Anda di halaman 1dari 188

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan manusia semakin kompleks dan beragam yang tergantung pada era
pembangunan yang senantiasa berkembang. Didorong oleh kebutuhan
manusia yang semakin kompleks tersebut, maka manusia senantiasa berfikir
untuk terus mengembangkan teknologi yang telah ada guna menemukan
teknologi baru yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia. Bidang
industri sebagai salah satu sasaran pembangunan jangka panjang meliputi
beberapa sektor pembangunan yang luas, diantaranya adalah bidang
konstruksi, pengembangan elemen mesin, perencanaan pesawat terbang,
struktur rangka dari crane, konstruksi jembatan dan sebagainya.

Salah satu persoalan yang sangat penting diperhatikan adalah perhitungan


defleksi atau lendutan pada elemen-elemen ketika mengalami suatu
pembebanan. Hal ini sangat penting terutama dari segi kekuatan (strength)
dan kekakuan (stiffness), dimana pada batang horizontal yang diberi beban
secara lateral akan mengalami defleksi. Defleksi dan tegangan yang terjadi
pada elemen-elemen yang mengalami pembebanan harus pada suatu batas
yang diijinkan, karena jika melewati batas yang diijinkan, maka akan terjadi
kerusakan pada elemen-elemen tersebut ataupun pada elemen-elemen
lainnya.

Deformasi dapat terjadi jika suatu benda atau materi dikenai gaya (Force).
Deformasi terbagi menjadi dua jenis yaitu deformasi elastis dan deformasi
plastis. Deformasi elastis adalah deformasi atau perubahan bentuk yang
disebabkan oleh pemberian beban, dimana apabila beban dihilangkan maka
bentuk dan ukuran akan kembali kebentuk semula atau deformasi yang terjadi
akan hilang. Daerah deformasi elastis berlaku hukum Hooke yaitu regangan
akan sebanding dengan tegangan sesuai dengan modulus elastisitas.
Sedangkan Deformasi plastis adalah perubahan bentuk yang merupakan
kelanjutan dari deformasi elastis yang bersifat permanen meskipun beban
1.2 Tujuan Percobaan

1. Mengetahui jenis-jenis defleksi pada jenis-jenis batang.

2. Mengetahui hal-hal yang mempengaruhi defleksi pada jenis-jenis batang.

3. Membandingkan besar defleksi pada jenis-jenis batang dari praktik dengan


perhitungan secara teori.

4. Mengetahui hal-hal yang mempengaruhi perbedaan nilai defleksi pada


jenis-jenis batang yang didapat secara praktikum dengan perhitungan
secara teori.

1.3 Manfaat Percobaan

1. Agar dapat mengetahui jenis-jenis defleksi pada jenis-jenis batang

2. Agar dapat mengetahui hal-hal yang mempengaruhi defleksi pada jenis-


jenis batang

3. Agar dapat membandingkan besar defleksi pada jenis-jenis dari praktikum


dengan perhitungan secara teori.

4. Agar dapat membuktikan perhitungan defleksi pada jenis-jenis batang


secara teori dari hasil praktikum.
BAB II

TEORI DASAR

2.1 Deformasi

Dalam ilmu material, deformasi adalah perubahan bentuk atau ukuran dari
sebuah objek karena sebuah penerapan gaya (energi deformasi dalam hal ini
ditransfer melalui kerja) atau perubahan suhu (energi deformasi dalam hal ini
ditransfer melalui panas). Kasus pertama yang dapat menjadi akibat dari
kekuatan tarik, kekuatan tekan, geser, lipatan atau torsi (memutar) [1].

Gambar 1. Deformasi pada Pegas


Sumber:
www.123rf.com

Deformasi sering digambarkan sebagai regangan. Ketika deformasi


terjadi, gaya internal antar-molekul muncul melawan gaya yang diberikan.
Jika gaya yang diberikan tidak terlalu besar maka kekuatan ini mungkin
cukup untuk melawan gaya yang diberikan, yang memungkinkan objek untuk
mencapai keadaan setimbang baru dan kembali ke kondisi semula ketika
beban akan dihilangkan [2].

2.1.1 Macam-Macam Deformasi

1. Deformasi Elastis

Deformasi elastis adalah deformasi atau perubahan bentuk


yang terjadi pada suatu benda saat gaya atau beban itu bekerja, dan
perubahan bentuk akan hilang ketika gaya atau bebannya
ditiadakan. Artinya, bila beban ditiadakan, maka benda akan
kembali ke bentuk dan ukuran semula.

2. Deformasi Plastis

Sebuah benda terdiri dari partikel kecil atau molekul-molekul.


Di antara molekul–molekul ini bekerjalah gaya–gaya yang biasa
disebut gaya molekuler. Gaya molekuler ini memberi perlawanan
terhadap gaya luar yang berusaha mengubah bentuk benda itu
sampai terjadi suatu keseimbangan antara gaya luar dan gaya
dalam. Selanjutnya benda itu dikatakan berada dalam keadaan
regang (state of strain). Elastisitas adalah sifat yang dimiliki oleh
suatu material yang menyebabkan benda/material akan kembali ke
bentuk seperti semula setelah diberi beban dan mengalami
perubahan bentuk kemudian beban dihilangkan. Sebuah benda
yang kembali sepenuhnya kepada bentuk semula kita namakan
elastis sempurna, sedangkan apabila tidak sepenuhnya kembali
kepada bentuk semula kita namakan elastis parsial (sebagian) [10].

2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Deformasi

1. Temperatur dan Tekanan

Pada temperatur dan tekanan yang rendah akan lebih cepat terjadi
patahan, pada temperatur dan tekanan yang tinggi akan terjadi
lenturan atau bahkan lelehan.

2. Kecepatan Gerakan

Gerakan yang cepat dapat menyebabkan patahan, sedangkan


gerakan yang lambat dapat menimbulkan lenturan, tergantung dari
material yang digunakan.

3. Sifat Material
Sifat material yang mempengaruhi kekuatan yaitu besarnya
tegangan untuk mendeformasi material atau kemampuan material
untuk menahan deformasi. Tekanan merupakan gaya yang diberikan
atau dikenakan pada suatu medan atau area. Tekanan terbagi
menjadi tekanan seragam (uniform stress) yaitu gaya yang bekerja
pada suatu materi sama atau seragam di semua arah, dan tekanan
diferensial atau tekanan dengan gaya yang bekerja tidak sama di
setiap arah. Tekanan diferensial terbagi menjadi tiga yakni:

 Tensional Stress adalah tegangan normal yang menghasilkan


tarikan (tension) pada sebuah batang.

 Compressional Stress adalah tegangan normal yang mendorong


sebuah batang sehingga menghasilkan pemendekan.

 Shear Stress adalah tegangan yang bekerja dalam arah tangensial


terhadap penampang [1].

2.2 Defleksi

Defleksi adalah peurubahan bentuk pada balok dalam arah vertikal dan
horizontal akibat adanya pembebanan yang diberikan pada balok atau batang.
Sumbu sebuah batang akan terdeteksi dari kedudukannya semula bila benda
dibawah pengaruh gaya terpakai. Dengan kata lain suatu batang akan
mengalami pembebanan transversal baik itu beban terpusat maupun terbagi
merata akan mengalami defleksi. Defleksi diukur dari permukaan netral awal
ke posisi netral setelah terjadi deformasi. Konfigurasi yang diasumsikan
dengan deformasi permukaan netral dikenal sebagai kurva elastis dari balok.
Defleksi adalah besarnya pergeseran atau perpindahan pada batang akibat dari
adanya beban yang bekerja pada batang tersebut.[4]
Gambar 2. Deformasi Balok dan Konfigurasi Balok
Sumber:
https://www.etsworlds.id/2019/04/pengertian-dan-jenis-jenis-defleksi.html

Jarak perpindahan y didefinisikan sebagai defleksi balok. Dalam penerapan,


kadang kita harus menentukan defleksi pada setiap nilai x di sepanjang balok.
Hubungan ini dapat ditulis dalam bentuk persamaan yang sering disebut
persamaan defleksi kurva (atau kurva elastis) dari balok.[4]

2.2.1 Macam-Macam Defleksi

1. Defleksi Aksial (Tarik/Tekan)

Defleksi aksial adalah defleksi yang terjadi jika pembebanan diberikan


sejajar pada sumbu batang.

Gambar 3. Defleksi Aksial


Sumber:
https://www.ets.id/2019/04/pengertian-jenis-jenis-defleksi.html
2. Defleksi Lateral (Lendutan)
Defleksi lateral merupakan defleksi yang terjadi jika pembebanan
diberikan tegak lurus pada sumbu batang.
Gambar 4. Defleksi Lateral
Sumber: https://www.ets.id/2019/04/pengertian-jenis-jenis-defleksi.html

3. Defleksi oleh Momen Puntir


Defleksi oleh momen puntir adalah beban yang diberikan langsung
pada balok berpenampang tidak simetris akan menyebabkan balok
tersebut mengalami torsi dan lentukan ke bawah.[4]

Gambar 5. Defleksi oleh Momen Puntir


Sumber: https://123dok.com/document-laporan-praktikum-defleksi-content

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Defleksi

1. Kekakuan Material

Kekakuan suatu material akan berpengaruh terhadap besarnya defleksi


yang terjadi. Suatu material yang kaku cenderung akan mengalami
defleksi yang relatif lebih kecil dan sebaliknya. Besarnya kekakuan
material sangat dipengaruhi oleh jenis material dan paduan yang
digunakan. Material yang memiliki kekakuan (stiffness) yang semakin
baik, maka defleksi yang dihasilkan akan semakin kecil.

2. Besar Kecilnya Gaya yang Diberikan


Besar gaya yang diterima pada material berbanding lurus dengan
besarnya defleksi yang terjadi. Apabila beban yang diterima oleh
struktur material semakin besar, maka defleksi yang terjadi semakin
besar pula.

3. Jenis Tumpuan yang Digunakan

Suatu struktur material akan mengalami jumlah reaksi pada tiap


jenis tumpuan berbeda-beda. Semakin besar reaksi dari tumpuan yang
melawan gaya dari beban, semakin besar pula defleksi yang
terjadi. Sehingga besar defleksi tidaklah sama pada masing-masing
penggunaan tumpuan yang berbeda-beda. Masing-masing jenis
tumpuan memiliki reaksi serta arah yang berbeda. Oleh karena itu
defleksi dapat dipengaruhi oleh jenis tumpuan yang digunakan pada
struktur. Defleksi yang terjadi pada tumpuan rol relatif lebih besar dari
pada tumpuan sendi (pin) dan defleksi yang terjadi pada tumpuan
sendi (pin) akan relatif lebih besar dari pada tumpuan jepit

4. Jenis Pembebanan

Struktur material atau beban kerja yang mengalami pembebanan


akan melendut apabila diberikan beban yang cukup besar. Apabila hal
tersebut terjadi pada bagian-bagian tertentu dari struktur jembatan,
lendutan sangat tidak diizinkan. Adanya lendutan yang besar pada
struktur jembatan tersebut, maka jembatan akan mengalami kerusakan
atau bahkan roboh. Besarnya gaya yang bekerja sangat berpengaruh
terhadap defleksi yang terjadi. Dimana, semakin besar beban yang
bekerja pada batang maka defleksi yang terjadipun akan semakin
besar. Dimana besarnya beban yang bekerja akan berbanding lurus
dengan besarnya defleksi yang terjadi [5].

2.3 Jenis-jenis Tumpuan

Dalam ilmu mekanik rekayasa, dikenal ada tiga jenis tumpuan yaitu
tumpuan rol, tumpuan engsel, dan tumpuan jepit [6].
2.3.1 Tumpuan Engsel (Sendi)

Jenis tumpuan yang dapat menahan gerak translasi, namun tidak


mampu menahan gerak rotasi atau secara sederhana pada tumpuan engsel
dapat menahan gaya vertikal dan horizontal tetapi tidak mampu menahan
momen pada batang tersebut. Hal tersebut berlaku pula pada persendian
siku pada lengan dimana sendi dapat digerakan ke atas dan ke bawah
(rotasi), namun tidak dapat digerakan ke samping (translasi) [6].

Gambar 6. Tumpuan Engsel (Sendi)


Sumber: https://www.gurusipil.com/jenis-jenis-tumpuan-dalam-mekanika-
teknik/

Dalam kehidupan sehari-hari, tumpuan rol paling banyak ditemui pada


konstruksi jembatan sama seperti tumpuan sendi seperti pada jembatan
Kali Gajahwong yang berada di Jalan Kusumanegara, Yogyakarta dan
jembatan Kali Progo di daerah Boyolali. Dimana salah satu tumpuan
jembatan adalah tumpuan sendi [6].

Gambar 7. Sendi Jembatan di Kali Gajahwong


Sumber: Karya Ilmiah: Pengenalan Struktur Tumpuan Bangunan (rahasiadonk-
huda.blogspot.com)

2.3.2 Tumpuan Rol

Tumpuan rol ini tidak dapat menahan gaya tarik dan tekan sembarang
arah. Tumpuan ini hanya bisa menahan gaya tekan dan gaya tarik berarah
vertikal saja. Tumpuan rol tidak dapat menahan momen atau meneruskan
momen. Gaya reaksi rol ini dapat diproyeksikan pada arah vertikal [6].

Gambar 8. Tumpuan Rol

Sumber:

https://www.gurusipil.com/jenis-jenis-tumpuan-dalam-mekanika-teknik/

Dalam kehidupan sehari-hari, tumpuan rol paling banyak ditemui pada


konstruksi jembatan sama seperti tumpuan sendi. Pada jembatan Kali
Gajahwong bentuk tumpuan rol terlihat jelas seperti pada gambar dimana
tumpuan tersebut akan mampu menerima gaya secara vertikal. Di
jembatan ini, terdapat 4 tumpuan rol yang terletak sejajar menyamping di
bawah jembatan. Letaknya sendiri berada di sisi lain atau berseberangan
dengan letak tumpuan sendi [6].

Gambar 9. Rol Jembatan Kali Gajahwong


Sumber: Karya Ilmiah: Pengenalan Struktur Tumpuan Bangunan (rahasiadonk-
huda.blogspot.com)

2.3.3 Tumpuan Jepit

Jenis tumpuan atau koneksi yang paling kaku di antara jenis tumpuan
yang lain. Tumpuan jepit membatasi dalam semua gerakan translasi dan
rotasi (Tidak bisa bergerak atau berputar ke segala arah). Dengan
demikian tumpuan jepit ini dapat menahan gaya vertikal, gaya horizontal
dan momen [6]

Gambar 10. Tumpuan Jepit


Sumber: https://www.gurusipil.com/jenis-jenis-tumpuan-dalam-mekanika-teknik/

Dalam konstruksi bangunan, tumpuan jepit banyak ditemui di


berbagai tempat, baik itu di konstruksi bangunan publik maupun
kosntruksi rumah. Dimana kolom dan balok dihilangkan untuk
membentuk tumpuan jepit. Tumpuan jepit paling banyak ditemukan di
berbagai konstruksi bangunan daripada tumpuan rol dan sendi [6].

Gambar 11. Tumpuan Jepit pada Pilar Rumah


Sumber: Karya Ilmiah: Pengenalan Struktur Tumpuan Bangunan (rahasiadonk-
huda.blogspot.com)

2.4 Jenis-jenis Batang

Ada 3 jenis batang yang dapat digunakan pada jenis tumpuan yaitu:

2.4.1 Batang Sederhana


Batang sederhana merupakan batang yeng kedua ujungnya bertumpu
bebas di atas tumpuan. Bila tumpuan tersebut berada pada ujung-ujung
dan pada pasak atau rol [3].

Gambar 12. Batang Tumpuan Sederhana


Sumber:https://www.slideshare.net/DelvanRoSitanggang/laporan-akhir-cover

2.4.2 Batang Kantilever

Batang kuntilever merupakan batang yang ditumpu secara kaku pada


salah satu ujungnya dan ujung yang lain menggantung bebas [7].

Gambar 13. Batang Kantilever


Sumber: https:id.scribd.com/doc/177868358/L

2.4.3 Batang Overhang

Bila batang tumpuan sederhana terdapat tumpuan rol atau engsel di


kedua ujungnya, maka batang overhang dibangun melewati tumpuan
sederhana. Artinya, masih ada batang terusan setelah melewati tumpuan-
tumpuan tersebut [7].
Gambar 14. Batang Overhang
Sumber: https://adoc.pub/iiteori-dasar-a-pengertian-defleksi-dan-hal-hal-yang-mempeng.html

2.4.4 Batang Menerus

Batang jenis ini merupakan batang yang memiliki banyak tumpuan di


sepanjang batang. Dinamakan batang menerus apabila tumpuan-
tumpuannya secara fisik terdapat pada balok kontinu [7].

Gambar 15. Batang Menerus


Sumber: https://adoc.pub/iiteori-dasar-a-pengertian-defleksi-dan-hal-hal-yang-mempeng.html

2.5 Jenis-jenis Pembebanan

Ada tiga jenis pembebanan yang terjadi pada batang, yakni:

2.5.1 Beban Terpusat

Beban terpusat adalah beban yang titik singgungnya sangat kecil yang


dalam batas tertentu luas bidang singgung tersebut dapat diabaikan.
Sebagai contoh beban akibat tekanan roda mobil atau motor, pasangan
tembok setengah batu di atas balok, dan baja [8].

Gambar 16. Beban Terpusat


Sumber: https://www.slideshare.net/DelvanRoSitanggang/laporan-akhir-cover

2.5.2 Beban Terbagi Merata

Disebut beban terbagi merata karena terdistribusi merata sepanjang


batang (kg/m atau KN/m) [8].

Gambar 17. Pembebanan Terbagi Merata


Sumber: http://fdm.teknik.ac.id/wp-content/uploads/2019/01/BAB-VI-dasar-pdf

2.5.3 Beban Bervariasi Tidak Merata

Beban bervariasi tidak merata adalah muatan yang luas singgungnya


merata tapi muatannya tidak terbagi merata. Beban tidak merata dapat
berupa beban berbentuk segitiga baik satu sisi maupun dua sisi berbentuk
trapesium [8].
Gambar 18. Pembebanan Bervariasi Tidak Merata
Sumber: https://www.slideshare.net/DelvanRoSitanggang/laporan-akhir-cover

2.6 Diagram Tegangan-Regangan

 Dari O ke B, deformasi (perubahan bentuk) kawat adalah elastis. Berarti


jika tegangan dihilangkan, kawat akan kembali ke bentuk awal.

 Dari O ke A, adalah daerah deformasi elastis yang grafiknya linear (garis


lurus) dan berlaku hukum Hooke

 B adalah batas elastis. Deformasi kawat adalah plastis. Jika tegangan


dihilangkan dalam daerah deformasi plastis, kawat tidak akan kembali ke
bentuk awal tetapi mengalami deformasi permanen.

 C adalah titik tekuk. Di atas titik itu hanya dibutuhkan tambahan gaya tarik
kecil untuk menghasilkan pertambahan panjang yang besar. Tegangan
paling besar yang dapat kita berikan tepat sebelum kawat patah disebut
tegangan maksimum.

 D adalah bahan mengalami pertambahan tegangan sampai melebihi batas


elastisnya, maka bahan akan mengalami perubahan bentuk secara
permanen
(plastic deformation) secara uniform.

 E adalah titik patah. Jika tegangan mencapai titik E, kawat akan patah [8].
Gambar 19. Diagram Tegangan-Regangan
Sumber: http://dewiaycintya.blogspot.com/2015/04grafik-tegangan- terhadap-
regangan.html?m=1

2.7 Modulus Young

Modulus Young adalah ukuran kekakuan suatu material, sehingga semakin


tinggi nilai modulus elastisitas bahan, maka semakin sedikit perubahan bentuk
yang terjadi apabila diberi gaya. Jadi semakin besar nilai modulus ini maka
semakin kecil regangan yang terjadi atau semakin kaku [9].

stress σ F / A 0 F L0
E= = = =
strain ε ∆ L/ L0 ∆ L A 0

Keterangan:

F = gaya/beban yang diberikan (N)

A0 = luas penampang (m2)

ΔL = perubahan panjang benda (m)

L0 = panjang awal benda (m)

Besarnya nilai modulus elastisitas tergantung dengan material dari benda


elastis tersebut. Yang harus diingat adalah besarnya nilai tersebut tidak
tergantung dengan bentuk serta ukuran benda elastis tersebut. Berikut ini
adalah modulus elastisitas dari material-material elastis yang ada:
Tabel 2.1 Modulus Young dari Material-material Elastis

Bahan Modulus Young (Pa)

Aluminium 7 × 1010

Baja 20 × 1010

Besi 21 × 1010

Karet 0,05 × 1010

Kuningan 9 × 1010

Nikel 21 × 1010

Tembaga 11 × 1010

Timah 1,6 × 1010

Beton 2,3 × 1010

Kaca 5,5 × 1010

Wolfram 41 × 1010

Hubungan modulus Young dengan tegangan dan regangan terdapat pada


perbandingan antara tegangan dan regangan aksial dalam deformasi yang
elastis, sehingga modulus elastisitas menunjukkan kecenderungan suatu
material untuk berubah bentuk dan kembali lagi kebentuk semula bila diberi
beban. Besarnya pertambahan panjang yang dialami oleh setiap benda ketika
merenggang adalah berbeda antara satu dengan yang lainnya tergantung dari
elastisitas bahannya. Sebagai contoh, akan lebih mudah untuk meregangkan
sebuah karet gelang daripada besi pegas. Untuk merengangkan sebuah besi
pegas membutuhkan ratusan kali lipat dari tenaga yang dibutuhkan untuk
meregangkan sebuah karet gelang [9].
Gambar 20. Karet Gelang dan Pegas
Sumber: https://www.academia.edu/9070452/Tegangan_Regangan_dan_modulus

Ketika diberi gaya tarik, karet ataupun pegas akan meregang dan
mengakibatkan pertambahan panjang baik pada karet gelang ataupun besi
pegas. Besarnya pertambahan yang terjadi tergantung pada elastisitas
materialnya dan seberapa besar gaya yang bekerja padanya. Semakin elastis
sebuah benda, maka semakin mudah benda tersebut untuk dipanjangkan atau
dipendekan. Semakin besar gaya yang bekerja pada suatu benda, maka semakin
besar pula tegangan dan regangan yang terjadi pada benda itu, sehingga
semakin besar pula pemanjangan atau pemendekan dari benda tersebut. Jika
gaya yang bekerja berupa gaya tekan, maka benda akan mengalami
pemendekan, sedangkan jika gaya yang bekerja berupa beban tarik, maka
benda akan mengalami pemanjangan. Bisa disimpulkan bahwa regangan (ε)
yang terjadi pada suatu benda berbanding lurus dengan tegangannya (σ) dan
berbanding terbalik terhadap keelastisitasannya [9].

2.7.1 Hubungan Modulus Young dengan Defleksi

Hubungan antara modulus Young(E) dengan defleksi yaitu apabila


semakin tinggi E suatu balok, semakin berkurang defleksinya dan
semakin tahan terhadap perubahan bentuk. Kemiringan relatif pada kurva
tegangan-regangan mengindikasikan ukuran relatif dari kekakuan bahan
tersebut. Semakin curam kemiringannya menunjukkan semakin tinggi
nilai E dan semakin kaku kayu tersebut yang berarti semakin rendah pula
deformasi yang terjadi di bawah pembebanan [10].

2.8 Momen Inersia


Momen inersia adalah ukuran kelembaman suatu benda sebagai berotasi
terhadap porosnya. Besaran ini adalah analog rotasi daripada massa. Besar
momen inersia bergantung pada bentuk benda dan posisi sumbu putar benda
tersebut. Karena inersia adalah sebuah ukuran, maka momen dapat diartikan
sebagai gaya yang merupakan hasil kali antara gaya dengan momen lengannya.
Besarnya jumlah momen inersia pada benda dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yakni massa benda, bentuk benda, letak sumbu putar, dan jarak ke sumbu putar
benda (lengan momen) [12].

Di bawah ini terdapat momen inersia pada titik partikel. Dalam titik partikel
tersebut terdapat massa (m) yang melakukan gerak rotasi pada sumbu jari jari
(R). Untuk memahami mengenai rumus inersia, anda dapat melihat gambar di
bawah ini:

Gambar 21. Bola Pejal


Sumber: https://www.pelajaran.co.id/2019/02/momen-inersia.html

Berdasarkan gambar di atas dapat kita peroleh momen inersia yang


ditunjukkan dengan perkalian massa partikel dengan jarak partikel kuadrat
menuju sumbu putar (jari-jari/R). Dengan begitu diperoleh rumus momen
inersia pada titik partikel yaitu:

I = m × R2

Keterangan:

I = Momen inersia (kg . m2)

m = Massa partikel (kg)

R = Jari-jari rotasi (m)


Untuk momen inersia yang terdiri dari beberaa benda/partikel memiliki hasil
yang merupakan jumlah dari seluruh momen inersia dari setiap benda tersebut.
Hal ini berlaku juga untuk benda yang memiliki bentuk yang kompleks atau
memiliki beberapa bentuk. Dengan begitu hasil momen inersianya ialah jumlah
[12]
momen inersia dari setiap bagian bagiannya . Berikut rumus momen inersia
beberapa partikel:

I = 𝞢mnRn2

I = m1R12+m2R22+…+mnRn2

2.8.1 Hukum 1 Newton

Bunyi hukum 1 Newton yakni “Setiap benda akan terus berada pada
keadaan diam atau bergerak dengan kelajuan tetap sepanjang lintasan
lurus jika tidak dipaksa untuk merubah keadaan geraknya itu oleh gaya-
gaya yang bekerja padanya” Hukum 1 Newton tersebut menjelaskan
mengenai suatu benda yang senantiasa bergerak akan selalu bergerak dan
benda yang diam akan tetap diam juga. Hal inilah yang membuat momen
inersia disebut juga hukum 1 Newton atau hukum kelembaman. Selain
itu terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besar momen inersia
dalam sebuah benda yang meliputi bentuk benda, jarak menuju sumbu
putar, massa benda, dan letak sumbu putar [11].

2.8.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Momen Inersia

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya momen inersia


antara lain:

 Massa benda

 Bentuk benda

 Sumbu putar
Bila bentuk benda beraturan dan pejal maka momen inersianya lebih
mudah dihitung daripada menghitung momen inersia pada benda yang
bentuknya tidak beraturan [11].

2.8.3 Hubungan Momen Inersia dengan Defleksi

Pada rumus defleksi balok elastis, menunjukkan bahwa semakin besar


momen inersia maka semakin kecil defleksi yang terjadi. Semakin besar
modulus elastisitas semakin kecil pula defleksi yang terjadi. Begitu juga
semakin besar momen inersia yang terjadi maka tegangan lentur yang
terjadi juga semakin kecil [11].

2.9 Hukum Hooke

Hukum Hooke merupakan sebuah hukum atau ketentuan yang menyatakan


tentang hubungan antara gaya yang bekerja pada benda elastis atau benda yang
lain bisa kembali ke bentuk semula. Bunyi hukum Hooke yakni “Jika gaya
tarik yang diberikan pada sebuah pegas tidak melampaui batas elastis bahan
maka pertambahan panjang pegas berbanding lurus atau sebanding dengan
gaya tariknya” [11]. Secara matematis hukum Hooke dinyatakan dengan rumus:

F=−K . ∆ x

Keterangan:

F = Gaya Pemulih Pegas (N)

K = Konstanta pegas (N/m)

∆x = Pertambahan pegas (m)

Tanda (-) negatif pada hukum Hooke memiliki makna gaya pemulih pada
pegas akan selalu berlawanan dengan arah simpangan pegas. Konstanta pegas
(k) menyatakan ukuran kekakuan pegas. Pegas yang kaku mempunyai nilai k
[12]
yang besar, sedangkan pegas lunak mempunyai nilai k kecil . Namun dalam
notasi skalar, tanda negatif dihilangkan, sehingga rumus hukum Hooke
menjadi:

F=K . ∆ x
Keterangan:

F = Gaya yang Diberikan Pegas (N)

K = Konstanta pegas (N/m)

∆x = Pertambahan pegas (m)

2.9.1 Susunan Pegas Seri Hukum Hooke

Dua atau lebih pegas yang disusun secara seri dapat digantikan oleh
satu pegas saja. Pegas pengganti ini harus mempunyai konstanta pegas
yang besarnya sama dengan pegas konstanta pegas total [12].

Gambar 23. Susunan Pegas Seri


Sumber: https://materikimia.com/hukum-hooke-dan-susunan-pegas/#

Apabila pegas disusun secara seri maka:

1. Gaya yang bekerja pada pegas pengganti sama besar (F1 = F2 = F).

2. Perubahan panjang pengganti sama dengan jumlah pertambahan panjang


masing–masing pegas (x = x1 + x2 + …).

3. Konstanta pegas pengganti susunan seri, yaitu:

1 1 1
= + +…
ks k1 k2

2.9.2 Susunan Pegas Paralel Hukum Hooke


Dua atau lebih pegas yang disusun secara paralel dapat digantikan
oleh satu pegas saja. Pegas penggantinya ini harus mempunyai konstanta
pegas yang besarnya sama dengan konstanta pegas total [12].

Gambar 23. Susunan Pegas Seri


Sumber: https://materikimia.com/hukum-hooke-dan-susunan-pegas/#

Jika pegas disusun secara parallel maka:

1. Gaya pengganti sama dengan jumlah gaya yang menarik masing-


masing pegas (F = F1 + F2).

2. Perubahan panjang pegas sama besarnya (x = x1 = x2).

3. Konstanta pegas pengganti pada susunan paralel merupakan jumlah


setiap konstanta pegas (Kp = K1 + K2 + ….) [12].

BAB III
METEDOLOGI PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 31 November 2021
pada pukul 10.00 sampai dengan pukul 13.00. Adapun tempatnya di
Laboratorium Mekanika Terpakai, Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
3.2 Alat dan Bahan
1. Kunci L

Fungsi:
Melonggarkan dan mengencangkan baut
kepala heksagonal

2. Clamping Plate

Fungsi:
Tempat menggantung beban dan sebagai titik
uji defleks

3. Dial Gauge

Fungsi:
Mengukur besar defleksi atau lendutan pada
suatu titik dari batang

4. Dynamometer with Clamp


Fungsi:
Sebagai tempat tumpuan rol atau engsel
dan menghitung gaya yang bereaksi
pada tumpuan

5. Meter

Fungsi:

Mengukur panjang batang


Fungsi:
mengukur
panjang
batang.

6. Batang Logam

Fungsi:
Sebagai spesimen atau objek percobaan
defleksi

7. Jangka Sorong
Fungsi:
Mengukur ketebalan dan lebar pada batang
logam

8. Rigid Clamp

Fungsi:
Sebagai tumpuan jepit

9. Load Weight

Fungsi:
Memberikan beban pada objek percobaan

10. Rangka Utama


Fungsi:
Sebagai rangka utama dalam percobaan

3.3 Prosedur Percobaan


3.3.1 Percobaan Defleksi pada Titik Pembebanan Batang Kantilever
1) Length Constant
1. Memasang batang logam yang diuji pada rigid clamp di ujung
batang;
2. Mengukur panjang, lebar, dan tebal batang dari rigid clamp
sampai ujung yang lain;
3. Memasang clamping plate pada titik 240 mm, 480 mm dan 720
mm dari tumpuan jepit batang;
4. Memasang dial gauge pada masing-masing clamping plate yang
telah dipasang pada batang;
5. Mengkalibrasi skala dari setiap dial gauge
6. Menggantungkan beban pertama pada titik tengah batang
kemudian dicatat besar defleksi pada setiap titik yang diukur;
7. Menggantungkan beban yang kedua pada titik tengah batang
kemudian dicatat besar defleksi pada setiap titik yang diukur;
8. Menggantungkan beban ketiga pada titik tengah batang
kemudian dicatat besar defleksi pada setiap titik yang diukur.
2) Load Constant
1. Memasang batang logam yang diuji pada rigid clamp di ujung
batang;
2. Mengukur panjang, lebar, tebal batang dari rigid clamp sampai
ujung yang lain;
3. Memasang clamping plate pada titik 240 mm, 480 mm dan 720
mm dari tumpuan jepit batang;
4. Memasang ujung yang lain dari batang pada dynamometer with
clamp;
5. Memasang dial gauge pada masing-masing clamping plate yang
telah dipasang pada batang;
6. Mengkalibrasi skala dari setiap dial gauge;
7. Menggantungkan beban pertama pada titik a1 = 240 mm batang
kemudian dicatat besar defleksi pada setiap titik yang diukur;
8. Menggantungkan beban yang kedua pada titik a2 = 480 mm
batang kemudian dicatat besar defleksi pada setiap titik yang
diukur;
9. Menggantungkan beban ketiga pada titik a3 = 720 mm batang
kemudian dicatat besar defleksi pada setiap titik yang diukur.

3.3.2 Percobaan Beban Support pada Batang Sederhana


1. Memasang batang logam yang diuji pada rigid clamp di ujung
batang;
2. Mengukur panjang, lebar, dan tebal batang dari rigid clamp sampai
ujung yang lain;
3. Memasang clamping plate pada 480 mm dari tumpuan jepit dari
batang;
4. Memasang ujung yang lain dari batang pada dynamometer with
clamp;
5. Mengkalibrasi skala dari setiap dynamometer;
6. Menggantungkan beban sebesar 5 N pada clamp yang telah
dipasang kemudian dicatat besar defleksi pada setiap titik yang
diukur;
7. Menggantungkan beban sebesar 7,5 N pada clamp yang telah
dipasang kemudian dicatat besar defleksi pada setiap titik yang di
ukur.
8. Menggantungkan beban sebesar 10 N clamp yang telah dipasang
kemudian catat besar defleksi pada setiap titik yang diukur.

3.3.3 Percobaan pada Batang Sederhana Dengan Pembebanan Di Satu


Titik
1. Mengukur panjang, lebar, dan tebal batang yang akan diuji;
2. Memasang kedua ujung batang logam yang diuji pada
dynamometer with clamp;
3. Memasang clamping plate pada titik tengah yakni 520 mm pada
batang;
4. Memasang dynamometer pada masing-masing clamp yang telah
dipasang pada batang;
5. Mengkalibrasi skala dari setiap dynamometer dan dial gauge pada
clamping plate.
6. Menggantungkan beban pertama pada titik tengah batang kemudian
dicatat besar defleksi pada setiap titik yang diukur;
7. Menggantungkan beban yang kedua pada titik tengah batang
kemudian dicatat besar defleksi pada setiap titik yang diukur;
8. Menggantungkan beban ketiga pada titik tengah batang kemudian
dicatat besar defleksi pada setiap titik yang diukur.

3.3.4. Percobaan Reaksi Tumpuan Pada Batang Sederhana Dengan


Pembebanan 3 Titik
1. Mengukur panjang, lebar, dan tebal batang yang akan diuji,
2. Memasang kedua ujung batang logam yang diuji pada
dynamometer with clamp,
3. Memasang clamping plate pada titik 280 mm, 520 mm, dan 760
mm dari tumpuan jepit batang,
4. Mengkalibrasi skala dari setiap dynamometer dan dial gauge pada
clamping plate.
5. Menggantungkan masing-masing beban pertama pada setiap clamp
yang dipasang kemudian dicatat besar reaksi pada setiap titik
tumpuan support,
6. Menggantungkan masing-masing beban kedua pada setiap clamp
yang dipasang kemudian dicatat besar reaksi pada setiap titik
support.
BAB 1V

ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN


BAB V

PEMBAHASAN

.1 Pembahasan Umum
5.1.1 Aplikasi Tumpuan jepit di Dunia Kerja

Suatu konstruksi direncanakan untuk suatu keperluan tertentu.


Tugas utama suatu konstruksi adalah mengumpulkan gaya akibat
muatan yang bekerja padanya dan meneruskannya ke bumi. Untuk
melaksanakan tugasnya dengan baik, maka konstruksi harus berdiri
dengan kokoh. Semua beban yang diterimanya akan diteruskan ke
bumi dengan sesingkat- singkatnya. Bagian yang meneruskan beban
itulah yang disebut perletakan/tumpuan. Selain meneruskan beban,
perletakan juga akan memikul konstruksi tersebut. Perletakan bisa
berupa sebuah pondasi. Bangunan bangunan harus terletak diatas
permukaan bumi, hubungan antara bangunan tersebut dengan lapisan
permukaan bumi dikaitkan dengan suatu pondasi Jadi, dapat
disimpulkan bahwa Tumpuan merupakan tempat perletakan konstruksi
atau dukungan bagi konstruksi dalam meneruskan gaya-gaya yang
bekerja pada pondasi.

Gambar 5.1 Tumpuan Jepit pada Kerangka Bangunan


Sumber: http://belajarilmubangunan.blogspot.com/2013/
Tumpuan Jepit adalah tumpuan yang menciptakan kondisi
kaku/monolit. Tumpuan ini seolah-olah dibuat dari balok yang
ditanamkan pada tumpuannya, demikian sehingga mampu menahan
gaya-gaya maupun momen dan bahkan dapat menahan torsi.

Dalam konstruksi bangunan, tumpuan jepit banyak ditemui di


berbagai tempat, baik itu di kontruksi bangunan publik maupun pada
konstruksi rumah sekalipun. Tumpuan jepit hampir di semua konstruksi
bangunan gedung memiliki bentuk yang sama, hanya ukurannya saja
yang berbeda. Seperti bagian dimana balok disilangkan dengan kolom.
Dan pada persilangan atau perpotongan itulah yang dinamakan
tumpuan jepit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tumpuan jepit paling
banyak ditemukan di berbagai konstruksi bangunan daripada tumpuan
rol dan sendi. Tumpuan Jepit dapat diartikan struktur yang tidak
mengalami rotasi, serta defleksi dalam arah vertikal maupun horizontal.

Gambar 5.2 Aplikasi Tumpuan Jepit pada Bangunan Gedung Berlantai Banyak
Sumber: http://repository.uin-malang.ac.id/604/1/Portal%20Tiga%20Sendi.pdf
BAB VI

KESIMPULAN

.1 Kesimpulan

6.1.1 Jenis-jenis defleksi pada jenis-jenis batang

1. Defleksi Aksial (Tarik/Tekan)

Defleksi aksial adalah defleksi yang terjadi jika pembebanan


diberikan sejajar pada sumbu batang.

2. Defleksi Lateral (Lendutan)

Defleksi lateral merupakan defleksi yang terjadi jika pembebanan


diberikan tegak lurus pada sumbu batang

3. Defleksi oleh Momen Puntir

Defleksi oleh momen puntir adalah beban yang diberikan langsung


pada balok berpenampang tidak simetris akan menyebabkan balok
tersebut mengalami torsi dan lentukan ke bawah.

6.1.2 Hal-hal yang mempengaruhi defleksi pada jenis-jenis batang

1. Kekakuan Material

Kekakuan suatu material akan berpengaruh terhadap besarnya


defleksi yang terjadi. Suatu material yang kaku cenderung akan
mengalami defleksi yang relatif lebih kecil dan sebaliknya.
Besarnya kekakuan material sangat dipengaruhi oleh jenis material
dan paduan yang digunakan. Material yang memiliki kekakuan
(stiffness) yang semakin baik, maka defleksi yang dihasilkan akan
semakin kecil.

2. Besar Kecilnya gaya yang Diberikan

Besar gaya yang diterima pada material berbanding lurus dengan


besarnya defleksi yang terjadi. Apabila beban yang diterima oleh
struktur material semakin besar, maka defleksi yang terjadi
semakin besar pula.

3. Jenis Tumpuan yang Digunakan

Suatu struktur material akan mengalami jumlah reaksi pada tiap


jenis tumpuan berbeda-beda. Semakin besar reaksi dari tumpuan
yang melawan gaya dari beban, semakin besar pula defleksi yang
terjadi. Sehingga besar defleksi tidaklah sama pada masing-masing
penggunaan tumpuan yang berbeda-beda. Semakin banyak reaksi
dari tumpuan yang melawan gaya dari beban maka defleksi yang
terjadi pada tumpuan rol lebih besar dari tumpuan pin (pasak) dan
defleksi yang terjadi pada tumpuan pin lebih besar dari tumpuan
jepit.

4. Jenis pembebanan

Struktur material atau beban kerja yang mengalami pembebanan


akan melendut apabila diberikan beban yang cukup besar. Apabila
hal tersebut terjadi pada bagian-bagian tertentu dari struktur
jembatan, lendutan sangat tidak diizinkan. Adanya lendutan yang
besar pada struktur jembatan tersebut, maka jembatan akan
mengalami kerusakan atau bahkan roboh. Besarnya gaya yang
bekerja sangat berpengaruh terhadap defleksi yang terjadi. Dimana,
semakin besar beban yang bekerja pada batang maka defleksi yang
terjadipun akan semakin besar. Dimana besarnya beban yang
bekerja akan berbanding lurus dengan besarnya defleksi yang
terjadi.

6.1.3 Defleksi pada jenis-jenis batang dari praktikum dengan secara


teori

Perbandingan nilai defleksi yang didapatkan melalui praktikum dan


nilai defleksi yang didapatkan menggunakan perhitungan secara
teoritis hampir jauh berbeda. Ini dibuktikan dengan persentase
kesalahan yang cukup besar. Ada beberapa percobaan yang persentase
kesalahannya lebih kecil, umumnya dikarenakan kurangnya ketelitian
saat membaca nilai defleksi menggunakan dial gauge. Di praktikum
percobaan defleksi pada batang kantilever lenght constant dengan
material baja menggunakan beban 2,5, 5, dan 7,5 N didapatkan nilai
rata-rata defleksinya 0,59 mm, sedangkan secara teori nilai rata-rata
defleksinya 2,18 mm. Kemudian di praktikum pada percobaan defleksi
pada batang kantilever load constant didapatkan nilai rata-rata
defleksinya 1,81 mm, sedangkan secara teori nilai rata-rata defleksinya
2,28 mm. Selanjutnya di praktikum percobaan defleksi pada batang
sederhana dengan pembebanan di satu titik dengan material baja
menggunakan beban 5, 7,5, dan 10 N didapatkan nilai rata-rata
defleksinya 1,35 mm, sedangkan secara nilai rata-rata defleksinya 1,37
mm.

6.1.4 Perhitungan defleksi pada jenis-jenis batang secara teori hasil


praktikum

Perbandingan nilai defleksi yang didapatkan melalui praktikum dapat


dilihat melalui grafik yang ada. Beberapa faktor yang mempengaruhi
pembacaan nilai defleksi saat praktikum yaitu pembacaan dial gauge,
pembacaan jangka sorong, peletakan posisi clamp dan juga pembacaan
nilai pada dynamometer pada setiap tumpuan batang. Faktor yang
mempengaruhi perhitungan nilai defleksi secara teori yaitu ketelitian
saat menggunakan kalkulator serta pembulatan nilai hasil perhitungan.

6.2 Kesan dan Pesan untuk Kak Andi Irham Royansyah (D021181344)
Percobaan Deformation of Straight Beam oleh kak irham dimulai dengan
mengucapkan salam, dilanjut dengan pengenal alat dan bahan sehingga dalam
melakukan prosedur percobaan jauh lebih mudah. Kak irham memberikan
penjelasan dengan detail dan bahasa yang mudah dipahami. Pesan saya agar
tetap mempertahan sikap professional,konsisten dan keramahan terhadap
praktikan sehingga proses praktikum dapat selesai sesuai yang diinginkan.
BAB I

PENDAHULUAN

.1 Latar Belakang

Berbagai teori kegagalan dengan referensi tekanan yang sesuai ilmu


kekuatan material dapat diuji secara eksperimental untuk validitas
menggunakan unit uji WP 130. Pemahaman peserta pelatihan tentang
bidang kekuatan material yang teoritis dan tidak jelas ini di dukung oleh
percobaan. Referensi tegangan digunakan untuk menemukan ukuran
tegangan dari material oleh komponen geser dan beban langsung yang
digabung. Karena nilai karakteristik material biasanya hanya tersedia untuk
tegangan aksial tunggal (daya tarik, dan bukti tegangan) refersensi tegangan
yang sesuai harus ditentukan dari tegangan bi-atau-tri-aksial yang
sebenarnya.

Tegangan langsung dan geser harus dihasilkan secara bersamaan


pada satu titik dalam specimen, untuk membuktikan kriteria dari referensi
tegangan. Gaya geser tidak dapat digunakan disini, karena maksimumnya
muncul ditengan penampang dan tidak dapat digabungkan dengan tekanan
langsung secara andal pada satu titik. Dari tegangan-tegangan yang tersisa,
bending dan punter dipilih untuk unit uji ini. Mereka dapat dihasilkan
dalam besaran yang cukup dengan cara mekanis sederhana. Unit uji ini
dirancang untuk memungkinkan bending murni atau punter atau beban
gabungan untuk diterapkan pada specimen. Unit uji WP 130 memiliki
desain yang sederhana dan operasi yang jelas. Sederhana, specimen
berharga baik digunakan.

Spesimen dijepit di salah satu ujung dalam bingkai stasioner, pada


urutan terakhir specimen dijepit di piring beban melingkar. Bobot beban
dapat dikaitkan dengan keliling plat beban pada sudut yang diinginkan. Ini
menghasilkan tegangan multiaksial yang diingikan pada potongan
melintang specimen.

Deformasi ditampilkan dengan pengukur mengukur. Peserta


pelatihan dapat belajar menggungakan peralatan mekanis, mengukur
deformasi, dan bagaimana melakukan serangkaian tes.

1.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini adalah:

1. Untuk mengetahui tegangan geser.

2. Untuk mengetahui regangan geser.

3. Untuk mengetahui momen inersia yang terjadi pada suatu benda.

4. Untuk mengetahui modulus elastisitas suatu benda.

1.3 Manfaat Percobaan

1. Untuk memperluas pengetahuan praktikum tentang materi terkait


dengan Verification Of Stress Hypotheses.
2. Praktikan dapat mengetahui tegangan yang terjadi pada benda dengan
beban tertentu.
BAB II

TEORI DASAR UMUM

2.1 Definisi Tegangan Puntir


Tegangan puntir merupakan tegangan yang diakibatkan oleh gaya
putar. Tegangan puntir sering terjadi pada poros roda gigi dan batang torsi
pada mobil, juga saat melakukan pengeboran. Jadi, merupakan tegangan
tangensial (Saputra, 2017).

Gambar 2.1. Tegangan Puntir


Sumber: https://id.scribd.com/doc/212241855/Tegangan-puntir
Benda yang mengalami beban puntir akan menimbulkan tegangan puntir
sebesar:

τt =
Mt

Keterangan: τt = tegangan puntir


Mt   = momen puntir (torsi)
Wp = momen tahanan polar (pada puntir)
Pengujian puntir merupakan suatu pembebanan yang penting. Sebagai
contoh, kekuatan puntir menjadi permasalahan pada poros-poros, karena
elemen deformasi plastik secara teori adalah slip (geseran) pada bidang slip,
modulus kekakuan adalah konstanta yang penting, yang diperoleh dari
pengujian puntir (dalam banyak kasus). Deformasi puntiran tidak
menunjukkan tegangan uniform pada potongan lintang seperti halnya pada
deformasi lenturan. Untuk mendapat deformasi puntiran dengan tegangan
yang uniform perlu dipergunakan batang uji berupa silinder tipis (Saputra,
2017).
Patahan karena puntiran dari bahan getas terlihat pada arah kekuatan
tarik, yaitu pada 450 terhadap sumber puntiran, sedangkan bagi bahan yang
liat patahan terjadi pada sudut tegak lurus terhadap sumbu puntiran setelah
gaya pada arah sumbu terjadi dengan deformasi yang besar, dari hal tersebut
sangat mudah menentukan keliatan dan kegetasan (Saputra, 2017).
2.2 Pengertian Bending
Bending merupakan pengerjaan dengan cara memberi tekanan pada
bagian tertentu sehingga terjadi deformasi plastis pada bagian yang diberi
tekanan. Sedangkan proses bending merupakan proses penekukan atau
pembengkokan menggunakan alat bending manual maupun menggunakan
mesin bending (Wibowo,2014).

Penekukan (Bending) adalah salah satu proses pembentukan yang biasa


dilakukan untuk membuat barang kebutuhan sehari-hari seperti pembuatan
komponen mobil, pesawat, peralatan rumah tangga. Proses bending
dilakukan dengan menekuk benda kerja hingga mengalami perubahan
bentuk yang menimbulkan peregangan logam pada sekitar daerah garis lurus
(dalam hal ini sumbu netral). Sebagaimana kita ketahui bahwa lembaran plat
dengan bentuk gelombang mempunyai kekakuan yang lebih tinggi daripada
lembaran plat yang rata (Wibowo,2014).

Gambar 2.1. Proses Bending


Sumber:https://digilib.uns.ac.id/dokumen/download/40274/MTI5NjIx/Rancang-
Bangunmesin-Bending-Hidrolik-Rangka-bab2.pdf

Secara mekanika proses penekukan ini terdiri dari dua komponen gaya
yakni: tarik dan tekan Pada gambar 2.2 memperlihatkan pelat yang
mengalami proses pembengkokan ini terjadi peregangan, netral, dan
pengkerutan. Daerah peregangan terlihat pada sisi luar pembengkokan,
dimana daerah ini terjadi deformasi plastis atau perubahan bentuk.
Peregangan ini menyebabkan pelat mengalami pertambahan panjang.
Daerah netral merupakan daerah yang tidak mengalami perubahan, artinya
pada daerah netral ini pelat tidak mengalami perpanjangan maupun
perpendekkan (Wibowo, 2014).

Daerah sisi bagian dalam pembengkokan merupakan daerah yang


mengalami penekanan, dimana daerah ini mengalami pengkerutan dan
penambahan ketebalan, hal ini disebabkan karena daerah ini mengalami
perubahan panjang yakni perpendekan, atau menjadi pendek akibat gaya
tekan yang dialami oleh pelat. Proses ini dilakukan dengan menjepit pelat
diantara landasan dan sepatu penjepit selanjutnya bilah penekuk diputar ke
arah atas menekan bagian pelat yang akan mengalami penekukan
(Wibowo,2014).
2.3 Puntiran Poros Berpenampang Lingkaran
Akibat puntiran murni pada poros berpenampang lingkaran adalah
timbulnya tegangan geser murni dalam bahan. Bila poros dibagi menjadi dua
bagian oleh bidang transversal khayal, akan terlihat bahwa permukaan-
permukaan pada kedua pihak dari bidang ini cenderung berputar, relatif
yang dianggap terdiri dari lapisan-lapisan tipis transversal yang jumlahnya
tak terhingga, masing-masing relatif berputar sedikit terhadap lapisan
berikutnya bila torsi diberikan, akibatnya poros akan terpuntir. Pergerakan
angular salah satu ujung relatif terhadapyang lain disebut sudut puntiran.
Tegangan puntir disebabkan oleh momen puntir yang bekerja pada
penampang batang. Dalam menganalisa tegangan puntir, momen torsi yang
biasanya dinyatakan dalam vektor rotasi diubah menjadi vektor translasi
dengan menggunakan aturan tangan kanan. Lipatan jari tangan menunjukkan
arah vektor rotasi dan jari jempol menunjukkan vektor translasi (Saputra,
2017).
Seperti halnya gaya aksial, tegangan puntir muncul (momen puntir ada)
bila batang tersebut dipotong. Metode irisan tetap digunakan untuk
mendapatkan momen puntir dalam, sehingga tegangan puntir dapat dicari.
Momen puntir dalam ini yang akan mengimbangi momen puntir luas
sehingga bagian struktur tetap dalam kondisi seimbang (Saputra, 2017).

Gambar 2.3. Poros yang mengalami puntiran


Sumber: https://repository.its.ac.id/3116/1/2108100007-
Undergraduate_Theses.pdf

Untuk mencari hubungan antara momen puntir dalam dengan tegangan


pada penampang batang bulat, perlu dibuatkan asumsi sebagai berikut :

a. Potongan normal tetap di bidang datar sebelum maupun sesudah


puntiran.
b. Regangan geser berbanding lurus terhadap sumbu pusat.
c. Potongan normal tetap berbentuk bulat selama puntiran.
d. Batang dibebani momen puntir dalam bidang tegak lurus sumbu
batang.
e. Tegangan puntir tidak melebihi batas proporsional.
f. Tegangan geser berubah sebanding dengan regangan linear.

Berdasarkan asumsi yang diambil (butir 2 dan 6) maka tegangan geser


maksimum terletak pada keliling penampang sehingga dapat dicari hubungan
antara tegangan geser dengan jarak terhadap sumbu pusat. Gaya geser inilah
nantinya akan mengantisipasi momen torsi luar (Saputra, 2017).
2.4 Definisi Tegangan Geser

Tegangan geser merupakan tegangan yang bekerja sejajar atau


menyinggung permukaan. Perjanjian tanda untuk tegangan geser sebagai
berikut:

Tegangan geser yang bekerja pada permukaan positif suatu elemen


adalah positif apabila bekerja dalam arah positif dari salah satu sumbu-sumbu
positif dan negatif apabila bekerja dalam arah negatif dari sumbu-sumbu.
Tegangan geser yang bekerja pada permukaan negatif suatu elemen adalah
positif apabila bekerja dalam arah negatif sumbu dan negatif apabila bekerja
dalam arah positif (Aden, dkk, 2017).

Gambar 2.4. Tegangan Geser


Sumber : https://teknikmesinpedia.blogspot.com/2015/04/apa-itu-tegangan-
geser.html

Pada gambar diatas dua gaya F sama besar berlawanan arah, gaya F
bekerja merata pada penampang A, pada material timbul tegangan gesernya
sebesar

Keterangan : τ = tegangan geser (kg/cm2)

F = gaya yang terjadi (kg)

A = luas penampang (m2)


Tegangan geser terjadi karena adanya gaya radial F yang bekerja pada
penampang normal dengan jarak yang relatif kecil, maka pelengkungan benda
diabaikan.

Gambar 2.5. Tegangan Geser Pada Baut


Sumber:https://dhamarar.blogspot.com/2018/02/tegangan-normal-dan-
tegangan-geserpada.html

Akibat aksi gaya tarik P, batang dan pengapit akan menekan baut dengan
cara tumpu sehingga menimbulkan tegangan tumpu (bearing stress). Selain
itu batang dan pengapit cenderung menggeser baut dan memotong baut,
sehingga timbul tegangan geser (shear stress) pada baut (Aden, dkk, 2017).

2.5 Regangan Geser

Regangan geser merupakan regangan timbul akibat bekerjanya gaya


geser pada elemen batang. Fenomena regangan geser dapat dilihat pada
Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Regangan Geser


Sumber: http://staffnew.uny.ac.id/upload/132256207/pendidikan/modul-mekanika-
teknik-iii-bab-2email.pdf
Regangan geser = tan γ = γ, karena nilai γ yang sangat kecil maka
digunakan

∆L
γ=
L

2.6 Momen Inersia

Momen inersia adalah ukuran kelembaman suatu benda untuk berotasi


pada porosnya, momen inersia juga disebut sebagai besaran pada gerak rotasi
yang analog dengan massa pada gerak translasi.

Jika momen inersia besar maka benda akan sulit untuk melakukan
perputaran dari keadaan diam dan semakin sulit berhenti ketika dalam
keadaan berotasi, itu sebabnya momen inersia juga disebut sebagai momen
rotasi. Setiap benda tegar bergerak melingkar di masing-masing titik partikel
geraknya, hal ini merupakan acuan tertentu yang dapat ditentukan dengan
momen inersia (Chusni, dkk, 2018).

Besar momen inersia pada silinder pejal dapat dicari dengan persamaan
berikut:

I  kMR2

Keterangan:

 I adalah momen inersia (kg.m2)


 k merupakan konstanta dari bentuk benda
 m adalah massa benda (kg)
 R2 merupakan kuadrat dari jari-jari benda (m2)
Momen inersia pada suatu benda tegar dapat ditentukan massa dan
dimensi fisiknya, baik dengan cara matematis maupun eksperimen. Metode
eksperimen dapat dilakukan sebagai pembuktian sebuah konsep mengenai
momen inersia, besaran-besaran yang terukur dan yang mempengaruhi nilai
momen inersia (Chusni, dkk, 2018).
Momen inersia dipengaruhi oleh jarijari (jarak benda dari sumbu). Benda
yang berbentuk sama namun momen inersianya bisa saja berbeda karena
pengaruh jari-jari. Semakin besar jari-jari benda maka semakin besar momen
inersianya (Chusni, dkk, 2018).

2.7 Jenis – Jenis Proses Bending

2.7.1 Bending Ram


Biasanya digunakan untuk membuat lengkungan besar untuk
logam yang mudah bengkok. Dalam metode ini, plat ditekan pada 2
poin eksternal dan ram mendorong pada besi pada poros tengah
untuk menekuknya. Cara ini cenderung membentuk menjadi bentuk
oval baik di bagian dalam dan luar lengkungan (Romadhan, 2021).

Gambar 2.7. Ram Bending


Sumber: www.en.cansamakina.com/pipe-bending-information/

2.7.2 Bending Rotary Draw


Digunakan untuk membengkokan besi sebagai pegangan tangan,
yang lebih keras. Bending rotary draw menggunakan 2 cetakan,
yaitu cetakan bending stasioner dan cetakan bending dengan
diameter tetap untuk membentuk lengkungan.
Cara ini digunakan apabila plat yang akan ditekuk perlu
memiliki hasil akhir yang baik dengan diameter konstan di seluruh
panjang.

Gambar 2.8. Rotary Draw Bending


Sumber: www.en.cansamakina.com/pipe-bending-information/

2.7.3 Bending Mandrel


Selain cetakan yang digunakan dalam rotary draw bending,
yakni dengan cara menggunakan support fleksibel yang ikut
bengkok dengan logam untuk memastikan interior logam tidak
cacat.

Gambar 2.9. Bending Mandrel


Sumber: https://www.thefabricator.com/thefabricator/article/bending/steps- to-
troubleshooting-draw-bending-of-tube

2.7.4 Bending Induksi Panas


Proses ini mengunakan panas dari kumparan listrik untuk
memanaskan area yang akan dibengkokan, dan kemudian logam
dibengkokan dengan cetakan mirip dengan yang digunakan rotary
draw. Logam segera didinginkan dengan air setelah
pembengkokan.

Cara ini menghasilkan lengkungan yang lebih kuat daripada rotary


draw.

Gambar 2.10. Bending Induksi Panas


Sumber: http://m.inductionbender.com/Pipe-Cutting-Machine-Page-1.html

2.7.5 Bending Roll


Digunakan ketika diperlukan lengkungan yang besar pada logam.
Proses bending ini biasanya digunakan untuk pekerjaan konstruksi.
Bending roll menggunakan 3 roller yang disusun membentuk segi tiga
pada satu poros untuk mendorong dan membengkokkan logam
(Romadhan, 2021).

Gambar 2.11. Roll Bending


Sumber : www.en.cansamakina.com/pipe-bending-
information/
2.7.6 Bending Panas
Sistem ini banyak digunakan dalam proses perbaikan, yaitu dengan
cara logam dipanaskan didaerah penekukan sehingga menjadi lebih
lunak. Adapun proses bending yang bekerja pada rancang bangun alat
ini, yakni mengadopsi teknik atau proses bending rotary. Berbagai
proses tersebut tentunya memerlukan mesin bending sebagai alat bantu
dalam proses pembendingan supaya sistem yang bekerja menghasilkan
hasil yang baik (Romadhan, 2021).
2.8 Momen Lentur

Suatu komponen struktur harus mampu memikul beban aksial


(tarik/tekan) serta momen lentur. Apabila besarnya gaya aksial yang bekerja
cukup kecil dibandingkan momen lentur yang bekerja, maka efek dari gaya
aksial tersebut dapat diabaikan dan komponen struktur tersebut dapat didesain
sebagai komponen balok lentur. Namun apabila komponen struktur memikul
gaya aksial dan momen lentur yang tidak dapat diabaikan salah satunya, maka
komponen struktur tersebut dinamakan balok-kolom (beam-column) (Aden,
dkk, 2017).

Apabila sebuah balok dibebani oleh beberapa buah gaya atau kopel maka
akan tercipta sejumlah tegangan dan regangan internal. Untuk menentukan
berbagai tegangan dan regangan tersebut, harus dicari terlebih dahulu gaya
internal (internal forces) dan kopel internal yang bekerja pada penampang
balok. Gaya internal yang bekerja pada penampang-penampang balok
diantaranya gaya geser V dan momen lentur M (Aden, dkk, 2017).

Momen lentur adalah jumlah aljabar dari semua komponen momen gaya
luar yang bekerja pada segmen yang terisolasi, dinotasikan dengan M. Besar
M dapat ditentukan dengan persamaan keseimbangan statis.

ΣM = 0

ΣMo = M - R1x + P1 (x-a) + P2 (x-b) = 0

atau M = R1x – P1(x-a) – P2(x-b)


2.9 Sifat – Sifat Material Bahan

2.9.1 Sifat Mekanik

Sifat mekanik material, merupakan salah satu faktor terpenting


yang mendasari pemilihan bahan dalam suatu perancangan. Sifat
mekanik dapat diartikan sebagai respon atau perilaku material
terhadap pembebanan yang diberikan, dapat berupa gaya, torsi atau
gabungan keduanya. Dalam prakteknya pembebanan pada material
terbagi dua yaitu beban statik dan beban dinamik. Perbedaan antara
keduanya hanya pada fungsi waktu dimana beban statik tidak
dipengaruhi oleh fungsi waktu sedangkan beban dinamik dipengaruhi
oleh fungsi waktu (Ariansyah, 2020).

Untuk mendapatkan sifat mekanik material, biasanya dilakukan


pengujian mekanik. Pengujian mekanik pada dasarnya bersifat
merusak (destructive test), dari pengujian tersebut akan dihasilkan
kurva atau data yang mencirikan keadaan dari material tersebut
(Ariansyah, 2020).

Sifat-sifat mekanik material yang perlu diperhatikan:

 Tegangan yaitu gaya diserap oleh material selama


berdeformasi persatuan luas. Regangan yaitu besar deformasi
persatuan luas.
 Modulus elastisitas yang menunjukkan ukuran kekuatan
material.
 Kekuatan yaitu besarnya tegangan untuk mendeformasi
material atau kemampuan material untuk menahan deformasi.
 Kekuatan luluh yaitu besarnya tegangan yang dibutuhkan
untuk mendeformasi plastis.
 Kekuatan tarik adalah kekuatan maksimum yang berdasarkan
pada ukuran mula.
 Keuletan yaitu besar deformasi plastis sampai terjadi patah.
 Ketangguhan yaitu besar energi yang diperlukan sampai terjadi
perpatahan.
 Kekerasan yaitu kemampuan material menahan deformasi
plastis.
2.9.2 Sifat Fisik
Sifat penting yang kedua dalam pemilihan material adalah sifat
fisik. Sifat fisik adalah kelakuan atau sifat-sifat material yang bukan
disebabkan oleh pembebanan seperti pengaruh pemanasan,
pendinginan dan pengaruh arus listrik yang lebih mengarah pada
struktur material. Sifat fisik material antara lain : temperatur cair,
konduktivitas panas dan panas spesifik. Struktur material sangat erat
hubungannya dengan sifat mekanik. Sifat mekanik dapat diatur
dengan serangkaian proses perlakukan fisik. Dengan adanya perlakuan
fisik akan membawa penyempurnaan dan pengembangan material
bahkan penemuan material baru (Ariansyah, 2020).

2.9.3 Sifat Teknologi

Selanjutnya sifat yang sangat berperan dalam pemilihan material


adalah sifat teknologi yaitu kemampuan material untuk dibentuk atau
diproses. Produk dengan kekuatan tinggi dapat dibuat dibuat dengan
proses pembentukan, misalnya dengan pengerolan atau penempaan.
Produk dengan bentuk yang rumit dapat dibuat dengan proses
pengecoran. Sifat-sifat teknologi diantaranya sifat mampu las, sifat
mampu cor, sifat mampu mesin dan sifat mampu bentuk. Sifat
material terdiri dari sifat mekanik yang merupakan sifat material
terhadap pengaruh yang berasal dari luar serta sifat-sifat fisik yang
ditentukan oleh komposisi yang dikandung oleh material itu sendiri
(Ariansyah, 2020).

2.10 Gaya Geser

Gaya geser (Shearing Force) pada suatu bagian balok adalah jumlah
aljabar dari semua gaya luar tegak lurus terhadap balok di salah satu sisi
bagian tersebut. Momen pembengkok (Bending moment) pada suatu bagian
balok adalah jumlah aljabar dari semua momen gaya di salah satu sisi
bagian tersebut. Gaya geser adalah gaya yang cenderung menggeser atau
memotong suatu material. Penerapan gaya geser menghasilkan tegangan
geser. Contoh gaya geser dapat dijumpai pada alat potong logam lembaran
dan paku rivet yang mengikat dua pelat (Adib Hasan, 2015).

2.11 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Proses Bending

1. Ukuran Material
Material dengan ukuran besar apabila ditekuk dengan radius yang
kecil akan dengan mudah mengalami potongan yang tidak presisi
dibandingkan material dengan ukuran yang kecil dan radius bending
yang besar.
2. Ketebalan Plat
Ketebalan plat dapat mempengaruhi radius bending yang dapat
dibentuk dan kapasitas material untuk dapat mengalami peregangan
tanpa terjadi pemotongan yang tidak presisi.
3. Peralatan Pendukung
Peralatan yang dapat digunakan seperti cetakan, mandrel, dan clamp.
4. Metode Bending
Metode yang tepat dalam proses bending akan berpengaruh pada
kualitas produk dihasilkan.
5. Pelumasan
Pelumasan dibutuhkan untuk mengurangi efek gesekan dan
dapat meningkatkan efisiensi proses pembentukannya.

2.12 Macam – Macam Mesin Bending

2.12.1 Mesin Bending Hidrolik

Mesin ini menggunakan sistem hidrolik sebagai sumber


tenaga penekuknya. Mesin ini membutuhkan tenaga listrik yang
lebih efisien untuk menggerakan pompa hidroliknya, Fluida yang
digunakan berupa oli hidrolik yang secara berkala harus diganti.
Kelebihan mesin ini adalah mampu menekuk logam yang
berdiameter lebih besar dan akurasinya terkontrol (Saputro, 2016).

Gambar 2.12. Mesin Bending Hidrolik


Sumber:http://indonesian.qianglimachine.com/sale-10430679-2000mm-
length-hydraulic-metal-press-machine-40-tons-aluminum-bending-
machine.html

2.12.3 Mesin Bending Mekanikal

Mesin ini menggunakan tenaga motor listrik yang dibantu


dengan gear box yang berfungsi sebagai pengumpul tenaga.
Kelebihan dari mesin ini adalah berkecepatan tinggi dan
tenaganya besar (Saputro, 2016).
Gambar 2.13. Mesin Bending Mekanikal
Sumber:http://fujita1natsu.blogspot.com/2019/01/mesin-bending-plat-mekanikal.html

2.12.3 Mesin Bending Manual

Mesin ini menggunakan tenaga manusia yang dibantu dengan


bandul pemberat sehingga tidak menggunakan daya listrik
sedikitpun, murni menggunakan tenaga manusia. Kelebihan mesin
ini adalah murah dan hemat biaya opersionalnya sedangkan
kelemahannya hanya cocok untuk logam dengan diameter kecil
(Saputro, 2016).

Gambar 2.14. Mesin Bending Manual


Sumber :
https://www.bukalapak.com/p/industrial/mesin/mesin-
lainnya/5p3m3e-jual-mesin-bending-plat-tekuk-plat-manual
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN
BAB IV

ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN

.1 Hasil Pengamatan

Percobaan: 1 Posisi sudut: 0º Material: Kuningan


Beban F (N) 10 12 14 16
Deformasi W 1,31 1,56 1,86 2,08
(1/100 mm)
Sisa Deformasi 0,05 0,02 0,01 0,05
∆W (1/100 mm)
Batas hasil: 0,13

Percobaan: 2 Posisi sudut:90º Material: Kuningan


Beban F (N) 10 12 14 16
Deformasi W 2,01 2,40 2,79 3,19
(1/100 mm)
Sisa Deformasi 0,02 0,01 0,04 0,05
∆W (1/100 mm)
Batas hasil: 0,12

Percobaan: 3 Posisi sudut: 0º Material: Aluminium


Beban F (N) 10 12 14 16
Deformasi W 2,09 2,49 2,94 3,33
(1/100 mm)
Sisa Deformasi 0,03 0,01 0,05 0,04
∆W (1/100 mm)
Batas hasil: 0,13

Percobaan: 4 Posisi sudut:90º Material: Aluminium


Beban F (N) 10 12 14 16
Deformasi W 1,61 3,09 3,67 4,18
(1/100 mm)
Sisa Deformasi 0,03 0,06 0,08 0,01
∆W (1/100 mm)
Batas hasil: 0,18

4.2 Perhitungan

4.2.1 Menghitung Momen Lentur dan Torsi

Mb = F r Cos ⱷ , Mt = F r Sin ⱷ
Dimana d = 21 cm = 0,21 m
r = 10,5 cm = 0,105 m
 Untuk Material di Posisi Sudut 0º
1. Beban 10 N
Mb = 10 . 0,105 Cos 0º, Mt = 10 . 0,105 Sin 0º
= 1,05 Nm = 0 Nm
2. Beban 12 N
Mb = 12 . 0,105 Cos 0º, Mt = 12 . 0,105 Sin 0º
= 1,26 Nm = 0 Nm
3. Beban 14 N
Mb = 14 . 0,105 Cos 0º, Mt = 14 . 0,105 Sin 0º
= 1,47 Nm = 0 Nm
4. Beban 16 N
Mb = 16 . 0,105 Cos 0º, Mt = 16 . 0,105 Sin 0º
= 1,68 Nm = 0 Nm
 Untuk Material di Posisi Sudut 90º
1. Beban 10 N
Mb = 10 . 0,105 Cos 90º, Mt = 10 . 0,105 Sin 90º
= 0 Nm = 1,05 Nm
2. Beban 12 N
Mb = 12 . 0,105 Cos 90º, Mt = 12 . 0,105 Sin 90º
= 0 Nm = 1,26 Nm
3. Beban 14 N
Mb = 14 . 0,105 Cos 90º, Mt = 14 . 0,105 Sin 90º
= 0 Nm = 1,47 Nm
4. Beban 16 N
Mb = 16 . 0,105 Cos 90º, Mt = 16 . 0,105 Sin 90º
= 0 Nm = 1,68 Nm

4.2.2 Momen Geometris Inersia untuk Lintang melingkar

d4 π d4π
Ib = , It =
64 32

Dimana d = 21 cm = 0,21 m

lb = 0,214π / 64 = 9,5 x 10-5 kg m2

lt = 0,214π / 32 = 1,9 x 10-4 kg m2

4.2.3 Menghitung Tegangan Lentur Maksimal

σv = Mb x d / lb x 2

Dimana Mb = 1,05Nm 1,26Nm 1,47Nm 1,68Nm


d = 21 cm = 0,21 m
lb = 9,5 x 10-5 kg m2

1. σv = 1,05 x 0,21 / (9,5 x 10-5) x 2


= 1160,5 Pa
2. σv = 1,26 x 0,21 / (9,5 x 10-5) x 2
= 1392,6 Pa
3. σv = 1,47x 0,21 / (9,5 x 10-5) x 2
= 1624,7Pa
4. σv = 1,68 x 0,21 / (9,5 x 10-5) x 2
= 1856,8 Pa
4.2.4 Menghitung Tegangan Geser Maksimal Akibat Torsi

Mt d
τ = It 2

Dimana d = 21 cm = 0,21 m

lt = 0,214π / 32 = 1,9 x 10-4 kg m2


Mt untuk material di posisi sudut 0º

 Mt1 = 0 (pada beban 10N)


 Mt2 = 0 (pada beban 12N)
 Mt3 = 0 (pada beban 14N)
 Mt4 = 0 (pada beban 16N)
Mt untuk material di posisi sudut 90º

 Mt1 = 1,05 Nm (pada beban 10N)


 Mt2 = 1,26 Nm (pada beban 12N)
 Mt3 = 1,47 Nm (pada beban 14N)
 Mt4 = 1,68 Nm (pada beban 16N)

1. Tegangan Geser Maksimal Akibat Torsi di posisi sudut 0º


Mt d
τ=
It 2
τ=0
2. Regangan Geser Maksimal Akibat Torsi di posisi sudut 90º
Mt d
 τ 1=
It 2
1,05 0,21
τ 1=
0,00019 2
τ 1 = 580,26Pa
Mt d
 τ 2=
It 2
1,26 0,21
τ 2=
0,00019 2
τ 2= 696,32Pa
Mt d
 τ 3=
It 2
1,47 0,21
τ 3=
0,00019 2
τ 3 = 812,37Pa
Mt d
 τ 4=
It 2
1,68 0,21
τ 4=
0,00019 2
τ 4= 928,42Pa

4.2.5 Rasio Momen Lentur terhadap Torsi

Dimana d = 21 cm = 0,21 m

r = 10,5 cm = 0,105 m

F1 = 10 N

F2 = 12 N

F3 = 14 N

F4 = 16 N

lb = 9,5 x 10-5 kg m2

F 1r d
 σv1 = 2 Ib
10 x 0,105 x 0,21
σv1 =
2 x 9,5 x 10−5
σv1 = 1160,5Pa
F 2rd
 σv2 =
2 Ib
12 x 0,105 x 0,21
σv2 =
2 x 9,5 x 10−5
σv2 = 1392,6Pa
F 3r d
 σv3 =
2 Ib
14 x 0,105 x 0,21
σv3 =
2 x 9,5 x 10−5
σv3 = 1624,7Pa
F4rd
 σv4 =
2 Ib
16 x 0,105 x 0,21
σv4 =
2 x 9,5 x 10−5
σv4 = 1856,8Pa

4.2.6 Menghitung Tegangan Lentur Maksimum pada Serat Tepi

σv = 2 τmax = √ σ 2x + 4 τ 2

Dimana σx1 = 1160,5 Pa

σx2 = 1392,6 Pa

σx3 = 1624,7 Pa

σx4 = 1856,8 Pa

τ1 = 580,3 Nm

τ2 = 696,3 Nm

τ3 = 812,4 Nm

τ4 = 928,4 Nm

2 2
 σv1 = 2 τmax = √ σ x1 + 4 τ 1

σv1 = 2 τmax = √ 1160,52❑+ 4 x 580,32


σv1 = 2 τmax = 1641,3 Pa
2 2
 σv2 = 2 τmax = √ σ x2 + 4 τ 2

σv2 = 2 τmax = √ 1392,62❑ +4 x 696,32


σv2 = 2 τmax = 1969,4 Pa
2 2
 σv3 = 2 τmax = √ σ x3 + 4 τ 3

σv3 = 2 τmax = √ 1624,72❑ +4 x 812,4 2


σv3 = 2 τmax = 2297,7 Pa
2 2
 σv4 = 2 τmax = √ σ x 4 +4 τ 4

σv4 = 2 τmax = √ 1856,82❑ +4 x 928,42


σv4 = 2 τmax = 2625,9 Pa

4.3 Grafik

4.3.1 Grafik Posisi Sudut 0º

Kuningan Vs Alumunium
3.5

3.33
3
2.94
2.5
2.49
2
W (mm)

2.09 2.08 Kuningan


1.86 Alumunium
1.5
1.56
1.31
1

0.5

0
10 12 14 16
Beban (N)

4.3.2 Grafik Posisi Sudut 90º

Kuningan Vs Aluminium
4.5

4 4.18
3.5 3.67
3 3.19
3.09
2.5 2.79
W (mm)

Kuningan
2.4 Alumunium
2
2.01
1.5
1.61
1

0.5

0
10 12 14 16
Beban (N)

BAB V

PEMBAHASAN

.1 Pembahasan Umum
Proses pembentukan logam (metal forming) pada industri permesinan
dan bengkel las berkembang sangat pesat khususnya pada proses bending.
Proses bending merupakan pembentukan logam yang umumnya
menggunakan lembaran pelat atau batang baik dari bahan logam ferro
maupun logam non ferro dengan cara ditekuk, dimana pada proses
bending ini terjadi pemuluran atau peregangan pada sumbu bidang netral
sepanjang daerah bendingan dan menghasilkan garis bending yang lurus.
Fenomena perkembangan pembentukan logam melalui proses bending
ini terjadi pada industri pabrikasi permesinan dan bengkel las pada daerah
perkotaan sampai pelosok desa baik yang berskala kecil maupun berskala
besar. Hal tersebut dipicu oleh semakin banyaknya penggunaan berbagai
macam teknologi mekanisasi terutama dalam bidang ketahanan dan
keamanan pangan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari seperti
teknologi proses pasca panen dan teknologi-teknologi mekanisasi pertanian
lainnya.
Jenis pekerjaan bending pelat yang banyak ditemui untuk pembuatan
maupun perbaikan pada bengkel pabrikasi permesinan dan las antara lain
komponen panel elektronik, panel kendaraan mobil, tool box, pembakaran
ikan, alat dan mesin pertanian dan sebagainya. Namun masih banyak
bengkel-bengkel yang berskala kecil menekuk pelat dengan cara manual,
yaitu menggunakan palu dan landasan besi sebagai alas sehingga waktu
yang digunakan tidak efisien dan produk yang dihasilkan pun kurang
terjamin kualitasnya. Peralatan yang dimiliki sebuah industri biasanya
mesin berkapasitas besar yang mana ongkos operasionalnya pun akan
besar, sedangkan untuk memproduksi benda yang berukuran kecil tidak
harus menggunakan mesin berkapasitas besar.
Press tool adalah salah satu jenis alat bantu untuk membentuk (forming),
memotong (cutting) dan menekuk (bending) benda kerja dari bahan dasar
lembaran pelat logam melalui pembentuk punch dan die yang operasinya
menggunakan mesin press Pada proses bending pelat terdapat tiga tipe die
pembentuk yaitu tipe air bending, wipe die bending dan V-die bending.
Dari ketiga tipe tersebut air bending merupakan tipe yang paling umum
digunakan untuk menekuk lembaran pelat dari logam karena
fleksibilitasnya. Seperti proses bending pada tipe lainnya, penekukan
material pelat dengan menggunakan die-V tipe air bending ini juga
dilakukan melalui tekanan punch yang diarahkan ke lembaran pelat logam
yang terpasang pada die tersebut. Berikut gambar yang menunjukkan
proses bending dengan menggunakan die –V tipe air bending:

Gambar 5.1 Illustrasi Die-V Air Bending

Sumber:file:///C:/Users/ASUS/AppData/Local/Temp/1396-Article%20Text-3898-1-10-
20200421.pdf

Proses pembentukan logam melalui metode air bending dapat


menghasilkan sudut bending yang berbeda dari satu pasangan punch dan
die pada langkah penekanan yang sama maupun berbeda, dimana sudut
bending yang terbentuk oleh tekanan beban yang diberikan (before
unloading) dapat berubah menjadi lebih besar setelah tekanan beban
dihilangkan (after unloading), fenomena ini yang biasa disebut
springback.

Ada beberapa parameter yang menentukan besarnya nilai springback


pada proses bending yaitu tebal pelat, radius punch, sudut punch, sudut
die, radius die, dan clearance punch dan die, kekuatan tarik, modulus
elastisitas, kekerasan bahan, lebar bukaan V die dan langkah punch.
Sehingga desain yang baik terhadap geometri punch dan die pada
pembuatan press tool untuk air bending sangat penting untuk diperhatikan.

.2 Pembahasan Khusus
Pada praktikum Verification of stress hypothesis ini kita melakukan
pengambilan data sebanyak empat kali untuk mengetahui deformasi yang
muncul pada material dengan beban dan sudut yang berbeda. Material yang
digunakan ada dua, yaitu material Aluminium dan Kuningan. Pada kedua
material ini, dilakukan dua percobaan, yaitu pada posisi sudut 0° dan 90°.
Percobaan ini menggunakan beban sebesar 10N, 12N, 14N, dan 16N.
Dalam perhitungan data secara teori kita mencari hubungan beban F
dengan momen lentur dan torsi, menghitung tegangan lentur maksimal pada
serat tepi, menghitung tegangan lentur maksimal, tegangan geser maksimal
akibat torsi, momen geometris inersia untuk lintang melingkar, dan rasio
momen lentur terhadap torsi. Pada perhitungan momen lentur dan torsi,
didapatkan hasil pada material (Aluminium dan Kuningan) di kedua sudut
tersebut. Untuk material di posisi sudut 0° hasil Mb atau momen lentur pada
urutan beban secara berturut-turut adalah 1,05 Nm, 1,26 Nm, 1.47 Nm, dan
1.68 Nm. Sedangkan untuk hasil Mt atau torsinya pada urutan beban diperoleh
hasil masing-masing 0 Nm, hal ini dapat terjadi karena data yang dikalikan
dengan Sin 0°. Untuk material di posisi sudut 90°. Untuk hasil Mt atau
torsinya pada urutan beban secara berturut-turut adalah 1,05 Nm, 1,26 Nm,
1.47 Nm, dan 1.68 Nm. Sedangkan untuk hasil Mb atau torsinya pada urutan
beban diperoleh hasil masing-masing 0 Nm, hal ini dapat terjadi karena data
yang dikalikan dengan Cos 0°. Dimana lb dari Momen Geometris Inerisa
untuk Lintang lb ¿ 0,214 π /64=9,5 x 1 0−5 kg . m2 dan lb ¿ 0,214 π /32
¿ 1,9 x 1 0−4 kg .m2. Pada perhitungan tegangan lentur maksimal terlebih dulu
kita menghitung atau mencari momen geometris inersia untuk lintang
melingkar sehingga hasil bisa didapatkan. Hasil pada tegangan lentur
maksimal pada urutan beban (σt) adalah 1160,5 Pa, 1392,6 Pa, 1624,7 Pa, dan
1856,8 Pa. Adapun tegangan geser maksimal akibat torsi di posisi sudut 90 o
didapatkan hasil berturut-turut adalah 580,26Pa, 696,32Pa, 812,37Pa, dan
928,42Pa. Sedangkan tegangan geser maksimal akibat torsi di posisi sudut 0 o,
tegangan geser yang dihasilkan juga masing-masing 0. Menghitung rasio
momen lentur terhadap torsi, yang didapatkan hasilnya berturut-turut adalah
1160,5 Pa, 1392,6 Pa, 1624,7 Pa, dan 1856,8 Pa. Dan yang terakhir adalah
pada perhitungan tegangan lentur maksimum pada serat tepi kita berpatokan
pada hasil tegangan lentur maksimum dimana hasil tegangan lentur
maksimum pada serat tepi yang didapatkan, σv1 adalah 1641,3 Pa, σv2 adalah
1969,4 Pa, σv3 adalah 2297,7 Pa dan σv4 adalah 2625,9 Pa.
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan
1. Puntir adalah suatu pemuntiran sebuah batang yang diakibatkan oleh
kopel-kopel yang menghasilkan perputaran terhadap sumbu
longitudinalnya. Uji puntir (torsion test) adalah salah satu pengujian
merusak yang mengakibatkan suatu material mengalami patahan. Uji
puntir pada suatu spesimen dilakukan untuk menentukan keplastisan suatu
material. Sedangkan bending merupakan pengerjaan dengan cara
memberi tekanan pada bagian tertentu sehingga terjadi deformasi plastis
pada bagian yang diberi tekanan. Proses bending merupakan proses
penekukan atau pembengkokan menggunakan alat bending manual
maupun menggunakan mesin bending. Bending menyebabkan logam pada
sisi luar sumbu netral mengalami tarikan, sedangkan pada sisi lainnya
mengalami tekanan.
2. Momen lentur adalah jumlah aljabar dari semua komponen momen gaya
luar yang bekerja pada segmen yang terisolasi, dinotasikan dengan M.
Besar M dapat ditentukan dengan persamaan keseimbangan statis.
Sedangkan momen puntir adalah penyebab perubahan gerakan putar yang
mempercepat atau memperlambat gerak suatu benda. Momen puntir dapat
terjadi ketika benda uji mendapat beban puntiran. Beban merupakan
beban yang menyebabkan terjadinya momen kopel yang menghasilkan
perputaran terhadap sumbu longitudinalnya.
3. Tegangan geser adalah tegangan tangensial atau yang bekerja sejajar
dengan permukaan bidang. Tegangan geser adalah intesitas gaya yang
bekerja sejajar dengan bidang dari luas permukaan, dilambangkan dengan
. Regangan adalah perubahan ukuran dari panjang awal sebagai hasil dari
gaya yang menarik atau menekan pada material. Apabila suatu spesimen
struktur material diikat pada jepitan mesin penguji dan beban serta
pertambahan panjang spesimen diamati serempak, maka dapat
digambarkan pengamatan pada grafik dimana ordinat menyatakan beban
dan absis menyatakan pertambahan panjang.
4. Membandingkan kekuatan kuningan dan tembaga telah dilakukan dalam
pecobaan ini. Membadingkan kedua material ini dilakukan dengan
pengujian bending dan puntiran. Dapat dilihat pada grafik sebelumnya
disaat pengujian bending nilai deformasi dari kuningan lebih besar
dibandingkan nilai deformasi yang dihasilkan dari tembaga. Begitupun
pada percobaan puntiran, nilai deformasi yang dihasilkan dari kuningan
lebih besar dari nilai deformasi yang dihasilkan tembaga. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa material tembaga lebih kuat menahan terjadinya
deformasi dibanding material kuningan.

6.2 Saran dan Kesan


6.2.1 Saran
1. Laboratorium
 Menambahkan pendingin ruangan.
 Menjaga kebersihan lab.
 Memperbaiki alat pada lab.
2. Asisten
 Tetap baik kepada praktikan.
 Tetap disiplin terhadap praktikan.
 Pertahankan keramahan pada praktikan.
6.2.2 Kesan
Pada praktikum kali ini sangat berkesan terkhususnya pada
percobaan verification of stress hypothesis. Pada percobaan ini kak Alif
Muhammad, sebelum masuk pada pengambilan data kak Alif sudah
menjelaskan tentang uji lab ini, mulai dari cara pengambilan data, alat
dan bahan, dan cara menghitung data. Pada saat asistensi juga kak Alif
sangat sabar menghadapi para praktikan, juga sabar menunggu
praktikan yang ingin asistensi.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Deformation of Curved Axiz Beams adalah suatu alat untuk menguji
kekuatan tekuk atau ketahanan beban yanhg dapat ditampung oleh balok
(beam) yang berbentuk melengkung ketika deformasi elastis terjadi. Alat ini
banyak digunakan untuk pengaplikasian pada benda-benda atau balok yang
berbentuk melengkung. Misalnya saja, pembuatan jembatan, penyangga pada
bangunan, pembuatan dan penyangga terowongan, pembuatan pipa gas, dan
sebagainya.
Deformation of Curved Axiz Beams tipe FL 170 memungkinkan
pengukuran penipisan balok dengan kelengkungan kecil, seperti balok
lingkaran, balok setengah lingkaran, dan balok seperempat lingkaran.
Deformasi tersebut dihitung dalam petunjuk yang menggunakan prinsip
kekuatan virtual. Namun, penggunaan dapat dilakukan dari semua metode
matematika lain untuk tujuan pengajaran.
Dimensi dari FL 170 membuatnya cocok untuk eksperimen peserta
pelatihan dan aplikasi demonstrasi. Fitur utama dari set adalah sebagai berikut:
1. Tiga bentuk balok (lingkaran, setengah lingkaran, seperempat lingkaran)
2. Tersedia dalam berbagai berat
3. Pengukuran dari deformasi transversal dan longitudinal oleh dial gauge
4. Balok – balok mempunyai sebuah persilangan dan sebuah momen
geometrik yang konstan dari inersia untuk memudahkan perhitungan dari
deformasi.
BAB II

TEORI DASAR UMUM

II.1 Deformation of Curved Axiz Beams

Deformation of Curved Axiz Beams adalah suatu alat untuk menguji


kekuatan tekuk atau ketahanan beban yang dapat ditampung oleh balok
(beam) yang berbentuk melengkung ketika deformasi elastis terjadi. Alat
ini banyak digunakan untuk pengaplikasian pada benda-benda atau balok
yang berbentuk melengkung. Misalnya saja, pembuatan jembatan,
penyangga pada bangunan, pembuatan dan penyangga terowongan,
pembuatan pipa gas dan banyak lagi.

Gambar 2.1: Circular beam, Semi-Circular Beam dan


Quadrant Beam

Sumber:https://www.gunt.de/en/products/engineering-mechanics-and-engineering-
design/strength-of-materials/elasticdeformationsdeformation-of-curved-
axis beams/021.17000/fl170/glct-1:pa-148:ca-10:pr-342

FL 170 mencakup tiga balok berbeda, yang ditopang pada penopang


yang statis: sebuah balok melingkar, setengah lingkaran dan balok
seperempat. Balok yang sedang diuji dimuat dengan beban. Dial Gauge
menampilkan nilai deformasi horizontal dan vertikal.

Mekanika bahan adalah cabang ilmu dari mekanika terapan yang


membahas perilaku benda padat yang mengalami berbagai pembebanan.
Adapun benda padat yang akan dianalisa pada buku ini adalah batang
(beam) yang mengalami beban aksial, poros (shaft) yang mengalami beban
torsi, balok (beam) yang mengalami beban lentur, dan kolon (column) yang
mengalami beban tekan. Tujuan utama dalam mekanika bahan adalah
menentukan tegangan (stress), regangan (strain), dan perubahan panjang
(displacement) pada struktur dan komponen - komponennya akibat beban
yang bekerja padanya. Apabila nilai besaran-besaran ini menyebabkan
kegagalan, maka kita mempunyai gambaran tentang perilaku mekanis pada
struktur tersebut. Pemahaman perilaku mekanis sangat penting untuk design
yang aman pada semua jenis struktur. Setiap material adalah elastis pada
keadaan alaminya. Karena itu jika gaya luar bekerja pada benda, maka
benda tersebut akan mengalami deformasi. Ketika benda tersebut
mengalami deformasi, molekulnya akan membentuk tahanan terhadap
deformasi. Tahanan ini per satuan luas dikenal dengan istilah tegangan.
Secara matematik tegangan bisa didefinisikan sebagai gaya per satuan luas

Tujuan utama mekanika bahan adalah untuk menentukan tegangan


(stress), regangan (strain) dan peralihan (displacement) pada struktur dan
komponen - komponennya akibat beban-beban yang bekerja padanya.
Apabila kita dapat memperoleh besaran - besaran ini untuk semua harga
beban hingga mencapai beban yang menyebabkan kegagalan, maka kita
akan dapat mempunyai gambaran lengkap mengenai perilaku mekanis pada
struktur tersebut. Pemahaman perilaku mekanis sangat penting untuk desain
yang aman bagi semua jenis struktur, baik itu berupa pesawat terbang dan
antena, gedung dan jembatan, mesin dan motor, maupun kapal laut dan
pesawat luar angkasa. ltulah sebabnya mekanika bahan adalah materi dasar
pada begitu banyak cabang ilmu teknik. Statika dan dinamika juga penting,
tetapi keduanya terutama membahas gaya dan gerak yang berkaitan dengan
partikel dan benda tegar. Dalam mekanika bahan kita melangkah lebih jauh
dengan mempelajari tegangan dan regangan di dalam benda nyata, yaitu
benda dengan dimensi terbatas yang berdeformasi akibat pembebanan.
Untuk menentukan tegangan dan regangan, kita menggunakan besaran-
besaran fisik material selain juga berbagai aturan dan konsep teoretis.
Analisis teoretis dan hasil eksperimen mempunyai peranan yang sama
pentingnya di dalam mekanika bahan. Seringkali kita menggunakan teori
untuk menurunkan rumus dan persamaan untuk memprediksi perilaku
mekanis, tetapi semua ini tidak dapat digunakan dalam desain praktis
kecuali apabila besaran fisik dari material diketahui. Besaran seperti ini
hanya dapat diperoleh dari basil eksperimen yang cermat di laboratorium.
Lebih jauh lagi, banyak masalah praktis yang tidak dapat diterangkan
dengan analisis teoretis saja, dan dalam kasus seperti ini pengujian fisik
merupakan keharusan. Riwayat perkembangan mekanika bahan merupakan
kombinasi yang menarik antara teori dan eksperimen, teori telah
menunjukkan jalan ke hasil eksperimen yang berguna, begitu pula
sebaliknya. Orang – orang terkenal seperti Leonardo da Vinci (1452 - 1519)
dan Galileo Galilei (1564 - 1642) telah melakukan eksperimen untuk
menentukan kekuatan kawat, batang, dan balok, meskipun mereka tidak
mengembangkan teori yang memadai (berdasarkan standar masa kini) untuk
menjelaskan hasil pengujian mereka. Sebaliknya, matematikawan temama
Leonhard Euler (1707 - 1783) mengembangkan teori matematis tentang
kolom (column) dan menghitung beban kritis sebuah kolom pada tahun
1744. jauh sebelum adanya bukti eksperimental untuk memperlihatkan
signifikan si hasilnya. Tanpa adanya pengujian yang memadai untuk
mendukung hasilnya, teori Euler sempat tidak digunakan selama lebih dari
100 tahun. sekalipun saat ini teori tersebut merupakan dasar untuk desain
dan analisis hampir semua kolom. Dalam mempelajari mekanika bahan,
pembaca akan mendapatkan bahwa usaha yang dibutuhkan terbagi atas dua
bagian. yaitu: pertama, memahami pengembangan logis konsep –
konsepnya, dan ke dua. menerapkan konsep – konsep tersebut ke dalam
situasi praktis. Bagian pertama tercapai dengan mempelajari penurunan
rumus, pembahasan dan contoh – contoh yang ada disetiap bab sedangkan
bagian kedua tercapai dengan memecahkan soal – soal di akhir setiap bab.
Beberapa soal menggunakan angka (numerik) dan lainnya menggunakan
simbol (aljabar). Keuntungan dari soal numerik adalah bahwa semua
besarannya terlihat jelas di setiap tahap perhitungan sehingga memberikan
kesempatan untuk menilai apakah harga numerik tersebut masuk akal atau
tidak. Keuntungan utama dari soal simbolik adalah bahwa hasilnya berupa
rumus yang serbaguna. Suatu rumus menunjukkan variabel – variabel yang
mempengaruhi hasil akhir, sebagai contoh, kadang – kadang suatu besaran
tidak muncul di dalam solusi, suatu fakta yang tidak terlihat jelas dalam
solusi numerik. Selain itu, solusi aljabar menunjuk kan bagaimana masing –
masing variabel mempengaruhi hasil, seperti ketika satu variabel muncul di
pembilang dan variabel lain muncul di penyebut. Lebih jauh lagi, solusi
simbolik memberikan kesempatan untuk mengecek dimensi pada setiap
tahap perhitungan. Akhirnya, alasan paling penting untuk memecahkan
secara aljabar adalah untuk mendapatkan rumus umum yang dapat
digunakan pada berbagai soal yang berbeda. Sebaliknya, solusi numerik
hanya berlaku pada satu set kondisi. Karena seorang insinyur harus terbiasa
dengan kedua jenis solusi tersebut, maka di dalam buku ini disajikan
perpaduan antara soal numerik dan soal simbolik. Soal-soal numerik
mengharuskan pembaca bekerja dengan satuan pengukuran yang khusus.
Agar sesuai dengan kondisi di dalam praktek, buku ini menggunakan Sistem
Internasional (SI) dan Sistem Umum Amerika Serikat (USCS). Pembahasan
mengenai kedua sistem ini diberikan dalam Lampiran A yang meliputi
banyak tabel yang berguna termasuk tabel faktor konversi.

II.2 Beam (balok) dan Gaya

Balok (beam) adalah suatu batang struktural yang didesain untuk


menahan gaya-gaya yang bekerja secara transversal terhadap sumbunya.
Apabila beban yang dialami pada balok bukan merupakan beban
transversal, beban itu akan menghasilkan torsi pada balok. Namun, torsi
biasanya sering diabaikan dalam merancang balok karena suatu balok lebih
mampu mempertahankan pergeseran dan pelenturan dibandingkan menahan
torsi. Balok biasanya berbentuk panjang, lurus seperti prismatik.
Perancangan suatu balok terdiri atas pemilihan bagian komponen yang akan
menahan pergeseran dan pelenturan yang dihasilkan oleh suatu
pembebanan. Perancangan suatu balok meliputi dua bagian yang berbeda,
bagian yang pertama merupakan perhitungan gaya geser (shear) dan momen
lentur (bending) yang dihasilkan oleh beban. Bagian kedua berhubungan
dengan pemilihan bagian komponen terbaik untuk menahan gaya geser dan
momen lentur yang telah dihitung pada bagian pertama.

Gaya (force) didefinisikan sebagai tarikan atau dorongan yang bekerja


pada sebuah benda yang dapat mengakibatkan perubahan gerak. Biasanya,
gaya mengakibatkan dua pengaruh, pertama menyebabkan sebuah benda
bergerak, dan kedua 104 menyebabkan terjadinya deformasi pada benda.
Pengaruh pertama disebut juga pengaruh luar (external effect) dan yang
kedua disebut pengaruh dalam (internal effect). Apabila beberapa gaya
bekerja pada sebuah benda, gayagaya tersebut dinyatakan sebagai sistem
gaya (force system). Jika sistem gaya yang bekerja pada sebuah benda tidak
mengakibatkan pengaruh luar, gaya dinyatakan setimbang (balance) dan
benda dikatakan berada dalam kesetimbangan (equilibrium).

II.3 Deformasi

Dalam ilmu material, deformasi adalah perubahan bentuk atau ukuran


dari sebuah obyek karena diterapkan gaya (energi deformasi dalam hal ini
ditransfer melalui kerja) atau perubahan suhu energi deformasi dalam hal ini
ditransfer melalui panas. Kasus pertama dapat mejadi akibat dari kekuatan
tarik, kekuatan tekan, geser, lipatan dan torsi. Deformasi seringdigambarkan
sebagai regangan. Ketika deformasi terjadi, gaya internal antar molekul
muncul melawan gaya yang diberikan. Jika gaya yang diberikan tidak
terlalu besar maka kekuatan ini mungkin cukup untuk melawan gaya yang
diberikan, yang memungkinkan objek untuk mecapai keadaan setimbang
baru dan kembali ke kondisi semula ketika beban akan dihapus. Jika gaya
lebih besar diberikan maka dapat menyebabkan deformasi permanen dari
obyek atau bahkan menyebabkan kegagalan struktual. Pencegahan paling
banyak digunakan/ cara yang sering digunakan untuk mengatasi deformasi
pada plat yaitu dengan cara fairing. Fairing adalah cara pemanfaatan panas
yang dibantu dengan alat tekan (buatan sendiri) untuk mengembalikan plat
pada keadaan semula. Proses kerja fairing menggunakan panas yang
disemprotkan kearah plat yang mengalami deformasi sehingga plat tersebut
dapat memuai dan dibantu dengan disiram air untuk membantu pendinginan
agar plat dapat kembali seperti keadaan semula. Fungsi dan tujuan
dilakukan fairing yaitu untuk mengembalikan plat kedalam bentuk semula
supaya tidak adanya proses berubahnya bentuk dan dimensi yang dapat
mengganggu proses joint erection. Deformasi terbagi atas 2 yaitu Deformasi
Elastis dan Deformasi Plastis
1. Deformasi Elastis
Deformasi elastis adalah deformasi atau perubahan bentuk yang
terjadi pada suatu benda saat gaya atau beban itu bekerja, dan perubahan
bentuk akan hilang ketika gaya atau bebannya ditiadakan. Artinya, bila
beban ditiadakan, maka benda akan kembali ke bentuk dan ukuran
semula.
2. Deformasi Plastis
Deformasi plastis adalah deformasi atau perubahan bentuk yang
terjadi pada benda secara permanen, walaupun beban yang bekerja
ditiadakan. Bila suatu benda kerja dikenai beban sampai pada daerah
plastis, maka perubahan bentuk yang terjadi adalah gabungan antara
deformasi elastis dan deformasi plastis. Penjumlahan dari kedua
deformasi ini merupakan deformasi total.

II.4 Defleksi

Defleksi/lendutan adalah perubahan bentuk pada balok dalam arah y


akibat adanya pembebanan vertikal yang diberikan pada batang material.
Deformasi pada balok dapat dijelaskan berdasarkan defleksi sesuai dengan
bahan material, dari posisinya sebelum mengalami pembebanan. Defleksi
diukur dari permukaan netral awal ke posisi netral setelah terjadi deformasi.
Konfigurasi yang diasumsikan dengan deformasi permukaan netral dikenal
sebagai kurva elastis dari balok. Jarak perpindahan y didefinisikan sebagai
defleksi balok. Dalam menerapkan konsep ini kadang kita harus
menentukan defleksi pada setiap nilai x disepanjang material. Hubungan ini
dapat ditulis dalam bentuk persamaan yang sering disebut persamaan
defleksi kurva (kurva elastis) dari material. Sistem struktur yang diletakkan
secara horizontal yang terutama di peruntukkan untuk memikul beban
lateral, yaitu beban yang bekerja pada posisi tegak lurus sumbu aksial
batang. Beban semacam ini khususnya muncul sebagai beban gravitasi,
seperti misalnya pada beban itu sendiri, dan lain-lain. Seperti pada
konstruksi balok dapat di kemukakan antara lain, balok lantai gedung,
jembatan, dan sebagainya. Sumbu sebuah batang akan terdeteksi dari
kedudukannya yang semula bila benda dibawah pengaruh gaya terpakai.
Suatu batang material akan mengalami beban transversal baik itu beban
terpusat maupun merata akan mengalami defleksi. Setiap pengujian harus
dilakukan ketelitian perhitungan untuk meminimalisir terjadinya kerusakan,
sehingga batang material tidak melentur dan untuk memperkecil atau
mencegah defleksi yang berlebihan. Struktur batang material juga harus
menghasilkan defleksi (lendutan) yang berada dalam batas-batas tertentu.
Lendutan ini tidak boleh terlalu besar sampai melebihi batas defleksi yang
diijinkan.

1. Defleksi Vertikal (Δw)


Perubahan bentuk suatu batang akibat pembebanan arah vertikal
(tarik, tekan) hingga membentuk sudut defleksi, dan posisi batang
vertikal, kemudian kembali ke posisi semula.
Gambar 2.2 Defleksi Vertikal
Sumber: http//:www.wikipedia.com/defleksi

2. Defleksi Horisontal (Δp)


Perubahan bentuk suatu batang akibat pembebanan arah vertikal
(bending) posisi batang horizontal, hingga membentuk sudut defleksi,
kemudian kembali ke posisi semula.

Gambar 2.3 Defleksi Horizontal


Sumber:http://iktutaryanto.blogspot.com/2010/05/kekuatan-bahan-untuk
defleksi dengan.html
Hal - hal yang mempengaruhi terjadinya defleksi yaitu:

1. Kekakuan batang Batang yang sifatnya semakin kaku maka lendutan


yang dihasilkan akan semakin kecil.
2. Besarnya kecil gaya yang diberikan Besar-kecilnya gaya yang
diberikan pada batang berbanding lurus dengan besarnya defleksi
yang terjadi. Dengan kata lain semakin besar beban yang dialami
batang maka defleksi yang terjadi semakin besar.
3. Jenis tumpuan yang diberikan Jumlah reaksi dan arah pada tiap jenis
tumpuan berbeda-beda. Oleh karena itu besarnya defleksi pada
penggunaan tumpuan yang berbeda-beda tidaklah sama. Semakin
banyak reaksi dari tumpuan yang melawan gaya dari beban maka
defleksi yang terjadi pada tumpuan rol lebih besar dari tumpuan pin
(pasak) dan defleksi yang terjadi pada tumpuan pin lebih besar dari
tumpuan jepit.
4. Jenis beban yang terjadi pada batang Beban terdistribusi merata
dengan beban titik, keduanya memiliki kurva defleksi yang berbeda-
beda. Pada beban terdistribusi yang terjadi pada bagian batang yang
paling dekat lebih besar. Ini karena sepanjang batang mengalami
beban sedangkan pada beban titik hanya terjadi pada beban titik
tertentu saja. Beban terdistribusi merata dengan beban titik, keduanya
memiliki kurva defleksi. Untuk setiap batang yang ditumpu akan
melendut apabila diberikan beban yang cukup besar, dimana pada
bagian-bagian tertentu seperti struktur jembatan, lendutan sangat tidak
diizinkan karena dengan adannya lendutan yang besar maka struktur
jembatan tersebut akan mengalami kerusakan dan akan
mengakibatkan jembatan tersebut menjadi roboh. Pada semua
konstruksi teknik, bagian-bagian pelengkap suatu bangunan haruslah
diberi ukuran-ukuran fisik yang tertentu. Bagian-bagian tersebut
haruslah diukur dengan tepat untuk menahan gaya - gaya yang
sesungguhnya atau yang mungkin akan dibebankan kepada struktur
jembatan tersebut. Jadi struktur jembatan haruslah diperlukan untuk
menahan gaya - gaya luar dan dalam. Demikian pula, bagian-bagian
suatu struktur material harus cukup kuat sehingga tidak akan melentur
melebihi batas yang diizinkan bila bekerja dibawah beban yang
diizinkan.

II.5 Tegangan (Stress)

Semua bahan berubah bentuk karena pengaruh gaya. Ada yang kembali
ke bentuk aslinya bila gaya dihilangkan, ada pula yang tetap berubah bentuk
sedikit atau banyak. Jadi, deformasi bahan ditentukan oleh gaya per satuan
luas dan bukan oleh gaya. Jika sebuah batang tegar yang dipengaruhi gaya
tarik F ke kanan dan gaya yang sama tetapi berlawanan arah ke kiri, maka
gaya-gaya ini akan didistribusi secara uniform ke luas penampang batang.
Perbandingan gaya F terhadap luas penampang A dinamakan tegangan tarik.
Karena perpotongan dapat dilakukan disembarang titik sepanjang batang
maka seluruh batang dalam keadaan mengalami tegangan (stress) ditulis
berikut:
F
Tegangan ( ) =
A
dimana,  = tegangan tarik, N / m 2 (=Pa)
F = gaya (N)
A = luas permukaan (m 2 ¿

II.6 Regangan (Strain)

Perubahan pada ukuran sebuah benda karena gaya - gaya atau kopel
dalam kesetimbangan dibandingkan dengan ukuran semula disebut
regangan. Regangan juga disebut derajat deformasi. Ada tiga macam
regangan, yakni (a) Regangan tarik, (b) Regangan kompresi, dan (c)
Regangan geser Regangan tarik pada batang didefinisikan sebagai
perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang semula, yang
harganya lebih besar dari 0. Regangan tekan suatu batang yang ditekan
didefinisikan dengan cara yang sama sebagai pembanding antara
berkurangnya panjang batang dengan panjang semula, yang harganya lebih

Δl
kecil dari 0. Jadi perubahan pembanding pada panjang batang dinamakan
l
regangan atau disebut regangan longitudinal seperti ditulis berikut:

l−l 0 ∆ l
Regangan, (ε ¿= =
l0 l0

dimana:  = regangan atau bilangan murni

l = panjang batang (m)

l 0= panjang semula (m)

∆ l = perubahan panjang (m).


Gambar 2.4: Grafik Tegangan Regangan
Sumber: https://dutafisika.wordpress.com/2018/12/23/tegangan-regangan-dan modulus
elastisitas/amp/

Dengan meningkatnya tegangan hingga melewati limit proporsional,


maka regangan mulai meningkat secara lebih cepat lagi untuk setiap
pertambahan tegangan. Dengan demikian, kurva tegangan-regangan
mempunyai kemiringan yang berangsur - angsur semakin kecil, sampai pada
titik B kurva tersebut menjadi horizontal (lihat Gambar 2.4). Mulai dari titik
ini, terjadi perpanjangan yang cukup besar pada benda uji tanpa adanya
pertambahan gaya tarik (dari B ke C. Fenomena ini disebut luluh dari bahan,
dan titik B disebut titik luluh. Tegangan yang berkaitan dengan ini disebut
tegangan luluh dari baja. Di daerah antara B dan C, bahan ini menjadi
plastis a, yang berarti bahwa bahan ini berdeformasi tanpa adanya
pertambahan beban. Perpanjangan benda uji baja lunak pada daerah plastis
sempuma pada umumnya 10 sampai 15 kali perpanjangan yang terjadi di
daerah linier (antara awalnya pembebanan dan limit proporsional).

Adanya regangan yang sangat besar di daerah plastis (dan setelah itu)
adalah alasan mengapa diagram tersebut diplot tidak berskala. Sesudah
mengalami regangan besar yang terjadi selama peluluhan di daerah BC,
bagian a mulai mengalami pengerasan regang (strain hardening). Selama
itu, bahan mengalami perubahan dalam struktur kristalin, yang
menghasilkan peningkatan resistensi bahan tersebut terhadap deformasi
lebih lanjut. Perpanjangan benda uji di daerah ini membutuhkan
peningkatan beban tarik, sehingga diagram teganganregangan mempunyai
kemiringan positif dari C ke D. Beban tersebut pada akhimya mencapai
harga maksimumnya, dan tegangan pada saat itu (di titik D) disebut
tegangan ultimate. Penarikan batang lebih lanjut pada kenyataannya akan
disertai dengan pengurangan beban dan akhimya terjadi putus/patah di suatu
titik seperti titik E pada Gambar 2.4.

Tegangan luluh dan tegangan ultimate dari suatu bahan disebut juga
masing-masing kekuatan luluh dan kekuatan ultimat adalah sebutan umum
yang merujuk pada kapasitas suatu struktur untuk menahan beban. Sebagai
contoh, kekuatan luluh dari suatu balok adalah besarnya beban yang
dibutuhkan untuk terjadinya luluh di balok tersebut, dan kekuatan ultimate
dari suatu rangka batang adalah beban maksimum yang dapat dipikulnya,
yaitu beban gagal. Tetapi, dalam melakukan uji tarik untuk suatu bahan, kita
definisikan kapasitas pikul beban dengan tegangan di suatu benda uji,
bukannya beban total yang bekerja pada benda uji Karena itu, kekuatan
bahan biasanya dinyatakan dalam tegangan.

Apabila deformasi besar terjadi pada bahan daktil yang dibebani hingga
daerah p1astis, maka bahan ini disebut mengalami aliran plastis. Jika suatu
bahan masih berada dalam daerah elastis, bahan tersebut dapat dibebani,
dihilangkan bebannya, dan dibebani lagi tanpa adanya perubahan signifikan
pada perilakunya. Tetapi, apabila dibebani hingga daerah plastis, struktur
interal bahan tersebut akan berubah dan besaran bahannya juga berubah.
Sebagai contoh, kita telah mengamati bahwa ada regangan permanen di
benda uji sesudah penghilangan beban dari daerah plastis. Sekarang
bayangkan bahwa bahan ini dibebani kembali sesudah penghilangan beban
tersebut. Pembebanan yang baru ini dimu1ai di titik C pada diagram dan
terus mengarah ke atas hingga titik B, titik di mana penghilangan beban
dimulai pada siklus pembebanan pertama. Bahan tersebut selanjutnya
mengikuti diagram tegangan-regangan hingga titik F. Jadi, untuk
pembebanan kedua, kita dapat membayangkan bahwa kita mempunyai
kurva tegangan-regangan dengan titik pusat di titik C. Selama pembebanan
kedua, bahan berperilaku elastis linier dari C ke B, dengan kemiringan garis
CB sama dengan kemiringan garis singgung kurva pembebanan semula di
titik asal 0. Limit proporsional sekarang ada di titik B, yang merupakan
tegangan yang lebih besar daripada limit elastis semula (titik E. Jadi, dengan
meregangkan bahan seperti baja atau aluminium hingga ke daerah inelastis
atau plastis, besaran material berubah daerah elastis linier bertambah.

II.8 Faktor Keamanan

Rekayasa dapat dengan bebas didefinisikan sebagai penerapan ilmu


untuk tujuan umum dalam hidup. Untuk memenuhi misi tersebut, insinyur
mendesain sangat banyak obyek untuk melayani kebutuhan masyarakat.
Kebutuhan ini meliputi perumahan, pertanian, transportasi, komunikasi,
dan berbagai aspek kehidupan modem lain. Faktor - faktor yang perlu
ditinjau dalam desain meliputi kegunaan, kekuatan, tampilan, ekonomi,
dan proteksi lingkungan. Dalam mempelajari mekanika bahan, desain
utama yang diperhatikan adalah kekuatan, yaitu kapasitas obyek untuk
memikul atau menyalurkan beban. Obyek yang harus menahan beban
meliputi bangunan, mesin, containers, truk, pesawat terbang, kapal, dan
sebagainya. Untuk mudahnya, kita akan merujuk semua obyek tersebut
sebagai struktur jadi, suatu struktur adalah setiap obyek yang harus
memikul atau menyalurkan beban.

Jika kegagalan struktural harus dihindari, maka beban yang dapat


dipikul suatu struktur harus lebih besar daripada beban yang akan
dialaminya pada masa pakai. Kemampuan suatu struktur untuk menahan
beban disebut kekuatan, jadi kriteria terdahulu dapat ditulis ulang sebagai
berikut. Kekuatan aktual suatu struktur harus melebihi kekuatan yang
dibutuhkan. Rasio kekuatan aktual terhadap kekuatan yang dibutuhkan
disebut faktor keamanan n.

Kekuatan aktual
Faktor Keamanan =
Kekuatan yang dibutuhkan
Penggunaan faktor keamanan di dalam desain bukanlah hal yang
sederhana karena baik kekuatan maupun kegagalan mempunyai arti yang
beragam. Kekuatan dapat diukur dengan kapasitas pikul beban suatu
struktur, atau dapat diukur dengan tegangan di bahan. Kegagalan dapat
berarti fraktur dan kolaps lengkap dari suatu struktur atau dapat pula
berarti bahwa deformasinya telah sedemikian besar sehingga struktur
tersebut tidak dapat lagi berfungsi sebagaimana diharapkan. Jenis
kegagalan yang terakhir ini dapat saja terjadi pada beban yang jauh lebih
kecil daripada taraf beban yang menyebabkan kolaps aktual.
Penentuan faktor keamanan harus juga memperhitungkan hal - hal
seperti: probabilitas kelebihan behan secara tak terduga pada suatu struktur
oleh beban yang melebihi beban desain, jenis beban (statik atau dinamik),
apakah beban itu diterapkan sekali saja atau berulang, seberapa akurat beban
diketahui, kemungkinan kegagalan fatik, ketidaktepatan konstruksi,
variabilitas kualitas pekerjaan, variasi besaran bahan, cacat akibat korosi
atau pengaruh lingkungan Jainnya, ketelitian metode analisis, apakah
kegagalan gradual (sehingga ada peringatan terlebih dahulu) atau tiba-tiba
(tanpa peringatan), konsekuensi kegagalan (kerusakan kecil atau kerusakan
parah) dan tinjauan lainnya. Jika faktor keamanan terlalu kecil, maka
kecenderungan gagal akan lebih besar dan struktur tersebut akan tidak dapat
diterima, jika faktor tersebut terlalu besar, maka struktur tersebut akan boros
bahan dan mungkin juga tidak cocok untuk fungsinya (misalnya, struktur
menjadi terlalu berat).

Karena kerumitan dan ketidaktentuan itu, maka faktor keamanan harus


ditentukan berdasarkan probabilitas. Faktor keamanan biasanya ditetapkan
oleh kelompok insinyur yang berpengalaman yang menuliskan standar dan
spesifikasi yang dapat digunakan oleh perencana dan kadang-kadang
ditetapkan sebagai hukum yang berlaku. Ketentuan dalam standar dan
spesifikasi ditujukan untuk memberikan taraf keamanan yang masuk akal
tanpa adanya biaya yang berlebihan. Faktor keamanan didefinisikan dan
diterapkan dengan berbagai cara. Untuk sebagian besar struktur, bahannya
harus berada dalam daerah elastis linier untuk mencegah terjadinya
deformasi permanen apabila beban dihilangkan. Pada kondisi ini, faktor
keamanan ditetapkan berdasarkan Juluhnya struktur. Luluh mulai terjadi
apabila tegangan luluh tercapai di suatu titik sembarang di dalam struktur.
Maka, dengan menerapkan factor keamanan terhadap tegangan luluh (atau
kekuatan luluh), kita mendapatkan tegangan izin (atau tegangan kerja) yang
tidak boleh dilampaui di manapun di dalam struktur. Jadi,

Tegangan luluh
Tegangan Izin =
Faktor Keamanan

Sesudah tegangan izin ditetapkan untuk struktur dan bahan tertentu,


beban izin pada struktur dapat ditetapkan. Hubungan antara beban izin dan
tegangan izin bergantung pada jenis struktur. Dalam bab ini kita hanya
memperhatikan jenis-jenis struktur yang mendasar saja, yaitu batang yang
mengalami tarik atau tekan, dan sendi (atau baut) yang mengalami geser
langsung dan tumpu. Pada struktur-struktur tersebut tegangan mempunyai
distribusi yang terbagi rata (atau paling tidak dapat diasumsikan terbagi
rata) pada suatu area. Sebagai contoh, dalam hal suatu batang yang
mengalami tarik, tegangannya mempunyai distribusi terbagi rata di
potongan melintang asalkan gaya aksial resultannya bekerja melalui pusat
berat penampang. Hal yang sama juga berlaku untuk tekan asalkan
batangnya tidak mengalami tekuk. Dalam hal sendi yang mengalami geser,
kita hanya meninjau tegangan geser rata - rata di potongan melintang, yang
ekivalen dengan mengasumsikan bahwa tegangan geser mempunyai
distribusi terbagi rata. Dengan cara yang sama, kita hanya meninjau
harga rata-rata untuk tegangan tumpu yang bekerja di luas proyeksi dari
sendi.

II.9 Aplikasi dalam Kehidupan Sehari-hari


Jembatan memiliki peranan penting untuk menjaga aspek kehidupan
manusia agar berlangsungnya hubungan antara suatu wilayah dengan
wilayah lainnya. Pada struktur jembatan faktor kekuatan struktur harus
diperhitungkan agar jembatan memiliki ketahanan dalam menopang beban-
beban yang bekerja di atasnya.

Masa layan sebuah struktur jembatan beton sangat ditentukan oleh


besarnya lendutan yang dialami oleh struktur tersebut. Elemen lentur berupa
balok yang dominan memikul gaya dalam berupa momen lentur, gaya geser
maupun simpangan harus mampu menahan defleksi yang terjadi akibat aksi
beban yang terdistribusi.

Gambar 2.5 Jembatan Beton


Sumber:https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fwww.kerkuse.
Simpangan lendutan yang besar dapat menyebabkan defleksi pada balok
sehingga menyebabkan keretakan pada struktur beton. Oleh karena itu,
untuk menambah kekakuan pada sebuah konstruksi dilakukan studi
perbandingan deformasi struktur jembatan beton dengan panjang 25 m dan
lebar 9 m. Pada pemodelan struktur Model 1 dengan gelagar beton bertulang
simple spans, Model 2 dengan sistem grid dengan penambahan balok
diafragma lateral dan Model 3 dengan sistem grid dengan penambahan
balok diafragma longitudinal dan diafragma lateral dengan jumlah yang
sama pada pemodelan struktur yang kedua.
Analisa struktur dilakukan dengan software SAP 2000 dan didapatkan
nilai perbandingan simpangan lendutan pada Model 1 sebesar 0,018114 m,
Model 2 sebesar 0,016854 m, dan Model 3 sebesar 0,015431 m, memenuhi
persyaratan satu.

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN
BAB IV

PENGOLAHAN DATA

IV.1. Circular Beam

IV.1.1 Tabel Data Pengujian

Force F in N W Meas in mm
18 0,23
24 0,30
34 0,42
42 0,51
60 0,73

Keterangan:

Nurhikma
Rivaldi
Muhammad Agung Junaid
Muhammad Syahrul Gunawan
Muhammad Raihan Al Mughny

IV.1.2 Pengolahan Data

 F = 18 N

2. F . r 3 π 1 2 . 18 .1503 3.14 1
w 1= ( − = ) 5
E . I y 8 π 2 x 10 . 208,33 8
−(3.14 )
121.500.000
¿ ( 0,074 )
41.666 .000

¿ 0,22 mm

PK 1= |0,22−0,23
0,22 |
x 100 %
¿ 4,54 %

 F= 24 N

2. F . r 3 π 1 2 . 24 .150 3 3.14 1
w 2= (
− = )
E . I y 8 π 2 x 105 . 208,33 8
− (
3.14 )
162.000.000
¿ ( 0,074 )
41.666 .000

¿ 0,28 mm

PK 2= |0,28−0,30
0,28 |
x 100 %

¿ 7,14 %

 F = 34 N

2. F .r 3 π 1 2 . 34 .150 3 3.14 1
w 3= ( − = 5 )
E . I y 8 π 2 x 10 . 208,33 8
− (
3.14 )
229.500.000
¿ ( 0,074 )
41.666 .000
¿ 0,41 mm

PK 3= |0,41−0,42
0,41 |
x 100 %

¿ 2,43 %

 F = 42 N

2. F . r 3 π 1 2 . 42. 1503 3.14 1


w 4=
E.Iy 8 π (
− = 5 )
2 x 10 .208,33 8
− (
3.14 )
283.500.000
¿ ( 0,074 )
41.666 .000
¿ 0,5 mm
PK 4= |0,5−0,51
0,5 |
x 100 %

¿2%

 F = 60 N

2. F .r 3 π 1 2 . 60 .1503 3.14 1
w 5= ( − = ) 5
E . I y 8 π 2 x 10 . 208,33 8
− (
3.14 )
405.000 .000
¿ ( 0,074 )
41.666 .000
¿ 0,72 mm

PK 5= |0,72−0,73
0,72 |
x 100 %

¿ 1,39 %

IV.1.3 Tabel Hasil Perhitungan

Force F in N W Meas in mm W Calc in mm Difference


18 0,23 0,22 4,54 %
24 0,30 0,28 7,14 %
34 0,42 0,41 2,43 %
42 0,51 0,5 2%
60 0,73 0,72 1,39 %

Keterangan:

Nurhikma
Rivaldi
Muhammad Agung Junaid
Muhammad Syahrul Gunawan
Muhammad Raihan Al Mughny
IV.1.4 Grafik dan Pembahasan

Grafik Hubungan F dan W Circular Beam


0.8
0.73
0.7
0.72
0.6
0.51
0.5
0.42 0.5
W (mm)

0.4 Praktek
0.3 0.41 Teori
0.3
0.23
0.28
0.2
0.22
0.1

0
18 24 34 42 60
F (N)

Pada kurva balok bundar (circular beam), nilai-nilai gaya yang


diberikan pada circular beam secara praktek dan teori yaitu 18 N, 24 N,
34 N, 42 N, dan 60 N. Secara praktek, ketika sebuah gaya diberikan pada
beam maka akan menghasilkan deformasi vertikal (w) senilai 0,23 mm,
0,3 mm, 0,42 mm, 0,51 mm, dan 0,73 mm yang dilihat pada alat ukur
atau dial gauge.

Sedangkan secara teori, deformasi vertikal (w) yang dihasilkan


senilai 0,22 mm, 0,28 mm, 0,41 mm, 0,5 mm, dan 0,72 mm. Berdasarkan
data tersebut, kita dapat mengetahui bahwa semakin besar gaya yang
diberikan pada beam maka semakin besar pula deformasi vertikal (w)
pada beam tersebut. Sehingga hubungan antara deformasi vertikal (w)
dengan gaya (F) adalah berbanding lurus.
Adapun untuk presentase kesalahan yang diperoleh berturut-turut
yaitu 4,54%, 7,14%, 2,43%, 2%, dan 1,39%. Tingginya presentase
kesalahan yang diperoleh merupakan kesalahan para praktikan karena
masih kurangnya keterampilan dan pengetahuan praktikan dalam
membaca data dan menggunakan alat praktikum.

IV.2. Semi-Circular Beam

IV.2.1 Tabel Data Pengujian

Force
W Meas in mm U Meas in mm
F in N
16 1,41 1,28
25 2,05 2,71
35 3,57 3,13
42 4,14 4,55
75 8,85 9,86

Keterangan:

Nurhikma
Rivaldi
Muhammad Agung Junaid
Muhammad Syahrul Gunawan
Muhammad Raihan Al Mughny

IV.2.2 Pengolahan Data

 F = 16 N

π . F . r3 3,14 . 16 .150 3
w 1= =
2. E . I y 2 . 2 x 105 . 208,33
169.560.000
¿
83.332.000

¿ 2,03 mm
PK 1= |2,03−1,41
2,03 |
x 100 %

¿ 30,54 %

2. F . r 3 2. 16 . 1503
u1 = =
E . I y 2 x 105 .208,33

108.000.000
¿
41.666 .000

¿ 2,59 mm

PK 1= |2,59−1,28
2,59 |
x 100 %

¿ 50,58 %

 F = 25 N
π . F . r3 3,14 . 25 .150 3
w 2= =
2. E . I y 2 . 2 x 105 . 208,33

264.937.500
¿
83.332.000

¿ 3,18 mm

PK 2= |3,18−2,05
3,18 |
x 100 %

¿ 35,53 %

2. F . r 3 2. 25 . 1503
u2 = =
E . I y 2 x 105 .208,33

108.000.000
¿
41.666 .000
¿ 4,05 mm

PK 2= |4,05−2,71
4,05 |
x 100 %

¿ 33,08 %

 F = 35 N
π . F . r3 3,14 . 35 .150 3
w 3= =
2. E . I y 2 . 2 x 105 .208,33

370.912.500
¿
83.332.000

¿ 4,45 mm

PK 3= |4,45−3,57
4,45 |
x 100 %

¿ 19,77 %

2. F . r 3 2. 35 .150 3
u3 = =
E . I y 2 x 105 . 208,33

236.200.000
¿
41.666 .000

¿ 5,67 mm

PK 3= |5,67−3,13
5,67 |
x 100 %

¿ 44,8 %

 F = 42 N
π . F .r 3 3,14 . 42. 1503
w 4= =
2. E . I y 2 .2 x 105 . 208,33

445.095 .000
¿
83.332.000

¿ 5,34 mm

PK 4= |5,34−4,14
5,34 |
x 100 %

¿ 22,47 %

2. F .r 3 2 . 42 .1503
u 4= =
E . I y 2 x 105 .208,33
283.500.000
¿
41.666 .000
¿ 6,8 mm

PK 4= |6,8−4,55
6,8 |
x 100 %

¿ 33,08 %

 F = 75 N
π . F . r3 3,14 . 75 . 1503
w 5= =
2. E . I y 2 . 1 x 105 .208,33

794.812.500
¿
83.332.000

¿ 9,53 mm

PK 5= |9,53−8,85
9,53 |
x 100 %

¿ 7,13 %
2. F . r 3 2 .75 . 1503
u5 = =
E . I y 2 x 105 .208,33

506.250.000
¿
41.666 .000

¿ 12,15 mm

PK 5= |12,15−9,86
12,15 |
x 100 %¿ 18,84 %

IV.2.3 Tabel Hasil Perhitungan

W W U
Force U Calc
Meas Calc in Difference Meas Difference
F in N in mm
in mm mm in mm
16 1,41 2,03 30,54 % 1,28 2,59 50,58 %
25 2,05 3,18 35,53 % 2,71 4,05 33,08 %
35 3,57 4,45 19,77 % 3,13 5,67 44,8 %
42 4,14 5,34 22,47 % 4,55 6,8 33,08 %
75 8,85 9,53 7,13 % 9,86 12,15 18,84 %

Keterangan:

Nurhikma
Rivaldi
Muhammad Agung Junaid
Muhammad Syahrul Gunawan
Muhammad Raihan Al Mughny
IV.2.4 Grafik dan Pembahasan

Grafik Hubungan W dan F Semi-Circular Beam


12

10 9.53

8 8.85
W (mm)

6 5.34 Praktek
4.45 Teori

4 3.18
4.14
2.03 3.57
2
2.05
1.41
0
16 25 35 42 75
F (N)

Pada kurva balok setengah lingkaran (semi-circular beam), nilai-


nilai gaya yang diberikan pada semi-circular beam secara praktek dan
teori yaitu 16 N, 25 N, 35 N, 42 N, dan 75 N. Secara praktek, ketika
sebuah gaya yang diberikan pada beam maka akan menghasilkan
deformasi vertikal (w) senilai 1,41 mm, 2,05 mm, 3,57 mm, 4,14 mm,
dan 8,85 mm.

Sedangkan secara teori, deformasi vertikal (w) yang dihasilkan


senilai 2,03 mm, 3,18 mm, 4,45 mm, 5,34 mm, dan 9,53 mm.
Berdasarkan data tersebut, kita dapat mengetahui bahwa semakin besar
gaya yang diberikan pada semi-circular beam maka semakin besar pula
deformasi vertikalnya (w).
Adapun untuk presentase kesalahan yang dihasilkan pada deformasi
vertikal (w) berturut-turut yaitu 30,54%, 35,53%, 19,77%, 22,47%, dan
7,13%. Tingginya presentase kesalahan yang diperoleh merupakan
kesalahan para praktikan karena masih kurangnya keterampilan dan
pengetahuan praktikan dalam membaca data dan menggunakan alat
praktikum.

Grafik Hubungan F dan U Semi-Circular Beam


14
12.15
12

10
9.86
8
6.8
U (mm)

Praktek
5.67 Teori
6
4.05
4 4.55
2.59
2 3.13
2.71
1.28
0
16 25 35 42 75
F (N)

Pada kurva balok setengah lingkaran (semi-circular beam), nilai-


nilai gaya yang diberikan pada semi-circular beam secara praktek dan
teori yaitu 16 N, 25 N, 35 N, 42 N, dan 75 N. Secara praktek, ketika
sebuah gaya yang diberikan pada beam maka akan menghasilkan
deformasi horizontal (u) senilai 1,28 mm, 2,71 mm, 3,13 mm, 4,55 mm,
dan 9,86 mm yang dilihat pada alat ukur.

Sedangkan secara teori, deformasi horizontal (u) yang dihasilkan


senilai 2,59 mm, 4,05 mm, 5,67 mm, 6,8 mm, dan 12,15 mm.
Berdasarkan data tersebut, kita dapat mengetahui bahwa semakin besar
gaya yang diberikan pada semi-circular beam maka semakin besar pula
deformasi horizontalnya (u). Sehingga hubungan antara deformasi
horizontal (u) dengan gaya (F) adalah berbanding lurus. Adapun untuk
presentase kesalahan yang dihasilkan pada deformasi horizontal (u)
senilai 50,58%, 33,08%, 44,8%, 33,08%, dan 18,84%. Tingginya
presentase kesalahan yang diperoleh merupakan kesalahan para praktikan
karena masih kurangnya keterampilan dan pengetahuan praktikan dalam
membaca data dan menggunakan alat praktikum.

IV.3 Quadrant Beam

IV.3.1 Tabel Data Pengujian

Force
W Meas in mm U Meas in mm
F in N
20 1,45 0,97
27 1,96 1,32
34 2,41 1,6
55 3,96 2,69
60 4,34 2,92

Keterangan:

Nurhikma
Rivaldi
Muhammad Agung Junaid
Muhammad Syahrul Gunawan
Muhammad Raihan Al Mughny

IV.3.2 Pengolahan Data

 F = 20 N
F . r3. π 20 . 1503 .3,14
w 1= . k w= .1,45
4. E . I 4 . 2 x 10 5 .208,33

307.327.500
¿ .1,45
166.664 .000

¿ 1,84 mm
PK 1= |1,84−1,45
1,84 |
x 100 %

¿ 21,19 %

F .r 3 20 .150 3
u1 = . ku = .1,80
2. E . I 2 . 2 x 105 .208,33

67.500.000
¿ .1,80
83.332.000

¿ 1,45 mm

PK 1= |1,45−0,97
1,45 |
x 100 %

¿ 33,10 %

 F = 27 N
F . r3 . π 27 . 1503 .3,14
w 2= . kw = .1,45
4. E . I 4 . 2 x 10 5 .208,33

286.132.500
¿ .1,45
166.664 .000

¿ 2,48 mm

PK 2= |2,48−1,96
2,48 |
x 100 %

¿ 20,96 %

F . r3 27 . 1503
u2 = . ku = .1,80
2. E . I 2 . 2 x 105 .208,33
91.125.000
¿ .1,80
83.332.000
¿ 1,96 mm

PK 2= |1,96−1,32
1,96 |
x 100 %

¿ 32,65 %

 F = 34 N
F . r3 . π 34 . 1503 .3,14
w 3= . kw = .1,45
4. E . I 4 . 2 x 105 . 208,33

360.315.000
¿ .1,45
166.664 .000

¿ 3,13 mm

PK 3= |3,13−2,41
3,13 |
x 100 %

¿ 23 %

F . r3 34 . 1503
u3 = . ku = .1,80
2. E . I 2 . 2 x 105 .208,33

114.750 .000
¿ . 1,80
83.332 .000

¿ 2,47 mm

PK 3= |2,47−1,6
2,47 |
x 100 %

¿ 35,22 %
 F = 55 N
F . r3 . π 55 . 1503 . 3,14
w 4= . k w= .1,45
4. E . I 4 . 2 x 105 .208,33

582.862.500
¿ .1,45
166.664 .000

¿ 5,07 mm

PK 4= |5,07−3,96
5,07 |
x 100 %

¿ 21,89 %

F . r3 55. 1503
u 4= .k = .1,80
2. E . I u 2 .2 x 105 .208,33
185.625.000
¿ .1,80
83.332.000
¿ 4 mm

PK 4= |4−2,69
4 |
x 100 %

¿ 32,75 %

 F = 60 N
F . r3 . π 60. 1503 .3,14
w 5= . kw = .1,45
4. E . I 4 . 2 x 105 .208,33

635.850.000
¿ .1,45
166.664 .000

¿ 5,53 mm

PK 5= |5,53−4,34
5,53 |
x 100 %
¿ 21,52 %

F . r3 60 .150 3
u5 = . ku = .1,80
2. E . I 2 . 2 x 105 . 208,33

202.500.000
¿ .1,80
83.332.000
¿ 4,37 mm

PK 5= |4,37−2,92
4,37 |
x 100 %

¿ 33,18 %

IV.3.3 Tabel Hasil Perhitungan

W W U U
Force
Meas Calc in Difference Meas Calc Difference
F in N
in mm mm in mm in mm
20 1,28 1,84 21,19 % 0,69 1,45 33,10 %
27 1,66 2,48 20,96 % 0,91 1,96 32,65 %
34 2,21 3,13 23 % 1,22 2,47 35,22 %
55 2,65 5,07 21,89 % 1,46 4 32,75 %
60 3,41 5,53 21,52 % 1,9 4,37 33, 18 %

Keterangan:

Nurhikma
Rivaldi
Muhammad Agung Junaid
Muhammad Syahrul Gunawan
Muhammad Raihan Al Mughny

IV.3.4 Grafik dan Pembahasan


Grafik Hubungan F dan W Quadrant Beam
6 5.53
5.07
5

4
3.13
W (mm)

3 3.41 Praktek
2.48 Teori
1.84 2.65
2 2.21
1.66
1
1.28

0
20 27 34 55 60
F (N)

Pada kurva balok seperempat lingkaran (quadrant beam), nilai nilai


gaya yang diberikan pada quadrant beam secara praktek dan teori yaitu
20 N, 27 N, 34 N, 55 N, dan 60 N. Secara praktek, ketika sebuah gaya
yang diberikan pada beam maka akan menghasilkan deformasi vertikal
(w) senilai 1,28 mm, 1,66 mm, 2,21 mm, 2,65 mm, dan 3,41 mm yang
dilihat pada alat ukur.

Sedangkan secara teori, deformasi vertikal (w) yang dihasilkan


senilai 1,84 mm, 2,48 mm, 3,13 mm, 5,07 mm, dan 5,33 mm.
Berdasarkan data tersebut, kita dapat mengetahui bahwa semakin besar
gaya yang diberikan pada quadrant beam maka semakin besar pula
deformasi vertikal (w). Sehingga hubungan antara deformasi vertikal (w)
dengan gaya (F) adalah berbanding lurus. Kita juga dapat mengetahui
bahwa hubungan antara deformasi dan gaya pada masing-masing beam
adalah sama, yaitu berbanding lurus. Adapun untuk presentase kesalahan
yang dihasilkan pada deformasi vertikal (w) berturut-turut yaitu 21,19%,
20,96%, 23%, 21,89%, dan 22,52%. Tingginya presentase kesalahan
yang diperoleh merupakan kesalahan para praktikan karena masih
kurangnya keterampilan dan pengetahuan praktikan dalam membaca data
dan menggunakan alat praktikum.
Grafik Hubungan F dan U Quadrant Beam
5
4.37
4.5
4
4
3.5
3
2.47
U (mm)

2.5 Praktek
1.96 Teori
2
1.45 1.9
1.5
1.46
1 1.22
0.5 0.91
0.69
0
20 27 34 55 60
F (N)

Pada kurva balok seperempat lingkaran (quadrant beam), nilai nilai


gaya yang diberikan pada quadrant beam secara praktek dan teori yaitu
20 N, 27 N, 34 N, 55 N, dan 60 N. Secara praktek, ketika sebuah gaya
yang diberikan pada beam maka akan menghasilkan deformasi horizontal
(u) yaitu 0,69 mm, 0,91 mm, 1,22 mm, 1,46 mm, dan 1,9 mm yang
dilihat pada alat ukur.

Sedangkan secara teori, deformasi horizontal (u) yang dihasilkan


senilai 1,45 mm, 1,96 mm, 2,47 mm, 4 mm, dan 4,37 mm. Berdasarkan
data tersebut, kita dapat mengetahui bahwa semakin besar gaya yang
diberikan pada quadrant beam maka semakin besar pula deformasi
horizontalnya (u). Sehingga hubungan antara deformasi horizontal (u)
dengan gaya (F) adalah berbanding lurus. Kita juga dapat mengetahui
bahwa hubungan antara deformasi dan gaya pada masing-masing beam
adalah sama, yaitu berbanding lurus. Adapun untuk presentase kesalahan
yang dihasilkan pada deformasi horizontal (u) senilai 33,10%, 32,65%,
35,22%, 32,75%, dan 33,18%. Tingginya presentase kesalahan yang
diperoleh merupakan kesalahan para praktikan karena masih kurangnya
keterampilan dan pengetahuan praktikan dalam membaca data dan
menggunakan alat praktikum.
BAB V

PENUTUP
BAB I

PENDAHULUAN
BAB II

TEORI DASAR UMUM

2.1 Pengertian Bending


Bending merupakan pengerjaan dengan cara memberi tekanan pada
bagian tertentu sehingga terjadi deformasi plastis pada bagian yang diberi
tekanan. Sedangkan proses bending merupakan proses penekukan atau
pembengkokan menggunakan alat bending manual maupun menggunakan
mesin bending.

Penekukan (Bending) adalah salah satu proses pembentukan yang biasa


dilakukan untuk membuat barang kebutuhan sehari-hari seperti pembuatan
komponen mobil, pesawat, peralatan rumah tangga. Proses bending dilakukan
dengan menekuk benda kerja hingga mengalami perubahan bentuk yang
menimbulkan peregangan logam pada sekitar daerah garis lurus (dalam hal
ini sumbu netral). Sebagaimana kita ketahui bahwa lembaran plat dengan
bentuk gelombang mempunyai kekakuan yang lebih tinggi daripada lembaran
plat yang rata.

Gambar 2.1. Proses Bending


Sumber:https://digilib.uns.ac.id/dokumen/download/40274/MTI5NjIx/Rancang-
Bangunmesin-Bending-Hidrolik-Rangka-bab2.pdf

Secara mekanika proses penekukan ini terdiri dari dua komponen gaya
yakni: tarik dan tekan Pada gambar 2.1 memperlihatkan pelat yang
mengalami proses pembengkokan ini terjadi peregangan, netral, dan
pengkerutan. Daerah peregangan terlihat pada sisi luar pembengkokan,
dimana daerah ini terjadi deformasi plastis atau perubahan bentuk.
Peregangan ini menyebabkan pelat mengalami pertambahan panjang. Daerah
netral merupakan daerah yang tidak mengalami perubahan, artinya pada
daerah netral ini pelat tidak mengalami perpanjangan maupun perpendekkan.

Daerah sisi bagian dalam pembengkokan merupakan daerah yang


mengalami penekanan, dimana daerah ini mengalami pengkerutan dan
penambahan ketebalan, hal ini disebabkan karena daerah ini mengalami
perubahan panjang yakni perpendekan, atau menjadi pendek akibat gaya
tekan yang dialami oleh pelat. Proses ini dilakukan dengan menjepit pelat
diantara landasan dan sepatu penjepit selanjutnya bilah penekuk diputar ke
arah atas menekan bagian pelat yang akan mengalami penekukan.

2.2 Pengertian Torsi


Torsi mengandung arti puntir yang terjadi pada batang lurus apabila
dibebani momen (torsi) yang cendrung menghasilkan rotasi terhadap sumbu
longitudinal batang, contoh memutar obeng, dimana tangan yang memutar
obeng memberikan torsi ke obeng.

Gambar 2.2. Torsi Pada Obeng


Sumber:https://digilib.uns.ac.id/dokumen/download/40274/MTI5NjIx/Rancang-
Bangunmesin-Bending-Hidrolik-Rangka-bab2.pdf

Momen yang menghasilkan puntir pada suatu batang, seperti yang


ditunjukkan pada Gambar 2.2, disebut momen torsi atau momen puntir.
Sebuah batang lurus yang dipikul di satu ujungnya dan dibebani oleh dua
pasang gaya

sama besar dan berlawanan arah yang bekerja pada bidang tegak lurus sumbu
batang. Batang tersebut dikatakan dalam kondisi kena torsi.

T = P.d .......... (2.1)

P adalah gaya (N), dan d adalah diameter lengan putar (m). Jadi :

T1= P1.d1 .......... (2.1)

T2= P2.d2 .......... (2.1)

2.3 Pengertian Deformasi


Deformasi terjadi bila bahan mengalami gaya. Selama deformasi, bahan
menyerap energi sebagai akibat adanya gaya yang bekerja sepanjang
deformasi. Sekecil apapun gaya yang bekerja, maka benda akan mengalami
perubahan bentuk dan ukuran. Perubahan ukuran secara fisik ini disebut
deformasi. Deformasi ada dua macam yaitu deformasi elastis dan deformasi
plastis. Yang dimaksud deformasi elastis adalah deformasi yang terjadi akibat
adanya beban yang jika beban ditiadakan, maka material akan kembali
keukuran semula. Sedangkan deformasi plastis adalah deformasi yang bersifat
permanen jika bebannya dilepas.

Penambahan beban pada bahan yang telah mengalami kekuatan tertinggi


tidak dapat dilakukan, karena pada kondisi ini bahan telah mengalami
deformasi total. Jika beban tetap diberikan maka regangan akan bertambah
dimana material seakan menguat yang disebut dengan penguatan regangan
(strain hardening) yang selanjutnya benda akan mengalami putus pada
kekuatan patah.

Hubungan tegangan-regangan dapat dituliskan sebagai berikut:


Sehingga deformasi () dapat diketahui :

Keterangan :

P = Beban (N)

A = Luas permukaan (mm2)

L = Panjang awal (mm)

E = Modulus Elastisitas (Pa)

Sebuah plat yang diberi beban secara terus-menerus, secara bertahap


akan mengalami deformasi. Pada awal pembebanan akan terjadi deformsi
elastis sampai pada kondisi tertentu bahan akan mengalami deformasi plastis.
Pada awal pembebanan bahan di bawah kekuatan luluh bahan akan kembali
ke bentuk semula, hal ini dikarenakan sifat elastis bahan. Peningkatan beban
melebihi kekuatan luluh (yield point) yang dimiliki plat akan mengakibatkan
aliran deformasi plastis sehingga plat tidak akan kembali ke bentuk semula.

2.4 Hukum Hooke


Sebuah pegas yang salah satu ujungnya digantungkan pada batang statif,
sedangkan ujung lain dibiarkan bebas. Jika pada ujung bebas digantungkan
beban, pegas akan mengalami perubahan panjang. Jika gaya itu dihilangkan,
bebas akan kembali ke keadaan awal. Jika massa beban yang digantungkan
pada ujung pegas terus diperbesar, dalam batas tertentu pegas akan rusak.
Kasus pegas yang diletakkan secara horizontal. Jika beban digerakkan ke
kanan, beban akan menarik pegas. Jika beban digerakkan ke kanan beban
akan menekan pegas. Pegas akan mengerjakan gaya pada beban untuk
mengembalikan ke posisi keseimbangan. Gaya pada pegas itu disebut gaya
pemulih. Besarnya gaya pemulih F sebanding dengan perubahan panjang
pegas Δx baik pada waktu pegas itu ditarik maupun ditekan. Jadi bunyi
Hukum Hooke “gaya tarik atau tekan pada pegas berbanding lurus dengan
perubahan panjang pegas” . Secara matematis:

F = k . Δx

k adalah konstanta (tetapan) yang menunjukkan kekakuan pegas. Tanda


negatif menunjukkan gaya pemulih selalu berlawanan arah dengan pergeseran
Δx.

Hubungan antara gaya F dan pertambahan panjang Δx dapat dijelaskan pada


grafik berikut:

Gambar 2.3. Hubungan Gaya dengan Pertambahan Panjang


Sumber:https://brainly.co.id/tugas/14898699

2.5 Jenis – Jenis Tumpuan

1. Tumpuan Engsel
Tumpuan engsel merupakan tumpuan yang dapat menerima gaya
reaksi vertikal dan gaya reaksi horizontal. Tumpuan yang berpasak mampu
melawan gaya yang bekerja dalam setiap arah dari bidang. Jadi pada
umumnya reaksi pada suatu tumpuan seperti ini mempunyai dua
komponen yang satu dalam arah horizontal dan yang lainnya dalam arah
vertikal. Tidak seperti pada perbandingan tumpuan rol atau penghubung,
maka perbandingan antara komponen-komponen reaksi pada tumpuan
yang terpasak tidaklah tetap. Untuk menentukan kedua komponen ini, dua
buah komponen statika harus digunakan.

Gambar 2.4. Tumpuan Engsel


Sumber: https://www.gurusipil.com/jenis-jenis-tumpuan-dalam-mekanika-teknik/

2. Tumpuan Rol
Tumpuan rol merupakan tumpuan yang hanyadapat menerima gaya
reaksi vertikal. Alat ini mampu melawan gaya-gaya dalam suatu garis aksi
yang spesifik. Penghubung yang terlihat pada gambar dibawah ini dapat
melawan gaya hanya dalam arah AB rol. Pada gambar dibawah hanya
dapat melawan beban vertikal. Sedang rol-rol hanya dapat melawan suatu
tegak lurus pada bidang cp.

Gambar 2.5. Tumpuan Rol


Sumber: https://www.gurusipil.com/jenis-jenis-tumpuan-dalam-mekanika-teknik/

3. Tumpuan Jepit
Tumpuan jepit merupakan tumpuan yang dapat menerima gaya reaksi
vertikal, gaya reaksi horizontal dan momen akibat jepitan dua penampang.
Tumpuan jepit ini mampu melawan gaya dalam setiap arah dan juga
mampu melawan suaut kopel atau momen. Secara fisik, tumpuan ini
diperoleh dengan membangun sebuah balok ke dalam suatu dinding batu
bata. Mengecornya ke dalam beton atau mengelas ke dalam bangunan
utama. Suatu komponen gaya dan sebuah momen.

Gambar 2.6. Tumpuan Jepit


Sumber: https://www.gurusipil.com/jenis-jenis-tumpuan-dalam-mekanika-teknik/

2.6 Modulus Young


Modulus Elastisitas adalah perbandingan antara tegangan elastis suatu
benda dengan regangan yang dialaminya. Modulus Elastisitas ini juga dikenal
dengan nama modulus young (E). Modulus elastisitas ini berbeda dengan
elastisitas pegas yang telah dijelaskan sebelumnya pada artikel rumus
konstanta pegas. Sedangkan rumus modulus elastisitas adalah:

σ F / A F . lo
E= = =
ε Δl/lo A . Δl

Keterangan :

E = Modulus Young (Pa)


σ = Tegangan (N/mm2)
𝞮 = Regangan
F = Gaya (N)
A = Luas penampang (mm2)
∆ l = Pertambahan panjang (mm)
lo = Panjang awal (mm)

Besarnya nilai Modulus Elastisitas tergantung dengan bahan dari benda


elastis tersebut, dan yang harus diingat adalah besarnya nilai tersebut tidak
tergantung dengan bentuk serta ukuran benda elastis tersebut. Berikut ini
adalah modulus elastisitas dari bahan-bahan elastis yang ada:

Tabel 2.1 Modulus Young Dari Bahan-bahan Elastis


Bahan Modulus Young (Pa)
Aluminium 7 × 1010
Baja 20 × 1010
Besi 21 × 1010
Karet 0,05 × 1010
Kuningan 9 × 1010
Nikel 21 × 1010
Tembaga 11 × 1010
Timah 1,6 × 1010
Beton 2,3 × 1010
Kaca 5,5 × 1010
Wolfram 41 × 1010

Sumber: https://eandroidfisika.wordpress.com/tegangan-regangan-dan-modulus-elastisitas/
Semakin besar nilai E berarti semakin sulit suatu benda untuk merentang
dalam pengaruh gaya yang sama. Sebagai contoh , nilai E baja 20x10 10 Pa
jauh lebih besar dari nilai E karet 0,05x1010 Pa sehingga baja lebih sulit
merentang daripada karet bila pada masing-masing benda diterapkan gaya
yang besarnya sama.

2.7 Momen Inersia

Momen inersia adalah ukuran kelembaman suatu benda untuk berotasi


pada porosnya, momen inersia juga disebut sebagai besaran pada gerak rotasi
yang analog dengan massa pada gerak translasi.

Jika momen inersia besar maka benda akan sulit untuk melakukan
perputaran dari keadaan diam dan semakin sulit berhenti ketika dalam
keadaan berotasi, itu sebabnya momen inersia juga disebut sebagai momen
rotasi. Setiap benda tegar bergerak melingkar di masing-masing titik partikel
geraknya, hal ini merupakan acuan tertentu yang dapat ditentukan dengan
momen inersia.
Besar momen inersia pada silinder pejal dapat dicari dengan persamaan
berikut:

I  kMR2

Keterangan :

 I adalah momen inersia (kg.m2),


 k merupakan konstanta dari bentuk benda,
 m adalah massa benda (kg)
 R2 merupakan kuadrat dari jari-jari benda (m2).
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari kamis tanggal 3 Desember 2021
pada pukul 10.00 sampai dengan pukul 12.00. Adapun tempatnya di
Laboratorium Mekanika Terpakai, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin.
3.2 Alat dan Bahan
1. Kunci L
Fungsi: melonggarkan dan
mengencangkan baut kepala
heksagonal.

Gambar 3.1 Kunci L


Sumber: Dokumentasi praktikum
2. Clamping plate
Fungsi: tempat menggantung
beban yang membebani
batang.

Gambar 3.2 Clamping Plate


Sumber: Dokumentasi praktikum
3. Dial Gauge
Fungsi: mengukur besar
defleksi atau lendutan pada
suatu titik dari batang.

Gambar 3.3 Dial Gauge


Sumber: Dokumentasi praktikum
4. Meteran
Fungsi: mengukur panjang
batang.

Gambar 3.4 Meteran


Sumber: Dokumentasi praktikum

5. Jangka sorong

Fungsi: mengukur ketebalan


.batang logam.
Gambar 3.5 Jangka Sorong
Sumber: Dokumentasi praktikum

6. Spesimen

Fungsi: sebagai objek


percobaan
. defleksi

Gambar 3.6 Spesimen


Sumber: Dokumentasi praktikum
7. Hanger

Fungsi: Sebagai tempat


menggantung beban

Gambar 3.7 Hanger


Sumber: Dokumentasi praktikum
8. Beban

Fungsi: Sebagai objek


percobaan
Gambar 3.8 Beban
Sumber: Dokumentasi praktikum

3.3 Prosedur Percobaan


3.3.1. Percobaan Bending
1. Mengukur Panjang, lebar, dan tinggi batang aluminium, baja, dan
tembaga;
2. Memasang alat untuk menyimpan beban pada bahan uji.
3. Mengatur bantalan bergerak sesuai dengan panjang bahan uji, lalu
dikunci.
4. Memasang bahan uji pada bantalan bergerak.
5. Memasang dudukan magnet untuk indikator dial pada bilah
panduan, lalu dikunci.
6. Mengatur pengukur indikator dial agar terpasang tepat pada alat
untuk menyimpan beban uji.
7. Mengkalibrasi indikator dial.
8. Menggantung beban pertama sebesar 100 gram, kedua 500 gram,
ketiga 1000 gram, dan yang keempat 1900 gram. Setelah itu
mencatat besar deformasi bending pada titik yang diukur.
3.2.2 Percobaan Torsion
1. Mengukur Panjang dan diameter batang kuningan dan tembaga.
2. Memasang bahan uji pada pencekam tetap, lalu kunci.
3. Mengatur bantalan bergerak sesuai dengan panjang bahan uji, lalu
dikunci.
4. Memasang alat untuk menyimpan beban pada tuas pencekam
berputar.
5. Memasang dudukan magnet untuk indikator dial pada bilah
panduan, lalu dikunci.
6. Mengatur pengukur indikator dial agar terpasang tepat pada alat
untuk menyimpan beban uji.
7. Menggantung beban pertama sebesar 100 gram, kedua 500 gram,
ketiga 1000 gram dan yang keempat 1900 gram pada titik tengah
batang kemudian mencatat besar deformasi torsi yang terjadi.

BAB IV

ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN

a. Data Hasil Pengamatan dan Perhitungan Bending


1) Material: Alumunium
L= 510 mm
b = 20 mm
h = 12 mm
E= 7.104 N/mm2

No. Beban (N) y (mm)


1. 1 0,01
2. 5 0,04
3. 10 0,09
4. 19 0,18
2) Material: Kuningan
L= 510 mm
b = 20 mm
h = 7 mm
E= 9,1.104 N/mm2

No. Beban (gr) y (mm)


1. 1 0,1
2. 5 0,42
3. 10 0,83
4. 19 1,58
3) Material: Tembaga
L= 510 mm
b = 20 mm
h = 4 mm
E= 11.104 N/mm2

No. Beban (gr) y (mm)


1. 1 0,14
2. 5 0,46
3. 10 0,85
4. 19 1,46

a. Data Hasil Pengamatan dan Perhitungan Bending


1) Material : Alumunium

b h3 20 .123
I= = =2880
12 12

E = 7 x 10 4

F . L3
- y1 =
48. E . I
= (1) ¿ ¿
= 0,01 mm
F . L3
- y2 =
48. E . I
= (5) ¿ ¿
= 0,06 mm
F . L3
- y3 =
48. E . I
= ( 10 ) ¿ ¿
= 0,13 mm
F . L3
- y4 =
48. E . I
= ( 19 ) ¿ ¿
= 0,26 mm
2) Material : Kuningan

b h3 20 .73
I= = =571,7
12 12

E = 9,1 x 10 4

F . L3
- y1 =
48. E . I
= (1) ¿ ¿
= 0,05 mm

y2 F . L3
- =
48. E . I
= (5) ¿ ¿
= 0,26 mm

y3 F . L3
- =
48. E . I
= ( 10 ) ¿ ¿
= 0,53 mm

y1 F . L3
- =
48. E . I
= ( 19 ) ¿ ¿
= 1,09 mm
3) Material : Tembaga

b h3 20 . 43
I= = =106
12 12

E = 11 x 10 4

y1 F . L3
- =
48. E . I
= (1) ¿ ¿
= 0,23 mm

y2 F . L3
- =
48. E . I
= (5) ¿ ¿
= 1,18 mm

y3 F . L3
- =
48. E . I
= ( 10 ) ¿ ¿
= 2,37 mm

y1 F . L3
- =
48. E . I
= ( 19 ) ¿ ¿
= 4,5 mm
a. Persentase Kesalahan
y teori − y praktik
PK= | y teori | x 100 %

1) Material : Alumuniu

- PK 1= |0,01−0,01
0,01 |
x 100 %

¿0%

- PK 2= |0,06−0,04
0,06 |
x 100 %

¿ 30 %

- PK 3= |0,13−0,09
0,13 |
x 100 %

¿ 30 %

- PK 4= |0,26−0,18
0,26 |
x 100 %

¿ 30 %
2) Material : Tembaga

- PK 1= |0,05−0,1
0,05 |
x 100 %

¿ 10 %
- PK 2= |0,26−0,42
0,26 |
x 100 %

¿ 60 %

- PK 3= |0,53−1,58
0,53 |
x 100 %

¿ 50 %

- PK 4= |1,09−1,58
1,09 |
x 100 %

¿ 40 %

3) Material : Kuningan

- PK 1= |0,23−0,14
0,23 |
x 100 %

¿ 39 %

- PK 2= |1,18−0,46
1,18 |
x 100 %

¿ 61 %

- PK 3= |2,37−0,85
2,37 |
x 100 %

¿ 61 %

- PK 4= |4,5−1,46
4,5 |
x 100 %

¿ 66 %
b. Data Hasil Pengamatan dan Perhitungan Bending
1) Material : Alumunium
L = 340 mm
d = 10 mm
E = 7.104 N/m2

No. Beban (gr) λ (mm)


1. 1N 0,05
2. 5N 0,38
3. 10 N 0,78
4. 19 N 1,42
2) Material : Kuningan
L = 340 mm
d = 10 mm
E = 9,1.104 N/m2

No. Beban (gr) λ (mm)


1. 1N 0,05
2. 5N 0,16
3. 10 N 0,41
4. 19 N 1,22

4.2.1 Analisa Percobaan Teoritis Percobaan Bending

1) Material : Alumunium
- Regangan Geser
λ 0,05
γ 1= = =1,47.10−4
L 340
λ 0,38
γ 2= = =11,17.10−4
L 340
λ 0,78
γ 3= = =22,94.10−4
L 340
λ 1,42
γ 4= = =41,76. 10−4
L 340
- Tegangan Geser pada Permukaan Luar
M t2 F1 . L 1 x 340
τ1 = = = =1,73 mm
max
Wp π 3 3,14 3
xd x 10
16 16
M t2 F1 . L 5 x 340
τ2 = = = =8,66 mm
max
Wp π 3 3,14 3
xd x 10
16 16
M t2 F1 . L 10 x 340
τ3 = = = =17,32 mm
max
Wp π 3 3,14 3
xd x 10
16 16
M t2 F1. L 19 x 340
τ4 = = = =32,91 mm
max
Wp π 3 3,14 3
xd x 10
16 16
- Modulus of Elasticty Shear
γ 1 1,47. 10−4
β 1= = =8,49.10−5
τ1 max
1,73
γ 2 11,17. 10−4
β 2= = =12,6.10−5
τ2 max
8,66
γ 3 22,94.10−4
β 3= = =13,24.10−5
τ3 max
17,32
γ 4 41,76.10−4
β4= = =12,68. 10−5
τ4 32,91
max

- Modulus of Elasticty in Shear


1 1
G 1= = =1,17.10−6
β 1 8,49. 10−5
1 1
G 2= = =0,79. 10−6
β 2 12,6. 10−5
1 1
G 3= = =0,75. 10−6
β 3 13,24. 10−5

1 1
G4 = = =0,78. 10−6
β 4 12,68. 10−5

- Angle of Rotation

180 ˚ . M t . L 180 ˚ . f 1. L2 180 ˚ .1. 3402


∅ 1= 1
= 2 = 2 =5.861
π . G1 . I p π 4 π 4 −6
,4
.d . G1 . 10 .1,17 .10
32 32

180 ˚ . M t . L 180 ˚ . f 1. L2 180 ˚ .5 . 3402


∅ 2= 1
= 2 = 2 =43.350
π . G1 . I p π 4 π 4 −6
.d . G 1 . 10 .0,79 .10
32 32
180 ˚ . M t . L 180 ˚ . f 1. L2 180 ˚ .10 . 3402
∅ 3= 1
= 2 = 2 =91.263,15
π . G1 . I p π 4 π 4 −6
. d . G1 . 10 .0,75 .10
32 32
180 ˚ . M t . L 180 ˚ . f 1. L2 180˚ .19 .340 2
∅4= 1
= = =166.815,18
π .G 1 . I p π2 4 π2 4 −6
. d . G1 .10 .0,78 . 10
32 32
2) Material : Kuningan
- Regangan Geser
λ 0.05
γ 1= = =1,47 .10−4
L 340
λ 0.16
γ 2= = =4,7 . 10− 4
L 340
λ 0.41
γ 3= = =12,05 . 10− 4
L 340
λ 1,22
γ 4= = =35,88 .10−4
L 340

- Tegangan Geser pada Permukaan Luar


M t2 F1 . L 1.340
τ1 = = = =1,73 mm
max
Wp π 3 3,14 3
xd x 10
16 16
M t2 F2 . L 5.340
τ2 = = = =8,67 mm
max
Wp π 3 3,14 3
xd x 10
16 16
M t2 F3 . L 10.340
τ3 = = = =17,32 mm
max
Wp π 3 3,14 3
xd x 10
16 16
M t2 F4. L 19.340
τ4 = = = =32,91 mm
max
Wp π 3 3,14 3
xd x 10
16 16

- Modulus Geser
γ 1 1,47 . 10−4 −5
β 1= = =8,49. 10
τ1 1,73
γ 2 4,7 .10−4
β 2= = =5,42 .10−5
τ2 8,67
γ 3 12,05 . 10−4 −5
β 3= = =6,95 . 10
τ3 17,32
γ 4 35,88 . 10−4
β4= = =10,9 . 10−5
τ4 32,91
- Modulus of Elasticty in Shear
1 1
G 1= = =1,17.10−6
β 1 8,49 . 10−5
1 1
G 2= = =1,84.10−6
β 2 5,42 .10 −5

1 1
G 3= = =1,43. 10−6
β 3 6,95 . 10−5

1 1
G4 = = =0,91. 10−6
β 4 10,9 . 10−5

- Angle of Rotation
180. M t . L 180. F1 . L2
∅ 1= 1
= 2
π . G1 . I p π
. d 4 . G1
32
180 x 1 x 340 2
¿ =5,8 derajat
π2
x 104 x 1,17. 10−6
32
180. M t . L 180. F1 . L2
∅ 2= 1
= 2
π . G1 . I p π
.d 4 . G1
32
180 x 5 x 340 2
¿ =18,6 derajat
π2
x 104 x 1,84. 10−6
32
180. M t . L 180. F1 . L2
∅ 3= 1
= 2
π .G1 . I p π
.d 4 . G 1
32
2
180 x 10 x 340
¿ =47,9 derajat
π2
x 104 x 1,43. 10−6
32
180. M t . L 180. F 1 . L2
∅4= 1
= 2
π . G1 . I p π
. d 4 . G1
32
180 x 19 x 3402
¿ =142,2 derajat
π2
x 104 x 0,91. 10−6
32
BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Pembahsan Umum

5.1.1 Perbandingan hasil percobaan pada setiap material


1. Gambar grafik

1. Percobaan Bending

a. Material Alumunium (Grafik hubungan antara F terhadap y)

0.3
0.26
0.25

0.2 0.18

0.15
y (mm)

0.13

0.1 0.09
0.06
0.05 0.04
0.01
0
1N 5N 10 N 19 N

-0.05
F (N)

Teori Praktik

b. Material Kuningan (Grafik hubungan antara F terhadap y)

2
1.8
1.58
1.6

1.4
1.2 1.09
y (mm)

1
0.83
0.8
0.6 0.53
0.42
0.4
0.26
0.20.1
0.05
0
1N 5N 10 N 19 N
F (N)

Teori Praktik
c. Material Tembaga (Grafik hubungan antara F terhadap y)

5
4.5
4.5

3.5
3
y (mm)

2.5 2.37

2
1.46
1.5 1.18
1 0.85
0.46
0.5
0.23
0.14
0
1N 5N 10 N 19 N
F (N)

Teori Praktik

2. Percobaan Puntiran

a. Material Alumunium (Grafik beban terhadap λ)

1.6
1.42
1.4

1.2

0.78
λ (mm)

0.8

0.6

0.38
0.4

0.2
0.05
0
1N 5N 10 N 19 N

Beban (N)
b. Material Kuningan (Grafik beban terhadap λ)

1.4

1.22
1.2

0.8
λ (mm)

0.6

0.41
0.4

0.2 0.16
0.05
0
1N 5N 10 N 19 N
Beban (N)

2. Material Praktik

1. Alumunium

Aluminium adalah logam unsur kimia berlimpah yang secara luas


digunakan di seluruh dunia untuk berbagai produk. Banyak konsumen
berinteraksi dengan beberapa bentuk itu setiap hari, terutama jika mereka
aktif di dapur. Unsur ini memiliki nomor atom 13, dan diidentifikasi
dengan simbol Al pada tabel periodik unsur. Hal ini diklasifikasikan dalam
logam miskin, berbagi milik kelenturan ekstrim dengan logam seperti timah
dan timah. Standar ejaan internasional adalah aluminium.

2. Tembaga

Tembaga adalah sebuah unsur logam ulet dan mampu tempa.


Tembaga memiliki sifat konduksi panas dan elektrik yang baik dan juga
sifat tahan korosinya maupun antimicrobial. Logam tembaga dan beberapa
bentuk persenyawaannya tidak dapat larut dalam air dingin atau air panas,
tetapi dapat dilarutkan dalam asam, seperti senyawa asam sulfat panas dan
dalam larutan basa NH4OH.

3. Kuningan
Kuningan adalah logam yang merupakan campuran dari unsur
Tembaga dan Seng. Warna kuningan bervariasi dari coklat kemerahan gelap
hingga ke cahaya kuning keperakan tergantung pada jumlah kadar seng.
Seng lebih banyak mempengaruhi warna kuningan tersebut. Komponen
utama dari logam ini adalah Tembaga sehingga kuningan biasanya
diklasifikasikan sebagai paduan tembaga.

3. Presentasi Kesalahan

Pada percobaan kali ini kami melakukan percobaan Deformation of


Bars Under Bending or Torsion. Pada percobaan ini kami melakukan tiga
kali percobaan bending pada material yang berbeda dan melakukan dua
percobaan uji punter pada material berbeda pula, dengan beban yang
digunakan yaitu seberat 1 N, 5 N, 10 N dan 19 N pada setiap percobaan.
Adapun presentasi kesalahan dari percobaan bending yang kami
praktikkan yaitu: 1) pada material alumunium dengan beban 1 N sebesar
0%, beban 5 N sebesar 30%, beban 10 N sebesar 30% serta beban 19 N
sebesar 30%. 2) pada material kuningan dengan beban 1 N sebesar 10%,
beban 5 N sebesar 60%, beban 10 N sebesar 50% serta beban 19 N sebesar
40%. 3) pada material tembaga dengan beban 1 N sebesar 39%, beban 5 N
sebesar 61%, beban 10 N sebesar 61% serta beban 19 N sebesar 66%.
Besarnya presentasi kesalahan tersebut diakibatkan karena proses
pengambilan data yang kurang cermat dan tingkat ketelitian alat yang
kurang tingkat ketelitiannya.

5.2.1 Pengaplikasian Bending dalam kehidupan sehari-hari


Salah stu pengaplikasian bending yaitu Roll forming atau disebut juga
controur roll forming adalah proses pembengkokan kontinu di mana rol
yang berlawanan digunakan untuk menghasilkan bentuk profil Panjang.
Bahwa awal dari proses ini biasanya berupa gulungan lembaran logam
(coil). Dari bahan lembaran hingga menghasilkan profil Panjang, biasanya
memerlukan beberapa pasang rol yang dirancang agar membentuk benda
kerja secara bertahap (ilustrasi gambar 1)

Gambar 5.1. Roll Forming: (1) Pengerolan rata, (2) Bentuk Setengah Jadi, Dan (3)
Bentuk Jadi.
Sumber:Groover, Mikell P., 2010, Fundamentals of Modern Manufacturing: Materials,
Processes and Systems, 4th ed

Produk yang dihasilklan dari roll forming mencakup saluran, talang,


pipa dan tabung dengan sambungan, serta berbagai komponen structural.
Walupun roll forming memiliki tampilan umum seperti rolling (tool-nya
terlihat mirip), keduanya memiliki perbedaan. Perbedaanya adalah roll
forming membengkokan benda kerja, sedangkan rolling menekan benda
kerja.
5.2.2 Pengaplikasian Torsion dalam kehidupan sehari-hari
Salah satu pengaplikasian Torsi dalam kehidupan sehari-hari terjadi
pada permainan yoyo. Pusat rotasinya terdapat pada engsel yang ada pada
yoyo, sedangkan jarak antara yoyo dengan tangan disebur dengan lengan
gaya.
Gamba
r 5.2 Pengaplikasian torsi pada permainan yoyo
Sumber:https://www.kaskus.co.id/thread/5db6a3b1e83c727b6d685876/gampang-ini-tips-
amp-trick-bermain-yoyo-sulap-dan-card-flourishing/
BAB VI

PENUTUP

1.1 Kesimpulan
1. Pada percobaan bending, semakin besar beban yang diberikan maka
semakin besar pula deformasi yang dialami oleh batang, artinya gaya
berbanding lurus dengan deformasi yang terjadi pada sebuah batang.
2. Pada percobaan torsi, semakin besar beban yang diberikan maka semakin
besar pula deformasi yang terjadi pada sebuah batang, artinya sudut rotasi
yang terjadi pada batang juga akan semakin besar.
3. Pada praktikum yang dilakukan oleh kelompok kami, tembaga merupakan
material yang paling kuat dengan angka deformasi yang terjadi pada
spesimen percobaan paling kecil. Hal ini dapat dilihat juga berdasarkan
modulus elastisitan bahan dimana modulus elastisitas tembaga lebih besar
dari kuningan dan aluminium. Seperti yang kita ketahui, semakin besar
modulus elastisitan suatu bahan maka semakin kecil deformasi yang
terjadi.
4. Modulus elastisitas berhubungan dengan tegangan dan regangan sebuah
material, dan apabila semakin tinggi modulus elastisitas sebuah material
maka tegangan dan regangan pada sebuah benda semakin besar dan
tentunya deformasi yang terjadi pada sebuah batang yang memiliki
regangan dan tegangan yang tinggi memiliki deformasi yang kecil pada
sebuah batang, artinya modulus elastisitas berbanding terbalik dengan
deformasi yang terjadi pada sebuah material.

1.2 Saran
6.2.1 Saran untuk Laboratorium
1. Menambahkan pendingin ruangan praktikum.
2. Menigkatkan kerapian barang-barang pada ruang praktikum
3. Mengganti alat dan bahan praktikum yang sudah tidak berfungsi
dengan baik.
6.2.4 Saran untuk Asisten (Kak Nurkhafidzah)
1. Tetap professional sebagai asisten terhadap praktikan
2. Mempertahankan keramahan saat praktikum maupun asistensi
terhadap praktikan.
3. Tetap semangat dalam menjalankan tugas sebagai asisten.
BAB I

PENDAHULUAN

1.3 Latar Belakang


Semua permasalahan yang berhubungan dengan buckling dapat
didemonstrasikan dengan menggunakan alat uji WP 120. Buckling, di
oposisikan pada masalah tegangan sederhana seperti penarikan, penekukan,
pelenturan dan pergeseran, secara umum adalah permasalahan stabilitas.
Masalah penomoran buckling adalah salah satu contoh teknis terbaik dalam
teori stabilitas. Buckling berperan penting hampir disetiap bagian dari
teknologi. Contohnya adalah:

 Kolom dan tumpuan pada konstruksi dan rekayasa baja.


 Batang penghenti untuk aktuasi katup dan batang penghubung pada
konstruksi motor.

 Batang piston untuk silinder hidraulik.

 Spindle dongkrak pada alat pendongkrak.


Semua bagian yang diberikan tekanan akan mengalami buckling. Jadi, alat
uji buckling WP 120 memiliki angka yang baik untuk aplikasi yang potensial.
Alat ini dapat digunakan baik oleh instruktur untuk demonstrasi ataupun oleh
asisten pada percobaan di laboratorium. Tujuan edukasi utama meliputi:

 Penggunaan Teori Euler tentang buckling.

 Pengaruh dari tumpuan buckling yang berbeda.

 Pengaruh panjang batang dan diameternya.

 Pengaruh dari jenis material.


Sehingga, pengujian teknis dasar seperti jalur dan pengukuran gaya dapat
di praktikkan. Disamping instruksi sebenarnya untuk melakukan pengujian,
bahan instruksi yang mewakili setiap unit juga menampung bagian dasar yang
meliputi aspek teori. Hal ini kadang dilakukan bagi keperluan pengguna
untuk mengembangkan literatur atau riset. Struktur dari bahan instruksi
memungkinkan pengguna yang tertarik untuk mendalami dasar dari teori
stabilitas. Tetapi, bahan instruksi juga memungkinkan pengguna yang secara
praktik untuk berpikir agar melakukan pengujian secepat mungkin.

Suatu konstruksi bangunan, terutama pada konstruksi yang terbuat dari


beton, baja atau keduanya tidak lepas dari elemen-elemen pelat, kolom
maupun balok kolom. Masing-masing elemen tersebut akan memikul gaya-
gaya karena pembebanan. Struktur yang memikul gaya normal pada
umumnya terdapat pada kolom, baik tekan atau normal sehingga terjadi
tegangan normal. Akibat gaya normal tersebut terjadi deformasi berupa
pemendekan akibat gaya normal tekan dan bertambah panjang akibat gaya
normal tarik, jika semua ini masih dalam batas-batas yang diijinkan maka
konstruksi ini dikatakan stabil.

Namun untuk struktur yang ramping dimana panjangnya sangat besar


dibandingkan jari-jari inersianya maka kestabilan bukan hanya ditentukan
oleh deformasi seperti diatas tetapi harus ditinjau tekuk batang gaya aksial
tekan. Apabila gaya aksial diperbesar maka tekukan akan semakin besar
sehingga dapat mengakibatkan kitidakstabilan struktur tersebut. Besarnya
gaya yang mengakibatkan struktur berada dalam batas stabil disebut “beban
kritis” yang biasanya disebut dengan P cr. Dimana besarnya beban kritis ini
dipengaruhi oleh:

 Elastisitas bahan

 Dimensi struktur

 Jenis pembebanan

 Faktor pengukuran
Pada batang yang mengalami gaya aksial tekan, maka deformasi yang
terjadi mula-mula adalah perpendekan. Jika beban ditambah maka terjadi
pembengkokan akibat tekukan batang tersbeut, tetapi apabila melebihi beban
kritis tersebut akan mengalami patah. Pada proses buckling akan terjadi
tegangan regangan dan pemendekkan rangka. Oleh karena itu, pada
percobaan kali ini, kita akan mempelajari tentang buckling stress atau
tegangan tekuk yang terjadi pada material.

1.4 Tujuan Percobaan


1. Untuk mengetahui yang terjadi pada tumpuan engsel-engsel.

2. Untuk mengetahui yang terjadi pada tumpuan engsel-jepit.

3. Untuk mengetahui yang terjadi pada tumpuan jepit-jepit.

1.5 Manfaat Percobaan


Percobaan ini sangat berguna untuk mengetahui tegangan tekuk yang
terjadi pada benda atau balok secara vertikal yang diberikan beban atau gaya.
Selain itu, percobaan ini dapat dijadikan sebagai dasar atau referensi dalam
konstruksi pembuatan jembatan, tiang dan benda-benda lainnya yang berdiri
tegak secara vertikal.
BAB II

TEORI DASAR UMUM

1.1 Kurva Tegangan Regangan

Uji tarik merupakan pengujian yang paling sering dilakukan untuk


mendapatkan informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai
data pendukung bagi spesifikasi bahan. Pada uji tarik, spesimen uji diberi
beban gaya tarik yang bertambah secara kontinyu, bersamaan dengan itu
dilakukan pengamatan terhadap perpanjangan yang dialami spesimen uji
(Haris Abdul, 2015).

Analisis finite element (elemen hingga) adalah alat rekayasa penting yang
digunakan untuk membantu pendekatan dan memverifikasi bagaimana
material akan bereaksi dalam berbagai kondisi pembebanan. Penggunaan
analisa finite element dalam pemodelan uji tarik memberikan gambaran
bagaimana terjadinya deformasi baik elastis maupun plastis pada material.
Fleksibilitas dalam finite element memungkinkan pemodelan uji tarik
dilakukan dalam berbagai dimensi, standarisasi dan properti material.
Mengingat hasil uji tarik merupakan informasi dasar kekuatan material, maka
pemodelan finite element uji tarik dapat menjadi dasar bagi pemodelan lebih
kompleks hingga model prototype sebuah karya teknik (Haris Abdul, 2015).

Meskipun demikian, pemilihan material adalah kunci untuk analisis finite


element. Untuk mendapatkan pemodelan uji tarik yang presisi, diperlukan
input properti material yang lengkap dari setiap kondisi mulai dari elastis,
plastis hingga perpatahan (Haris Abdul, 2015).

Uji tarik menyediakan data untuk menghitung beberapa sifat mekanik


penting dari material antara lain:

a. Sifat deformasi elastis, seperti modulus elastisitas (modulus young) dan


poisson ratio.

b. Kekuatan luluh dan kekuatan tarik utama.


c. Sifat keuletan (ductility), seperti perpanjangan dan pengurangan di daerah
plastis.

Hasil pengukuran uji tarik berupa kurva tegangan-regangan yang diperoleh


dari pengukuran perpanjangan spesimen uji seperti pada gambar 2.1.
Tegangan (σ) yang dipergunakan pada kurva diperoleh dari membagi beban
(P) dengan luas awal penampang spesimen uji (A0). Di gambarkan sebagai
berikut:

P
σ=
A0

Keterangan:

σ = Tegangan normal rata-rata ( N /m 2)

P= Gaya yang bekerja (N)

A0 = Luas bidang benda (m2) (Haris Abdul, 2015)

Regangan yang digunakan untuk kurva tegangan regangan adalah


regangan linier rata-rata, yang diperoleh dengan membagi perpanjangan
spesimen uji, ΔL, dengan panjang awalnya L0 (Haris Abdul, 2015).

∆L
ε=
Lo

Keterangan:

ε = Regangan

δ = Perpanjangan benda (m)

L = Panjang benda (m) (Haris Abdul, 2015).


Gambar 2.1 Kurva Tegangan Regangan
Sumber:https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/cced41ead9d928e487cbae6
4ac2205a6.pdf
Keterangan:

Y = Titik luluh (yield point) atas (lb/100 ft2)

Y’= Titik luluh bawah (lb/100 ft2)

B = Tegangan tarik maksimum (N/m2)

F = Titik patah

R = Batas daerah elastis (Haris Abdul,2015)

Pada bagian garis lurus AR ini pertambahan panjang sebanding dengan


pertambahan beban yang diberikan. Nilai uji tarik yang didapat merupakan
engineering stress-strain. Dalam desain konstruksi, engineering stress-strain
sangat berguna untuk menentukan kekuatan struktrual. Tetapi harus dipahami
bahwa perhitungan engineering stress-strain adalah berdasarkan dimensi
awal spesimen, dan tidak memperhitungkan perubahan dimensi akibat
terkena beban. Pada desain konstruksi, perkiraan perhitungan engineering
stress-strain ini tidak menjadi masalah karena aplikasi konstruksi tidak
mentolerir terjadinya deformasi plastis. Tetapi pada proses pemodelan yang
menekankan situasi deformasi plastis, penggunaan engineering stress-strain
tidak dapat diterima (Haris Abdul,2015).
Regangan yang diperoleh dari material test yang digunakan untuk
mendefinisikan perilaku plastik bukanlah plastic strain pada meterial, tetapi
berupa total strain yang terjadi. Oleh karena itu harus dilakukan dekomposisi
terhadap total strain menjadi komponen elastis strain dan plastic strain (Haris
Abdul,2015).
Deformasi elastis adalah deformasi yang terjadi akibat adanya beban yang
jika beban ditiadakan, maka material akan kembali seperti ukuran dan bentuk
semula, sedangkan deformasi plastis adalah deformasi yang bersifat
permanen jika bebannya dilepas. Secara umum kekuatan suatu material diuji
melalui uji tarik dengan memberi gaya tarik pada bahan hingga bahan
tersebut putus. Mesin uji akan mencetak kurva dari besarnya tegangan
terhadap regangan yang timbul selama proses penarikan hingga putus
(Tisnadi,2019).

1.2 Jenis-jenis Defleksi

Defleksi yang terjadi pada suatu batang akan berhubungan secara langsung
dengan regangan pada batang tersebut. Apabila regangan yang terjadi pada
suatu struktur akan berbanding lurus dengan tegangan struktur tersebut,
sehingga analisa mengenai defleksi merupakan suatu hal yang sangat penting
dalam mempertimbangkan suatu struktur karena berhubungan dengan desain
struktur dan keamanan suatu struktur (Hariadi, 2005).

Gambar 2.2 Ilustrasi Defleksi


Sumber:https://www.etsworlds.id/2019/04/pengertian-dan-jenis-jenis-defleksi.html
Jarak perpindahan y didefinisikan sebagai defleksi balok. Dalam
penerapan, kadang kita harus menentukan defleksi pada setiap nilai x
disepanjang balok. Hubungan ini dapat ditulis dalam bentuk persamaan yang
sering disebut persamaan defleksi kurva (kurva elastis) dari balok (Hariadi,
2005).
Defleksi terbagi menjadi tiga jenis sebagai berikut:
1. Defleksi aksial (Tarik/Tekan)
Defleksi aksial adalah Defleksi yang terjadi jika pembebanan
diberikan sejajar pada sumbu batang.

Gambar 2.3 Defleksi Aksial


Sumber:https://www.etsworlds.id/2019/04/pengertian-dan-jenis-jenis-
defleksi.html
2. Defleksi lateral
Defleksi lateral merupakan defleksi yang terjadi jika pembebanan
diberikan tegak lurus pada sumbu batang.

Gambar 2.4 Defleksi Lateral


Sumber:https://www.etsworlds.id/2019/04/pengertian-dan-jenis-jenis-defleksi.html
3. Defleksi oleh gaya geser
Unsur-unsur dari mesin haruslah tegar untuk mempertahankan
ketelitian dimensional terhadap pengaruh beban. Suatu batang yang
ditumpu akan melendut jika mengalami beban lentur (Hariadi,
2005).
Besarnya lenturan yang terjadi beberapa faktor sebagai berikut:
1. Sifat kekakuan batang (modulus elasticity).
2. Posisi batang terhadap beban dimensi batang yang biasanya
ditunjukkan dalam besaran momen inersia batang.
3. Besarnya beban yang diterima.
Ada 5 jenis batang yang digunakan pada jenis tumpuan yaitu :

1. Batang tumpuan sederhana


Bila tumpuan tersebut berada pada ujung-ujung dan pada pasak

Gambar 2.5 Batang Tumpuan Sederhana


Sumber:https:id.scribd.com/doc/177868358/L
2. Batang kantilever
Bila salah satu ujung balok dijepit dan yang lain bebas.

Gambar 2.6 Batang Kantilever


Sumber:https:id.scribd.com/doc/177868358/L
3. Batang overhang
Bila balok dibangun melewati tumpuan sederhana

Gambar 2.7 Batang Overhang


Sumber: https:id.scribd.com/doc/177868358/L

4. Batang menerus
Bila tumpuan-tumpuan terdapat pada balok continue secara fisik.

Gambar 2.8 Batang Menerus


Sumber: https:id.scribd.com/doc/177868358/L

1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Defleksi

Defleksi adalah perubahan bentuk pada balok dalam arah y akibat adanya
pembebanan vertical yang diberikan pada balok atau batang. Deformasi pada
balok secara sangat mudah dapat dijelaskan berdasarkan defleksi balok dari
posisinya sebelum mengalami pembebanan. Defleksi diukur dari permukaan
netral awal ke posisi netral setelah terjadi deformasi. Konfigurasi yang
diasumsikan dengan deformasi permukaan netral dikenal sebagai kurva
elastis dari balok.

Faktor yang mempengaruhi defleksi sebagai berikut:

1. Kekakuan Material
Material yang memiliki kekakuan (stiffness) yang semakin baik,
maka defleksi yang dihasilkan akan semakin kecil.
2. Besar kecil gaya yang diberikan
Besar gaya yang diterima pada material berbanding lurus dengan
besarnya defleksi yang terjadi. Apabila beban yang diterima oleh
struktur material semakin besar, maka defleksi yang terjadi semakin
besar pula.
3. Jenis tumpuan yang diterima
Suatu struktur material akan mengalami jumlah reaksi pada tiap
jenis tumpuan berbeda-beda. Semakin besar reaksi dari tumpuan
yang melawan gaya dari beban, semakin besar pula defleksi yang
terjadi. Sehingga besar defleksi tidaklah sama pada masing-masing
penggunaan tumpuan yang berbeda-beda.
4. Jenis beban yang terjadi pada batang

Beban terdistribusi merata dengan beban titik, keduanya


memiliki kurva defleksi yang berbeda-beda. Pada beban
terdistribusi merata slope yang terjadi pada bagian batang yang
paling dekat lebih besar dari slope titik. Ini karena sepanjang batang
mengalami beban sedangkan pada beban titik hanya terjadi pada
beban titik tertentu saja (Hariadi, 2005).

1.4 Deformasi

Dalam ilmu material, deformasi adalah perubahan bentuk atau ukuran dari
sebuah objek karena sebuah penerapan gaya (energi deformasi dalam hal ini
ditransfer melalui kerja) atau perubahan suhu (energi deformasi dalam hal ini
ditransfer melalui panas). Kasus pertama yang dapat menjadi akibat dari
kekuatan tarik, kekuatan tekan, geser, lipatan atau torsi (memutar). Deformasi
terjadi bila bahan mengalami gaya. Selama deformasi, bahan menyerap energi
sebagai akibat adanya gaya yang bekerja sepanjang deformasi. Sekecil apapun
gaya yang bekerja, maka benda akan mengalami perubahan bentuk dan
ukuran. Perubahan ukuran secara fisik ini disebut deformasi (Adiansyah Yogi,
2018).

Penambahan beban pada bahan yang telah mengalami kekuatan tertinggi


tidak dapat dilakukan, karena pada kondisi ini bahan telah mengalami
deformasi total. Jika beban tetap diberikan maka regangan akan bertambah
dimana material seakan menguat yang disebut dengan penguatan regangan
(strain hardening) yang selanjutnya benda akan mengalami putus pada
kekuatan patah (Pytel, 1995).
Gambar 2.9 Deformasi Pada Pegas
Sumber:www.123rf.com

Deformasi sering digambarkan sebagai regangan. Ketika deformasi terjadi,


gaya internal antar-molekul muncul melawan gaya yang diberikan. Jika gaya
yang diberikan tidak besar maka kekuatan mungkin cukup untuk melawan
gaya yang diberikan, memungkinkan objek mencapai keadaan setimbang baru
dan kembali ke kondisi semula ketika beban dihilangkan (Adiasyah
Yogi,2018).

Macam-macam deformasi sebagai berikut:


1. Deformasi elastis
Deformasi elastis adalah deformasi atau perubahan bentuk yang
terjadi pada suatu benda saat gaya atau beban itu bekerja, dan
perubahan bentuk akan hilang ketika gaya atau bebannya ditiadakan.
Artinya, bila beban ditiadakan, maka benda akan kembali ke bentuk
dan ukuran semula.
2. Deformasi plastis

Deformasi plastis adalah perubahan bentuk yang merupakan


kelanjutan dari deformasi elastis yang bersifat permanen meskipun
beban dihilangkan (Adiasyah Yogi, 2018).

2.5 Perbedaan Deformasi Elastisitas dan Plastisitas

2.5.1 Deformasi Elastisitas

Sebuah benda terdiri dari partikel–partikel kecil atau molekul-molekul.


Diantara molekul–molekul ini bekerjalah gaya – gaya yang biasa disebut
gaya molekuler. Gaya – gaya molekuler ini memberi perlawanan terhadap
gaya – gaya luar yang berusaha mengubah bentuk benda sampai terjadi
keseimbangan antara gaya–gaya luar dan gaya–gaya dalam. Selanjutnya
benda itu dikatakan berada dalam keadaan regang (state of strain). Deformasi
yang terjadi dapat berupa kombinasi perilaku elastis dan plastis. Pada
permukaan dari dua komponen yang saling bersinggungan dan bergerak satu
terhadap lainnya akan terjadi deformasi elastis maupun plastis (Singer dan
Pytel, 1995).

Elastisitas adalah sifat yang dimiliki material menyebabkan material ke


bentuk seperti semula setelah diberi beban dan mengalami perubahan bentuk
kemudian beban dihilangkan. Sebuah benda yang sepenuhnya ke bentuk
semula dinamakan elastis sempurna, sedangkan apabila tidak sepenuhnya
kembali ke bentuk semula maka dinamakan elastisitas parsial. Elastisitas
bahan ditentukan oleh banyaknya modulus elastisitas, modulus elastisitas
bahan didapat dari hasil bagi antara tegangan dan regangan. Pada deformasi
plastik terjadi bila sepotong logam atau bahan padat dibebani gaya. Logam
akan mengalami perubahan bentuk, dan setelah gaya tiga ditiadakan, terjadi
perubahan bentuk permanen. Hal ini terjadi akibat sliding antar bidang atom
atau ikatan atom-atomnya pecah (S. Timoshenko dan Goodier, 1986).

σ
E=
ε

Keterangan:

E = Modulus elastisitas (Mpa)


σ = Tegangan (Mpa)
ε = Regangan (S. Timoshenko dan Goodier, 1986).

Garis modulus berupa garis lurus pada kurva beban dan perpanjangan,
yang menunjukkan bahwa beban berbanding lurus dengan perpanjangan
seperti gambar 2.10
Gambar 2.10 Garis Modulus
Sumber:
http://eprints.ums.ac.id/15211/2/BAB_II.pdf

Bila garis modulus itu membuat sudut besar dengan sumbu


horizontal, berarti bahan itu sangat tahan terhadap perubahan bentuk
elastik (kaku), memiliki modulus elastisitas tinggi sehingga tahan
terhadap perubahan bentuk (deformasi) elastis (Singer dan Pytel, 1995).

2.5.2 Deformasi Plastisitas

Plastisitas adalah sifat yang dimiliki oleh suatu material, yaitu ketika
beban yang diberikan kepada suatu benda/material hingga mengalami
perubahan bentuk kemudian dihilangkan lalu benda tidak bisa kembali
sepenuhnya ke bentuk semula. Peningkatan pembebanan yang melebihi
kekuatan luluh (yield strength) yang dimiliki plat mengakibatkan aliran
deformasi permanen yang disebut plastisitas. Menurut Mondelson (1983) teori
plastis terbagi menjadi dua kategori:
1. Teori fisik
Teori fisik menjelaskan aliran bagaimana logam akan menjadi plastis.
Meninjau terhadap kandungan mikroskopik material seperti halnya
pengerasan kristal atom dan dislokasi butir kandungan material saat
mengalami tahap plastisitas.
2. Teori matematik

Teori matematik berdasarkan pada fenomena logis alami dari


material dan kemudian dideterminasikan ke dalam rumus yang digunakan
untuk acuan perhitungan pengujian material tanpa mengabaikan sifat dasar
material (Singer dan Pytel, 1995).

2.6 Momen Inersia

Momen inersia merupakan kecenderungan suatu benda untuk


mempertahankan kecepatan sudutnya, identik dengan massa pada gerak
translasi. Nilai momen inersia benda tegar bervariasi bergantung pada bentuk
benda dan sumbu putar benda. Perbedaan nilai momen inersia setiap
benda dikarakterisasi melalui suatu bilangan yang disebut koefisien momen
inersia (k). Benda yang bergerak berputar (rotasi dan menggelinding) dapat
dengan mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti gerakan roda
kendaraan, komedi putar, putaran baling-baling pesawat, dan mainan yoyo.
Momen inersia pada suatu benda tegar dapat ditentukan massa dan dimensi
fisiknya, baik dengan cara matematis maupun eksperimen (Rustan,2016)
Metode eksperimen dapat dilakukan sebagai pembuktian sebuah konsep
mengenai momen inersia, besaran-besaran yang terukur dan yang
mempengaruhi nilai momen inersia. Benda yang berputar memiliki beberapa
besaran yang tidak dimiliki oleh benda yang bergerak lurus (translasi), salah
satunya adalah momen inersia (Rustan,2016).
I =KM r 2
Keterangan:
I = momen inersia (kg .m2 )
K= konstanta dari bentuk benda
M= massa benda (kg)
r 2= kuadrat dari jari-jari benda (m 2)
Berikut koefisien momen inersia beberapa benda tegar dengan sumbu putar
sejajar sumbu utama (Giancoli, 2001):
Tabel 2.1 Koefisien Momen Inersia (k) beberapa benda
Benda Koefisien Momen Inersia (k)
Bola pejal 0,4
Bola berongga 0,67
Silinder pejal 0,5
Silender berongga 1
Sumber:https://jurnal.unsulbar.ac.id/index.php/saintifik
Penentuan nilai k dapat dilakukan dengan menggunakan kalkulus melalui
metode integral, akan tetapi cukup sulit dilakukan meskipun pada benda-
benda yang bentuknya teratur dan homogen. Sebagai alternatif penyelesaian
yang lebih mudah dipahami oleh peserta didik mencoba menentukan
koefisien momen inersia menggunakan Video Based Laboratory (VBL) dan
Software Tracker. Hasil yang diperoleh cukup akurat, akan tetapi sangat
bergantung pada kualitas kamera digital yang digunakan. Berdasarkan hal
tersebut, penulis ingin mencoba menentukan koefisien momen inersia dengan
pendekatan yang lain yaitu instrumen berbasis Arduino menggunakan sensor
fotodioda. Ketika benda bergerak melewati fotodioda dan menghalangi sinar
sumber, maka photodioda akan memberikan sinyal aktif ke arduino melalui
jalur interupsi sebagai nilai awal, demikian pula ketika objek melewati
photodioda kedua yang disimpan sebagai nilai akhir. Pembagian antara jarak
sensor dengan waktu ini akan diperoleh kecepatan. Penentuan kecepatan
benda sebenarnya bisa dilakukan dengan menghitung dengan formula
menggunakan waktu yang diukur menggunakan stopwatch. Dengan
menggunakan sensor akan mengurangi kesalahan pengukuran yang
disebabkan faktor human error (Nursetia, 2018).
Secara metematis momen inersia ditentukan dengan persamaan-persamaan
berikut:
Momen Inersia terhadap sumbu x:
Ix = ∫ y 2 dA
Momen Inersia terhadap sumbu y:
2
Iy = ∫ x dA
Momen Inersia kutub:
2
Ip = ∫ r dA
Momen Inersia Perkalian (Product of Inertia):
Ixy = ∫ xy dA
Momen inersia pada persamaan sumbu x, persamaan y, dan persamaan
momen Inersia kutub selalu bertanda positif, sedangkan momen inersia
perkalian pada persamaan momen inersia kutub dapat bertanda negatif. Jika
momen inersia besar maka benda akan sulit untuk melakukan perputaran dari
keadaan diam dan semakin sulit berhenti ketika dalam keadaan berotasi, itu
sebabnya momen inersia juga disebut sebagai momen rotasi. Setiap benda
tegar bergerak melingkar di masing-masing titik partikel geraknya, hal ini
merupakan acuan tertentu yang dapat ditentukan dengan momen inersia
(Nursetia, 2018).
Momen inersia pada keempat persamaan diatas penggunaannya terbatas
pada momen inersia bidang tunggal, sedangkan secara umum banyak
bidang/penampang merupakan gabungan dari beberapa penampang tunggal.
Misalnya penampang yang berbentuk L adalah gabungan dari dua penampang
segi empat. Untuk menyelesaikan momen inersia pada penampang gabungan
diperlukan pengembangan dari keempat persamaan yang disebut dengan
Teori sumbu sejajar. Momen inersia dipengaruhi oleh jari-jari (jarak benda
dari sumbu). Benda yang berbentuk sama namun momen inersianya bisa saja
berbeda karena pengaruh jari-jari. Semakin besar jari-jari benda maka
semakin besar momen inersianya (Nursetia, 2018).
Jika momen inersia besar maka benda akan sulit untuk melakukan
perputaran dari keadaan diam dan semakin sulit berhenti ketika dalam
keadaan berotasi, itu sebabnya momen inersia juga disebut sebagai momen
rotasi. Setiap benda tegar bergerak melingkar di masing-masing titik partikel
geraknya, hal ini merupakan acuan tertentu yang dapat ditentukan dengan
momen inersia. Jika momen inersia besar maka benda akan sulit untuk
melakukan perputaran dari keadaan diam dan semakin sulit berhenti ketika
dalam keadaan berotasi, itu sebabnya momen inersia juga disebut sebagai
momen rotasi. Setiap benda tegar bergerak melingkar di masing-masing titik
partikel geraknya, hal ini merupakan acuan tertentu yang dapat ditentukan
dengan momen inersia (Nursetia, 2018).
Tabel 2.2 Koefisien Momen Inersia (k) beberapa benda
Sumber:
https://www.seputarpengetahuan.co.id/2020/10/momen-inersia.html
2.7 Jenis-Jenis Kolom

Kolom merupakan bagian dari suatu kerangka bangunan yang menempati


posisi terpenting dalam sistem struktur bangunan. Bila terjadi kegagalan pada
kolom maka dapat berakibat keruntuhan komponen struktur lain yang
berhubungan dengannya, atau bahkan terjadi keruntuhan total pada
keseluruhan struktur bangunan. Kolom meneruskan beban – beban dari
elevasi atas ke elevasi di bawahnya hingga akhirnya sampai ke tanah melalui
pondasi. Didalam analisa maupun perencanaan kolom, dasar-dasar teori yang
digunakan dalam analisis balok dapat diterapkan dalam analisis kolom, tetapi
ada tambahan faktor baru (selain momen lentur) yaitu gaya-gaya normal
tekan yang diikutkan dalam perhitungan (Istimawan Dipohusodo, 1999).

Karena itu perlu adanya penyesuaian dalam menyusun persamaan


keseimbangan dengan meninjau kombinasi momen lentur dan gaya normal
tekan. Pada lentur balok, banyaknya tulangan yang terpasang dapat
direncanakan agar balok berperilaku daktail, tetapi pada kolom biasanya gaya
normal tekan adalah dominan sehingga keruntuhan yang bersifat tekan sulit
untuk dihindari. Prinsip-prinsip dasar yang dipakai untuk analisa kolom pada
dasarnya sama dengan balok yaitu:

1.Distribusi tegangan adalah linier diseluruh tinggi penampang kolom.


2.Regangan pada baja sama dengan regangan beton yang menyelimutinya.
3.Regangan tekan beton dalam kondisi batas adalah 0,003 mm/mm.
4.Kekuatan tarik beton diabaikan dalam perhitungan kekuatan (Istimawan D,
1999).
Jenis kolom berdasarkan bentuk dan susunan tulangan kolom dapat
diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan susunan tulangannya, posisi beban
yang bekerja pada penampang, dan panjang kolom berkaitan dengan dimensi
penampangnya. Jenis kolom berdasarkan bentuk dan macam penulangannya
dapat dibagi menjadi tiga katagori yang diperlihatkan pada gambar 2.11 yaitu:
a. Kolom segi empat atau bujur sangkar dengan tulangan memanjang dan
Sengkang.
b. Kolom bundar dengan tulangan memanjang dan sengkang berbentuk
spiral.
c. Kolom komposit yaitu gabungan antara beton dan profil baja sebagai
pengganti.

Gambar 2.11 Macam-Macam Kolom dan Penulangannya


Sumber:Buku Perancangan Struktur Beton Bertulang, 2016
Kolom bersengkang merupakan jenis kolom yang paling banyak
digunakan karena pengerjaan yang mudah dan murah dalam pembuatannya.
Walaupun demikian kolom segi empat maupun kolom bundar dengan
penulangan spiral kadang-kadang digunakan juga, terutama untuk kolom
yang memerlukan daktilitas cukup tinggi untuk daerah rawan gempa.
Berdasarkan posisi beban terhadap penampang, dapat dibedakan menjadi tiga
jenis kolom yaitu (a) Kolom dengan beban sentries, (b) Kolom dengan beban
aksial dan momen satu bumbu dan (c) Kolom biaxial (momen bekerja pada
sumbu x dan sumbu y) (Istimawan D, 1999).

Gambar 2.12 Gaya-Gaya pada Kolom


Sumber:Buku Perancangan Struktur Beton Bertulang, 2016
Apabila beban tekan aksial tekan dibiarkan pada suatu kolom pendek
beton bertulang, beton akan berperilaku elastis hingga batas tegangan
mencapai sekitar 1/3f’c. Apabila beban pada kolom ditingkatkan hingga
mencapai batas ultimit, beton akan mencapai kekuatan maksimumnya dan
tulangan baja akan mencapai kuat luluhnya, fy (Istimawan D, 1999).
Kolom dengan sengkang persegi dan sengkang spiral menunjukkan
perilaku yang sedikit berbeda pada saat keruntuhan. Pada kolom dengan
sengkang persegi, pada saat beban ultimit tercapai selimut beton akan pecah
dan mengelupas. Peristiwa ini akan segera diikuti dengan tertekuknya
tulangan memanjang ke arah luar dari penampang kolom, apabila tidak
disediakan tulangan sengkang dalam jarak yang cukup rapat. Saat terjadi
keruntuhan pada kolom dengan sengkang persegi, bagianpada inti beton
hancur setelah beban ultimit tercapai (Istimawan D, 1999).

Keruntuhan ini bersifat getas dan terjadi secara tiba-tiba, dan lebih sering
terjadi pada struktur yang menerima beban gempa, tanpa detailing yang
memadai. Perilaku daktail akan ditunjukkan oleh kolom yang diberi tulangan
sengkang spiral. Pada saat beban ultimit tercapai, maka selimut beton pun
akan terkelupas dan pecah, namun inti beton akan tetap berdiri. Apabila jarak
lilitan dibuat cukup rapat, maka kolom ini masih akan mampu memikul beban
tambahan yang cukup besar di atas beban yang menimbulkan pecah pada
selimut beton. Tulangan spiral dengan jarak yang cukup rapat, bersama
dengan tulangan memanjang akan membentuk semacam sangkar yang cukup
efektif membungkus isi beton. Pecahnya selimut beton pada kolom dengan
sengkang spiral ini dapat menjadi tanda awal bahwa keruntuhan akan terjadi
bila beban terus ditingkatkan (Istimawan D, 1999).

2.8 Beban Kritis

Perhitungan beban kritis dengan meninjau sifat bahan yang tidak linier
dilakukan dengan menganggap bahwa persamaan yang berlaku dalam daerah
elastis juga berlaku dalam daerah plastis tempi mengganti Modulus Elastisitas
(E) dengan Modulus Elastisitas yang sesuai. Dengan demikian beban kritis
dengan meninjau sifat plastis bahan dihitung dengan bantuan minus yang
berlaku dalam daerah elastis dengan memodifikasi Modulus Elastisitas
dengan Modul Tangen (ET), Sekan (E^) atau Modulus Karman (ETM)
(Timoshenko, 1936).

Efek buckling terjadi pada sebuah kolom yang mendapat beban tekan
dalam arah aksial terhadap sumbu batang. Beban aksial tersebut apabila sudah
mencapai beban kritis dari kolom akan mengakibatkan defleksi lateral. Beban
kritis adalah beban kerja terkecil yang diterima kolom sehingga terjadi
defleksi lateral tersebut. Beban kritis nilainya lebih kecil dari beban yang
dibutuhkan kolom untuk rusak akibat pecah. Beban kritis suatu kolom
besarnya berbanding lurus dengan momen inersia kolom, yang berarti
semakin besar momen inersia penampang kolom maka beban kritisnya akan
semakin besar (Sufiyanto, 2006).

Ada tiga alternatif kondisi tumpuan yang dapat terjadi pada suatu kolom,
yaitu tumpuan engsel-engsel, jepit-jepit dan engsel-jepit. Beban kritis yang
mampu diterima oleh kolom dapat ditentukan dengan menggunakan rumus
Euler. Rumus Euler dapat diturunkan dengan cara berikut:
d 2 y − p xy
=
dx 2 El
d 2 y p xy
+ y =0
dx 2 El
Keterangan:
E = Modulus Elastisitas (N/m2)
I = Inersia (Kg.m2)
P = Gaya aksial (Kg)
y = Pelenturan (Sufiyanto, 2006)

Metode Southwell dapat digunakan untuk menghitung beban kritis


plastis suatu silinder yang terbuat dari bahan yang memiliki sifat tidak linear.
Dengan cara menggabung metode Karman (Diagram Karman) dan metode
Southwell maka kesulitan memperoleh modulus yang baru dapat
ditanggulangi. Hal ini dilakukan dengan menggunakan beban kritis elastis
untuk menghitung modulus yang baru (Sekant, Tangen atau Karman) dengan
pendekatan sifat bahan tidak linear dengan metode Ramberg Osgood. Dari
beban kritis elastis dan Diagram Karman dan pendekatan Ramberg Osgood
diperoleh Modulus elastisitas baru. Modulus elastisitas ini (dalam ini modulus
tangen) digunakan untuk menghitung beban kritis plastis dengan metode
Southwell seperti yang umum digunakan. Di masa datang metode ini
dikembangkan untuk menghitung beban kritis plastis silinder yang
mengandung ketidaksempurnaan awal yang besar. (Sufiyanto, 2006)

2.9 Perbedaan Buckling dan Puntiran

Kekakuan pada material merupakan ketahanan suatu material terhadap


deformasi ketika diberi beban. Material yang lentur dapat diartikan sebagai
material yang dapat mengalami regangan dengan baik bila diberi tegangan
atau beban tertentu. Modulus Elastisitas (E) adalah harga kekakuan suatu
material pada daerah elastis dan perbandingan tegangan dengan regangan pada
daerah elastis. Tegangan atau beban yang diberikan pada spesimen uji
haruslah dibawah harga beban maksimum agar spesimen tidak mengalami
deformasi plastis (Bikam, 2007)
Pengujian lentur (bending) pada umumnya dilakukan dengan dua
metode berikut:

a. Tiga titik lentur


Pada tiga poin bending, spesimen atau benda dikenai beban pada satu
titik yaitu tepat pada bagian tengah batang (½ L). Pada metode ini material
harus tepat berada di ½ L, agar mendapatkan momen maksimum karena saat
mecari dibutuhkan momen maksimum tersebut (Bikam ,2007)
b. Empat titik lentur
Pada empat poin bending, benda kerja dikenai beban pada dua titik,
yaitu pada ⅓L dan ⅔L. Pembebanan menggunakan fourpoint benidng lebih
baik dari pada menggunakan Three poin bening ini dikarenakan adanya
rentang pada spesimen yang menyebabkan tegangan geser = 0. Ilustrasi
pengujian dapat dilihat di gambar berikut:

Gambar 2.13 Ilustrasi Pengujian


Sumber: https://www.academia.edu/17345750/uji_bending
Pengukuran tegangan yang terjadi pada spesimen uji dapat dilakukan
melalui perhitungan berikut:
M ×c
σ=
I
Keterangan:
 = Tegangan Normal (N/m2)
M = Momen lentur di penampang melintang (N.m)
c = Jarak dari sumbu netral ke elemen yang ditinjau (m)
I = Momen inersia penampang (Kg.m2) (Bikam, 2007)
Untuk spesimen yang mempunyai penampang segi empat, maka tegangan
normal maksimumnya adalah:

PL h
( )( )
4 2
σ=
bh3
( )
12
Keterangan:
P = Beban yang bekerja (P2)
L = Panjang specimen (m)
h = Tebal specimen (cm)
b = Lebar specimen (cm)
σ = Tegangan normal (N/m2) (Bikam, 2007)
Persamaan ini didapatkan sesuai dengan perhitungan momen maksimum
pada spesimen berpenampang persegi. Dengan metode pemotongan
(spesimen) akan didapatkan distribusi momen dan tegangan geser disetiap
titik spesimen uji. Spesimen memiliki momen maksimum pada tengah batang
(L/2) dan menerima beban sebesar (P/2). c merupakan jarak dari sumbu netral
ke elemen yang akan ditinjau. Nilai c adalah jarak dari sumbu netral (titik
pusat spesimen) ke permukaan spesimen. Inersia dilampirkan (Bikam, 2007).
Sedangkan defleksi yang terjadi, dapat dihitung dengan persamaa:
PL 3
δ=
48 EI
Keterangan:
δ = Defleksi
P= Beban yang bekerja (V2)
L = Panjang specimen (cm)
E = Modulus elastisitas bahan specimen (N/m2)
I = Modulus inersia penampang (Kg.m2) (Bikam, 2007).
Tegangan puntir merupakan tegangan yang diakibatkan oleh gaya putar.
Tegangan puntir sering terjadi pada poros roda gigi dan batang torsi pada
mobil, juga saat melakukan pengeboran. Jadi, merupakan tegangan
tangensial.

Gambar 2.14 Tegangan Puntir


Sumber: https://www.scribd.com/doc/212241855/Tegangan-puntir
Benda yang mengalami beban puntir akan menimbulkan tegangan puntir
sebesar:

τ= ℘

Keterangan:
Mt = Momen puntir (torsi)
Wp = Momen tahanan polar (pada puntir) (Bikam, 2007).

G . θ .r T . r
τ= =
l I
Keterangan:
G = Modulus geser (Pa)
θ = Sudut Puntir (rqd/m)
r = Jari-jari (m)
l = Panjang (m)
I = Momen Inersia (Kg.m) (Bikam, 2007).

Akibat puntiran murni pada poros berpenampang lingkaran adalah


timbulnya tegangan geser murni dalam bahan. Bila poros dibagi menjadi dua
bagian oleh bidang transversal khayal, akan terlihat bahwa permukaan-
permukaan pada kedua pihak dari bidang ini cenderung berputar, relatif yang
dianggap terdiri dari lapisan-lapisan tipis transversal yang jumlahnya tak
terhingga, masing-masing relative berputar sedikit terhadap lapisan
berikutnya bila torsi diberikan, akibatnya poros akan terpuntir. Pergerakan
angular salah satu ujung relative terhadap yang lain disebut sudut puntiran
(Magga, 2009).
Tegangan puntir disebabkan oleh momen puntir yang bekerja pada
penampang batang. Dalam menganalisa tegangan puntir, momen torsi yang
biasanya dinyatakan dalam vektor rotasi diubah menjadi vektor translasi
dengan menggunakan aturan tangan kanan. Lipatan jari tangan menunjukkan
arah vektor rotasi dan jari jempol menunjukkan vektor translasi. Seperti
halnya gaya aksial, tegangan puntir muncul (momen puntir ada) bila batang
tersebut dipotong. Metode irisan tetap digunakan untuk mendapatkan momen
puntir dalam, sehingga tegangan puntir dapat dicari (Magga, 2009).
Tali/kawat baja sering dipakai pada mesin-mesin pengangkat sebagai
salah satu perangkat mesin pemindah bahan. Dibandingkan dengan rantai, tali
baja mempunyai keunggulan sebagai berikut:
a. Lebih ringan
b. Lebih tahan terhadap sentkan
c. Operasi yang tenang walaupun pada kecepatan operasi yang tinggi
d. b = 130 sampai 200 kg/mm2

Dimana dalam proses pembuatannya kawat baja diberi perlakuan panas


tertentu dan digabung dengan penarikan dingin, sehingga menghasilkan sifat
mekanis kawat baja yang tinggi σ . Salah satu hal yang dapat menyebabkan
puntiran pada kawat baja yaitu proses pembuatan yang dilakukan dengan
pemintalan (penganyaman) yang akan menyebabkan timbulnya gaya internal
pada kawat baja. Hal lain yang dapat menyebabkan puntiran adalah kawat
diberi pembebanan maka pintalan tadi cenderung akan mengecil sehingga
juga akan menyebabkan puntiran pada kawat. Pada saat tali ditekuk maka
akan timbul gaya-gaya yang rumit pada kawat yang terdiri dari tarikan,
tekanan dan puntiran (Magga, 2009).

2.10 Penerapan Buckling dalam Kehidupan Sehari-hari

Dalam kehidupan sehari-hari fenomena buckling sering kita temui.


Buckling merupakan keadaan dimana suatu benda mengalami penekukan atau
pembengkokan akibat adanya pemberian beban atau gaya pada benda
tersebut. Fenomena ini bisa juga terjadi pada pesawat terbang, misalnya pada
bagian wing. Wing merupakan bagian pesawat yang penting karena ditinjau
dari konstruksinya, wing mempunyai fungsi sebagai alat untuk memproduksi
lift yang sebesar besarnya, yang diperlukan pesawat untuk mengimbangi berat
pesawat agar dapat mengapung di udara. Di samping itu wing dapat berfungsi
untuk penempatan bahan bakar yang diperlukan dalam penerbangan, tempat
untuk support roda pendarat, engine maupun persenjataan. Sesuai dengan
fungsinya tersebut, maka selain memenuhi persyaratan aerodinamis, wing
harus memiliki persyaratan kekuatan yaitu kuat menahan segala macam
beban yang bekerja padanya (Soegito, 2001).
Untuk memenuhi persyaratan kekuatan, maka pada wing pesawat
terbang tersebut, terdapat kolom yang berfungsi sebagai penyangga beban
dari semua bagian wing yang berada di atasnya. Dalam mendesain kolom
yang berfungsi menyangga wing, salah satu perhitungan yang dilakukan
adalah perhitungan besar beban buckling yang dapat ditahan oleh kolom
sebagai akibat beban yang diberikan pada kolom tersebut. Kolom pada wing
yang berfungsi sebagai penguat longitudinal pada struktur wing adalah
stringer. Oleh karena itu stringer yang dipasang pada skin tersebut harus
mampu menerima beban tekan yang terjadi sehingga dapat terhindar dari
kegagalan tekuk atau fenomena buckling (Soegito, 2001).

Jenis wing pada pesawat terbang ada yang memiliki struktur wing box
(pada pesawat transport, tempur maupun latih) dan ada yang tanpa wing box
(pada pesawat tanpa awak), dimana struktur wing box ini memiliki spar dan
stringer sehingga memerlukan analisis terhadap struktur wing tersebut,
seperti tegangan dan beban yang terjadi pada wing. Pesawat KT-1B
merupakan pesawat yang memiliki jenis wing yang memiliki struktur wing
box yang terbagi menjadi beberapa station (STA). Wing Box STA 1920
sampai STA 2500 merupakan dari wing box pada wing pesawat KT-1B
dimana fuel tank ditempatkan,sehingga berpengaruh terhadap pembebanan
yang diterima oleh setiap bagian wing pesawat KT-1B.Dari permasalahan
tersebut itulah, maka dalam penelitian ini akan menganalisis beban buckling
terhadap struktur wing pesawat KT-1B STA 1920 sampai 2500 guna
mendapatkan karakteristik beban buckling dari struktur wing pesawat KT-1B,
dimana kedua station itu sudah dianggap dapat mewakili semua stringer di
setiap station wing pesawat KT-1B. Pesawat Latih Dasar (Basic Trainer
Aircraft) KT-1B adalah pesawat yang dimiliki TNI AU yang dipergunakan
untuk mendidik para calon penerbang TNI AU. Pesawat ini diproduksi oleh
Korean Aerospace Industries (KIA). Beban buckling dihitung dengan cara
mengalikan modulus elastisitas dengan momen inersia yang terjadi pada
setiap stringer, kemudian dibagi dengan panjang STA yang akan dihitung
(Soegito, 2001).

2.11 Modulus Elastisitas


Modulus Elastisitas adalah perbandingan antara tegangan elastis suatu
benda dengan regangan yang dialaminya. Modulus Elastisitas ini juga dikenal
dengan nama Modulus Young (E). Modulus elastisitas ini berbeda dengan
elastisitas pegas yang telah dijelaskan sebelumnya pada artikel rumus
konstanta pegas (Arif Zainal, 2016).
Sedangkan rumus modulus elastisitas adalah:
F
σ A F .lo
E= = =
ε Δl A . Δl
lo
Keterangan:
E = Modulus Young (N/m2)
σ = Tegangan (N/m2)
ε = Regangan
F = Gaya (N)
A = Luas penampang (m2)
∆ l = Pertambahan Panjang (m)
lo = Panjang awal (m) (Arif Zainal, 2016).
Besarnya nilai Modulus Elastisitas tergantung dengan bahan dari benda
elastis tersebut, dan yang harus diingat adalah besarnya nilai tersebut tidak
tergantung dengan bentuk serta ukuran benda elastis tersebut. Berikut ini
adalah modulus elastisitas material yang ada:

Tabel 2.3 Modulus Elastisitas Material


Bahan Modulus Young (Pa)
Aluminium 7 × 1010
Baja 20 × 1010
Besi 21 × 1010
Karet 0,05 × 1010
Kuningan 9 × 1010
Nikel 21 × 1010
Tembaga 11 × 1010
Timah 1,6 × 1010
Beton 2,3 × 1010
Kaca 5,5 × 1010
Wolfram 41 × 1010
Sumber:https://eandroidfisika.wordpress.com/tegangan-regangan-dan-modulus-elastisitas/ ;

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari rabu tanggal 4 Desember 2021 pada
pukul 13.00 WITA sampai dengan pukul 15.00 WITA. Adapun tempatnya di
Laboratorium Mekanika Terpakai, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
1. Alat Uji Buckling WP 120, sebagai alat percobaan buckling.

Gambar 3.1 Force Measuring Device


Sumber: Dokumentasi Praktikum

2. Dial Indicator, untuk mengukur besarnya defleksi yang terjadi pada


batang.
Gambar 3.2 Dial Indicator
Sumber: Dokumentasi Praktikum

3. Load Nut, berfungsi untuk memberi gaya.

Gambar 3.3 Load Nut


Sumber: Dokumentasi Praktikum

4. Mass (beban), sebagai variasi pembebanan pada percobaan.

Gambar 3.4 Mass (Beban)


Sumber: Dokumentasi Praktikum

5. Force Gauge, untuk mengukur dan menampilkan besarnya gaya dari


load nut.

Gambar 3.5 Force Gauge


Sumber: Dokumentasi Praktikum

6. Clamping Plate, sebagai tempat untuk menggantung beban yang


membebani batang.

Gambar 3.6 Clamping Plate


Sumber: Dokumentasi Praktikum
7. Penggaris, untuk mengukur panjang batang.

Gambar 3.7 Penggaris


Sumber: Dokumentasi Praktikum
3.2.2 Bahan
1. Tembaga, sebagai objek percobaan.

Gambar 3.8 Baja


Sumber: Dokumentasi Praktikum
2. Kuningan, sebagai objek percobaan.

Gambar 3.8 Kuningan


Sumber: Dokumentasi Praktikum

3.3 Prosedur Percobaan


3.3.1 Prosedur percobaan beban tunggal
4) Percobaan Defleksi pada Batang Aluminium Tumpuan Engsel-
Engsel
1) Mengukur panjang, lebar dan tebal batang aluminium dengan
penggaris;
2) Memasang batang aluminium pada alat uji Buckling WP 120;
3) Memasang dial indicator pada bagian tengah batang;
4) Mengkalibrasi dial indicator;
5) Memberikan gaya sebesar 225 N, 325 N, dan 425 N;
6) Memutar load nut dengan gaya yang diberikan dan memperhatikan
defleksi yang dihasilkan tiap gaya.

5) Percobaan Defleksi pada Batang Aluminium Tumpuan Engsel-


Jepit
1) Mengukur panjang, lebar dan tebal batang aluminium dengan
penggaris;
2) Memasang batang aluminium pada alat uji Buckling WP 120;
3) Memasang dial indicator pada bagian tengah batang;
4) Mengkalibrasi dial indicator;
5) Memberikan gaya sebesar 225 N, 325 N, dan 425 N;
6) Memutar load nut dengan gaya yang diberikan dan memperhatikan
defleksi yang dihasilkan tiap gaya.
6) Percobaan Defleksi pada Batang Aluminium Tumpuan Jepit-Jepit
1) Mengukur panjang, lebar dan tebal batang aluminium dengan
penggaris;
2) Memasang batang aluminium pada alat uji Buckling WP 120;
3) Memasang dial indicator pada bagian tengah batang;
4) Mengkalibrasi dial indicator;
5) Memberikan gaya sebesar 225 N, 325 N, dan 425 N;
6) Memutar load nut dengan gaya yang diberikan dan memperhatikan
defleksi yang dihasilkan tiap gaya.

3.3.2 Prosedur Percobaan Beban Silang


1. Percobaan Defleksi pada Batang Kuningan Tumpuan Engsel-
Engsel
1) Mengukur panjang, lebar dan tebal batang kuningan dengan
penggaris;
2) Memasang batang kuningan pada alat uji Buckling WP 120;
3) Memasang dial indicator dan clamping plate pada bagian tengah
batang;
4) Mengkalibrasi dial indicator;
5) Memberikan gaya sebesar 225 N dan menambahkan beban pada
clamping plate sebesar 5 N, 10 N dan 15 N kemudian mencatat
hasil defleksi tiap penambahan beban;
6) Melakukan langkah 5 untuk gaya 325 N dan 425 N dengan beban
silang yang sama.
BAB IV
ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN
4.1 Perhitungan
4.1.1 Beban Tunggal
1) Material : Baja / Engsel – Engsel
L = 600 mm h = 4 mm
b = 20 mm E = 2 ×105 N/mm2

No. Force (N) Deflection (mm)


1. 225 0,04
2. 325 0,13
3. 425 0,35

a. Momen Inersia
b h3
I y=
12
(20 mm)(4 mm)3
¿
12
¿ 106,7 mm4
b. Beban Kritikal

π2E I y
F krit =
L2

¿¿¿

¿ 5,844 ×10 5 N /mm2


Baja (Engsel - Engsel)
0.5
0.45
0.4
0.35
0.35
Deflection (mm)

0.3
0.25
0.2
0.15 0.13

0.1
0.04
0.05
0
225 325 425

Force (N)

2) Material: Baja / Engsel – Jepit


L = 678 mm h = 4 mm
b = 20 mm E = 2 ×105 N/mm2

No. Force (N) Deflection (mm)


1. 225 0,46
2. 325 0,47
3. 425 0,47

a. Momen Inersia
b h3
I y=
12
(20 mm)(4 mm)3
¿
12
¿ 106,7 mm4
b. Beban Kritikal

π2E I y
F krit =
L2

¿¿¿

¿ 4,577 × 105 N /mm2

Baja (Engsel - Jepit)


0.6

0.55
Deflection (mm)

0.5
0.47 0.47
0.46

0.45

0.4
225 325 425

Force (N)

3) Material: Baja / Jepit – Jepit


L = 700 mm h = 4 mm
b = 20 mm E = 2×10 5 N/mm2
No
Force (N) Deflection (mm)
.
1. 225 0,53
2. 325 0,62
3. 425 0,74

a. Momen Inersia
b h3
I y=
12
(20 mm)(4 mm)3
¿
12
= 106,7 mm 4
b. Beban Kritikal

π2E I y
F krit =
L2

¿¿¿

¿ 4,293 N /mm2

Baja (Jepit - Jepit)


0.8
0.74
0.75

0.7
Deflection (mm)

0.65 0.62
0.6

0.53
0.55

0.5

0.45

0.4
225 325 425

Force (N)

.1.2 Beban Silang


Material: Tembaga / Engsel - Engsel
L = 600 mm h = 6 mm
b = 25 mm E = 2 ×105 N/mm2
Deflection (mm) 0,09 0,25 0,24
Force (Q=5N) 450 550 650
Deflection (mm) 0,25 0,42 0,65
Force (Q=10N) 450 550 650
Deflection (mm) 0,44 0,7 1,08

Force (Q=15N) 450 550 650

a. Momen Inersia
b h3
I y=
12
( 25 mm ) (6 mm)3
¿
12
¿ 450 mm 4
b. Beban Kritikal

π2 E ly
F krit =
L2

¿¿¿

¿ 2 , 464 ×10 5 N /mm2

Tembaga (Engsel - Engsel)


2.5
1.08
2
Deflection (mm)

1.5 0.7 Force (Q=15)

0.44
1
0.65 Force (Q=10)
0.42
0.25 Force (Q=5)
0.5 0.25 0.24
0.09
0
225 325 425

Force (N)
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan Umum

Gambar 5.1 Perancangan Pipa Bawah Laut


Sumber: http://id.worldironsteel.com/news/material-of-submarine-
pipeline-5713094.html
Metode pengiriman minyak dan gas bumi lepas pantai dapat dilakukan
dengan menggunakan kapal tanker dan pipa bawah laut. Metode pengiriman
dengan menggunakan pipa dianggap lebih efisien dan murah. Keefisienan
metode ini salah satunya karena tidak terpengaruh cuaca, baik terjadi badai
maupun tidak, pengiriman minyak dan gas tidak akan mengalami gangguan.
Kelebihan lain adalah biaya operasional yang murah. Investasi yang mahal
hanya pada saat penginstalan pertama dan bersifat jangka panjang. Apabila
dengan menggunakan tanker, maka biaya sewa akan sangat mahal. Selain itu,
saat kapal tidak beroperasi ketika badai juga akan menyebabkan kenaikan
biaya yang signifikan. Oleh karena itu, penggunaan pipa merupakan pilihan
yang tepat dan efisien untuk investasi jangka panjang. Perencanaan dalam
perancangan pipa bawah laut harus matang agar pada saat beroperasi nanti
tidak akan terjadi kegagalan akibat kesalahan perancangan. Kesalahan dalam
perancangan akan mengakibatkan kerugian yang besar baik finansial maupun
material.

Hal yang harus dilakukan dalam perancangan pipa bawah laut dapat
dilakukan seperti berikut:

1. Cek ketebalan pipa


Pada proses desain ketebalan pipa bawah laut, pipa yang digunakan harus
memenuhi syarat keamanan, dengan tidak mengabaikan pertimbangan
ekonomi dalarn pemilihan material pipa. Pipa yang berada pada dasar laut
akan mengalami gaya-gaya yang bekerja baik dari dalam pipa maupun
gaya lingkungan dan luar pipa.
2. Cek buckling
Pipa bawah laut akan mengalami tekanan hidrostatis. Semakin dalam pipa
diletakkan, maka tekanan hidrostatis yang diterima pipa akan semakin
besar. Kegagalan/keruntuhan pipa bawah laut dapat disebabkan oleh
banyak hal, diantaranya adalah perbandingan antara diameter dan
ketebalan pipa (D/t), keadaan stress strain pipa, tekanan hidrostatis serta
momen bending yang terjadi pada pipa.
3. Analisis span
Pipa bawah laut yang terkena beban hidrodinamis suatu saat akan
mengalami kelelahan, karena diakibatkan beban tersebut yang bersifat
siklis. Kelelahan pada struktur akan memicu terjadinya kegagalan. Tujuan
dari analisa span dinamis adalah untuk menentukan panjang span
maksimum yang diijinkan agar pipa terhindar dari respon-respon alami
yang bisa menyebabkan kelelahan.
4. Stabilitas pipa bawah laut
Pada saat proses desain pipeline lepas pantai dilakukan, hal penting yang
harus diperhatikan adalah kestabilan pipa pada saat berada di dasar laut
selama masa operasi atau sebelum pipa tersebut mendapatkan kestabilan
lainnya (trenching, burial, self burial). Ada beberapa cara untuk
menstabilkan pipa di dasar laut, diantaranya adalah dengan mengurangi
gaya-gaya yang bekerja pada pipa seperti dengan melakukan penguburan
pipa (burial), penggalian parit atau saluran untuk pipa (trenching).
5. Metode instalasi.
Guo et al (2005) mengatakan bahwa metode instalasi pipa bawah laut yang
umum antara lain:
 S-lay (Shallow to Deep)
Biasa digunakan untuk instalasi pipa pada laut dangkal menuju dalam.
Dengan kedalaman laut kurang dari 500 ft. Umumnya digunakan
instalasi pipa pada kedalaman laut menengah yaitu 500 ft – 1000 ft.
 Reel lay (Intermediate to Deep)
Umumnya digunakan instalasi pipa pada kedalaman laut menengah yaitu
500 ft – 1000 ft.
5.2 Pembahasan Khusus

5.2.1 Beban Tunggal

1. Batang baja (Engsel – Engsel)

Baja (Engsel - Engsel)


0.5
Deflection (mm)

0.4 0.35
0.3
0.2 0.13
0.04
0.1
0
225 325 425

Force (N)

Grafik 5.1 Defleksi pada Batang Baja (Engsel-Engsel)


Pada percobaan buckling (penekukan) terhadap batang baja dengan
tumpuan engsel-engsel diberikan gaya sebesar 225 N, 325 N dan 425 N.
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, batang baja yang diberikan gaya
sebesar 225 N mengalami defleksi 0,04 mm. Untuk batang baja yang
diberikan gaya sebesar 325 N mengalami defleksi sebesar 0,13 mm. Dan
untuk batang baja yang diberikan gaya sebesar 425 N, mengalami defleksi
sebesar 0,35 mm. Dapat dilihat dari hasil yang didapatkan bahwa semakin
besar gaya yang diberikan terhadap batang baja, maka semakin besar pula
hasil penekukan yang terjadi. Pada tumpuan ini, kedua ujung spesimen
ditumpu oleh engsel. Pada tumpuan ini, spesimen/material sangat mudah
patah dikarenakan tegangan kritisnya kecil. Hal ini disebabkan karena pada
tumpuan ini, yaitu pada ujung bagian spesimen hanya bekerja gaya yang
sejajar dengan sumbu batang dan gaya horizontal. Itulah mengapa dari
ketiga tumpuan yang diuji, tumpuan engsel-engsel yang memiliki angka
penekukan yang paling tinggi.

2. Batang baja (Engsel – Jepit)

Baja (Engsel - Jepit)


0.6
Deflection (mm)

0.55

0.5 0.47 0.47


0.46
0.45

0.4
225 325 425

Force (N)

Grafik 5.2 Defleksi pada Batang Baja (Engsel-Jepit)


Pada percobaan buckling (penekukan) terhadap batang baja dengan
tumpuan engsel-jepit, kami memberikan gaya sebesar 225 N, 325 N dan 425
N. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, batang baja yang diberikan
gaya sebesar 225 N mengalami defleksi 0,46 mm. Untuk batang baja yang
diberikan gaya sebesar 325 N mengalami defleksi sebesar 0,47 mm. Dan
untuk batang baja yang diberikan gaya sebesar 425 N, mengalami defleksi
sebesar 0,47 mm. Dapat dilihat dari hasil yang didapatkan bahwa semakin
besar gaya yang diberikan terhadap batang baja, maka semakin besar pula
hasil defleksi yang terjadi pada batang. Namun pada percobaan kedua dan
ketiga memiliki hasil defleksi yang sama yaitu 0,47 mm, ini dikarenakan
pada pengambilan data saat praktikum peralatan yang digunakan tidak
berfungsi dengan baik sehingga kurangnya presisi dalam pengambilan data.
Atau dikarenakan kurang telitinya kelompok kami melakukan pengambilan
data sehingga terjadi kesalahan saat pengambilan data.
3. Batang baja (Jepit – Jepit)

Baja (Jepit - Jepit)


0.8
0.74
0.75
0.7
Deflection (mm)
0.65 0.62
0.6
0.53
0.55
0.5
0.45
0.4
225 325 425

Force (N)

Grafik 5.1 Defleksi pada Batang Baja (Jepit-Jepit)


Pada percobaan buckling (penekukan) terhadap batang baja dengan
tumpuan jepit-jepit, kami memberikan gaya sebesar 225 N, 325 N dan 425
N. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, batang baja yang diberikan
gaya sebesar 225 N mengalami defleksi 0,53 mm. Untuk batang baja yang
diberikan gaya sebesar 325 N mengalami defleksi sebesar 0,62 mm. Dan
untuk batang baja yang diberikan gaya sebesar 425 N, mengalami defleksi
sebesar 0,74 mm. Dapat dilihat dari hasil yang didapatkan bahwa semakin
besar gaya yang diberikan terhadap batang baja, maka semakin besar pula
hasil penekukan yang terjadi. Pada tumpuan ini, spesimen memiliki
tegangan kritis yang besar (kemampuan terima beban yang besar)
dibandingkan dengan tumpuan engsel-engsel maupun engsel–jepit. Karena
pada kedua ujung spesimen bekerja tiga gaya yaitu gaya yang sejajar dengan
sumbu batang, gaya horizontal dan momen gaya. Itulah mengapa dari ketiga
tumpuan yang diujikan, penekukan yang terjadi pada batang baja jepit-jepit
memiliki angka paling kecil.
5.2.2 Data Beban Silang
1. Batang kuningan (Engsel – Engsel)

Tembaga (Engsel - Engsel)


2.5
1.08
2
Deflection (mm)

1.5 0.7 Force (Q=15)

0.44
1
0.65 Force (Q=10)
0.42
0.25 Force (Q=5)
0.5 0.25 0.24
0.09
0
225 325 650

Force (N)

Grafik 5.4 Defleksi pada Batang Tembaga (Engsel-Engsel)


Pada percobaan buckling (penekukan) terhadap batang tembaga
dengan tumpuan engsel-engsel, diberikan gaya sebesar 225 N, 325 N dan
425 N dan tiap-tiap gaya diberikan, kami menambahkan beban sebesar 5 N,
10 N, dan 15 N. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, batang tembaga
yang diberikan gaya sebesar 225 N dan ditambahkan beban sebesar 5 N
mengalami defleksi 0,09 mm. Untuk batang tembaga yang diberikan gaya
sebesar 325 N dengan penambahan beban 5 N mengalami defleksi sebesar
0,25 mm. Dan untuk batang tembaga yang diberikan gaya sebesar 425 N
kemudian ditambahkan beban sebesar 5 N, mengalami defleksi sebesar 0,24
mm. Selanjutnya untuk batang tembaga yang diberikan gaya sebesar 225 N
dan ditambahkan beban sebesar 10 N mengalami defleksi sebesar 0,25 mm.
Untuk batang tembaga yang diberikan gaya sebesar 325 N dengan
penambahan beban 10 N mengalami defleksi sebesar 0,42 mm. Dan untuk
batang tembaga yang diberikan gaya sebesar 425 N kemudian ditambahkan
beban sebesar 10 N, mengalami defleksi sebesar 0,65 mm. Selanjutnya
untuk batang tembaga yang diberikan gaya sebesar 225 N dan ditambahkan
beban sebesar 15 N mengalami defleksi sebesar 0,44 mm. Untuk batang
tembaga yang diberikan gaya sebesar 325 N dengan penambahan beban 15
N mengalami defleksi sebesar 0,7 mm. Dan untuk batang tembaga yang
diberikan gaya sebesar 425 N kemudian ditambahkan beban sebesar 15 N,
mengalami defleksi sebesar 1,08 mm. Dapat dilihat dari hasil yang
didapatkan bahwa semakin besar gaya yang diberikan terhadap batang baja,
maka semakin besar pula hasil defleksi yang terjadi. Pada tumpuan ini,
kedua ujung spesimen ditumpu oleh engsel. Pada tumpuan ini,
spesimen/material sangat mudah patah dikarenakan tegangan kritisnya kecil.
Hal ini disebabkan karena pada tumpuan ini, yaitu pada ujung bagian
spesimen atau pada tumpuan hanya bekerja gaya yang sejajar dengan sumbu
batang dan gaya horizontal. Itulah mengapa dari ketiga tumpuan yang diuji,
tumpuan engsel-engsel yang memiliki angka penekukan yang paling tinggi.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
5. Pada tumpuan engsel-engsel, kedua ujung spesimen ditumpu oleh engsel
yang kemudian dipasang pada alat percobaan. Defleksi yang terjadi pada
tumpuan ini relatif besar dikarenakan tumpuan ini mudah patah karena
tegangan kritisnya kecil.
6. Pada tumpuan engsel-jepit, pada ujung yang ditumpu dengan tumpuan
jepit bekerja 3 buah gaya sehingga daerah defleksi lebih mendekati
tumpuan engsel yang hanya mendapat 1 gaya.
7. Pada tumpuan jepit-jepit, angka dari defleksi yang terjadi relatif kecil. Hal
ini dikarenakan tumpuan jepit-jepit memiliki tegangan kritis yang besar
atau kemampuan untuk menerima beban yang besar sehingga
spesimen/material dapat menahan penekukan atau defleksi yang
disebabkan oleh gaya yang diberikan.

6.2 Saran

4. Saran untuk Laboratorium


1. Menambahkan pendingin ruangan praktikum.
2. Menigkatkan kerapian barang-barang pada ruang praktikum
3. Mengganti alat dan bahan praktikum yang sudah tidak berfungsi
dengan baik.
5. Saran untuk Kak M. Alif Wahab A. (D021181515)
1. Tetap professional dalam menjalan tugas sebagai asisten
2. Menpertahankan ketelitian dalam memeriksa laporan praktikan.
3. Mempertahankan kesabaran saat mengajar praktikan walaupun alat
yang digunakan kurang berfungsi dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai