Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat,hidayah dan karunia-NYA kepada kita
semua, sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “pengaruh sampah terhadap
lingkungan”. Karya tulis ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mengerjakan tugas menulis pada mata
kuliah bahasa Indonesia dalam program studi teknik informatika,universitas islam riau.
Penulis menyadari dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari beberapa
pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya selaku penyusun karya tulis ilmiah ini mengucapkan terimakasih
kepada Bapak/Ibu yang telah membimbing saya hingga saat ini.
Saya menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini tidak luput dari berbagai kekurangan. Saya
mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan perbaikannya sehingga akhirnya karya tulis ilmiah
ini dapat memberikan manfaat pada bidang pendidikan dan penerapan dilapangan serta bisa dikembangkan lagi
lebih lanjut.
Pangkalan Kerinci, 15 januari 2023
penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................................12
3.2 Saran 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap invidu yang terlahir kedunia dengan susunan genotif yang normal akan
memiliki tipe fenotip yang normal pula. Dalam peranan kemunculan fenotip secara normal,
kromosom autosom maupun seks memiliki peranan yang sama-sama penting. Namun, tidak
dapat dipungkiri bahwa selama pembelahan sel baik mitosis maupun meiosis dapat terjadi
kesalahan yang menimbulkan kelainan kromosom. Kelainan yang terjadi dapat berupa kelainan
jumlah maupun struktur pada kromosom autosom maupun kromosom seks.
Banyak kelainan genetik yang berakibat fatal bagi proses pertumbuhan dan
perkembangan individu, salah satunya adalah Sindrom Klinefelter. Sindrom ini ditemukan
pada tahun 1942 oleh Klinefelter, Reifenstain, dan Albright serta dinamakan Sindrom
Klinefelter sesuai dengan nama penemunya.
Syndrome Klinefellter adalah suatu kelainan kromosom pada pria, yang mana orang
yang dilahirkan dengan kondisi seperti ini mengalami kelebihan sedikitnya satu kromosom X.
Padahal dalam keadaan normal, manusia hanya mempunyai total 46 kromosom dalam setiap
selnya, dimana dua dari kromosom tadi bertanggung jawab untuk menentukan jenis
kelaminnya yaitu kromosom X dan Y. Wanita mempunyai kromosom XX dan pria
mempunyai kromosom XY. Pada sindroma Klinefellter seringkali seorang pria mempunyai
47 kromosom pada setiap selnya, kelebihan satu kromosom X, sehingga mempunyai
kombinasi kromosom XXY.
Pria dengan Sindrom Klinefelter nampak normal saat dilahirkan dan mempunyai
genitalia pria yang normal, tetapi dalam perkembangannya terjadi perubahan seperti
ginekomastia, testis dan penis menjadi lebih kecil dibanding normal serta proporsi tubuh yang
abnormal.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Sindrom klinefelter
Sindrom Klinefelter merupakan suatu kelompok kelainan kromosom yang mana terdapat
paling tidak satu tambahan kromosom X pada laki-laki. Adanya penambahan kromosom X ini
akan menyebabkan terjadinya hipergonadotropik, hipogonadisme, dan infertilitas.
Anak laki-laki yang dilahirkan dengan kelebihan kromosom X akan nampak normal saat
dilahirkan. Ketika mulai memasuki masa pubertas penampilan mereka masih nampak
normal, tetapi saat memasuki pertengahan masa pubertas kadar testosteron yang rendah
menyebabkan testis yang kecil dan ketidakmampuan untuk menghasilkan spermatozoon. Pria
dengan sindrom Klinefelter juga mempunyai gangguan pembelajaran dan problem perilaku
seperti pemalu.
Kira-kira 1-3 dari pria dengan sindrom Klinefelter mengalami pembesaran payudara
(ginekomastia). Ginekomastia ini timbul pada sekitar 80% kasus. Kebanyakan anak laki-laki
memasuki masa puber yang normal, tetapi beberapa ada yang mengalami keterlambatan.
Sel-sel Leydig di testis biasanya memproduksi testosteron. Pada sindroma Klinefelter, sel
Leydig gagal bekerja dengan semestinya menyebabkan produksi testosteron yang lambat saat
pertengahan masa puber produksi testosteron menurun sampai kira-kira setengahnya. Hal ini
akan menyebabkan menurunnya pertumbuhan rambut di wajah dan pubis.
Genitalia internal dan eksternal secara makroskopis tampak normal, kecuali testis
tampak lebih kecil dan meskipun pada keadaan normal libido menurun, pria dengan sindroma
Klinefelter tetap mempunyai kemampuan untuk ereksi dan melakukan intercourse. Penurunan
testosteron juga menyebabkan peningkatan dua hormon yang lain, foliccle stimulating
hormone ( FSH) dan luteinizing hormone (LH). Pada keadaan normal FSH dan LH membantu
sel-sel sperma yang immatur tumbuh dan berkembang. Pada sindroma Klinefelter, sel-sel
sperma tersebut hanya sedikit atau bahkan tidak ada. Peningkatan FSH dan LH
menyebabkan hialinisasi dan fibrosis dari tubulus seminiferus dimana tempat
spermatozoon diproduksi. Hasilnya testis menjadi lebih kecil dibanding normal. Pria dengan
sindroma Klinefelter menjadi infertil karena tidak dapat memproduksi spermatozoon.
Dulu dipercaya bahwa anak laki-laki dengan sindroma Klinefelter akan menjadi
retardasi mental, dokter tidak mengetahui bahwa kelainan tersebut dapat timbul tanpa adanya
retardasi mental. Bagaimanapun, anak-anak dengan sindroma Klinefelter seringkali
mengalami kesulitan berbicara, termasuk cara belajar berbicara, membaca dan menulis.
Kirakira 50% pria dengan sindroma Klinefelter mengalami dyslexia. Beberapa orang dengan
sindroma Klinefelter mempunyai kesulitan sosialisasi dan cenderung lebih pemalu, mudah
cemas dan depresi.
Perubahan susunan genetika yang terjadi, khususnya pada sindrom klinefelter tentunya
akan mengakibatkan adanya gangguan-gangguan pada proses tumbuh kembang anak dari anak
tersebut dilahirkan. Walaupun pada dasarnya seseorang yang dilahirkan dengan sindrom
klinefelter masih terlihat normal pada saat bayi, namun pada proses perkembangan dan
pertumbuhannya akan terlihat jeas tanda dan gejala terkait kelainan yang dimiliki oleh
penderita sindrom klinefelter. Beberapa jenis gangguan yang dapat terjadi antara lain:
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sindrom Klinefelter merupakan suatu kelompok kelainan kromosom yang mana
terdapat paling tidak satu tambahan kromosom X pada laki-laki. Adanya penambahan
kromosom X ini akan menyebabkan terjadinya hipergonadotropik, hipogonadisme, dan
infertilitas.
Sindrom klinefelter dapat terjadi karena adanya nondisjunction pada proses meiosis
(gametogenesis parental), yang dapat berasal dari paternal atau maternal). Nondisjunction juga
dapat disebabkan karena kegagalan pembelahan pada saat mitosis dalam zigot.
Pada sindroma Klinefelter, masalahnya adalah hasil dari perkembangan jumlah
kromosom yang tidak normal, seringkali seorang pria dengan sindroma Klinefelter dilahirkan
dengan 47 kromosom pada setiap selnya. Kelebihan satu kromosom tersebut adalah kromosom
X. Karena orang dengan sindroma Klinefelter mempunyai kromosom Y, maka mereka
semuanya adalah seorang pria.
Pria dengan sindroma Klinefelter mempunyai tinggi badan yang lebih tinggi dari rata-
rata dan lengan yang lebih panjang, mempunyai tremor ringan, dan pergerakan yang
tidak terkontrol.
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini semoga bermanfaat bagi para pembaca dan jika ada salah
seorang yang mempunyai ciri-ciri seperti yang dijelaskan diatas dimohon untuk segera
melakukan pemeriksaan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Untuk
mencapai makalah yang lebih sempurna, diharapkan kepada penulis berikutnya mencari sumber
yang lebih detail lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Gardner RJM, Sutherland GR. Chromosome abnormalities and genetic counseling. 3 rdEdition.
UK. Oxford University Press. 2004
Strachan T, Andrew PR. Human molecular genetic 2 [online]. 2nd edition. UK. BIOS Scientific
Publishers Ltd. 1999.
Turnpenny P, Sian E. Emery’s elements of medical genetics. 12th ed. Elsevier Inc. 2007