PENDAHULUAN
Kebutuhan manusia semakin kompleks dan beragam yang tergantung pada era
pembangunan yang senantiasa berkembang. Didorong oleh kebutuhan
manusia yang semakin kompleks tersebut, maka manusia senantiasa berfikir
untuk terus mengembangkan teknologi yang telah ada guna menemukan
teknologi baru yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia. Bidang
industri sebagai salah satu sasaran pembangunan jangka panjang meliputi
beberapa sektor pembangunan yang luas, diantaranya adalah bidang
konstruksi, pengembangan elemen mesin, perencanaan pesawat terbang,
struktur rangka dari crane, konstruksi jembatan dan sebagainya.
Deformasi dapat terjadi jika suatu benda atau materi dikenai gaya (Force).
Deformasi terbagi menjadi dua jenis yaitu deformasi elastis dan deformasi
plastis. Deformasi elastis adalah deformasi atau perubahan bentuk yang
disebabkan oleh pemberian beban, dimana apabila beban dihilangkan maka
bentuk dan ukuran akan kembali kebentuk semula atau deformasi yang terjadi
akan hilang. Daerah deformasi elastis berlaku hukum Hooke yaitu regangan
akan sebanding dengan tegangan sesuai dengan modulus elastisitas.
Sedangkan Deformasi plastis adalah perubahan bentuk yang merupakan
kelanjutan dari deformasi elastis yang bersifat permanen meskipun beban
1.2 Tujuan Percobaan
TEORI DASAR
2.1 Deformasi
Dalam ilmu material, deformasi adalah perubahan bentuk atau ukuran dari
sebuah objek karena sebuah penerapan gaya (energi deformasi dalam hal ini
ditransfer melalui kerja) atau perubahan suhu (energi deformasi dalam hal ini
ditransfer melalui panas). Kasus pertama yang dapat menjadi akibat dari
kekuatan tarik, kekuatan tekan, geser, lipatan atau torsi (memutar) [1].
1. Deformasi Elastis
2. Deformasi Plastis
Pada temperatur dan tekanan yang rendah akan lebih cepat terjadi
patahan, pada temperatur dan tekanan yang tinggi akan terjadi
lenturan atau bahkan lelehan.
2. Kecepatan Gerakan
3. Sifat Material
Sifat material yang mempengaruhi kekuatan yaitu besarnya
tegangan untuk mendeformasi material atau kemampuan material
untuk menahan deformasi. Tekanan merupakan gaya yang diberikan
atau dikenakan pada suatu medan atau area. Tekanan terbagi
menjadi tekanan seragam (uniform stress) yaitu gaya yang bekerja
pada suatu materi sama atau seragam di semua arah, dan tekanan
diferensial atau tekanan dengan gaya yang bekerja tidak sama di
setiap arah. Tekanan diferensial terbagi menjadi tiga yakni:
2.2 Defleksi
Defleksi adalah peurubahan bentuk pada balok dalam arah vertikal dan
horizontal akibat adanya pembebanan yang diberikan pada balok atau batang.
Sumbu sebuah batang akan terdeteksi dari kedudukannya semula bila benda
dibawah pengaruh gaya terpakai. Dengan kata lain suatu batang akan
mengalami pembebanan transversal baik itu beban terpusat maupun terbagi
merata akan mengalami defleksi. Defleksi diukur dari permukaan netral awal
ke posisi netral setelah terjadi deformasi. Konfigurasi yang diasumsikan
dengan deformasi permukaan netral dikenal sebagai kurva elastis dari balok.
Defleksi adalah besarnya pergeseran atau perpindahan pada batang akibat dari
adanya beban yang bekerja pada batang tersebut.[4]
Gambar 2. Deformasi Balok dan Konfigurasi Balok
Sumber:
https://www.etsworlds.id/2019/04/pengertian-dan-jenis-jenis-defleksi.html
1. Kekakuan Material
4. Jenis Pembebanan
Dalam ilmu mekanik rekayasa, dikenal ada tiga jenis tumpuan yaitu
tumpuan rol, tumpuan engsel, dan tumpuan jepit [6].
2.3.1 Tumpuan Engsel (Sendi)
Tumpuan rol ini tidak dapat menahan gaya tarik dan tekan sembarang
arah. Tumpuan ini hanya bisa menahan gaya tekan dan gaya tarik berarah
vertikal saja. Tumpuan rol tidak dapat menahan momen atau meneruskan
momen. Gaya reaksi rol ini dapat diproyeksikan pada arah vertikal [6].
Sumber:
https://www.gurusipil.com/jenis-jenis-tumpuan-dalam-mekanika-teknik/
Jenis tumpuan atau koneksi yang paling kaku di antara jenis tumpuan
yang lain. Tumpuan jepit membatasi dalam semua gerakan translasi dan
rotasi (Tidak bisa bergerak atau berputar ke segala arah). Dengan
demikian tumpuan jepit ini dapat menahan gaya vertikal, gaya horizontal
dan momen [6]
Ada 3 jenis batang yang dapat digunakan pada jenis tumpuan yaitu:
C adalah titik tekuk. Di atas titik itu hanya dibutuhkan tambahan gaya tarik
kecil untuk menghasilkan pertambahan panjang yang besar. Tegangan
paling besar yang dapat kita berikan tepat sebelum kawat patah disebut
tegangan maksimum.
E adalah titik patah. Jika tegangan mencapai titik E, kawat akan patah [8].
Gambar 19. Diagram Tegangan-Regangan
Sumber: http://dewiaycintya.blogspot.com/2015/04grafik-tegangan- terhadap-
regangan.html?m=1
stress σ F / A 0 F L0
E= = = =
strain ε ∆ L/ L0 ∆ L A 0
Keterangan:
Aluminium 7 × 1010
Baja 20 × 1010
Besi 21 × 1010
Kuningan 9 × 1010
Nikel 21 × 1010
Tembaga 11 × 1010
Wolfram 41 × 1010
Ketika diberi gaya tarik, karet ataupun pegas akan meregang dan
mengakibatkan pertambahan panjang baik pada karet gelang ataupun besi
pegas. Besarnya pertambahan yang terjadi tergantung pada elastisitas
materialnya dan seberapa besar gaya yang bekerja padanya. Semakin elastis
sebuah benda, maka semakin mudah benda tersebut untuk dipanjangkan atau
dipendekan. Semakin besar gaya yang bekerja pada suatu benda, maka semakin
besar pula tegangan dan regangan yang terjadi pada benda itu, sehingga
semakin besar pula pemanjangan atau pemendekan dari benda tersebut. Jika
gaya yang bekerja berupa gaya tekan, maka benda akan mengalami
pemendekan, sedangkan jika gaya yang bekerja berupa beban tarik, maka
benda akan mengalami pemanjangan. Bisa disimpulkan bahwa regangan (ε)
yang terjadi pada suatu benda berbanding lurus dengan tegangannya (σ) dan
berbanding terbalik terhadap keelastisitasannya [9].
Di bawah ini terdapat momen inersia pada titik partikel. Dalam titik partikel
tersebut terdapat massa (m) yang melakukan gerak rotasi pada sumbu jari jari
(R). Untuk memahami mengenai rumus inersia, anda dapat melihat gambar di
bawah ini:
I = m × R2
Keterangan:
I = 𝞢mnRn2
I = m1R12+m2R22+…+mnRn2
Bunyi hukum 1 Newton yakni “Setiap benda akan terus berada pada
keadaan diam atau bergerak dengan kelajuan tetap sepanjang lintasan
lurus jika tidak dipaksa untuk merubah keadaan geraknya itu oleh gaya-
gaya yang bekerja padanya” Hukum 1 Newton tersebut menjelaskan
mengenai suatu benda yang senantiasa bergerak akan selalu bergerak dan
benda yang diam akan tetap diam juga. Hal inilah yang membuat momen
inersia disebut juga hukum 1 Newton atau hukum kelembaman. Selain
itu terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besar momen inersia
dalam sebuah benda yang meliputi bentuk benda, jarak menuju sumbu
putar, massa benda, dan letak sumbu putar [11].
Massa benda
Bentuk benda
Sumbu putar
Bila bentuk benda beraturan dan pejal maka momen inersianya lebih
mudah dihitung daripada menghitung momen inersia pada benda yang
bentuknya tidak beraturan [11].
F=−K . ∆ x
Keterangan:
Tanda (-) negatif pada hukum Hooke memiliki makna gaya pemulih pada
pegas akan selalu berlawanan dengan arah simpangan pegas. Konstanta pegas
(k) menyatakan ukuran kekakuan pegas. Pegas yang kaku mempunyai nilai k
[12]
yang besar, sedangkan pegas lunak mempunyai nilai k kecil . Namun dalam
notasi skalar, tanda negatif dihilangkan, sehingga rumus hukum Hooke
menjadi:
F=K . ∆ x
Keterangan:
Dua atau lebih pegas yang disusun secara seri dapat digantikan oleh
satu pegas saja. Pegas pengganti ini harus mempunyai konstanta pegas
yang besarnya sama dengan pegas konstanta pegas total [12].
1. Gaya yang bekerja pada pegas pengganti sama besar (F1 = F2 = F).
1 1 1
= + +…
ks k1 k2
BAB III
METEDOLOGI PERCOBAAN
Fungsi:
Melonggarkan dan mengencangkan baut
kepala heksagonal
2. Clamping Plate
Fungsi:
Tempat menggantung beban dan sebagai titik
uji defleks
3. Dial Gauge
Fungsi:
Mengukur besar defleksi atau lendutan pada
suatu titik dari batang
5. Meter
Fungsi:
6. Batang Logam
Fungsi:
Sebagai spesimen atau objek percobaan
defleksi
7. Jangka Sorong
Fungsi:
Mengukur ketebalan dan lebar pada batang
logam
8. Rigid Clamp
Fungsi:
Sebagai tumpuan jepit
9. Load Weight
Fungsi:
Memberikan beban pada objek percobaan
PEMBAHASAN
.1 Pembahasan Umum
5.1.1 Aplikasi Tumpuan jepit di Dunia Kerja
Gambar 5.2 Aplikasi Tumpuan Jepit pada Bangunan Gedung Berlantai Banyak
Sumber: http://repository.uin-malang.ac.id/604/1/Portal%20Tiga%20Sendi.pdf
BAB VI
KESIMPULAN
.1 Kesimpulan
1. Kekakuan Material
4. Jenis pembebanan
6.2 Kesan dan Pesan untuk Kak Andi Irham Royansyah (D021181344)
Percobaan Deformation of Straight Beam oleh kak irham dimulai dengan
mengucapkan salam, dilanjut dengan pengenal alat dan bahan sehingga dalam
melakukan prosedur percobaan jauh lebih mudah. Kak irham memberikan
penjelasan dengan detail dan bahasa yang mudah dipahami. Pesan saya agar
tetap mempertahan sikap professional,konsisten dan keramahan terhadap
praktikan sehingga proses praktikum dapat selesai sesuai yang diinginkan.
BAB I
PENDAHULUAN
.1 Latar Belakang
Secara mekanika proses penekukan ini terdiri dari dua komponen gaya
yakni: tarik dan tekan Pada gambar 2.2 memperlihatkan pelat yang
mengalami proses pembengkokan ini terjadi peregangan, netral, dan
pengkerutan. Daerah peregangan terlihat pada sisi luar pembengkokan,
dimana daerah ini terjadi deformasi plastis atau perubahan bentuk.
Peregangan ini menyebabkan pelat mengalami pertambahan panjang.
Daerah netral merupakan daerah yang tidak mengalami perubahan, artinya
pada daerah netral ini pelat tidak mengalami perpanjangan maupun
perpendekkan (Wibowo, 2014).
Pada gambar diatas dua gaya F sama besar berlawanan arah, gaya F
bekerja merata pada penampang A, pada material timbul tegangan gesernya
sebesar
Akibat aksi gaya tarik P, batang dan pengapit akan menekan baut dengan
cara tumpu sehingga menimbulkan tegangan tumpu (bearing stress). Selain
itu batang dan pengapit cenderung menggeser baut dan memotong baut,
sehingga timbul tegangan geser (shear stress) pada baut (Aden, dkk, 2017).
∆L
γ=
L
Jika momen inersia besar maka benda akan sulit untuk melakukan
perputaran dari keadaan diam dan semakin sulit berhenti ketika dalam
keadaan berotasi, itu sebabnya momen inersia juga disebut sebagai momen
rotasi. Setiap benda tegar bergerak melingkar di masing-masing titik partikel
geraknya, hal ini merupakan acuan tertentu yang dapat ditentukan dengan
momen inersia (Chusni, dkk, 2018).
Besar momen inersia pada silinder pejal dapat dicari dengan persamaan
berikut:
I kMR2
Keterangan:
Apabila sebuah balok dibebani oleh beberapa buah gaya atau kopel maka
akan tercipta sejumlah tegangan dan regangan internal. Untuk menentukan
berbagai tegangan dan regangan tersebut, harus dicari terlebih dahulu gaya
internal (internal forces) dan kopel internal yang bekerja pada penampang
balok. Gaya internal yang bekerja pada penampang-penampang balok
diantaranya gaya geser V dan momen lentur M (Aden, dkk, 2017).
Momen lentur adalah jumlah aljabar dari semua komponen momen gaya
luar yang bekerja pada segmen yang terisolasi, dinotasikan dengan M. Besar
M dapat ditentukan dengan persamaan keseimbangan statis.
ΣM = 0
Gaya geser (Shearing Force) pada suatu bagian balok adalah jumlah
aljabar dari semua gaya luar tegak lurus terhadap balok di salah satu sisi
bagian tersebut. Momen pembengkok (Bending moment) pada suatu bagian
balok adalah jumlah aljabar dari semua momen gaya di salah satu sisi
bagian tersebut. Gaya geser adalah gaya yang cenderung menggeser atau
memotong suatu material. Penerapan gaya geser menghasilkan tegangan
geser. Contoh gaya geser dapat dijumpai pada alat potong logam lembaran
dan paku rivet yang mengikat dua pelat (Adib Hasan, 2015).
1. Ukuran Material
Material dengan ukuran besar apabila ditekuk dengan radius yang
kecil akan dengan mudah mengalami potongan yang tidak presisi
dibandingkan material dengan ukuran yang kecil dan radius bending
yang besar.
2. Ketebalan Plat
Ketebalan plat dapat mempengaruhi radius bending yang dapat
dibentuk dan kapasitas material untuk dapat mengalami peregangan
tanpa terjadi pemotongan yang tidak presisi.
3. Peralatan Pendukung
Peralatan yang dapat digunakan seperti cetakan, mandrel, dan clamp.
4. Metode Bending
Metode yang tepat dalam proses bending akan berpengaruh pada
kualitas produk dihasilkan.
5. Pelumasan
Pelumasan dibutuhkan untuk mengurangi efek gesekan dan
dapat meningkatkan efisiensi proses pembentukannya.
METODOLOGI PERCOBAAN
BAB IV
.1 Hasil Pengamatan
4.2 Perhitungan
Mb = F r Cos ⱷ , Mt = F r Sin ⱷ
Dimana d = 21 cm = 0,21 m
r = 10,5 cm = 0,105 m
Untuk Material di Posisi Sudut 0º
1. Beban 10 N
Mb = 10 . 0,105 Cos 0º, Mt = 10 . 0,105 Sin 0º
= 1,05 Nm = 0 Nm
2. Beban 12 N
Mb = 12 . 0,105 Cos 0º, Mt = 12 . 0,105 Sin 0º
= 1,26 Nm = 0 Nm
3. Beban 14 N
Mb = 14 . 0,105 Cos 0º, Mt = 14 . 0,105 Sin 0º
= 1,47 Nm = 0 Nm
4. Beban 16 N
Mb = 16 . 0,105 Cos 0º, Mt = 16 . 0,105 Sin 0º
= 1,68 Nm = 0 Nm
Untuk Material di Posisi Sudut 90º
1. Beban 10 N
Mb = 10 . 0,105 Cos 90º, Mt = 10 . 0,105 Sin 90º
= 0 Nm = 1,05 Nm
2. Beban 12 N
Mb = 12 . 0,105 Cos 90º, Mt = 12 . 0,105 Sin 90º
= 0 Nm = 1,26 Nm
3. Beban 14 N
Mb = 14 . 0,105 Cos 90º, Mt = 14 . 0,105 Sin 90º
= 0 Nm = 1,47 Nm
4. Beban 16 N
Mb = 16 . 0,105 Cos 90º, Mt = 16 . 0,105 Sin 90º
= 0 Nm = 1,68 Nm
d4 π d4π
Ib = , It =
64 32
Dimana d = 21 cm = 0,21 m
σv = Mb x d / lb x 2
Mt d
τ = It 2
Dimana d = 21 cm = 0,21 m
Dimana d = 21 cm = 0,21 m
r = 10,5 cm = 0,105 m
F1 = 10 N
F2 = 12 N
F3 = 14 N
F4 = 16 N
lb = 9,5 x 10-5 kg m2
F 1r d
σv1 = 2 Ib
10 x 0,105 x 0,21
σv1 =
2 x 9,5 x 10−5
σv1 = 1160,5Pa
F 2rd
σv2 =
2 Ib
12 x 0,105 x 0,21
σv2 =
2 x 9,5 x 10−5
σv2 = 1392,6Pa
F 3r d
σv3 =
2 Ib
14 x 0,105 x 0,21
σv3 =
2 x 9,5 x 10−5
σv3 = 1624,7Pa
F4rd
σv4 =
2 Ib
16 x 0,105 x 0,21
σv4 =
2 x 9,5 x 10−5
σv4 = 1856,8Pa
σv = 2 τmax = √ σ 2x + 4 τ 2
σx2 = 1392,6 Pa
σx3 = 1624,7 Pa
σx4 = 1856,8 Pa
τ1 = 580,3 Nm
τ2 = 696,3 Nm
τ3 = 812,4 Nm
τ4 = 928,4 Nm
2 2
σv1 = 2 τmax = √ σ x1 + 4 τ 1
4.3 Grafik
Kuningan Vs Alumunium
3.5
3.33
3
2.94
2.5
2.49
2
W (mm)
0.5
0
10 12 14 16
Beban (N)
Kuningan Vs Aluminium
4.5
4 4.18
3.5 3.67
3 3.19
3.09
2.5 2.79
W (mm)
Kuningan
2.4 Alumunium
2
2.01
1.5
1.61
1
0.5
0
10 12 14 16
Beban (N)
BAB V
PEMBAHASAN
.1 Pembahasan Umum
Proses pembentukan logam (metal forming) pada industri permesinan
dan bengkel las berkembang sangat pesat khususnya pada proses bending.
Proses bending merupakan pembentukan logam yang umumnya
menggunakan lembaran pelat atau batang baik dari bahan logam ferro
maupun logam non ferro dengan cara ditekuk, dimana pada proses
bending ini terjadi pemuluran atau peregangan pada sumbu bidang netral
sepanjang daerah bendingan dan menghasilkan garis bending yang lurus.
Fenomena perkembangan pembentukan logam melalui proses bending
ini terjadi pada industri pabrikasi permesinan dan bengkel las pada daerah
perkotaan sampai pelosok desa baik yang berskala kecil maupun berskala
besar. Hal tersebut dipicu oleh semakin banyaknya penggunaan berbagai
macam teknologi mekanisasi terutama dalam bidang ketahanan dan
keamanan pangan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari seperti
teknologi proses pasca panen dan teknologi-teknologi mekanisasi pertanian
lainnya.
Jenis pekerjaan bending pelat yang banyak ditemui untuk pembuatan
maupun perbaikan pada bengkel pabrikasi permesinan dan las antara lain
komponen panel elektronik, panel kendaraan mobil, tool box, pembakaran
ikan, alat dan mesin pertanian dan sebagainya. Namun masih banyak
bengkel-bengkel yang berskala kecil menekuk pelat dengan cara manual,
yaitu menggunakan palu dan landasan besi sebagai alas sehingga waktu
yang digunakan tidak efisien dan produk yang dihasilkan pun kurang
terjamin kualitasnya. Peralatan yang dimiliki sebuah industri biasanya
mesin berkapasitas besar yang mana ongkos operasionalnya pun akan
besar, sedangkan untuk memproduksi benda yang berukuran kecil tidak
harus menggunakan mesin berkapasitas besar.
Press tool adalah salah satu jenis alat bantu untuk membentuk (forming),
memotong (cutting) dan menekuk (bending) benda kerja dari bahan dasar
lembaran pelat logam melalui pembentuk punch dan die yang operasinya
menggunakan mesin press Pada proses bending pelat terdapat tiga tipe die
pembentuk yaitu tipe air bending, wipe die bending dan V-die bending.
Dari ketiga tipe tersebut air bending merupakan tipe yang paling umum
digunakan untuk menekuk lembaran pelat dari logam karena
fleksibilitasnya. Seperti proses bending pada tipe lainnya, penekukan
material pelat dengan menggunakan die-V tipe air bending ini juga
dilakukan melalui tekanan punch yang diarahkan ke lembaran pelat logam
yang terpasang pada die tersebut. Berikut gambar yang menunjukkan
proses bending dengan menggunakan die –V tipe air bending:
Sumber:file:///C:/Users/ASUS/AppData/Local/Temp/1396-Article%20Text-3898-1-10-
20200421.pdf
.2 Pembahasan Khusus
Pada praktikum Verification of stress hypothesis ini kita melakukan
pengambilan data sebanyak empat kali untuk mengetahui deformasi yang
muncul pada material dengan beban dan sudut yang berbeda. Material yang
digunakan ada dua, yaitu material Aluminium dan Kuningan. Pada kedua
material ini, dilakukan dua percobaan, yaitu pada posisi sudut 0° dan 90°.
Percobaan ini menggunakan beban sebesar 10N, 12N, 14N, dan 16N.
Dalam perhitungan data secara teori kita mencari hubungan beban F
dengan momen lentur dan torsi, menghitung tegangan lentur maksimal pada
serat tepi, menghitung tegangan lentur maksimal, tegangan geser maksimal
akibat torsi, momen geometris inersia untuk lintang melingkar, dan rasio
momen lentur terhadap torsi. Pada perhitungan momen lentur dan torsi,
didapatkan hasil pada material (Aluminium dan Kuningan) di kedua sudut
tersebut. Untuk material di posisi sudut 0° hasil Mb atau momen lentur pada
urutan beban secara berturut-turut adalah 1,05 Nm, 1,26 Nm, 1.47 Nm, dan
1.68 Nm. Sedangkan untuk hasil Mt atau torsinya pada urutan beban diperoleh
hasil masing-masing 0 Nm, hal ini dapat terjadi karena data yang dikalikan
dengan Sin 0°. Untuk material di posisi sudut 90°. Untuk hasil Mt atau
torsinya pada urutan beban secara berturut-turut adalah 1,05 Nm, 1,26 Nm,
1.47 Nm, dan 1.68 Nm. Sedangkan untuk hasil Mb atau torsinya pada urutan
beban diperoleh hasil masing-masing 0 Nm, hal ini dapat terjadi karena data
yang dikalikan dengan Cos 0°. Dimana lb dari Momen Geometris Inerisa
untuk Lintang lb ¿ 0,214 π /64=9,5 x 1 0−5 kg . m2 dan lb ¿ 0,214 π /32
¿ 1,9 x 1 0−4 kg .m2. Pada perhitungan tegangan lentur maksimal terlebih dulu
kita menghitung atau mencari momen geometris inersia untuk lintang
melingkar sehingga hasil bisa didapatkan. Hasil pada tegangan lentur
maksimal pada urutan beban (σt) adalah 1160,5 Pa, 1392,6 Pa, 1624,7 Pa, dan
1856,8 Pa. Adapun tegangan geser maksimal akibat torsi di posisi sudut 90 o
didapatkan hasil berturut-turut adalah 580,26Pa, 696,32Pa, 812,37Pa, dan
928,42Pa. Sedangkan tegangan geser maksimal akibat torsi di posisi sudut 0 o,
tegangan geser yang dihasilkan juga masing-masing 0. Menghitung rasio
momen lentur terhadap torsi, yang didapatkan hasilnya berturut-turut adalah
1160,5 Pa, 1392,6 Pa, 1624,7 Pa, dan 1856,8 Pa. Dan yang terakhir adalah
pada perhitungan tegangan lentur maksimum pada serat tepi kita berpatokan
pada hasil tegangan lentur maksimum dimana hasil tegangan lentur
maksimum pada serat tepi yang didapatkan, σv1 adalah 1641,3 Pa, σv2 adalah
1969,4 Pa, σv3 adalah 2297,7 Pa dan σv4 adalah 2625,9 Pa.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Puntir adalah suatu pemuntiran sebuah batang yang diakibatkan oleh
kopel-kopel yang menghasilkan perputaran terhadap sumbu
longitudinalnya. Uji puntir (torsion test) adalah salah satu pengujian
merusak yang mengakibatkan suatu material mengalami patahan. Uji
puntir pada suatu spesimen dilakukan untuk menentukan keplastisan suatu
material. Sedangkan bending merupakan pengerjaan dengan cara
memberi tekanan pada bagian tertentu sehingga terjadi deformasi plastis
pada bagian yang diberi tekanan. Proses bending merupakan proses
penekukan atau pembengkokan menggunakan alat bending manual
maupun menggunakan mesin bending. Bending menyebabkan logam pada
sisi luar sumbu netral mengalami tarikan, sedangkan pada sisi lainnya
mengalami tekanan.
2. Momen lentur adalah jumlah aljabar dari semua komponen momen gaya
luar yang bekerja pada segmen yang terisolasi, dinotasikan dengan M.
Besar M dapat ditentukan dengan persamaan keseimbangan statis.
Sedangkan momen puntir adalah penyebab perubahan gerakan putar yang
mempercepat atau memperlambat gerak suatu benda. Momen puntir dapat
terjadi ketika benda uji mendapat beban puntiran. Beban merupakan
beban yang menyebabkan terjadinya momen kopel yang menghasilkan
perputaran terhadap sumbu longitudinalnya.
3. Tegangan geser adalah tegangan tangensial atau yang bekerja sejajar
dengan permukaan bidang. Tegangan geser adalah intesitas gaya yang
bekerja sejajar dengan bidang dari luas permukaan, dilambangkan dengan
. Regangan adalah perubahan ukuran dari panjang awal sebagai hasil dari
gaya yang menarik atau menekan pada material. Apabila suatu spesimen
struktur material diikat pada jepitan mesin penguji dan beban serta
pertambahan panjang spesimen diamati serempak, maka dapat
digambarkan pengamatan pada grafik dimana ordinat menyatakan beban
dan absis menyatakan pertambahan panjang.
4. Membandingkan kekuatan kuningan dan tembaga telah dilakukan dalam
pecobaan ini. Membadingkan kedua material ini dilakukan dengan
pengujian bending dan puntiran. Dapat dilihat pada grafik sebelumnya
disaat pengujian bending nilai deformasi dari kuningan lebih besar
dibandingkan nilai deformasi yang dihasilkan dari tembaga. Begitupun
pada percobaan puntiran, nilai deformasi yang dihasilkan dari kuningan
lebih besar dari nilai deformasi yang dihasilkan tembaga. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa material tembaga lebih kuat menahan terjadinya
deformasi dibanding material kuningan.
PENDAHULUAN
Sumber:https://www.gunt.de/en/products/engineering-mechanics-and-engineering-
design/strength-of-materials/elasticdeformationsdeformation-of-curved-
axis beams/021.17000/fl170/glct-1:pa-148:ca-10:pr-342
II.3 Deformasi
II.4 Defleksi
Semua bahan berubah bentuk karena pengaruh gaya. Ada yang kembali
ke bentuk aslinya bila gaya dihilangkan, ada pula yang tetap berubah bentuk
sedikit atau banyak. Jadi, deformasi bahan ditentukan oleh gaya per satuan
luas dan bukan oleh gaya. Jika sebuah batang tegar yang dipengaruhi gaya
tarik F ke kanan dan gaya yang sama tetapi berlawanan arah ke kiri, maka
gaya-gaya ini akan didistribusi secara uniform ke luas penampang batang.
Perbandingan gaya F terhadap luas penampang A dinamakan tegangan tarik.
Karena perpotongan dapat dilakukan disembarang titik sepanjang batang
maka seluruh batang dalam keadaan mengalami tegangan (stress) ditulis
berikut:
F
Tegangan ( ) =
A
dimana, = tegangan tarik, N / m 2 (=Pa)
F = gaya (N)
A = luas permukaan (m 2 ¿
Perubahan pada ukuran sebuah benda karena gaya - gaya atau kopel
dalam kesetimbangan dibandingkan dengan ukuran semula disebut
regangan. Regangan juga disebut derajat deformasi. Ada tiga macam
regangan, yakni (a) Regangan tarik, (b) Regangan kompresi, dan (c)
Regangan geser Regangan tarik pada batang didefinisikan sebagai
perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang semula, yang
harganya lebih besar dari 0. Regangan tekan suatu batang yang ditekan
didefinisikan dengan cara yang sama sebagai pembanding antara
berkurangnya panjang batang dengan panjang semula, yang harganya lebih
Δl
kecil dari 0. Jadi perubahan pembanding pada panjang batang dinamakan
l
regangan atau disebut regangan longitudinal seperti ditulis berikut:
l−l 0 ∆ l
Regangan, (ε ¿= =
l0 l0
Adanya regangan yang sangat besar di daerah plastis (dan setelah itu)
adalah alasan mengapa diagram tersebut diplot tidak berskala. Sesudah
mengalami regangan besar yang terjadi selama peluluhan di daerah BC,
bagian a mulai mengalami pengerasan regang (strain hardening). Selama
itu, bahan mengalami perubahan dalam struktur kristalin, yang
menghasilkan peningkatan resistensi bahan tersebut terhadap deformasi
lebih lanjut. Perpanjangan benda uji di daerah ini membutuhkan
peningkatan beban tarik, sehingga diagram teganganregangan mempunyai
kemiringan positif dari C ke D. Beban tersebut pada akhimya mencapai
harga maksimumnya, dan tegangan pada saat itu (di titik D) disebut
tegangan ultimate. Penarikan batang lebih lanjut pada kenyataannya akan
disertai dengan pengurangan beban dan akhimya terjadi putus/patah di suatu
titik seperti titik E pada Gambar 2.4.
Tegangan luluh dan tegangan ultimate dari suatu bahan disebut juga
masing-masing kekuatan luluh dan kekuatan ultimat adalah sebutan umum
yang merujuk pada kapasitas suatu struktur untuk menahan beban. Sebagai
contoh, kekuatan luluh dari suatu balok adalah besarnya beban yang
dibutuhkan untuk terjadinya luluh di balok tersebut, dan kekuatan ultimate
dari suatu rangka batang adalah beban maksimum yang dapat dipikulnya,
yaitu beban gagal. Tetapi, dalam melakukan uji tarik untuk suatu bahan, kita
definisikan kapasitas pikul beban dengan tegangan di suatu benda uji,
bukannya beban total yang bekerja pada benda uji Karena itu, kekuatan
bahan biasanya dinyatakan dalam tegangan.
Apabila deformasi besar terjadi pada bahan daktil yang dibebani hingga
daerah p1astis, maka bahan ini disebut mengalami aliran plastis. Jika suatu
bahan masih berada dalam daerah elastis, bahan tersebut dapat dibebani,
dihilangkan bebannya, dan dibebani lagi tanpa adanya perubahan signifikan
pada perilakunya. Tetapi, apabila dibebani hingga daerah plastis, struktur
interal bahan tersebut akan berubah dan besaran bahannya juga berubah.
Sebagai contoh, kita telah mengamati bahwa ada regangan permanen di
benda uji sesudah penghilangan beban dari daerah plastis. Sekarang
bayangkan bahwa bahan ini dibebani kembali sesudah penghilangan beban
tersebut. Pembebanan yang baru ini dimu1ai di titik C pada diagram dan
terus mengarah ke atas hingga titik B, titik di mana penghilangan beban
dimulai pada siklus pembebanan pertama. Bahan tersebut selanjutnya
mengikuti diagram tegangan-regangan hingga titik F. Jadi, untuk
pembebanan kedua, kita dapat membayangkan bahwa kita mempunyai
kurva tegangan-regangan dengan titik pusat di titik C. Selama pembebanan
kedua, bahan berperilaku elastis linier dari C ke B, dengan kemiringan garis
CB sama dengan kemiringan garis singgung kurva pembebanan semula di
titik asal 0. Limit proporsional sekarang ada di titik B, yang merupakan
tegangan yang lebih besar daripada limit elastis semula (titik E. Jadi, dengan
meregangkan bahan seperti baja atau aluminium hingga ke daerah inelastis
atau plastis, besaran material berubah daerah elastis linier bertambah.
Kekuatan aktual
Faktor Keamanan =
Kekuatan yang dibutuhkan
Penggunaan faktor keamanan di dalam desain bukanlah hal yang
sederhana karena baik kekuatan maupun kegagalan mempunyai arti yang
beragam. Kekuatan dapat diukur dengan kapasitas pikul beban suatu
struktur, atau dapat diukur dengan tegangan di bahan. Kegagalan dapat
berarti fraktur dan kolaps lengkap dari suatu struktur atau dapat pula
berarti bahwa deformasinya telah sedemikian besar sehingga struktur
tersebut tidak dapat lagi berfungsi sebagaimana diharapkan. Jenis
kegagalan yang terakhir ini dapat saja terjadi pada beban yang jauh lebih
kecil daripada taraf beban yang menyebabkan kolaps aktual.
Penentuan faktor keamanan harus juga memperhitungkan hal - hal
seperti: probabilitas kelebihan behan secara tak terduga pada suatu struktur
oleh beban yang melebihi beban desain, jenis beban (statik atau dinamik),
apakah beban itu diterapkan sekali saja atau berulang, seberapa akurat beban
diketahui, kemungkinan kegagalan fatik, ketidaktepatan konstruksi,
variabilitas kualitas pekerjaan, variasi besaran bahan, cacat akibat korosi
atau pengaruh lingkungan Jainnya, ketelitian metode analisis, apakah
kegagalan gradual (sehingga ada peringatan terlebih dahulu) atau tiba-tiba
(tanpa peringatan), konsekuensi kegagalan (kerusakan kecil atau kerusakan
parah) dan tinjauan lainnya. Jika faktor keamanan terlalu kecil, maka
kecenderungan gagal akan lebih besar dan struktur tersebut akan tidak dapat
diterima, jika faktor tersebut terlalu besar, maka struktur tersebut akan boros
bahan dan mungkin juga tidak cocok untuk fungsinya (misalnya, struktur
menjadi terlalu berat).
Tegangan luluh
Tegangan Izin =
Faktor Keamanan
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
BAB IV
PENGOLAHAN DATA
Force F in N W Meas in mm
18 0,23
24 0,30
34 0,42
42 0,51
60 0,73
Keterangan:
Nurhikma
Rivaldi
Muhammad Agung Junaid
Muhammad Syahrul Gunawan
Muhammad Raihan Al Mughny
F = 18 N
2. F . r 3 π 1 2 . 18 .1503 3.14 1
w 1= ( − = ) 5
E . I y 8 π 2 x 10 . 208,33 8
−(3.14 )
121.500.000
¿ ( 0,074 )
41.666 .000
¿ 0,22 mm
PK 1= |0,22−0,23
0,22 |
x 100 %
¿ 4,54 %
F= 24 N
2. F . r 3 π 1 2 . 24 .150 3 3.14 1
w 2= (
− = )
E . I y 8 π 2 x 105 . 208,33 8
− (
3.14 )
162.000.000
¿ ( 0,074 )
41.666 .000
¿ 0,28 mm
PK 2= |0,28−0,30
0,28 |
x 100 %
¿ 7,14 %
F = 34 N
2. F .r 3 π 1 2 . 34 .150 3 3.14 1
w 3= ( − = 5 )
E . I y 8 π 2 x 10 . 208,33 8
− (
3.14 )
229.500.000
¿ ( 0,074 )
41.666 .000
¿ 0,41 mm
PK 3= |0,41−0,42
0,41 |
x 100 %
¿ 2,43 %
F = 42 N
¿2%
F = 60 N
2. F .r 3 π 1 2 . 60 .1503 3.14 1
w 5= ( − = ) 5
E . I y 8 π 2 x 10 . 208,33 8
− (
3.14 )
405.000 .000
¿ ( 0,074 )
41.666 .000
¿ 0,72 mm
PK 5= |0,72−0,73
0,72 |
x 100 %
¿ 1,39 %
Keterangan:
Nurhikma
Rivaldi
Muhammad Agung Junaid
Muhammad Syahrul Gunawan
Muhammad Raihan Al Mughny
IV.1.4 Grafik dan Pembahasan
0.4 Praktek
0.3 0.41 Teori
0.3
0.23
0.28
0.2
0.22
0.1
0
18 24 34 42 60
F (N)
Force
W Meas in mm U Meas in mm
F in N
16 1,41 1,28
25 2,05 2,71
35 3,57 3,13
42 4,14 4,55
75 8,85 9,86
Keterangan:
Nurhikma
Rivaldi
Muhammad Agung Junaid
Muhammad Syahrul Gunawan
Muhammad Raihan Al Mughny
F = 16 N
π . F . r3 3,14 . 16 .150 3
w 1= =
2. E . I y 2 . 2 x 105 . 208,33
169.560.000
¿
83.332.000
¿ 2,03 mm
PK 1= |2,03−1,41
2,03 |
x 100 %
¿ 30,54 %
2. F . r 3 2. 16 . 1503
u1 = =
E . I y 2 x 105 .208,33
108.000.000
¿
41.666 .000
¿ 2,59 mm
PK 1= |2,59−1,28
2,59 |
x 100 %
¿ 50,58 %
F = 25 N
π . F . r3 3,14 . 25 .150 3
w 2= =
2. E . I y 2 . 2 x 105 . 208,33
264.937.500
¿
83.332.000
¿ 3,18 mm
PK 2= |3,18−2,05
3,18 |
x 100 %
¿ 35,53 %
2. F . r 3 2. 25 . 1503
u2 = =
E . I y 2 x 105 .208,33
108.000.000
¿
41.666 .000
¿ 4,05 mm
PK 2= |4,05−2,71
4,05 |
x 100 %
¿ 33,08 %
F = 35 N
π . F . r3 3,14 . 35 .150 3
w 3= =
2. E . I y 2 . 2 x 105 .208,33
370.912.500
¿
83.332.000
¿ 4,45 mm
PK 3= |4,45−3,57
4,45 |
x 100 %
¿ 19,77 %
2. F . r 3 2. 35 .150 3
u3 = =
E . I y 2 x 105 . 208,33
236.200.000
¿
41.666 .000
¿ 5,67 mm
PK 3= |5,67−3,13
5,67 |
x 100 %
¿ 44,8 %
F = 42 N
π . F .r 3 3,14 . 42. 1503
w 4= =
2. E . I y 2 .2 x 105 . 208,33
445.095 .000
¿
83.332.000
¿ 5,34 mm
PK 4= |5,34−4,14
5,34 |
x 100 %
¿ 22,47 %
2. F .r 3 2 . 42 .1503
u 4= =
E . I y 2 x 105 .208,33
283.500.000
¿
41.666 .000
¿ 6,8 mm
PK 4= |6,8−4,55
6,8 |
x 100 %
¿ 33,08 %
F = 75 N
π . F . r3 3,14 . 75 . 1503
w 5= =
2. E . I y 2 . 1 x 105 .208,33
794.812.500
¿
83.332.000
¿ 9,53 mm
PK 5= |9,53−8,85
9,53 |
x 100 %
¿ 7,13 %
2. F . r 3 2 .75 . 1503
u5 = =
E . I y 2 x 105 .208,33
506.250.000
¿
41.666 .000
¿ 12,15 mm
PK 5= |12,15−9,86
12,15 |
x 100 %¿ 18,84 %
W W U
Force U Calc
Meas Calc in Difference Meas Difference
F in N in mm
in mm mm in mm
16 1,41 2,03 30,54 % 1,28 2,59 50,58 %
25 2,05 3,18 35,53 % 2,71 4,05 33,08 %
35 3,57 4,45 19,77 % 3,13 5,67 44,8 %
42 4,14 5,34 22,47 % 4,55 6,8 33,08 %
75 8,85 9,53 7,13 % 9,86 12,15 18,84 %
Keterangan:
Nurhikma
Rivaldi
Muhammad Agung Junaid
Muhammad Syahrul Gunawan
Muhammad Raihan Al Mughny
IV.2.4 Grafik dan Pembahasan
10 9.53
8 8.85
W (mm)
6 5.34 Praktek
4.45 Teori
4 3.18
4.14
2.03 3.57
2
2.05
1.41
0
16 25 35 42 75
F (N)
10
9.86
8
6.8
U (mm)
Praktek
5.67 Teori
6
4.05
4 4.55
2.59
2 3.13
2.71
1.28
0
16 25 35 42 75
F (N)
Force
W Meas in mm U Meas in mm
F in N
20 1,45 0,97
27 1,96 1,32
34 2,41 1,6
55 3,96 2,69
60 4,34 2,92
Keterangan:
Nurhikma
Rivaldi
Muhammad Agung Junaid
Muhammad Syahrul Gunawan
Muhammad Raihan Al Mughny
F = 20 N
F . r3. π 20 . 1503 .3,14
w 1= . k w= .1,45
4. E . I 4 . 2 x 10 5 .208,33
307.327.500
¿ .1,45
166.664 .000
¿ 1,84 mm
PK 1= |1,84−1,45
1,84 |
x 100 %
¿ 21,19 %
F .r 3 20 .150 3
u1 = . ku = .1,80
2. E . I 2 . 2 x 105 .208,33
67.500.000
¿ .1,80
83.332.000
¿ 1,45 mm
PK 1= |1,45−0,97
1,45 |
x 100 %
¿ 33,10 %
F = 27 N
F . r3 . π 27 . 1503 .3,14
w 2= . kw = .1,45
4. E . I 4 . 2 x 10 5 .208,33
286.132.500
¿ .1,45
166.664 .000
¿ 2,48 mm
PK 2= |2,48−1,96
2,48 |
x 100 %
¿ 20,96 %
F . r3 27 . 1503
u2 = . ku = .1,80
2. E . I 2 . 2 x 105 .208,33
91.125.000
¿ .1,80
83.332.000
¿ 1,96 mm
PK 2= |1,96−1,32
1,96 |
x 100 %
¿ 32,65 %
F = 34 N
F . r3 . π 34 . 1503 .3,14
w 3= . kw = .1,45
4. E . I 4 . 2 x 105 . 208,33
360.315.000
¿ .1,45
166.664 .000
¿ 3,13 mm
PK 3= |3,13−2,41
3,13 |
x 100 %
¿ 23 %
F . r3 34 . 1503
u3 = . ku = .1,80
2. E . I 2 . 2 x 105 .208,33
114.750 .000
¿ . 1,80
83.332 .000
¿ 2,47 mm
PK 3= |2,47−1,6
2,47 |
x 100 %
¿ 35,22 %
F = 55 N
F . r3 . π 55 . 1503 . 3,14
w 4= . k w= .1,45
4. E . I 4 . 2 x 105 .208,33
582.862.500
¿ .1,45
166.664 .000
¿ 5,07 mm
PK 4= |5,07−3,96
5,07 |
x 100 %
¿ 21,89 %
F . r3 55. 1503
u 4= .k = .1,80
2. E . I u 2 .2 x 105 .208,33
185.625.000
¿ .1,80
83.332.000
¿ 4 mm
PK 4= |4−2,69
4 |
x 100 %
¿ 32,75 %
F = 60 N
F . r3 . π 60. 1503 .3,14
w 5= . kw = .1,45
4. E . I 4 . 2 x 105 .208,33
635.850.000
¿ .1,45
166.664 .000
¿ 5,53 mm
PK 5= |5,53−4,34
5,53 |
x 100 %
¿ 21,52 %
F . r3 60 .150 3
u5 = . ku = .1,80
2. E . I 2 . 2 x 105 . 208,33
202.500.000
¿ .1,80
83.332.000
¿ 4,37 mm
PK 5= |4,37−2,92
4,37 |
x 100 %
¿ 33,18 %
W W U U
Force
Meas Calc in Difference Meas Calc Difference
F in N
in mm mm in mm in mm
20 1,28 1,84 21,19 % 0,69 1,45 33,10 %
27 1,66 2,48 20,96 % 0,91 1,96 32,65 %
34 2,21 3,13 23 % 1,22 2,47 35,22 %
55 2,65 5,07 21,89 % 1,46 4 32,75 %
60 3,41 5,53 21,52 % 1,9 4,37 33, 18 %
Keterangan:
Nurhikma
Rivaldi
Muhammad Agung Junaid
Muhammad Syahrul Gunawan
Muhammad Raihan Al Mughny
4
3.13
W (mm)
3 3.41 Praktek
2.48 Teori
1.84 2.65
2 2.21
1.66
1
1.28
0
20 27 34 55 60
F (N)
2.5 Praktek
1.96 Teori
2
1.45 1.9
1.5
1.46
1 1.22
0.5 0.91
0.69
0
20 27 34 55 60
F (N)
PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
Secara mekanika proses penekukan ini terdiri dari dua komponen gaya
yakni: tarik dan tekan Pada gambar 2.1 memperlihatkan pelat yang
mengalami proses pembengkokan ini terjadi peregangan, netral, dan
pengkerutan. Daerah peregangan terlihat pada sisi luar pembengkokan,
dimana daerah ini terjadi deformasi plastis atau perubahan bentuk.
Peregangan ini menyebabkan pelat mengalami pertambahan panjang. Daerah
netral merupakan daerah yang tidak mengalami perubahan, artinya pada
daerah netral ini pelat tidak mengalami perpanjangan maupun perpendekkan.
sama besar dan berlawanan arah yang bekerja pada bidang tegak lurus sumbu
batang. Batang tersebut dikatakan dalam kondisi kena torsi.
P adalah gaya (N), dan d adalah diameter lengan putar (m). Jadi :
Keterangan :
P = Beban (N)
F = k . Δx
1. Tumpuan Engsel
Tumpuan engsel merupakan tumpuan yang dapat menerima gaya
reaksi vertikal dan gaya reaksi horizontal. Tumpuan yang berpasak mampu
melawan gaya yang bekerja dalam setiap arah dari bidang. Jadi pada
umumnya reaksi pada suatu tumpuan seperti ini mempunyai dua
komponen yang satu dalam arah horizontal dan yang lainnya dalam arah
vertikal. Tidak seperti pada perbandingan tumpuan rol atau penghubung,
maka perbandingan antara komponen-komponen reaksi pada tumpuan
yang terpasak tidaklah tetap. Untuk menentukan kedua komponen ini, dua
buah komponen statika harus digunakan.
2. Tumpuan Rol
Tumpuan rol merupakan tumpuan yang hanyadapat menerima gaya
reaksi vertikal. Alat ini mampu melawan gaya-gaya dalam suatu garis aksi
yang spesifik. Penghubung yang terlihat pada gambar dibawah ini dapat
melawan gaya hanya dalam arah AB rol. Pada gambar dibawah hanya
dapat melawan beban vertikal. Sedang rol-rol hanya dapat melawan suatu
tegak lurus pada bidang cp.
3. Tumpuan Jepit
Tumpuan jepit merupakan tumpuan yang dapat menerima gaya reaksi
vertikal, gaya reaksi horizontal dan momen akibat jepitan dua penampang.
Tumpuan jepit ini mampu melawan gaya dalam setiap arah dan juga
mampu melawan suaut kopel atau momen. Secara fisik, tumpuan ini
diperoleh dengan membangun sebuah balok ke dalam suatu dinding batu
bata. Mengecornya ke dalam beton atau mengelas ke dalam bangunan
utama. Suatu komponen gaya dan sebuah momen.
σ F / A F . lo
E= = =
ε Δl/lo A . Δl
Keterangan :
Sumber: https://eandroidfisika.wordpress.com/tegangan-regangan-dan-modulus-elastisitas/
Semakin besar nilai E berarti semakin sulit suatu benda untuk merentang
dalam pengaruh gaya yang sama. Sebagai contoh , nilai E baja 20x10 10 Pa
jauh lebih besar dari nilai E karet 0,05x1010 Pa sehingga baja lebih sulit
merentang daripada karet bila pada masing-masing benda diterapkan gaya
yang besarnya sama.
Jika momen inersia besar maka benda akan sulit untuk melakukan
perputaran dari keadaan diam dan semakin sulit berhenti ketika dalam
keadaan berotasi, itu sebabnya momen inersia juga disebut sebagai momen
rotasi. Setiap benda tegar bergerak melingkar di masing-masing titik partikel
geraknya, hal ini merupakan acuan tertentu yang dapat ditentukan dengan
momen inersia.
Besar momen inersia pada silinder pejal dapat dicari dengan persamaan
berikut:
I kMR2
Keterangan :
METODOLOGI PERCOBAAN
5. Jangka sorong
6. Spesimen
BAB IV
b h3 20 .123
I= = =2880
12 12
E = 7 x 10 4
F . L3
- y1 =
48. E . I
= (1) ¿ ¿
= 0,01 mm
F . L3
- y2 =
48. E . I
= (5) ¿ ¿
= 0,06 mm
F . L3
- y3 =
48. E . I
= ( 10 ) ¿ ¿
= 0,13 mm
F . L3
- y4 =
48. E . I
= ( 19 ) ¿ ¿
= 0,26 mm
2) Material : Kuningan
b h3 20 .73
I= = =571,7
12 12
E = 9,1 x 10 4
F . L3
- y1 =
48. E . I
= (1) ¿ ¿
= 0,05 mm
y2 F . L3
- =
48. E . I
= (5) ¿ ¿
= 0,26 mm
y3 F . L3
- =
48. E . I
= ( 10 ) ¿ ¿
= 0,53 mm
y1 F . L3
- =
48. E . I
= ( 19 ) ¿ ¿
= 1,09 mm
3) Material : Tembaga
b h3 20 . 43
I= = =106
12 12
E = 11 x 10 4
y1 F . L3
- =
48. E . I
= (1) ¿ ¿
= 0,23 mm
y2 F . L3
- =
48. E . I
= (5) ¿ ¿
= 1,18 mm
y3 F . L3
- =
48. E . I
= ( 10 ) ¿ ¿
= 2,37 mm
y1 F . L3
- =
48. E . I
= ( 19 ) ¿ ¿
= 4,5 mm
a. Persentase Kesalahan
y teori − y praktik
PK= | y teori | x 100 %
1) Material : Alumuniu
- PK 1= |0,01−0,01
0,01 |
x 100 %
¿0%
- PK 2= |0,06−0,04
0,06 |
x 100 %
¿ 30 %
- PK 3= |0,13−0,09
0,13 |
x 100 %
¿ 30 %
- PK 4= |0,26−0,18
0,26 |
x 100 %
¿ 30 %
2) Material : Tembaga
- PK 1= |0,05−0,1
0,05 |
x 100 %
¿ 10 %
- PK 2= |0,26−0,42
0,26 |
x 100 %
¿ 60 %
- PK 3= |0,53−1,58
0,53 |
x 100 %
¿ 50 %
- PK 4= |1,09−1,58
1,09 |
x 100 %
¿ 40 %
3) Material : Kuningan
- PK 1= |0,23−0,14
0,23 |
x 100 %
¿ 39 %
- PK 2= |1,18−0,46
1,18 |
x 100 %
¿ 61 %
- PK 3= |2,37−0,85
2,37 |
x 100 %
¿ 61 %
- PK 4= |4,5−1,46
4,5 |
x 100 %
¿ 66 %
b. Data Hasil Pengamatan dan Perhitungan Bending
1) Material : Alumunium
L = 340 mm
d = 10 mm
E = 7.104 N/m2
1) Material : Alumunium
- Regangan Geser
λ 0,05
γ 1= = =1,47.10−4
L 340
λ 0,38
γ 2= = =11,17.10−4
L 340
λ 0,78
γ 3= = =22,94.10−4
L 340
λ 1,42
γ 4= = =41,76. 10−4
L 340
- Tegangan Geser pada Permukaan Luar
M t2 F1 . L 1 x 340
τ1 = = = =1,73 mm
max
Wp π 3 3,14 3
xd x 10
16 16
M t2 F1 . L 5 x 340
τ2 = = = =8,66 mm
max
Wp π 3 3,14 3
xd x 10
16 16
M t2 F1 . L 10 x 340
τ3 = = = =17,32 mm
max
Wp π 3 3,14 3
xd x 10
16 16
M t2 F1. L 19 x 340
τ4 = = = =32,91 mm
max
Wp π 3 3,14 3
xd x 10
16 16
- Modulus of Elasticty Shear
γ 1 1,47. 10−4
β 1= = =8,49.10−5
τ1 max
1,73
γ 2 11,17. 10−4
β 2= = =12,6.10−5
τ2 max
8,66
γ 3 22,94.10−4
β 3= = =13,24.10−5
τ3 max
17,32
γ 4 41,76.10−4
β4= = =12,68. 10−5
τ4 32,91
max
1 1
G4 = = =0,78. 10−6
β 4 12,68. 10−5
- Angle of Rotation
- Modulus Geser
γ 1 1,47 . 10−4 −5
β 1= = =8,49. 10
τ1 1,73
γ 2 4,7 .10−4
β 2= = =5,42 .10−5
τ2 8,67
γ 3 12,05 . 10−4 −5
β 3= = =6,95 . 10
τ3 17,32
γ 4 35,88 . 10−4
β4= = =10,9 . 10−5
τ4 32,91
- Modulus of Elasticty in Shear
1 1
G 1= = =1,17.10−6
β 1 8,49 . 10−5
1 1
G 2= = =1,84.10−6
β 2 5,42 .10 −5
1 1
G 3= = =1,43. 10−6
β 3 6,95 . 10−5
1 1
G4 = = =0,91. 10−6
β 4 10,9 . 10−5
- Angle of Rotation
180. M t . L 180. F1 . L2
∅ 1= 1
= 2
π . G1 . I p π
. d 4 . G1
32
180 x 1 x 340 2
¿ =5,8 derajat
π2
x 104 x 1,17. 10−6
32
180. M t . L 180. F1 . L2
∅ 2= 1
= 2
π . G1 . I p π
.d 4 . G1
32
180 x 5 x 340 2
¿ =18,6 derajat
π2
x 104 x 1,84. 10−6
32
180. M t . L 180. F1 . L2
∅ 3= 1
= 2
π .G1 . I p π
.d 4 . G 1
32
2
180 x 10 x 340
¿ =47,9 derajat
π2
x 104 x 1,43. 10−6
32
180. M t . L 180. F 1 . L2
∅4= 1
= 2
π . G1 . I p π
. d 4 . G1
32
180 x 19 x 3402
¿ =142,2 derajat
π2
x 104 x 0,91. 10−6
32
BAB V
PEMBAHASAN
1. Percobaan Bending
0.3
0.26
0.25
0.2 0.18
0.15
y (mm)
0.13
0.1 0.09
0.06
0.05 0.04
0.01
0
1N 5N 10 N 19 N
-0.05
F (N)
Teori Praktik
2
1.8
1.58
1.6
1.4
1.2 1.09
y (mm)
1
0.83
0.8
0.6 0.53
0.42
0.4
0.26
0.20.1
0.05
0
1N 5N 10 N 19 N
F (N)
Teori Praktik
c. Material Tembaga (Grafik hubungan antara F terhadap y)
5
4.5
4.5
3.5
3
y (mm)
2.5 2.37
2
1.46
1.5 1.18
1 0.85
0.46
0.5
0.23
0.14
0
1N 5N 10 N 19 N
F (N)
Teori Praktik
2. Percobaan Puntiran
1.6
1.42
1.4
1.2
0.78
λ (mm)
0.8
0.6
0.38
0.4
0.2
0.05
0
1N 5N 10 N 19 N
Beban (N)
b. Material Kuningan (Grafik beban terhadap λ)
1.4
1.22
1.2
0.8
λ (mm)
0.6
0.41
0.4
0.2 0.16
0.05
0
1N 5N 10 N 19 N
Beban (N)
2. Material Praktik
1. Alumunium
2. Tembaga
3. Kuningan
Kuningan adalah logam yang merupakan campuran dari unsur
Tembaga dan Seng. Warna kuningan bervariasi dari coklat kemerahan gelap
hingga ke cahaya kuning keperakan tergantung pada jumlah kadar seng.
Seng lebih banyak mempengaruhi warna kuningan tersebut. Komponen
utama dari logam ini adalah Tembaga sehingga kuningan biasanya
diklasifikasikan sebagai paduan tembaga.
3. Presentasi Kesalahan
Gambar 5.1. Roll Forming: (1) Pengerolan rata, (2) Bentuk Setengah Jadi, Dan (3)
Bentuk Jadi.
Sumber:Groover, Mikell P., 2010, Fundamentals of Modern Manufacturing: Materials,
Processes and Systems, 4th ed
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
1. Pada percobaan bending, semakin besar beban yang diberikan maka
semakin besar pula deformasi yang dialami oleh batang, artinya gaya
berbanding lurus dengan deformasi yang terjadi pada sebuah batang.
2. Pada percobaan torsi, semakin besar beban yang diberikan maka semakin
besar pula deformasi yang terjadi pada sebuah batang, artinya sudut rotasi
yang terjadi pada batang juga akan semakin besar.
3. Pada praktikum yang dilakukan oleh kelompok kami, tembaga merupakan
material yang paling kuat dengan angka deformasi yang terjadi pada
spesimen percobaan paling kecil. Hal ini dapat dilihat juga berdasarkan
modulus elastisitan bahan dimana modulus elastisitas tembaga lebih besar
dari kuningan dan aluminium. Seperti yang kita ketahui, semakin besar
modulus elastisitan suatu bahan maka semakin kecil deformasi yang
terjadi.
4. Modulus elastisitas berhubungan dengan tegangan dan regangan sebuah
material, dan apabila semakin tinggi modulus elastisitas sebuah material
maka tegangan dan regangan pada sebuah benda semakin besar dan
tentunya deformasi yang terjadi pada sebuah batang yang memiliki
regangan dan tegangan yang tinggi memiliki deformasi yang kecil pada
sebuah batang, artinya modulus elastisitas berbanding terbalik dengan
deformasi yang terjadi pada sebuah material.
1.2 Saran
6.2.1 Saran untuk Laboratorium
1. Menambahkan pendingin ruangan praktikum.
2. Menigkatkan kerapian barang-barang pada ruang praktikum
3. Mengganti alat dan bahan praktikum yang sudah tidak berfungsi
dengan baik.
6.2.4 Saran untuk Asisten (Kak Nurkhafidzah)
1. Tetap professional sebagai asisten terhadap praktikan
2. Mempertahankan keramahan saat praktikum maupun asistensi
terhadap praktikan.
3. Tetap semangat dalam menjalankan tugas sebagai asisten.
BAB I
PENDAHULUAN
Elastisitas bahan
Dimensi struktur
Jenis pembebanan
Faktor pengukuran
Pada batang yang mengalami gaya aksial tekan, maka deformasi yang
terjadi mula-mula adalah perpendekan. Jika beban ditambah maka terjadi
pembengkokan akibat tekukan batang tersbeut, tetapi apabila melebihi beban
kritis tersebut akan mengalami patah. Pada proses buckling akan terjadi
tegangan regangan dan pemendekkan rangka. Oleh karena itu, pada
percobaan kali ini, kita akan mempelajari tentang buckling stress atau
tegangan tekuk yang terjadi pada material.
Analisis finite element (elemen hingga) adalah alat rekayasa penting yang
digunakan untuk membantu pendekatan dan memverifikasi bagaimana
material akan bereaksi dalam berbagai kondisi pembebanan. Penggunaan
analisa finite element dalam pemodelan uji tarik memberikan gambaran
bagaimana terjadinya deformasi baik elastis maupun plastis pada material.
Fleksibilitas dalam finite element memungkinkan pemodelan uji tarik
dilakukan dalam berbagai dimensi, standarisasi dan properti material.
Mengingat hasil uji tarik merupakan informasi dasar kekuatan material, maka
pemodelan finite element uji tarik dapat menjadi dasar bagi pemodelan lebih
kompleks hingga model prototype sebuah karya teknik (Haris Abdul, 2015).
P
σ=
A0
Keterangan:
∆L
ε=
Lo
Keterangan:
ε = Regangan
F = Titik patah
Defleksi yang terjadi pada suatu batang akan berhubungan secara langsung
dengan regangan pada batang tersebut. Apabila regangan yang terjadi pada
suatu struktur akan berbanding lurus dengan tegangan struktur tersebut,
sehingga analisa mengenai defleksi merupakan suatu hal yang sangat penting
dalam mempertimbangkan suatu struktur karena berhubungan dengan desain
struktur dan keamanan suatu struktur (Hariadi, 2005).
4. Batang menerus
Bila tumpuan-tumpuan terdapat pada balok continue secara fisik.
Defleksi adalah perubahan bentuk pada balok dalam arah y akibat adanya
pembebanan vertical yang diberikan pada balok atau batang. Deformasi pada
balok secara sangat mudah dapat dijelaskan berdasarkan defleksi balok dari
posisinya sebelum mengalami pembebanan. Defleksi diukur dari permukaan
netral awal ke posisi netral setelah terjadi deformasi. Konfigurasi yang
diasumsikan dengan deformasi permukaan netral dikenal sebagai kurva
elastis dari balok.
1. Kekakuan Material
Material yang memiliki kekakuan (stiffness) yang semakin baik,
maka defleksi yang dihasilkan akan semakin kecil.
2. Besar kecil gaya yang diberikan
Besar gaya yang diterima pada material berbanding lurus dengan
besarnya defleksi yang terjadi. Apabila beban yang diterima oleh
struktur material semakin besar, maka defleksi yang terjadi semakin
besar pula.
3. Jenis tumpuan yang diterima
Suatu struktur material akan mengalami jumlah reaksi pada tiap
jenis tumpuan berbeda-beda. Semakin besar reaksi dari tumpuan
yang melawan gaya dari beban, semakin besar pula defleksi yang
terjadi. Sehingga besar defleksi tidaklah sama pada masing-masing
penggunaan tumpuan yang berbeda-beda.
4. Jenis beban yang terjadi pada batang
1.4 Deformasi
Dalam ilmu material, deformasi adalah perubahan bentuk atau ukuran dari
sebuah objek karena sebuah penerapan gaya (energi deformasi dalam hal ini
ditransfer melalui kerja) atau perubahan suhu (energi deformasi dalam hal ini
ditransfer melalui panas). Kasus pertama yang dapat menjadi akibat dari
kekuatan tarik, kekuatan tekan, geser, lipatan atau torsi (memutar). Deformasi
terjadi bila bahan mengalami gaya. Selama deformasi, bahan menyerap energi
sebagai akibat adanya gaya yang bekerja sepanjang deformasi. Sekecil apapun
gaya yang bekerja, maka benda akan mengalami perubahan bentuk dan
ukuran. Perubahan ukuran secara fisik ini disebut deformasi (Adiansyah Yogi,
2018).
σ
E=
ε
Keterangan:
Garis modulus berupa garis lurus pada kurva beban dan perpanjangan,
yang menunjukkan bahwa beban berbanding lurus dengan perpanjangan
seperti gambar 2.10
Gambar 2.10 Garis Modulus
Sumber:
http://eprints.ums.ac.id/15211/2/BAB_II.pdf
Plastisitas adalah sifat yang dimiliki oleh suatu material, yaitu ketika
beban yang diberikan kepada suatu benda/material hingga mengalami
perubahan bentuk kemudian dihilangkan lalu benda tidak bisa kembali
sepenuhnya ke bentuk semula. Peningkatan pembebanan yang melebihi
kekuatan luluh (yield strength) yang dimiliki plat mengakibatkan aliran
deformasi permanen yang disebut plastisitas. Menurut Mondelson (1983) teori
plastis terbagi menjadi dua kategori:
1. Teori fisik
Teori fisik menjelaskan aliran bagaimana logam akan menjadi plastis.
Meninjau terhadap kandungan mikroskopik material seperti halnya
pengerasan kristal atom dan dislokasi butir kandungan material saat
mengalami tahap plastisitas.
2. Teori matematik
Keruntuhan ini bersifat getas dan terjadi secara tiba-tiba, dan lebih sering
terjadi pada struktur yang menerima beban gempa, tanpa detailing yang
memadai. Perilaku daktail akan ditunjukkan oleh kolom yang diberi tulangan
sengkang spiral. Pada saat beban ultimit tercapai, maka selimut beton pun
akan terkelupas dan pecah, namun inti beton akan tetap berdiri. Apabila jarak
lilitan dibuat cukup rapat, maka kolom ini masih akan mampu memikul beban
tambahan yang cukup besar di atas beban yang menimbulkan pecah pada
selimut beton. Tulangan spiral dengan jarak yang cukup rapat, bersama
dengan tulangan memanjang akan membentuk semacam sangkar yang cukup
efektif membungkus isi beton. Pecahnya selimut beton pada kolom dengan
sengkang spiral ini dapat menjadi tanda awal bahwa keruntuhan akan terjadi
bila beban terus ditingkatkan (Istimawan D, 1999).
Perhitungan beban kritis dengan meninjau sifat bahan yang tidak linier
dilakukan dengan menganggap bahwa persamaan yang berlaku dalam daerah
elastis juga berlaku dalam daerah plastis tempi mengganti Modulus Elastisitas
(E) dengan Modulus Elastisitas yang sesuai. Dengan demikian beban kritis
dengan meninjau sifat plastis bahan dihitung dengan bantuan minus yang
berlaku dalam daerah elastis dengan memodifikasi Modulus Elastisitas
dengan Modul Tangen (ET), Sekan (E^) atau Modulus Karman (ETM)
(Timoshenko, 1936).
Efek buckling terjadi pada sebuah kolom yang mendapat beban tekan
dalam arah aksial terhadap sumbu batang. Beban aksial tersebut apabila sudah
mencapai beban kritis dari kolom akan mengakibatkan defleksi lateral. Beban
kritis adalah beban kerja terkecil yang diterima kolom sehingga terjadi
defleksi lateral tersebut. Beban kritis nilainya lebih kecil dari beban yang
dibutuhkan kolom untuk rusak akibat pecah. Beban kritis suatu kolom
besarnya berbanding lurus dengan momen inersia kolom, yang berarti
semakin besar momen inersia penampang kolom maka beban kritisnya akan
semakin besar (Sufiyanto, 2006).
Ada tiga alternatif kondisi tumpuan yang dapat terjadi pada suatu kolom,
yaitu tumpuan engsel-engsel, jepit-jepit dan engsel-jepit. Beban kritis yang
mampu diterima oleh kolom dapat ditentukan dengan menggunakan rumus
Euler. Rumus Euler dapat diturunkan dengan cara berikut:
d 2 y − p xy
=
dx 2 El
d 2 y p xy
+ y =0
dx 2 El
Keterangan:
E = Modulus Elastisitas (N/m2)
I = Inersia (Kg.m2)
P = Gaya aksial (Kg)
y = Pelenturan (Sufiyanto, 2006)
PL h
( )( )
4 2
σ=
bh3
( )
12
Keterangan:
P = Beban yang bekerja (P2)
L = Panjang specimen (m)
h = Tebal specimen (cm)
b = Lebar specimen (cm)
σ = Tegangan normal (N/m2) (Bikam, 2007)
Persamaan ini didapatkan sesuai dengan perhitungan momen maksimum
pada spesimen berpenampang persegi. Dengan metode pemotongan
(spesimen) akan didapatkan distribusi momen dan tegangan geser disetiap
titik spesimen uji. Spesimen memiliki momen maksimum pada tengah batang
(L/2) dan menerima beban sebesar (P/2). c merupakan jarak dari sumbu netral
ke elemen yang akan ditinjau. Nilai c adalah jarak dari sumbu netral (titik
pusat spesimen) ke permukaan spesimen. Inersia dilampirkan (Bikam, 2007).
Sedangkan defleksi yang terjadi, dapat dihitung dengan persamaa:
PL 3
δ=
48 EI
Keterangan:
δ = Defleksi
P= Beban yang bekerja (V2)
L = Panjang specimen (cm)
E = Modulus elastisitas bahan specimen (N/m2)
I = Modulus inersia penampang (Kg.m2) (Bikam, 2007).
Tegangan puntir merupakan tegangan yang diakibatkan oleh gaya putar.
Tegangan puntir sering terjadi pada poros roda gigi dan batang torsi pada
mobil, juga saat melakukan pengeboran. Jadi, merupakan tegangan
tangensial.
Keterangan:
Mt = Momen puntir (torsi)
Wp = Momen tahanan polar (pada puntir) (Bikam, 2007).
G . θ .r T . r
τ= =
l I
Keterangan:
G = Modulus geser (Pa)
θ = Sudut Puntir (rqd/m)
r = Jari-jari (m)
l = Panjang (m)
I = Momen Inersia (Kg.m) (Bikam, 2007).
Jenis wing pada pesawat terbang ada yang memiliki struktur wing box
(pada pesawat transport, tempur maupun latih) dan ada yang tanpa wing box
(pada pesawat tanpa awak), dimana struktur wing box ini memiliki spar dan
stringer sehingga memerlukan analisis terhadap struktur wing tersebut,
seperti tegangan dan beban yang terjadi pada wing. Pesawat KT-1B
merupakan pesawat yang memiliki jenis wing yang memiliki struktur wing
box yang terbagi menjadi beberapa station (STA). Wing Box STA 1920
sampai STA 2500 merupakan dari wing box pada wing pesawat KT-1B
dimana fuel tank ditempatkan,sehingga berpengaruh terhadap pembebanan
yang diterima oleh setiap bagian wing pesawat KT-1B.Dari permasalahan
tersebut itulah, maka dalam penelitian ini akan menganalisis beban buckling
terhadap struktur wing pesawat KT-1B STA 1920 sampai 2500 guna
mendapatkan karakteristik beban buckling dari struktur wing pesawat KT-1B,
dimana kedua station itu sudah dianggap dapat mewakili semua stringer di
setiap station wing pesawat KT-1B. Pesawat Latih Dasar (Basic Trainer
Aircraft) KT-1B adalah pesawat yang dimiliki TNI AU yang dipergunakan
untuk mendidik para calon penerbang TNI AU. Pesawat ini diproduksi oleh
Korean Aerospace Industries (KIA). Beban buckling dihitung dengan cara
mengalikan modulus elastisitas dengan momen inersia yang terjadi pada
setiap stringer, kemudian dibagi dengan panjang STA yang akan dihitung
(Soegito, 2001).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
a. Momen Inersia
b h3
I y=
12
(20 mm)(4 mm)3
¿
12
¿ 106,7 mm4
b. Beban Kritikal
π2E I y
F krit =
L2
¿¿¿
0.3
0.25
0.2
0.15 0.13
0.1
0.04
0.05
0
225 325 425
Force (N)
a. Momen Inersia
b h3
I y=
12
(20 mm)(4 mm)3
¿
12
¿ 106,7 mm4
b. Beban Kritikal
π2E I y
F krit =
L2
¿¿¿
0.55
Deflection (mm)
0.5
0.47 0.47
0.46
0.45
0.4
225 325 425
Force (N)
a. Momen Inersia
b h3
I y=
12
(20 mm)(4 mm)3
¿
12
= 106,7 mm 4
b. Beban Kritikal
π2E I y
F krit =
L2
¿¿¿
¿ 4,293 N /mm2
0.7
Deflection (mm)
0.65 0.62
0.6
0.53
0.55
0.5
0.45
0.4
225 325 425
Force (N)
a. Momen Inersia
b h3
I y=
12
( 25 mm ) (6 mm)3
¿
12
¿ 450 mm 4
b. Beban Kritikal
π2 E ly
F krit =
L2
¿¿¿
0.44
1
0.65 Force (Q=10)
0.42
0.25 Force (Q=5)
0.5 0.25 0.24
0.09
0
225 325 425
Force (N)
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan Umum
Hal yang harus dilakukan dalam perancangan pipa bawah laut dapat
dilakukan seperti berikut:
0.4 0.35
0.3
0.2 0.13
0.04
0.1
0
225 325 425
Force (N)
0.55
0.4
225 325 425
Force (N)
Force (N)
0.44
1
0.65 Force (Q=10)
0.42
0.25 Force (Q=5)
0.5 0.25 0.24
0.09
0
225 325 650
Force (N)
6.1 Kesimpulan
5. Pada tumpuan engsel-engsel, kedua ujung spesimen ditumpu oleh engsel
yang kemudian dipasang pada alat percobaan. Defleksi yang terjadi pada
tumpuan ini relatif besar dikarenakan tumpuan ini mudah patah karena
tegangan kritisnya kecil.
6. Pada tumpuan engsel-jepit, pada ujung yang ditumpu dengan tumpuan
jepit bekerja 3 buah gaya sehingga daerah defleksi lebih mendekati
tumpuan engsel yang hanya mendapat 1 gaya.
7. Pada tumpuan jepit-jepit, angka dari defleksi yang terjadi relatif kecil. Hal
ini dikarenakan tumpuan jepit-jepit memiliki tegangan kritis yang besar
atau kemampuan untuk menerima beban yang besar sehingga
spesimen/material dapat menahan penekukan atau defleksi yang
disebabkan oleh gaya yang diberikan.
6.2 Saran