Anda di halaman 1dari 7

KONSERVASI DAN REHABILITASI LAHAN

REVIEW JURNAL INTERNASIONAL


“APLIKASI DARI PALEOEKOLOGI UNTUK KONSERVASI
LAHAN GAMBUT DI MOSSDALE MOOR, UNITED KINGDOM”

Direview Oleh :
Nama : Yulio Putra Bramastra
NIM : 114160070
Kelas :A
Dosen Pengampu : Eni Muryani, S.Si.,M.Sc.

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA
2018

REVIEW JURNAL
A. Identitas Jurnal

“Application of Paleoecology for Peatland


Judul Conservatsion at Mosssdale Moor, UK”

Penulis J. McCarroll, dkk


Centre for Environmental Change and Quaternary
Reasearch, School of Natural and Social Sciences,
Lembaga Penulis
University of Gloucestershire, Francis Close Hall
Campus, Swindon Road, Cheltenham, GL 4AZ, UK
Terbit 24 Maret 2012

Lembaga Penerbit Elsevier


www.elsevier.com/locate/jafrearsci
Jurnal
Jumlah Halaman 9

B. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Secara global, keberadaan lahan gambut menutupi 3 – 4% permukaan bumi.
Kebanyakan lahan gambut didunia berasal dari masa holosen dan kandungan
deposit didalamnya membawa catatan sejarah perkembangan vegetasi. Di barat laut
Eropa terdapat dua formasi utama lahan gambut ombrotrophik (mires) yaitu raised
bogs dan blanket bogs. Dan sisanya ditemukan didaerah pesisir dari Irlandia barat
dan Norwegia. Di Inggris sendiri lahan gambut ditedapat pada ketinggian diatas
400 m dan berada pada daerah yang sekarang ini mempunyai curah hujan lebih dari
1250 mm pertahun. Daerah ini terususun seluruhnya oleh formasi rawa blanket
dengan luasan 25,000 km2, yang mana merupakan 10% dari total lahan gambut
dunia.
Lahan gambut rentan terhadap degradasi dan ini yang terjadi di UK. Degradasi
dan erosi di daerah ini mempunyai dampak signifikan terhadap ekologi termasuk
hilangnya habitat dan biodiversitas. Terdapat juga dampak ekonomi yang bertumpu
pada penggunaan lahan gambut, seperti hilangnya lahan untuk merumput dan
berburu, penurunan kapasistas area tangkapan air dan pencemaran air disekitar.
Lahan gambut juga mempunyai peran dalam menjaga konsentrasi karbon
dioksida dan methan diatmosfer. Perusakan oleh manusia pada ekosistem ini dapat
mengurangi simpanan karbon pada permukaan bumi dan terlepas keatmosfer yang
kemudian dapat menyebabakan efek rumah kaca yang mana berkontribusi dalam
perubahan iklim.
Ekosistem lahan gambut di UK telah dipertimbangkan sebagai kepentingan
nasional dan internasional, dan telah diprediksikan bahwa kerusakan lahan gambut
akan menunjukan hasil yang sebanding terhadap perubahan iklim dan menambah
erosi lebih dari 10 tahun ini. Vegetasi yang mencirikan lahan gambut yang belum
terganggu tidak lagi dijumpai hampir sebagian besar lahan gambut di UK, dan yang
tersisa dari lahan yang telah rusak ini yaitu tanaman didominasi jenis graminoids
seperti Eriophorum vaginatum.
Dalam langkah melakukan konservasi lahan gambut dan memulihkan lahan
yang telah terdegradasi dibutuhkan pemahaman tentang penyebab dari perubahan
secara lokal untuk menetapkan respon yang tepat pada level kondisi tersebut.
2. Daerah Penelitian
a. Tujuan penelitian paleoekologi di Mossdale Moor
Tujuan dari penelitian ini adalah unutk mendukung dan menginformasikan
dalam langkah konservasi dengan menentukan vegetasi yang pernah ada pada
lahan gambut yang telah terdegradasi. Data paleoekologi memabawa informasi
tentang tumbuhan yang sebelumnya telah tumbuh serta perkembangannya, dan
perubahan yang pernah terjadi sebelumnya dan juga hubungannya dengan
perubahan iklim.
b. Deskiripsi Area
Mossdale Moor adalah lahan gambut yang terdegradasi berlokasi di Upper
Wnsleydale, Yorkshire Utara, UK (Lihat Gambar 1.). Lokasi coring berada pada
plateu kecil didasar jurang dibagian utara Widdale Fell. Terjadi erosi skala kecil
pada daerah tersebut, sebagian mempunyai ketebalan 3 m dari lapisan batuan
dasar.
Gambar 1. Peta Persebaran Gambut di Inggris.
3. Metodologi Penelitian
a. Metode Sampling
Panduan coring telah mengacu pada ACCROTELM Reasearch Project
dimana hasil koring dilakukan overlapping, difoto, dan dideskribsi
menggunakan metode Troels Smith (1995). Sampel kemudian dimasukkan
kedalam plastik sampel dengan label dan dimasukkan kedalam tas yang rapat
kemudian dimasukkan kedalam penyimpanan pada suhu 4 ᵒC.
b. Metode Analisis Lab
Digunakan metode rentang paleoekologi mengikuti panduan pengembangan
terkhusus untuk gambut, termasuk juga didalamnya analisis kerentanan,
analisis serbuk sari, analisis humifikasi, analisis fosil tanaman makro, analisis
batu bara dan analisis partikel speroidal karbonatan. Kerentanan magnetik
diukur di laboratorium menggunakan Sistem Bartington MS2 setiap 0,5 cm
sebelum subsampling dari inti pada interval 1 cm. Serbuk sari fosil disiapkan
dan dianalisis dalam interval minimal 4 cm, menggunakan modifikasi
metodologi berdasarkan pada Bas van Geel (1978) dan serbuk sari protokol
yang digunakan oleh Chambers et al. (2011). Analisis kation humus diukur
pada Interval 1 cm sesuai dengan protokol yang diuraikan dalam Chambers et
al. (2011) menggunakan teknik ekstraksi alkali dan kolorimetri, dimana asam
humat yang dihasilkan selama penguraian adalah hasil ekstraksi.
akselerator
4. Pembahasan
Mossdale Moor mempunyai stratigrafi permukaan yang disusun sedimen
lempung dan lapisan sangat humus diatasnya. Komposisi bahan organik pada
lapisan ini sangat sulit ditentukan. Diatas lapisan ini terdapat lapisan tebal rumput
Turfa (Th) gambut, sebagian besar terdiri dari akar tanaman herba. Diagram
makrofosil tanaman dibagi menjadi 5 biostrati-zona grafis (Gbr. 2) berdasarkan
perubahan komposisi spesies yang tercatat. Zona MDM2-1 ditandai oleh UOM
tinggi (tidak teridentifikasi) (Bahan Organik) (di atas 80% pada kedalaman 150
cm), akar monokotil (sekitar 17% pada kedalaman 160 cm cm) dan butiran kuarsa
(di atas 50% pada kedalaman 170 cm). Monokot daun / batang dan akar E.
Vaginatum juga hadir dan jumlah jamur Cennococcum lebih tinggi zona ini dari
yang lain. Di zona MDM2-2, UOM berfluktuasi dan mencapai tinggi 85% pada
105 cm dan rendah 35% pada kedalaman 107 cm. Akar E. vaginatum mencapai
sekitar 30% pada kedalaman 115 cm dan Scheuchzeria palustris adalah juga hadir
di kedalaman 125 cm dan 110 cm pada 5%. Akar monokot meningkat di seluruh
zona, mulai sekitar 10% pada 127,5 cm kedalaman dan meningkat hingga 30%
pada kedalaman 107 cm. Equisetum flvviileile adalah juga hadir di zona ini. C.
vulgaris hadir di zona MDM2-3, mencapai 20% pada 100 cm mendalam dan tidak
hadir sejauh ini di titik lain di seluruh profil. E. vaginatum meningkat menjadi
kurang-lebih 30% pada kedalaman 70 cm dan S. palustris mencapai maksimum
12% dan tetap relatif konstan di seluruh. Cennococcum fungi juga hadir pada
kedalaman 80 cm dan persentase monokot meningkat menjadi hampir 40% pada
kedalaman 100 cm. UOM menurun hingga maksimal sekitar 70% pada 90 cm dan
kedalaman 110 cm dibandingkan dengan maksimum hampir 90% di zona
sebelumnya (MDM2 e 2). E. vaginatum daun / batang berfluktuasi di zona MDM2-
4, dari yang rendah kurang dari 10% pada kedalaman 55 cm ke tinggi 25% pada
kedalaman 57,5 cm. Sphagnum muncul, khususnya Sphagnum jenis Acutifolia,
yang mana didahului oleh kehadiran S. palustris pada kedalaman 65 cm. Persentase
dari total Sphagnum diidentifikasi mencapai 65% di sekitar Kedalaman 30 cm
dengan 80% ini terbuat dari Sphagnum molle. UOM berada pada titik terendah,
jatuh ke sekitar 10% pada kedalaman 25 cm dan maksimum 70% pada kedalaman
65 cm. Di zona MDM2-5, akar monokot mencapai tinggi 50% pada 7 cm
kedalaman dan P. commune dan Vaccinium oxycoccus keduanya hadir mencapai
level tertinggi mereka di seluruh profil di 5%. UOM persentase relatif rendah
dibandingkan dengan sisanya profil, mencapai maksimum 30%.
5. Kesimpulan
Jumlah tanaman Sphagnum yang sedikit telah diamati pada sampel tumbuhan
makrofosil yang mana menunjukan saat adanya spora dari Sphagnum terjadi
dekompoisisi yang tinggi. Potensi pengawetan yang buruk di bawah kedalaman
65 cm juga didukung oleh tingkat UOM yang tinggi. Untuk menyelidiki apakah
ini kasusnya, adalah mungkin untuk menggunakan biomarker analisis untuk
melihat apakah ada jejak Sphagnum yang hadir di sini kedalaman meskipun tidak
adanya Sphagnum di makrofosil tanaman.Penggunaan biomarker dalam analisis
lahan gambut menjadi lebih banyak luas dan direkomendasikan untuk digunakan
dalam studi iklim dan oleh karena itu disarankan sebagai arah masa depan dalam
jenis yang diterapkan ini studi paleeoecological. Penutup sphagnum aktif rawa
gambut tampaknya menjadi yang paling efisien dalam hal karbon dan oleh
karena itu penting untuk memahami apa Sphagnum masa lalu terdiri dari,
terutama ke tingkat spesies karena beberapa dianggap sebagai gambut sedangkan
yang lain tidak.

REFERENSI

ACCROTELM., 2006. ACCROTELM: Abrupt Climate Changes Recorded Over the


Eu-Ropean Land
Mass.http://www2.glos.ac.uk/accrotelm/index.html#anchor57487.

Appleby, P.G., Shotyk, W., Fankhauser, A., 1997. Lead-210 age dating of three peat
cores in the Jura Mountains, Switzerland. Water, Air, and Soil Pollution 100,
223e231.

Atherton, I., Bosanquet, S., Lawley, M., 2010. Mosses and Liverworts of Britain and
Ireland a Field Guide. British Bryological Society.

Bain, C., Bonn, A., Stoneman, R., Chapman, S., Coupar, A., Evans, M., Gearey, B.,
Howat, M., Joosten, H., Keenleyside, C., 2011. IUCN UK Commission of
Inquiry on Peatlands. IUCN UK Peatland Programme, Edinburgh.

Barber, K.E., 1981. Peat Stratigraphy and Climatic Change: a Palaeoecological Test
ofthe Theory of Cyclic Peat Bog Regeneration. A.A.Balkema, Rotterdam.

Barber, K.E., Chambers, F.M., Maddy, D., 2003. Holocene palaeoclimates from peat
stratigraphy: macrofossil proxy climate records from three oceanic raised
bogs in England and Ireland. Quaternary Science Reviews 22, 521e539.

Barber, K.E., Chambers, F.M., Maddy, D., Stoneman, R., Brew, J.S., 1994. A
sensitive high-resolution record of late Holocene climatic change from a
raised bog in northern England. The Holocene 4 (2), 198e205.

Barber, K.E., Langdon, P.G., 2007. What drives the peat-based palaeoclimate record?
A critical test using multi-proxy climate records from northern Britain.
Quaternary Science Reviews 26, 3318e3327.

Birks, H.J.B., 1996. Contributions of Quaternary palaeoecology to nature


conservation.Journal of Vegetation Science 7, 89e98.

Birks, H.J.B., 2012. Ecological palaeoecology and conservation biology:


controversies, challenges, and compromises. International Journal of
Biodiversity Science, Ecosystem Services & Management 8, 292e304.

Blackford, J., Chambers, F., 1995. Proxy climate record for the last 1000 years from
Irish blanket peat and a possible link to solar variability. Earth and Planetary
Science Letters 133, 145e150.

Anda mungkin juga menyukai