Anda di halaman 1dari 30

Tugas Perancangan Mesin C

“Pemanfaatan Limbah Jerami”


“Perancangan Mesin Jerami dari Bahan Dasar Limbah Jerami”

DISUSUN OLEH :

Kelompok 2

MUHAMMAD FUAD GHIFFARI (D021171514)


ABDUL AZIZ (D021201043)
MUH. ASHARI (D021201050)
ANGELO HIESKYA RAMBA (D021201051)
SURYA NARAYANA (D021201065)
TAUHID SAMPE PADANG (D021201087)

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2023
DAFTAR ISI

SAMPUL ................................................................................................................. i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................3

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................3

1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4

2.1 Limbah Jerami ............................................................................................4

2.2 Pembuatan Pakan Ternak dari Limbah Jerami .........................................13

2.3 Mesin yang digunakan dalam Pembuatan Pakan Ternak..........................16

BAB III METODE PENILITIAN ..................................................................... 19

3.1 Prosedur Penelitian ................................................................................... 19

3.2 Perancangan Alat ...................................................................................... 20

3.3 Bagian Mesin ............................................................................................ 21

3.4 Cara Kerja Mesin ...................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Limbah jerami yang berlimpah selama musim panen, dengan inovasi


teknologi sederhana dapat dirubah menjadi pakan ternak. Dengan
menggunakan berbagai teknologi pengolahan pakan dengan bahan limbah
jerami tersebut, akan dapat diatasi kekurangan pakan ternak. Di masa ini
pertimbangan peningkatan efisiensi pemeliharaan ternak terutama pakan
merupakan biaya terbesar sekitar 60- 70% dari biaya total produksi. Oleh
karena itu, diperlukan upaya untuk tidak membuang dan membakar limbah
Jerami untuk menambah jumlah pakan ternak pada hewan. Salah satunya
melalui adanya teknologi yang mencacah Jerami menjadi pakan ternak.
Jerami merupakan limbah pertanian, khususnya jerami padi cukup potensial
sebagai pakan ternak, mengingat produksinya yang besar sepanjang tahun.
Oleh karena itu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kecernaan dan
meningkatkannilai nutrisinya, maka perlu sentuhan teknologi pakan, baik fisik,
kimia, fisiko- kimia dan biologis karena untuk bisa dijadikan sebagai sumber
pakan harus memenuhi syarat-syarat tertentu, misalnya mengandung nutrisi
yang cukup untuk pakan, mau dimakan oleh ternak, tidak mengandung racun
atau anti nutrisi, tersedia secara berkesinambungan dan sebagainya.
Sebagai bahan pakan, jerami padi memiliki kandungan gizi yang rendah
sehingga perlu adanya teknologi fermentasi yang sederhana, maka untuk
mengatasi kekurangan rumput ataupun hijauan pakan lainnya salah satunya
adalah pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan bahwa kendala
pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan ternak adalah pada umumnya
memiliki kualitas rendah dengan kandungan serat yang tinggi, akibatnya
apabila digunakan sebagai pakan basal dibutuhkan penambahan bahan pakan
yang memiliki kualitas yang baik antara lain konsentrat untuk memenuhi dan
meningkatkan produktivitas ternak.

1
Indonesia merupakan negara agraris dengan kondisi geografis terletak pada
daerah katulistiwa dan mempunyai pencahayaan matahari sepanjang tahun,
sehingga kegiatan usahatani tidak menggalami gangguan dan dapat
dilaksanakan sepanjang tahun. Salah satu usahatani yang dapat dilakukan
sepanjang tahun adalah usahatani tanaman pangan, khususnya padi. Setiap
tahunnya usahatani padi dapat dilakukan sebanyak tiga kali dalam setahun
untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional.
Tidak hanya sebagai sumber pangan, padi juga berperan penting dalam
aspek budaya, sosial, ekonomi, bahkan politik. Dari segi budaya usahatani padi
adalah upaya untuk menjaga kearifan lokal Indonesia melalui gotong royong
dan tradisi budaya tanam yang berbeda-beda di setiap daerah. Dari segi sosial
ekonomi usahatani padi mampu meningkatkan pendapatan dan penyerapan
tenaga kerja secara tidak langsung mampu meningkatkan kondisi sosial
ekonomi masyarakat.
Lebih dari 40 persen masyarakat Indonesia menggantungkan hidup dari
usahatani padi dan lebih dari 60 persen masyarakat Indonesia menjadikan padi
sebagai bahan pangan pokok. Dengan adanya kondisi tersebut, diperkirakan
usahatani padi terus menggalami peningkatan setiap tahunnya, sesuai data dari
BPS Nasional, setiap tahun rata-rata peningkatan produksi padi sebesar 5
persen. Tahun 2015 produksi padi nasional mencapai 75 juta ton meningkat
5.47 persen dari tahun 2014 yang mencapai 70.9 juta ton. Diperkirakan
produksi padi terus meningkat dengan adanya berbagai program pemerintah
untuk mewujudkan swasembada pangan melalui program Upsus Pajale (Upaya
Khusus Swasembada Padi Jagung dan Kedelai sebagai Tanaman Pangan) yang
dicanangkan akhir tahun 2015 hingga akhir tahun 2017. Melalui program
tersebut produksi padi setiap tahunnya akan meningkat 7 sampai 12 persen dan
berdampak pada peningkatan limbah jerami padi sekitar 10 persen.
Beberapa kendala yang umum dijumpai dalam pemanfaatan limbah jerami
padi adalah sifat yang tersebar diberbagai tempat. Hal ini mengakibatkan
mahalnya biaya transportasi dan pengumpulan. Sebagai contoh, biaya
pengumpulan dan pengangkutan jerami padi lebih mahal bila dibandingkan

2
dengan harga jerami itu sendiri. Untuk meminimalisir kendala dalam
pemanfaatan limbah padi, diperlukan strategi untuk melalui inovasi teknologi
untuk meningkatkan daya guna jerami padi serta nilai jualnya, hal tersebut
sesuai dengan prinsip manajemen lingkungan yang dikenal dengan prinsip 3R
(reduce, reuse, and recycle) dan berbasis zero waste. Dalam bidang pertanian
jerami padi dimanfaatkan sebagai media tanam maupun pupuk organik.
Sedangkan dalam bidang peternakan, jerami padi digunakan untuk makanan
ternak ruminansia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada di atas maka penulis dapat
merumuskan permasalahan–permasalahan yang diangkat sebagai berikut:
1. Bagaimana mengolah limbah jerami menjadi pakan ternak ?
2. Bagaimana merancang dan mendesain mesin pencacah jerami ?
3. Mengapa biaya pengumpulan dan pengangkutan jerami padi lebih mahal
bila dibandingkan dengan harga jerami itu sendiri ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui cara dan metode pengolahan limbah jerami menjadi pakan
ternak.
2. Mengetahui cara merancang dan mendesign mesin pencacah jerami
3. Memperoleh pengetahuan dan bahan limbah jerami yang diperlukan
mesin untuk menghasilkan pakan ternak.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan pengumpulan dan pengangkutan limbah jerami untuk
dijadikan komuditi yang bermanfaat
2. Menambah pengetahuan tentang rancang bangun dan design mesin
pencacah jerami
3. Menambah wawasan dan informasi mengenai pemanfaatan limbah
jerami

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Jerami

Bila ditinjau dalam kamus Bahasa Indonesia pengertian limbah secara harfiah
didefinisikan sebagai sisa proses produksi, air buangan pabrik. Pengertian
disini harus diartikan bahan sampingan yang tersisa dalam bidang pertanian,
industri, perkebunan, peternakan, perikanan Pengertian limbah akan lebih luas
lagi yaitu termasuk bahan sampingan (by- products), bahan terbuang dan tidak
terpakai (waste products) dan bahan sisa (Mastika, 1991).

Menurut Sudana (1995) limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang
terbuang atau dibuang dari suaru sumber aktivitas manusia maupun proses-
proses alam, dan atau belum mempunyai ekonomi. Apabila limbah tersebut
memasuki lingkungan, akan mengakibatkan terjadinya perubahan
keseimbangan lingkungan, dan terjadilah apa yang disebut pencemaran
lingkungan.

Khusus untuk limbah hasil pertanian adalah bahan yang merupakan buangan
dari proses perlakuan atau pengolahan untuk memperoleh hasil utama dan hasil
sampingan. Hal ini disebabkan sulitnya garis pemisah yang jelas antara bahan
buangan atau limbah dengan hasil sampingan (Suhadi Harjo, 1989).
Limbah pertanian pada hakekatnya mencakup lingkungan yang sangat luas dan
diartikan sebagai bahan hasil sampingan, ikutan, hasil sisa 5 (residu) yang
sudah atau belum atau kurang dimanfaatkan dari suatu usaha produksi tertentu,
untuk melewati proses lanjutan atau tidak (Sudana, 2004). Limbah pertanian
umumnya sudah digunakan sebagai pakan ternak dan sebagai bagian tanaman
yang tidak menjadi tujuan utama produksi usaha tani. Umumnya limbah
pertanian adalah berupa jerami-jeramian atau daun.
Ada beberapa yang dapat diketahui dari pemanfaatan limbah jerami, antara
lain:

4
2.1.1 Pupuk dari Limbah Jerami

Penggunaan pupuk kimia dapat dikurangi dengan menggunakan pupuk


organik yang dibuat dari bahan limbah jerami padi dan limbah cangkang
telur ayam. Limbah jerami padi merupakan limbah pertanian yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan pupuk organik. Menurut
Karyaningsih (2012), limbah jerami mengandung mengandung unsur C
sebesar 30-40% , N sebesar 1,5%, P2O5 sebesar 0,3%, K2O 2% dan SiO2
0,3% dan juga mengandung unsur hara mikro berupa Cu, Zn, Mn, Fe, Cl,
Mo. Limbah cangkang telur mengandung 97% kalsium yang tersimpan
dalam bentuk kalsium karbonat ( Yuwanta, 2010).

Pemberian pupuk organik pada tanaman harus disesuaikan dengan


kebutuhan tanaman. Menurut hasil penelitian Hamli (2015), pupuk cair dari
kotoran kambing pada tanaman sawi paling baik diberikan pada dosis
10ml/L. Pada dosis tersebut tinggi tanaman sawi meningkat rata-rata
23,88cm, jumlah daun rata-rata 10,66 helai dan berat kering tanaman rata-
rata 19,27 g. Interval waktu pemberian pupuk organik juga dapat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman. pupuk organik cair dari limbah kubis
dan isi rumen sapi yang diberikan setiap 7 hari sekali dapat meningkatkan
tinggi tanaman sawi sebesar 22,56 cm, lebar daun sebesar 9,8 cm dan berat
basah tanaman rata-rata sebesar 156,5 g (Ovianti, 2016).

Jerami padi sangat melimpah pada saat musim panen. Bila hasil gabah rata-
rata 5 t/ha maka dalam 1 hektar diperoleh jerami ± 7,5 ton dengan asumsi
nisbah jerami adalah 2 : 3. Jerami mengandung hara yang lengkap baik
berupa hara makro maupun mikro. Secara umum hara N,P,K masing-masing
sebesar 0,4 %, 0,2% dan 0,7%, sementara itu kandungan Si dan C cukup
tinggi yaitu 7,9 % dan 40% ( Arafah, 2011).
Pembuatan kompos dengan menggunakan jerami sebagai bahan baku
membutuhkan dua activator berupa promi dan EM-4. Kompos yang
menggunakan EM-4 sebagai bioaktivator hanya membutuhkan waktu 24
jam untuk pengomposan, sehingga kompos ini disebut dengan bokashi

5
express. Pada saat pengomposan, tidak hanya EM-4 yang digunakan
sebagai bioaktivator, bokashi siap pakai juga digunakan sebagai bahan
campuran.
Jumlah persentase bokashi siap pakai yang dapat digunakan adalah 10 %
dari keseluruhan bahan jerami. Bokashi siap pakai ini mudah dijumpai di
pasaran, seperti toko –toko pertanian atau toko tanaman hias. Adapun cara
pembuatannya :

1. Pertama, mengumpulkan Jerami sisa hasil gabah.


2. Kedua, melakukan pencacahan Jerami tersebut dengan ukuran
5-10 cm agarmudah dibuat pupuk.
3. Ketiga, melakukan pencampuran antara Jerami dengan em-4, gula,
air & bokashiisecara merata sampai kandungan airnya mencapai
30%-40%.
4. Keempat, Jerami ditutup dengan bungkusan Lalu letakkan bahan
yang telah dicampur di tempat kering atau ditempatkan pada ember,
karung atau lantai. Jika ditempatkan pada lantai, tumpuk bahan
dengan teratur setinggi 15 cm hingga 1,5 m. Terakhir, Atur suhu
komposan jerami tumpukan sekitar 40-50 *C denganmengontrolnya
setiap 5 jam sekali. Ini dilakukan selama 1 hari, lalu pupuk kompos
siap digunakan.

2.1.2 Pembuatan Bioetanol dari Limbah Jerami

Bioetanol adalah bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan dan


terbarukan. Bioetanol adalah cairan kimia dari proses fermentasi gula
dari sumber karbohidrat dengan bantuan mikroorganisme. Bioetanol
(C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari
sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Etanol atau
Etil Alcohol (lebih dikenal dengan alkohol, dengan rumus kimia
C2H5OH) adalah cairan tak berwarna dengan karakteristik antara lain
mudah menguap, mudah terbakar, larut dalam air, tidak karsinogenik,

6
dan jika terjadi pencemaran tidak memberikan dampak lingkungan yang
signifikan. Penggunaan etanol sebagai bahan bakar bernilai oktan tinggi
atau aditif peningkat bilangan oktan pada bahan bakar sebenarnya sudah
dilakukan sejak abad 19. Mulamula etanol digunakan untuk bahan bakar
lampu pada masa sebelum perang saudara di Amerika Serikat. Kemudian
pada tahun 1860 Nikolous Otto menggunakan bahan bakar etanol dalam
mengembangkan mesin kendaraan dengan siklus Otto. Etanol dan air
membentuk larutan azeotrop. Karena itu pemurnian etanol yang
mengadung air dengan cara penyulingan bisa hanya mampu
menghasilkan etanol dengan kemurnian 96%. Etanol murni (absolute)
dihasilkan pertama kali pada tahun 1796 oleh Johan Tobias Lowitz yaitu
dengan cara menyaring alkohol hasil distilasi melalui arang.

Pada tahun 1985 Brazil mengeluarkan program pencampuran 20%


bioetanol dengan bensin untuk menghemat 40% konsumsi bensin.
Kelebihan-kelebihan bioetanol dibandingkan bensin: 1. Bioetanol aman
digunakan sebagai bahan bakar, titik nyala etanol tiga kali lebih tinggi
dibandingkan bensin. 2. Emisi hidrokarbon lebih sedikit. Kekurangan-
kekurangan bioetanol dibandingkan bensin: 1. Mesin dingin lebih sulit
melakukan starter. 2. Bioetanol bereaksi dengan logam seperti
magnesium dan aluminium

Adapun Langkah Langkah pengolahan limbah Jerami menjadi bahan


bakar etanol :
1. Pertama, Jerami dicuci menggunakan air, lalu dikeringkan selama 2
hari, kemudian jerami dihaluskan dengan menggunakan mesin
penghalus.
2. Kedua, delignifikasi, masukkan jerami padi ke dalam tangki yang
dirangkai menggunakan kompor panaskan selama 1 jam. lalu dicuci
dan didinginkan di ruang terbuka.
3. Ketiga, semua jerami dimasukkan ke kompor dan tambahkan HCL
0,1N sebanyak 4500 L, lalu dipanaskan 2 jam dan didinginkan

7
sehingga mengandung glukosa.
4. Keempat, jerami ditambahkan 0,27 kg urea dan 9 kg ragi roti
kemudian tutup dengan drum plastic dan diamkan selama 7 hari,
sehingga diperoleh fermentasi bioethanol.
5. Kelima, masukkan fermentasi bioetanol ke drum, kemudian panaskan
selama 2 jam, hinggap menguap. etanol yg menguap mengalir melalui
pipa dan kembali menjadi etanol cair. hasil dari proses destilasi berupa
etanol 74%.
Jerami padi merupakan bahan berselulosa, bahan selulosa mempunyai
struktur yang komplek maka diperlukan tambahan perlakuan khusus
untuk menghilangkan lignin yang disebut delignifikasi. Dalam proses
delignifikasi digunakan 2% NaOH (w/v). Proses pretreatment dengan
NaOH dapat menghilangkan kandungan-kandungan yang mengikat
selulosa pada serat jerami padi. Tujuan dari proses pretreatment adalah
untuk memecah struktur lignin, memecah kristal selulosa,
meningkatkan porositas bahan, memecah hemiselulosa, dan
depolimerisasi hemiselulosa (Sun & Cheng, 2002). Hal ini dilakukan
untuk mengkondisikan bahan lignoselulosa baik dari segi ukuran
maupun struktur bahan baku, sehingga memudahkan akses enzim untuk
mengkonversi karbohidrat menjadi gula. Pretreatment juga efektif
untuk meningkatkan kinerja dari enzim saat hidrolisis, mengurangi
karbohidrat yang hilang dan mencegah terbentuknya produk samping
seperti selobiosa pada proses hidrolisis (Sun & Cheng, 2002). Larutan
2% NaOH dapat menyerang dan merusak struktur lignin pada jerami
padi, mengubah struktur amorph menjadi kristal serta melarutkan lignin
dan hemiselulosa dan menyebabkan pengembangan pada struktur
selulosa

2.1.2.1 Produksi Bioetanol dari Jerami Padi dengan Proses Simultaneous


Sacharification and Fermentation (SSF)
Secara umum sintesis bioetanol yang berasal dari biomassa terdiri dari
dua tahap utama, yaitu hidrolisis dan fermentasi. Proses SSF merupakan

8
penggabungan antara tahap hidrolisis dan fermentasi yang dilakukan
secara simultan dalam satu waktu, sehingga dapat berlangsung efisien.
Proses hidrolisis (sakarifikasi) dilakukan secara biologis, yaitu dengan
menggunakan enzim. Enzim merupakan protein yang bersifat katalis,
sehingga sering disebut biokatalis. Enzim mempunyai kemampuan
mengaktifkan senyawa lain secara spesifik dan dapat meningkatkan
kecepatan reaksi kimia yang akan berlangsung lama apabila tidak
menggunakan enzim. Proses SSF juga melibatkan yeast atau mikroba
untuk menguraikan glukosa pada proses fermentasi.
Fermentasi merupakan proses produksi energi dari mikroorganisme
dalam kondisi anaerobic (tanpa udara). Mikroorganisme yang
melakukan fermentasi bioetanol harus dapat memfermentasi semua
monosakarida yang terkandung dalam media. Mikroba Saccharomyces
cerevisiae digunakan untuk mengkonversi gula menjadi bioetanol
dengan kemampuan konversi yang baik. Proses fermentasi dilakukan
selama 3 hari pada pH 5 untuk mengetahui kadar bioetanol yang
dihasilkan (Bon-Wook Koo et al., 2010). Pengaruh Konsentrasi
Cellulase Terhadap Produk Bioetanol Salah satu komponen penting
dalam proses SSF adalah enzim. Enzim merupakan biokatalis yang
fungsinya mempercepat suatu reaksi kimia. Enzim yang digunakan
dalam proses SSF adalah enzim selulase. Enzim selulase merupakan
campuran dari beberapa enzim, sedikitnya ada tiga kelompok enzim
yang terlibat dalam proses hidrolisis selulosa, yaitu : 1) Endoglukanase
yang bekerja pada wilayah serat selulosa yang mempunyai kristal index
rendah untuk memecah selulosa secara acak dan membentuk ujung
rantai yang bebas. 2) Eksoglukanase atau selobiohidrolase yang
mendegradasi lebih lanjut molekul tersebut dengan memindahkan unit-
unit selobiosa dari ujung-ujung rantai yang bebas. 3) β-glukosidase
yang menghidrolisis selobiosa menjadi glukosa.

Jumlah enzim yang diperlukan untuk hidrolisis selulosa berbeda-beda,


bergantung pada kadar padatan tidak larut air (water insoluble solids)

9
pada bahan yang akan dihidrolisis. Sampai tahap tertentu, semakin
banyak selulase yang digunakan, semakin tinggi rendemen dan kecepatan
hidrólisis, namun juga meningkatkan biaya proses. Konsentrasi selulase
yang diberikan pada proses SSF mempengaruhi kadar bioetanol yang
dihasilkan. Variasi untuk enzim selulase yang diberikan adalah 20 FPU,
30 FPU, dan 40 FPU Bioetanol yang dihasilkan berdasarkan konsentrasi
enzim menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi enzim yang
diberikan, maka semakin sedikit kadar bioetanol yang dihasilkan. Dapat
dilihat bahwa kadar bioetanol paling besar pada 20 FPU yaitu 0,45% dan
yang terkecil pada 40 FPU dengan kadar bioetanol 0,43%. Besarnya
kadar bioetanol yang dihasilkan pada 20 FPU disebabkan karena partikel-
partikel pada substrat dipecahkan oleh kerja enzim. Dari data yang
diperoleh kerja enzim akan maksimal pada kondisi tertentu, dimana
enzim akan bekerja sesuai dengan kemampuannya memecahkan
glikosida pada selulosa menjadi glukosa (Soeprijanto, et al, 2010). Hal
ini sesuai dengan teori yang ada bahwa penggunakan konsentrasi enzim
adalah 10-20 FPU (Sun and Cheng, 2002). Dalam percobaan ini yang
diambil untuk variabel berikutnya adalah 20 FPU dengan kadar bioetanol
0,45%.

Pengaruh Konsentrasi S. cerivisae Terhadap Produk Bioetanol Produksi


bioetanol dengan proses SSF juga dipengaruhi oleh konsentrasi bakteri
yang diberikan. Bakteri yang digunakan untuk mengkonversi glukosa
menjadi bioetanol adalah S. Cerivisae. Enzim dengan konsentrasi 20
FPU digunakan pada variable selanjutnya dengan menggunakan
S.Cerivisae 2, 4 dan 6 ose dengan kondisi SSF yang sama. Variasi
bakteri dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari S.Cerivisae dalam
menguraikan glukosa hasil sakarifikasi jerami padi yang menghasilkan
bioetanol. Bioetanol yang diperoleh dengan variasi bakteri 2 ose, 4 ose
dan 6 ose selama 3 hari adalah 0,45%, 0,46% dan 1,07%.
Untuk mempertahankan ketersediaan pakan terutama selama musim
kering maka perlu dicarikan pakan alternatif untuk mensubstitusi

10
rumput lapangan/HMT sehingga asupan nutrisi pakan pada ternak tetap
terjamin. Salah satu alternatif untuk penyediaan pakan yang murah dan
kompetitif adalah melalui pemanfaatan limbah, baik limbah pertanian,
limbah peternakan maupun limbah industri (Mastika, 1991). Jerami
padi merupakan salah satu limbah pertanian yang jumlahnya cukup
banyak dan belum banyak dimanfaatkan Jerami padi merupakan salah
satu limbah pertanian yang jumlahnya cukup banyak dan belum banyak
dimanfaatkan. Produksi jerami padi bisa mencapai 12-15 ton per ha/satu
kali panen atau 4-5 ton bahan kering tergantung pada lokasi dan varietas
yang digunakan (Yunilas, 2009). Penggunaan jerami padi sebagai
makanan ternak mengalami kendala terutama disebabkan adanya faktor
pembatas dengan nilai nutrisi yang rendah yaitu kandungan protein
rendah, serat kasar tinggi serta kecernaan rendah (Anon., 2010a). Lebih
lanjut dijelaskan bahwa jerami padi mempunyai kandungan protein 3,5
- 4,5%, lemak 1,4-1,7%, serat kasar 31,5-46,5%, abu 19,9-22,9%,
kalsium 0,19%, fosfor 0,1% dan BETN (Bahan Extrak Tanpa Nitrogen)
27,8-39,9%. Rendahnya kandungan nutrisi jerami padi dan sulitnya
daya cerna jerami maka dalam pemanfaatannya perlu mendapat
perlakuan sehingga nutrisinya meningkat dan dalam aplilaksinya ke
ternak perlu ditambahkan atau dikombinasikan dengan bahan suplemen
lain sehingga nilai nutrisinya dapat memenuhi kebutuhan hidup ternak
secara lengkap. Salah satu cara untuk meningkatkan kandungan zat-zat
makananya adalah dengan pengolahan jerami padi melalui
fermentasi.Berbagai macam bahan fermentor yang dapat digunakan
untuk memfermentasi jerami seperti dengan starbio maupun dengan
promix. Fermentasi jerami dengan starbio sudah banyak dilakukan
petani.
Hasil penelitian terdahulu pada sapi jantan di Desa Siut, Gianyar
menunjukkan pemberian HMT (Hijauan Pakan Ternak)+dedak padi +
starbio memberikan pertambahan berat badan harian sebesar 0,43
kg/ekor/ hari. Namun fermentor starbio sekarang sulit didapatkan

11
dipasaran, oleh karena itu perlu dicoba bahan fermentor lain, seperti
Promix merupakan komposisi ideal antara probiotik dan herbal,
berbentuk serbuk yang dapat berfungsi membantu pemecahan dan
penyerapan pakan ternak sehingga daya serap pakan menjadi lebih baik
(Anon.,2010b ). Promik juga dapat digunakan untuk mengolah jerami
padi yang ketersediaannya cukup banyak dipasaran dan harganya relatif
murah. Proses fermentasi jerami padi dengan promix mudah dilakukan.
Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pemberian jerami padi
terfermentasi dapat meningkatkan pertumbuhan sapi dara merupakan
tujuan penelitian ini, sehingga dapat dijadikan bahan informasi dalam
meningkatkan potensi jerami sebagai pakan ternak sapi.
Untuk mempertahankan ketersediaan pakan terutama selama musim
kering maka perlu dicarikan pakan alternatif untuk mensubstitusi
rumput lapangan/HMT sehingga asupan nutrisi pakan pada ternak tetap
terjamin. Salah satu alternatif untuk penyediaan pakan yang murah dan
kompetitif adalah melalui pemanfaatan limbah, baik limbah pertanian,
limbah peternakan maupun limbah industri (Mastika, 1991). Jerami
padi merupakan salah satu limbah pertanian yang jumlahnya cukup
banyak dan belum banyak dimanfaatkan Jerami padi merupakan salah
satu limbah pertanian yang jumlahnya cukup banyak dan belum banyak
dimanfaatkan. Produksi jerami padi bisa mencapai 12-15 ton per ha/satu
kali panen atau 4-5 ton bahan kering tergantung pada lokasi dan varietas
yang digunakan (Yunilas, 2009). Penggunaan jerami padi sebagai
makanan ternak mengalami kendala terutama disebabkan adanya faktor
pembatas dengan nilai nutrisi yang rendah yaitu kandungan protein
rendah, serat kasar tinggi serta kecernaan rendah (Anon., 2010a). Lebih
lanjut dijelaskan bahwa jerami padi mempunyai kandungan protein 3,5
- 4,5%, lemak 1,4-1,7%, serat kasar 31,5-46,5%, abu 19,9-22,9%,
kalsium 0,19%, fosfor 0,1% dan BETN (Bahan Extrak Tanpa Nitrogen)
27,8-39,9%. Rendahnya kandungan nutrisi jerami padi dan sulitnya
daya cerna jerami maka dalam pemanfaatannya perlu mendapat

12
perlakuan sehingga nutrisinya meningkat dan dalam aplilaksinya ke
ternak perlu ditambahkan atau dikombinasikan dengan bahan suplemen
lain sehingga nilai nutrisinya dapat memenuhi kebutuhan hidup ternak
secara lengkap. Salah satu cara untuk meningkatkan kandungan zat-zat
makananya adalah dengan pengolahan jerami padi melalui
fermentasi.Berbagai macam bahan fermentor yang dapat digunakan
untuk memfermentasi jerami seperti dengan starbio maupun dengan
promix. Fermentasi jerami dengan starbio sudah banyak dilakukan
petani.
Hasil penelitian terdahulu pada sapi jantan di Desa Siut, Gianyar
menunjukkan pemberian HMT (Hijauan Pakan Ternak)+dedak padi +
starbio memberikan pertambahan berat badan harian sebesar 0,43
kg/ekor/ hari. Namun fermentor starbio sekarang sulit didapatkan
dipasaran, oleh karena itu perlu dicoba bahan fermentor lain, seperti
Promix merupakan komposisi ideal antara probiotik dan herbal,
berbentuk serbuk yang dapat berfungsi membantu pemecahan dan
penyerapan pakan ternak sehingga daya serap pakan menjadi lebih baik
(Anon.,2010 ). Promik juga dapat digunakan untuk mengolah jerami padi
yang ketersediaannya cukup banyak dipasaran dan harganya relatif
murah. Proses fermentasi jerami padi dengan promix mudah dilakukan.
Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pemberian jerami padi
terfermentasi dapat meningkatkan pertumbuhan sapi dara merupakan
tujuan penelitian ini, sehingga dapat dijadikan bahan informasi dalam
meningkatkan potensi jerami sebagai pakan ternak sapi.

2.2 Pembuatan Pakan Ternak dari Limbah Jerami

2.2.1 Metode Pembuatan Pakan Ternak dari Limbah Jerami


Adapun tahapan-tahapan yang terdapat dalam pengolahan limbah jerami :

13
1. Pengeringan Limbah Jerami
Tahapan pertama, yaitu Pengeringan disini adalah Jerami yang dipanen
harus dalam kondisi kering,tidakgterendam air sawah, atau air
hujan,dalam keadaan baik.
2. Perlakuan Kimia Pada Limbah Jerami
Tahapan Kedua, yaitu Perlakuan kimia disini adalah menggunakan urea
(amoniasi) sehingga kandungan protein kasar bahan meningkat. Menurut
Mastika (1991), prinsip dasar peningkatkan kualitas jerami adalah
penghancuran dinding sel, lignin dan selulosa yang ada pada limbah
jerami. Perlakuan kimia menggunakan urea (amoniasi) merupakan
alternatif yang cukup menarik dalam pengolahan limbah jerarni padi dan
sangat cocok untnk diterapkan di pedesaan. Jerami padi yang akan
diamoniasi memenuhi beberapa kriteria, yaitu jerami harus dalam kondisi
kering, tidak lerendam air sawah atau air hujan, dalam keadaan baik.
Dosis urea yang dilakukan ke dalam jerami sebanyak 3-5% dari berat
kering. Dengan kata lain, setiap 100 kg jerami padi membutuhkan urea 3-
5 kg (Komar, 1984). Jika dosis kurang dari 3% tidak ada pengaruhnya
terhadap daya cerna maupun peningkatan kandungan protein kasar, bila
lebih dari 5% ammonia akan terbuang karena tidak mampu diserap oleh
jerami dan lepas ke udara bebas, kerugiannya akan terjadi pemborosan
secara ekonomis.

3. Pemberian Urea (amonisasi) dan Plastik Pembungkus Pada Jerami

Tahapan ketiga, yaitu Pemberian urea (amonisasi) disini adalah jerami yang
telah ditaburi urea harus segera dikeringkanimenggunakan plastik
pembungkus. Jerami yang telah ditaburi urea harus segera dikeringkan
dengan rapat. Bahan pembungkus yang digunakan biasanya berupa plastik
yang cukup memadai. Pembungkus ini sangat penting dilakukan agar
tercipta kondisi hampa udara (anaerob). Jerami yang telah terbungkus harus
disimpan di tempat yang teduh dan terhindar dari air hujan.

14
4. Penyimpanan Jerami di Tempat Teduh
Tahapan keempat, yaitu Penyimpanan disini adalah jerami amoniasi
disimpan di tempat yang teduh serta 20 % kadar air selama 1 bulan . Untuk
mengoptimalkan penggunaan gas amoniak oleh jelami, maka di atas plastik
pembungkus sebaiknya diberi beban agar ada tekanan ke bawah. Proses
penyimpanan ini membutuhkan waktu selama 1 bulan. Setelah 1 bulan,
jerami yang terbungkus dapat dibuka dari kemasan. Jerami ammonia yang
baik ditandai dengan bau amoniak yang menyengat.
5. Penetralan Jerami dari Pemberian Urea (amonisasi)
Tahapan kelima, yaitu Penetralan disini adalah jerami dibuka dari plastik
pembungkus dan dibiarkan terbuka agar bau amoniak dapat berkurang .
Jerami amoniasi harus disimpan di ruang penyimpanan beratap dengan
ventilasi yang memadai. Penyimpanan dalam waktu lama jerami amoniasi
dengan kadar air 20%. Pemanfaatan teknologi amoniasi pada limbah jerami
padi dapat meningkatkan kualitas jerami padi tersebut, dapat dilihat dari
nilai hayati jerami padi (Komar, 1984), misalnya; daya cerna jerami padi
secara invitronya meningkat dari 37% menjadi 73% suatu peningkatan
sebesar 36 satuan persen atau dua kali lipat. Secara invivo meningkat antara
10-15%, sedangkan daya cerna protein kasar cukup tinggi 25-45%, sedang
yang tanpa diolah daya cernanya nol.
6. Pencacahan dan Finishing

Tahapan keenam, yaitu Pemberian pakan disini adalah Jerami yang sudah
dicacah siap diberikan sebagai pakan ternak seperti sapi, kerbau, dan hewan
hewan herbivora. Mengenai jumlah konsumsi terjadi peningkatan berkisar
antara 30- 40% dibandingkan tanpa diolah. Terhadap komposisi kimia
terjadi peningkatan kadar protein kasar (N x 6,25) jerami, berkat adanya
fiksasi nitrogen selama proses amoniasi. Peningkatan kandungan protein
kasar berkisar antara 1,5-9%. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Widyawati (2005), dengan teknik amoniasi pertambahan bobot badan sapi
Bali 531,75 gr/ekor/hari lebih tinggi dibandingkan dengan teknologi
fermentasi starbio sekitar 460,25 gr/ekor/hari dan teknologi femientasi

15
dengan trichoderma viridae dengan pertambahan bobot kadar 456,35
gr/ekor/hari. Teknik amoniasi adalah yang paling sederhana, bahan baku
urea tersedia dimana-mana sampai ke pedesaan, limbah jerami padi sebagai
bahan baku tersebar dimana-mana.

2.3 Mesin-Mesin yang digunakan dalam Pembuatan Pakan Ternak


Mesin merupakan serangkaian alat yang berguna untuk mengubah gaya
menjadi sebuah energi, dimana energi tersebut dapat dimanfaatkan oleh
manusia untuk berbagai kegiatan. Penggunaan mesin dipercaya dapat
mempermudah dan mempercepat segala aktivitas yang ada, sehingga mesin
mulai diproduksi di berbagai bidang sekarang ini.
Dalam pembuatan pakan ternak, mesin-mesin yang digunakan dalam
pembuatan kertas, antara lain:
1. Mesin combine harvester
Prinsip kerja dari mesin panen combine harvester adalah padi yang
dipotong termasuk jeraminya, semuanya dimasukkan ke bagian
perontokan. Gabah hasil perontokan ditampung dalam bagor, dan
jeraminya di tebarkan secara acak di atas permukaan tanah.
Semua jenis combine ini dioperasikan dengan cara dikendarai, yang
dioperasikan oleh 2 orang operator. Satu orang sebagai pengemudi
dan seorang lagi menjaga karung yang telah terisi gabah dan
menyiapkan kembali karungnya. Bagian penggerak majunya adalah
menggunakan roda.

Gambar 2.3.1 Mesin combine harvest

16
2. Mesin press baller
Bagaimana cara kerja mesin press baller? Cara kerjanya adalah
memadatkan tanaman yang dipotong (seperti jerami, kapas, rami, atau
silase) ke dalam bale plastik yang mudah ditangani, transportasi, dan
simpan. Seringkali bale dikonfigurasikan untuk mengeringkan dan
menyimpan beberapa nutrisi dari tanaman. Beberapa jenis baler yang
berbeda biasanya digunakan, masing-masing menghasilkan jenis bale-
persegi panjang atau silindris yang berbeda, dengan berbagai ukuran,
diikat dengan benang, jaring, atau kawat. Jenis press digunakan pada
kondisi mobile, ditarik oleh traktor pertanian dan yang memasok tenaga
mekaniknya serta mengumpulkan jerami dari lapangan dan
memadatkannya pada satu waktu. Ketika press digunakan pada kondisi
stabil, ia menggunakan pengumpanan manual dan mengurangi
kekuatan mekanis.

Gambar 2.3.2 Mesin press baller

17
3. Mesin pencacah jerami

Cara kerjanya adalah jerami yang akan dicacah dimasukkan


melalui saluran masuk, kemudian dicacah oleh pisau pemotong
yang diputar oleh motor penggerak dan keluar melalui saluran
keluar.

Gambar 2.3.3 Mesin pencacah jerami

18
BAB III
METODE PENILITIAN

3.1 Prosedur Penelitian


Pada penilitian dan pembuatan Mesin Pencacah Jerami dari Limbah
Jerami ini terbagi menjadi enam tahapan. Keenam tahapan tersebut adalah
studi literatur, diskusi, presentasi ide mesin yang dirancang, mencari
referensi, tahap merancang komponen mesin, dan tahap membuat laporan.
Diagram alur prosedur lengkap disajikan pada Gambar 3.1

Mulai

Studi Literatur

Diskusi

Mesin
Pencacah
Jerami

Presentasi Ide Mesin yang Dirancang

Mencari Referensi

Merancang Komponen Mesin

Pembuatan
Proposal

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Perancangan

19
3.2 Perancangan Alat
Dalam mesin yang digunakan memproses limbah jerami, mekanisme yang
saling terkait bekerja dari Mesin pencacah jerami dengan menggunakan pisau
strip ini dibuat untuk mempermudah para peternak dalam mencacah Jerami
untuk pakan, agar estimasi waktu pencacahan Jerami untuk ternak yang
jumlah banyak dengan cara manual yang relative lama dapat diminimalisir
maka perlu adanya suatu alat secara teknis dan ekonomis yang bisa diterima
oleh masyarakat. Menyikapi hal ini maka perencanaan mesin pencacah jerami
dengan desain yang sudah disesuaikan dengan kapasitasnya. Mesin ini dibuat
dengan desain yang sederhana sehingga mudah ditempatkan dimana saja.
a. Hubungan beban dengan kapasitas produksi bahan (gr/detik).
Mengetahui Kapasitas produksi (gr) dengan kecapatan putaran. Kapasitas
produksi adalah jumlah output yang dapat diproduksi atau yang dihasilkan.
Hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan
kuantitas input yang di hasilkan disebut sebagai kapasitas produksi (Aldila,
2013) kapasitas produksi diambil dengan menggunakan alat timbangan
digital.
b. Kebutuhan bahan bahan bakar (ml) dengan menggunakan rumus :
P=T.n÷R
Dimana :
P = Konsumsi bahan bakar (ml)
T = Waktu proses pencacahan (s)
n = Kapasitas produksi (gr).
R = Kecepatan putaran mesin (rpm).
c. Kebutuhan waktu pencacahan(gr/s) dengan menggunakan stopwatch

20
Gambar 3.2 Isometrik Mesin Pencacah Jerami

21
22
3.3 Bagian Mesin
Adapun alat dan bahan yang dibutuhkan dalam perancangan mesin ini
adalah sebagai berikut:

Gambar 3.3 Komponen Mesin

1. Hopper input ( saluran masuk )


Penampungan pemasukan atau hopper input yang berfungsi sebagai
hopper pemasukan bahan yang berbentuk persegi panjang terbuat dari besi
plat yang biasanya berdiameter 1 mm
2. Pisau Pencacah Berfungsi
sebagai pencacah, limbah Jerami masuk dengan menggunakan pisau strip
yang berbentuk segi panjang yang umunya memiliki Panjang 45 cm, dan
ketebalan 9 cm

3. Pulley
Pulley berfungsi sebagai penghantar daya dalam bentuk gerak rotasi yang
di gerakkan oleh V-belt. Pulley ada 2, pulley atas dan pulley bawah.

23
4. V-Belt
Sabuk V (V-Belt) Yang berfungsi untuk menghubungkan motor dengan
pully ke poros, Pully menggunakan jenis V-belt berukuran A-55 cm

5. Motor Penggerak Bensin


Motor penggerak yang digunakan sebagai tenaga penggerak pada mesin
pencacah jerami, dalam perancangan mesin ini menggunakan mesin motor
penggerak bensin dengan daya yang umumnya berkisar 7,0 HP.

6. Rangka
Rangka berfungsi untuk menyangga komponen mesin lainnya yang
umumnya berdimensi kira-kira 55 cm panjang, dan tinggi 65 cm dengan
lebar 37 cm. dan panjang dudukan mesin berdimensi 26 cm, dan lebar 21
cm. Dengan bahan utama yang digunakan untuk membuat rangka berupa
besi siku (berbentuk L ).

7. Hopper output (Saluran Keluar)


Berfungsi untuk menyalurkan bahan yang telah dicacah ketempat
penampungan yang telah disediakan.

8. Bantalan (Bearing)
Berfungsi untuk menumpu poros berbeban, sehingga putaran atau gerakan
bolak balik dapat berlangsung secara halus dan aman yang. Bantalan pada
mesin ini umumnya memiliki merk DeTMK dengan nomor UCP204.
9. Casing
Sebagai tempat penutup dari pencacah jerami yang terbuat dari Plat Eyzer

10. Poros
Berfungsi untuk meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran.

11. Penyangga atau kancingan


Berfungsi sebagai penjepit hopper input agar tidak bergetar disaat mesin
digunakan

24
3.4 Cara Kerja Mesin

Cara kerja dari mesin pencacah jerami adalah jerami yang akan dicacah
dimasukkan melalui saluran masuk, kemudian dicacah oleh pisau pemotong
yang diputar oleh motor penggerak dan keluar melalui saluran keluar
Putaran mesin dipindahkan ke poros untuk menggerakkan pisau pencacah
melalui sabuk (belt).

Spesifikasi alat yang dihasilkan telah disesuaikan dengan kebutuhan


kelompok tani sasaran. Alat pengecil ukuran ini dapat digunakan untuk
membantu proses pencacahan dan penghalusan berbagai macam bahan baku
kompos, seperti jerami, rumput gajah, ranting tanaman, bungkil kedelai, dan
bahan organik lainnya dengan kapasitas mencapai 300 – 400kg/jam.

Pengoperasian Mesin Pencacah Jerami


Alat yang dihasilkan cukup mudah dioperasikan. Pengguna hanya perlu
melakukan 4 (empat)langkah penting operasi, yaitu:
1) menghidupkan mesin ketika mulai menjalankan alat
2) mengatur kecepatan mesin hingga putarannya stabil (stationer) melalui sebuah
tuas
3) memasukkan bahan organik yang akan dicacah melalui saluran masuk
4) mematikan mesin ketikai selesai menggunakan.

Alat pencacah ini juga sangat efisien. Dapat digunakan di segala musim walau
harus di tempat teduh. Konsumsi bahan bakarnya sangat hemat dimana 1 liter
solar mampu digunakan selama 3 – 4 jam pada putaran konstan 1600 – 1700
rpm. Perawatan alat ini juga sangat mudah.
Pengguna hanya disarankan untuk servis rutin dan ganti oli mesin setiap 6 bulan
sekali. Dan harganya terjangkau berkisar Rp.3 juta – 5 juta tergantung spesifikasi.

25
BAB IV
Mekanisme Perhitungan Daya

1. Perencaaan Daya (Penggerak)


Penggerak yang digunakan sebagai tenaga penggerak pada mesin pencacah
rumput,dengan merk GX 200 TANOSS, dalam perancangan mesin ini
menggunakan mesin motor penggerak bensin dengan daya 7,0 HP.
2. Diameter Poros
Berfungsi untuk meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran, dengan
ukuran panjang 33 cm dan berdiameter 90 inci
3. RPM
Karena rata-rata besarnya putaran motor dipasaran sekitar 1400 (rpm), maka
perlu dilakukan penyesuaian ukuran puli berdasarkan dengan ukuran puli ada 2,
pulley atas dan pulley bawah dengan input data perputaran. Diameter lereng
minimal puli 125 mm, lebar puncak yaitu sebesar 17 (t), ketebalan 11 mm, dan
berat/ meter 0,189 kg. Perputaran mesin pencacah rumput dirancang 1.344
(rpm/3,1 hp) dimana rancangan ini berdasarkan putaran minimum yaang banyak
digunakan pada alat atau mesin pengolahan hasil pertanian.

4. Sabuk/V-Belt
Sabuk V (V-Belt) Yang berfungsi untuk menghubungkan motor dengan pully
ke poros, Pully menggunakan jenis V-belt jenis B berukuran 55 cm.
5. Bantalan/Bearing
Berfungsi untuk menumpu poros berbeban, sehingga putaran atau gerakan bolak
balik dapat berlangsung secara halus dan aman yang memiliki merk DeTMK
dengan nomor UCP204.
6. Kapasitas
Batas kapasitas mesin umumnya di dasarkan pada besar kecilnya ukuran mesin.
Selain itu juga dapat di tentukan berdasarkan kemampuan mesin yang sudah di
tentukan dari pabrik pembuatnya, hal ini dapat di lihat dari plate name spesifikasi
mesin tersebut, tidak selamanya mesin kecil mempunyai kapasitas kecil dan
sebaliknya.

26
DAFTAR PUSTAKA

Adhelismayani, Devi, Dkk. (2018). Pembuatan Bioetanol Dari Jerami Padi.


Makassar: Politeknik Negeri Ujung Pandang.

Budiarto. (2021). Cara Membuat Kompos dari Jerami. Temanggung: BPP


Pringsurat.

Dewantasari, Made. (2016). Potensi Limbah Jerami Serta Pemanfaatan Untuk


Makanan Ternak. Denpasar: Universitas Udayana.

Dewi, Ratna. (2021). Rancang Bangun Mesin Pencacah Rumput Dengan


Menggunakan Pisau Strip. Mataram: Universitas Muhammadiyah Mataram.

Jannah, Asyeni Miftahul. (2010). Proses Fermentasi Hidrolisat Jerami Padi Untuk
Menghasilkan Bioetanol dalam Jurnal Teknik Kimia, No. 1, Vol. 17.
Palembang: Universitas Sriwijaya.

Nata Iryanti F, Jody H.P., Toni A. (2014). Produksi Bioetanol Dari Alkali-
Pretreatment Jerami Padi Dengan Proses Simultaneous Sacharification And
Fermentation (Ssf) dalam Jurnal Teknik Kimia Volume 3 No. 1,10-16 e-
ISSN: 2541-3481. Banjarbaru: Universitas Lambung Mangkurat.

Novia, A.Windarti, Rosmawati. (2014). Pembuatan Bioetanol Dari Jerami Padi


Dengan Metode Ozonolisis – Simultaneous Saccharification And
Fermentation (Ssf) dalam Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 20. Palembang;
Universitas Sriwijaya.

Rhofita, Erry Ika. (2016). Kajian pemanfaatan limbah Jerami Padi di bagian Hulu
dalam Jurnal Al-Ard: Jurnal Teknik Lingkungan, 1 (2). pp. 74-79. ISSN 2549-
1652 (e), 2460-8815 (p). Surabaya: UIN Sunan Ampel.

Sugama, I Nyoman & N.L.G. Budianto. (2012). Pemanfaatan Jerami Padi Sebagai
Pakan Alternatif Untuk Sapi Bali Dara dalam Majalah Ilmiah Peternakan
Volume 15 Nomor 1. Bali: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali

27
Yusriani Y, Elviwirda, M.Sabri. (2015). Kajian Pemanfaatan Limbah Jerami
Sebagai Pakan Ternak Sapi di Provinsi Aceh dalam Jurnal Peternakan
Indonesia Volume 17. Aceh: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh.

28

Anda mungkin juga menyukai