Anda di halaman 1dari 15

FENOMENA INTERAKSI LETHAL DOMINAN PADA Drosophila melanogaster

PERSILANGAN Pm♀ >< Pm ♂, N ♀ >< N ♂ dan N♀ >< ♂Pm BESERTA


RESIPROKNYA

LAPORAN PROYEK

Untuk Memenuhi Tugas Genetika 1 yang Dibimbing Oleh


Prof. Dr. Hj. Siti Zubaidah, M.pd dan Andik Wijayanto, S.Si, M.Si

Disusun Oleh:
Kelompok 1
Offering C
Inayatul Karimah (160341606057)

Khazinatul Ilmiyah (1603416060)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
April 2018
Kata Pengantar

Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT karena melimpahkan rahmat dan
hidayah Nya untuk penulis menyelesaikan laporan proyek yang berjudul “ Fenomena
Interaksi Lethal Dominan pada Persilangan Drosophila Melanogaster strain Pm♀ >< Pm
♂, N ♀ >< N ♂ dan N♀ >< ♂Pm Beserta Resiproknya”.

Penulis menyadari bahwa pembuatan laporan proyek ini tidak lepas dari peran dari
beberapa pihak yang telah memberikan saran, bimbingan, pengarahan, petunjuk serta
fasilitas. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Siti Zubaidah, M.Pd dan Andik Wijayanto M.Si selaku Dosen
Matakuliah Genetika I
2. Beserta seluruh Asisten Dosen yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, serta
petunjuk dalam penyelesaian laporan proyek ini.
3. Petugas perpustakaan pusat Universitas Negeri Malang dan FMIPA yang telah
mempermudah penulis mencari referensi.

Penulis menyadari bahwa laporan proyek yang telah penulis buat ini tidak lepas dari
banyak kekurangan maka dengan segala kerendahan hati penulis mengharap kritik dan saran
dari semua pihak demi perbaikan laporan proyek ini. Semoga apa yang penulis sajikan dapat
bermanfaat untuk menambah wawasan.

Malang, 26 September 2018

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ………………………………………………………. v


DAFTAR ISI ………………………………………………………………… vii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………… ix
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… x
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… xiii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………...
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………….
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………..
1.4 Kegunaan Penelitian ………………………………………….
1.5 Asumsi Penelitian …………………………………………….
1.6 Batasan Masalah ……………………………………………...
1.7 Definisi Operasional………………………………..................
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka ………………………………………………..
2.2 Kerangka Konseptual ………………………………………...
2.3 Hipotesis Penelitian…………………………………………...
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian ............………………………………...
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ……..………………………….
3.3 Populasi dan Sampel ………………………………………….
3.4 Instrumen Penelitian ……….…………………………………
3.5 Prosedur Kerja ………………..................................................
3.6 Teknik Pengumpulan Data …………………………………...
3.7 Teknik Analisis Data …………………………………………
BAB 4 Analisis Data
4.1 Pengumpulan Data ……………………………………………
4.2 Analisis Data ....................…………………………………….
4.3 Hipotesis Data ………...............................................................
BAB 5 PEMBAHASAN
BAB 6 PENUTUP
6.1 Simpulan ……………………………………………………...
6.2 Saran ………………………………………………………….
DAFTAR RUJUKAN ……………………………………………………….
LAMPIRAN-LAMPIRAN ………………………………………………….
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Genetika adalah cabang ilmu biologi yang berhubungan dengan pewarisan sifat
dan ekspresi sifat-sifat menurun (Klug & Cummings, 2000). Drosophila melanogaster
merupakan salah satu serangga yang memiliki peranan yang sangat penting dalam
perkembangan ilmu genetika serta dijadikan model organisme diploid di laboratorium
karena ukurannya yang kecil, mempunyai siklus hidup pendek, jumlah keturunan yang
dihasilkan sangat banyak, dan murah biaya serta perawatannya. Drosophilla melanogaster
selama ini telah mengalami mutasi genetik sehingga dikenal dengan berbagai macam
strain, telah ditemukan 85 macam strain yang menyimpang dari tipe normal (wild type)
(Robert, 2005).

Mutasi meliputi mutasi gen dan mutasi kromosom. Pada mutasi kromosom terjadi
perubahan kromosom yang meliputi perubahan struktur dan perubahan jumlah
kromosom. Salah satu penyebab terjadinya perubahan jumlah kromosom adalah
peristiwa gagal berpisah atau nondisjunction. Peristiwa nondisjunction atau gagal
berpisah ini merupakan peristiwa kromosom yang mengalami gagal memisah selama
tahap meiosis. Sehingga terbentuk inti yang memiliki jumlah kromosom berlebih dan inti
yang kekurangan jumlah kromosom (Balqis, 2005).

Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan persilangan pada Drosophila


melanogaster antara individu betina bermata putih dan jantan berwarna merah yang
menghasilkan turunan jantan berwarna putih dan betina bermata merah sebagaimana yang
pertama kali dilaporkan T.H. Morgan dan Bridges, dilaporkan pula bahwa salah satu di
antara 2000 turunan F1 tersebut mempunyai warna mata menyimpang, entah betina
bermata putih atau jantan bermata merah. Bridges menduga bahwa penyimpangan itu
terjadi karena gagal berpisah pada kromosom kelamin X. Dalam hal ini kedua kromosom
kelamin X gagal memisah selama meiosis sehingga keduanya menuju ke kutub yang
sama, dan terbentuklah telur yang memiliki dua kromosom kelamin X maupun yang tidak
memiliki kromosom kelamin X (Corebima, 2013).
Dari penelitian yang dilakukan oleh Morgan dan Bridges dikatakan bahwa faktor
internal maupun faktor eksternal dapat menyebabkan terjadinya fenomena gagal berpisah.
Faktor internal meliputi umur, macam mutan, serta jenis faktor gen yang dimiliki.
Sedangkan faktor eksternal meliputi suhu, radiasi sinar X, radiasi sinar UV, karbon
dioksida dan zat kimia lainnya. Radiasi sinar dapat diperlakukan melalui pengamatan
perlakuan menggunakan sinar UV yang tergolong sinar jarak panjang yang
efek mutageniknya rendah (Corebima, 2013). Sehingga efek radiasi UV
sangat sensitif jika dikenai pada fase telur.

Pada penelitian ini dilakukan penelitian mengenai pengaruh sinar UV terhadap


peristiwa nondisjunction atau gagal berpisah, obyek yang digunakan adalah Drosophila
melanogaster strain N dan strain W dengan persilangan W♀ >< N ♂.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana fenomena nondisjuction yang terjadi pada persilangan D. melanogaster
♀W >< ♂N?
2. Bagaimana pengaruh variasi waktu penyinaran sinar UV terhadap frekuensi
nondisjuction pada persilangan D. melanogaster ♀W >< ♂N?
3. Bagaimana pengaruh macam strain terhadap frekuensi terjadinya nondisjunction pada
persilangan D. Melanogaster ♀W >< ♂N ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui fenomena nondisjuction yang terjadi pada persilangan D.
melanogaster ♀W >< ♂N
2. Untuk mengetahui pengaruh variasi waktu penyinaran sinar UV terhadap frekuensi
nondisjuction pada persilangan D. melanogaster ♀W >< ♂N
3. Untuk mengetahui pengaruh macam strain terhadap frekuensi terjadinya
nondisjunction pada persilangan D. Melanogaster ♀W >< ♂N
1.4 Manfaat Penelitian
 Bagi Peneliti
1. Peneliti dapat mengetahui fenomena nondisjuction yang terjadi pada persilangan D.
melanogaster ♀W >< ♂N
2. Peneliti dapat mengetahui pengaruh variasi waktu penyinaran sinar UV terhadap
frekuensi nondisjuction pada persilangan D. melanogaster ♀W >< ♂N
3. Peneliti dapat mengetahui pengaruh macam strain terhadap frekuensi terjadinya
nondisjunction pada persilangan D. Melanogaster ♀W >< ♂N
 Bagi Pembaca
1. Dapat memberi informasi tentang fenomena nondisjuction yang terjadi pada
persilangan D. melanogaster ♀W >< ♂N
2. Dapat memberi informasi tentang pengaruh variasi waktu penyinaran sinar UV
terhadap frekuensi nondisjuction pada persilangan D. melanogaster ♀W >< ♂N
3. Dapat memberi informasi tentang pengaruh macam strain terhadap frekuensi
terjadinya nondisjunction pada persilangan D. Melanogaster ♀W >< ♂N
1.5 Asumsi Penelitian

1.6 Batasan Masalah


1.7 Definisi Operasional
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Drosophila melanogaster


Klasifikasi Drosophila melanogaster menurut Borror, 1992 adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phyllum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Diptera

Famili : Drosophilidae

Genus : Drosophila

Spesies : Drosophila melanogaster

Drosophila melanogaster sebagai salah satu serangga yang memiliki peranan


yang sangat penting dalam perkembangan ilmu genetika serta dijadikan model
organisme diploid di laboratorium karena ukuran kecil, mempunyai siklus hidup
pendek, jumlah keturunan yang dihasilkan sangat banyak, murah biaya serta
perawatannya (Stine, 1991). Drosophilla melanogaster selama ini telah mengalami
mutasi genetik sehingga dikenal dengan berbagai macam strain yaitu sebanyak 85
macam strain yang menyimpang dari tipe normal (wild type) (Robert, 2005).

Drosophila sp normal memiliki ciri-ciri sebagai berikut : panjang tubuh lalat


dewasa 2-3 mm, imago betina umumnya lebih besar dibandingkan dengan yang
jantan, tubuh berwarna coklat kekuningan dengan faset mata berwarna merah
berbentuk elips. Terdapat pula mata oceli yang mempunyai ukuran jauh lebih kecil
dari mata majemuk, berada pada bagian atas kepala, diantara dua mata majemuk,
berbentuk bulat. Selain itu, Drosophila sp normal memiliki antena yang berbentuk
tidak runcing dan bercabang-cabang dan kepala berbentuk elips. Thorax berwarna
krem, ditumbuhi banyak bulu, dengan warna dasar putih. Abdomen bersegmen lima,
segmen terlihat dari garis-garis hitam yang terletak pada abdomen. Sayap Drosophila
normal memiliki ukuran yang panjang dan lurus, bermula dari thorax hingga melebihi
abdomen lalat dengan warna transparan (Wahyuni, 2013).

Ada beberapa tanda yang dapat digunakan dalam membedakan antara lalat
jantan dan lalat betina, yaitu bentuk abdomen pada lalat betina kecil dan runcing,
sedangkan pada lalat jantan membulat. Tanda hitam pada ujung abdomen juga
digunakan sebagai ciri yang dapat membedakan antara jantan dan betina. Ujung
abdomen lalat jantan berwarna gelap, sedangkan pada betina tidak. Jumlah segmen
pada lalat jantan hanya 5, sedang pada betina ada 7. Lalat jantan memiliki sex comb,
berjumlah 10, terdapat pada sisi paling atas kaki depan, berupa bulu rambut kaku dan
pendek. Lalat betina memiliki 5 garis hitam pada permukaan atas abdomen,
sedangkan pada lalat jantan hanya 3 garis hitam (Reaume, 1991).

2.3 Siklus Hidup Drosophila melanogaster

Drosophila sp memiliki empat tahap dalam siklus hidupnya yaitu: telur,


larva, pupa, dan dewasa. Drosophila sp akan menghasilkan keturunan baru
dalam waktu 9-10 hari. Drosophila sp mempunyai siklus hidup yang sangat pendek yaitu
sekitar 12 hari pada suhu kamar. Lalat betina dapat menghasilkan telur sebanyak 100 butir
dan separuh dari jumlah telur tersebut akan menjadi lalat jantan dan
separuhnya lagi akan menjadi lalat betina. Siklus hidup lalat ini akan semakin
pendek apabila lingkungannya tidak mendukung (Wahyuni, 2013).

Metamorphosis pada Drosophila melanogaster merupakan metamorphosis sempurna


yaitu dari telur- larva instar 1- larva instar II- larva instar III- Pupa- Imago. Tahap telur
berlangsung selama lebih kurang 24 jam. Hal ini didukung oleh pendapat Wixon dan O’Kane,
(2000), Drosophila melanogaster baru akan kawin setelah berumur 8 jam. Dengan demikian,
hewan betina sudah dapat bertelur keesokkan harinya. Seekor Drosophila melanogaster
betina sanggup menghasilkan sekitar 50-75 butir telur sehari sekitar 400-500 telur dalam 10
hari. Telur tersebut berwarna putih susu, bentuk bulat panjang berukuran sekitar 0,5 mm 2.

Menurut Silvia (2003) Pada fase larva, larva berwarna putih dan bersegmen. Mulut
berwarna hitam dan bertaring. Larva hidup di dalam makanan dan aktivitas makannya sangat
tinggi. Pada tahap larva terjadi dua kali pergantian kulit, dan periode di antara masa
pergantian kulit dinamakan stadium instar.
Pada instar I Menurut Silvia (2003), Instar pertama adalah larva sesudah menetas
sampai pergantian kulit pertama. Dan indikasi instar adalah ukuran larva dan jumlah gigi
pada mulut hitamnya. Pada instar I ruas-ruasnya terdiri atas 4-5 segmen.

Pada larva instar II ukuran tubuh larva ini sedikit lebih besar dari larva instar 1. Pada
larva instar II terdiri atas 5-8 segmen. besar dan panjang sekitar ±1,5 mm. D. Melanogaster
berada dalam bentuk larva instar dua selama 1 hari, kemudian mengalami pembesaran,
dimana bagian tubuhnya menjadi lebih jelas.

Pada larva instar III Menurut Mulyanti (2005) Larva Instar II berubah menjadi larva
instar III dalam rentang waktu 24 jam. Ukuran menjadi lebih besar sekitar 1,5 mm, sangat
aktif dan dapat terlihat berjalan didinding botol. Menurut Silvia (2003), pada tahap terakhir,
larva instar III merayap ke atas permukaan medium makanan ke tempat yang kering dan
berhenti bergerak.
Menurut Hartati (2008) Pupa berbentuk seperti silinder yang memiliki kutikula keras
dan warnanya kecoklatan. Tahap pupa berlangsung sekitar 2 hari. Lalat dewasa yang baru
keluar dari pupa sayapnya belum mengembang, dan tubuhnya berwarna bening. Keadaan ini
akan berubah dalam beberapa jam. Untuk mencapai tahap imago diperlukan waktu selama 24
jam.
Pada hari kesembilan keluarlah imago dari pupa, dengan ukuran yang sangat panjang
dan sayapnya belum berkembang. Kemudian setelah satu jam maka sayap telah berkembang
dan memiliki ukuran sayap yang panjang. Pada imago perkawinan dapat terjadi biasanyanya
setelah imago berumur 10 jam (Hartati, 2008).
2.3 Kebakaan Terpaut Kelamin
Dalam ilmu genetika, dikenal adanya kebakaan terpaut kelamin. Kejadian ini
disebabkan oleh gen-gen yang terpaut dalam kromosom kelamin, tetapi tidak mempengaruhi
ekspresi kelamin (Corebima, 2013). Pada tahun 1910, T. H. Morgan menemukan adanya
pautan kelamin pada Drosophila melanogaster, dimana kejadian ini terletak pada kromosom
kelamin X pada lokus w. Secara umum, gen terpaut kelamin pada hewan jantan heterogamete
terletak pada kromosom X, tetapi pada hewan-hewan tertentu sebagian kecil gen dapat berada
pada kromosom Y yang kemudian akan menghasilkan efek fenotif (Corebima, 2013).
Menurut Corebima (2013), satu kromosom X dari kromosom XX induk betina akan
diwariskan pada keturunan betina, sementara yang lain diturunkan pada keturunan jantan.
Sedangkan kromosom X pada kromosom XY (induk jantan) akan diwariskan pada keturunan
betina, sementara kromosom Y akan diturunkan pada keturunan jantan. Melalui fenomena
tersebut, terlihat adanya pola crisscross inheritance. Pada Drosophila mlanogaster, terdapat
gen-gen yang terpaut kromosom kelamin X, yaitu mutan yellow, white, miniature, vermillion,
dan rudimentary (Corebima, 2013).

a. Mutan white (w)

Drosophila melanogaster memiliki 4 kromosom, yaitu 3 autosom dan 1 gonosom


(James, 2001). Dalam perkembangannya, D. melanogaster mengalami mutasi pada
kromosom 1, tepatnya pada lokus 1,5. Adanya mutasi pada kromosom ini menyebabkan
warna mata lalat berwarna putih, Mutan white adalah jenis mutan dengan warna mata putih
karena tidak memiliki pigmen pteridin dan ommokrom yang menyebabkan warna coklat pada
mata dan tidak menghasilkan pigmen merah sama sekali. Viabilitas D. melanogaster mutan
w lebih rendah dibanding lalat wild type (normal), karena adanya gen-gen yang rusak
(Amelia, 2016).
2.4 Kerangka Konseptual

2.5 Hipotesis Penelitian


DAFTAR RUJUKAN

Ashburner, Michael. 1989. Drosophila, A Laboratory Handbook. Coldspring


Harbor Laboratory Press. USA

Borror, D. J., Charles, A. T., & Norman, F, J. 1992. Pengenalan Pelajaran


Serangga. Terjemahan oleh Soetiyono Partosoejono. 1992.

Collins, James F. And Edward Glassman.1968.A Third Locus (lpo) Affecting


Phyridoxal oxidase in Drosophila melanogaster.Genetics Journal .61 :833-839

Corebima. A.D. 2000. Genetika Mutasi dan Rekombinasi.Malang: FMIPA UM

Corebima. A.D. 1997. Genetika Mutasi dan Rekombinasi.Malang: FMIPA UM

Crowder, L., V. 1993. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press:


Yogyakarta.
Forrest, H.S, E.W Hanly, & J.M Lagowski.1961. Biochemical Differences
Between The Mutans Rosy-2 and Maroon-like of Drosophila melanogaster.Genetics
Journal. 46:1455-1463
Glassman, Edward & H.K. Mitchell.1958.Mutan of Drosophila
melanogaster Deficient in Xanthine Dehydrogenase.American Cancer Society.153-
162
Goodenough, Ursula. 1984. genetic’s. Third Edition. New Tork : Holt,
Rinehart, and Winston.
Hartati. 2008. Penuntun Praktikum Genetika. Jurusan Biologi FMIPA UNM.
Makassar.
Suryo. 1984. Genetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Indayati, N. 1999. Pengaruh Umur Betina dan Macam Strain Jantan
Terhadap Keberhasilan Kawin Kembali Individu Betina D. melanogaster. Skripsi.
Tidak Diterbitkan. Malang: FPMIPA IKIP Malang.

Iskandar, D.T. 1987. Petunjuk Praktikum Genetika. Pusat Antar Unversitas


Bidang Ilmu Hayati, ITB Bandung.

Kantor DB, Kolodkin AL. Curbing the excesses of youth: molecular insights
into axonal pruning. Neuron. 2003; 38:849–852. [PubMed: 12818170].
Karmana, I. Wayan. 2010. Pengaruh macam strain dan umur betina terhadap
jumlah turunan lalat buah (Drosophila melanogaster).dalam Jurnal GaneÇ Swara
Vol. 4 No.2, September 2010.

Klug W. S dan Cumming M. R. 1997. Concept of Genetic. New Jersey:


Prentice Hall inc.

Lee T, Lee A, Luo L. Development of the Drosophila mushroom bodies:


sequential generation of three distinct types of neurons from a neuroblast.
Development. 1999; 126:4065–4076. [PubMed: 10457015].

Lee T, Luo L. Mosaic analysis with a repressible cell marker for studies of
gene function in neuronal morphogenesis. Neuron. 1999; 22:451–461. [PubMed:
10197526].
Lee T, Marticke S, Sung C, Robinow S, Luo L. Cell-autonomous requirement
of the USP/EcR-B ecdysone receptor for mushroom body neuronal remodeling in
Drosophila. Neuron. 2000; 28:807– 818. [PubMed: 11163268].

Levine, Robert. Paul. 1968. Genetic’s Second Edition, London: Hold,


Rinehartang Winston, inc.

Luo L, O'Leary DD. Axon retraction and degeneration in development and


disease. Annu Rev Neurosci. 2005; 28:127–156. [PubMed: 16022592].

Milkman. Roger. 1965. The genetic basis of natural variation. viii. synthesis
of cue polygeni combinations from laboratory strains of Drosophila melanogaster.
Department of Zoology, Syracuse Uniuersity, Syracuse, New York.
Mulyanti, F. 2005. Mutagenesis Perlakuan dengan uji letal Resesif Terpaut
Seks Pada Drosophila melanogaster. Skripsi Jurusan Biologi FMIPA UNPAD.
Bandung.

Reaume, Andrew G, David A. Knecht & Arthur Chovnick.1991. The rosy


Locus in Drosophila melanogaster: Xanthine Dehydrogenase and Eye Pigment.
Genetics Journal.129:1099-1109.
Robert.J.Brokers. 2005. Genetic Analysis dan Principles. Third Edition
McGrow.Hill International edition.
Sri Wahyuni. 2013. Skripsi Pengaruh Maternal Terhadap Viabilitas Lalat
Buah (Drosophila melanogaster Meigen) Strain Vestigial (Vg). Jurusan Biologi
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember : h.4

Silvia, Triana. 2003. Pengaruh Pemberian Berbagai Konsentrasi


Formaldehida Terhadap Perkembangan Larva Drosophila. Jurusan Biologi
Universitas Padjdjaran. Bandung.

Stine, Gerald.J. 1991. Laboratory exercise in genetics. Department Of Natural


Sciences. New York. Universitas of North Florida.

Sturtevant, A. H. 1920. Genetics Studies On Drosophila simulans.II. Sex-


linked Group of Genes. Genetics Journal.6:43
Suryo. 1984. Genetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Tamarin, Robert H. 2001. Principles of Genetic’s Seven Edition. New York:


Mc Graw-Hill Publishing Company Ltd.

Truman JW. Metamorphosis of the central nervous system of Drosophila. J


Neurobiol. 1990; 21:1072–1084. [PubMed: 1979610].

Watts RJ, Hoopfer ED, Luo L. Axon pruning during Drosophila


metamorphosis: evidence for local degeneration and requirement of the ubiquitin-
proteasome system. Neuron. 2003; 38:871–885. [PubMed: 12818174].

Xiaofeng, Zhou & Lynn M. Riddiford.2007.rosy Function Is Required for


Juvenile Hormone Effect in Drosophila melanogaster.Genetics Journal.178:273-281

Yatim, Wildan.1996. Genetika. Tarsito. Bandung.


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai