) kemudian ditutup dengan spons. Kemudian medium ditunggu hingga
dingin.
h. Setelah medium dingin, taburkan 2 butir yeast dipermukaan atas medium. Selanjutnya pupasi
dipasangkan pada bagian tengah medium dengan posisi berdiri.
2. Peremajaan Stok
a. Medium pada botol selai yang sudah dingin dapat segera
digunakan untuk peremajaan.
b. Botol diberikan label sesuai dengan stain yang diremajakan
c. Lalat dimasukan kedalam botol medium yang sudah dilabeli, dengan perbandingan jantan
dan betina minimal 3:3.
3. Prosedur Pengamatan Fenotip

13
a. Masing-masing strain diambil 2-3 lalat sebagai sampel yang akan diamati fenotipnya.
Kemudian dimasukkan kedalam plastik bening. Atur posisi lalat agar bagian mata, sayap dan
tubuhnya terlihat dengan jelas.
b. Amati bagaimana morfologi lalat pada setiap strain. Cermati warna mata, faset mata, warna
tubuh serta ukuran dan penutupan sayapnya. Bandingkan dan bedakan antara strain yang satu
dengan yang lain.
c. Ciri-ciri morfologi yang didapat dicatat kemudian gambarkan.
4. Peremajaan Lalat
a. Medium yang telah dibuat dipanaskan lalu dimasukkan ke dalam botol.
b. Botol yang berisi medium tersebut diletakkan dalam wadah berisi air agar cepat dingin.
c. Dimasukkan 3-5 butir fermipan dan kertas pupasi ke dalam botol yang sudah dingin.
d. Medium ditutup dengan spons dan lalat mulai diremajakan.
e. Diambil minimal 3 stok lalat jantan dan 3 lalat betina (sesama strain).
f. Lalat-lalat tersebut dipindahkan ke medium baru dengan cara disedot menggunakan selang.
5. Pengampulan
a. Disiapkan selang dengan diameter 0,5 cm dan dipotong dengan panjang kurang lebih
8-10 cm.
b. Dimasukkan potongan pisang ke dalamnya (di bagian tengah).
c. Diambil pupa yang telah hitam dengan cotton bud atau kuas yang sudah dibasahi dan
diletakkan di dalam selang (1 selang 2 pasang strain).
d. Selang dilabeli dengan nama strain dan tanggal pengampulan.
e. Pupa ditunggu hingga menetas selama 2-3 hari.
f. Lalat yang sudah menetas disilangkan dengan jangka waktu maksimal 3 hari setelah
pengampulan.

6. Persilangan
a. Pupa yang sudah menetas dipilih dan dibedakan yang jantan dan betina.
b. Disilangkan ♀N ><♂N
c. Disilangkan ♀ Pm >< ♂ Pm
d. Disilangkan ♀N >< ♂ Pm beserta resiproknya
e, Lama persilangan adalah dua hari. Persilangan dilakukan sampai ulangan 6.
f. Setelah dua hari jantan dilepaskan.
7. Perhitungan F1
a. Setelah jantan dilepas, botol harus diamati sampai pada botol medium telah nampak larva.

14
b. Setelah nampak adanya larva, betina dipindahkan pada botol lain, botol sebelumnya dilabeli
A dan botol selanjutnya dilabeli B. Pemindahan dilakukan hingga pada botol D.
c. Botol yang berisi larva terus diamati hingga menetas menjadi lalat. Yang diamati yaitu,
jumlah lalat pada setiap botol pemindahan dan strain yang muncul. Pengamatan fenotip
dilakukan hingga tujuh hari.
d. Hasil pengamatan ditulis dan dimasukkan kedalam tabel pengamatan fenotip.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan mengamati fenotipe dan
menghitung jumlah anakan yang menetas pada Drosophila melanogaster hasil persilangan
strain ♀N><♂N, ♀Pm><♂Pm, dan ♀N><♂Pm beserta resiproknya selama 7 hari setelah
pupa pertama menetas. Data diambil mulai hari pertama menetas hingga hari ketujuh untuk
setiap ulangan dan disajikan dalam bentuk tabel data pengamatan.

Tabel 3.6.1 Perhitungan Jumlah Fenotipe pada Drosophila melanogaster Hasil


Persilangan Strain ♀N><♂N, ♀Pm><♂Pm, dan ♀N><♂Pm dan Resiproknya Selama 7
Hari
Hari Ke-
Botol Fenotipe 1 2 3 4 5 6 7 ∑

A N
Pm
B N
Pm
C N
Pm
D N
Pm

3.7 Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekonstruksi
kromosom dan rasio F1 empat jenis persilangan yang anakannya mengalami interaksi lethal
dengan Uji X2 (Chi-Square). Jika data yang diperoleh lengkap, yaitu botol A,B,C dan D sampai
enam ulangan maka analisis yang dilakukan dengan menggunakan Uji X2 (Chi-Square).
Selanjutnya dibandingkan X2 hitung dengan X2 tabel (0,05).

15
Uji dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan:
O = nilai kuantitatif hasil percobaan
E = nilai harapan nisbah peluang diperolehnya suatu hasil percobaan.
Rumus tersebut dapat digunakan dengan ketentuan bahwa sample harus diambil secara
acak dari sebuah populasi dan variable yang diukur pun harus independent (bebas). Hasil
perhitungan total (X2h) selanjutnya dibandingkan dengan table . Apabila hasil perhitungan
X2h lebih besar daripada tabel (X2t) maka hipotesis ditolak artinya hasil percobaan yang kita
peroleh sesuai dengan nisbah yang diperoleh secara teoritis.

16
BAB IV
ANALISIS DATA
4.1 Pengumpulan data
4.1.1. Pengamatan Fenotipe
Pada penelitian ini kami menggunakan Drosophila melanogaster strain normal (N) dan
strain plum (Pm). Data disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.1.1 Data Hasil Pengamatan Fenotipe Drosophila melanogaster Strain Normal
(N) dan Strain Plum (Pm)
Strain Ciri
Drosophila melanogaster Strain Normal (N) a. Facet mata berwarna merah
b. Warna tubuh kuning kecoklatan
dengan cincin berwarna hitam pada
tubuh bagian belakang
c. Memiliki sayap transparan berukuran
panjang hingga melebihi panjang
tubuh
d. Abodmen bersegmen lima dan bergaris
hitam

(Sumber: Dokumen Pribadi, 2019)


Drosophila melanogaster Strain Plum (Pm) a. Facet mata berwarna ungu tua
b. Bentuk tubuh sama seperti pada
Drosophila melanogaster strain
normal (N)

17
(Sumber: Dokumen Pribadi, 2019)

4.1.2 Tabel Hasil Persilangan


Berikut ini merupakan data fenotipe hasil persilangan F1 Drosophila melanogaster
strain ♀N><♂N, ♀Pm><♂Pm, dan ♀N><♂Pm beserta resiproknya. Data disajikan dalam
tabel berikut:

Tabel 4.1.2 Data Fenotipe Hasil Persilangan Drosophila melanogaster ♀N><♂N

Ulangan
Persilangan F1 Fenotipe Jumlah
1 2 3 4 5 6
♀N><♂N N - - - - - - -

Tabel 4.1.3 Data Fenotipe Hasil Persilangan Drosophila melanogaster ♀N><♂Pm

Ulangan
Persilangan F1 Fenotipe Jumlah
1 2 3 4 5 6
N - - - - - - -
♀N><♂Pm
Pm - - - - - - -

Tabel 4.1.4 Data Fenotipe Hasil Persilangan Drosophila melanogaster ♂N><Pm♀

Ulangan
Persilangan F1 Fenotipe Jumlah
1 2 3 4 5 6
N - - - - - - -
♂N><Pm♀
Pm - - - - - -

18
Tabel 4.1.5 Data Fenotipe Hasil Persilangan Drosophila melanogaster ♀Pm><♂Pm

Ulangan
Persilangan F1 Fenotipe Jumlah
1 2 3 4 5 6
N - - - - - - -
♀Pm><♂Pm Pm - - - - - - -

4.2 Analisis Data


Terdapat rekonstruksi kromosom yang perlu diperhatikan. Berikut penjelasannya:
A. P1 = ♀N >< ♂N
𝑃𝑚 𝑃𝑚
Genotip 1 = >< 𝑃𝑚
𝑃𝑚


Pm Pm

𝑃𝑚
𝑃𝑚
Pm 𝑃𝑚
𝑃𝑚

𝑃𝑚
𝑃𝑚
Pm 𝑃𝑚
𝑃𝑚

Gamet 1 = Pm
𝑃𝑚
F1 = 𝑃𝑚
(N Homozigot)
Perbandingan fenotipe N : N = Normal 100%
B. P1 = N♀ >< Pm♂

𝑃𝑚 𝑃𝑚+
Genotip 1 = >< 𝑃𝑚
𝑃𝑚


Pm+ Pm

𝑃𝑚+ 𝑃𝑚
Pm 𝑃𝑚 𝑃𝑚

19
𝑃𝑚+
𝑃𝑚
Pm 𝑃𝑚
𝑃𝑚

Gamet 1 = Pm+, Pm

𝑃𝑚 𝑃𝑚+
F1 = 𝑃𝑚
(N), 𝑃𝑚
(Pm)
Perbandingan fenotipe N : Pm = 1:1

C. P1 = N♂ >< Pm ♀
𝑃𝑚 𝑃𝑚+
Genotip 1 = >< 𝑃𝑚
𝑃𝑚


Pm+ Pm

𝑃𝑚+ 𝑃𝑚
Pm 𝑃𝑚 𝑃𝑚

𝑃𝑚+
𝑃𝑚
Pm 𝑃𝑚
𝑃𝑚

Gamet 1 = Pm+, Pm
𝑃𝑚 𝑃𝑚+
F1 = 𝑃𝑚 (N), 𝑃𝑚
(Pm)
Perbandingan fenotipe N : Pm = 1:1

D. P1 = Pm♂ >< Pm♀


𝑃𝑚+ 𝑃𝑚+
Genotip 1 = 𝑃𝑚
>< 𝑃𝑚


Pm+ Pm

𝑃𝑚+
𝑃𝑚+
Pm+ 𝑃𝑚+
𝑃𝑚

20
𝑃𝑚+
𝑃𝑚
Pm 𝑃𝑚
𝑃𝑚

Gamet 1 = Pm+, Pm+; Pm+,Pm; Pm, Pm.

𝑃𝑚+ 𝑃𝑚+ 𝑃𝑚
F1 = ( Pm Homozigot Dominan), (Pm), 𝑃𝑚 (N)
𝑃𝑚+ 𝑃𝑚

Perbandingan fenotipe homozigot dominan (lethal) : Pm : N = 1:2:1

1.3 Hipotesis data


1. Fenotipe F1 pada persilangan Drosophila melanogaster strain:
a. ♀N><♂N adalah Drosophila melanogaster bermata merah (N).
b. ♀Pm><♂Pm adalah Drosophila melanogaster bermata merah (N) dan bermata
ungu tua (Pm).
c. ♀N><♂Pm beserta resiproknya adalah Drosophila melanogaster bermata merah
(N) dan bermata ungu tua (Pm).
2. Ratio fenotipe F1 pada persilangan Drosophila melanogaster strain:
a. ♀N><♂N adalah 100% N
b. ♀Pm><♂Pm adalah 1:2:1 (lethal : Pm : N)
c. ♀N><♂Pm beserta resiproknya adalah 1:1 (N : Pm)
3. Ada fenomena interaksi gen lethal dominan homozigot pada persilangan ♀Pm><♂Pm

21
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Persilangan Drosophila melanogaster ♀N><♂N


Berdasarkan rekonstruksi kromosom diperoleh data hasil persilangan strain ♀N><♂N
dengan fenotipe anakan 100% normal. Data tersebut sesuai dengan hukum mendel dimana
keturunan F1 dari persilangan ♀N><♂N adalah 100% normal homozigot. Homozigot
merupakan karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang) yang identik (Corebima, 2013).

5.2 Persilangan Drosophila melanogaster ♀N><♂Pm beserta resiproknya


Berdasarkan data hasil rekonstruksi kromosom pada persilangan ♀N><♂Pm beserta
resiproknya menunjukkan bahwa fenotip anakan adalah N : Pm = 1:1. Hal ini sesuai dengan
hukum mendel dimana keturunan F1 dari persilangan ♀N><♂Pm beserta resiproknya adalah
50% N: 50% Pm heterozigot.
5.3 Persilangan Drosophila melanogaster ♀Pm><♂Pm
Berdasarkan hasil persilangan ♀Pm><♂Pm belum diperoleh data anakan dikarenakan
beberapa hal, yaitu adanya jamur dan kutu pada medium, serta betina yang mati di botol B.
Berdasarkan literatur, seharusnya akan diperoleh data anakan dengan fenotipe plum (Pm) :
normal (N) dengan rasio 2:1. Hasil ini menyimpang dari hasil rekonstruksi yang telah dibuat,
yaitu 1:2:1 dengan perbandingan plum homozigot lethal : plum heterozigot : normal. Interaksi
lethal merupakan faktor-faktor (sepasang) yang dapat berpengaruh terhadap viabilitas tiap
individu yang memilikinya bahkan dapat menyebabkan kematian individu yang bersangkutan.
Interaksi lethal dapat bersifat lethal yang dominan dan lethal resesif (Corebima, 2013).
Pada persilangan ♀Pm><♂Pm, keturunan yang membawa sifat plum homozigot akan
mengalami kelethalan atau kematian pada fase larva instar III. Pada plum homozigot,
kelethalan terjadi akibat ekspresi berlebihan glial-derived TGF-β ligand, Myoglianin yang
bersifat toksik sehingga terjadi kegagalan pemangkasan akson. Proses pemangkasan akson
terjadi ketika glial-derived TGF-β ligand, Myogliansin mengaktifkan TGF-β receptor Baboon
yang meregulasi ekspresi Ecdysone Receptor-B1 (EcR-B1). EcR-B1 merupakan kunci inisiasi
terjadinya pemangkasan akson (Yu et al, 2013).
Kelethalan pada plum homozigot juga dipengaruhi oleh mutasi gen plum yang
menyebabkan tidak bekerjanya proses pensinyalan TGF-β yang seharusnya meregulasi
ekspresi EcR-B1. Pada plum heterozigot, mutasi gen plum tidak terjadi pada dua alel, hal ini
menyebabkan Drosophila melanogaster masih dapat bertahan hidup, akan tetapi proses
pemangkasan akson tidak berlangsung secara sempurna (Yu et al, 2013).

22
Superfamili imunoglobulin (IgSF) protein transmembran pada Plum, yang dibutuhkan
sel secara otonom untuk pemangkasan akson mushroom body (MB) γ neuron dan untuk
perbaikan sinaps ektopik pada perkembangan persimpangan neuromuskuler di Drosophila.
Plum mempromosikan pemangkasan akson MB dengan mengatur ekspresi Ecdysone
Receptor-B1, inisiator kunci pemangkasan akson. Plum bertindak untuk memfasilitasi
pensinyalan Myoglianin, yang diturunkan dari TGF-β glial, pada MB γ neuron hulu dari
reseptor Baboon tipe-I. Myoglianin, Baboon, dan Ecdysone Reseptor-B1 juga diperlukan untuk
perbaikan sinaps neuromuskular persimpangan ektopik. Protein IgSF dan TGF-β sebagai
promotor utama perkembangan menghilangkan akson dan menunjukkan konservasi mekanistik
antara pemangkasan akson MB selama metamorfosis dan penyempurnaan koneksi
neuromuskuler larva ektopik (Yu et al, 2013).

23
BAB VI
Penutup
6.1 Simpulan
1. Fenotipe F1 pada persilangan Drosophila melanogaster strain:
a. ♀N><♂N adalah Drosophila melanogaster bermata merah (N).
b. ♀Pm><♂Pm adalah Drosophila melanogaster bermata merah (N) dan bermata
ungu tua (Pm).
c. ♀N><♂Pm beserta resiproknya adalah Drosophila melanogaster bermata merah
(N) dan bermata ungu tua (Pm).
2. Ratio fenotipe F1 pada persilangan Drosophila melanogaster strain:
d. ♀N><♂N adalah 100% N
e. ♀Pm><♂Pm adalah 1:2:1 (lethal : Pm : N)
f. ♀N><♂Pm beserta resiproknya adalah 1:1 (N : Pm)
3. Ada fenomena interaksi gen lethal dominan homozigot pada persilangan ♀Pm><♂Pm
6.2 Saran
Pemahaman terhadap topik penelitian dapat ditingkatkan dengan mencari referensi
pada berbagai jurnal maupun buku yang membahas interaksi lethal dan strain plum (Pm) pada
Drosophila melanogaster. Teknik analisis data yang digunakan juga harus dipahami dengan
baik berkaitan dengan data hasil pengamatan yang bervariasi dan sangat banyak.

24
DAFTAR PUSTAKA
Aini, Nur. 2008. Kajian Awal Kebutuhan Nutrisi Drosophila melanogaster. Bogor: Skripsi.
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
Borror, D.J., C.A, Triplehorn, N.F. Johnson. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi
ke-6.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Campbell, Neil A, dkk. 2002. Biologi Jilid 1 Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Corebima, A. D. 1989. Genetika Mendel. Surabaya: Airlangga University Press.
Corebima, A.D. 1997. Genetika Mendel. Surabaya: Airlangga University Press
Corebima. A.D. 2013. Genetika Mendel. Surabaya: Airlangga University Press
Gardner, E.J. dkk. 1984. Priciples of Genetics. John Wiley dan Sons, New York
Gompel, Nicholas. 2013. Atlas of Drosophila Morphology, Wild-type and Classical Mutants.
China : Elsevier Inc.
Klug W. S dan Cumming M. R. 1997. Concept of Genetic. New Jersey: Prentice Hall inc
Mulyanti, F. 2005. Mutagenesitas Perakuat dengan Uji Letal Resesif Terpaut Seks pada
Drosophila melanogaster M. Skripsi. Bandung: FMIPA UNPAD Jurusan Biologi.
Suryo. 2005. Genetika. Jakarta: Dekdikbud, Direktoral Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek
Pendidikan Tenaga Guru
Yu, et al. 2013. Plum, an Immunoglobulin Superfamily Protein, Regulates Axon Pruning by
Facilitating TGF-b Signaling. Stanford: Stanford University School of Medicine.

25
LAMPIRAN

Drosophila melanogaster Strain Normal (N)

Drosophila melanogaster Strain Plum (Pm)

26

Anda mungkin juga menyukai