Anda di halaman 1dari 42

UNIVESITAS RADEN INTAN LAMPUNG

PERTANIAN ORGANIK

AGUSTIN INTAN PRATIWI (1811060374)


FELIS MURNI ROLIS TIANA (1811060337)
INTAN AZIZAH HUSNI (1811060322)
MELDAWATI (1811060413)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
BANDAR LAMPUNG
NOVEMBER 2020
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL..................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ iii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... iv
MAKALAH : PERTANIAN ORGANIK......................................................... 1
Abstrak...................................................................................... 1
Pendahuluan.............................................................................. 2
Pembahasan............................................................................... 3
1. Latar Belakang Pertanian Organik................................ 3
2. Dampak Pertanian Intensif Terhadap produktivitas
Tanah ............................................................................ 4
3. Prinsip Dasar Bercocok Tanam Secara Organik........... 5
4. Kualitas Dan Kesehatan Ekosistem Tanah................... 8
5. Pupuk Alami Sebagai Pengganti Pupuk Buatan........... 9
6. Peptisida Alami............................................................. 14
7. Keseimbangan Agroekosistem...................................... 19
8. Prospek Pertanian Organik Di Indonesia...................... 22
9. Kendala Sistem Pertanian Organik Di Indonesia.......... 25
Kesimpulan............................................................................... 28
Saran.......................................................................................... 29
Daftar Acuan............................................................................. 29

ii
UIN Raden Intan Lampung
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Penggolongan berbagai peptisida berdasarkan senyawa-senyawa
penyusunnya............................................................................................... 20

iii
UIN Raden Intan Lampung
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Daftar jenis tumbuhan yang digunakan sebagai pestisida alami............ 35
2. Formulasi bahan, volume, dan hama sasaran pestisida alami..................... 40

iv
UIN Raden Intan Lampung
PERTANIAN ORGANIK

Agustin Intan Pratiwi1, Felis Murni Rolis Tiana1, Intan Azizah Husni1, Meldawati1
1
Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan,
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, Bandar Lampung, Indonesia

ABSTRAK

Bahan pupuk anorganik atau yang berasal dari bahan-bahan kimiawi


menyebabkan kualitas kesuburan tanah terus-menerus menurun dan membuat
lahan pertanian menjadi kritis. Hal inilah yang menyebabkan terciptanya suatu
pertanian yang bersifat organik. Pertanian organik adalah teknik yang digunakan
para petani dengan memanfaatkan bahan-bahan alami dan tidak memakai bahan-
bahan kimiawi. Pertanian organik pada dasarnya berfungsi untuk membatasi
kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan bahan kimiawi
dalam pertanian anorganik. Dengan konsep yang ramah lingkungan pertanian
organik memiliki prospek yang bagus untuk dikembangkan di Indonesia yaitu
dengan melihat kekayaan biodiversitas, kelimpahan air, kesuburan tanah, serta
budaya masyarakat yang menghormati alam. Meskipun sistem pertanian organik
dengan segala aspeknya jelas memberikan keuntungan banyak kepada
pembangunan pertanian rakyat dan penjagaan lingkungan hidup, termasuk
konservasi sumber daya lahan dan meskipun telah banyak keuntungan yang
didapatkan dalam melakukan pertanian organik tapi kenyataannya penerapannya
tidak semudah itu dan akan menghadapi banyak kendala. Oleh karena itu,
penelitian lebih lanjut disarankan untuk membuktikan bahwa bahan-bahan
kimiawi apa yang memang tidak baik untuk di konsumsi oleh masyarakat, serta
meninjau kembali kendala-kedala apa saja dalam pertanian organik untuk
kemajuan pertanian organik di Indonesia.

Kata kunci : Pertanian, Pestisida, Pupuk Organik, Produktivitas Tanah


iv + 38 hlm ; 1 Gambar ; 2 Lampiran.

1
UIN Raden Intan Lampung
Bibliografi : 28 ( 2000 - 2020)

PENDAHULUAN

Pertanian adalah aktivitas yang dapat dilakukan oleh manusia untuk


memenuhi kebutuhan hidupnya. Pertanian merupakan suatu aktivitas yang
dilakukan oleh manusia dengan cara menanam tumbuhan pada lahan pertanian
dengan tujuan untuk menikmati hasil panennya (Sutanto 2002). Pertanian organik
adalah teknik yang digunakan para petani dengan memanfaatkan bahan-bahan
alami dan tidak memaki bahan-bahan kimiawi, pertanian organik juga merupakan
contoh dari sistem bioteknologi dalam rekayasa genetik untuk mengantisipasi
adanya pencemaran dalam lingkungan lahan. Pertanian organik diterapkan untuk
mencapai tujuan mendapatkan hasil pangan yang berkualitas baik dan sehat bagi
masyarakat serta untuk menjaga keseimbangan lingkungan disekitarnya.
(Sudaryono 2012).
Kegunaan pertanian organik pada dasarnya adalah untuk membatasi
kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan pupuk bahan
kimiawi dalam pertanian anorganik. Dengan menggunakan pupuk organik dan
pupuk hayati mempunyai berbagai unggulan nyata dibanding dengan pupuk
kimia. Pupuk organik dengan sendirinya merupakan keluaran setiap budi daya
pertanian, seghingga merupakan sumber unsur hara makro dan mikro yang dapat
dikatakan cuma-cuma. Pupuk organik dan pupuk hayati bekerja menyuburkan
tanah dan sekaligus menyehatkan ekosistem tanah serta menghindarkan
kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan. Dengan begitu banyak
keuntungan yang dapat diambil dengan melakukan pertanian secara organik.Pada
negara-negara berkembang seperti Indonesia secara tradisional kehidupan
eknominya, siosial dan budaya bertumpu pada pertanian, atau memperoleh
inspirasi dari pertanian, maka pembangunan ekonomi untuk tinggal landas
memang harus bertumpu pada pertania. Industrialisasi tidak mungkin berhasil
kalau pertanian tidak lebih dulu dimajukan dan didinamiskan (Sutanto 2002).
Masalah tentang “Pertanian Organik” sendiri telah banyak penelitian atau
praktek secara langsung yang telah dilakukan baik dikalangan perguruan tinggi,

2
UIN Raden Intan Lampung
lembaga penelitian, lembaga swasta, lembaga swadaya masyarakat (LSM) tentang
peranan bahan organik terhadap produksi tanaman maupun produktivitas tanah.
Dengan jenis-jenis penelitian yang berbeda-beda. Penelitian dan praktek langsung
yang telah dilaksanakan baik hanya menggunakan bahan organik maupun
dikombinasikan dengan pupuk kimia. Meskipun sistem pertanian organik dengan
segala aspeknya jelas memberikan keuntungan banyak kepada pembangunan
pertanian rakyat dan penjagaan lingkungan hidup, termasuk konservasi sumber
daya lahan. Meskipun telah banyak keuntungan yang dapat didapatkan dalam
melakukan pertanian organik kenyataanya penerapannya tidak semudah itu dan
akan menghadapi banyak kendala. Seperti aspek-aspek yang dapat menghambat
yaitu kebijakan umum dan sosio-politik sangat menentukan arah pengembangan
sistem pertanian sebagai unsur pengembangan ekonomi (Sutanto 2002).

PEMBAHASAN

1.1 Latar Belakang Pertanian Organik

Pada tahun 1790-an diseluruh dunia terutama dinegra-negara dunia ketiga


juga termasuk di indonesia, sudah mulai diterapkannya revolusi hijau (green
revolution). Dimana berkembangnya sistem pertanian dari secara tradisional
menjadi semi modern dengan banyaknya pemakaian input dan intensifnya
exploitasi lahan. Pada hal ini perubahan penanaman untuk berbagai jenis unggul
yang responsif dilakukan pada pemupukan (terutama pupuk buatan) dan resisten
terhadap penggunaan pestisida dan herbisida untuk menambah hasil produksi
pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Dengan
adanya keinginan yang lebih dan meningkat menjadi alasan utama dengan
berubahnya bentuk lahan pertanian di Indonesia yang makin hari makin menjadi
kritis sebagai dampak negatif dari penggunaan pupuk bahan kimiawi. (Zulkarnain
2014)
Anorganik, pestisida, dan herbisida serta tindak agronomi yang Intensif
jangka panjang. Hal ini telah disadari benar oleh para pakarpertanian, baik
dinegara berkembang maupun negara maju, sehingga mendorong mereka untuk

3
UIN Raden Intan Lampung
mencari alternatif praktik pertanian yang tidak berbasis produktivitas, tetapi juga
berbasis lingkungan hidup. Pada satu abad terakhir diperkirakan jumlah manusia
bertambah sekitar 8,3 miliar jiwa. Dengan meningkatnya jumlah manusia
membuat kebutuhan lahan untuk pemukiman dan aktivitas industri juga
meningkat, sehingga memaksa manusia berusaha tani pada lahan-lahan marginal.
Jadi hal yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduk
menjadi alasan semakin meningkat pula produksi yang dihasilkan guna untuk
memenuhi kebutuhan penduduk dunia. (Zulkarnain 2014)

1.2 Dampak Pertanian Intensif Terhadap Produktivitas Tanah

Dengan adanya agronomi pada sistem pertanian dapat menjadikan proses


produksi pangan semakin meningkat dan cepat dengan bantuan bahan-bahan
kimiawi. Tetapi dilain sisi hal inilah yang menjadi alasan yang membuat semakin
meningkatkan lahana-lahan kritis atau marginal di Indonesia setiap tahunnya.
Karena bahan pupuk yang anoganik atau berasal dari bahan-bahan kimiawi inilah
yang menyebabkan kualitas kesuburan tanah terus menurun dan membuat lahan
menjadi kritis. Hal inilah yang sangat merugikan bagi lingkungan hidup dan
seluruh masyarakat karena dengan menyusutnya kesuburan tanah pada lahan
dapat mempengaruhi hasil produksi lahan pangan menurun (Zulkarnain 2014).
Data Direktorat Bina Rehabilitasi Dan Pengembangan Lahan tahun 1993
menunjukkan bahwa luas lahan bermasalah sudah mencapai sekitar 18,4 juta ha
(7,5 juta ha potensial kritis, 6,0 juta ha semikritis , 4,9 juta ha kritis). Bila
diasumsikan, laju penggundulan hutan sekitar 2-3 juta ha pertahun dan ditambah
dengan lahan bekas tambang maka luas lahan kritis di indonesia saat ini
diperkirakan sekitar 30-40 juta hektar. Keadaan tersebut semakin parah karena
konversi lahan ke nonpertanian, pengrusakan hutan (25 ha permenit atau 2 juta ha
per tahun sedangkan reboisasi hanya 300.000-500.000 ha pertahun) terus
berlanjut. Pemakaian berbagai senyawa xenobiotika (pestisida, fungsida, dan lain-
lainnya) untuk mengendalikan berbagai penyakit dan hama tanaman berlangsung
intensif, yakni berkisar antara 300.000 hingga 600.000 hektar pertahun. Selain itu,

4
UIN Raden Intan Lampung
penggunaan pupuk anorganik secara berkelanjutan dengan dosis yang tinggi
berdampak pada merosotnya kandungan C-organik tanah (Zulkarnain 2014).
Kini kesadaran masyarakat akan dampak buruk dari pertanian kimiawi
sudah semakin meningkat, sehingga dalam satu dekade terakhir telah mulai
diupayakan metode alternatif dalam melakukan praktik pertanian yang dinilai
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan (environmentally sound and
sustainable agriculture). Sistem usaha tani yang dikembangkan didasarkan atas
interaksi yang selaras dan serasi antara tanah, tanaman, ternak, manusia, dan
lingkungan. Sistem ini dititik beratkan pada upaya peningkatan daur ulang secara
alami dengan tujuan memaksimalkan input berupa bahan-bahan organik. Dengan
demikian, produktivitas tanaman tetap tinggi dengan tingkat kesuburan tanah tetap
terjamin dalam jangka waktu panjang. Konsep ini dikenal dengan sistem pertanian
ramah lingkungan (pertanian ekologis). Sistem pertanian ekologis yang
dikembangkan antara lain adalah LISA (low input sustainable agriculture),
LEISA (low external input sustainable agriculture), pertanian ekologis terpadu
(integrated ecological farming system), dan pertanian organik (organic faming
system) (Zulkarnain 2014).

1.3 Prinsip Dasar Bercocok Tanam Secara Organik

Pertanian organik (organik farming) pertama kali berkembang di kota Paris,


Prancis. Ide terciptanya sistem pertanian ini timbul dari banyaknya kotoran kuda
di kota tersebut, yang perlu ditangani dengan cara serius untuk tujuan kebersihan
dan kesehatan. Dari banyaknya tumpukan kotoran kuda yang memiliki ketebalan
50 cm diusahakan tanaman secara intensif, lalu sistem ini diintrodusikan ke
autralia dan amerika, dimana dalam perkembangannya jumlah pupuk kadang
dikurangi, namun memasukkan unsur pengerjaan tanah secara intensif dan
penggunaan tanaman hidup dalam tanaman ganda sebagai mulsa hidup, serta
penggunaan kompos (Zulkarnain 2014). Hal tersebut menyatakan bahwa
pertanian oerganik pertama kali berkembang di kota paris dimana sistem pertanian
ini berawal dari kotoran kuda.

5
UIN Raden Intan Lampung
Di Malbourne, Australia terlihat bahwa harga produk-produk hortikultura
(terutama sayuran segar) yang dihasilkan dari kebun organic (organic garden)
lebih mahal dibandingkan dengan yang dihasilkan dari kebun biasa pada
umumnya. Hal ini tidak berarti dikarenakan biaya produksinya yang tinggi. Tetapi
lebih disebebkan oleh apresiasi masyarakat terhadap produk-produk pertanian
yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Sehingga mereka yang
mengerti mau membayar sayuran dengan harga yang lebih mahal. Sementara itu
di pihak petani, karena produk mereka laku di pasaran dengan harga yang
memuaskan maka motivasi untuk mengembangkannya tetap tinggi, mekipun
secara kuantitas produksi yang dihasilkan oleh sistem pertanian organic masih
lebih rendah dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh sistem pertanian
konvensional (Zulkarnain 2014). Hal tersebut menyatakan bahwa produk yang
berasal dari kebun organik lebih diminati masyarakat.
Konsep pertanian organik ini merupakan konsep pertanian ramah
lingkungan. Dilakukan dengan cara mengunakan bahan alami sehingga dalam
proses produksinya tidak boleh menggunakan bahan sintesis agar menghasilkan
produk pertanian organik dan mampu mempertahankan kualitas lingkungan(Laba
et al 2014). Artinya prinsip dasar sistem pertanian organik ini adalah selalu
menggunakan bahan-bahan organik pada setiap tahapan budidayanya, dan
menjaga keselarasan/keharmonisan atau inter-relasi diantara komponen ekosistem
(manusia, hewan, tanaman, dan sumber daya alam) secara berkesinambungan dan
lestari (Zulkarnain 2014). Hal ini menyatakan bahwa bercocok tanam atau bertani
secara organik harus menggunakan bahan yang berasal dari alam tanpa ada
campuran dari bahan sintesis dan harus memiliki keselarasan antara komponen
ekosistem.
Prinsip pertanian organik akan menjadi dasar dalam pertumbuhan dan
perkembangan pertanian organik. Berikut adalah prinsip-prinsip organik:
1. Prinsip kesehatan: dimana pertanian organik harus melestarikan dan
meningkatkan kesehatan pada tanah, tanaman, hewan, manusia, bumi,
sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan.
2. Prinsip ekologi : yaitu pertanian organic sendiri harus didasarkan pada
sistem dan siklus ekologi kehidupan. Bekerja, meniru serta berusaha

6
UIN Raden Intan Lampung
memelihara sistem dan siklus ekologi kehidupan. Prinsip ekologi ini
meletakkan pertanian organic dalam sisem ekologi kehidupan dimana
produksi didasarkan pada proses daur ulang ekologis. Siklus –siklus ini
bersifat universal namun pengoprasiannya bersifat spesifik lokal.
3. Prinsip keadilan : dimana pertanian organic harus membangun hubungan
yang mampu menjadim keadilan yang terkait dengan lingkungan dan
kesempatan hidup bersama.
4. Prinsip perlindungan : dimana pertanian organic ini harus dikelola dengan
sangat hati-hati dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan serta
kesejahteran generasi sekarang dan mendatang sert lingkungan hidup.
(Mayrowani 2012)
Dan dengan dilihatnya kondisi permintaan produk pertanian organik yang
terus meningkat pada saat ini sehubungan dengan masyarakat yang mulai
menyadari akan bahaya makanan yang bersifat non organik maka pemerintah dan
semua pihak perlu dengan segera mewujudkan go organic and back to nature guna
memanfaatkan potensi yang masih cukup besar untuk dikembangkan. Terbatasnya
produk pertanian organik yang diperdagangkan di pasar internasional merupakan
peluang yang cukup besar untuk mengembangkan pertanian organik bagi
Indonesia (Zulkarnain 2014). Hal ini menyatakan mayarakat di Indonesia perlu
mengembangkan produk hasil pertanian organik.
Namun perlu diperhatikan juga pada bidang pembangunan yang semestinya
tidak hanya berfokus untuk meningkatkan produktivitas produk saja, tetapi juga
memperhatikan keseimbangan alam, kualitas, keamanan produk (Rivai & Anugrah
2011), budidaya pengendalian hama, penggunaan pupuk kompos, pengelolaan
sumberdaya yang terpadu. Yang bertujuan agar pembangunan disektor pertanian
dapat layak secara ekonomi, sosial, dan berkelanjutan pada masa mendatang
(Wihardjaka 2018).Pertanian organik juga berperansebagai sistem pertanian
terpadu dimana dengan mengoptimalkan produktivitas agro ekosistem secara
alami yangmampu menghasilkan bahan pangan berkualitas danberkelanjutan
(Sulaeman 2008).Hal tersebut menjelaskan bahwa bercocok tanam atau bertani
secara organik harus memperhatikan kualitas, keseimbangan, dan kesehatan dari

7
UIN Raden Intan Lampung
produk pangan agar layak secara ekonomi dan dapat bekelanjutan dalam jangka
waktu yang panjang.
Adapun prinsip dasar yang harus dilakukan dalam pengelolaan pertanian organik:
1. Menjaga ekosistem tetap sehat melalui optimasi penggunaa SDA,
memaksimalkan penggunaan bahan-bahan ramah lingkungan,
meningkatkan deversits ekosistem, lalu melakukan pergiliran tanaman.
2. Penerapan asas efisiensi pada sistem budidaya, seperti : minimum tillage
(pengolahan tanah minimum), dan mengurangi penggunaan bahan baku
dari luar ekosistem (low eksternal input).
3. Kemudian melakukan kegiatan produksi dengan konsep pertanian
berkelanjutan.
4. Menghasilkan produk yang bebas pestisida.
5. Melakukan kegiatan produksi berdasarkan hasil analisis Agroekosistem
dan sesaui dengan permintaan dipasar.
6. Lalu menjaga kelestarian lingkungan, berbagai manfaat postif dan
penerapan sistem pertanian organic menyebabkan tren mengkonsumsi
produk organic di sector usaha rumah makan, hotel restoran, dan catering
yang mengalami peningkatan pada tiap tahunnya.(Yuriansyah Et al 2020)

1.4 Kualitas Dan Kesehatan Ekosistem Tanah

Istilah kualitas tanah (soil quality) dan kesehatan tanah (soil health) sering
kali digunakan secara bersamaan atau bergantian. Para pakar menggunakan istilah
kualitas tanah, sedangkan para pengguna lebih sering menggunakan istilah
kesehatan tanah. Kualitas tanah adalah kemampuan tanah untuk melakukan dan
mempertahankan berbagai fungsi tanah. Oleh karena itu, kualitas tanah
merupakan integrasi sifat fisik, kimia, dan biologi untuk menyediakan media
tumbuh bagi tanaman dan aktivitas biologis, mengendalikan partisi aliran air dan
retensi air, serta berperan sebagai penyangga dan filter atau degradasi senyawa
xenobiotika atau kontaminan yang membahayakan lingkungan. Kesehatan tanah
diartikan sebagai kemampuan tanah dalam mempertahankan fungsi tanah sebagai
sistem hidup yang vital dan dinamis di dalam ekosistem untuk mempertahankan

8
UIN Raden Intan Lampung
produkstivitas biologis dan kualitas air serta kesehatan tanaman, hewan maupun
manusia secara berkelanjutan (Zulkarnain 2014).
Karakteristik bagi tanah yang sehat adalah :
1. Dapat mempertahankan keanekaragaman hayati, rantai makanan, dan
produktivitas tanah.
2. Dapat mempertahankan fungsi tanah sebagai media tumbuh tanaman
maupun organisme tanah.
3. Dapat mengatur partisis aliran air dan zat-zat tertentu.
4. Dapat berperan sebagai filter dan penyangga polutan.
5. Dapat berperan dalam menyimpan dan mendaur ulang unsur-unsur hara.
Ekosistem tanah yang sehat dan subur mencerminkan adanya interaksi
harmonis, baik antara komponen abiotik dan biotik, maupun sesama
komponen biotik membentuk suatu rangkaian aliran energi atau rantai
makanan (Zulkarnain 2014).
Pada abiotik memiliki 3 komponen utama, yaitu:
1. Produsen, adalah berupa organisme (tumbuhan atau mikroba) yang mampu
membuat makanannya sendiri dengan memanfaatkan cahaya matahari dan
CO2 dalam proses fotosintesisme untuk memenuhi energi dan juga
organisme lain dalam bentuk biomassa organik.
2. Konsumen, adalah organisme yang tidak dapat membuat makananya
sndiri, sehingga untuk memenuhi kebutuhannya ia akan memanfaatkan
peran produsen dan memakan senyawa organik untuk memenuhi
kebutuhan energinya.
3. Destruen atau pengurai, adalah mikroba yang dapat memecah senyawa
organik yang sudah mati dengan cara fermentasi dan proses respirasi untuk
mendapatkan energi dan nutrisi yang hasilnya berupa produk antara
(metabolit) dan mineral (hara mikro dan hara makro)(Zulkarnain 2014).

1.5 Pupuk Alami Sebagai Pengganti Pupuk Buatan

Negara tropis salah satunya Indonesia, yang menghadapi permasalaan


kemundurn kandungan bahan organik ini sejak pertengahan dekade 1960-an. Lalu

9
UIN Raden Intan Lampung
kondisi ini makin diperburuk seiring dengan diterapkannya pertanian kimiawi
sejak dicanangkannya Revolusi hijau pada tahun 1970-an dan pada praktik
pembukaan lahan dengan cara pembakaran seperti yang sering terjadi akhir-akhir
ini. Padahal, apabila kandungan bahan organic di dalam tanah tinggi, maka
efisiensi penggunaan pupuk anorganik jugaakan tinggi, sehingg pemakaian pupuk
anorganik dapat dikurangi atau bahkan tidak ada sama sekali. Namun, Hal ini
tentu saja berdampak pada berkurangnya biaya produksi tanpa mengurangi
volume hasil, sekaligus mengurangi pencemaran lingkungan akibat penggunaan
pupuk kimiawi yang berlebihan. Dengan demikian, jelas bahwa kebutuhan akan
input pupuk organik untuk tingkat kesuburan tanah yang ada sekarang ini
merupakan kebutuhan yang mendesak dan tidak dapat ditunda lagi (Zulkarnain
2014).
Pemakaian pupuk organic hanya terbatas pada tanaman sayuran, sedangkan
pada tanaman pangan dan palawija pemakaian pupuk organik masih sangat
terbatas. Bahkan, pada tanaman perkebunan pemakain pupuk organik dapat
dikatakan hamper tidak ada, kecuali pada stadium bibit. Oleh karena itu
pemakaian pupuk organik perlu ditingkatkan dan mendapat priorits tidak hanya
untuk meningkatkan kesuburan tanah, tetapi juga untuk membantu menciptakan
agroekosistem yang berkesinambungan dan aman bagi kesehatan manusia.
Macam-macam pupuk organik yang dikenal adalah dintaranya pupuk hijau, pupuk
kandang, kompos, dan pupuk hayati (Zulkarnain 2014)
1. Pupuk hijau
Yang dimksud pupuk hijau disini ialah tanaman-tanaman yang ditanam
dengan tujuan untuk meningkatkan kesuburan tanah karena tanaman
tersebut bersimbiosis dengan mikroorganisme, seperti bakteri
Rhizobium, yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan nitrogen
bebas (N2) dari udara. Oleh karen itu, penanaman pupuk hijau dapat
meningkatkan ketersediaan nitrogen di dalam tanah dan bagi tanaman.
Pupuk hijau pada umumnya digunakan pada pengusaha tanaman
semusim seperti sayuran, palawija, dan tanaman pangan. Tanaman pupuk
hijau dapat ditanam setelah tanaman utama dapat dipanen yang bertujuan
untuk meningkatkan kesuburan tanah pada musim tanam berikutnya.

10
UIN Raden Intan Lampung
Pada areal tanaman tahunan, penggunaan tanaman pupuk hijau adalah
pada saat tanaman utama masih berumur muda dimana cahaya matahari
masih dapat jatuh ke permukaan tanah diantaranya barisan tanaman
(tidak terhalang oleh kanopi tanaman utama). Misalnya, pada areal
pertanaman kelapa sawit atau karet muda, tanaman pupuk hijau ditanam
diantara barisan. Apabila tanaman utama telah tumbuh makin besar,
maka tanaman pupuk hijau akan mati dengan sendirinya akibat
kekurangan cahaya matahari karena terhalang oleh kanopi tanaman
utama. Jenis tanaman pupuk hijau pada umumnya dari kelompok
tanaman Legum (Fabaceae) seperti Centrosema pubescens dan
Calopogonium mucunoides (Zulkarnain 2014).
2. Pupuk kandang
Yang dimaksud pupuk kandang disini ialah kotoran padat dan cair dari
hewan ternak, baik ternak ruminansia maupun ternak unggas.
Sebenarnya. Keunggulan pupuk kandang tidak terletak pada kandungan
unsur hara karena sesungguhnya pupuk kandang memiliki kandungan
hara yang rendah. Kelebihannya adalah pupuk kandang dapat
meningkatkan humus, memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan
kehidupan mikroorganisme pengurai. Sebelum digunakan, pupuk
kandang sebaiknya “dimasak” terlebih dahulu yaitu dibiarkan di
hamparan sampai amoniaknya hilang dan memiliki kadar air yang
memadai (tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah). Karena umumnya
pupuk kandang bereaksi masam, maka dapat dicampur dengan dolomit
(kapur) sesuai kebutuhan untuk menetralkan pH(Zulkarnain 2014).
3. Pupuk kompos
Kompos adalah bahan-bahan organik, seperti sisa-sisa tanaman, hewan,
dan lain-lain yang diperlukan sedemikian rupa sehingga terurai menjadi
bahan dengan rasio C : N kurang dari 1,5 sehingga dapat digunakan
untuk memupuk tanaman. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam pembuatan kompos berkenan dengan berbagai faktor yang
mempengaruhi proses perubahan fisika, kimia, dan biologi di dalam
tumpukan kompos. Struktur bahan kompos hendaknya tidak terlalu

11
UIN Raden Intan Lampung
kasar, sebaiknya bahan-bahan seperti jerami, sisa-sisa pangkasan, dan
pupuk hijau dipotong-potong agar berukuran lebih kecil. Selain itu,
bahan-bahan yang kurang mengandung N sebaiknya dicampur dengan
bahan-bahan yang banyak mengandung mikroorganisme, misalnya
pupuk kandang dicampur dengan humus. Untuk mempercepat proses
dekomposisi, sebaiknya pada setiap lapisan tumpukan bahan diberi
kapur atau abu dapur. Agar tidak terkena sinar matahari langsung dan
tertimpa hujan, tempat pembuatan kompos hendaknya diberi atap,
namun tetap diupayakan agar tumpukan kompos tetap basah. Agar
perubahan (dekomposisi) di dalam tumpukan terjadi secara merata,
maka tumpukan tersebut perlu dibalik sebulan sekali. Setelah dilakukan
pembalikan 3- 4 kali akan diperoleh kompos yang siap pakai (Zulkarnain
2014).
4. Pupuk hayat
Yang dimaksud pupuk hayati atau biofertilizer yaitu semua bentuk
bahan organic yang dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi
tanaman sebagai akibat dari aktivitas mikroorganisme di dalamnya.
Pupuk hayati mengandung mikroorganisme hidup (laten) penambat N2,
pelarut fosfat, selulotik, dan sebagainya yang diberikan pada benih,
tanah, atau areal pengomposan untuk meningkatkan jumlah dan aktivitas
mikroorganisme (Zulkarnain 2014).
Jenis-jenis mikroorganisme yang digunakan sebagai inculum pada pupuk
hayati lain berupa:
a. Bakteri Rhizobium sp. yang menambat N2 bebas dari udara. Bakteri
ini digunakan untuk memupuk tanaman legume, seperti kacang-
kacangan dan tanaman pupuk hijau
b. Cendawan ektomikoriza dan endomikoriz yang diberikn pada
tanaman untuk meningktkan serapan fosfat, ektomikoriza yang
umumnya diberikn pada tanaman tahunan, sedangkan
endomikoriza umumnya untuk inokulasi tanaman semusim.
c. Bakteri Clostridium sp. Dan cendawan Nocardia sp., Streptomyces
sp., dan Tricoderma yang digunakan pada pengomposan bahan-

12
UIN Raden Intan Lampung
bahan organic atau diinokulasikan bersamaan dengan pemupukan
bahan-bahan organic sisa-sisa tanaman. Mikroorganisme ini
berfungsi sebagai pengurai lignin dan selulosa.
Kecepatan perombakan bahan-bahan organik di daerah tropis lebih cepat
dari pada di daerah subtropis. Oleh karena itu di daerah tropis sering kali terjdi
kekurangan bahan organik tanah. Sedangkan di daerah subtropis terjadi
peningkatan kandungan bahan organik tinggi yang tidak memerlukan penambahan
bahan organik dari luar. dan bahkan, acapkali tanah tersebut tidak memerlukan
tindakan pengolahan tanah (zero tillage), kalaupun diperlukan hanyalah
pengolahan tanah minimum (minimum tillage) (Zulkarnain 2014).
Usaha yang dilakukan untuk memperbaiki kesuburan tanah adalah dengan
melakukan pemupukan menggunakan pupuk organik. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa tanpa pupuk organic/alami sistem pertanian akan bersifat
rapuh (fragile), mudah terguncang hanya dengan perubahan lingkungan yang
kecil saja (Roidah 2013). Dan penggunaan pupuk anorganik dalam jangka yang
relative lama umumnya berakibat buruk pada kondisi tanah. Tanah menjadi
cepat mengeras, kurang mampu menyimpan air dan cepat menjadi asam yang
pada akhirnya akan menurunkan produktivitas tanaman (Parman 2007). Hal ini
menujukan bahwa pupuk alami memberikan efek yang positif bagi kesuburan
tanah dan memberikan efek negative menggunakan pupuk anorganik.
Pupuk organik umumnya merupakan pupuk lengkap karena mengandung
unsur makro dan mikro meskipun dalam jumlah sedikit (Prihmantoro
2000). Penggunaan pupuk kandang atau kompos selama ini di yakini dapat
mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh pupuk anorganik (Parman
2007). Penggunaan pupuk organik alam yang dapat dipergunakan untuk
membantu mengatasi kendala produksi pertanian yaitu Pupuk Organik Cair.
Pupuk organik ini diolah dari bahan baku berupa kotoran ternak, kompos, limbah
alam, hormon tumbuhan dan bahan-bahan alami lainnya yang di proses secara
alamiah selama 4 bulan. Pupuk organik cair selain dapat memperbaiki sifat fisik,
kimia, dan biologi tanah, membantu meningkatkan produksi tanaman,
meningkatkan kualitas produk tanaman, mengurangi penggunaan pupuk
anorganik dan sebagai alternatif pengganti pupuk kandang (Karamina dan

13
UIN Raden Intan Lampung
Fikrinda 2016). Hal ini membuktikan bahwa pupuk alami cair juga memeberikan
efek yang baik untuk tanaman.
Salah satu contoh pupuk organik ialah kotoran sapi yang merupakan pupuk
dalam bentuk padat dan cair yang dihasilkan oleh ternak sapi. Pupuk organik
dari kotoran sapi sifatnya lebih baik dari pada pupuk alam lainnya maupun
pupuk buatan,karena merupakan humus yang mengandung senyawa-senyawa
organik.Selain itu juga pupuk kotoran sapi ini merupakan sumber unsur hara
makro yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta banyak
mengandung mikroorganisme yang dapat menghancurkan sampah-sampah yang
ada dalam tanah, hingga berubah menjadi humus. Sedangkan urine sapi sering
juga disebut pupuk kandang cair.Urine sapi mengandung unsur hara, N, P, K dan
bahan organik, yang berperan memperbaiki struktur tanah. Urine sapi dapat
digunakan langsung sebagai pupuk dasar maupun pupuk susulan (Purnomo et al
2013). Hal ini menyatakan bahwa kotoran sapi merupakan bahan pupuk organik
yang bagus bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

1.6 Pestisida Alami

1.6.1. Dinamika Penggunaan Pestisida

1. Pra-Revolusi Hijau
Sejak 1945, pertanian indonesi masih bersifat tradisional dengan asupan
bahan kimia sintesis seperti pupuk dan pestisida sintesis (Kardinan 2011),
Pestisida yang masuk ke Indonesia saat itu adalah jenis organoklorin, yaitu
DDT, BHC, heptaklor, aldrin, dan dieldrin, namun pada DDT menimbulkan
resistensi pada hama sasaran dan mencemari lingkungan(Gunandini 2006).Hal
tersebut menyatakan bahwa pestisida sintesis mencemari lingkungn.

2. Era Revolusi Hijau


Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan setelah generasi pestisida DDT
dan sejenisnya dianggap mencemari lingkungan, muncul pestisida generasi
baru yang dianggap lebih ramah lingkungan, yaitu golongan organofosfat.

14
UIN Raden Intan Lampung
Walaupun masukke Indonesia pada awal 1970, sebenarnya jenis pestisida ini
sudah dikenal dunia sejak1950, di antaranya diklorfos, parathion, malathion,
dimeton, schradan, dan TEPP. Padasaat itu diperkenalkan beberapa jenis
pestisida baru, antara lain golongan karb amat, yaitu karbaril dan propoxur.
Sebenarnya jenis ini telah diperkenalkan di dunia sejak 1960 dan baru saat itu
masuk ke Indonesia (Gunandini 2006). Untuk mengimbangi pertumbuhan
jumlah penduduk dunia yang makin cepat dan meningkat(Rejesus.2000),
pemerintah terus berusaha meningkatkan produksi pangan, khususnya beras,
dengan berbagai usaha, yang dikenal dengan era Revolusi Hijau. pestisida
merupakan bahan yang sangat penting bagi keberhasilan tanaman sehingga
ketergantungan petani pada pestisida sangat tinggi (Kardinan 2011). Seiring
berjalannya waktu tren penggunaan pestisida di dunia sudah mengarah ke
pestisida alami sehingga pemanfaatan tumbuhan sebagai pestisida nabati pun
mulai dilirik. Hal ini ditunjang oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
pestisida nabati cukup efektif dan ramah lingkungan. Pada saa titu, banyak petani
yang beralih ke kearifan lokal, dengan memanfaatkan tumbuhan sebagai
pestisida, atau dikenal dengan pestisi dan abati (Kadinan.2011). Hal ini
menytkan bahwa seiring berjalannya teknologi pestisida semakin berkembang.
Di Indonesia setiap tahunnya mengalami jumlah kenaikan penduduk pada
tahun 2000 berjumlah 205,1 juta, pada tahun 2010 berjumlah 237,6 juta dan
tahun 2015 berjumlah 270 juta serta pada tahun 2020 berjumlah 450 juta jiwa.
Maka usaha peningkatan produksi tanaman pangan, industri dan hortikultura
menjadi masalah yang harus ditangani secara serius. Penggunaan pestisida alami
ini dapat meminimlisir kehilangan hasil sebagai penyebab dari serangan hama
dan penyakit (Rejesus.2000). Hal tersebut menyatakan bahwa semakin banyak
jumlah penduduk maka kebutuhan pangan semakin meningkat.

1.6.2. POTENSI PETISIDA ALAMI

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati terluas


kedua di dunia setelah Brasil. Tumbuhan merupakan gudang berbagai senyawa
kimia yang kaya akan kandungan bahan aktif, antara lain produk metabolit

15
UIN Raden Intan Lampung
sekunder (secondary metabolic products), Kelompok senyawa ini berperan
penting dalam melindungi diri dari gangguan pesaingnya. Produk metabolit
sekunder dapat dimanfaatkan sebagai bahan aktif, pestisida nabatiini dinilai sangat
baik terhadap berbagai jenis hama lapangan dan rumah tangga (Kardinan 2011).
Hal ini menyatakan bahwa potensi pestisida alami ini sangat baik.

1.6.3. PELUANG PESTISIDA ALAMI

Pestisida nabati tidak hanya dibutuhkan dalam bidang pertanian, tetapi telah
meluas ke rumah tangga, seperti untuk mengendalikan nyamuk. Hal ini didukung
oleh hasil penelitian yang menyatakan bahwa pestisida nabati dapat digunakan
untuk mengendalikan hama pemukiman. Saat ini sudah dirintis proteksi massal
produksi anti nyamuk demam berdarah dengan bahan aktif dari tanaman
(pestisida nabati). Dan fungsi lainnya juga sebagai bahan pembersih lantai, kaca,
antisepti , dan lainnya untuk kebersihan rumah tangga, rumah sakit, gedung
perkantoran, dan lainnya melalui kerja sama dengan PT Petrokimia Gresik yang
mulai peduli dengan kesehatan lingkungan (Kardinan 2011). Hal ini menyatakan
bahwa peluang pestisida alami ini luas.
Penggunaan pestisida alami ini dipandang lebih arif mengingat penggunaan
pestisida sintesis saat ternyata berdampak buruk salah satu dampaknya yaitu
membengkaknya biaya produksi untuk membeli pestisida serta timbulnya dampak
negative penggunaan pestisida terhadap manusia, lingkungan, dan ternak.
Pengendalian hama dalam mengendalikan pestisida alami dapat dijadikan pilihan
paling murah dan lestari (Octavia et al 2008). Hal tersebut menunjukan bahwa
penggunaan pestisida alami lebih baik dan terjangkau.
Berikut beberapa contoh pestisida yang tergolong pestisida alami antara
lain, yaitu:
1. Ekstrak biji dan daun nimba (Azadirachta indica) efektif untuk
mengendalikan berbagai jenis hama.
2. Ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum cinerariifolium) yang
mengndung pyrethrin efektif untuk mengendalikan semut, aphid, ulat,
dan kutu daun.

16
UIN Raden Intan Lampung
3. Ekstrak bawang putih (Allium sativum) efektif untuk mengendalikan
serangan aphid.
4. Campuran ekstrak daun paitan (Tithonia diversifolia) dan daun johar
(Cassia sp.) efktif untuk mengendalikan serangan rayap
5. Bakteri Bacillus thuringiensis efektif untuk mengendalikan ulat
Plutella xylostella dan Crocidolomia binotalis yang menyerang
tanaman kubis.
6. Cendawan Trichoderma sp. Dapat digunakan sebagai agen antagonism
untuk menekan serangga Fusrium sp., Rhizoctonia sp., Phythium sp.,
Sclerotium rolfsii, dan Rhizopus sp. Terhadap tanaman hortikultura
terutama sayur-sayuran.(Zulkarnain 2014)

sintetik
asal
anorganik
mikroorganisme
peptisida alami

organik asal tanaman

Gambar 1. Penggolongan berbagai peptisida berdasarkan senyawa-


senyawa penyusunnya (Zulkurnain, 2014)

Walaupun pengguna pestisida alami relative aman bagi kesehatan manusia,


namun pemakaiannya tetap harus berhati-hati. Penggunaan pestisida alami pada
tanaman sayuran harus dihentikan setidaknya 7 hari menjelang panen yang
berguna menghindari resiko kesehatan akibat residu yang ditinggalkan.
(Zulkurnain 2014). Hal tersebut menyatakan bahwa menggunakan pestisida juga
harus tetap berhati-hati.
Ada beberapa jenispestisida kimiawi/sintesis yang kurang bijaksana dalam
pengendalian hama (Purnama et al 2015). Organisme Penggangu Tanaman
(OPT) yang berasal dari hama, penyakit dan gulma merupakan satu diantara
faktor pembatas tercapainya produksi pertanian, pengendalian OPT untuk
meningkatkan produksi pertanian dengan penggunaan pestisida kimiawi/sintesis

17
UIN Raden Intan Lampung
perlu diwaspadai karena penggunaannya sering menimbulkan pencemaran
terhadap lingkungan biotik maupun abiotik (Ramlan & Noer 2002). Hal tersebut
menunjukan bahwa penggunaan pestisida yang bukan alami yaitu pestisida
kimiawi/sintesis kurang baik.
Menurut hasil penelitian yang dikembangkan oleh NRDC (Natural
Resources Defenns Council) menunjukkan bahwa penggunaan pestisida kimia
yang berlebihan dapat menyebabkan kanker otak, leukimia, dan cacat pada
anak.Oleh karena itu, perlu ditemukan adanya pestisida alami untuk menghindari
dampak negative bagi lingkungan dan kesehatan manusia (Otavia et al 2008).
Selain memberikan dampak negative terhadap kesehatan manusia dan lingkungan,
pestisida kimia juga dijual dipasaran dengan harga yang relative mahal. Sehingga,
akan menyulitkan petani yang memerlukan pasokan pestisida kimia dalam jumlah
besar (Ningsih, 2019). Hal tersebut membuktikan bahwa pestisida kimia
berdampak negative juga bagi kesehatan manusia dan menyulitkanbagi petani
yang memiliki kebutuhan pestisida kimia yang besar namun terhalang dengan
ekonomi yang rendah.
Di kabupaten garut, petani membuat pestisida alami sebagai usaha industri
rumah tanggadan ada beberapa jenis tumbuhan yang digunakan dalam pestisida
dimana pada umumnya sama, hanya formulasinya yang berbeda (ada yang tungal
dan ada yang campuran dari beberapa jenis tumbuhan lainnya). Lampiran 1
memuat hasil survey nama dan bagian jenis tumbuhan yang digunakan sebagai
bahan pestisida alami. Dan lampiran 2 memuat formulasi yang digunakan
(Ramlan & Noer 2002)
Tumbuhan yang digunakan untuk bahan pestisida alami ini sebaiknya
perlu memenuhi beberapa persyaratan, antara lain: Tidak mempunyai nilai
ekonomi, karena itu bagian tumbuhan yang merupakan limbah atau bagian yang
tidak digunakan. Lalu mudah diperoleh dalam jumlah banyak dan tumbuhnya
dimana saja, kemudian tumbuhannya mudah di perbanyak seperti di stek dan
tidak perlu perawatan khusus, dapat berfungsi mengendalikan banyak jenis OPT,
bagian tumbuhan merupakan limbah pertanian dan tumbuhn liar (Ramlan & Noer
2002). Hal tersebut menyatakan bahwa bahan untuk pestisida alami ini diambil
dari bahan-bahan yang mudah di dapat.

18
UIN Raden Intan Lampung
1.7 Keseimbangan Agroekosistem

Salah satu indikator dari ketidakseimbangan agroekosistem yang dikelola


oleh manusia adalah kemunduran kualitas kesuburan tanah yang biasanya
dibarengi dengan peningkatan areal lahan kritis dan marginal serta perkembangan
hama dan penyakit yang seolah-olah tidak ada habisnya (Zulkarnain 2014). Maka
dari itu, perlunya keseimbangan agroekosistem yang mengacu pada pendekatan
ekologi guna mempertahankan kondisi lahan yang optimal untuk pertanian serta
menjaga perkembangan hama dan penyakit (Nurindah 2006) agar tetap berada di
bawah ambang ekonomi untuk pertanian kita di masa yang akan datang. Kondisi
demikian dapat terwujud melalui penerapan sistem pertanian organik (Zulkarnain
2014) yaitu merupakan sistem budi daya tanaman pada tanah yang mengandalkan
tingkat kesuburan tinggi serta kandungan humus dan aktivitas mikroorganisme
yang tinggi pula.
Agroekosistem dapat dikatakan suatu ekosistem pertanian produktif apabila
terjadi keseimbangan antara tanah, hara, sinar matahari, kelembaban udara dan
organisme-organisme yang ada, sehingga dapat dihasilkan suatu pertanaman yang
sehat dan juga hasil yang berkelanjutan (Altieri 2004). Gangguan-gangguan
terhadap agroekosistem tersebut dapat diatasi karna telah ada sistem yang dapat
mengatasi atau mentoleransi adanya cekaman biotik dan abiotik yang ada
(Nurindah 2006). Apabila terdapat gangguan-gangguan pada suatu agroekosistem
yang disebabkan oleh patogen, serangga hama ataupun degradasi lahan, maka
untuk mencegah terjadinya kerentanan pada agroekosistem tersebut perlu
dilakukannya pengembalian keseimbangan (resiliance) (Altieri 2004) yaitu
dengan cara mengembalikan fungsi dari masing-masing komponen yang ada
dalam agroekosistem tersebut.
Pengelolaan habitat untuk pengendalian hama dengan menambahkan
keragaman hayati sebaiknya diikuti pula dengan perbaikan kualitas tanah
(Mathews et al 2002). Dimana kualitas kesuburan tanah yang baik, merupakan
media untuk mendapatkan tanaman yang sehat dan tanaman yang sehat
merupakan dasar dari pengolahan hama yang berbasis pada ekologi. Pada sistem

19
UIN Raden Intan Lampung
pertanian organik, populasi serangga hama dilaporkan selalu lebih rendah
(Elzaker 1999) dibandingkan dengan pada sistem pertanian konvensional.
Ketidakseimbangan agroekosistem masih dapat diperbaiki dengan cara
menambahkan keragaman tanaman pada suatu pertanaman dan lanskap
(Gillesman .2000) yang biasanya disebut sebagai rekayasa ekologi (ecological
engineering). Dimana dalam hal ini keragaman tanaman yang tinggi akan dapat
menciptakan interaksi dan jaring-jaring makan yang mantap dalam suatu
agroekosistem (Lusyana 2005). Keragaman tanaman di dalam suatuagroekosistem
merupakan konsep dasar dalam pengendalian hayati (Noris dan Kogan 2006).
Dalam peningkatan keragaman tanaman pada suatu agroekosistem dapat
dilakukan melalui praktek budidaya dengan sistem tumpangsari, agroforestry atau
dengan menggunakan tanaman pelindung atau penutup tanah (Lusyana 2005)
dimana praktek budidaya ini telah umum dilakukan pada sistem pertanian di
Indonesia. Pada suatu agroekosistem dengan adanya keragaman tanaman yang
tinggi, akan memiliki peluang adanya interaksi antar spesies yang tinggi (Noris
dan Kogan 2006) sehingga dapat menciptakan agroekosistem yang stabil dan akan
berakibat pada stabilitas produktivitas lahan serta rendahnya fluktuasi populasi
spesies-spesies yang tidak diinginkan (Van emden dan Williams 2000).
Kemampuan tanaman untuk bertahan atau toleran terhadap serangga hama
atau patogen berhubungan erat dengan properti fisik, kimia serta biologi tanah
yang optimal (Subiyakto 2006). Dimana tanah dengan kandungan bahan organik
tinggi dan aktivitas biologi yang tinggi pula biasanya menunjukkan adanya
kesuburan yang tinggi dan adanya jarring-jaring makanan (food web) serta
mikroorganisme yang kompleks, sehingga mencegah terjadinya infeksi patogen
(Magdoff dan van Es 2000). Dengan demikian, interaksi multitropik yang terjadi
diatas permukaan tanah serta dibawah permukaan tanah merupakan suatu food
web yang saling ketergantungan satu sama lain dan menyebabkan terjadinya
stabilitas populasi herbivora (Mathews et al 2002). Hal ini disebabkan karena
adanya keseimbangan antara herbivora dan musuh alaminya serta patogen dengan
antagonisnya. Keseimbangan inilah yang akan menjadikan suatu agroekosistem
menjadi sehat dan dapat menciptakan sistem pertanian yang berkelanjutan.

20
UIN Raden Intan Lampung
Adapun ciri khas yang terdapat dari sistem pertanian organik ini adalah
tidak adanya input kimiawi anorganik maupun organik sintetik (Lesmana dan
Hidayat 2008) seperti pada pupuk buatan, pestisida buatan, serta zat pengatur
tumbuh atau zat perangsang tumbuh tanaman tidak terlibat di dalamnya
(Zulkarnain 2014). Sistem budi daya tanaman secara organik ini erat sekali
kaitannya dengan praktik-praktik rotasi tanaman (Nurhidayati et al 2008) ;
pemanfaatan sisa-sisa tanaman; penggunaan pupuk kandang, pupuk hijau, pupuk
hayati; pupuk dari batuan alam; budi daya dengan sistem mekanik (teknologi
paranet dan rumah kaca); serta pengendalian organisme pengganggu secara
hayati.
Di dalam praktik pendekatan agroekologi, kita dapat meningkatkan
kesuburan tanah dengan cara memberikan pupuk kandang (baik yang berasal dari
ruminansia ataupun dari unggas) dengan dosis kurang-lebih 20 ton ha-1
(Zulkarnain 2014). Guna memutus siklus hidup hama dan patogen, lahan yang
sebelumnya sudah diberi pupuk kandang dapat ditanami secara rotasi dengan
tanaman dari famili yang berbeda ( Ni Luh Kartini dan I Ketut 2020). Salah satu
tanaman tersebut sebaiknya berasal dari kelompok legum, contohnya kedelai,
kacang tanah, maupun kacang-kacangan lainnya, dikarenakan tanaman ini
bersimbiosis dengan Rhizobium yang mana mampu mengikat N2 dari udara bebas.
Apabila dalam jangka waktu tertentu lahan tidak ingin diusahakan,
sebaiknya lahan tersebut ditanami dengan tanaman pupuk hijau agar pada saat
penanaman tanaman utama tanah tersebut sudah dalam kondisi subur (Arifin
2015). Kemudian sisa-sisa tanaman seperti akar, batang, dan daun hendaknya
tidak dibakar, melainkan dibenamkan ke dalam tanah. Karena dampak dari
pembakaran sisa-sisa tanaman tersebut akan mengakibatkan hilangnya sejumlah
unsur hara penting yang ada di tanah dan hanya menyisakan abu.
Pada sisi lahan juga dapat ditanami dengan rumput paitan (Tithonia
diversifolia) yang dipangkas secara teratur dan sisa dari pangkasan tersebut
dibenamkan ke dalam tanah (Mayrowani 2012). T. diversifolia berpotensi sebagai
sumber bahan organik, dimana mampu meningkatkan penyerapan P serta
memiliki P-labil 147,8% dan P-recovery 42,8% lebih tinggi jika dibandingkan
dengan pupuk SP-36. Biomassa T. diversifolia mengandung N=2,1%; P=0,3%;

21
UIN Raden Intan Lampung
rasio C: N=19; rasio C : P=128; lignin 9,8%; polifenol 3,3% (Zulkarnain 2014).
Oleh karena itu, pupuk buatan sudah dapat ditinggalkan, dalam jangka waktu 5
tahun penerapan praktik tersebut.
Dalam pendekatan ekologi lebih menekankan pada pengendalian secara
hayati untuk mengendalikan hama dan penyakit (Nurindah 2006) misalnya seperti
penyemprotan pestisida alami, pelepasan serangga mandul, pemasangan
perangkap dengan sex feromon, pemasangan yellow sticky trap, kemudian
pengamatan dan inventarisasi musuh alami, penanaman tanaman repellant, serta
perlakuan lainnya guna bertujuan untuk mengganggu populasi hama dan patogen
yang ada (Zulkarnain 2014). Berdasarkan beberapa penelitian yang didasari oleh
pendekatan ekologi pada sistem pertanian organik, didapatkan hasil bahwasanya
dalam kurun waktu dua tahun sejak sistem ini diterapkan, penggunaan pestisida
kimiawi sudah bisa ditinggalkan (Zulkarnain 2014).

1.8 Prospek Pertanian Organik Di Indonesia

Belakangan ini penerapan sistem pertanian organik pada umumnya masih


terbatas pada satu produk yaitu sayur-sayuran. Hal ini dapat terjadi karena siklus
hidup tanaman sayuran tersebut yang relatif singkat sehingga aplikasi pertanian
organik lebih nyata hasilnya dibandingkan dengan tanaman yang lain, khususnya
tanaman tahunan (Zulkarnain 2014). Selain itu, teknik yang dimiliki pada budi
daya sayuran ini cenderung intensif yang mana mengakibatkan degradasi lahan
serta gangguan agroekologi yang lebih cepat bila tidak segera diantisipasi sedini
mungkin (Zulkarnain 2014). Kemudian pengonsumsian sayuran dalam bentuk
segar pun menimbulkan kekhawatiran atau kecemasan konsumen akan residu
pestisida yang tertinggal pada produk tersebut dikarenakan dapat berakibat buruk
bagi kesehatan.
Indonesia mempunyai kekayaan biodiversitas terbesar kedua di dunia,
kelimpahan air dan kesuburan tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati
alam, menunjukkan bahwa potensi pengembangan pertanian organik sangat besar.
Potensi lahan yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangatlah besar.
Dimana dari 70,60 juta hektar lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian,

22
UIN Raden Intan Lampung
baru sekitar 53,71 juta ha yang diolah untuk sawah dan perkebunan (BPS 2003).
Indonesia sendiri memiliki potensi cukup besar untuk mewujudkan pertanian
organik untuk mencapai swasembada pangan nasional (Saragih 2008) dikarenakan
masih banyaknya sumberdaya lahan yang dapat dibuka atau dikonversi untuk
mengembangkan sistem pertanian organik, kemudian teknologi untuk mendukung
pertanian organik sudah cukup dikenal oleh petani seperti pembuatan kompos,
tanam tanpa olah tanah, pestisida hayati, teknik pembuatan pupuk cair, rotasi
tanam dan sebagainya.
Sebagai Negara dengan iklim tropis Indonesia memiliki topografi yang
beragam didalamnya, mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi, yang
memungkinkan untuk budi daya beragam sayur-sayuran, seperti misalnya sayuran
daun, batang, buah, dan umbi (Zulkarnain 2014). Hal ini menunjukkan
bahwasanya pertanian organik di Indonesia memiliki prospek yang sangat baik
karena adanya peluang aplikasi yang cukup besar. Selain itu juga, adanya
kesadaran masyarakat akan lingkungan yang bersih dan aman serta pemahaman
akan hidup sehat yang kian meningkat merupakan salah satu dasar yang baik
untuk pengembangan produk yang aman dan sehat untuk dikonsumsi nantinya
(Zulkarnain 2014). Secara morfologi juga dapat kita lihat bahwa sayuran organik
mempunyai penampilan yang lebih alami dengan rasa yang lebih enak, renyah,
halus, dan kurang berserat.
Konservasi merupakan faktor penting dalam pertanian berwawasan
lingkungan. Konservasi sumber daya terbarukan artinya sumber daya tersebut
harus dapat difungsikan secara berkelanjutan atau continous (Henny 2012). Kita
semua sadar akan adanya potensi teknologi, kerapuhan lingkungan, dan
kemampuan budi daya manusia untuk merusak lingkungan, sedangkan
ketersediaan sumberdaya yang ada terbatas. Salah satu pertanian ramah
lingkungan yang dapat diterapkan adalah pertanian organik (Sulaeman 2008) yang
mana merupakan upaya untuk memfungsikan sumberdaya yang ada secara
berkelanjutan.
Ada beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam menjaga
keberlanjutan produksi yang ramah lingkungan (Henny 2012) diantaranya adalah
memanfaatkan sumberdaya alam untuk pengembangan agribisnis (terutama lahan

23
UIN Raden Intan Lampung
dan air) secara lestari sesuai dengan kemampuan serta daya dukung alam,
produksi atau kegiatan usaha tani yang dilakukan secara akrab lingkungan agar
tidak menimbulkan dampak negatif dan juga eksternalitas pada masyarakat,
penanganan dan pengolahan hasil, distribusi dan pemasaran (Sihotang 2009) serta
pemanfaatan produk yang tidak menimbulkan masalah lingkungan seperti limbah
dan sampah, kemudian produk yang dihasilkan haruslah menguntungkan secara
bisnis, dan juga memenuhi preferensi konsumen serta aman untuk dikonsumsi.
Pertanian organik jika dilakukan dengan tepat, akan mengurangi biaya input
terutama pada pupuk dan pestisida, secara dramatis akan meningkatkan kesehatan
petani dan juga kesuburan tanah secara alami (da Costa 2012). Masalah dalam
pengembangan pertanian organik ini adalah bagaimana melakukan insentif yang
tepat untuk petani dalam mengkonversi usaha taninya menjadi usaha tani organik
yang berkelanjutan (Mawardi 2002) yang mana pada awalnya usaha tani ini belum
dianggap efektif.
Masyarakat biasanya menginginkan produk pangan yang baik dan sehat,
namun mereka tidak mau membayar tinggi (Sihotang 2009). Padahal petani ingin
mendapatkan bayaran yang wajar atas usaha yang dilakukan dalam memproduksi
pangan organik dan mensupport usaha taninya untuk masa yang akan datang.
Namun, sistem ini belum tersedia saat ini. Adanya sertifikasi yang mahal,
keahlian mereka hilang dan uang yang petani keluarkan untuk memproduksi
pangan yang baik pun hilang (da Costa 2012) dalam konteks ini hilang ke
pedagang (middlemen).
Salah satu sistem pertanian yang menjadi alternatif dalam menghasilkan
kuantitas dan kualitas produk yang sehat secara berkelanjutan adalah sistem
pertanian organik (Sutanto 2020). Dimana saat ini penggunaan bahan kimia
anorganik yang berlebihan mengakibatkan dampak buruk terhadap lahan dan
tanaman. Terlebih saat ini muncul kecemasan akan tingginya kandungan residu
pestisida pada produk pertanian. Kesadaran masyarakat akan kesehatan, secara
tidak langsung telah membuka peluang pasar yang besar bagi produk pertanian
organik (Rivai & Anugrah 2011). Selain dilihat dari sisi kesehatan, kelestarian
lingkungan serta kepedulian masyarakat terhadap alam sebagai penopang
kehidupan makhluk hidup di muka bumi juga yang menjadi alasan masyarakat

24
UIN Raden Intan Lampung
mulai beralih mengonsumsi produk pertanian yang lebih sehat. Pola hidup sehat
ini telah berkembang secara internasional. Dimana preferensi konsumen dan
perkembangan ekonomi telah mendorong tingginya permintaan produk pertanian
organik. Maka sistem pertanian organik ini sangatlah bagus dan harus
dikembangkan.
Pengembangan selanjutnya pada pertanian organik di Indonesia haruslah
ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar global (Arifin 2015). Oleh sebab itu,
komoditi eksotik seperti sayuran dan perkebunan seperti kopi dan teh organik
yang mana mempunyai potensi ekspor yang cukup cerah perlu segera
dikembangkan. Produk kopi misalnya, Indonesia merupakan pengekspor terbesar
kedua setelah Brasil, namun di pasar Internasional kopi Indonesia tidak memiliki
merek dagang.
Namun pengembangan pertanian organik di Indonesia perlu mendapat
dukungan dari pemerintah dan seluruh komponen masyarakat (Risdianto 2015).
Dukungan pemerintah diwujudkan dengan penetapan program-program dan
kebijakan-kebijakan yang dapat mendorong pertanian organik dari berbagai sektor
(Sukmana 2013). Di tingkat bawah, struktur kelembagaan yang telah terbentuk
saat ini sudah cukup mendukung keberhasilan program ini. Pemerintah
selanjutnya diharapkan dapat memberikan dukungan pada penguatan lembaga-
lembaga tersebut (Nurhidayati etal 2008) sehingga nantinya petani dapat berada
pada posisi tawar yang lebih tinggi dalam memasarkan produk-produk pertanian
mereka.

1.9 Kendala Sistem Pertanian Organik Di Indonesia

Meskipun berbagai sistem pertanian organik di Indonesia telah banyak


ditemukan dan juga dikembangkan, namun tetap saja dalam penerapannya masih
ditemukan hambatan-hambatan di dalamnya (Zulkarnain 2014). Maka sebagai
konsekuensinya, tingkat keberhasilan sistem pertanian organik tersebut masih
belum mampu mengimbangi tingkat kemunduran lahan itu sendiri. Berikut adalah
beberapa kendala yang terdapat di dalamnya antara lain sebagai berikut :

25
UIN Raden Intan Lampung
1. Keadaan lahan yang kurang mendukung karena : kondisi tanah berupa
lahan kering dimana akan lebih mudah terdegradasi dibandingkan dengan
lahan basah , tingginya tingkat erodibilitas yang disebabkan karena
permukaan lahan yang bergelombang atau seperti lereng dengan curah
hujan tinggi , suhu daerah tropis yang tinggi sehingga (Ni Luh Kartini dan
I Ketut 2020) menyebabkan cepatnya proses dekomposisi bahan organik
di dalam tanah
2. Kondisi sosial ekonomi petani yang masih sangat terbatas, dicirikan oleh :
tingkat pendidikan umumnya masih rendah , luas kepemilikan lahan relatif
sempit , rendahnya tingkat pendapatan sehingga mempersulit inovasi
teknologi baru
3. Potensi sumber daya fosil yang besar hingga memacu timbulnya pabrik-
pabrik pupuk dan pestisida anorganik (Yuriansyah et al 2020).
4. Kebijakan pemerintah yang mana lebih mendahulukan peningkatan
produksi melalui intensifikasi dan mengabaikan dampaknya terhadap
kesuburan lahan untuk jangka panjang.
5. Mekanisme sertifikasi akreditasi serta labelisasi terhadap produk-produk
pertanian organik untuk menjaga standar kualitas belum ditetapkan.
6. Adanya anggapan bahwa pertanian organik adalah pertanian masa lalu
yang tidak produktif dan anti teknologi maupun modernitas.
7. Adanya anggapan pada berbagai kalangan yang menganggap bahwa
produktivitas pertanian organik rendah sehingga dianggap tidak mampu
memenuhi kebutuhan pangan (Sutanto 2002).
Kendala-kendala dalam pengembangan pertanian organik yang bersifat
makro antara lain adalah pasar dan kondisi iklim (Henny 2012). Sejak dua
dasawarsa terakhir permintaan pasar dunia terhadap produk pertanian organik
mulai tumbuh. Pertumbuhan pasar khususnya di Eropa ini, merupakan salah satu
pertimbangan utama dalam pemberlakuan Council Regulation (EEC) No. 2092/91
(Mayrowani et al 2010). Namun pertumbuhan pasar produk pertanian masihlah
lambat. Dimana konsumen produk organik ini masih terbatas hanya pada mereka
yang memiliki keperdulian tinggi terhadap kelestarian lingkungan dan kesehatan.
Kepedulian tersebut lah yang mendorong mereka untuk memberikan premium

26
UIN Raden Intan Lampung
harga terhadap produk-produk organik (Mawardi 2002). Terkadang terdapat di
Supermarket dijual produk pertanian tertentu dengan diberi label organik, namun
bukan organik dari lembaga berwenang. Gejala inilah yang memperlihatkan
bahwa keterbatasan pasar domestik yang masih menjadi kendala utama dalam
jangka pendek dan jangka menengah.
Kendala yang bersifat mikro adalah kendala yang biasanya dijumpai di
tingkat usaha tani, khususnya petani kecil (Mawardi 2002). Adapun beberapa
kendala mikro tersebut akan diuraikan sebagai berikut :
1. Petani belum banyak yang berminat untuk bertani organik, dimana minat
petani untuk mempraktekkan pertanian organik ini akan meningkat apabila
pasar domestik dapat ditumbuhkan (Risdianto 2015). Maka dari itu, upaya
untuk mempromosikan keunggulan-keunggulan produk pertanian organik
ke konsumen perlu ditingkatkan lagi.
2. Masih kurangnya pemahaman para petani terhadap sistem pertanian
organik, pertanian organik disini sering dipahami hanya sebatas praktek
pertanian yang tidak menggunakan pupuk anorganik dan pestisida.
3. Organisasi di tingkat petani merupakan kunci penting dalam budidaya
pertanian organik (Sulaeman 2008) yaitu hal ini terkait mengenai masalah
penyuluhan dan juga sertifikasi. Salah satu yang dapat mempengaruhi
adalah dorongan pemerintah agar para petani membentuk asosiasi
khususnya di sektor perkebunan.
4. Hubungan kemitraan antara petani dan pengusaha yang belum
memberikan hasil baik, karna ini merupakan salah satu kunci sukses dalam
pengembangan produk pertanian organik, seperti halnya eksport (Rivai
dan Anugrah 2011).
Dalam hal ini pengusaha berperan sebagai bapak yang berkewajiban
memasarkan produk dari kelompok tani, memfasilitasi kegiatan penyuluhan,
mengurus sertifikasi, serta menyalurkan saprodi. Data dari Biro Pusat Statistik
menunjukkan bahwa pada tahun 1996 di Indonesia terdapat 12,5 juta hektar lahan
kritis dan dimana setiap tahunnya mengalami peningkatan antara 300.000 hingga
600.000 hektar (Zulkarnain 2014). Hal ini menunjukkan bahwa minimnya
dampak dari upaya pelestarian alam yang ada. Kemudian, meningkatnya jumlah

27
UIN Raden Intan Lampung
lahan kritis tersebut merupakan akibat dari adanya penerapan pola tanam yang
dilakukan serta teknik budi daya yang tidak sesuai dengan kondisi lahan yang ada
(Wahana Bumi Hijau 2011). Selain itu, menurunnya tingkat kesuburan tanah juga
merupakan akibat dari pemakaian pupuk anorganik yang digunakan secara terus
menerus tanpa diimbangi dengan pupuk alami (Inawati 2011). Sebagai ilustrasi,
dapat dikemukakan bahwa sejak tahun 1975 sampai 1995 penggunaan pupuk
buatan meningkat hingga 5 kali lipat, sedangkan produksi tanaman pangan yang
mana pupuk tersebut digunakan hanya meningkat 50% (Zulkarnain 2014). Hal ini
menunjukkan bahwa penggunaan pupuk buatan tersebut sudah tidak efisien,
bahkan karena hal ini produktivitas cenderung merosot akibat menurunnya
kandungan bahan organik dari tanah tersebut.
Kesadaran masyarakat atas kekeliruan di dalam penerapan kebijakan
Revolusi Hijau untuk jangka yang panjang telah memicu lahirnya berbagai
alternatif bercocok tanam yang dinilai menguntungkan dari segala aspek
(Zulkarnain 2014). Meskipun demikian, pertanian organik yang telah
dikumandangkan sejak sepuluh tahun terakhir masih dihadapkan pada berbagai
kendala, terutama bagi kawasan beriklim tropis seperti Indonesia. Hakikat dari
pertanian organik itu sendiri sebenarnya telah ada sejak pertama kali manusia
mengenal pertanian (Sutanto 2002) (mulai menetap), di mana pada saat itu petani
sama sekali belum mengenal berbagai bahan kimia untuk meningkatkan produksi
pertanian. Sekarang, disaat kesadaran akan kekeliruan itu timbul, masyarakat
kembali menggali potensi pertanian organik yang selama ini terlupakan (Inawati
2011) Oleh karena itu, sebetulnya pertanian organik itu bukanlah sesuatu yang
baru, namun karna kondisi sosial ekonomi petani, perkembangan teknologi, serta
keadaan agroekosistem yang ada pada saat inilah yang menyebabkan kita mencari
inovasi-inovasi baru (Zulkarnain 2014) sehingga pertanian organik ini muncul dan
dianggap sebagai suatu “paradigma baru” dalam berusaha tani.

KESIMPULAN

Pertanian organik pada dasarnya berfungsi untuk membatasi kemungkinan


dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan bahan kimiawi dalam

28
UIN Raden Intan Lampung
pertanian anorganik. Dengan konsep yang ramah lingkungan pertanian organik
memiliki prospek yang bagus untuk dikembangkan di Indonesia melihat kekayaan
biodiversitas, kelimpahan air, kesuburan tanah, serta budaya masyarakat yang
menghormati alam. Meski masih terdapat kendala-kendala dalam pengembangan
pertanian organik, kita dapat menyikapi itu semua lewat dukungan dari
pemerintah dan seluruh komponen masyarakat guna menciptakan praktik
pertanian yang tidak hanya berbasis pada produktivitas, tetapi juga berbasis pada
lingkungan hidup.

SARAN

Pertanian menggunakan bahan-bahan organik sepeti pestisida dan pupuk


alami yang berasal dari alam kini semakin diminati masyarakat, ditambah bertani
secara organik ini baik untuk hasil tanaman dan untuk kesehatan masyarakat
karena tidak ada campuran bahan kimiawi dimana bahan kimiawi ini walaupun
proses panennya cepat namun memberikan efek yang kurang baik untuk
dikonsumsi oleh masyarakat. Namun penelitian lebih lanjut disarankan untuk
membuktikan bahwa bahan-bahan kimiawi apa yang memang tidak baik untuk di
konsumsi oleh masyarakat, serta meninjau kembali kendala-kedala dalam
pertanian organik untuk kemajuan pertanian organik di Indonesia.

DAFTAR ACUAN

Arifin, M. 2015. Pengendalian Hama Terpadu: Pendekatan Dalam Mewujudkan


Pertanian Organik Rasional. Iptek Tanaman Pangan, 7 : 100-105.
Gunandini, D.J. 2006. Bioekologi dan pengendalian nyamuk sebagai vector
penyakit. ProsidingSeminar Nasional Pestisida Nabati III Balai
Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik : 43-48
Kardinan, A. 2011. Penggunaan Pestisida Nabati Sebagai Kearifan Lokal Dalam
Pengendalian Hama Tanaman Menuju Sistem Pertanian Organik.
Pengembangan Inovasi Pertanian4: 262-278
Karamina, H., Dan W. Fikrinda. 2016. Aplikasi Pupuk Organik Cair Pada

29
UIN Raden Intan Lampung
Tanaman Kentang Varietas Granola Di Daratan Medium. Jurnal
Kultivasi,15: 154-158
Kartini, N. L., & Budaraga, I. K. 2020. Pertanian Organik Penyelamat
Kehidupan. Deepublish, Yogyakarta: ix + 46 hlm.
Laba, I.W., Wahyuno, D., Rizal, M. 2014. Peran PHT, Pertanian Organik Dan
Biopestisida Menuju Pertnian Berwawasan Lingkungan Dan
Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional Pertanian Organik,2: 25-34
Mayrowani, H. 2012. Pengembangan Pertanian Organik Di Indonesia. Forum
Penelitian Agro EkonomI,30: 91-108
Ningsih,K., Sakdiyh, H., Felani, H., Dwiastuti, R., Asmara, R. 2019.
KelayakanInvestasidan ProspekPengembangan AgribisnisBuahNaga
Organik. Seminar Nasional Optimalisasi Sumber Daya Lokal di Era
Revolusi Industri 4.,2: 293-302
Nurhidayati, Pujiwati I, Solichah A, Djuhari & Basit Abd. 2008. Pertanian
Organik Suatu Kajian Sistem Pertanian Terpadu dan Berkelanjutan,
Universitas Islam Malang: xi + 185 hlm.
Nurindah. 2006. Pengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian Hama. Jurnal
Perspektif, 5 : 79-83.
Otavia, D., Susi, A., Qorim, M.A., &Azwar, F. 2008. Keanekaragaman Jenis
Tumbuhan Sebagai Pestisida Alami di Savana Bekol, Taman Nasional
Baluran. Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 5: 355-365
Pangaribuan, Darwin H, Soesilo F.X, Prasetyo J. 2018. Pengembangan Dan
Pemanfaatan Pupuk Organik Ekstrak Tanaman Pada Budidaya Pertanian
Organik Di Lampung Selatan. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat,
24 : 603-609.
Parman, S. 2007. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair Terhadap
Pertumbuhan Dan Produki Kentang (SolanumtuberosumL). Buletin
Anatomi Dan Fisiologi,15: 21-31
Prihmantoro, H. 2000. Memupuk Tanaman Buah. Penebar Swadaya. Jakarta
Purnama, H., Hidayati, N., Setyowati, E. 2015. Pengambangan Produksi Pestisida
Alami Dari Beauveria bassiana Dan Dan Trichoderma sp. Menuju
Pertanian Organik. WARTA,18: 1-9

30
UIN Raden Intan Lampung
Purnomo, R., Santoso, M., Heddy, S. 2013. Pengaruh Berbagai Macam Pupuk
Organik Dan Anorganik Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman
Mentimun (Cucumis sativus L). Jurnal Produksi Tanaman,1: 93-100
Ramlan, A., & Noer, S. 2002.Eksplorasiev Formasi Keanekaragaman Jenis,
Potensi Dan Pemanfaatn Tumbuhan Bahan Pestisida Alami Di Provinsi
Jawa Barat Dan Banten. Berita Biologi, 6: 393-400
Rejesus, B.M.,2000. Penelitian Dan Kebijakan Yang Diperlukan Untuk
Mempromosikan Penggunaan Biosida Botani Di Asia. Food And
Agriculture Organization Of The United Nations, 9: 449-466.
Risdianto & Dian, 2015. Tinjauan Pertanian Organik dan Pertanian Berkelanjutan
dalam Upaya Mewujudkan Kembali Swasembada Pangan Nasional.
JurnalKajian Lemhannas RI, 21 : 33-37.
Rivai, R.S., Anugrah, L.S. 2011. Konsep Dan Implementasi Pembangunan
Pertanian Berkelanjutan Di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi 29:
13-25
Roidah, I.S. 2013. Pemanfaatan Penggunaan Pupuk Organik Untuk Kesuburan
Tanah. Jurnal Universitas Tulung agung Bonorowo,1: 30-42
Saragih S,E. 2008. Pertanian Organik Solusi Hidup Harmoni dan Berkelanjutan.
Penebar Swadaya, Bogor: iv + 156 hlm.
Sulaeman, D. 2008. Mengenal Sistem Pangan Organik di Indonesia. Perhimpunan
Cendikiawan Lingkungan Indonesia. Jakarta.
Sulaeman, D. 2008. Mengenal Sistem Pangan Organik di Indonesia. Perhimpunan
Cendikiawan Lingkungan Indonesia. Jakarta
Sutanto, R. 2002. Pertanian organik: Menuju pertanian alternatif dan
berkelanjutan. Kanisius, Yogyakarta: xxii + 218 hlm.
Wihardjaka, A. 2018. Penerapan Model Pertanian Ramah Lingkungan Sebagai
Jaminan Perbaikan Kuantitas Dan Kualitas Hasil Tanaman Pangan. Jurnal
Pangan,27: 1-10
Yuriansyah, Y., Dulbari, D., Sutrisno, H., & Maksum, A. (2020). Pertanian
Organik sebagai Salah Satu Konsep Pertanian Berkelanjutan.
PengabdianMu: Jurnal Ilmiah Pengabdian Kepada Masyarakat, 5:
127-132.

31
UIN Raden Intan Lampung
Zulkarnain. 2014. Dasar – Dasar Hortikultura. PT. Bumi Aksara, Jakarta

Lampiran 1. Daftar Jenis Tumbuhan Yang Digunakan Sebagai Pestisida Alami


Bagian
Nama
Suku Nama Latin yang
Indonesia
digunakan
Acanthaceae Andrographispaniculata Sambiloto Daun
Coleusamboinicus Jinten insektisida
Pogostemoncablin
Dilem Daun
Agaveamericana Daun
Agavaceae Nenas Sebrang
Alliumcepa Daun
Amaryllidaceae A.sativum Bawang merah
Bawang putih Umbi
Anacardiumoccidentale Insektisida
Anacardiaceae Jambu mete
Glutarenghas
Annonamuricata Biji
A.reticulata Renghas insektisida
A.squamosal Sirsak
Nona Daun
Acoruscalamus Srikaya Biji
Amorpophaluscampanul insektisida
Araceae
atus Dringo Biji
Iles-Iles insektisida
Arecacatechu Biji
Arecaceae Cocos nucifera insektisida
Pinang
Kelapa Rimpang
Eclyptaprostate Insektisida
Rimpang

32
UIN Raden Intan Lampung
Asteraceae Ageratumconyzoides Urang-Aring Insektisida
Ch.cinerariifolium Babadotan
Eupatoriuminulifolium
Tageteserecta Piretrum Biji

TheprosiaCandida Kirinyu Nematisida

T.vogelii Endosperm

Tithoniadiversifolia Temblekan a

Blumeabalsamifera Kacang Babi Nematisida


Kacang Babi
Ki Pahit Daun
Bakterisida
Sembung Daun
Bakterisida

Bunga
Insektisida
Daun
Insektisida

Bunga,
Daun
Daun, Biji
Daun, Biji
Bunga,
Daun,
Insektisida
Daun

Apocynaceae Cerberamanghas Bintaro Getah,


C.odolans Bintaro Insektisida
Neriumoleander Oleander Getah,
Thevetiaperuviana Kembang Insektisida

33
UIN Raden Intan Lampung
Mentega Getah,
Insektisida
Apiaceae Coriandrumsativum Ketumbar Bunga,
Daun
Caricapapaya
Caricaceae Pepaya
Cucurbitamoschata Biji
Cucurbitaceae Labu Besar
Andrpogonnardus
A.usaramoensis Daun,
Graminae Serai Getah, Nem
Cinnamomumburmanii Akar Wangi
Biji Nema
Lauraceae Ocimumbasilicum Kulit Manis
0. canum
Daun,
Labiatae Gloriosasuperba Kemangi Getah, Nem
Kemangi Daun,
Barringtoniaasiatica Getah, Nem
Liliaceae Sungsang
Azadirachtaindica Pepagan,
Letycidaceae Keben
Meliaazedarach Fungsida
Sapinduslarak
Swieteniamahagoni
Meliaceae
Toonasureni Daun,
Nimba
Bung, Ins
Syzigiumaromaticum Mindi
Larak

Moringapterigserma Mahoni Biji dan


Daun
Suren
Myrtaceae
Argemonemexicana Biji dan
Cengkeh Daun

34
UIN Raden Intan Lampung
Moringaceae Punicagranatum

Plumbago Kelor
Papaveraceae Daun, biji
Crotalariaanagiroides Daun, biji
Detriselliptica Biji
Punicaceae D.barbatum Popy Biji, daun
Glirisidiasepium
Plumbaginaceae Pachyrrhizuserosus Daun
Delima
Pongamiapinnate
Papilionaceae Daun,
Cassiasiamea
Plumbago bunga

Citrushystrix
Gehger, sore
C.aurantiumRuta
Dun, bunga
Callophyllum graveolens
Tubu, tuak
Leteng
Gamal
Alpiniagalanga
Bengkuang Buah, biji
Rutaceae Curcumadomesti
Kipahar
ca
Johar
Zingiberqfficinal
Kulit, buah,
e
Jeruk purut biji
Zingibercassumunar
Curcumalonga
Jeruk nipis Daun
Kaempferagalangal

inggu Biji, batang,


Zingiberaceae Calotropisgigantea
daun

Akar
lengkuas Akar
Daun biji
kunir Daun
Pepegan,

35
UIN Raden Intan Lampung
daun
Buah
jahe
Daun

bangle Biji, daun


Asclepiadaceae temu item
kencur Daun

Widuri,babakoan
Rimpang

Rimpang

Rimpang

Rimpang
Rimpang
Rimpang

Bunga,
daun

Lampiran 2. Formulasi Bahan, Volume, Dan Hama Sasaran Pestisida Alami

36
UIN Raden Intan Lampung
Formulasi/ Bahan Dan Volume Hama sasaran
Racikan
Berbadiko 2kg berenuk, 0,25kg bako, dringo WBT, Ulat
Kap gaku 0,25kapurtohor,Urea,airgaram Gulma
Nimba 100g daun dan biji nimba Wereng,
Spodoptera, Aphis
Sirsak Daun,bijidanpepagansirsak Helopeltis,
Aphis,Lalat
Bakung Bulbus bakung Jamur fusarium
Cengkeh Bunga dan daun cengkeh Patogen tanah
Misi sari 0,22kg daun mindi, daun sirsak, PBPP, aphis,
sarikaya grayak
Bekam sami Berenuk, kamper, sabun dan minyak Wereng coklat,
kepinding
Temgulmer Tembakau, gulamerah, EM-4 Aphis, mendong

Berjaga Berenuk 2 kg, jahe 2kg, gadung 1kg Lembing, kepindig

Dringo Daun dan rimpang dringo Kepinding tanah

Kecubung 2kg daun,bunga dan buah kecubung Ulat grayak, ulat


daun
Cacertermi Cabe, cengek, minyak tanah, terasi Walang sangit
Gacung Gadung dan picung Walang sangit,
belalang
Kisutrem Kipahit, suren, tembakau Optcabal dan tomat
Gapisir Gadung, picung, sirih OPTcabai, tomat

MLSA Mindi, lengkuas, sereh, alang-alang OPTcabai, tomat


Alkusir Alang-alang kunir, sirsak OPTcabai dan
tomat
Kipatem Kipahit 5kg, tembakau 1ons Walang sangit
Theprobapu Kacang babi dan bawang putih Ulat kubis
KaSeLeng Kacang babi, sereh, lengkuas Hama sayuran
Sisagakan 0,5kg sirsak, 0,5kg sarikaya, kamper Wereng batang
0,5, gadung coklat, padi

37
UIN Raden Intan Lampung
38
UIN Raden Intan Lampung

Anda mungkin juga menyukai