BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TEORI DASAR
2.1.2. Defleksi
Applied Mechanics Laboratory Mechanical Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
2. Batang kantilever
Bila salah satu ujung balok dijepit dan yang lain bebas.
3. Batang overhang
Bila balok dibangun melewati tumpuan sederhana
Applied Mechanics Laboratory Mechanical Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
Gambar 2.14.Tegangan
Sumber :
https://www.academia.edu/9070452/Tegangan_Regangan_dan_modulus
Jenis-jenis tegangan
1. Tegangan Normal
Tegangan normal terjadi akibat adanya reaksi yang diberikan
pada benda. Jika gaya dalam diukur dalam N, sedangkan luas
penampang dalam m2 , maka satuan tegangan adalah N /m2
atau dyne /cm2 .
2. Tegangan Tarik
Applied Mechanics Laboratory Mechanical Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
3. Tegangan Tekan
Tegangan tekan terjadi bila suatu batang diberi gaya (F) yang
saling berlawanan dan terletak dalam satu garis gaya. Misalnya,
terjadi pada tiang bangunan yang belum mengalami tekukan,
porok sepeda, dan batang torak. Tegangan tekan dapat ditulis:
Fa F
σd= =
A A
F
τ g=
π
× D2
4
F
τ g=
π
n × × D2
4
2.5.2. Regangan
Regangan didefinisikan sebagai hasil bagi antara pertambahan
panjang dengan panjang awal. Contohnya benda yang menggantung
Applied Mechanics Laboratory Mechanical Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
pada tali, menimbulkan gaya tarik pada tali, sehingga tali memberikan
perlawanan berupa gaya dalam yang sebanding dengan berat beban
yang dipikulnya (gaya aksi = reaksi). Respon perlawanan dari tali
terhadap beban yang bekerja padanya akan mengakibatkan tali
menegang sekaligus juga meregang sebagai efek terjadinya pergeseran
internal di tingkat atom pada partikel-partikel yang menyusun tali,
sehingga tali mengalami pertambahan panjang.
Jika tali mengalami pertambahan sejauh Δl dari yang semula
sepanjang maka regangan yang terjadi pada tali merupakan
perbandingan antara penambahan panjang yang terjadi terhadap
panjang mula-mula dari tali dan dinyatakan sebagai berikut
pertambahan panjang ∆
Regangan= atau ε= l
panjangmula−mula l0
dimana :
ΔL = perubahan panjang (perpanjangan)……………(satuan panjang)
L = panjang awal (panjang semula)……………(satuan panjang),
karena pembilang dan penyebutnya memiliki satuan yang sama, maka
regangan adalah sebuah nilai nisbi, yang dapat dinyatakan dalam persen
dan tidak mempunyai satuan.
modulus ini maka semakin kecil regangan elastis yang terjadi atau semakin
kaku.
Besarnya pertambahan panjang yang dialami oleh setiap benda ketika
merenggang adalah berbeda antara satu dengan yang lainnya tergantung dari
elastisitas bahannya. Sebagai contoh, akan lebih mudah untuk meregangkan
sebuah karet gelang daripada besi pegas. Untuk merenggangkan sebuah besi
pegas membutuhkan ratusan kali lipat dari tenaga yang dibutuhkan untuk
merenggangkan sebuah karet gelang.
Ketika diberi gaya tarik, karet ataupun pegas akan meregang dan
mengakibatkan pertambahan panjang baik pada karet gelang ataupun besi
pegas. Besarnya pertambahan yang terjadi tergantung pada elastisitas
bahannya dan seberapa besar gaya yang bekerja padanya. Semakin elastis
sebuah benda, maka semakin mudah benda tersebut untuk dipanjangkan atau
dipendekan. Semakin besar gaya yang bekerja pada suatu benda, maka
semakin besar pula tegangan dan regangan yang terjadi pada benda itu,
sehingga semakin besar pula pemanjangan atau pemendekan dari benda
tersebut. Jika gaya yang bekerja berupa gaya tekan, maka benda akan
mengalami pemendekan, sedangkan jika gaya yang bekerja berupa beban
tarik, maka benda akan mengalami perpanjangan.
Bisa disimpulkan bahwa regangan (ε) yang terjadi pada suatu benda
berbanding lurus dengan tegangannya (σ) dan berbanding terbalik terhadap ke
elastisitasannya. Ini dinyatakan dengan rumus
tegangan σ
Modulus Elastis= atau E=
regangan ε
Dengan penguraian :
F
σ A F ×l 0
E= = =
ε ∆l A × ∆l
l0
Applied Mechanics Laboratory Mechanical Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
N
Dalam SI, satuan Modulus Young ialah 2
m
Sumber : https://www.academia.edu/6137075/Paper-momen-inersia
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
b. Clamping plate
Fungsi: tempat menggantung
beban yang membebani
batang.
Applied Mechanics Laboratory Mechanical Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
c. Dynamometer
e. Meteran
f. Batang logam
g. Jangka sorong
h. Rigid clamp
BAB IV
ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN
x1 = 200 mm
x2 = 400 mm
x3 = 800 mm
b. Load Constant
Material = Tembaga
Applied Mechanics Laboratory Mechanical Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
L = 1000 mm
a1 = 200 mm
a2 = 400 mm
a3 = 600 mm
l = 1000 mm
a = 200 mm
F
x1 = 200 mm
x2 = 400 mm
x3 = 600 mm
Defleksi (f)
Beban (F)
x1 = 200 mm x2 = 400 mm x3 = 600 mm
7,5 0,32 0,31 0
7,5 0,4 0,81 0,55
7,5 1,2 4,1 7,91
a = 5000 mm
W
x = 1000 mm A
a = 500 mm
F
x = 500 mm
(N) (N)
10 5 6
15 7 8
20 9 10
25 12 13
x3 = 800 mm
x2 = 500 mm
x1 = 200 mm
F1 F2 F3
l = 1000 mm
A B
F a3
f= untuk x=a
3EIy
3 3
f=
Fa
6E I y ( x x
)
2−3 + 3 untuk x <a
a a
F a3 ( F a2
f= + x−a )
3EIy 2E Iy
F a2
¿ (3 x −a)untuk a< x <l
6EIy
a. Length Constant
1. Beban Masukan 10 N
Defleksi pada x1 = 200 mm
10 ×200 3
f= =0.775 mm
3 × 70000× 491.139
Defleksi pada x2 = 400 mm
2
10 × 200
f= ( 3× 400−200 )=1,93 mm
6× 70000 ×491.139
Defleksi pada x3 = 800 mm
10 × 2002
f= ( 3× 800−200 )=4,26 mm
6× 70000 ×491.139
2. Beban Masukan 15 N
Defleksi pada x1 = 200 mm
15 ×200 3
f= =1,16 mm
3 × 70000× 491,139
Defleksi pada x2 = 400 mm
2
15 × 200
f= ( 3× 400−200 )=2,90 mm
6× 70000 ×491.139
Defleksi pada x3 = 800 mm
2
15 × 200
f= ( 3× 800−200 )=6,39 mm
6× 70000 ×491.139
Applied Mechanics Laboratory Mechanical Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
3. Beban Masukan 20 N
Defleksi pada x1 = 200 mm
3
20 ×200
f= =1.55 mm
3 × 70000× 491.139
Defleksi pada x2 = 400 mmm
20 × 2002
f= ( 3× 400−200 )=3.87 mm
6× 70000 ×491.139
Defleksi pada x3 = 800 mm
2
20 × 200
f= ( 3× 800−200 )=8.53 mm
6× 70000 ×491.139
4. Beban Masukan 25 N
Defleksi pada x1 = 200 mm
25 ×200 3
f= =1.93 mm
3 × 70000× 491.139
Defleksi pada x2 = 400 mm
25 × 2002
f= ( 3× 400−200 )=4,487 mm
6× 70000 ×491.139
Defleksi pada x3 = 800 mm
25 × 2002
f= ( 3× 800−200 )=10,66 mm
6× 70000 ×491.139
b. Load Constant
1. Penempatan beban 200 mm
Defleksi pada x1 = 200 mm
7,5 ×200 3
f= =0.58 mm
3 × 70000× 491.139
Applied Mechanics Laboratory Mechanical Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
2. Beban Masukan 15 N
15
A= 3
× ( 3 ×1000 ×5002−500 3 )=4,6875 N
2 ×1000
3. Beban Masukan 20 N
20
A= 3
× ( 3 ×1000 ×5002−500 3 )=6,250 N
2 ×1000
4. Beban Masukan 25 N
25
A= 3
× ( 3 ×1000 ×5002−500 3 )=7,8125 N
2 ×1000
x
A=F ×
L
a. Engsel
1. Beban Masukan 10 N
500
A=10 × =5 N
1000
Applied Mechanics Laboratory Mechanical Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
2. Beban Masukan 15 N
500
A=15 × =7.5 N
1000
3. Beban Masukan 20 N
500
A=20× =10 N
1000
4. Beban Masukan 25 N
500
A=25× =12.5 N
1000
b. Roll
1. Beban Masukan 10 N
500
A=10 × =5 N
1000
2. Beban Masukan 15 N
500
A=15 × =7.5 N
1000
3. Beban Masukan 20 N
500
A=20× =10 N
1000
4. Beban Masukan 25 N
500
A=25× =12.5 N
1000
4.2.4. Percobaan Reaksi Tumpuan Pada Batang Sederhana Dengan
Pembebanan Di 3 Titik
ΣM=0= A × L−F1 × x 1−F 2 × x 2−F 3 × x3
Applied Mechanics Laboratory Mechanical Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
F 1 × x 1 + F2 × x 2 + F 3 × x 3
A=
L
F 1 × x 3+ F 2 × x 2+ F 3 × x 1
B=
L
1. F1 = 5 N, F2 = 10 N, F3 = 2,5 N
5 ×200+10 ×500+ 2,5× 800
A= =8 N
1000
5× 800+10 ×500+2,5 × 200
B= =9,5 N
1000
2. F1 = 5 N, F2 = 2.5 N, F3 = 10 N
5 ×200+2.5 × 500+ 10× 800
A= =10,25 N
1000
5× 800+2.5 ×500+10 × 200
B= =7,25 N
1000
3. F1 = 5 N, F2 = 15 N, F3 = 5 N
5 ×200+15 ×500+ 5× 800
A= =11,5 N
1000
5× 800+15 ×500+5 × 200
B= =12,5 N
1000
4. F1 = 5 N, F2 = 5 N, F3 = 15 N
5 ×200+5 × 500+ 15× 800
A= =15,5 N
1000
5× 800+5 ×500+15 × 200
B= =9,5 N
1000
1. Length Constant
1. Beban Masukan 10 N
Defleksi pada x1 = 200 mm
|0.775−0.12
PK ( )=
0.775 |
× 100 =84.51
|1.93−0.21
PK ( )=
1.93 |
×100 =89.1
| 4.26−0.9
PK ( )=
4.26 |
×100 =78.87
2. Beban Masukan 15 N
Defleksi pada x1 = 200 mm
|1.16−0.41
PK ( )=
1.16 |
× 100 =64.65
|2.9−0.81
PK ( )=
2.9 |
× 100 =72.06
|6.39−1.1
PK ( )=
6.39 |
×100 =82.78
3. Beban Masukan 20 N
Defleksi pada x1 = 200 mm
|1.55−0.94
PK ( )=
1.55 |
×100 =39.35
PK ( )= |3.87−2,09
3.87 |
× 100 =45.99
|8.53−3.85
PK ( )=
8.53 |
× 100 =54.86
Applied Mechanics Laboratory Mechanical Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
4. Beban Masukan 25 N
Defleksi pada x1 = 200 mm
|1.93−1.42
PK ( )=
1.93 |
×100 =26.42
PK ( )= | 4.48−2.85
4.48 |
×100 =36.38
|10.66−4.26
PK ( )=
10.66 |
×100 =60.03
2. Load Constant
1. Penempatan 200 mm
Defleksi pada x1 = 200 mm
|0.58−0.32
PK ( )=
0.58 |
× 100 =44.82
Applied Mechanics Laboratory Mechanical Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
|1.45−0.31
PK ( )=
1.45 |
×100 =78.62
|2.32−0
PK ( )=
2.32 |
× 100 =100
2. Penempatan 400 mm
Defleksi pada x1 = 200 mm
|3.19−0.4
PK ( )=
3.19 |
×100 =87.46
| 4.65−0.81
PK ( )=
4.65 |
×100 =82.58
|8.14−0.55
PK ( )=
8.14 |
×100 =93.24
3. Penempatan 600 mm
Defleksi pada x1 = 200 mm
|10.18−1.2
PK ( )=
10.18 |
×100 =83.45
|10.76−4.1
PK ( )=
10.76 |
×100 =61.89
|15.7−7.91
PK ( )=
15.7 |
×100 =49.61
PK ( )= |3,125−3
3,125 |
× 100 =4
PK ( )= | 4,687−5
3,906 |
×100 =6,67
3. Beban Masukan 20 N
PK ( )=|6,25−7
5,468 |
× 100 =12
4. Beban Masukan 25 N
PK ( )=|7,8125−9
7,8125 |
× 100 =15,2
20 7 6,25 12
25 9 7,8125 15,2
PK ( )= |5−55|× 100 =0
2. Beban Masukan 15 N
PK ( )= |7.5−7
7.5 |
× 100 =6.67
3. Beban Masukan 20 N
PK ( )= |10−9
10 |
× 100 =10
4. Beban Masukan 25 N
PK ( )= |12.5−12
12.5 |
×100 =4
b. Roll
1. Beban Masukan 10 N
PK ( )= |5−65|×100 =20
2. Beban Masukan 15 N
PK ( )= |7.5−8
7.5 |
× 100 =6.67
3. Beban Masukan 20 N
Applied Mechanics Laboratory Mechanical Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
PK ( )= |10−10
10 |
× 100 =0
4. Beban Masukan 25 N
PK ( )= |12.5−13
12.5 |
× 100 =4
|8−88|×100 =0
A=
B=|
6,75 |
6,75−8
× 100 =18.51
Applied Mechanics Laboratory Mechanical Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
2. F1 = 5 N, F2 = 2,5 N, F3 = 10 N
|10,25−6
A=
10,25 |
×100 =41.46
B=|
7,25 |
7,25−10
×100 =37.93
3. F1 = 5 N, F2 = 15 N, F3 = 5 N
|11,5−11
A=
11,5 |
×100 =4
B=|
12,5 |
12,5−13
×100 =4
4. F1 = 5 N, F2 = 5 N, F3 = 15 N
|15,5−8
A=
15,5 |
×100 =48.38
B=|
9,5 |
9,5−16
× 100 =68.42
4.4. Grafik
4.4.1. Percobaan Defleksi Pada Batang Kantilever
1. Length Constant
Applied Mechanics Laboratory Mechanical Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
4.5
4
3.5
3
Defeksi (mm)
2.5
2 Praktek
1.5 Teori
1
0.5
0
100 200 300 400 500 600 700 800 900
x (mm)
5
Defeksi (mm)
3 Praktek
Teori
2
0
100 200 300 400 500 600 700 800 900
x (mm)
9
8
7
6
Defeksi (mm)
5
4 Praktek
3 Teori
2
1
0
100 200 300 400 500 600 700 800 900
x (mm)
12
10
8
Defeksi (mm)
6
Praktek
4 Teori
0
100 200 300 400 500 600 700 800 900
x (mm)
2. Load Constant
Applied Mechanics Laboratory Mechanical Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
1.6
1.4
1.2
1
Defeksi (mm)
0.8
Praktek
0.6
Teori
0.4
0.2
0
150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650
x (mm)
9
8
7
6
Defeksi (mm)
5
4 Praktek
3 Teori
2
1
0
150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650
x (mm)
18
16
14
12
Defeksi (mm)
10
8 Praktek
6 Teori
4
2
0
150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650
x (mm)
6
5
4 Praktek
Teori
3
2
1
0
8 10 12 14 16 18 20 22 24 26
Beban Masukan (N)
12
10
Beban Support(N)
6 Praktek
Teori
4
0
8 10 12 14 16 18 20 22 24 26
Beban Masukan (N)
12
10
Beban Support(N)
6 Praktek
Teori
4
0
8 10 12 14 16 18 20 22 24 26
Beban Masukan (N)
9.5
9
Beban Reaksi (N)
8.5
Praktek
8 Teori
7.5
7
A B
Ujung Batang
12
10
8
Beban Reaksi (N)
6
Praktek
4 Teori
0
A B
Ujung Batang
13.5
13
12
11.5 Praktek
Teori
11
10.5
10
A B
Ujung Batang
18
16
14
12
Beban Reaksi (N)
10
8 Praktek
6 Teori
4
2
0
A B
Ujung Batang
BAB V
PEMBAHASAN
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
6.2. Saran
6.2.1. Saran Untuk Laboratorium
DAFTAR PUSTAKA
Applied Mechanics Laboratory Mechanical Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
DOKUMENTASI PRAKTIKUM