BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam perencanaan suatu bagian mesin atau struktur selain perhitungan
tegangan (stress) yang terjadi akibat beban yang bekerja, besarnya lenturan
(deflection) seringkali harus diperhitungkan. Hal ini disebabkan walaupun tegangan
yang terjadi masih lebih kecil daripada tegangan yang diijinkan oleh kekuatan
bahan, bisa terjadi besar lenturan akibat beban yang bekerja melebihi batas yang
diijinkan. Keadaan demikian dapat menyebabkan kerusakan serius pada bagian-
bagian mesin atau struktur karena dapat mengakibatkan komponen menyimpang
dari fungsi utamanya. Salah satu tipe elemen yang sering mengalami lenturan
adalah bar.
Bars memegang peranan yang penting dalam banyak aplikasi keteknikan,
meliputi konstruksi bangunan gedung, jembatan, automobile dan struktur pesawat
terbang. Sebuah bars didifinisikan sebagai sebuah struktur dimana dimensi-dimensi
lintangnya relatif lebih kecil dibandingkan panjangnya.
Bars umumnya diperuntukkan mentransfer beban yang mana jenis beban
yang dikenakan merupakan beban bending.
Penyelesaian masalah—masalah engingeering termasuk masalah struktur
seperti defleksi pada beam bisa dilakukan dengan beberapa metode, seperti metode
analitis, metode numerik dan metode dengan mengukur secara langsung melalui
eksperiment.
Untuk masalah struktur seperti bar dapat diterapkan metode analitis (seperti
metode integrasi, strain energy), metode numerik (Finite Element Analysis) dan
pengukuran secara langsung. Metode analisis biasanya sulit diterapkan untuk
masalah yang bersifat kompleks dan kesulitan dalam penentuan kondisi batas.
Sedangkan metode numerik terbatas penyelesainnya pada titik-titik tertentu saja
yang disebut node. Metode eksperiment memberikan hasil—hasil real, namun
membutuhkan biaya yang cukup besar untuk kasus-kasus tertentu.
Salah satu cara yang telah dan sedang dikembangkan adalah dengan
simulasi, dimana penggunaan software simulasi dalam penyelesaian masalah-
1.3 Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui defleksi vertikal akibat sebuah pembebanan
2. Mahasiswa mengetahui pengaruh penambahan beban terhadap defleksi yang
terjadi
3. Mahasiswa mampu menganalisa defleksi dari material uji yang berbeda
4. Mahasiswa mampu menganalisa defleksi akibat dari pembebanan yang
beragam
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Defleksi
Defleksi adalah perubahan bentuk pada balok dalam arah vertical dan
horisontal akibat adanya pembebanan yang diberikan pada balok atau batang.
Sumbu sebuah batang akan terdeteksi dari kedudukannya semula bila benda
dibawah pengaruh gaya terpakai. Dengan kata lain suatu batang akan mengalami
pembebanan transversal baik itu beban terpusat maupun terbagi merata akan
mengalami defleksi.
Defleksi ada 2 yaitu :
1. Deflkesi Vertikal (Δw)
Perubahan bentuk suatu batang akibat pembebanan arah vertikal (tarik,
tekan) hingga membentuk sudut defleksi, dan posisi batang vertikal, kemudian
kembali ke posisi semula.
Sebagai contoh, untuk beam kantilever lurus dan tipis dengan beban P di
ujung, dan perpindahan 𝛿 pada ujungnya dapat ditemukan dengan teori kedua
Castigliano:
𝜕𝑈
𝛿= (2.3)
𝜕𝑃
𝜕 𝐿 𝑀𝐿2 𝜕 𝐿 𝑃𝐿2
𝜕= ∫ 𝑑𝐿 = ∫ 𝑑𝐿 (2.4)
𝜕𝑃 0 2𝐸𝐼 𝜕𝑃 0 2𝐸𝐿
(sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Castigliano’s_method)
2.5 Momen
Penyebab terjadinya gerak translasi adalah gaya. Sedangkan pada gerak
rotasi, penyebab berputarnya benda dinamakan momen gaya ( = torsi). Momen
Gaya ( ) adalah gaya kali jarak/lengan. Arah gaya dan arah jarak harus tegak lurus.
Untuk benda panjang: 𝜏 = 𝐹𝑙
Untuk benda berjari jari: 𝜏 = 𝐹𝑟
Momen inersia (Satuan SI: kg.m2) adalah ukuran kelembaman suatu benda
untuk berotasi terhadap porosnya. Besaran ini adalah analog rotasi daripada massa.
Momen inersia berperan dalam dinamika rotasi seperti massa dalam dinamika
dasar, dan menentukan hubungan antara momentum sudut dan kecepatan sudut,
momen gaya dan percepatan sudut, dan beberapa besaran lain. Lambang I dan
kadang-kadang juga J biasanya digunakan untuk merujuk kepada momen inersia.
Definisi sederhana momen inersia (terhadap sumbu rotasi tertentu) dari
sembarang objek, baik massa titik atau struktur tiga dimensi, diberikan oleh rumus:
𝐼 = ∫ 𝑟 2 𝑑𝑚 (2.6)
Dimana, m adalah massa dan r adalah jarak tegak lurus terhadap sumbu rotasi.
dibandingkan dengan lenturan akibat beban momen terutama untuk batang yang
relative panjang (beam), sehingga lenturan akibat gaya geser dapat diabaikan.
Besarnya lenturan yang terjadi tergantung dari beberapa factor sebagai berikut:
1. Sifat kekakuan batang (Modulus elasticity)
2. Posisi batang terhadap beban dan dimensi batang, yang biasanya ditunjukkan
dalam besaran momen inertia batang.
3. Besarnya beban yang diterima
Kasus umum curved beam ditunjukkan pada Gambar 1. Jika diasumsikan
section beam bersifat uniform, maka besarnya defleksi vertical (ΔW) dan
horizontal (ΔP) adalah:
𝑊𝑎3 𝑊𝑅 𝜋𝑎3 𝜋𝑅 2 𝑊
∆𝑤 = + [ + + 2𝑎𝑅] + [𝑎2 𝑏 + 2𝑎𝑏𝑅 + 𝑏𝑅 2 ] (2.9)
3𝐸𝐼 𝐸𝐼 2 4 𝐸𝐼
𝑊𝑅 2 𝜋 𝑅 𝑊 𝑎𝑏 2 𝑏 2 𝑅 2
∆𝑃 = [𝑎 ( − 1) + ] + [𝑎𝑏𝑅 + 𝑏𝑅 2 + + ] (2.10)
𝐸𝐼 2 2 𝐸𝐼 2 2
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Spesifikasi Alat
3.1.1 Deflection of Bars Curved Apparatus
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah Devlection of Curved Bars
Apparatus.
(a) (b)
Gambar 3.4 Spesimen (a) Aluminium Alloy 1100 (b) Carbon and Low Alloy Steel
Sumber: Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Fakultas Teknik UM
3.3 Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan tiga metode, yaitu metode simulasi,
eksperimen dan secara analitis seperti ditunjukkan pada Gambar 3.5.
5 250
6 300
7 350
8 400
9 450
10 500
• Dilakukan meshi
Solution
• Menerapkan beban [W = 50, 100, 150, 200, 250, 300, 350, 400, 450, dan 500 gr]
• Menentukan constrain pada reaksi tumpuan (DOF).
• Menjalankan simulasi untuk memecahkan permasalahan.
Post Processor
• Melihat hasil simulasi bisa berupa grafik, countour, atau angka.
2. Kajian analitis
Secara analitis defleksi vertical Δw diselesaikan dengan persamaan (2.9)
dan defleksi horizontal Δp diselesaikan menggunakan persamaan (2.10). Untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan antara data hasil eksperimen, simulasi dan
kajian analitis digunakan ploting data ke dalam grafik dan dilakukan uji t.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Data Hasil Eksperimen
Untuk spesimen (a = 0, R = 75 mm, b = 75 mm) dengan W = 50—500
gram, dengan bahan spesimen 1 adalah Carbon and low alloy steel modulus
elastisnya 200 Gpa dan bahan spesimen 2 adalah Aluminium alloy 1100 modulus
elastisnya 69 Gpa. Diberikan beban secara bertahap tiap 50 gram.
Tabel 4.1 Data hasil ekperimen
Defleksi Spesimen 1 (mm) Defleksi Spesimen 2 (mm)
No Beban (gram)
Sumbu Vertikal (Y) Sumbu Vertikal (Y)
1 50 0,02 0,03
2 100 0,08 0,08
3 150 0,13 0,24
4 200 0,18 0,40
5 250 0,24 0,57
6 300 0,30 0,70
7 350 0,35 0,96
8 400 0,39 1,04
9 450 0,46 1,16
10 500 0,50 1,30
Gambar 4.1 Simulasi Ansys 18.1 spesimen 2 pada beban 500 gram
Tabel 4.2 Data hasil simulasi
Defleksi Spesimen 1 (mm) Defleksi Spesimen 2 (mm)
No Beban (gram)
Sumbu Vertikal (Y) Sumbu Vertikal (Y)
1 50 0,016 0,047
2 100 0,033 0,095
3 150 0,049 0,142
4 200 0,066 0,19
5 250 0,082 0,237
6 300 0,099 0,284
7 350 0,115 0,332
8 400 0,132 0,379
9 450 0,148 0,427
10 500 0,165 0,474
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
5.1 Perbandingan Data Hasil Uji
Dari analisa yang dilakukan menunjukkan bahwa variasi pembebanan
sangat berpengaruh terhadap besarnya defleksi yang terjadi, untuk defleksi
horizontal.
Perbandingan data hasil eksperimen, simulasi dan kajian analitis.
0,4
Defleksi (mm)
0,3
0,2
0,1
0,0
0 100 200 300 400 500
Beban (gram)
Gambar 5.1 Grafik hubungan beban dan defleksi vertical tiga jenis data pada
spesimen Carbon and low alloy steel
1,0
Defleksi (mm)
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
Gambar 5.2 Grafik hubungan beban dan defleksi vertical tiga jenis data pada
spesimen Aluminium alloy 1100
Analisa grafik:
Grafik di atas menunjukkan hubungan antara defleksi horizontal dan
defleksi vertikal yang terjadi (eksperimen, simulasi dan teoritis) akibat pembebanan
yang diberikan pada Curved Bars Apparatus dengan dimensi spesimen (a = 0, R =
75 mm, b = 75 mm), dimana semakin besar beban yang diberikan maka defleksi
horizontal dan defleksi vertikal yang terjadi juga semakin besar.
Pada setiap bahan mempunyai modulus elastisitas yang merupakan
perbandingan antara tegangan yang diperlukan untuk menghasilkan suatu regangan
pada bahan yang bersangkutan. Selama masih dalam batas proporsional (batas
elastisitas bahan) tegangan memanjang menimbulkan regangan yang besarnya
sama dimana modulus young dirumuskan dengan :
𝛿 𝐹/𝐴 𝐹𝑥𝑙0
𝑌= . =
𝜀 ∆𝑙 ∆𝑙. 𝐴
𝑙0
Ket : 𝛿 = Tegangan
𝜀 = Regangan
1
Maka, inersia spesimen tersebut adalah . 𝑏. ℎ3 dan faktor faktor tersebut sesuai
12
dengan rumus :
𝑊𝑅 3 𝑊𝑏𝑅 𝑏
∆𝑝 = + (𝑅 + )
2𝐸𝐼 𝐸𝐼 2
Dan untuk defleksi vertikal,
𝜋𝑊𝑅 3 𝑊𝑏𝑅 2
∆𝑤 = +
4𝐸𝐼 𝐸𝐼
Dari rumus diatas dapat diketahui bahwa defleksi horizontal (∆𝑝) dan
defleksi vertikal (∆𝑤) berbanding lurus dengan pembebanan yang diberikan (𝑤).
Pada grafik ini juga menunjukan bahwa nilai defleksi horizontal dan vertikal aktual
yang lebih besar daripada teoritisnya, dimana garis defleksi aktual berada di atas
defleksi teoritis. Hal ini disebabkan karena:
a. Perubahan Modulus Young pada spesimen yang sering dipakai sehingga
menyebabkan spesimen lebih mudah terdefleksi
b. Perubahan inersia penampang spesimen yang disebabkan adanya perubahan
dimensi benda karena pembebanan statis, sedangkan dalam perhitungan teoritis
E dan I bernilai konstan
Dan dari Gambar 5.1 dan 5.2 terlihat bahwa pengaruh beban terhadap
defleksi memiliki trend yang proporsional, yaitu semakin tinggi beban yang
diberikan semakin besar pula defleksi yang terjadi. Hal ini disebabkan dengan
semakin tingginya beban berarti semakin besar pula gaya yang menekan beam,
sehingga semakin besar pula deformasi yang terjadi. Hal ini ditunjukkan dengan
semakin besarnya defleksi yang terjadi. Dari data juga terlihat bahwa defleksi
vertical pada spesimen 2 lebih tinggi dari pada spesimen 1.
Dari Gambar 5.1 dan 5.2 terlihat bahwa garis untuk data eksperimen,
simulasi dan kajian analitis jaraknya tidak begitu jauh. Bahkan garis untuk data
simulasi dan kajian analitis terlihat berimpit. Ini menunjukkan hasil simulasi dan
kajian analitis menunjukkan hasil yang sama. Namun untuk data eksperimen dan
simulasi harus diuji lagi dengan uji t.
5.2 Uji T
Perbandingan statistik data defleksi kearah vertikal dari hasil eksperimen
dan simulasi pada batang berbahan Carbon and low alloy steel dengan
menggunakan aplikasi SPSS, sebagai berikut :
Nilai t hitung adalah sebesar 4,903 dengan sig 0,001. Karena t hitung > t
tabel yaitu, 4,903 > 2,364 maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak, artinya rata-
rata hasil ekperimen dan simulasi dari uji defleksi kearah vertikal pada bahan
Carbon and low alloy steel adalah tidak sama atau berbeda. Dengan demikian dapat
dinyatakan bahwa defleksi ke arah vertikal yang terjadi dipengaruhi oleh jenis cara
uji.
Dari hasil uji t yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
antara data hasil eksperimen dengan data hasil simulasi. Hal ini menunjukkan
bahwa pemodelan bar, dan penggunaan kondisi batas pada simulasi kurang akurat.
Hal ini ditunjukkan dengan hasil-hasil yang diperoleh memiliki perbedaan dengan
hasil yang diperoleh dari eksperimen.
Kelebihan yang bisa didapatkan dengan simulasi adalah bahwa defleksi
yang diperoleh tidak hanya terbatas di ujung curved beam, namun bisa diperoleh
pada setiap titik sepanjang curved beam sesuai jumlah node yang kita buat.
Pada tabel coefficients pada kolom sig terdapat nilai sig .002, artinya nilai
tersebut signifikan karena kurang dari 0,05. Karena signifikan artinya ada pengaruh
antara variabel analitis terhadap variabel beban. Dengan demikian pengujian yang
paling berpengaruh adalah pengujian secara analitis.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Pembebanan memiliki pengaruh signifikan terhadap besarnya defleksi yang
terjadi. Semakin besar beban semakin besar pula defleksi yang terjadi. Defleksi
vertical lebih besar dibandingkan defleksi horizontal.
2. Spesimen berbahan Aluminium 1100 memiliki nilai defleksi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan spesimen berbahan Carbon and Low Alloy Steel dikarenakan
modulus elastisitas dari Aluminium 1100 lebih kecil dibandingkan dengan Carbon
and Low Alloy Steel.
3. Hasil yang diperoleh dari simulasi berbeda dengan hasil dari eksperimen,
dikarenakan beberapa faktor seperti : spesimen yang digunakan berulang kali
menyebabkan elastisitas bahan berkurang, pemodelan bars yang kurang akurat.
4. Dengan simulasi dapat diprediksi defleksi pada setiap titik sepanjang bar sesuai
node yang dibuat, tidak hanya terbatas di ujung curved bars.
5. Dapat dinyatakan bahwa defleksi ke arah vertikal yang terjadi dipengaruhi oleh
jenis cara uji. Dari hasil uji t dan uji ANOVA yang dilakukan menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan antara data hasil eksperimen, data hasil simulasi dan data hasil
analisis.
6. Pengujian yang paling berpengaruh adalah pengujian secara analitis.
6.2 Saran
- Lakukan pengujian sesuai dengan prosedur yang disarankan
- Dalam pengambilan dan pengolahan data praktikum harus dilakukan dengan
cermat agar data yang dihasilkan lebih akurat
- Saat praktikum sebaiknya pergunakan spesimen yang masih baru dan belum
pernah dilakukan pembebanan
Spesimen 1
Beban 50 gram
3,14 (50 𝑔𝑟𝑎𝑚)(75 𝑚𝑚)3 (50 𝑔𝑟𝑎𝑚)(75 𝑚𝑚)(75 𝑚𝑚)2
∆𝑤 = +
4 (2,04 × 107 )(58,5 𝑚𝑚2 ) (2,04 × 107 )(58,5 𝑚𝑚2 )
= 0,032 𝑚𝑚
Beban 100 gram
3,14 (100 𝑔𝑟𝑎𝑚)(75 𝑚𝑚)3 (100 𝑔𝑟𝑎𝑚)(75 𝑚𝑚)(75 𝑚𝑚)2
∆𝑤 = +
4 (2,04 × 107 )(58,5 𝑚𝑚2 ) (2,04 × 107 )(58,5 𝑚𝑚2 )
= 0,063 𝑚𝑚
Beban 150 gram
3,14 (150 𝑔𝑟𝑎𝑚)(75 𝑚𝑚)3 (150 𝑔𝑟𝑎𝑚)(75 𝑚𝑚)(75 𝑚𝑚)2
∆𝑤 = +
4 (2,04 × 107 )(58,5 𝑚𝑚2 ) (2,04 × 107 )(58,5 𝑚𝑚2 )
= 0,095 𝑚𝑚
Beban 200 gram
3,14 (200 𝑔𝑟𝑎𝑚)(75 𝑚𝑚)3 (200 𝑔𝑟𝑎𝑚)(75 𝑚𝑚)(75 𝑚𝑚)2
∆𝑤 = +
4 (2,04 × 107 )(58,5 𝑚𝑚2 ) (2,04 × 107 )(58,5 𝑚𝑚2 )
= 0,126 𝑚𝑚
Beban 250 gram
3,14 (250 𝑔𝑟𝑎𝑚)(75 𝑚𝑚)3 (250 𝑔𝑟𝑎𝑚)(75 𝑚𝑚)(75 𝑚𝑚)2
∆𝑤 = +
4 (2,04 × 107 )(58,5 𝑚𝑚2 ) (2,04 × 107 )(58,5 𝑚𝑚2 )
= 0,158 𝑚𝑚
Spesimen 2 :
Alumunium alloy 1100 b x h=26 x 3 mm
E = 69 GPa
a=0 R = 75 mm b = 75 mm