Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PRAKTIKUM

KEKUATAN BAHAN

FOTO
METODE INTEGRASI GANDA
3X4
UNTUK ANALISA DEFLEKSI BALOK

Oleh
Nama : MOH. RAJIV ROHMAN ARITAGA
NIM : 195100207111008
Kelompok : B7
Tgl praktikum : 31 Maret 2021

Asisten:
1. Amelia Puspita Mega Pratiwi
2. Lutvia Nurlatipah
3. Muhammad Nur Solehuddin Wahid

LABORATORIUM DAYA DAN MESIN PERTANIAN


JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembebanan sederhana bisanya disebut juga dengan balok sederhana. Pada balok
sederhana terdapat dua pembebanan. Pembebanan pada balok sederhana yang pertama
adalah beban luar yang berkerja pada masing-masing menerus dan yang kedua bekerja
di ujung-ujung balok sederhana. Kedua pembebanan tersebut mengacu pada persamaan
keserasian, tumpuan pada balok yang bersebalahan memiliki sudut rotasi yang sama.
Dalam desain dan perencanaan suatu konstruksi baja, salah satu hal yang perlu
ditindak lanjuti adalah menghitung defleksi pada elemen ketika mengalami suatu
pembebanan. Defleksi yang terjadi pada elemen yang mengalami pembebanan harus
berada pada suatu batas yang diizinkan agar dapat dicegah terjadi kerusakan pada
elemen-elemen tersebut. Oleh karena itu variabel yang memberi pengaruh terhadap
besar defleksi pada batang perlu diketahui, seperti pengaruh variasi panjang dan jumlah
pada pengujian superposisi.
Defleksi yang terjadi pada suatu batang akan berhubungan secara langsung dengan
regangan pada batang. Beban yang terjadi diantaranya yaitu beban aksial, beban lateral.
Metode integrasi ganda dipergunakan untuk mengetahui defleksi sepanjang bentang.
Metode integrasi ganda adalah metode yang digunakan untuk menurunkan persamaan
defleksi untuk analisis secara teoritis untuk pembanding dengan pengujian eksperimental.
Metode integrasi ganda dapat digunakan untuk mengetahui defleksi sepanjang poros.
1.2 Tujuan
1. Dapat menganalisa defleksi balok dengan metode integrasi ganda
2. Mengetahui dan memahami konsep defleksi pada pembebanan sederhana dan
cantilever
3. Menerapkan free body diagram pada sketsa sistem pembebanan
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Jelaskan Definisi Defleksi
Defleksi atau lendutan adalah perubahan bentuk yang terjadi pada balok dalam arah
y yang diakibatkan dengan adanya pembebanan vertikal yang diberikan pada batang
material. Defleksi yang terjadi mempengaruhi deformasi pada balok dan sesuai dengan
bahan material berdasarkan posisinya sebelum mengalami pembebanan. Defleksi diukur
dari permukaan netral awal ke posisi netral setelah terjadi deformasi. Deformasi dapat
dikatakan konfigurasi, dimana deformasi permukaan netral dikenal sebagai kurva elasti
dari balok (Basori, 2015).
Defleksi yang terjadi pada suatu batang akan berhubungan secara langsung dengan
regangan pada batang. Beban yang terjadi diantaranya yaitu beban aksial, beban lateral.
Beban aksial dibedakan menjadi beban tarik dan beban tekan. Keadaannya gaya yang
bekerja pada sumbu tiang sejajar disebut beban aksial. Selain itu juga ada keadaan ketika
gaya yang bekerja tegak lurus terhadap sumbu tiang dari fondasi tiang disebut beban
lateral (Ba’ist, 2020).
2.2 Jelaskan yang Dimaksud dengan Pembebanan Sederhana
Pembebanan sederhana sering disebut juga dengan balok sederhana. Pada balok
sederhana ini terdapat dua pembebanan. Pertama, beban luar yang bekerja dimasing-
masing balik menerus. Kedua, momen redundan yang bekerja di ujung-ujung balok
sederhana. Beban-beban ini akan menghasilkan sudut rotasi di masing-masing ujung
balok sederhana. Berdasarkan persamaan keserasian menyatakan bahwa di setiap
tumpuan pada dua balok yang bersebelahan harus memiliki sudut rotasi yang sama. Dari
persamaan keserasian didapatkan semua momen lentur redundan (Jasron, 2015).
Pembebanan sederhana merupakan suatu area dimana terdapat suatu elemen
struktur daerah pembebanan biasanya dapat diketahui dengan menemukan jalur-jalur
beban terdapat tahanan terhadap rotasi. Defleksi dan tegangan yang terjadi pada elemen-
elemen yang mengalami pembebanan harus pada suatu batas yang diijinkan. Jika
melewati melewati batas yang diijinkan maka akan terjadi kerusakan pada elemen-elemen
tersebut ataupun pada elemen-elemen lainnya (Basori, 2015).
2.3 Jelaskan yang Dimaksud dengan Pembebanan Cantilever
Kantilever adalah elemen struktural yang padat dan kaku, seperti balok atau pelat
yang ditancapkan pada salah satu ujungnya kemudian disambungkan ke bagian
penyangga. Pembebanan kantilever yaitu dimana beban yang diterima oleh benda yang
ditancapkan ke benda lain biasanya yaitu balok. Kantilever bersifat elastis linear dan
homogen isotropis. Sifat tersebut mengakibatkan terjadinya deformasi pada saat diberi
tekanan (Kanira, 2015).
Balok-balok beton kantilever adalah sistem utama tumpuan, dengan momen negatif.
Dalam konstruksi kantilever ini yang diperhatikan adalah pada ujung terjepit. Serta torsi
pada elemen balok yang menahan jepit tersebut, sebagai critical force. Aplikasi sistem
kantilever berdampak terhadap perubahan momen lentur dan torsi sehingga dimensi
balok yang digunakan harus disesuaikan terhadap panjang kantilever, dan hal ini perlu
dianalisis lebih dalam lagi (Wijaya, 2014).
2.4 Sebutkan dan Jelaskan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Defleksi
Banyak hal - hal yang mempengaruhi terjadinya defleksi diantarnya yaitu pertama
kekakuan batang. Benda ini yaitu batang memiliki sifat kaku maka lendutan yang
dihasilkan akan semakin kecil. Kedua yaitu jenis tumpuan yang diberikan. Besarnya
defleksi pada penggunaan tumpuan yang memiliki hasil yang berbeda-beda. Adanya
perbedaan posisi peletakan pembebanan dan besarnya beban yang diberikan
mempengaruhi perbedaan hasil defleksi yang diperoleh (Selleng, 2017).
Dalam proses simulasi penyambungan las dilakukan pengujian defleksi secara
eksperimental. Dari pengujian tersebut didapatkan beberpa faktor yang menyebabkan
defleksi yaitu ketidak sesuaian pengelasan, bahan yang tidak sesuai, tebal pengelasan,
dan posisi pengelasan. Dari hal tersebut dapat disimpulkan pula bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi defleksi antara lain struktur atau bentuk batang, bahan batang, ukuran
batang, dan jenis tumpuan yang digunakan (Akbar, 2018).
2.5 Sebutkan dan Jelaskan Macam-Macam Metode Pengukuran Defleksi
Salah satu metode untuk mendapatkan nilai defleksi pada plat adalah metode Moire.
Metode moire yaitu metode yang menggunakan prinsip superposisi antara garis yang
terletak pada plat dengan garis referensi. Salah satu keuntungan menggunakan metode
moire adalah sifat sensistifitasnya terhadap pergeseran (displacement). Oleh karena
aplikasi metode ini untuk pengukuran sangatlah tepat karena akan menghasilkan nilai
pengukuran dengan nilai akurasi yang tinggi (Effendi, 2014).
Defleksi adalah perubahan bentuk pada balok dalam arah y akibat adanya
pembebanan vertikal yang diberikan pada balok atau batang. Defleksi yang terjadi
disetiap titik pada batang tersebut dapat dihitung dengan berbagai metode, antara lain
metode Intergrasi ganda, luas bidang momen dan superposisi. Untuk luas bidang momen,
bidang diberi gaya vertikal kebawah menggunakan beberapa beban lalu defleksi diukur
dari permukaan netral awal ke posisi netral setelah terjadi deformasi. Konfigurasi yang
diasumsikan dengan deformasi permukaan netral dikenal sebagai kurva elastis dari balok
(Fuad, 2015).
Metode integrasi ganda adalah metode yang digunakan untuk menurunkan
persamaan defleksi untuk analisis secara teoritis untuk pembanding dengan pengujian
eksperimental. Metode integrasi ganda dapat digunakan untuk mengetahui defleksi
sepanjang poros. Permisalan yang digunakan untuk menyelesaikannya adalah defleksi
yang diakibatkan oleh gaya yang bekerja tegak lurus terhadap sumbu poros. Metode
integrasi ganda digunakan untuk analisis secara teoritis (Basselo, 2010).
2.6 Jelaskan yang Dimaksud dengan Metode Integrasi Ganda
Metode Integrasi Ganda merupakan metode dengan penyelesaian matematik yang
dapat digunakan pada perhitungan balok prismatis untuk solusi persamaan bagi geometri
yang rumit, pembebanan, dan sifat material tertentu. Pada metode ini, rumus defleksi
diperoleh dengan cara menurunkan persamaan defleksi sesuai dengan jenis tumpuan
yang digunakan. Pada metode integrasi ganda, rumus defleksi diperoleh dengan
menurunkan persamaan defleksi sesuai jenis tumpuan yang digunakan, sedangkan untuk
pengujian secara eksperimental dilakukan dengan memberikan pembebanan (Pala’biran,
2019).
Metode integrasi ganda digunakan untuk analisis secara teoritis, sedangkan metode
pengujian digunakan untuk analisis eksperimental. Adapun metode penelitian yang
dilakukan adalah dengan melakukan pengujian defleksi untuk menganalisis defleksi
secara eksperimental dan menggunakan metode integrasi ganda untuk menganalisis
secara teoritis. Pada analisis defleksi secara tepritis, metode integrasi ganda menjadi
dasar yang digunakan untuk menurunkan persamaan defleksi sesuai dengan tumpuan
sederhana (Selleng, 2017).
2.7 Jelaskan Definisi Free Body Diagram
Free body diagram merupakan diagram terpisah untuk tiap benda atau sistem yang
memperlihatkan semua gaya yang bekerja pada tiap benda atau sistem yang
memperlihatkan semua gaya yang bekerja pada tiap benda atau sistem. Menurut Sutrisno
(1997) diagram benda bebas (free body diagram) adalah diagram yang menunjukkanarah
dan besar relative yang bekerja pada suatu benda tertentu. FBD merupakan salah satu
cabang mekanika yang dapat direpresentasikan dalam bentuk diagram, bentuk grafik
lengkap dengan variabel-variabel gaya (Nurhayani, 2015).
Free body diagram yaitu representasi diagram di mana seseorang hanya berfokus
pada objek yang menarik dan pada gaya yang diberikan padanya oleh objek lain. Free
body diagram merupakan ilustrasi grafis yang digunakan untuk memvisualisasikan gaya
yang diterapkan, gerakan, dan reaksi yang dihasilkan pada benda dalam kondisi tertentu.
Diagram benda bebas meringkas informasi paling penting tentang situasi fisik yang
dijelaskan dalam masalah mekanik atau pun juga sarana untuk memecahkan masalah
yang rumit ke dalam segmen yang dapat dikelola (Mesic, 2017).
BAB III
METODE
3.1 Alat Bahan dan Fungsi
No. Alat bahan Fungsi
1. Beban 1 dan 2 Sebagai bahan perlakuan
2. Pembebanan sederhana Sebagai bahan perlakuan, dimana terdiri dari plat
dan statif
3. Pembebanan Cantilever Sebagai bahan perlakuan, dimana terdiri dari plat
dan statif
4. Penggaris Sebagai alat ukur panjang dan lebar plat
5. Busur Untuk mengukur sudut
6. Jangka sorong Untuk mengukur ketebalan plat
7. Statif Untuk penyangga alat
8. Plat Untuk menopang beban
9. Tali Untuk mengikat beban
10. Timbangan analitik Untuk mengukur massa beban

3.2 Cara Kerja


3.2.1 Pembebanan Cantilever

Alat dan bahan


Disiapkan

Beban 1 dan 2
Ditimbang

Dimensi Plat
Diukur

Titik Pembebanan
Ditentukan titik pembebanan (⅓ L,
⅔ L, dan L)
Tinggi tiap titik
Diukur tinggi awal tiap titik
pembebanan sebagai H0

Beban 1 dan 2
Diletakkan beban 1 dan 2 pada
masing-masing titik secara
bergantian
H1 dan Sudut
Diukur perubahan tinggi sebagai H1
dan sudut, kemudian dicatat
sebagai hasil
Hasil
3.2.2 Pembebanan Sederhana

Alat dan bahan

Disiapkan
Beban 1 dan 2

Ditimbang

Dimensi Plat

Diukur

Titik Pembebanan
Ditentukan titik pembebanan (¼ L,
½ L, dan ¾ L)

Tinggi tiap titik


Diukur tinggi awal tiap titik
pembebanan sebagai H0

Beban 1 dan 2
Diletakkan beban 1 dan 2 pada
masing-masing titik secara
bergantian
H1 dan Sudut
Diukur perubahan tinggi sebagai H1
dan sudut, kemudian dicatat
sebagai hasil
Hasil
3.3 Gambar Alat
No Gambar Nama
1 Beban 1 dan 2

2 Pembebanan Sederhana

3 Penggaris

4 Busur

5 Jangka Sorong

6 Statif

7 Plat

8 Tali

9 Timbangan Analitik

10 Pembebanan Kantilever
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Free Body Diagram
4.1.1 Pembebanan Cantilever
4.1.2 Pembebanan Sederhana

4.2 Data Hasil Praktikum


m1 = 250 gram = 0,25 kg
m2 = 269 gram = 0,269 kg
g = 9,81 m/s2
E = 7x1010 N/m2

W1= m1 x g = 2,4525 Kg m/s2


W2= m2 x g = 2,63889 Kg m/s2

1. Defleksi Pembebanan Cantilever


Panjang plat (L) = 30 cm = 0,3 m
Lebar plat (b) = 3,1 cm = 0,031 m
Tebal plat (h) = 0,08 cm = 0,0008 m
1 1
I = 12 b x h3 = 12 x 0,031 x 0,00083 = 1,3227 x 10-12 m
a. Beban 1 (W1 = 2,4525 N)
Letak L1 (m) h0 (m) h1 (m) θ ukur θ hitung y ukur y hitung
Beban (m) (m)

⅓L 0,1 m 0,322 m 0,312 m 6° 0,13° 0,01 m 0,0088 m

⅔L 0,2 m 0,317 m 0,261 m 11,5° 0,53° 0,056 m 0,0706 m

L 0,3 m 0,316 cm 0,171 m 14° 1,19° 0,145 m 0,2384 m

SUDUT DEFLEKSI

𝑊𝐿21 2,4525 × 0,12


𝜃 (1⁄3L) = = = 0,13°
2𝐸𝐼 2(7 x 1010 N/m2 )(1,3227 x 10−12 m)

𝑊𝐿21 2,4525 × 0,22


𝜃 (2⁄3L) = = = 0,53°
2𝐸𝐼 2(7 x 1010 N/m2 )(1,3227 x 10−12 m)

𝑊𝐿2 2,4525 × 0,32


𝜃 (L) = = = 1,19°
2𝐸𝐼 2(7 x 1010 N/m2 )(1,3227 x 10−12 m)

DEFLEKSI
𝑊𝐿31 2,4525 × 0,13
𝑌 (1⁄3L) = = = 0,0088 m
3𝐸𝐼 3(7 x 1010 N/m2 )(1,3227 x 10−12 m)

𝑊𝐿31 2,4525 × 0,13


𝑌 (2⁄3L) = = = 0,0706 m
3𝐸𝐼 3(7 x 1010 N/m2 )(1,3227 x 10−12 m)

𝑊𝐿31 2,4525 × 0,13


𝑌 (L) = = = 0,2384 m
3𝐸𝐼 3(7 x 1010 N/m2 )(1,3227 x 10−12 m)

MOMEN
M (⅓ L) = W.L1 = 2,4525 x 0,1 = 0,24525 N.m
M (⅔ L) = W.L1 = 2,4525 x 0,2 = 0,4905 N.m
M (L) = W.L = 2,4525 x 0,3 = 0,73575 N.m

b. Beban 2 (W2 = 2,63889 N)


Letak L1 (m) h0 (m) h1 (m) θ ukur θ hitung y ukur y hitung
Beban (m) (m)

⅓L 0,1 m 0,322 m 0,312 m 7° 0,14° 0,01 m 0,0095 m

⅔L 0,2 m 0,317 m 0,257 m 12° 0,57° 0,06 m 0,076 m

L 0,3 m 0,316 cm 0,168 m 16° 1,28° 0,148 m 0,25651 m


SUDUT DEFLEKSI

𝑊𝐿21 2,63889 × 0,12


𝜃 (1⁄3L) = = = 0,14°
2𝐸𝐼 2(7 x 1010 N/m2 )(1,3227 x 10−12 m)

𝑊𝐿21 2,63889 × 0,12


𝜃 (2⁄3L) = = = 0,57°
2𝐸𝐼 2(7 x 1010 N/m2 )(1,3227 x 10−12 m)

𝑊𝐿2 2,63889 × 0,12


𝜃 (L) = = = 1,28°
2𝐸𝐼 2(7 x 1010 N/m2 )(1,3227 x 10−12 m)

DEFLEKSI
𝑊𝐿31 2,63889 × 0,13
𝑌 (1⁄3L) = = = 0,0095 m
3𝐸𝐼 3(7 x 1010 N/m2 )(1,3227 x 10−12 m)

𝑊𝐿31 2,63889 × 0,13


𝑌 (2⁄3L) = = = 0,076 m
3𝐸𝐼 3(7 x 1010 N/m2 )(1,3227 x 10−12 m)

𝑊𝐿31 2,63889 × 0,13


𝑌 (L) = = = 0,25651 m
3𝐸𝐼 3(7 x 1010 N/m2 )(1,3227 x 10−12 m)

MOMEN
M (⅓ L) = W.L1 = 2,63889 x 0,1 = 0,263889 N.m
M (⅔ L) = W.L1 = 2,63889 x 0,2 = 0,527778 N.m
M (L) = W.L = 2,63889 x 0,3 = 0,791667 N.m

2. Defleksi Pembebanan Sederhana


Panjang plat (L) = 59 cm = 0,59 m
Lebar plat (b) = 3,5 cm = 0,035 m
Tebal plat (h) = 0,08 cm = 0,0008 m
1 1
I = 12 b x h3 = 12 x 0,035 x 0,00083 = 1,49 x 10-12 m

a. Beban 1 (W1 = 2,4525 N)


Letak a = L1 b = L- h0 (m) h1 (m) θ ukur θ hitung y ukur y hitung
Beban (m) L1 (m) (m) (m)
¼ L 0.148 0.442 0.327 0,32 1,7° 0,448° 0,007 m 0,057 m

½ L 0,295 0.295 0.326 0,314 2° 0,512° 0,012 m 0,101 m

¾L 0,443 0.147 0.327 0,32 1° 0,383° 0,007 m 0,056 m

Nb: L1 dan besar sudut diukur pada salah satu ujung pembebanan.

SUDUT DEFLEKSI
𝑊𝑎𝑏 (𝑏 + 𝐿) (2,4525(0,148)(0,442))(0,442 + 0,59)
𝜃 (1⁄4L) = = = 0,448°
6𝐿𝐸𝐼 6(0.59)(7 × 1010 )(1.49𝑥 10−12 )
𝑊𝐿² (2,4525)(0,59)²
𝜃 (1⁄2L) = = = 0,512°
16𝐸𝐼 (16)(7 × 1010 )(1.49𝑥 10−12 )

𝑊𝑎𝑏(𝑏 + 𝐿) (2,4525(0,443)(0,147))(0,147 + 0,59)


𝜃 (3⁄4L) = = = 0,383°
6𝐿𝐸𝐼 (6)(0.59)(7 × 1010 )(1.49𝑥 10−12 )

DEFLEKSI
Wa²b² 2,4525(0,148)²(0,442)²
𝑌 (1⁄4L) = = = 0,057 m
3EIL (3)(7𝑥1010 )(1,49 × 10−12 )(0,59)

WL³ 2,4525(0,59)³
𝑌 (1⁄2L) = = = 0,101 m
48EI (48)(7𝑥1010 )(1,49𝑥10−12 )

2,4525(0,147)²(0,443)²
𝑌 (3⁄4L) =
Wa²b²
= = 0,056 m
3EIL (3)(7𝑥1010 )(1,49 × 10−12 )(0,59)

MOMEN
𝑊𝑎𝑏 (2,4525)(0,148)(0,442)
𝑀𝐴 (1⁄4L) = = = 0,272 Nm
𝐿 0,59

𝑊𝐿 (2,4525)(0,59)
𝑀𝐴 (1⁄2L) = = = 0,362 Nm
4 4

𝑊𝑎𝑏 (2,4525)(0,147)(0,443)
𝑀𝐴 (3⁄4L) = = = 0,271 Nm
𝐿 0,59

a. Beban 2 (W2 = 2,63889 N)


Letak a = L1 b = L- h0 (m) h1 (m) θ ukur θ hitung y ukur y hitung
Beban (m) L1 (m) (m) (m)
¼ L 0,148 0.442 0,327 m 0,319 m 1,5° 0,4825° 0,008 m 0,061 m

½ L 0,295 0.295 0,326 m 0,315 m 2° 0,551° 0,011 m 0,108 m

¾L 0,443 0.147 0,327 m 0,32 m 1° 0,343° 0,007 m 0,061 m

Nb: L1 dan besar sudut diukur pada salah satu ujung pembebanan.

SUDUT DEFLEKSI
𝑊𝑎𝑏 (𝑏 + 𝐿) (2,63889(0,148)(0,442))(0,442 + 0,59)
𝜃 (1⁄4L) = = = 0,4825°
6𝐿𝐸𝐼 (6)(0.59)(7 × 1010 )(1.49𝑥 10−12 )

𝑊𝐿² (2,63889)(0,59)²
𝜃 (1⁄2L) = = = 0,551°
16𝐸𝐼 (16)(7 × 1010 )(1.49𝑥 10−12 )
𝑊𝑎𝑏(𝑏 + 𝐿) (2,63889(0,443)(0,147))(0,147 + 0,59)
𝜃 (3⁄4L) = = = 0,343°
6𝐿𝐸𝐼 (6)(0.59)(7 × 1010 )(1.49𝑥 10−12 )

DEFLEKSI
Wa²b² (2,63889)(0,148)²(0,442)²
𝑌 (1⁄4L) = = = 0,061 m
3EIL (3)(7𝑥1010 )(1,49 × 10−12 )(0,59)

WL³ (2,63889)(0,59)³
𝑌 (1⁄2L) = = = 0,108 m
48EI (48)(7𝑥1010 )(1,49𝑥10−12 )

Wa²b² (2,63889)(0,147)²(0,443)²
𝑌 (3⁄4L) = = = 0,061 m
3EIL (3)(7𝑥1010 )(1,49 × 10−12 )(0,59)

MOMEN
𝑊𝑎𝑏 (2,63889)(0,148)(0,442)
𝑀𝐴 (1⁄4L) = = = 0,293 Nm
𝐿 0,59

𝑊𝐿 (2,63889)(0,59)
𝑀𝐴 (1⁄2L) = = = 0,389 Nm
4 4

𝑊𝑎𝑏 (2,63889)(0,147)(0,443)
𝑀𝐴 (3⁄4L) = = = 0,291 Nm
𝐿 0,59

4.3 Momen yang Dihasilkan dari Perhitungan Sistem Pembebanan Cantilever dan
Pembebanan Sederhana
Setelah praktikum didapatkan data, kemudian data tersebut dihutung momennya.
Rumus dari momen yaitu W dikali L. Setelah melakukan perhitungan didapatkan hasil
pada pembebanan cantilever beban 1 (W1= 2,4525 N) pada posisi ⅓L, ⅔L, dan L
diperoleh berturut-turut adalah 0,24525 Nm; 0,4905 Nm; dan 0,73575 Nm. Perhitungan
momen dari beban kedua (W2= 2,63889 N) pada posisi ⅓L, ⅔L, dan L diperoleh berturut-
turut adalah 0,263889 Nm; 0,527778 Nm; dan 0,791667 Nm.
Setelah praktikum didapatkan data, kemudian data tersebut dihutung momennya.
Rumus dari momen yaitu W dikali L. Setelah melakukan perhitungan didapatkan hasil
pada pembebanan sederhana beban 1 (W1= 2,4525 N) pada posisi ¼L, ½L, dan ¾L
diperoleh berturut-turut adalah 0,272 Nm; 0,362 Nm; dan 0,271 Nm. Perhitungan momen
dari beban kedua (W2= 2,63889 N) pada posisi ¼ L, ½ L, dan ¾ L diperoleh berturut-turut
adalah 0,293 Nm; 0,389 Nm; dan 0,291 Nm.
Pada cantilever memiliki arah yang sama yaitu semakin besar. Maka semakin
panjang jarak maka momennya semakin besar. Hubungannya yaitu berbanding lurus.
Sedangkan pada pembebanan sederhana diperoleh kesimpulan bahwa momen yang
dihasilkan pada beban 1 dan 2 memiliki nilai yang sama pada titik ¼ L dan ¾ L dan
memiliki nilai momen terbesar pada titik ½ L, hal tersebut didasari oleh momen bertambah
dari tumpuan kiri sampai ke titik tengah bentangan dan kemudian berkurang sampai ke
tumpuan kanan.
4.4 Perbandingan Defleksi yang Diperoleh dari Hasil Praktikum dengan Teoritis (Y
hitung) pada Sistem Pembebanan Cantilever dan Pembebanan Sederhana
Pada perbandingan antara defleksi yang diperoleh dan dihitung memiliki hasil yang
berbeda ketika di sistem pembebanan sederhana maupun cantilever.Pada Pembebanan
cantilever Hasil pengukuran defleksi untuk beban 1 pada posisi ⅓L, ⅔L, dan L diperoleh
berturut-turut adalah 0,01 m; 0,056 m; dan 0,145 m. Sedangkan, hasil pengukuran secara
teoritis untuk beban 1 pada posisi ⅓L, ⅔L, dan L diperoleh berturut-turut adalah 0,0088
m; 0,0706 m; dan 0,2384 m. Hasil pengukuran defleksi untuk beban 2 pada posisi ⅓L,
⅔L, dan L diperoleh berturut-turut adalah 0,01 m; 0,06 m; dan 0,148 m. Sedangkan, hasil
pengukuran secara teoritis untuk beban 2 pada posisi ⅓L, ⅔L, dan L diperoleh berturut-
turut adalah 0,0095 m; 0,076 m; dan 0,25651 m.
Pada pembebanan sederhana Hasil pengukuran defleksi untuk beban 1 pada posisi
¼L, ½L, dan ¾L diperoleh berturut-turut adalah 0,007 m; 0,012 m; dan 0,007 m.
Sedangkan, hasil pengukuran secara teoritis untuk beban 1 pada posisi ¼L, ½L, dan ¾L
diperoleh berturut-turut adalah 0,057 m; 0,101 m; dan 0,056 m. Hasil pengukuran defleksi
untuk beban 2 pada posisi ¼L, ½L, dan L diperoleh berturut-turut adalah 0,008 m; 0,011
m; dan 0,007 m. Sedangkan, hasil pengukuran secara teoritis untuk beban 2 pada posisi
¼L, ½L, dan ¾L diperoleh berturut-turut adalah 0,061 m; 0,108 m; dan 0,061 m.
Hasil yang berbeda ketika di sistem pembebanan sederhana maupun cantilever
mungkin karena rumus perhitungan yang cukup rumit dan juga terdapat kesalahan atau
kurang teliti ketika mengukur secara langsung. Semakin panjang jarak maka y ukurnya
semakin besar. Sedangkan untuk y hitung pada data kedua selalu turun kemudian
kembali naik pada data ketiga. Besarnya defleksi secara eksperimen lebih kecil jika
dibandingkan dengan hasil perhitungan secara teoritis.
4.5 Perbandingan Defleksi yang Dihasilkan Antara Sistem Pembebanan Cantilever
dengan Pembebanan Sederhana (dibandingkan dengan literatur)
Peningkatan defleksi yang terjadi seiring dengan besarnya gaya yang diberikan
padanya. Adanya perbedaan posisi peletakan pembebanan dan besarnya beban yang
diberikan mempengaruhi perbedaan hasil defleksi yang diperoleh. Pada pembebanan
kantilever defleksi yang terjadi pada titik dekat perletakan beban akan lebih kecil
dibandingkan dengan defleksi yang terjadi pada titik yang lebih jauh dari perletakan
beban. Sedangkan untuk pembebanan sederhana perubahan defleksi hanya terjadi pada
titik ½ L, dimana besarnya defleksi pada titik ¼ L dan ¾ L memiliki nilai defleksi yang
sama.
Pada pembebanan kantilever defleksi yang dihasilkan lebih besar dibanding dengan
pembebanan sederhana. Hal ini disebabkan karena jumlah penyangga yang menyangga
statis. Pada pembebanan kantilever memiliki satu penyangga pada salah satu ujungnya
namun pada pembebanan sederhana terdapat dua titik tumpuan di kedua ujungnya. Hal
tesebut ketika di beri beban maka defleksi yang dihasikan berbeda. Hal ini sudah sesuai
dengan literatur yang menyatakan bahwa hasil defleksi lebih besar ketika pembebanan
kantilever (Syam, 2017).
4.6 Analisa Grafik pada Sistem Pembebanan Cantilever dan Pembebanan Sederhana
(dibandingkan dengan literatur)
4.6.1 Grafik Hubungan antara Jarak dengan Momen

Dari data hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa nilai momen tertinggi berada pada
jarak terjauh, terjadi peningkatan nilai momen akibat adanya penambahan jarak, sehingga
dari data hasil praktikum tersebut dapat disimpulkan Hubungan jarak dengan momen yaitu
berbanding lurus. Semakin panjang jarak maka semakin besar momennya. Hal ini sudah
sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa semakin jaraknya jauh maka semain
besar momennya (Armeyn, 2012).
4.6.2 Grafik Hubungan antara Jarak dengan Defleksi

Terjadi peningkatan nilai defleksi akibat adanya penambahan jarak sehingga dari
data hasil praktikum dapat disumpulkan bahwa Hubungan jarak dengan defleksi yaitu
berbanding lurus. Semakin panjang jarak maka semakin besar defleksinya. Hal ini sesuai
dengan literatur yang menyatakan bahwa semakin panjang jarak maka defleksinya
semakin besar (Sunardi, 2016).
4.6.3 Grafik Hubungan antara Momen dengan Defleksi

Terjadi peningkatan nilai defleksi akibat adanya penambahan momen, sehingga dari
data hasil praktikum tersebut dapat disimpulkan bahwa hubungan momen dengan defleksi
yaitu berbanding lurus. Semakin besar momen maka semakin besar defleksinya. Hal ini
sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa semakin besar momen maka defleksinya
semakin besar (Rokhman, 2012).
4.7 Hubungan Antara Beban dengan Defleksi pada Sistem Pembebanan Cantilever dan
Pembebanan Sederhana (dibandingkan dengan literatur)
Peningkatan defleksi yang terjadi seiring dengan besarnya beban yang diberikan
padanya. Adanya perbedaan posisi peletakan pembebanan dan besarnya beban yang
diberikan mempengaruhi perbedaan hasil defleksi yang diperoleh. Defleksi dipengaruhi
oleh beberapa hal, salah satunya adalah beban.
Pada data yang diperoleh pada praktikum Hubungan antara beban dengan defleksi
pada sistem pembebanan cantilever maupun sistem pembebanan sederhana adalah
linier. Hal ini bergantung pada penyangga. Sehingga kejadian ini sudah sesuai dengan
literatur yang menyatakan bahwa hubungan beban dengan defleksi yaitu berbanding
lurus. Semakin berat beban maka semakin besar defleksinya sesuai dengan banyaknya
penyangga (Pala’biran, 2019).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Praktikum ini meiliki tujuan untuk menganalisa defleksi balok dengan metode
integrasi ganda, mengetahui dan memahami konsep defleksi pada pembebanan
sederhana dan cantilever, serta menerapkan free body diagram pada sketsa sistem
pembebanan. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diperoleh beberapa
kesimpulan. Defleksi adalah perubahan bentuk pada plat yang terjadi akibat adanya
pembebanan baik itu secara vertikal maupun horizontal. Dalam mengetahui defleksi
dalam praktikum ini menggunakan metode pembebanan cantilever yaitu dimana beban
yang diterima oleh benda yang ditancapkan ke benda lain biasanya yaitu balok. Faktor-
faktor yang mempengaruhi defleksi yaitu jenis plat,massa, dimensi, jarak, penumpu dan
cara pemberian beban. Metode integrasi ganda adalah metode yang digunakan untuk
menurunkan persamaan defleksi untuk analisis secara teoritis untuk pembanding dengan
pengujian eksperimental. Dari hasil praktikum yang telah dilaksanakan maka di peroleh
data yang dimana hasilnya hubungan antara jarak dengan momen yaitu berbanding lurus.
Lalu hubungan antara jarak dengan defleksi yaitu berbanding lurus. Dan yang terakhir
hubungan antara defleksi dengan momen berbanding lurus.
5.2 Kritik dan Saran
Harusnya praktikum ini dilakukan secara offline dengan menerapkan protokol
kesehatan. Karena dengan praktik secara langsung, praktikan bisa mengetahui dengan
jelas bagaimana cara melakukan uji metode integrasi ganda untuk analisa defleksi balok.
Dan praktikan juga bisa tahu secara langsung apa saja bahan-bahan dan alat yang
digunakan untuk praktikum ini beserta bagian-bagiannya.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, A. dan Hajar I. 2018. Analisis Defleksi Engine Stand Suzuki Vitara Dengan Metode
Simulasi. Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur, 6(1): 13-16
Armeyn. 2012. Analisa Kajian Hubungan Momen Kurvatur Pada Balok Beton Bertulang.
Jurnal Momentum, 12(1): 15-27
Ba’ist A. J, Togani C. U, Henry A, Untoro N. 2020.Defleksi Lateral Tiang Tunggal Akibat
Beban Lateral Pada Tanah Lempung Berdasarkan Komparasi Tiga Metode. Jurnal
Teknik Sipil, 15(4): 225-234
Basori, Syafrizal, Suharwanto. 2015. Analisis Defleksi Batang Lentur Menggunakan
Tumpuan Jepit dan Rol Pada Material Alumunium 6063 Profil U dengan Beban
Terdistribusi. Jurnal Konversi Energi dan Manufaktur UNJ, 6(1): 50-58
Basselo, D., Stenly, T., Michael, R. 2010. Optimasi Diameter Poros Terhadap Variasi
Diameter Sproket Pada Roda Belakang Sepda Motor. Jurnal Online Poros Teknik
Mesin, 3(1): 37-51
Effendi, M. K., Agus, S. P., Ari, S.Y., Hanif, P. 2014. Aplikasi Penggunaan Metode Moire
Pattern untuk Mengetahui Karakteristik Sebaran Nilai Stress-Displacement pada
Material Baja AISI 304 Berbasis Image Processing. Jurnal Teknik Mesin, 15(1): 35-42
Fuad, M. A. 2015. Analisis Defleksi Rangka Mobil Listrik Berbasis Angkutan Massal
Menggunakan Metode Elemen Hingga. [Skripsi]. Semarang: Fakultas Teknik
Universitas Negeri Semarang
Jasron, J. U. 2015. Analisis Pengaruh Letak Bahan Terhadap Defleksi Balok Segi Empat
Dengan Tumpuan Engsel – Roll – Roll. Jurnal Rekayasa Mesin, 6(2): 167-170
Kanira, W., Evi, N., Neva, S. 2015. Pemodelan Matematika Dari Perambatan Retak Di Dalam
Balok Kantilever. Jurnal Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster), 4(1): 77-
84
Mesic V, Sabaheta M, Elvedin H, Natala E. 2017. Free-Body Diagrams and Problem Solving
in Mechanics: An Example of The Effectiveness of Self-Constructed Representations.
European J of Physics Education, 7(3): 53-67
Nurhayani, Mansyur J., Darsikin., 2015. Kualitas Diagram Benda Bebas buatan Siswa dalam
Physhisc problem Solving. Jurnal Sains dan teknologi Tadulako, 4(3): 28-35
Rokhman A., 2012. Pengaruh Terjadinya First Crack terhadap laju Peningkatan Momen
Negatif Tumpuan Pada Balok Beton. Jurnal Konstruksia, 4(1): 1-7
Pala’biran, O. A., Reky, S. W., Ronny, P. 2019. Perhitungan Ledutan Balok Takper Kantilever
dengan Menggunakan SAP2000. Jurnal Sipil Statik, 7(8): 1039-1048
Selleng K. 2017. Analisis Defleksi Pada Material Baja Karbon Rendah dengan Menggunakan
Variasi Posisi Pembebanan. Jurnal Mekanikal, 8(2): 768-776
Sunardi., Erny, L., Muhamad, S. 2016. Pengaruh Jarak Sel Bukaan Balok Terhadap
Kekuatan Material dan Karateristik Getaran. Jurnal Teknik Mesin, 2(2): 6-10
Syam, M. S. 2017. Desain Bracket Pada Struktur Kantilever. [Skripsi]. Gowa: Fakultas
Teknik. Universitas Hasanuddin
Wijaya, P. K. 2014. Tekuk Torsi lateral Balok I Kantilever Non Prismatis. Jurnal Teknik Sipil.
21(2): 107–120
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai