Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PBL

MODUL LUKA
BLOK FORENSIK

KELOMPOK 3

Ketua Kelompok 70600119045 Astrid Putri Shafira


70600119003 Sri Rahayu Firman
70600119004 Syamsuriani
70600119013 Nabila Syahrani Kalenggo
70600119014 A. Sri Mutmainna
Anggota Kelompok 70600119023 Alqadri
70600119024 Mutmainnah S Patanggu (Scriber)
70600119033 Nurul Hazanah Hamzah
70600119034 Fadli Zainul Muttaqin
70600119047 Nadhiyatul Hikmah

PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu Wa
Ta’ala, yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada kita semua,
sehingga meski dengan segala keterbatasan yang dimiliki, pada akhirnya kelompok 2
dapat menyelesaikan laporan Problem Based Learning (PBL) Modul Luka.
Adapun laporan modul PBL ini telah diusahakan semaksimal mungkin dan
tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan
laporan ini. Tidak lupa kelompok 2 menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan laporan ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, disadari sepenuhnya bahwa tentu tidak ada
yang sempurna di dunia ini, sehingga tidak dapat dipungkiri adanya kesalahan baik
dari segi penyusunan bahasa maupun yang lainnya. Oleh karena itu, kelompok 2
menerima saran dan kritik dari pembaca, agar kelompok 2 dapat memperbaiki
laporan ini.
Kami ucapkan terima kasih dan berharapkan laporan PBL ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Makassar, Desember 2022

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 4
1.1 Skenario ............................................................................................................... 4
1.2 Kata Kunci ........................................................................................................... 4
1.3 Daftar Pertanyaan ................................................................................................. 4
1.4 Learning Outcome ................................................................................................ 5
1.5 Problem Tree ........................................................................................................ 6
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 7
2.1 Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Organ Terkait Skenario .................................... 7
2.1.1 Anatomi ........................................................................................................ 7
2.1.2 Histologi ..................................................................................................... 10
2.1.3 Fisiologi ...................................................................................................... 11
2.2 Definisi Luka ...................................................................................................... 13
2.3 Jenis Luka Secara Umum .................................................................................... 13
2.4 Penyebab Luka Pada Skenario ............................................................................ 18
2.5 Karakteristik Luka Terkait Skenario .................................................................... 22
2.6 Patomekanisme Luka Tembak............................................................................. 23
2.7 Penjelasan Penyebab Luka dengan Pendekatan Proximus Morbus ....................... 24
2.8 Keparahan Luka sesuai dengan Hukum di Indonesia ........................................... 25
2.9 Definisi Visum et Repertum ................................................................................ 27
2.10 Cara Pembuatan Visum et Repertum ................................................................... 28
2.11 Penanganan terkait Skenario ............................................................................... 30
2.12 Integrasi Keislaman ............................................................................................ 32
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 33
3.1 Kesimpulan......................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 34
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Skenario
Seorang laki-laki berusia 28 tahun dibawa ke UGD RS diantar oleh polisi
dengan luka pada betis kiri. Menurut keterangan polisi, pasien merupakan
anggota geng motor, tersangka pelaku pembegalan yang melarikan diri saat
hendak diinterogasi.

1.2 Kata Kunci


1. Laki-laki, 28 tahun
2. Dibawa ke UGD oleh polisi
3. Luka pada betis kiri
4. Pasien merupakan anggota geng motor
5. Pasien merupakan pelaku pembegalan
6. Melarikan diri saat diinterogasi
1.3 Daftar Pertanyaan
1. Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologi pada organ terkait skenario?
2. Apa definisi luka?
3. Bagaimana jenis luka secara umum?
4. Apakah kemungkinan penyebab terjadinya luka?
5. Bagaimana karakteristik luka terkait skenario?
6. Bagaimana patomekanisme atau trauma menggunakan pengetahuan anatomi,
histologi, dan fisiologi tubuh manusia?
7. Bagaimana penjelasan penyebab luka yang paling luka menggunakan
pendekatan proximus morbus?
8. Bagaimana derajat keparahan luka sesuai hukum?
9. Apa definisi Visum et Repertum?
10. Bagaimana cara pembuatan VeR?
11. Apakah penanganan untuk kasus terkait skenario?
12. Bagaimana penegakan diagnosis dari skenario?
13. Bagaimana integrasi keislaman berdasarkan skenario?
1.4 Learning Outcome
1. Mahasiswa mengetahui dan memahami anatomi, histologi dan fisiologi organ
terkait skenario.
2. Mahasiswa mengetahui dan memahami definisi luka.
3. Mahasiswa mengetahui dan memahami jenis luka secara umum.
4. Mahasiswa mengetahui dan memahami kemungkinan penyebab terjadinya
luka.
5. Mahasiswa mengetahui dan memahami karakteristik luka terkait skenario.
6. Mahasiswa mengetahui dan memahami patomekanisme atau traum
menggunakan pengetahuan anatomi, histologi, fisiologi tubuh manusia.
7. Mahasiswa mengetahui dan memahami penyebab luka menggunakan
pendekatan proximus morbus.
8. Mahasiswa mengetahui dan memahami derajat keparahan luka sesuai hukum.
9. Mahasiswa mengetahui dan memahami definisi Visum et Repertum.
10. Mahasiswa mengetahui dan memahami cara pembuatan VeR.
11. Mahasiswa mengetahui dan memahami penanganan kasus terkait skenario.
12. Mahasiswa mengetahui dan memahami penegakan diagnosis terkait skenario.
13. Mahasiswa mengetahui dan memahami integrasi keislaman terkait skenario.
1.5 Problem Tree
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Organ Terkait Skenario


2.1.1 Anatomi
Kulit merupakan organ terbesar tubuh. Kulit terdiri dari epidermis dan
dermis. Epidermis adalah lapisan seluler terluar dari epithelium berlapis
pipih, yang avaskuler dan ketebalannya bervariasi. Dermis adalah
jaringan padat dari jaringan ikat vaskuler. Kulit berfungsi sebagai
hambatan mekanik dan sawar permeabel, dan sebagai organ sensorium
dan termoregulator. Kulit juga dapat menginisiasi respon imun primer.

Gambar 1 Anatomi Kulit

A. Lapisan Epidermis
Lapisan ini merupakan lapisan paling tipis dan terluar dari
kulit. Sangat penting dalam kosmetika karena lapisan ini memberikan
tekstur, kelembaban serta warna kulit. Sel penyusun utama lapisan
epidermis adalah keratinosit. Keratinosit diproduksi oleh lapisan sel
basal. Apabila keratinosit matang akan bergerak ke lapisan di atasnya
yang disebut dengan proses keratinisasi. Lapisan epidermis dibagi
menjadi empat lapisan yaitu:
a. Lapisan sel basal (stratum basal) Merupakan lapisan paling
bawah dari epidermis. Bentuk selnya adalah kuboid. Lapisan
sel basal berfungsi melindungi epidermis dengan terus
menerus memperbarui selnya. Lapisan ini mengandung
banyak keratinosit. Selain itu, juga terdapat sel melanosit
untuk mensintesis melanin dan sel merkel untuk sensasi.
b. Lapisan sel prickle (stratum spinosum) Merupakan lapisan
paling bawah kedua setelah lapisan sel basal. Sel berbentuk
polihedral dengan inti bulat merupakan hasil pembelahan dari
sel basal yang bergerak ke atas dan saling dihubungkan
dengan desmosom. - Lapisan sel granuler (stratum
granulosum) Merupakan lapisan dengan butiran / granula
keratohialin di dalam sel. Pada lapisan ini, selnya berbentuk
datar dan tidak ada intinya.Granula keratohialin mengandung
profilagrin dan akan berubah menjadi filagrin dalam dua
sampai tiga hari. Filagrin akan terdegradasi menjadi molekul
yang berkontribusi terhadap hidrasi pada stratum korneum dan
membantu penyerapan radiasi sinar ultraviolet.
c. Lapisan sel tanduk (stratum korneum) Merupakan lapisan
paling superfisial dari epidermis. Pada lapisan ini, keratinosit
yang sudah matang akan mengalami proses keratinisasi.
Lapisan ini memberikan perlindungan mekanik pada kulit dan
sebagai barier untuk mencegah kehilangan air pada kulit atau
untuk mencegah terjadi transepidermal water loss (TEWL).
B. Lapisan Dermis
Lapisan yang terletak di antara lapisan epidermis dan subkutan.
Lapisan ini lebih tebal daripada lapisan epidermis. Ketebalan lapisan
epidermis bervariasi tergantung usia. Semakin tua, ketebalan dan
kelembaban kulit akan menurun. Saraf, pembuluh darah, dan kelenjar
keringat ada pada lapisan ini. Sel penyusun utama lapisan dermis
adalah fibroblas yang mensintesis kolagen, elastin dan
glikosaminoglikan. Selain itu, terdapat sel dendrosit, sel mast,
makrofag, dan limfosit. Zona membran basalis yang membentuk
perbatasan antara epidermis dan dermis disebut dermal-epidermal
junction (DEJ). Lapisan ini berfungsi untuk melekatktan lapisan
epidermis dan dermis, mempertahankan terhadap kerusakan dari luar,
serta mempertahankan integritas kulit.

Gambar 2 Lapisan dermis

C. Lapisan Hipodermis
Lapisan ini terletak di bawah lapisan dermis. Terdiri dari
jaringan ikat longgar dan lemak. Sel utama lapisan subkutan adalah
adiposit, merupakan sel mesenkimal khusus yang menjadi tempat
penyimpanan lemak, sangat penting sebagai sumber energi bagi
tubuh. Selain itu, pada kulit juga terdapat apendiks kulit. Yang
termasuk di dalam apendiks kulit, yaitu: kuku, rambut, kelenjar
sebasea, kelenjar ekrin, dan kelenjar apokrin.
Gambar 3 Lapisan hipodermis

2.1.2 Histologi
Kulit terdiri dari 2 lapisan yaitu epidermis pada bagian luar dan
dermis, yang merupakan jaringan ikat, pada bagian dalam. Epidermis
tersusun atas epitel berlapis gepeng berkeratin yang berasal dari
ektoderm. Lapisan di bawah epidermis yang juga berinterdigitasi
dengannya ialah dermis, berasal dari mesoderm dan tersusun atas jaringan
ikat padat kolagen yang tersusun tidak teratur. Hipodermis adalah
jaringan ikat longgar yang mengandung berbagai jumlah lemak yang
terletak di bawah kulit.
Epitel berlapis gepeng berkeratin pada kulit tersusun atas empat
populasi sel yaitu keratinosit, sel Langerhans, melanosit, dan sel Merkel.
Pada stratum basal epidermis, lapisan ini tersusun oleh sel kuboid dan
silindris. Sel-sel pada stratum ini akan terus mengalami mitosis atau
pembelahan sel dan mengganti sel-sel yang rusak/mati pada lapisan di
atasnya. Proses ini akan lebih cepat apabila terjadi luka.
Pada penyembuhan luka kulit akan terjadi dalam 24 jam setelah luka
melalui pergerakan sel-sel epitel dari tepi bebas. Tahapnya berupa
peradangan/inflamasi, pembentukan jaringan, kemudian berakhir dengan
remodeling jaringan.
2.1.3 Fisiologi
A. Fungsi Proteksi
Kulit manusia memiliki fungsi salah satunya berupa menjaga
bagian dalam tubuh terhadap :
a. Gangguan fisis/mekanis, berupa : tekanan, gesekan, tarikan
b. Gangguan kimiawi, berupa : zat-zat kimia terutama yang
bersifat iritan. Contoh : lisol, karbol, dll
c. Gangguan yang bersifat panas, berupa : radiasi, paparan sinar
ultraviolet
d. Gangguan infeksi luar, kuman/bakteri maupun jamur
Hal di atas dapat disebabkan karena adanya bantalan lemak
tebalnya lapisan kulit dan serabut-serabut jaringan penunjang yang
berperan sebagai pelindung terhadap gangguan fisis. Proteksi
rangsangan kimia dapat terjadi karena stratum korneum yang
impermeabel terhadap pelbagai zat kimia dan air, dismping itu
terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat-zat kimia
dengan kulit. Keasaman kulit menyebabkan pH kulit berkisar pada pH
5-6.5, sehingga merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi
bakteri maupun jamur. Proses keratinisasi sebagai sawar mekanis
karena sel-sel mati melepaskan diri secara teratur.
B. Fungsi Absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda
padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap,
begitupun yang larut lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 ,dan
uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi
respirasi. Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya
kulit, hidrasi, kelembapan, metabolisme dan jenis vehikulum.
Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antara sel, menembus
selsel epidermis atau melalui muara saluran kelenjar; tetapi lebih
banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada yang melalui muara
kelenjar.
C. Fungsi Ekskresi
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak
berguna lagi/sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam
urat, amonia.
D. Fungsi Persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan
subkutis.
a. Terhadap rangsangan panas; badan-badan Ruffini di dermis
dan subkutis
b. Terhadap rangsangan dingin; badan-badan Krause di dermis
c. Terhadap rabaan halus; badan taktil Meissner di papilla dermis
d. Terhadap rabaan kasar; badan Merkel Ranvier di epidermis
e. Terhadap tekanan; badan Paccini di epidermis
E. Fungsi Pengatur Suhu Tubuh
Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat
dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit.
F. Fungsi Pembentukan Pigmen
Sel pembentuk pigmen (melanosit), terletak di lappisan basal,
dan sel ini berasal dari rigi saraf. Melanosom dibentuk oleh alat Golgi
dengan bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan O2. Pajanan sinar
matahari memperngaruhi produksi melanosom. Pigmen disebar ke
epidermis melalui tangan-tangan dendrit, sedangkan ke lapisan
dibawahnya dibawa oleh sel melanofag (melanofor).
G. Fungsi Keratinisasi
Keratinosit dimulai dari sel basal mengadakan pembelahan, sel
basal yang lain akan berpindah keatas dan berubah bentuknya menjadi
sel spinosum, makin ke atas sel menjadi makin gepeng dan bergranula
menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilang dan keratinosit
ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung seumur
hidup.
H. Fungsi Pembentukan Vitamin D
Pembentukan vitamin D dimungkinkan dengan mengubah 7-
dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari. Tetapi
kebutuhan tubuh akan vitamin D tidak cukup hanya dari hal tersebut,
sehingga pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.
2.2 Definisi Luka
Luka adalah terputusnya kontuinitas jaringan akibat substansi jaringan yang
rusak atau hilang sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada fungsi
perlindungan kulit dan dapat disertai dengan kerusakan pada jaringan lain.
2.3 Jenis Luka Secara Umum
2.3.1 Trauma Tumpul
Trauma tumpul merupakan suatu rudapaksa akibat terbentur oleh
benda tumpul. Trauma tumpul dapat menyebabkan beberapa jenis luka,
yaitu :
A. Luka memar (contusion)
Suatu keadaan dimana terjadinya penggumpalan darah dalam
jaringan sewaktu orang masih hidup, oleh karena pecahnya pembuluh
darah kapiler akibat kekerasan atau ruda paksa.
B. Luka lecet (abrasion)
Luka ini akibat gesekan dengan benda keras misalnya terjatuh
dari motor sehingga terjadi gesekan antara anggota tubuh dengan
aspal. Dimensi luka yaitu hanya memiliki panjang dan lebar, namun
biasanya mengenai ujung-ujung syaraf nyeri di kulit sehingga derajat
nyeri biasanya lebih tinggi dibanding luka robek.
C. Luka robek (vulnus laceratum)
Luka robek merupakan keadaan dimana permukaan tubuh
terkena benda, sehingga menimbulkan reaksi tertarik dan tegang
permukaan tubuh sampai melampaui batas elastisitasnya dan tekanan
benda itu akan merobeknya bagian yang terpenting.
2.3.2 Trauma Tajam
Trauma tajam adalah suatu rudapaksa akibat kontak dengan benda
tajam. Trauma tajam dapat mengakibatkan terbentuknya beberapa jenis
luka , yaitu :
A. Luka iris atau luka sayat (vulnus scissum)
Jenis luka ini disebabkan oleh sayatan benda tajam misalnya
logam atau kayu. Luka yang dihasilkan tipis dan kecil, yang juga bisa
disebabkan karena di sengaja dalam proses pengobatan.
B. Luka tusuk (vulnus punctum)
Luka terjadi akibat tusukan benda tajam, berupa luka kecil dan
dalam. Pada luka ini perlu diwaspadai adanya bakteri clostridium
tetani benda tajam/logam yang menyebabkan luka.
C. Luka bacok (vulnus caesum)
Luka bacok merupakan luka yang disebabkan senjata tajam
yang ukurannya relatif besar dan diayunkan dengan tenaga yang kuat
sehingga mata tajam dari senjata tersebut mengenai suatu bagian dari
tubuh. Contoh alat yang digunakan pada luka bacok, antara lain
pedang, clurit, kapak, sabit, baling-baling kapal, dan lain-lain.
2.3.3 Trauma Tembak
Luka tembak itu sendiri adalah luka yang disebabkan adanya penetrasi
anak peluru atau persentuhan anak peluru dengan tubuh akibat adanya
factor kecepatan, sehingga menembus kulit dan masuk ke dalam tubuh
serta merusak jaringan tubuh di dalamnya. Pada kasus luka tembak, perlu
diperhatikan beberapa hal :
A. Luka Tembak Masuk
Pada saat seseorang melepaskan tembakan dan kebetulan
mengenai sasaran yaitu tubuh korban, maka pada tubuh korban
tersebut akan akan didapatkan perubahan yang di diakibatkan oleh
berbagai unsur atau komponen yang keluar dari laras senjata api
tersebut.
 Luka Tembak Tempel
Luka tembak tempel dihasilkan oleh tembakan senjata
api dengan ujung laras yang ditekankan pada kulit. 1 Luka
masuk biasanya berbentuk bintang (stellate/ cruciform) karena
tekanan gas yang tinggi waktu mencari jalan keluarakan
merobek jaringan. Tampak nyata terutama bila di bawah kulit
terdapat tulang. Pada luka didapati jejas laras (memar) bekas
ujung laras yang ditempelkan pada kulit, berbentuk sirkuler
akibat hentakan balik dari ujung laras senjata. Gas dan mesiu
yang tidak terbakar didapati dalam jaringan luka (tatto).
Didapati kadar CO yang tinggi, berupa jelaga dalam jaringan
luka. Luka tembak tempel biasanya didapati pada kasus bunuh
diri.2 Saluran luka sendiri tampak berdinding hitam oleh butir
mesiu yang tidak habis terbakar dan asap.

Gambar 4 Luka tembak tempel

 Luka Tembak Jarak Sangat Dekat


Gambaran luka tembak masuk ditimbulkan oleh
kekerasan anak peluru, sisa mesiu yang tidak habis terbakar,
asap serta udara panas yang keluar pada suatu penembakan. 1
Jarak pistol sebesar kurang lebih 15 cm. Pada luka tembak
jarak sangat dekat tampak lubang luka, yang dikelilingi oleh
kelim lecet, kelim tattoo, kelim jelaga, dan kelim api (jika
jarak < 15 cm). Luka bakar terjadi karena semburan api dan
gas panas, kelim jelaga (arang), kelim tattoo terjadi akibat
mesiu yang tidak terbakar dan luka tembus dengan cincin
memar di pinggir luka. Biasa pada kasus penembakan.

Gambar 5 Luka tembak masuk jarak sangat dekat

 Luka Tembak Masuk Jarak Dekat


Luka dengan jarak di bawah 70 cm (15-70 cm). Pada
luka ini terdapat lubang luka, cincin memar (kelim lecet) dan
tattoo di sekitar luka masuk yang merupakan bintik – bintik
berwarna hitam di sekitar lubang luka. Sudah tidak ada kelim
api, kelim jelaga memudar, hal ini terjadi karena semakin
besar jarak, intensitas jelaga akan berkurang. Biasanya karena
pembunuhan.
Gambar 6 Luka tembak masuk jarak dekat

 Luka Tembak Masuk Jauh


Luka dengan jarak > 70 cm. Disini tidak ada kelim
tatto, hanya ada luka tembus oleh peluru dan cincin memar.
Terkadang diameter cincin sedikit leebih kecil dari anak
peluru. Jarak penembakan sulit atau hampir tak mungkin
ditentukan secara pasti. Partikel mesiu biasanya tidak
mencapai sasaran lagi sehingga tidak ditemukan klim tato.

Gambar 7 Luka tembak masuk jarak jauh


B. Luka Tembak Keluar
Luka tembak keluar ini ialah bahwa setelah peluru membuat
luka tembak masuk dan saluran luka tembakan maka akhirnya peluru
akan mengenai kulit lagi dari sebelah dalam dan kulit terdorong ke
luar. Kalau batas kekenyalan kulit dilampaui, maka kulit dari dalam
menjadi robek dan akhirnya timbul suatu lubang luka baru lagi, dan
luka baru inilah yang dinamakan luka tembak keluar.
Bila tidak ditemukan cincin memar disekitar lubang luka, maka
ini merupakan patokan sebagai luka keluar. Pada luka keluar bisa
didapati jaringan lemak menghadap keluar, walaupun kadang-kadang
sulit memastikannya. Bentuk dan besar luka keluar beragam,
tergantung posisi peluru keluar dan kecepatan menembus kulit. Lebih
mudah memastikan bila didapati serpihan tulang, apalagi bila dibantu
foto rontgen.

Gambar 8 Luka tembak keluar

2.4 Penyebab Luka Pada Skenario


Senjata api adalah suatu senjata yang dapat menyebabkan perlukaan atau
kematian dimana anak peluru keluar dari senjata oleh karena terbakarnya mesiu.
Untuk menentukan jenis senjata api harus diketahui : jenis anak peluru, diameter
dan berat anak peluru, serta anak peluru yang ditemukan dicocokkan dengan
senjata yang dicurigai.
2.4.1 Anatomi Senjata Api
A. Peluru
Ada dua jenis peluru, yaitu peluru penabur atau mimis pada
senjata api berburu dan peluru tunggal.
a. Peluru penabur jarang didapati pada korban penembakan masa
kini.
b. Peluru tunggal yang terbagi beberapa jenis :
 Peluru timah bulat
 Peluru timah lonjong
 Peluru bulat lonjong berselubung tembaga setengah
 Peluru bulat lonjong berselebung tembaga penuh
 Peluru khusus (latihan)
B. Kaliber Peluru
Untuk senjata api berburu, kaliber ditentukan dari jumlah
peluru bulat (mimis) yang dapat di buat dari satu pound timah yang
besarnya sesuai dengan diameter laras. Kaliber yang lazim adalah 12,
16 dan 20. Untuk peluru tunggal, kaliber ditentukan dari penampang
atau garis tengah anak peluru yang dinyatakan dalam inchi atau
milimeter. Kaliber 38 berarti penampang anak peluru berdiameter
0.38 inchi dan ini sama dengan kaliber 9.65 mm (0.38 x 25.4 mm).
C. Mesiu
Hasil pembakaran mesiu akan menimbulkan tekanan gas dalam
ruangan tertutup dalam selonsong yang akan mendorong anak peluru
keluar. Mesiu hitam (black powder) campuran belerang (S) 10 %,
arang ( C ) 15 % dan sendawa (KNO3) 75 %, kalau terbakar banyak
mengeluarkan asap. 1 grain = 65 mg menghasilkan gas sebanyak 200-
300 mm. Mesiu yang mengeluarkan sedikit asap (smokeles powder)
terdiri dari campuran nitrogliserin dan nitrosellulosa. 1 grain
campuran ini menghasilkan gas sebanyak 800-900 mm3. Mesiu
fulminating mercury adalah jenis mesiu yang mudah sekali terbakar
karena gesekan. Oleh karena itu dipakai sebagai pemicu dalam
pembakaran di bagian penggalak.
D. Selonsong
Selonsong peluru adalah tempat mesiu dan anak peluru. Pada
bagian pangkalnya terletak penggalak di mana pembakaran dimulai.
Pada senjata api revolver selongsong tetap tinggal dalam revolving
chamber, jadi tidak akan didapati di TKP penembakan. Tetapi senjata
api tunggal lainnya akan keluar dari magasin tercampak keluar, oleh
karena itu biasanya akan didapati di TKP penembakan.
E. Pegas Pelatuk
Alat penarik pelatuk mempunyai berbagai ukuran trigger pull.
Trigger pull 1 kg, berarti diperlukan 1 kg tenaga tarikan katrol anak
timbangan. Hair trigger berarti pelatuk sangat sensitif, dengan tarikan
sedikit saja senjata sudah meletus.
2.4.2 Jenis Senjata Api
A. Berdasarkan Panjang Laras
a. Laras Pendek :
 Revolver: mempunyai metal drum (tempat
penyimpanan 6 peluru) yang berputar ( revolve ) setiap
kali trigger ditarik dan menempatkan peluru baru pada
posisi siap untuk di tembakkan
 Pistol : dimana pelurunya disimpan dalam sebuah
silinder yang diputar dengan menarik picunya. Pistol
otomatis dan semi otomatis, peluru disimpan dalam
sebuahmagasin, putaran pertama harus dimasukkan
secara manual ke dalam ruang ledaknya.
b. Laras Panjang. Senjata ini berkekuatan tinggi dengan daya
tembak sampai 3000m mempergunakan peluru yang lebih
panjang. Senjata laras panjang dibagi menjadi dua yaitu:
 Senapan tabor : Senapan tabur dirancang untuk dapat
memuntahkan butir- butir tabur ganda lewat larasnya
sedangkan senapan dirancang untuk memuntahkan
peluru tunggal lewat larasnya, moncong senapan halus
dan tidak terdapat rifling.
 Senapan untuk menyerang : Senapan ini mengisi
pelurunya sendiri, mampumelakukan tembakan
otomatis sepenuhnya, mempunyai kapasitas
magasinyang besar dan dilengkapi ruang ledak untuk
peluru senapan dengankekuatan sedang (peluru dengan
kekuatan sedang antara peluru senapan standard dan
peluru pistol)
B. Berdasarkan Alur Laras
a. Laras beralur (Rifled bore). Agar anak peluru dapat berjalan
stabil dalam lintasannya, permukaan dalam aras dibuat beralur
spiral dengan diameter yang sedikit lebih kecil dari diameter
anak peluru, sehingga anak peluru yang didorong oleh ledakan
mesiu, saat melaluilaras, dipaksa bergerak maju sambil
berputar sesuai porosnya, dan ini akan memperoleh gaya
sentripetal sehingga anak peluru tetap dalam posisi ujung
depannya di depan dalam lintasannya setelah lepas laras
menuju sasaran. Dimana senjata genggamini yang banyak
dipergunakan untuk maksud-maksud kriminal. Alur laras ini
dibagi menjadi dua yaitu, arah putaran ke kiri (COLT) dan
arah putaran ke kanan (Smith and Wesson).
 Senjata api dengan alur ke kiri – Dikenal sebagai
senjata tipe COLT – Kaliber senjata yang banyak
dipakai: kaliber 0.36; 0.38; dan 0.45 – Dapat diketahui
dari anak peluru yang terdapat pada tubuh korban yaitu
adanya goresan dan alur yang memutar ke arah kiri
bila dilihat dari basisanak peluru.
 Senjata api dengan alur ke kanan : Dikenal sebagai
senjata api tipe SMITH & WESSON ( tipe SW ) –
Kaliber senjata yang banyak dipakai: kaliber
0.22;0.36;0.38;0.45; dan 0.46 – Dapat diketahui dari
anak peluru yang terdapat pada tubuh korban yaitu
adanya goresan dan alur yang memutar ke arah kanan
bila dilihat dari bagian basis anak peluru.
b. Laras tak beralur atau laras licin (Smooth bore) Senjata api
jenis ini dapat melontarkan anak peluru dalam jumlah banyak
padasatu kali tembakan. Contohnya adalah shot gun.
2.5 Karakteristik Luka Terkait Skenario
2.5.1 Hal yang perlu diperhatikan pada luka
A. Jumlah luka
B. Jenis luka
C. Regio anatomi
D. Koordinat luka
E. Ukuran luka
F. Karakteristik luka
2.5.2 Deskripsi yang didapatkan sesuai dengan skenario
a. Jumlah luka : satu buah
b. Jenis luka : luka terbuka
c. Regio anatomi : alat gerak bawah, betis sebelah kiri
d. Koordinat luka : tidak dapat ditentukan, karena foto luka berupa foto
close up sehingga koordinat tidak dapat ditentukan
e. Ukuran luka :
 Panjang luka : 0,9 cm
 Ukuran klem lecet : 0,11 cm
f. Karakteristik luka :
 Tebing luka : sulit dilihat
 Dasar luka : sulit dilihat
 Tepi : irreguler/tidak rata
 Jembatan jaringan : sulit dilihat
 Kelim lecet : (+)
 Kelim jelaga : (-)
 Kelim lemak : (-)
 Kelim tato : (-)
Kesimpulan : didapatkan 1 buah luka tembak masuk pada betis kiri
akibat trauma senjata api.
2.6 Patomekanisme Luka Tembak
Pada saat peluru mengenai kulit, peluru akan merobek kulit dan masuk ke
dalam kulit menembus epidermis, dermis, atau bahkan hypodermis, hal ini
disebabkan oleh kekuatan peluru lebih besar dari pada ketahanan kulit, hal inilah
yang akan menyebabkan luka robek. Oleh karena gerakan rotasi pada peluru, akan
menyebabkan gesekan antara badan peluru dengan tepi robekan, hal inilah yang
akan menimbulkan kelim lecet. Jika peluru yang masuk tegak lurus dengan
permukaan kulit, maka akan menghasilkan kelim lecet yang sama lebar ke segala
arah. Sedangkan peluru yang masuk membentuk sudut dengan kulit akan
menghasilkan kelim lecet yang tidak sama lebar, kelim lecet terlebar
menunjukkan arah masuknya peluru. Jika peluru masuk pada daerah dimana
densitasnya rendah, maka bentuk luka adalah bentuk bundar, jika jaringan
dibawahnya mempunyai densitas besar (tulang), maka peluru akan memantul dan
mengangkat kulit diatasnya, sehingga robekan yang terjadi menjadi tidak
beraturan.
Gambar 9 Mekanisme luka tembak

2.7 Penjelasan Penyebab Luka dengan Pendekatan Proximus Morbus


Morbus Approach merupakan pendekatan yang dilakukan dengan cara
menyebutkan alur patomekanisme keadaan yang menyebabkan suatu damage
pada korban hidup maupun sebab kematian pada korban mati yang bertujuan
mengungkapkan penyebab terjadinya jejas/perlukaan pada korban tersebut.
Penulisan sebab perlukaan/ jejas/ damage digunakan cara Multiple Cause of
Damage (MCOD). Sehingga dituliskan terlebih dahulu keadaan morbid yang
berhubungan langsung dengan damage (A-1), dan keadaan morbid yang
mendahuluinya / penyebab sebelumnya (A-2, A-3), serta penycbab yang
mendasari terjadinya kematian (A-4). Selain itu dituliskan pula scmua kcadaan
morbid lain yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan penyebab
langsung damage tersebut, namun memberikan kontribusi terhadap damage dari
korban (B-1, B-2. B 3, B-4, dst).
Gambar 10 Alur analisis Proximus Morbus Approach

Gambar 11 Format MCOD menggunakan Proximus Morbus Approach

2.8 Keparahan Luka sesuai dengan Hukum di Indonesia


Derajat beratnya luka atau cedera diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP), yakni pada pasal 90, 351, dan 352 KUHP.
2.8.1 Luka Ringan
Luka ringan merupakan luka yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau pekerjaan mata
pencahariannya. Derajat luka ringan diatur pada pasal 352 KUHP.
A. Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan
yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan
ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat
ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap
orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.
B. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
2.8.2 Luka Sedang
Luka sedang merupakan luka yang dapat menimbulkan penyakit, atau
halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan/pekerjaan mata
pencaharian untuk sementara waktu saja, maka luka ini dinamakan luka
derajat kedua. Derajat luka sedang diatur dalam pasal 351 KUHP.
A. Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun
delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah
B. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun
C. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun
D. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan
E. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana
2.8.3 Luka Berat
Apabila penganiayaan mengakibatkan luka berat, seperti yang
dimaksud dalam pasal 90 KUHP, luka tersebut dinamakan luka derajat
ketiga, dengan kriteria :
A. Penyakit atau luka yang tak dapat diharapkan sembuh dengan
sempurna
B. Luka yang dapat mendatangkan bahaya maut
C. Rintangan tetap menjalankan pekerjaan jabatan atau pekerjaan mata
pencaharian
D. Kehilangan salah satu panca indera
E. Cacat besar atau kudung
F. Mengakibatkan kelumpuhan
G. Mengakibatkan gangguan daya pikir 4 minggu lamanya atau lebih
H. Mengakibatkan keguguran atau matinya janin dalam kandungan

Pada pasal 90 luka berat berarti:

A. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan
sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut
B. Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencarian
C. Kehilangan salah satu pancaindera
D. Mendapat cacat berat
E. Menderita sakit lumpuh
F. Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih
G. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan
2.9 Definisi Visum et Repertum
VeR adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas permintaan
tertulis yang resmi dari penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap manusia
baik hidup atau mai ataupun bagian dari tubuh manusia, berupa temuan dan
interpretasinya, dibawah sumpah dan untuk kepentingan peradilan. Dasar hokum
VeR yaitu KUHAP 133. Salah satu bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam
pasal 184 KUHP.
2.10 Cara Pembuatan Visum et Repertum
2.10.1 Penerimaan korban yang dikirim oleh penyidik
Yang berperan dalam kegiatan ini adalah dokter, mulai dokter umum
sampai dokter spesialis yang pengaturannya mengacu pada Standar
Prosedur Operasional (SPO). Yang diutamakan pada kegiatan ini adalah
penanganan kesehatannya dulu, bila kondisi telah memungkinkan barulah
ditangani aspek medikolegalnya. Tidak tertutup kemungkinan bahwa
terhadap korban dalam penanganan medis melibatkan berbagai disiplin
spesialis.
2.10.2 Penerimaan surat permintaan keterangan ahli/visum et revertum
Adanya surat permintaan keterangan ahli/visum et repertum
merupakan hal yang penting untuk dibuatnya visum et repertum tersebut.
Dokter sebagai penanggung jawab pemeriksaan medikolegal harus
meneliti adanya surat permintaan tersebut sesuai ketentuan yang berlaku.
Hal ini merupakan aspek yuridis yang sering menimbulkan masalah, yaitu
pada saat korban akan diperiksa surat permintaan dari penyidik belum ada
atau korban (hidup) datang sendiri dengan membawa surat permintaan
visum et repertum.
2.10.3 Pemeriksaan korban secara medis
Tahap ini dikerjakan oleh dokter dengan menggunakan ilmu forensik
yang telah dipelajarinya. Namun tidak tertutup kemungkinan dihadapi
kesulitan yang mengakibatkan beberapa data terlewat dari pemeriksaan.
Ada kemungkinan didapati benda bukti dari tubuh korban misalnya anak
peluru, dan sebagainya. Benda bukti berupa pakaian atau lainnya hanya
diserahkan pada pihak penyidik. Dalam hal pihak penyidik belum
mengambilnya maka pihak petugas sarana kesehatan harus me-
nyimpannya sebaik mungkin agar tidak banyak terjadi perubahan. Status
benda bukti itu adalah milik negara, dan secara yuridis tidak boleh
diserahkan pada pihak keluarga/ahli warisnya tanpa melalui penyidik.
2.10.4 Pengetikan surat keterangan ahli/visum et repertum
Pengetikan berkas keterangan ahli/visum et repertum oleh petugas
administrasi memerlukan perhatian dalam bentuk/formatnya karena
ditujukan untuk kepentingan peradilan. Misalnya penutupan setiap akhir
alinea dengan garis, untuk mencegah penambahan kata-kata tertentu oleh
pihak yang tidak bertanggung jawab.
Contoh : “Pada pipi kanan ditemukan luka terbuka, tapi tidak rata
sepanjang lima senti meter --------“.
2.10.5 Penandatanganan surat keterangan ahli/visum et repertum
Undang-undang menentukan bahwa yang berhak menandatanganinya
adalah dokter. Setiap lembar berkas keterangan ahli harus diberi paraf
oleh dokter. Sering terjadi bahwa surat permintaan visum dari pihak
penyidik datang terlambat, sedangkan dokter yang menangani telah tidak
bertugas di sarana kesehatan itu lagi. Dalam hal ini sering timbul
keraguan tentang siapa yang harus menandatangani visum et repertun
korban hidup tersebut. Hal yang sama juga terjadi bila korban ditangani
beberapa dokter sekaligus sesuai dengan kondisi penyakitnya yang
kompleks.
2.10.6 Penyerahan benda bukti yang telah selesai diperiksa
Benda bukti yang telah selesai diperiksa hanya boleh diserahkan pada
penyidik saja dengan menggunakan berita acara.
2.10.7 Penyerahan surat keterangan ahli/visum et repertum
Surat keterangan ahli/visum et repertum juga hanya boleh diserahkan
pada pihak penyidik yang memintanya saja. Dapat terjadi dua instansi
penyidikan sekaligus meminta surat visum et repertum. Penasehat hukum
tersangka tidak diberi kewenangan untuk meminta visum et repertum
kepada dokter, demikian pula tidak boleh meminta salinan visum et
repertum langsung dari dokter. Penasehat hukum tersangka dapat
meminta salinan visum et repertum dari penyidik atau dari pengadilan
pada masa menjelang persidangan.
2.11 Penanganan terkait Skenario
Tatalaksana luka tembak pada korban hidup meliputi 3 prinsip penting yang
terbagi dalam 2 fase penanganan, prinsip tersebut adalah kontrol perdarahan,
pencegahan pengendalian infeksi dan rekonstruksi jaringan. Fase penanganan
tersebut adalah perawatan segera dan damage control dan pembedahan.
2.11.1 Fase penanganan dan perawatan segera
Pada fase ini yang perlu dilakukan adalah kontrol perdarahan yang
dapat dilakukan dengan direct pressure atau dengan menggunakan
turniket, memberikan cairan normal saline dan jika dibutuhkan lakukan
transfusi darah. Pada fase ini juga dilakukan pengendalian infeksi yang
dilakukan dengan memberikan antibiotik secara sistemik, membersihkan
luka dengan irigasi beberapa cairan normal saline yang diberikan dengan
tekanan rendah dan penutupan luka dengan dressing disertai pemberian
obat topical antiseptik. Selain pemberian antibiotik juga diberikan
antitetanus kepada pasien luka tembak
2.11.2 Fase pembedahan
Fase ini dilakukan jika kondisi pasien sudah stabil. Pembedahan yang
dilakukan berupa irigai dan debridement jaringan yang sudah mengalami
nekrosis, evakuasi hematoma, perbaikan tulang jika kerusakan juga
mengenai tulang dan melakukan pengambilan fragmen peluru.
Pengambilan peluru serat fragmen peluru didahului dengan
pemeriksaan X-Ray. Beberapa kegunaan pencintraan radiologi dengan
sinar X sebagai berikut.
Memudahkan dalam mengetahui letak dan jumlah peluru dalam tubuh
korban
A. Membantu memeriksa partikel-partikel peluru yang tertinggal
B. Untuk mengetahui kerusakan tulang akibat peluru
C. Membantu menentukan apakah luka tembak disebabkan karena bunuh
diri atau pembunuhan
D. Membantu menentukan migrasi peluru dan penyumbatan peluru pada
pembuluh darah
E. Penilaian caliber peluru
F. Berperan sebagai alat dokumentasi yang bersifat objektif dan
permanen

Adapun algoritma kasus pada saat pasien datang kerumah sakit adalah
sebagai berikut :

Gambar 12 Algoritma kasus


2.12 Integrasi Keislaman
Berdasarkan Al-Qur’an Surah An-Nisa 4 : 123, Allah SWT berfirman :

Artinya :

“(Pahala dari Allah) bukanlah (menurut) angan-anganmu) dan bukan (pula


menurut) angan-angan Ahlulkitab. Siapa yang mengerjakan kejahatan
niscaya akan dibalas sesuai dengan (kejahatan itu) dan dia tidak akan
menemukan untuknya pelindung serta penolong selain Allah.”

Berdasarkan tafsir Kemenag RI, Pahala yang Allah janjikan kepada orang-
orang yang beriman dan beramal saleh itu, bukanlah angan-anganmu yang
kosong, wahai kaum musyrik atau kaum muslim yang belum memahami dan
menghayati agama dengan benar, dan bukan pula angan-angan Ahli Kitab dari
golongan Yahudi dan Nasrani, tetapi dicapai berkat karunia Allah yang dibagi-
bagikan karena keberimanan dan amal saleh. Barang siapa mengerjakan
kejahatan, niscaya akan dibalas sesuai dengan kejahatan itu, cepat atau lambat,
dan dia tidak akan mendapatkan pelindung dan penolong yang dapat
melindunginya dari azab Allah selain Allah. Hal ini sesuai dengan kasus tersebut,
bahwasanya pasien adalah seorang begal yang datang dengan luka tembak.
Kejahatan yang diperbuat oleh pelaku begal tersebut dibalas dengan luka tembak
tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan diskusi yang telah dilakukan selama 2 pertemuan, dapat
diperoleh kesimpulan bahwa pada skenario telah terjadi kasus luka penembakan
dengan deskripsi luka yang telah tertera di laporan ini.
DAFTAR PUSTAKA

Afandi D. (2017). Visum et Repertum: Tatalaksana dan Teknik Pembuatan. Fakultas

Kedokteran Univarsitas Riau.

Alfanie I dkk. Ilmu Kedokteran Forensic dan Medikolegal. Jakarta : Rajawali Pers,

2017.

Allory, S.B., A. Bree, and P. Chern, Illustrated Manual of Pediatric Dermatology.

2005: Taylor & Francis.

Alvis-Miranda HR, M Rubiano A, Agrawal A, et al. Craniocerebral gunshot injuries:

a review of the current literature. Bull Emerg Trauma. 2016; 4(2): 65–74.

Aminuddin, Muhammad, Sukmana, Mayusef Nopriyanto, Modul Perawatan luka,

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. 2020

Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Indonesia.

Pedoman teknik pemeriksaan dan interpretasi luka dengan orientasi

medikolegal atas kecederaan.Jakarta, 2005.

Burfeind, Daniel B. 2007. Dermatology nursing. Vol 19. Pitman: Anthony J. Janetti,

Inc

Cohen, B.A., Pediatric Dermatology. 2005: Mosby Elsevier.

Fatriah, S.H., et al. 2017. Analisis Medikolegal terhadap Kriteria Derajat Luka

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. J Indon Med Assoc. Volum:

67, Nomor: 11.


Franke A, Bieler D, Friemert B, Schwab R, Kollig E, Güsgen C. The first aid and

hospital treatment of gunshot and blast injuries. Dtsch Arztebl Int.

2017;114(14):237–243.

Gafar Parinduri, Abdul. 2020. Buku Ajar Kedokteran Forensik & Medikolegal,

Medan : Umsu Press.

Gartner L P. Buku Ajar Berwarna Histologi. Edisi 3. Philadelphia : Elsevier; 2006.

Henky, Yulianti, K., Alit, I. B., & Rustyadi, D. (2017). Ilmu Kedokteran Forensik dan

Medikolegal. Denpasar - Bali: Udayana University Press.

Idris A, Tjiptomartono A. 2008. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Proses

Penyidikan. Jakarta: Sagung Seto.

Netter, Frank H. Atlas Of Human Anatomy 25th Edition. Jakarta: EGC, 2014

Ohen, J. W., Yokochi, C., & Drecoll, E. L. (2011). Color Atlas of Anatomy:

APhotographic Study of The Human Body (7th ed.). Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins, Wolters Kluwer, Schattauer 36

Oktaviani, D. J. Et al. Review: Bahan Alami Penyembuh Luka, Farmasetika.com

(Online), 4(3), (2019) h. 44-56.

Parinduri, Abdul Gaffar. Trauma Tumpul, Ilmu Kedokteran Forensik dan

Medikolegal, 1(2), (2020) h. 29-36.

Paulsen F & Waschke J, 2010; Sobotta Atlas Anatomi Manusia, Jilid 1, Edisi 23,

EGC, Jakarta
Richard L Drake; Wayne Vogl; Adam W M Mitchell. 2014. Gray’s Anatomy:

Anatomy of the Human Body. Elsevier; 2014

Sherwood, L.Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC; 2014.

Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk MahasiswaKedokteran Edisi Ke-

6.EGC: Jakarta

Tim Pengajar Bagian Kedokteran Forensik FKUI. 2010. Teknik Autopsi Forensik.

Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik FKUI

Tortora, GJ, Derrickson, B. 2012. Principles of Anatomy & Physiology 13th Edition.

United States of America: John Wiley & Sons, Inc

Wintako S., Nur DW. (2020). Manajemen Terkini Perawatan Luka. JK Unila. 4(2).

Wintoko, R., Dwi, A. And Yadika, N. Manajemen Terkini Perawatan Luka Update

Wound Care Management, JK Unila, 4 (2020), h. 183–189.

Penn-Barwell JG, Brown KV, Fries CA. High velocity gunshot injuries to the

extremities: management on and off the battlefield. Curr Rev Musculoskelet

Med. 2015; 8(3): 312–317.

Pollak, Stefan & Saukko, Pekka J. Gunshot Wound. New York. 2006; p 1-1

Anda mungkin juga menyukai