KEKUATAN BAHAN
FOTO
3X4
Asisten:
1. Amelia Puspita Mega Pratiwi
2. Lutvia Nurlatipah
3. Muhammad Nur Solehuddin Wahid
1.2 Tujuan
- Dapat menganalisa defleksi balok dengan metode integrasi ganda
- Mengetahui dan memahami konsep defleksi pada pembebanan sederhana dan
cantilever
- Menerapkan free body diagram pada sketsa system pembebanan
BAB II
DASAR TEORI
Disiapkan
Catat Hasil
3.2.2 Pembebanan Sederhana
Disiapkan
Catat Hasil
3.3 Gambar Alat
No. Alat dan Bahan Gambar Alat dan Bahan
1. Pembebanan Kantilever
2. Pembebanan Sederhana
3. Beban
4. Timbangan Digital
5. Penggaris
6. Busur
7. Jangka Sorong
8. Statif
9. Plat
BAB IV
PEMBAHASAN
Sudut Defleksi
2
W∙L1
𝜃 (1/3 L) = 2EI
= (1,902 x 0,12) / 2(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,102778
2
W∙L1
𝜃 (2/3 L) = 2EI
= (1,902 x 0,22) / 2(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,4111
2
W∙L1
𝜃 ( L) = 2EI
= (1,902 x 0,32) / 2(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,92498
DEFLEKSI
3
W∙L1
y ( 1/3 L) = 3EI
= (1,902 x 0,13) / 3(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,006852
3
W∙L2
y (2/3L) = 3EI
= (1,902 x 0,23) / 3(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0.054814
3
W∙L3
y (L) = = (1,902 x 0,33) / 3(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 )= 0,18499
3EI
MOMEN
M (⅓ L) = W.L1 = 1,902 x 0,1 = 0,19031
M (⅔ L) = W.L1 = 1,902 x 0,2 = 0,38063
M ( L) = W.L = 1,902 x 0,3 = 0,5709
SUDUT DEFLEKSI
2
W∙L1
θ (1/3 L) = 2EI
= (3,283 x 0,12) / 2(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,17747
2
W∙L2
θ (2/3 L) = = (3,283 x 0,22) / 2(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,70989
2EI
2
W∙L1
θ ( L) = 2EI
= (3,283 x 0,32) / 2(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0.159573
DEFLEKSI
3
W∙L
y ( 1/3 L) = 3EI1 = (3,283 x 0,13) / 3(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,011832
3
W∙L1
y ( 2/3 L) = = (3,283 x 0,23) / 3(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,09453
3EI
3
W∙L
y ( L) = 3EI3 = (3,283 x 0,33) / 3(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,31945
MOMEN
M (⅓ L) = W.L1 = 3,283 x 0,1 = 0,32864
M (⅔ L) = W.L1 = 3,283 x 0,2 = 0,65727
M ( L) = W.L = 3,283 x 0,3 = 0,98591
SUDUT DEFLEKSI
wab (b+L)
θ (1/4 L) = 6LEI
= 0,34658
wab (b+L)
θ (1/2 L) = 16E
= 0,39609
wab (b+L)
θ (3/4 L) = 6LEI
= 0,24756
DEFLEKSI
2
Wa 𝑏2
y ( ¼ L) = 3EIL
= 0,043818
2
Wa 𝑏2
y ( ½ L) = 48EI
= 0,77899
2
Wa 𝑏2
y ( ¾ L) = = 0,043818
3EIL
MOMEN
Wab
MA ( ¼ L) = = 0,21053
L
Wab
MA ( ½ L) = 4 = 0,28071
Wab
MA ( ¾ L) = = 0,21053
L
b. Beban 2 (W2=N)
Letak a= b = L- y y hitung
L1 h0 (m) h1 (m) θ ukur θ hitung ukur
Beban L1 (m) (m)
(m) (m)
½L
0,295 0,295 0,326 0,312 2,5 0,68398 0,014 0,13452
¾L
0,4425 0,1475 0,327 0,317 2 0,42749 0,01 0,075665
Nb: L1 dan besar sudut diukur Pada salah satu ujung Wembebanan
SUDUT DEFLEKSI
Wab (b+L)
θ (¼ L) = = 0,59848
6LEI
2
WL
θ ( ½ L) = = 0,68398
16EI
Wab (b+L)
θ ( ¾ L) = = 0,42749
6LEI
DEFLEKSI
2
Wa 𝑏2
y ( ¼ L) = = 0,075665
3EIL
2
Wa 𝑏2
y ( ½ L) = = 0,13452
48EI
2
Wa 𝑏2
y ( ¾ L) = = 0,075665
3EIL
MOMEN
Wab
MA ( ¼ L) = = 0,36355
L
Wab
MA ( ½ L) = = 0,48474
4
Wab
MA ( ¾ L) = = 0,36355
L
4.3 Momen yang Dihasilkan dari Perhitungan Sistem Pembebanan Cantilever dan
Pembebanan Sederhana
Pada data hasil praktikum system pembebanan cantilever yang diperoleh, diketahui
besarnya m1 yaitu 0,194kg dan m2 yaitu 0,335kg. Kemudian kedua beban diuji dengan
diletakkan pada tiga letak beban yaitu ⅓ L, ⅔ L, dan L. Nilai momen (M) pada system
pembebanan cantilever diperoleh dari rumus W.L1, dimana L1 dicari dengan cara mengalikan
letak beban dengan Panjang. Pada letak beban ⅓ L yaitu 0.1m, ⅔ L yaitu 0,2m, dan L yaitu
0,3m. Nilai W diperoleh dari rumus m x g dengan nilai gravitasi sebersar 9,81 m/s 2, jadi nilai
W1 sebesar 1,9012N dan W2 sebesar 3,283N. Setelah itu, dihitung nilai M pada beban 1 dan
beban 2 setiap letak pembebanannya. Pada beban 1 dengan letak beban ⅓ L nilai M sebesar
0,19031 Nm, pada letak beban ⅔ L nilai M sebesar 0,38063 Nm, dan pada letak beban L nilai
M sebesar 0,57094 Nm. Sedangkan pada beban 2 diperoleh nilai momen pada jarak ⅓ L
sebesar 0,32864 Nm, pada jarak ⅔ L sebesar 0,65727 Nm dan pada jarak L sebesar 0,98591
Nm.
Pada data hasil praktikum system pembebanan sedeerhana yang diperoleh, diketahui
besarnya panjang plat (L) sebesar 0,59m, lebar plat (b) sebesar 0,035m, dan tebal plat (h)
sebesar 0,0008m. Kemudian kedua beban diuji dengan diletakkan pada tiga letak beban yaitu
¼ L, ½ L, dan ¾ L. Nilai momen (MA) pada system pembebanan cantilever diperoleh dari rumus
𝑊𝑎𝑏
𝐿
yang digunakan pada letak beban yaitu ¼ L dan ¾ L sedangkan pada letak pembebanan
𝑊𝐿
½ L menggunakan rumus 4
. Nilai a yaitu L1 yang didapat dengan cara mengalikan letak
beban dengan panjang sehingga pada letak beban ¼ L sebesar 0,1475 m, pada letak beban
½ L sebesar 0,295 m, dan pada letak beban ¾ L sebesar 0,4425 m. Sedangkan nilai b
diperoleh dari panjang dikurangi dengan nilai L1 sehingga pada letak beban yaitu ¼ L sebesar
0,4425 m, pada letak beban ½ L sebesar 0,295 m, dan pada letak beban ¾ L sebesar 0,1475
m. Setelah itu, dihitung nilai MA pada beban 1 dan beban 2 setiap letak pembebanannya. Pada
beban 1 dengan letak beban ¼ L nilai MA sebesar 0,21053Nm, pada letak beban ½ L sebesar
0,28071Nm, dan pada letak ¾ L sebesar 0,21053Nm. Sedangkan pada beban 2 yaitu pada
jarak ¼ L M sebesar 0, 36355Nm, pada jarak ½ L sebesar 0,48474Nm, dan pada jarak ¾ L
sebesar 0, 36355Nm.
4.4 Perbandingan Defleksi yang Diperoleh dari Hasil Praktikum dengan Teoritis (Y
hitung) pada Sistem Pembebanan Cantilever dan Pembebanan Sederhana
Pada data hasil praktikum pada system pembebanan cantilever yang diperoleh defleksi
(y ukur) pada setiap letak beban ⅓ L, ⅔ L, dan L yaitu pada beban 1 sebesar 0,006 m, 0,042
m; dan 0,117 m sedangkan pada beban 2 yaitu sebesar 0,012 m, 0,072 m, dan 0,168 m.
𝑊𝐿3
Selanjutnya dihitung defleksi teoritis atau y hitung dengan rumus 3𝐸𝐼
, dimana nilai I didapat
1
dari perhitungan 12
b × h3 sehingga hasilnya yaitu 1,3226 x 10-12 m4, untuk besar E yaitu 7 x
1010N/m2. Nilai defleksi pada beban 1 dengan letak beban ⅓ L sebesar 0,006852m, pada letak
beban ⅔ L sebesar 0,054814m, dan pada letak beban L sebesar 0,18499m. Sedangkan pada
beban 2 nilai defleksi yang diperoleh yaitu pada letak beban ⅓ L diperoleh sebesar
0,011832m, pada letak beban ⅔ L sebesar 0,09453m, dan pada letak beban L sebesar
0,31945m.
Pada data hasil praktikum pada system pembebanan sederhana yang diperoleh
defleksi (y ukur) pada setiap letak beban ¼ L, ½ L, dan ¾ L yaitu pada beban 1 sebesar 0,007
m; 0,01 m; dan 0,006 m, pada beban 2 diperoleh nilai defleksi sebesar 0,008 m; 0,011 m; dan
0,007 m. Setelah itu, mencari perhitungan defleksi secara teoritis atau y hitung yaitu pada letak
𝑊𝑎 2 𝑏2
beban ¼ L dan ¾ L menggunakan rumus 3𝐸𝐼𝐿
sedangkan pada letak beban ½ L
𝑊𝐿2
menggunakan rumus 48𝐸𝐼
. Nilai a adalah besarnya L1 yaitu letak beban dengan panjang,
besarnya nilai a pada letak badan ¼ L, ½ L, dan ¾ L yaitu 0,1457m, 0,295m, dan 0,4425m.
Nilai b adalah L-L1 sehingga diperoleh nilai b pada letak badan ¼ L, ½ L, dan ¾ L yaitu
1
0,4425m, 0,295m, dan 0,1475m. Nilai I didapat dari perhitungan 12
b × h3 dan nilai E yaitu
sebesar yaitu 7 x 1010 N/m2. Defleksi pada beban 1 dengan letak beban ¼ L sebesar
0,043818m, pada letak beban ½ L sebesar 0,077899m, dan pada letak beban ¾ L sebesar
0,043818m. Pada beban 2 dengan letak beban ¼ L sebesar 0,075665m, pada letak beban ½
L sebesar 0,13452m, dan pada letak beban ¾ L sebesar 0,075665m.
Momen 0.8
0.6
BEBAN 1
0.4
BEBAN 2
0.2
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4
Jarak
0.4
Momen
0.3
BEBAN 1
0.2
BEBAN 2
0.1
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
Jarak
Pada system pembebanan cantilever menggunakan 3 letak beban yaitu ⅓ L, ⅔ L, dan
L yang duji pada beban 1 dan beban 2. Nilai M pada beban 1 dan beban 2 setiap letak
pembebanannya. Pada beban 1 dengan letak beban ⅓ L nilai M sebesar 0,19031 Nm, pada
letak beban ⅔ L nilai M sebesar 0,38063 Nm, dan pada letak beban L nilai M sebesar 0,57094
Nm. Sedangkan pada beban 2 diperoleh nilai momen pada jarak ⅓ L sebesar 0,32864 Nm,
pada jarak ⅔ L sebesar 0,65727 Nm dan pada jarak L sebesar 0,98591 Nm. Pada system
pembebenan sederhana juga menggunakan 3 letak beban yaitu ¼ L, ½ L, dan ¾ L diuji pada
beban 1 dan beban 2. Nilai MA pada beban 1 dan beban 2 setiap letak pembebanannya. Pada
beban 1 dengan letak beban ¼ L nilai MA sebesar 0,21053Nm, pada letak beban ½ L sebesar
0,28071Nm, dan pada letak ¾ L sebesar 0,21053Nm. Sedangkan pada beban 2 yaitu pada
jarak ¼ L M sebesar 0, 36355Nm, pada jarak ½ L sebesar 0,48474Nm, dan pada jarak ¾ L
sebesar 0, 36355Nm. Dari data dan grafik yang dihasilkan dapat disimpulkan bahwa momen
terbesar pada system pembebanan cantilever pada jarak terjauh yaitu L, pada system
pembebanan sederbaha momen terbesar berada dititik tengah yaitu ½ L. Jadi hubungan
antara momen dan jarak berbanding lurus, yang artinya semakin besar jarak maka semakin
besar pula momen yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
besar dfleksi dipengaruhi oleh oleh letak beban yang berkaitan dengan momen yang
ditimbulkan, yaitu semakin jauh letak beban dari tumpuan maka semakin besar momen
(Jasron, 2015).
4.6.2 Grafik Hubungan antara Jarak dengan Defleksi
0.1
0.08
BEBAN 1
0.06
0.04 BEBAN 2
0.02
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
Jarak
Pada system pembebanan cantilever menggunakan 3 letak beban ⅓ L, ⅔ L, dan L
yang duji pada beban 1 dan beban 2. Nilai defleksi pada beban 1 dengan letak beban ⅓ L
sebesar 0,006852m, pada letak beban ⅔ L sebesar 0,054814m, dan pada letak beban L
sebesar 0,18499m. Sedangkan pada beban 2 nilai defleksi yang diperoleh yaitu pada letak
beban ⅓ L diperoleh sebesar 0,011832m, pada letak beban ⅔ L sebesar 0,09453m, dan pada
letak beban L sebesar 0,31945m. Pada system pembebenan sederhana juga menggunakan
3 letak beban yaitu ¼ L, ½ L, dan ¾ L diuji pada beban 1 dan beban 2. Nilai defleksi pada
beban 1 dengan letak beban ¼ L sebesar 0,043818m, pada letak beban ½ L sebesar
0,077899m, dan pada letak beban ¾ L sebesar 0,043818m. Pada beban 2 dengan letak beban
¼ L sebesar 0,075665m, pada letak beban ½ L sebesar 0,13452m, dan pada letak beban ¾
L sebesar 0,075665m. Dari data dan grafik yang dihasilkan dapat disimpulkan bahwa defleksi
terbesar pada system pembebanan cantilever pada jarak terjauh yaitu L, pada system
pembebanan sederbaha defleksi terbesar berada dititik tengah yaitu ½ L. Jadi hubungan
antara jarak dan delfeksi berbanding lurus, yang artinya semakin besar jarak maka semakin
besar pula defleksi yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
adanya perbedaan posisi peletakan pembebanan dan besarnya beban yang diberikan
mempengaruhi perbedaan hasil defleksi yang diperoleh. Peletakan pembebanan yang jauh
dari tumpuan pada posisi L/2 memberikan hasil defleksi lebih besar jika dibandingkan dengan
peletakan posisi pembebanan pada L/4, baik secara metode elemen hingga dengan program
matlab maupun secara eksperimental (Selleng, 2017).
4.6.3 Grafik Hubungan antara Momen dengan Defleksi
0.1
0.08
BEBAN 1
0.06
0.04 BEBAN 2
0.02
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
Momen
Pada system pembebanan cantilever menggunakan 3 letak beban yaitu ⅓ L, ⅔ L, dan
L yang duji pada beban 1 dan beban 2. Nilai M pada beban 1 dan beban 2 setiap letak
pembebanannya. Pada beban 1 dengan letak beban ⅓ L nilai M sebesar 0,19031 Nm, pada
letak beban ⅔ L nilai M sebesar 0,38063 Nm, dan pada letak beban L nilai M sebesar 0,57094
Nm. Sedangkan pada beban 2 diperoleh nilai momen pada jarak ⅓ L sebesar 0,32864 Nm,
pada jarak ⅔ L sebesar 0,65727 Nm dan pada jarak L sebesar 0,98591 Nm. Pada system
pembebenan sederhana juga menggunakan 3 letak beban yaitu ¼ L, ½ L, dan ¾ L diuji pada
beban 1 dan beban 2. Nilai MA pada beban 1 dan beban 2 setiap letak pembebanannya. Pada
beban 1 dengan letak beban ¼ L nilai MA sebesar 0,21053Nm, pada letak beban ½ L sebesar
0,28071Nm, dan pada letak ¾ L sebesar 0,21053Nm. Sedangkan pada beban 2 yaitu pada
jarak ¼ L M sebesar 0, 36355Nm, pada jarak ½ L sebesar 0,48474Nm, dan pada jarak ¾ L
sebesar 0, 36355Nm. Pada system pembebanan cantilever menggunakan 3 letak beban ⅓ L,
⅔ L, dan L yang duji pada beban 1 dan beban 2. Nilai defleksi pada beban 1 dengan letak
beban ⅓ L sebesar 0,006852m, pada letak beban ⅔ L sebesar 0,054814m, dan pada letak
beban L sebesar 0,18499m. Sedangkan pada beban 2 nilai defleksi yang diperoleh yaitu pada
letak beban ⅓ L diperoleh sebesar 0,011832m, pada letak beban ⅔ L sebesar 0,09453m, dan
pada letak beban L sebesar 0,31945m. Pada system pembebenan sederhana juga
menggunakan 3 letak beban yaitu ¼ L, ½ L, dan ¾ L diuji pada beban 1 dan beban 2. Nilai
defleksi pada beban 1 dengan letak beban ¼ L sebesar 0,043818m, pada letak beban ½ L
sebesar 0,077899m, dan pada letak beban ¾ L sebesar 0,043818m. Pada beban 2 dengan
letak beban ¼ L sebesar 0,075665m, pada letak beban ½ L sebesar 0,13452m, dan pada
letak beban ¾ L sebesar 0,075665m. Dari data dan grafik yang dihasilkan dapat disimpulkan
hubungan antara momen dan defleksi lurus, yang artinya semakin besar momen maka
semakin besar pula defleksi yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan
bahwa besar defleksi sangat dipengaruhi oleh letak beban yang berkaitan dengan momen
yang ditimbulkan yaitu semakin jauh letak beban dari tumpuan semakin besar momen, dan
jenis material yang berkaitan dengan besar elastisitas bahan yaitu semakin besar nilai
kekakuan bahan semakin kecil defleksi yang terjadi (Jasron, 2015).
4.7 Hubungan Antara Beban dengan Defleksi pada Sistem Pembebanan Cantilever dan
Pembebanan Sederhana
Pada system pembebanan cantilever diperoleh nilai defleksi teoritis (y hitung) dari hasil
praktikum dari beban 1 dan beban 2 dan diuji pada setiap letak beban ⅓ L, ⅔ L, dan L. Pada
beban 1 dengan letak beban ⅓ L diperoleh sebesar 0,006852m, pada letak beban ⅔ L sebesar
0,054814m, dan pada letak beban L sebesar 0,18499m. Pada beban 2 nilai defleksi yang
diperoleh pada letak beban ⅓ L sebesar 0,011832m, pada letak beban ⅔ L sebesar 0,09453m,
dan pada letak beban L sebesar 0,31945m. Pada System Pembebanan Sederhana, nilai
defleksi pada beban 1 dengan letak beban ¼ L sebesar 0,0438818m, pada letak beban ½ L
sebesar 0,077899m, dan pada letak beban ¾ L sebesar 0,0438818m. Pada beban 2 dengan
letak beban ¼ L sebesar 0,075665m, pada letak beban ½ L sebesar 0,13452m, dan pada
letak beban ¾ L sebesar 0,075665m. Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa
hubungan antara berat dengan nilai defleksi yaitu berbanding lurus yang artinya beban
semakin besar maka nilai defleksi juga akan sebesar besar. Hal ini sesuai dengan literatur
yang menyatakan bahwa Defleksi yang terjadi semakin meningkat seiring dengan
penambahan pembebanan yang diberikan (Selleng, 2017).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Defleksi merupakan suatu fenomena perubahan bentuk pada balok dalam arah vertical
dan horisontal akibat adanya pembebanan yang diberikan pada balok atau batang. Sumbu
sebuah batang akan terdeteksi dari kedudukannya semulabila terperngaruhi gaya terpakai.
Dengan kata lain, batang akan mengalami pembebanan transversal baik itu beban terpusat
maupun terbagi merata akanmengalami defleksi. Tujuan dari praktikum ini yaitu dapat
menganalisa defleksi balok dengan metode integrasi ganda, mengetahui dan memahami
konsep defleksi pada pembebanan sederhana dan cantilever dan menerapkan free body
diagram pada sketsa sistem pembebanan. Pada praktikum ini menggunakan 2 beban yang
besarnya m1 yaitu 0,194kg dan m2 yaitu 0,335kg. Pada system pembebanan cantilever tiga
letak beban yaitu ⅓ L, ⅔ L, dan L, pada pembebanan sederhana yaitu ¼ L, ½ L, dan ¾ L. Dari
hasil praktikum dapat disimpulkan defleksi dan momen terbesar pada system pembebanan
cantilever pada jarak terjauh yaitu L, pada system pembebanan sederbana defleksi dan
momen terbesar berada dititik tengah yaitu ½ L. Jadi hubungan antara jarak dan momen
berbanding lurus, yang artinya semakin besar jarak maka semakin besar pula momen yang
dihasilkan, hubungan antara jarak dan delfeksi berbanding lurus, yang artinya semakin besar
jarak maka semakin besar pula defleksi yang dihasilkan, hubungan antara momen dan defleksi
lurus, yang artinya semakin besar momen maka semakin besar pula defleksi yang dihasilkan,
dan hubungan antara berat dengan nilai defleksi yaitu berbanding lurus yang artinya beban
semakin besar maka nilai defleksi juga akan sebesar besar.
Jasron, U. J. 2015. Analisis Pengaruh Letak Bahan Terhadap Defleksi Balok Segi Empat
dengan Tumpuan Engsel – Roll – Roll. Jurnal Rekayasa Mesin. 6(3): 1-4.
Mustafa. 2010. Kaji Eksperimental dan Numerik Defleksi Material Kuningan dengan Variasi
Posisi Pembebanan. Sinergi. 1(8): 21-30.
Mustafa, Naharuddin, dan Bungin, R. 2012. Analisis Teoritis dan Eksperimental Defleksi Pada
Baja Ringan Profil U dengan Tebal 0,45 mm Theoretical and Experimental Analysis
Deflection on Mild Steel for Profile U with Thickness of 0.45 mm. Proceeding Seminar
Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah
Mada (UGM). Yogyakarta.
Nabal, A. R. J. 2016. Perancangan Struktur Gedung Apartemen Di Jalan Seturan Raya-
Yogyakarta. Program Studi Teknik Sipil. Fakultas Teknik. Universitas Atma Jaya
Yogyakarta. Yogyakarta.
Nurhayani, Mansyur, J., dan Darsikin. 2017. Kualitas Diagram Benda Bebas Buatan Siswa
Dalam Physics Problem Solving. Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako. 4(3): 28-35.
Pala’biran, O. A., Windah, R. S., dan Pandaleke, R. 2019. Perhitungan Lendutan Balok Taper
Kantilever Dengan Menggunakan SAP2000. Jurnal Sipil Statik. 7(8): 1039-1048
Selleng, K. Analisi Defleksi Pada Material Baja Karbon Rendah Dengan Menggunakan Variasi
Poisisi Pembebanan. Jurnal Mekanika. 8(2): 768-776.
Sigarlaki, H. H., Tangkuman, S., dan Arungpadang, T. 2017. Aplikasi Metode Elemen Hingga
Pada Perancangan Poros Belakang Gokar Listrik. Jurnal Poros Online. 4(2): 104-115.
Sugiarto, A. P. 2007. Desain Jembatan Timbang dengan Panjang 12 Meter Kapasitas Maksimal
50 Ton Menggunakan Metode Elemen Hingga. [Skripsi]. Surabaya: Fakultas Teknologi
Industry, Universitas Kristen Petra.
Suharwanto, B. S. 2015. Nalisis Defleksi Batang Lentur Menggunakan Tumpuan Jepit dan Rol
Pada Material Alumunium 6063 Profil U Dengan Beban Terdistribusi. Jurnal Konversi
Energi dan Manufaktur UNJ. 1: 50-58.
Suryawan, I. G. P. 2016. Defleksi Batang Praktikum Fenomena Dasar. Jurusan Teknik Mesin.
Fakultas Teknik. Universitas Udayana. Bali.
Wahyudi, A. 2017. Studi Analisis Gedung Baja Tiga Lantai Dengan Kantilever Bentang Panjang
Menggunakan Rangka Batang Pratt, Modified Warren Dan K-Truss. [Skripsi]:
Bandung: Program Studi Teknik Sipil. Fakultas Teknik. Universitas Katolik
Parahyangan.
Wong, Y., Loke, M. A., Jais, I. S. B. M., Lee, C. S., dan Chao, S. 2015. Free Body Diagram
Analysis for Investigation of Flexor Tendon Repair. International Journal of Pharma
Medicine and Biological Sciences. 4(3): 180-183.
LAMPIRAN
DATA HASIL PRAKTIKUM
g = 9,81 m/s2
E = 7 x 1010 N/m2
W1 = m1 × g = 1,9012
W2 = m2 × g = 3,283
I = b × h3 = 1,3226 x 10-12
SUDUT DEFLEKSI
2
θ (⅓ L)= W L = (1,902
1 x 0,12) / 2(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,102778
2EI
2
θ (⅔ L) = W L = (1,902
1 x 0,22) / 2(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,4111
2EI
2
θ ( L) = WL = (1,902 x 0,32) / 2(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,92498
2EI
DEFLEKSI
WL 3
y (⅓ L) = 1
= (1,902 x 0,13) / 3(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,006852
3EI
3
y (⅔ L) = W L 1 = (1,902 x 0,23) / 3(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,054814
3EI
3
y (L) = W L 1 = (1,902 x 0,33) / 3(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,18499
3EI
MOMEN
M (⅓ L) = W.L1 =1,902 x 0,1 = 0,19031
SUDUT DEFLEKSI
2
θ (⅓ L) = W L = (3,283
1 x 0,12) / 2(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0.17747
2EI
2
θ (⅔ L) = W L 1 = (3,283 x 0,22) / 2(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0.70989
2EI
2
θ ( L) = WL = (3,283 x 0,32) / 2(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 1.59573
2EI
DEFLEKSI
3
WL 1
y (⅓ L) = = (3,283 x 0,13) / 3(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0.011832
3EI
3
(⅔ L) = W L 1 = (3,283 x 0,23) / 3(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0.09453
3EI
3
y (⅓ L) = W L 1 = (3,283 x 0,33) / 3(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0.31945
3EI
MOMEN
M (⅓ L) = W.L1 = 3,283 x 0,1 = 0,32864
¼ L
0,1475 0,4425 0,327 0,32 1,5 0,34658 0,007 0,043818
½ L
0,295 0,295 0,326 0,317 2 0,39609 0,009 0,077899
¾L
0,4425 0,1475 0,327 0,322 1 0,24756 0,005 0,043818
Nb: L1 dan besar sudut diukur Wada salah satu ujung Wembebanan.
SUDUT DEFLEKSI
Wab (b+L) 7 x 1010 )(
θ (¼ L) = =1,902(0,1475)(0,4425)(0,4425 + 0,59)/6(0,59)(
6LEI 1,493 x 10-12)= 0,34658
2
θ (½ L) = WL = 1,902(0,59)2/16(7 x 1010)( 1,493 x 10-12) = 0,39609
16EI
3
y (½ L) = WL = 1,902(0,59)3/48(7 x 1010) )( 1,493 x 10-12) = 0,077899
48EI
2b2
y (¾ L) = Wa = 1,902(0,4425)2(0,1475)2/3(7 x 1010)( 1,493 x 10-12)(0,59) = 0,043818
3EIL
MOMEN
Wab
MA (¼ L) = = 1,902(0,1475)(0,4425)/0,59 = 0,21053
L
WL
MA (½ L) = = 1,902(0,59)/4 = 0,28071
4
Wab
MA (¾ L) = = 1,902(0,1475)(0,4425)/0,59 = 0,21053
L
¼ L
0,1475 0,4425 0,327 0,317 2,5 0,59848 0,01 0,075665
½ L
0 ,295 0,295 0,326 0,312 2,5 0,68398 0,014 0,13452
¾L
0,4425 0,1475 0,327 0,317 2 0,42749 0,01 0,075665
Nb: L1 dan besar sudut diukur Wada salah satu ujung Wembebanan.
SUDUT DEFLEKSI
Wab (b+L) 7 x 1010 )(
θ (¼ L) = =3,283(0,1475)(0,4425)(0,4425 + 0,59)/6(0,59)(
6LEI 1,493 x 10-12)= 0,59848
2
θ (½ L) = WL = 3,283(0,59)2/16(7 x 1010)( 1,493 x 10-12) = 0,68398
16EI
Wab (b+L) 7 x 1010 )(
θ (¾ L) = =3,283(0,4425)(0,1475)(0,1475
-12 + 0,59)/6(0,59)(
6LEI 1,493 x 10 =
0,24756
DEFLEKSI
2b2
y (¼ L) = Wa = 3,283(0,1475)2(0,4425)2/3(7 x 1010)( 1,493 x 10-12)(0,59) = 0,075665
3EIL
3
y (½ L) = WL = 3,283(0,59)3/48(7 x 1010) )( 1,493 x 10-12) = 0,13452
48EI
2b2
y (¾ L) = Wa = 3,283(0,4425)2(0,1475)2/3(7 x 1010)( 1,493 x 10-12)(0,59) = 0,075665
3EIL
MOMEN
Wab
MA (¼ L) = = 3,283(0,1475)(0,4425)/0,59 = 0,36355
L
WL
MA (½ L) = = 3,283(0,59)/4 = 0,48474
4
Wab
MA (¾ L) = = 3,283(0,1475)(0,4425)/0,59 0,36355
L
FBD
Acc 02/04/2021
Hubungan Antara Jarak dan Defleksi
• Pembebanan Cantilever
Acc 02/04/2021
Hubungan Jarak Dengan Defleksi Pembebanan Cantilever
0,35
0,3
0,25
Defleksi
0,2
BEBAN 1
0,15
BEBAN 2
0,1
0,05
0
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35
Jarak
• Pembebanan Sederhana
0,16
0,14
0,12
0,1
Defleksi
0,08 BEBAN 1
0,06 BEBAN 2
0,04
0,02
0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5
Jarak
Hubungan Antara Jarak dan Momen
• Pembebanan Cantilever
1,2
0,8
Momen
0,6 BEBAN 1
BEBAN 2
0,4
0,2
0
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35
Jarak
• Pembebanan Sederhana
0,6
0,5
0,4
Momen
0,3 BEBAN 1
BEBAN 2
0,2
0,1
0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5
Jarak
Hubungan Antara Defleksi dan Momen
• Pembebanan Cantilever
0,35
0,3
0,25
Defleksi
0,2
BEBAN 1
0,15
BEBAN 2
0,1
0,05
0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
Momen
• Pembebanan Sederhana
0,16
0,14
0,12
0,1
Defleksi
0,08 BEBAN 1
0,06 BEBAN 2
0,04
0,02
0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6
Momen