Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PRAKTIKUM

KEKUATAN BAHAN
FOTO
3X4

METODE INTEGRASI GANDA


UNTUK ANALISA DEFLEKSI BALOK
Oleh
Nama : Mochamad Qoribulloh
NIM : 195100201111006
Kelompok : B-4
Tgl praktikum : 31 Maret 2021

Asisten:
1. Amelia Puspita Mega Pratiwi
2. Lutvia Nurlatipah
3. Muhammad Nur Solehuddin Wahid

LABORATORIUM DAYA DAN MESIN PERTANIAN


JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Defleksi merupakan suatu fenomena perubahan bentuk pada balok dalam arah vertical
dan horisontal akibat adanya pembebanan yang diberikan pada balok atau batang. Sumbu
sebuah batang akan terdeteksi dari kedudukannya semulabila terperngaruhi gaya terpakai.
Dengan kata lain, batang akan mengalami pembebanan transversal baik itu beban terpusat
maupun terbagi merata akanmengalami defleksi. Defleksi diukur darri permukaan netral ke
permukaan keposisi netral setelah terjadi deformasi.
Ada beberapa metode yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan
persoalanpersoalan defleksi dan deformasi pada balok, diantaranya adalah: metode integrasi
ganda (doubel integrations). Metode integrasi ganda sangat cocok dipergunakan untuk
mengetahui defleksi sepanjang bentang sekaligus. Asumsi yang dipergunakan untuk
menyelesaiakan persoalan tersebut adalah hanyalah defleksi yang diakibatkan oleh gayagaya
yang bekerja tegak-lurus terhadap sumbu balok, defleksi yang terjadi relative kecil
dibandingkan dengan panjang baloknya, dan irisan yang berbentuk bidang datar akan tetap
berupa bidang datar walaupun terdeformasi

1.2 Tujuan
- Dapat menganalisa defleksi balok dengan metode integrasi ganda
- Mengetahui dan memahami konsep defleksi pada pembebanan sederhana dan
cantilever
- Menerapkan free body diagram pada sketsa system pembebanan
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Jelaskan Definisi Defleksi


Defleksi/lendutan adalah perubahan bentuk pada balok dalam arah y akibat adanya
pembebanan vertical yang diberikan pada batang material. Deformasi pada balok dapat
dijelaskan berdasarkan defleksi sesuai dengan bahan material, dari posisinya sebelum
mengalami pembebanan. Defleksi diukur dari permukaan netral awal ke posisi netral setelah
terjadi deformasi. Konfigurasi yang diasumsikan dengan deformasi permukaan netral dikenal
sebagai kurva elastis dari balok (Surharwanto, 2015).
Defleksi adalah perubahan yang berupa lendutan yang dihitung dari kondisi awal tanpa
beban sampai batang melendut akibat pembebanan. Didalam mendesain suatu poros,
perhatian biasanya tidak hanya ditujukan kepada tegangan-tegangan yang timbul akibat aksi
beban, tetapi juga kepada defleksi yang ditimbulkan oleh beban ini. Selanjutnya dibuat
ketentuan bahwa defleksi maksimum tidak boleh melampaui suatu bagian kecil tertentu dari
rentang batang. Lenturan terjadi pada bidang simetri oleh karena gaya-gaya lintang yang
bekerja pada bidang-bidang itu. Kurva ini dinamakan Kurva Defleksi (Deflection Curve). Untuk
mendapatkan persamaan diferensial kurva ini ditarik sumbu-sumbu koordinat seperti terlihat
pada gambar dan anggap bahwa lengkungan kurva defleksi pada titik manapun, hanya
tergantung kepada besarnya momen (Suryawan, 2016).

2.2 Jelaskan yang Dimaksud dengan Pembebanan Sederhana


Pembebanan merupakan faktor penting dalam merancang stuktur bangunan. Untuk
itu, dalam merancang struktur perlu mengidentifikasikan beban-beban yang bekerja pada
sistem struktur. Beban-beban yang bekerja pada suatu struktur ditimbulkan secara langsung
oleh gaya-gaya alamiah dan buatan manusia (Schueller, 2001). Secara umum, struktur
bangunan dikatakan aman dan stabil apabila mampu menahan beban gravitasi (beban mati
dan beban hidup) dan beban gempa yang bekerja pada bangunan tersebut (Nabal, 2016).
Suatu batang jika mengalami pembebanan lateral, baik itu beban terpusat maupun
beban terbagi rata, maka batang tersebut mengalami defleksi. Jenis tumpuan dan posisi
pembebanan merupakan dua hal yang dapat mempengaruhi defleksi pada suatu balok adalah
jenis tumpuan yang digunakan. Jenis-jenis tumpuan yang sering digunakan ada 3 yaitu,
tumpuan jepit (fixed support) merupakan tumpuan yang dapat menahan momen dan gaya
dalam arah vertikal maupun horizontal. Tumpuan engsel merupakan tumpuan yang dapat
menahan gaya horizontal disamping gaya vertikal yang bekerja padanya. Tumpuan rol
merupakan tumpuan yang bisa menahan komponen gaya vertikal yang bekerja padanya
(Selleng, 2017).

2.3 Jelaskan yang Dimaksud dengan Pembebanan Cantilever


Kantilever yaitu jika suatu balok disangga atau dijepit hanya pada salah satu ujungnya
sedemikian sehingga sumbu balok tidak dapat berputar pada titik tersebut, maka balok
tersebut disebut balok gantung, balok kantilever (cantilever beam). Konstruksi kantilever
memungkinkan struktur yang menggantung tanpa tiang penyangga atau penguat eksternal.
Sangat kontras dengan konstruksi yang memiliki tiang-tiang penyangga di kedua ujungnya
dengan beban yang terdapat di antara tiang-tiang penyangganya (Pala’biran et al, 2019).
Struktur kantilever merupakan balok yang salah satu ujungnya terdapat tumpuan jepit
dan ujung lainnya menggantung bebas. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam bidang teknik sipil, desain kantilever mulai berkembang dari yang awalnya
hanya mampu membuat kantilever bentang pendek, namun sekarang dapat membuat
kantilever bentang panjang. Semakin panjang suatu kantilever, maka perlu perencaan yang
matang pula. Ada beberapa rekayasa teknik sipil untuk mengatasi masalah kantilever bentang
panjang ini. Salah satunya adalah dengan menggunakan rangka batang baja. Dengan
konfigurasi rangka batang yang tepat, maka akan diperoleh kantilever bentang panjang yang
efektif dan efisien (Wahyudi, 2017).

2.4 Sebutkan dan Jelaskan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Defleksi


Hal-hal yang mempengaruhi terjadinya defleksi yaitu. Kekakuan batang, semakin kaku
suatu batang maka lendutan batang yang akan terjadi pada batang akan semakin kecil. Besar
kecilnya gaya yang diberikan, besar kecilnya gaya yang diberikan pada batang berbanding
lurus dengan besarnya defleksi yang terjadi. Dengan kata lain semakin besar beban yang
dialami batang maka defleksi yang terjadi pun semakin kecil. Jenis tumpuan yang diberikan,
jumlah reaksi dan arah pada tiap jenis tumpuan berbeda-beda akan menghasilkan defleksi
yang berbeda-beda pula. Jenis beban yang terjadi pada batang, beban terdistribusi merata
dengan beban titik keduanya memiliki kurva defleksi yang berbeda-beda. Pada beban
terdistribusi merata slope yang terjadi pada bagian batang yang paling dekat lebih besar dari
slope titik. Ini karena sepanjang batang mengalami beban sedangkan pada beban titik hanya
terjadi pada beban titik tertentu saja (Sigarlaki, 2017).
Hal - hal yang mempengaruhi terjadinya defleksi yaitu, Kekakuan batang Batang yang
sifatnya semakin kaku maka lendutan yang dihasilkan akan semakin kecil. Besarnya kecil
gaya yang diberikan Besar-kecilnya gaya yang diberikan pada batang berbanding lurus
dengan besarnya defleksi yang terjadi. Jenis tumpuan yang diberikan Jumlah reaksi dan arah
pada tiap jenis tumpuan berbeda-beda. Oleh karena itu besarnya defleksi pada penggunaan
tumpuan yang berbeda-beda tidaklah sama. Semakin banyak reaksi dari tumpuan yang
melawan gaya dari beban maka defleksi yang terjadi pada tumpuan rol lebih besar dari
tumpuan pin (pasak) dan defleksi yang terjadi pada tumpuan pin lebih besar dari tumpuan
jepit. Jenis beban yang terjadi pada batang Beban terdistribusi merata dengan beban titik,
keduanya memiliki kurva defleksi yang berbeda-beda. Pada beban terdistribusi yang terjadi
pada bagian batang yang paling dekat lebih besar. Ini karena sepanjang batang mengalami
beban sedangkan pada beban titik hanya terjadi pada beban titik tertentu saja. Beban
terdistribusi merata dengan beban titik, keduanya memiliki kurva defleksi (Suharwanto, 2015).

2.5 Sebutkan dan Jelaskan Macam-Macam Metode Pengukuran Defleksi


Ada beberapa metode yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan-
persoalan lendutan pada balok seperti metode integrasi ganda (double integrations method),
metode luas bidang momen (moment area method), metode balok padanan (conjugate beam
method), dan metode beban satuan (unit load method), metode-metode tersebut merupakan
metode dengan penyelesaian matematik dan pada umumnya digunakan pada perhitungan
balok prismatis untuk solusi persamaan bagi geometri yang rumit, pembebanan, dan sifat
material tertentu, umumnya tidak hanya diperoleh dengan penyelesaian analisis matematik
dari persamaan diferensial penentunya. Penyelesaian analitik yang diperoleh menetapkan
parameter yang dicari bagi sistem struktur dari persamaan diferensial penentu sangat terbatas
pada kondisi tertentu seperti beban, geometri dan sifat bahan. Dengan demikian, salah satu
cara pendekatan metode elemen hingga dengan menggunakan program komputer
merupakan solusi yang digunakan untuk memperoleh penyelesaian bagi sistem dengan
geometri, beban dan material yang kompleks seperti pada balok taper kantilever (balok
kantilever nonprismatis) (Pala’biran et al, 2019).
Salah satu metode yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan-
persoalan defleksi pada balok adalah metode integrasi ganda (doubel integrations). Metode
ini sangat cocok dipergunakan untuk mengetahui defleksi sepanjang batang. Asumsi yang
dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan tersebut adalah hanyalah defleksi yang
diakibatkan oleh gaya-gaya yang bekerja tegak lurus terhadap sumbu balok, defleksi yang
terjadi relatif kecil dibandingkan dengan panjang baloknya, dan irisan yang berbentuk bidang
datar akan tetap berupa bidang datar walaupun terdeformasi (Selleng, 2017).
Metode eksperimental pada penelitian ini dilakukan dengan pengujian tarik dan
pengujian defleksi. Pengujian tarik dilakukan untuk memperoleh modulus elastisitas bahan (E)
sebagai salah satu variabel yang digunakan dalam perhitungan defleksi secara teoritis.
Sedangkan pada pengujian defleksi dilakukan untuk memperoleh besarnya defleksi yang
terjadi sesuai dengan pembebanan yang diberikan. Pengujian secara eksperimental dilakukan
pada tumpuan jepit-jepit dengan memberikan pembebanan pada jarak L/2 dan jarak L/3 dari
panjang batang (Mustafa, 2012).

2.6 Jelaskan yang Dimaksud dengan Metode Integrasi Ganda


Metode integrasi ganda adalah metode yang digunakan untuk menurunkan persamaan
defleksi untuk analisis secara teoritis. Sebagai pembanding dengan pengujian eksperimental.
Pada metode ini, rumus defleksi diperoleh dengan cara menurunkan persamaan defleksi
sesuai dengan jenis tumpuan yang digunakan yaitu tumpuan jepit-jepit (Mustafa, 2012).
Metode integrasi ganda dengan menggunakan persamaan diferensial kurva defleksi
𝑑2 𝑦
balok tertekuk adalah 𝐸𝐼 𝑑𝑥 2 = 𝑀, dimana x dan y adalah koordinat-koordinat seperti
ditunjukkan pada. Disini, y adalah defleksi balok. dalam persamaan ini, E menyatakan
modulus elastisitas balok dan I menyatakan momen inersia penampang melintang balok
terhadap sumbu netral yang melalui centroid penampang melintang. M menyatakan momen
tekuk pada jarak x dari salah satu ujung balok. Biasanya M akan merupakan fungsi x dan perlu
mengintegrasikan persamaan diatas dua kali untuk memperoleh persamaan aljabar yang
menyatakan defleksi y sebagai fungsi x (Sugiarto, 2007).

2.7 Jelaskan Definisi Free Body Diagram


Free body diagram merupakan diagram terpisah untuk tiap benda atau sistem yang
memperlihatkan semua gaya yang bekerja pada tiap benda atau sistem yang memperlihatkan
semua gaya yang bekerja pada tiap benda atau sistem. Diagram benda bebas (free body
diagram) adalah diagram yang menunjukkanarah dan besar relative yang bekerja pada suatu
benda tertentu. Dalam menggambar free body diagram dituntut menganalisis gaya-gaya yang
bekerja pada suatu objek, Panjang dan arah vector gayanya dan penamaan gaya yang bekerja
pada objek (Nurhayani et al, 2015).
Free Body Diagram (FBD) analisis dapat diadopsi untuk menganalisis keseimbangan
gayadari tendon yang diperbaiki. Dalam analisis struktur, FBD adalah a model klasik yang
menentukan gaya yang tidak diketahui grafis pada komponen struktur yang dikenakan beban
statis atau dinamis. Free body diagrams adalah salah satu bentuk representasi dalam bentuk
diagram gaya yang menggambarkan gaya-gaya yang bekerja pada suatu objek. Representasi
dalam bentuk diagram dapat membantu siswa mengumpulkan informasi yang diberikan dalam
suatu kasus, sehingga siswa tidak kesulitan ketika mencari informasi yang sesuai dengan
kasus yang ada (Wong, 2015).
BAB III
METODE

3.1 Alat Bahan dan Fungsi


No. Nama Alat dan Bahan Fungsi
1. Beban 1 dan 2 Sebagai bahan perlakuan
2. Busur Derajat Untuk mengukur sudut defleksi
3. Penggaris Untuk mengukur dimensi plat
4. Timbangan Digital Untuk mengukur massa beban
5. Pembebanan Kantilever Sebagai media uji
6. Pembebanan Sederhana Sebagai media uji
7. Jangka Sorong Untuk mengukur tebal plat
8. Statif Sebagai penyangga plat
9. Plat Tempat meletakkan beban

3.2 Cara Kerja (Diagram Alir)


3.2.1 Pembebanan Cantilever

Alat dan Bahan

Disiapkan

Ditimbang Beban 1 dan Beban 2

Diukur Dimensi Plat

Ditentukan Titik Pembebanan (1/3L, 2/3L, L)

Diukur Tinggi Tiap Titik Pembebanan (H0)

Diletakkan Beban pada Titik

Diukur Perubahan Tinggi (H1) dan Sudut

Catat Hasil
3.2.2 Pembebanan Sederhana

Alat dan Bahan

Disiapkan

Ditimbang Beban 1 dan Beban 2

Diukur Dimensi Plat

Ditentukan Titik Pembebanan (1/4L, 1/2L, 3/4L)

Diukur Tinggi Tiap Titik Pembebanan (H0)

Diletakkan Beban pada Titik

Diukur Perubahan Tinggi (H1) dan Sudut

Catat Hasil
3.3 Gambar Alat
No. Alat dan Bahan Gambar Alat dan Bahan

1. Pembebanan Kantilever

2. Pembebanan Sederhana

3. Beban

4. Timbangan Digital

5. Penggaris
6. Busur

7. Jangka Sorong

8. Statif

9. Plat
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Free Body Diagram


4.1.1 Pembebanan Cantilever

4.1.2 Pembebanan Sederhana


4.2 Data Hasil Praktikum
m1 = 194 gram = 0,194 kg m2
m2 = 335 gram = 0,335 kg
g = 9,81 m/s2
E = 7 x 1010 N/m2
W1 = m1 × g = 1,9012 W2
W2 = m2 × g = 3,283

1. Defleksi Pembebanan Cantilever


Panjang (L) = 30 cm = 0,3 m
Lebar (b) = 3,1 cm = 0,031 m
Tebal (h) = 0,08 cm = 0,0008 m
1
I = 2
𝑏 𝑥 h3 = 1,3226 x 10-12

a. Beban 1 (W1= 1,9012 N)


y ukur y hitung
Letak L1 h0 h1 (m) θ ukur θ hitung
Beban (m) (m) (m) (m)
0,1 0,322 0,316 5 0,10278 0,006 0,006852
⅓L
0,2 0,317 0,275 9 0,4111 0,042 0,054814
⅔L
0,3 0,316 0,199 12 0,92498 0,117 0,18499
L

Sudut Defleksi
2
W∙L1
𝜃 (1/3 L) = 2EI
= (1,902 x 0,12) / 2(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,102778
2
W∙L1
𝜃 (2/3 L) = 2EI
= (1,902 x 0,22) / 2(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,4111
2
W∙L1
𝜃 ( L) = 2EI
= (1,902 x 0,32) / 2(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,92498

DEFLEKSI
3
W∙L1
y ( 1/3 L) = 3EI
= (1,902 x 0,13) / 3(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,006852
3
W∙L2
y (2/3L) = 3EI
= (1,902 x 0,23) / 3(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0.054814
3
W∙L3
y (L) = = (1,902 x 0,33) / 3(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 )= 0,18499
3EI

MOMEN
M (⅓ L) = W.L1 = 1,902 x 0,1 = 0,19031
M (⅔ L) = W.L1 = 1,902 x 0,2 = 0,38063
M ( L) = W.L = 1,902 x 0,3 = 0,5709

b. Beban 2 (W2= 3,283 N)


Letak y ukur y hitung
L1 (m) h0 (m) h1 (m) θ ukur θ hitung
Beban (m) (m)
0,1 0,322 0,31 7 0.17747 0,012 0.011832
⅓L
0,2 0,317 0,245 14 0.70989 0,072 0.09453
⅔L
0,3 0,316 0,148 18 1.59573 0,168 0.31945
L

SUDUT DEFLEKSI
2
W∙L1
θ (1/3 L) = 2EI
= (3,283 x 0,12) / 2(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,17747
2
W∙L2
θ (2/3 L) = = (3,283 x 0,22) / 2(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,70989
2EI
2
W∙L1
θ ( L) = 2EI
= (3,283 x 0,32) / 2(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0.159573

DEFLEKSI
3
W∙L
y ( 1/3 L) = 3EI1 = (3,283 x 0,13) / 3(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,011832
3
W∙L1
y ( 2/3 L) = = (3,283 x 0,23) / 3(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,09453
3EI
3
W∙L
y ( L) = 3EI3 = (3,283 x 0,33) / 3(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,31945

MOMEN
M (⅓ L) = W.L1 = 3,283 x 0,1 = 0,32864
M (⅔ L) = W.L1 = 3,283 x 0,2 = 0,65727
M ( L) = W.L = 3,283 x 0,3 = 0,98591

2. Defleksi Pembebanan Sederhana


Panjang (L) = 59 cm = 59 x 10-2 m
Lebar (b) = 3.5 cm = 35 x 10-3 m
Tebal (h) = 0.08 cm = 8 x 10-4 m
1
I= 12
b × h3 = 1/12 x (35 x 10-3) (8 x 10-4)3= 1,493 x 10-12

a. Beban 1 (W1= 1,902 N)


Letak a = L1 b = L- L1 y ukur y hitung
h0 h1 (m) θ ukur θ hitung
Beban (m) (m) (m) (m) (m)

¼L 0,1475 0,4425 0,327 0,32 1,5 0,34658 0,007 0,043818

½L 0,295 0,295 0,326 0,317 2 0,39609 0,009 0,77899

¾L 0,4425 0,1475 0,327 0,322 1 0,24756 0,005 0,043818


Nb: L1 dan besar sudut diukur Wada salah satu ujung Wembebanan.

SUDUT DEFLEKSI
wab (b+L)
θ (1/4 L) = 6LEI
= 0,34658
wab (b+L)
θ (1/2 L) = 16E
= 0,39609
wab (b+L)
θ (3/4 L) = 6LEI
= 0,24756

DEFLEKSI
2
Wa 𝑏2
y ( ¼ L) = 3EIL
= 0,043818
2
Wa 𝑏2
y ( ½ L) = 48EI
= 0,77899
2
Wa 𝑏2
y ( ¾ L) = = 0,043818
3EIL

MOMEN
Wab
MA ( ¼ L) = = 0,21053
L
Wab
MA ( ½ L) = 4 = 0,28071
Wab
MA ( ¾ L) = = 0,21053
L

b. Beban 2 (W2=N)

Letak a= b = L- y y hitung
L1 h0 (m) h1 (m) θ ukur θ hitung ukur
Beban L1 (m) (m)
(m) (m)

¼L 0,1475 0,4425 0,327 0,317 2,5 0,59848 0,01 0,075665

½L
0,295 0,295 0,326 0,312 2,5 0,68398 0,014 0,13452

¾L
0,4425 0,1475 0,327 0,317 2 0,42749 0,01 0,075665
Nb: L1 dan besar sudut diukur Pada salah satu ujung Wembebanan

SUDUT DEFLEKSI
Wab (b+L)
θ (¼ L) = = 0,59848
6LEI
2
WL
θ ( ½ L) = = 0,68398
16EI
Wab (b+L)
θ ( ¾ L) = = 0,42749
6LEI

DEFLEKSI
2
Wa 𝑏2
y ( ¼ L) = = 0,075665
3EIL
2
Wa 𝑏2
y ( ½ L) = = 0,13452
48EI
2
Wa 𝑏2
y ( ¾ L) = = 0,075665
3EIL

MOMEN
Wab
MA ( ¼ L) = = 0,36355
L
Wab
MA ( ½ L) = = 0,48474
4
Wab
MA ( ¾ L) = = 0,36355
L
4.3 Momen yang Dihasilkan dari Perhitungan Sistem Pembebanan Cantilever dan
Pembebanan Sederhana
Pada data hasil praktikum system pembebanan cantilever yang diperoleh, diketahui
besarnya m1 yaitu 0,194kg dan m2 yaitu 0,335kg. Kemudian kedua beban diuji dengan
diletakkan pada tiga letak beban yaitu ⅓ L, ⅔ L, dan L. Nilai momen (M) pada system
pembebanan cantilever diperoleh dari rumus W.L1, dimana L1 dicari dengan cara mengalikan
letak beban dengan Panjang. Pada letak beban ⅓ L yaitu 0.1m, ⅔ L yaitu 0,2m, dan L yaitu
0,3m. Nilai W diperoleh dari rumus m x g dengan nilai gravitasi sebersar 9,81 m/s 2, jadi nilai
W1 sebesar 1,9012N dan W2 sebesar 3,283N. Setelah itu, dihitung nilai M pada beban 1 dan
beban 2 setiap letak pembebanannya. Pada beban 1 dengan letak beban ⅓ L nilai M sebesar
0,19031 Nm, pada letak beban ⅔ L nilai M sebesar 0,38063 Nm, dan pada letak beban L nilai
M sebesar 0,57094 Nm. Sedangkan pada beban 2 diperoleh nilai momen pada jarak ⅓ L
sebesar 0,32864 Nm, pada jarak ⅔ L sebesar 0,65727 Nm dan pada jarak L sebesar 0,98591
Nm.
Pada data hasil praktikum system pembebanan sedeerhana yang diperoleh, diketahui
besarnya panjang plat (L) sebesar 0,59m, lebar plat (b) sebesar 0,035m, dan tebal plat (h)
sebesar 0,0008m. Kemudian kedua beban diuji dengan diletakkan pada tiga letak beban yaitu
¼ L, ½ L, dan ¾ L. Nilai momen (MA) pada system pembebanan cantilever diperoleh dari rumus
𝑊𝑎𝑏
𝐿
yang digunakan pada letak beban yaitu ¼ L dan ¾ L sedangkan pada letak pembebanan
𝑊𝐿
½ L menggunakan rumus 4
. Nilai a yaitu L1 yang didapat dengan cara mengalikan letak
beban dengan panjang sehingga pada letak beban ¼ L sebesar 0,1475 m, pada letak beban
½ L sebesar 0,295 m, dan pada letak beban ¾ L sebesar 0,4425 m. Sedangkan nilai b
diperoleh dari panjang dikurangi dengan nilai L1 sehingga pada letak beban yaitu ¼ L sebesar
0,4425 m, pada letak beban ½ L sebesar 0,295 m, dan pada letak beban ¾ L sebesar 0,1475
m. Setelah itu, dihitung nilai MA pada beban 1 dan beban 2 setiap letak pembebanannya. Pada
beban 1 dengan letak beban ¼ L nilai MA sebesar 0,21053Nm, pada letak beban ½ L sebesar
0,28071Nm, dan pada letak ¾ L sebesar 0,21053Nm. Sedangkan pada beban 2 yaitu pada
jarak ¼ L M sebesar 0, 36355Nm, pada jarak ½ L sebesar 0,48474Nm, dan pada jarak ¾ L
sebesar 0, 36355Nm.

4.4 Perbandingan Defleksi yang Diperoleh dari Hasil Praktikum dengan Teoritis (Y
hitung) pada Sistem Pembebanan Cantilever dan Pembebanan Sederhana
Pada data hasil praktikum pada system pembebanan cantilever yang diperoleh defleksi
(y ukur) pada setiap letak beban ⅓ L, ⅔ L, dan L yaitu pada beban 1 sebesar 0,006 m, 0,042
m; dan 0,117 m sedangkan pada beban 2 yaitu sebesar 0,012 m, 0,072 m, dan 0,168 m.
𝑊𝐿3
Selanjutnya dihitung defleksi teoritis atau y hitung dengan rumus 3𝐸𝐼
, dimana nilai I didapat
1
dari perhitungan 12
b × h3 sehingga hasilnya yaitu 1,3226 x 10-12 m4, untuk besar E yaitu 7 x
1010N/m2. Nilai defleksi pada beban 1 dengan letak beban ⅓ L sebesar 0,006852m, pada letak
beban ⅔ L sebesar 0,054814m, dan pada letak beban L sebesar 0,18499m. Sedangkan pada
beban 2 nilai defleksi yang diperoleh yaitu pada letak beban ⅓ L diperoleh sebesar
0,011832m, pada letak beban ⅔ L sebesar 0,09453m, dan pada letak beban L sebesar
0,31945m.
Pada data hasil praktikum pada system pembebanan sederhana yang diperoleh
defleksi (y ukur) pada setiap letak beban ¼ L, ½ L, dan ¾ L yaitu pada beban 1 sebesar 0,007
m; 0,01 m; dan 0,006 m, pada beban 2 diperoleh nilai defleksi sebesar 0,008 m; 0,011 m; dan
0,007 m. Setelah itu, mencari perhitungan defleksi secara teoritis atau y hitung yaitu pada letak
𝑊𝑎 2 𝑏2
beban ¼ L dan ¾ L menggunakan rumus 3𝐸𝐼𝐿
sedangkan pada letak beban ½ L
𝑊𝐿2
menggunakan rumus 48𝐸𝐼
. Nilai a adalah besarnya L1 yaitu letak beban dengan panjang,
besarnya nilai a pada letak badan ¼ L, ½ L, dan ¾ L yaitu 0,1457m, 0,295m, dan 0,4425m.
Nilai b adalah L-L1 sehingga diperoleh nilai b pada letak badan ¼ L, ½ L, dan ¾ L yaitu
1
0,4425m, 0,295m, dan 0,1475m. Nilai I didapat dari perhitungan 12
b × h3 dan nilai E yaitu
sebesar yaitu 7 x 1010 N/m2. Defleksi pada beban 1 dengan letak beban ¼ L sebesar
0,043818m, pada letak beban ½ L sebesar 0,077899m, dan pada letak beban ¾ L sebesar
0,043818m. Pada beban 2 dengan letak beban ¼ L sebesar 0,075665m, pada letak beban ½
L sebesar 0,13452m, dan pada letak beban ¾ L sebesar 0,075665m.

4.5 Perbandingan Defleksi yang Dihasilkan Antara Sistem Pembebanan Cantilever


dengan Pembebanan Sederhana
Pada data hasil praktikum pada system pembebanan cantilever yang diperoleh defleksi
(y ukur) pada setiap letak beban ⅓ L, ⅔ L, dan L yaitu pada beban 1 sebesar 0,006 m, 0,042
m; dan 0,117 m sedangkan pada beban 2 yaitu sebesar 0,012 m, 0,072 m, dan 0,168 m.
𝑊𝐿3
Selanjutnya dihitung defleksi teoritis atau y hitung dengan rumus 3𝐸𝐼
, dimana nilai I didapat
1
dari perhitungan 12
b × h3 sehingga hasilnya yaitu 1,3226 x 10-12 m4, untuk besar E yaitu 7 x
1010N/m2. Nilai defleksi pada beban 1 dengan letak beban ⅓ L sebesar 0,006852m, pada letak
beban ⅔ L sebesar 0,054814m, dan pada letak beban L sebesar 0,18499m. Sedangkan pada
beban 2 nilai defleksi yang diperoleh yaitu pada letak beban ⅓ L diperoleh sebesar
0,011832m, pada letak beban ⅔ L sebesar 0,09453m, dan pada letak beban L sebesar
0,31945m. Pada data hasil praktikum pada system pembebanan sederhana yang diperoleh
defleksi (y ukur) pada setiap letak beban ¼ L, ½ L, dan ¾ L yaitu pada beban 1 sebesar 0,007
m; 0,01 m; dan 0,006 m, pada beban 2 diperoleh nilai defleksi sebesar 0,008 m; 0,011 m; dan
0,007 m. Setelah itu, mencari perhitungan defleksi secara teoritis atau y hitung yaitu pada letak
𝑊𝑎 2 𝑏2
beban ¼ L dan ¾ L menggunakan rumus sedangkan pada letak beban ½ L
3𝐸𝐼𝐿
𝑊𝐿2
menggunakan rumus 48𝐸𝐼
. Nilai a adalah besarnya L1 yaitu letak beban dengan panjang,
besarnya nilai a pada letak badan ¼ L, ½ L, dan ¾ L yaitu 0,1457m, 0,295m, dan 0,4425m.
Nilai b adalah L-L1 sehingga diperoleh nilai b pada letak badan ¼ L, ½ L, dan ¾ L yaitu
1
0,4425m, 0,295m, dan 0,1475m. Nilai I didapat dari perhitungan 12 b × h3 dan nilai E yaitu
sebesar yaitu 7 x 1010 N/m2. Defleksi pada beban 1 dengan letak beban ¼ L sebesar
0,043818m, pada letak beban ½ L sebesar 0,077899m, dan pada letak beban ¾ L sebesar
0,043818m. Pada beban 2 dengan letak beban ¼ L sebesar 0,075665m, pada letak beban ½
L sebesar 0,13452m, dan pada letak beban ¾ L sebesar 0,075665m. Pada system
pembebanan cantilever defleksi terbesar terdapat pada jarak terjauh dari tumpuan yaitu L,
sedangkan pada system pembebanan sederhana yaitu defleksi terbesar berada pada titik
tengah dari plat. Hal ini sudah sesusai dengan literatur, menurut Mustafa (2010), dari ketiga
posisi pembebaban yang diberikan dalam penelitian ini, posisi pembebanan pada 0,4 m
(tengah batang) memberikan defleksi yang lebih besar jika dibandingkan dengan posisi
pembebanan yang lain pada 0,2 m dan 0,6 m. Hal ini disebabkan karena pada posisi ini
momen perlawanan yang terjadi terhadap aksi gaya akibat pembebanan yang diberikan, baik
beban terpusat maupun beban terbagi rata mempunyai nilai yang sama dan berlawanan arah.
Olehnya itu akan mengurangi pengaruh terhadap defleksi yang terjadi sehingga pada kondisi
ini defleksinya sangat besar dibandingkan pada kondisi pembebanan yang lain.
4.6 Analisa Grafik pada Sistem Pembebanan Cantilever dan Pembebanan Sederhana
4.6.1 Grafik Hubungan antara Jarak dengan Momen

Hubungan Jarak Dengan Momen


1.2 Pembebanan Cantilever
1

Momen 0.8

0.6
BEBAN 1
0.4
BEBAN 2
0.2

0
0 0.1 0.2 0.3 0.4
Jarak

Hubungan Jarak Dengan Momen


0.6
Pembebanan Sederhana
0.5

0.4
Momen

0.3
BEBAN 1
0.2
BEBAN 2
0.1

0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
Jarak
Pada system pembebanan cantilever menggunakan 3 letak beban yaitu ⅓ L, ⅔ L, dan
L yang duji pada beban 1 dan beban 2. Nilai M pada beban 1 dan beban 2 setiap letak
pembebanannya. Pada beban 1 dengan letak beban ⅓ L nilai M sebesar 0,19031 Nm, pada
letak beban ⅔ L nilai M sebesar 0,38063 Nm, dan pada letak beban L nilai M sebesar 0,57094
Nm. Sedangkan pada beban 2 diperoleh nilai momen pada jarak ⅓ L sebesar 0,32864 Nm,
pada jarak ⅔ L sebesar 0,65727 Nm dan pada jarak L sebesar 0,98591 Nm. Pada system
pembebenan sederhana juga menggunakan 3 letak beban yaitu ¼ L, ½ L, dan ¾ L diuji pada
beban 1 dan beban 2. Nilai MA pada beban 1 dan beban 2 setiap letak pembebanannya. Pada
beban 1 dengan letak beban ¼ L nilai MA sebesar 0,21053Nm, pada letak beban ½ L sebesar
0,28071Nm, dan pada letak ¾ L sebesar 0,21053Nm. Sedangkan pada beban 2 yaitu pada
jarak ¼ L M sebesar 0, 36355Nm, pada jarak ½ L sebesar 0,48474Nm, dan pada jarak ¾ L
sebesar 0, 36355Nm. Dari data dan grafik yang dihasilkan dapat disimpulkan bahwa momen
terbesar pada system pembebanan cantilever pada jarak terjauh yaitu L, pada system
pembebanan sederbaha momen terbesar berada dititik tengah yaitu ½ L. Jadi hubungan
antara momen dan jarak berbanding lurus, yang artinya semakin besar jarak maka semakin
besar pula momen yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
besar dfleksi dipengaruhi oleh oleh letak beban yang berkaitan dengan momen yang
ditimbulkan, yaitu semakin jauh letak beban dari tumpuan maka semakin besar momen
(Jasron, 2015).
4.6.2 Grafik Hubungan antara Jarak dengan Defleksi

Hubungan Jarak Dengan Defleksi


0.35
Pembebanan Cantilever
0.3
0.25
Defleksi
0.2
0.15 BEBAN 1
0.1 BEBAN 2
0.05
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4
Jarak

Hubungan Jarak Dengan Defleksi


0.16
Pembebanan Sederhana
0.14
0.12
Defleksi

0.1
0.08
BEBAN 1
0.06
0.04 BEBAN 2

0.02
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
Jarak
Pada system pembebanan cantilever menggunakan 3 letak beban ⅓ L, ⅔ L, dan L
yang duji pada beban 1 dan beban 2. Nilai defleksi pada beban 1 dengan letak beban ⅓ L
sebesar 0,006852m, pada letak beban ⅔ L sebesar 0,054814m, dan pada letak beban L
sebesar 0,18499m. Sedangkan pada beban 2 nilai defleksi yang diperoleh yaitu pada letak
beban ⅓ L diperoleh sebesar 0,011832m, pada letak beban ⅔ L sebesar 0,09453m, dan pada
letak beban L sebesar 0,31945m. Pada system pembebenan sederhana juga menggunakan
3 letak beban yaitu ¼ L, ½ L, dan ¾ L diuji pada beban 1 dan beban 2. Nilai defleksi pada
beban 1 dengan letak beban ¼ L sebesar 0,043818m, pada letak beban ½ L sebesar
0,077899m, dan pada letak beban ¾ L sebesar 0,043818m. Pada beban 2 dengan letak beban
¼ L sebesar 0,075665m, pada letak beban ½ L sebesar 0,13452m, dan pada letak beban ¾
L sebesar 0,075665m. Dari data dan grafik yang dihasilkan dapat disimpulkan bahwa defleksi
terbesar pada system pembebanan cantilever pada jarak terjauh yaitu L, pada system
pembebanan sederbaha defleksi terbesar berada dititik tengah yaitu ½ L. Jadi hubungan
antara jarak dan delfeksi berbanding lurus, yang artinya semakin besar jarak maka semakin
besar pula defleksi yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
adanya perbedaan posisi peletakan pembebanan dan besarnya beban yang diberikan
mempengaruhi perbedaan hasil defleksi yang diperoleh. Peletakan pembebanan yang jauh
dari tumpuan pada posisi L/2 memberikan hasil defleksi lebih besar jika dibandingkan dengan
peletakan posisi pembebanan pada L/4, baik secara metode elemen hingga dengan program
matlab maupun secara eksperimental (Selleng, 2017).
4.6.3 Grafik Hubungan antara Momen dengan Defleksi

Hubungan Momen Dengan Defleksi


0.35
Pembebanan Cantilever
0.3
0.25
Defleksi
0.2
0.15 BEBAN 1
0.1 BEBAN 2
0.05
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Momen

Hubungan Momen Dengan Defleksi


0.16
Pembebanan Cantilever
0.14
0.12
Defleksi

0.1
0.08
BEBAN 1
0.06
0.04 BEBAN 2

0.02
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
Momen
Pada system pembebanan cantilever menggunakan 3 letak beban yaitu ⅓ L, ⅔ L, dan
L yang duji pada beban 1 dan beban 2. Nilai M pada beban 1 dan beban 2 setiap letak
pembebanannya. Pada beban 1 dengan letak beban ⅓ L nilai M sebesar 0,19031 Nm, pada
letak beban ⅔ L nilai M sebesar 0,38063 Nm, dan pada letak beban L nilai M sebesar 0,57094
Nm. Sedangkan pada beban 2 diperoleh nilai momen pada jarak ⅓ L sebesar 0,32864 Nm,
pada jarak ⅔ L sebesar 0,65727 Nm dan pada jarak L sebesar 0,98591 Nm. Pada system
pembebenan sederhana juga menggunakan 3 letak beban yaitu ¼ L, ½ L, dan ¾ L diuji pada
beban 1 dan beban 2. Nilai MA pada beban 1 dan beban 2 setiap letak pembebanannya. Pada
beban 1 dengan letak beban ¼ L nilai MA sebesar 0,21053Nm, pada letak beban ½ L sebesar
0,28071Nm, dan pada letak ¾ L sebesar 0,21053Nm. Sedangkan pada beban 2 yaitu pada
jarak ¼ L M sebesar 0, 36355Nm, pada jarak ½ L sebesar 0,48474Nm, dan pada jarak ¾ L
sebesar 0, 36355Nm. Pada system pembebanan cantilever menggunakan 3 letak beban ⅓ L,
⅔ L, dan L yang duji pada beban 1 dan beban 2. Nilai defleksi pada beban 1 dengan letak
beban ⅓ L sebesar 0,006852m, pada letak beban ⅔ L sebesar 0,054814m, dan pada letak
beban L sebesar 0,18499m. Sedangkan pada beban 2 nilai defleksi yang diperoleh yaitu pada
letak beban ⅓ L diperoleh sebesar 0,011832m, pada letak beban ⅔ L sebesar 0,09453m, dan
pada letak beban L sebesar 0,31945m. Pada system pembebenan sederhana juga
menggunakan 3 letak beban yaitu ¼ L, ½ L, dan ¾ L diuji pada beban 1 dan beban 2. Nilai
defleksi pada beban 1 dengan letak beban ¼ L sebesar 0,043818m, pada letak beban ½ L
sebesar 0,077899m, dan pada letak beban ¾ L sebesar 0,043818m. Pada beban 2 dengan
letak beban ¼ L sebesar 0,075665m, pada letak beban ½ L sebesar 0,13452m, dan pada
letak beban ¾ L sebesar 0,075665m. Dari data dan grafik yang dihasilkan dapat disimpulkan
hubungan antara momen dan defleksi lurus, yang artinya semakin besar momen maka
semakin besar pula defleksi yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan
bahwa besar defleksi sangat dipengaruhi oleh letak beban yang berkaitan dengan momen
yang ditimbulkan yaitu semakin jauh letak beban dari tumpuan semakin besar momen, dan
jenis material yang berkaitan dengan besar elastisitas bahan yaitu semakin besar nilai
kekakuan bahan semakin kecil defleksi yang terjadi (Jasron, 2015).

4.7 Hubungan Antara Beban dengan Defleksi pada Sistem Pembebanan Cantilever dan
Pembebanan Sederhana
Pada system pembebanan cantilever diperoleh nilai defleksi teoritis (y hitung) dari hasil
praktikum dari beban 1 dan beban 2 dan diuji pada setiap letak beban ⅓ L, ⅔ L, dan L. Pada
beban 1 dengan letak beban ⅓ L diperoleh sebesar 0,006852m, pada letak beban ⅔ L sebesar
0,054814m, dan pada letak beban L sebesar 0,18499m. Pada beban 2 nilai defleksi yang
diperoleh pada letak beban ⅓ L sebesar 0,011832m, pada letak beban ⅔ L sebesar 0,09453m,
dan pada letak beban L sebesar 0,31945m. Pada System Pembebanan Sederhana, nilai
defleksi pada beban 1 dengan letak beban ¼ L sebesar 0,0438818m, pada letak beban ½ L
sebesar 0,077899m, dan pada letak beban ¾ L sebesar 0,0438818m. Pada beban 2 dengan
letak beban ¼ L sebesar 0,075665m, pada letak beban ½ L sebesar 0,13452m, dan pada
letak beban ¾ L sebesar 0,075665m. Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa
hubungan antara berat dengan nilai defleksi yaitu berbanding lurus yang artinya beban
semakin besar maka nilai defleksi juga akan sebesar besar. Hal ini sesuai dengan literatur
yang menyatakan bahwa Defleksi yang terjadi semakin meningkat seiring dengan
penambahan pembebanan yang diberikan (Selleng, 2017).
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Defleksi merupakan suatu fenomena perubahan bentuk pada balok dalam arah vertical
dan horisontal akibat adanya pembebanan yang diberikan pada balok atau batang. Sumbu
sebuah batang akan terdeteksi dari kedudukannya semulabila terperngaruhi gaya terpakai.
Dengan kata lain, batang akan mengalami pembebanan transversal baik itu beban terpusat
maupun terbagi merata akanmengalami defleksi. Tujuan dari praktikum ini yaitu dapat
menganalisa defleksi balok dengan metode integrasi ganda, mengetahui dan memahami
konsep defleksi pada pembebanan sederhana dan cantilever dan menerapkan free body
diagram pada sketsa sistem pembebanan. Pada praktikum ini menggunakan 2 beban yang
besarnya m1 yaitu 0,194kg dan m2 yaitu 0,335kg. Pada system pembebanan cantilever tiga
letak beban yaitu ⅓ L, ⅔ L, dan L, pada pembebanan sederhana yaitu ¼ L, ½ L, dan ¾ L. Dari
hasil praktikum dapat disimpulkan defleksi dan momen terbesar pada system pembebanan
cantilever pada jarak terjauh yaitu L, pada system pembebanan sederbana defleksi dan
momen terbesar berada dititik tengah yaitu ½ L. Jadi hubungan antara jarak dan momen
berbanding lurus, yang artinya semakin besar jarak maka semakin besar pula momen yang
dihasilkan, hubungan antara jarak dan delfeksi berbanding lurus, yang artinya semakin besar
jarak maka semakin besar pula defleksi yang dihasilkan, hubungan antara momen dan defleksi
lurus, yang artinya semakin besar momen maka semakin besar pula defleksi yang dihasilkan,
dan hubungan antara berat dengan nilai defleksi yaitu berbanding lurus yang artinya beban
semakin besar maka nilai defleksi juga akan sebesar besar.

5.2 Kritik dan Saran


Praktikum materi Integrasi Ganda dilakukan secara online, praktikum online kurang
efektif dan masih ada praktikan yang kurang paham. Saran saya mungkin asisten praktikum
bisa lebih baik lagi dalam menjelaskan agar pemahaman praktikan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Jasron, U. J. 2015. Analisis Pengaruh Letak Bahan Terhadap Defleksi Balok Segi Empat
dengan Tumpuan Engsel – Roll – Roll. Jurnal Rekayasa Mesin. 6(3): 1-4.
Mustafa. 2010. Kaji Eksperimental dan Numerik Defleksi Material Kuningan dengan Variasi
Posisi Pembebanan. Sinergi. 1(8): 21-30.
Mustafa, Naharuddin, dan Bungin, R. 2012. Analisis Teoritis dan Eksperimental Defleksi Pada
Baja Ringan Profil U dengan Tebal 0,45 mm Theoretical and Experimental Analysis
Deflection on Mild Steel for Profile U with Thickness of 0.45 mm. Proceeding Seminar
Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah
Mada (UGM). Yogyakarta.
Nabal, A. R. J. 2016. Perancangan Struktur Gedung Apartemen Di Jalan Seturan Raya-
Yogyakarta. Program Studi Teknik Sipil. Fakultas Teknik. Universitas Atma Jaya
Yogyakarta. Yogyakarta.
Nurhayani, Mansyur, J., dan Darsikin. 2017. Kualitas Diagram Benda Bebas Buatan Siswa
Dalam Physics Problem Solving. Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako. 4(3): 28-35.
Pala’biran, O. A., Windah, R. S., dan Pandaleke, R. 2019. Perhitungan Lendutan Balok Taper
Kantilever Dengan Menggunakan SAP2000. Jurnal Sipil Statik. 7(8): 1039-1048
Selleng, K. Analisi Defleksi Pada Material Baja Karbon Rendah Dengan Menggunakan Variasi
Poisisi Pembebanan. Jurnal Mekanika. 8(2): 768-776.
Sigarlaki, H. H., Tangkuman, S., dan Arungpadang, T. 2017. Aplikasi Metode Elemen Hingga
Pada Perancangan Poros Belakang Gokar Listrik. Jurnal Poros Online. 4(2): 104-115.
Sugiarto, A. P. 2007. Desain Jembatan Timbang dengan Panjang 12 Meter Kapasitas Maksimal
50 Ton Menggunakan Metode Elemen Hingga. [Skripsi]. Surabaya: Fakultas Teknologi
Industry, Universitas Kristen Petra.
Suharwanto, B. S. 2015. Nalisis Defleksi Batang Lentur Menggunakan Tumpuan Jepit dan Rol
Pada Material Alumunium 6063 Profil U Dengan Beban Terdistribusi. Jurnal Konversi
Energi dan Manufaktur UNJ. 1: 50-58.
Suryawan, I. G. P. 2016. Defleksi Batang Praktikum Fenomena Dasar. Jurusan Teknik Mesin.
Fakultas Teknik. Universitas Udayana. Bali.
Wahyudi, A. 2017. Studi Analisis Gedung Baja Tiga Lantai Dengan Kantilever Bentang Panjang
Menggunakan Rangka Batang Pratt, Modified Warren Dan K-Truss. [Skripsi]:
Bandung: Program Studi Teknik Sipil. Fakultas Teknik. Universitas Katolik
Parahyangan.
Wong, Y., Loke, M. A., Jais, I. S. B. M., Lee, C. S., dan Chao, S. 2015. Free Body Diagram
Analysis for Investigation of Flexor Tendon Repair. International Journal of Pharma
Medicine and Biological Sciences. 4(3): 180-183.
LAMPIRAN
DATA HASIL PRAKTIKUM

m1 = 194 gram = 0,194 kg


Acc 02/04/2021

m2 = 335 gram = 0,335 kg

g = 9,81 m/s2

E = 7 x 1010 N/m2

W1 = m1 × g = 1,9012

W2 = m2 × g = 3,283

1. Defleksi Pembebanan Cantilever


Panjang (L) = 30 cm = 0,3 m
Lebar (b) = 3,1 cm = 0,031 m
Tebal (h) = 0,08 cm = 0,0008 m

I = b × h3 = 1,3226 x 10-12

a. Beban 1 (W1= 1,9012 N)


y ukur y hitung
Letak L1 (m) h0 (m) h1 (m) θ ukur θ hitung
Beban (m) (m)
0,1 0,322 0,316 5 0,10278 0,006 0,006852
⅓L
0,2 0,317 0,275 9 0,4111 0,042 0,054814
⅔L
0,3 0,316 0,199 12 0,92498 0,117 0,18499
L

SUDUT DEFLEKSI
2
θ (⅓ L)= W L = (1,902
1 x 0,12) / 2(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,102778
2EI

2
θ (⅔ L) = W L = (1,902
1 x 0,22) / 2(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,4111
2EI

2
θ ( L) = WL = (1,902 x 0,32) / 2(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,92498
2EI
DEFLEKSI
WL 3
y (⅓ L) = 1
= (1,902 x 0,13) / 3(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,006852
3EI
3
y (⅔ L) = W L 1 = (1,902 x 0,23) / 3(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,054814
3EI

3
y (L) = W L 1 = (1,902 x 0,33) / 3(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0,18499
3EI

MOMEN
M (⅓ L) = W.L1 =1,902 x 0,1 = 0,19031

M (⅔ L) = W.L1 = 1,902 x 0,2 = 0,38063

M ( L) = W.L = 1,902 x 0,3 = 0,57094

b. Beban 2 (W2= 3,283 N)


Letak y ukur y hitung
L1 (m) h0 h1 (m) θ ukur θ hitung
Beban (m) (m) (m)
0,1 0,322 0,31 7 0.17747 0,012 0.011832
⅓L
0,2 0,317 0,245 14 0.70989 0,072 0.09453
⅔L
0,3 0,316 0,148 18 1.59573 0,168 0.31945
L

SUDUT DEFLEKSI

2
θ (⅓ L) = W L = (3,283
1 x 0,12) / 2(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0.17747
2EI
2
θ (⅔ L) = W L 1 = (3,283 x 0,22) / 2(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0.70989
2EI

2
θ ( L) = WL = (3,283 x 0,32) / 2(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 1.59573
2EI

DEFLEKSI

3
WL 1
y (⅓ L) = = (3,283 x 0,13) / 3(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0.011832
3EI
3
(⅔ L) = W L 1 = (3,283 x 0,23) / 3(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0.09453
3EI
3
y (⅓ L) = W L 1 = (3,283 x 0,33) / 3(7 x 1010 )( 1,3226 x 10-12 ) = 0.31945
3EI

MOMEN
M (⅓ L) = W.L1 = 3,283 x 0,1 = 0,32864

M (⅔ L) = W.L1 = 3,283 x 0,2 = 0,65727

M ( L) = W.L = 3,283 x 0,3 = 0,98591

2. Defleksi Pembebanan Sederhana

Panjang (L) =59 cm = 59 x 10-2 m

Lebar (b) = 3.5 cm = 35 x 10-3 m

Tebal (h) = 0.08 cm = 8 x 10-4 m

I= b × h3 = 1/12 x (35 x 10-3) (8 x 10-4)3= 1,493 x 10-12

a. Beban 1 (W1= 1,902 N)


Letak a = L1 b = L- y y hitung
h0 (m) h1 (m) θ ukur θ hitung uk
Beban (m) L1 (m) (m)
ur
(m)

¼ L
0,1475 0,4425 0,327 0,32 1,5 0,34658 0,007 0,043818

½ L
0,295 0,295 0,326 0,317 2 0,39609 0,009 0,077899

¾L
0,4425 0,1475 0,327 0,322 1 0,24756 0,005 0,043818

Nb: L1 dan besar sudut diukur Wada salah satu ujung Wembebanan.
SUDUT DEFLEKSI
Wab (b+L) 7 x 1010 )(
θ (¼ L) = =1,902(0,1475)(0,4425)(0,4425 + 0,59)/6(0,59)(
6LEI 1,493 x 10-12)= 0,34658

2
θ (½ L) = WL = 1,902(0,59)2/16(7 x 1010)( 1,493 x 10-12) = 0,39609
16EI

Wab (b+L) 7 x 1010 )(


θ (¾ L) = =1,902(0,4425)(0,1475)(0,1475 + 0,59)/6(0,59)(
6LEI 1,493 x 10-12 =
0,24756
DEFLEKSI
2b2
y (¼ L) = Wa = 1,902(0,1475)2(0,4425)2/3(7 x 1010)( 1,493 x 10-12)(0,59) = 0,043818
3EIL

3
y (½ L) = WL = 1,902(0,59)3/48(7 x 1010) )( 1,493 x 10-12) = 0,077899
48EI

2b2
y (¾ L) = Wa = 1,902(0,4425)2(0,1475)2/3(7 x 1010)( 1,493 x 10-12)(0,59) = 0,043818
3EIL

MOMEN
Wab
MA (¼ L) = = 1,902(0,1475)(0,4425)/0,59 = 0,21053
L

WL
MA (½ L) = = 1,902(0,59)/4 = 0,28071
4

Wab
MA (¾ L) = = 1,902(0,1475)(0,4425)/0,59 = 0,21053
L

a. Beban 2 (W2= 3,283 N)


Letak a = L1 b = L- y y hitung
h0 (m) h1 (m) θ ukur θ hitung ukur
Beban (m) L1 (m) (m)
(m)

¼ L
0,1475 0,4425 0,327 0,317 2,5 0,59848 0,01 0,075665

½ L
0 ,295 0,295 0,326 0,312 2,5 0,68398 0,014 0,13452

¾L
0,4425 0,1475 0,327 0,317 2 0,42749 0,01 0,075665

Nb: L1 dan besar sudut diukur Wada salah satu ujung Wembebanan.
SUDUT DEFLEKSI
Wab (b+L) 7 x 1010 )(
θ (¼ L) = =3,283(0,1475)(0,4425)(0,4425 + 0,59)/6(0,59)(
6LEI 1,493 x 10-12)= 0,59848
2
θ (½ L) = WL = 3,283(0,59)2/16(7 x 1010)( 1,493 x 10-12) = 0,68398
16EI
Wab (b+L) 7 x 1010 )(
θ (¾ L) = =3,283(0,4425)(0,1475)(0,1475
-12 + 0,59)/6(0,59)(
6LEI 1,493 x 10 =
0,24756

DEFLEKSI
2b2
y (¼ L) = Wa = 3,283(0,1475)2(0,4425)2/3(7 x 1010)( 1,493 x 10-12)(0,59) = 0,075665
3EIL

3
y (½ L) = WL = 3,283(0,59)3/48(7 x 1010) )( 1,493 x 10-12) = 0,13452
48EI

2b2
y (¾ L) = Wa = 3,283(0,4425)2(0,1475)2/3(7 x 1010)( 1,493 x 10-12)(0,59) = 0,075665
3EIL

MOMEN
Wab
MA (¼ L) = = 3,283(0,1475)(0,4425)/0,59 = 0,36355
L

WL
MA (½ L) = = 3,283(0,59)/4 = 0,48474
4

Wab
MA (¾ L) = = 3,283(0,1475)(0,4425)/0,59 0,36355
L
FBD

Acc 02/04/2021
Hubungan Antara Jarak dan Defleksi
• Pembebanan Cantilever
Acc 02/04/2021
Hubungan Jarak Dengan Defleksi Pembebanan Cantilever

0,35

0,3

0,25
Defleksi

0,2
BEBAN 1
0,15
BEBAN 2

0,1

0,05

0
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35

Jarak

• Pembebanan Sederhana

Hubungan Jarak Dengan Defleksi Pembebanan Sederhana

0,16

0,14

0,12

0,1
Defleksi

0,08 BEBAN 1

0,06 BEBAN 2

0,04

0,02

0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5

Jarak
Hubungan Antara Jarak dan Momen
• Pembebanan Cantilever

Hubungan Jarak Dengan Momen Pembebanan Cantilever

1,2

0,8
Momen

0,6 BEBAN 1
BEBAN 2
0,4

0,2

0
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35

Jarak

• Pembebanan Sederhana

Hubungan Jarak Dengan Momen Pembebanan Sederhana

0,6

0,5

0,4
Momen

0,3 BEBAN 1
BEBAN 2
0,2

0,1

0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5

Jarak
Hubungan Antara Defleksi dan Momen
• Pembebanan Cantilever

Hubungan Momen Dengan Defleksi Pembebanan Cantilever

0,35

0,3

0,25
Defleksi

0,2
BEBAN 1
0,15
BEBAN 2

0,1

0,05

0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

Momen

• Pembebanan Sederhana

Hubungan Momen Dengan Defleksi Pembebanan Cantilever

0,16

0,14

0,12

0,1
Defleksi

0,08 BEBAN 1

0,06 BEBAN 2

0,04

0,02

0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6

Momen

Anda mungkin juga menyukai