BAB VI
BEAM DEFLECTION APPARATUS
B. Rol
Rol merupakan tumpuan yang hanya dapat menerima gaya reaksi vertikal.
4. Jenis Beban
Pada beban terdistribusi merata slope yang terjadi pada bagian balok yang paling
dekat lebih besar dari slope titik. Ini karena sepanjang balok mengalami beban sedangkan
pada beban titik hanya terjadi pada beban titik tertentu saja. Jenis-jenis pembebanan
antara lain:
A. Beban Terpusat
Titik kerja pada balok dapat dianggap berupa titik karena luas kontaknya kecil.
B. Beban Merata
Disebut beban merata karena terdistribusi merata disepanjang balok dan
dinyatakan dalam qm (kg/m atau kN/m).
ukuran tetap
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2019)
6.1.3 Momen
Momen adalah kecenderungan sebuah gaya yang dimiliki suatu benda untuk berputar
terhadap sumbu tertentu dari benda tersebut. Bila didefinisikan dari persamaannya adalah
hasil perkalian dari besar gaya (F) dengan jarak tegak lururs (d).
M = F . d ..................................................................................................... (6-1)
Keterangan :
M = Momen (N.m)
F = Gaya (N)
d = Jarak tegak lurus (m)
Arah momen gaya ada 2, yaitu searah putaran jarum jam (CW/Clock Wise) dan
berlawanan arah putaran jarum jam (CCW/Counter Clock Wise). Jika CW (Clock Wise)
maka bernilai positif dan sebaliknya. Macam-macam momen:
1. Momen Gaya (Torsi)
Momen gaya (torsi) adalah sebuah besaran yang menyatakan besarnya gaya yang
bekerja pada sebuah benda sehingga mengakibatkan benda tersebut berotasi. Besarnya
momen gaya (torsi) tergantung pada gaya yang dikeluarkan serta jarak antara sumbu
putaran dan letak gaya.Dengan adanya momen gaya maka benda akan mengalami
perubahan kecepatan sudut. Momen gaya merupakan besaran vektor dan secara
T = F . r ........................................................................................................ (6-2)
Keterangan :
T = Momen gaya (N.m)
F = Gaya (N)
r = Jarak tegak lurus (m)
2. Momen Kopel
Momen kopel adalah pasangan dua buah gaya yang sama besar berlawanan arah dan
sejajar. Besarnya kopel dinyatakan dengan momen kopel (M). Momen kopel merupakan
besaran vektor dengan satuan Nm. Pengaruh kopel terhadap benda yaitu dapat
menyebabkan benda berotasi.
𝑀 = 𝐹 . 𝑑 ...................................................................................................... (6-3)
Keterangan :
M = Momen kopel (Nm)
F = Gaya (N)
d = Jarak antara kedua gaya (m)
3. Momen Inersia
Momen inersia merupakan ukuran kelembaman suatu benda untuk berotasi terhadap
porosnya. Momen inersia berperan dalam dinamika dasar, menentukan hubungan antara
I = k . m . r2 ……........................................................................................... (6-4)
Keterangan :
I = Momen inersia (Kgm2)
k = Konstanta inersia (Kgm2)
m = Massa (Kg)
r = Jari-jari objek dari pusat massa (m)
4. Momen Bending
Momen bending adalah jumlah dari semua komponen momen gaya luar yang bekerja
pada segmen yang terisolasi, yaitu beban luar yang bekerja tegak lurus sepanjang sumbu
axis. Sebagai contoh momen bending adalah terjadi pada jemuran baju.
= …………………………………………………………………(6-5)
𝑄𝑖 = ……………………………………………………………(6-6)
Keterangan :
Qi = Gaya (N)
U = Energi regangan (Nm)
qi = Perpindahan (m)
2. Teorema Castigliano II
Teori ini digunakan untuk menghitung perpindahan dari suatu struktur elastis
sebagai persamaan gaya (Qi), maka turunan parsial dari energi regangan terhadap
persamaan gaya memberikan persamaan perpindahan (qi) searah (Qi). Secara
matematis, dirumuskan sebagai:
𝑞𝑖 = ……………………………………………………………(6-7)
Keterangan :
Qi = Gaya (N)
U = Energi regangan (Nm)
qi = Perpindahan (m)
𝐸𝐼 = 𝑀 ………………………………………………………(6-8)
Keterangan :
y = Defleksi vertikal (m)
x = Defleksi horizontal (m)
E = Modulus elastisitas (N/m2)
I = Momen inersia (m4)
M = Momen (Nm)
D. Metode Superposisi
Metode superposisi berguna hanya apabila rumus untuk defleksi dan kemiringan
telah tersedia. Untuk memudahkannya, lihat tabel dibawah ini.
2. Pengujian defleksi pada simply supported beam (beam dengan tumpuan sendi)
1. Atur jarak antar bearer/tumpuan sendi (l) pada skala sehingga sesuai dengan panjang
spesimen yang akan diuji
2. Letakkan spesimen yang akan diuji pada bearer/tumpuan
3. Letakkan loadhanger di tengah-tengah spesimen, lalu letakkan dial indikator di atas
lengan loadhanger tepat di tengah. Kalibrasikan dial indikator agar jarum penunjuk
pada dial indikator menunjukkan angka nol.
4. Catat pembacaan defleksi pada dial indikator untuk setiap variasi beban pada
loadhanger dan plot kedalam grafik.
5. Untuk pengujian akibat penambahan l:
Spesimen 1 (l = 400 mm ; b = 20 mm ; d = 3,2 mm)
Spesimen 2 (l = 500 mm ; b = 20 mm ; d = 3,2 mm)
6. Untuk pengujian akibat penambahan b:
Spesimen 3 (l = 700 mm ; b = 20 mm ; d = 3,2 mm)
Spesimen 4 (l = 700mm ; b = 24,65 mm ; d = 3,2 mm)
7. Untuk pengujian akibat penambahan d:
Spesimen 5 (l = 700 mm ; b = 25 mm ; d = 6,1 mm)
Spesimen 6 (l = 700 mm ; b = 25 mm ; d = 8 mm)
Percobaan 1 l = 600 mm a = 50 mm
Tabel 6.2
Data Hasil Pengujian Defleksi Teoritis Cantilever Beam Spesimen 5 dan 6
Besar defleksi Teoritis (m)
Cantilever Beam
No Pembebanan (N)
Spesimen
Spesimen 5
6
1 5 0,0060446 0,0026797
2 10 0,0120891 0,0053594
3 15 0,0181337 0,0080391
4 20 0,0241782 0,0107188
Tabel 6.4
Data Hasil Pengujian Defleksi Teoritis Overhang Beam
Besar Defleksi Teoritis (m)
Pembebanan
No Overhang Beam
(m)
Δ a1 =50 Δ a2 =100 Δ a3 =150 Δ a4 =200
1 5 0,0000527 0,0000732 0,0000703 0,0000527
2 10 0,0001055 0,0001465 0,0001406 0,0001055
3 15 0,0001582 0,0002197 0,0002109 0,0001582
4 20 0,0002109 0,0002930 0,0002813 0,0002109
Tabel 6.5
Data Hasil Pengujian Defleksi Aktual Cantilever Beam Spesimen 5 dan 6
Cantilever Beam Cantilever Beam
Pembebanan (Newton) Spesimen 5 Spesimen 6
(m) (m)
5 0,00206 0,004315
10 0,0047 0,009825
15 0,0068 0,0147
20 0,0084 0,018955
Tabel 6.7
Data Hasil Pengujian Defleksi Aktual Overhang Beam
4𝑊𝑙
𝛿= …………………………………………………..……………....……(6-9)
𝐸𝑏𝑑
Keterangan:
δ = Defleksi (m)
W = Beban (N)
l = Panjang spesimen (m)
E = Modulus Young (N/m2)
b = Lebar spesimen (m)
d = Tebal spesimen (m)
𝑊𝑙
𝛿= ………………………………………………………………….....(6-10)
4𝐸𝑏𝑑
3𝑊𝑎𝑙
𝛿= ……………………………………………………………………(6-11)
2𝐸𝑏𝑑
Keterangan:
a = Panjang overhang (m)
0,03
0,025
0,02
Defleksi (m)
Spesimen 5
0,015
0,01 Spesimen 6
0,005
0
0 5 10 15 20 25
Beban (N)
Gambar 6.12 Grafik Pengaruh Pembebanan Terhadap Defleksi Teoritis pada Cantilever
Beam
𝛿= ……………………………………………………………………(6-12)
0,02
0,018
0,016
0,014
0,012
Defleksi (m)
0,01
Spesimen 5
0,008 Spesimen 6
0,006
0,004
0,002
0
0 5 10 15 20 25
Beban (N)
Gambar 6.13 Grafik Pengaruh Pembebanan Terhadap Defleksi Aktual pada Cantilever
Beam
Grafik diatas menunjukkan hubungan antara pembebanan terhadap defleksi aktual pada
cantilever beam pada spesimen 5 dengan grafik berwarna biru dan spesimen 6 dengan grafik
berwarna merah dengan variasi pembebanan 5N, 10N, 15N dan 20N.
Faktor yang menyebabkan perbedaan nilai defleksi pada cantilever beam antara
spesimen 5 dengan dan spesimen 6 adalah tebal spesimen yang berbeda. Pada grafik dapat
dilihat bahwa spesimen 5 memiliki nilai defleksi lebih besar daripada spesimen 6 pada setiap
variasi beban. Hal ini disebabkan oleh spesimen 5 memiliki ketebalan 6,1 mm yang lebih
kecil daripada spesimen 6 yang memiliki tebal 8 mm.
Dari grafik dapat dilihat bahwa nilai defleksi aktual spesimen 5 dan 6 lebih kecil dari
defleksi teoritis. Sementara untuk urutannya dari tinggi ke rendah yaitu spesimen 5 teoritis,
spesimen 6 teoritis, spesimen 5 aktual dan urutan terakhir spesimen 6 aktual. Hal ini sesuai
dengan dasar teori dimana ketebalan spesimen berbanding terbalik terhadap nilai defleksi,
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi penyimpangan pada nilai defleksi aktual
terhadap pembebanan pada cantilever beam pada spesimen 5 dan spesimen 6.
Nilai Defleksi teoritis yang lebih besar dari pada defleksi aktual disebabkan karena
kesalahan dalam metode meletakkan beban yang tidak terlalu di ujung.
0,014
0,012
0,01 Spesimen 1
Spesimen 2
Defleksi (m)
0,008
Spesimen 3
0,006
Spesimen 4
0,004
Spesimen 5
0,002
Spesimen 6
0
0 5 10 15 20 25
Beban (N)
Gambar 6.14 Grafik Pengaruh Pembebanan Terhadap Defleksi Teoritis pada Simply
Supported Beam
𝛿= ……………………………………………………………………(6-13)
0,016
0,014
0,012
Spesimen 1
Defleksi (m)
0,01
Spesimen 2
0,008
Spesimen 3
0,006 Spesimen 4
0,004 Spesimen 5
Spesimen 6
0,002
0
0 5 10 15 20 25
Beban (N)
Gambar 6.15 Grafik Pengaruh Pembebanan terhadap Defleksi Aktual pada Simply
Supported Beam
Grafik diatas menunjukkan hubungan antara pembebanan terhadap defleksi aktual pada
simply supported beampada spesimen 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 dengan grafik berwarna biru tua,
merah,hijau,ungu,biru muda,jingga dengan variasi pembebanan 5N, 10N, 15N dan 20N.
Dari grafik dapat dilihat bahwa secara aktual juga defleksi spesimen 2 lebih besar
daripada spesimen 1. Hal ini sesuai dasar teori dimana semakin panjang panjang spesimen
maka nilai defleksinya semakin besar pula. Dapat dilihat juga bahwa secara aktual defleksi
spesimen 3 lebih besar daripada spesimen 4. Hal ini sesuai dengan dasar teori dimana
semakin kecil lebar spesimen maka defleksinya akan semakin besar. Ketebalan spesimen 3
dan 4 adalah sebesar 3,2 mm dan nilai tersebut lebih kecil dari spesimen 5 (d= 6,1 mm) dan
spesimen 6 (d = 8 mm) sehingga defleksi spesimen 3 dan 4 lebih tinggi daripada spesimen
5 dan 6. Spesimen 1,2,3, dan 4 memiliki d yang sama (d = 3,2 mm), tetapi panjang spesimen
1 (l = 400mm) dan 2 (l = 500mm) lebih kecil daripada panjang spesimen 3 dan 4, sehingga
defleksi spesimen 3 dan 4 lebih tinggi dibandingkan dengan spesimen 1 dan 2.
Data hasil percobaan menunjukan bahwa semakin besar beban maka semakin besar
defleksi. Urutan besar defleksi berdasarkan jenis spesimen dari yang terbesar adalah 3, 4, 2,
1, 5, 6. Hal ini dengan sesuai dengan dasar teori dimana panjang spesimen berbanding lurus
terhadap defleksi, sedangkan lebar dan ketebalan spesimen berbanding terbalik terhadap
defleksi. Pada hasil percobaan terlihat bahwa semakin besar beban maka defleksi juga
0,00035
0,0003
0,00025
a = 50
Defleksi (m)
0,0002
a = 100
0,00015 a = 150
a = 200
0,0001
0,00005
0
0 5 10 15 20 25
Beban (N)
Gambar 6.16 Grafik Pengaruh Pembebanan Terhadap Defleksi Teoritis pada Overhang
Beam
Grafik diatas menunjukkan hubungan antara pembebanan terhadap defleksi teoritis pada
overhang beampada spesimen 6 dengan a = 0,05 m, a = 0,1 m, a = 0,15 m dan a = 0,2 m
dengan variasi pembebanan 5N, 10N, 15N dan 20N. Nilai a adalah panjang overhang.
Faktor yang menyebabkan perbedaan nilai defleksi pada overhang beam adalah panjang
overhang yang berbeda (0,05 m; 0,1 m; 0,15 m; dan 0,2 m). Jika panjang overhang berubah,
jarak antar tumpuan (l) juga berubah. Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi besarnya
nilai defleksi.
. Dapat dilihat bahwa panjang overhang (a) dan jarak antar tumpuan (l) berbanding lurus
terhadap nilai defleksi. Hal ini sesuai dengan rumus :
𝛿= ……………………………………………………………………(6-14)
0,0003
0,00025
0,0002 a1 = 50
Defleksi (m)
0,00015
a2 = 100
0,0001
a3 = 150
0,00005
a4 = 200
0
0 5 10 15 20 25
Beban (N)
Gambar 6.17 Grafik Pengaruh Pembebanan Terhadap Defleksi Aktual pada Overhang
Beam.
Grafik diatas menunjukkan hubungan antara pembebanan terhadap defleksi aktual pada
overhang beam pada spesimen 6 dengan a = 0,05 m dengar grafik berwarna biru, a = 0,1 m
dengan grafik berwarna merah, a = 0,15 m dengan grafik berwarna hijau dan a = 0,2 m
dengan grafik berwarna ungu,dengan variasi pembebanan 5N, 10N, 15N dan 20N. Nilai a
adalah panjang overhang.
Pada grafik dapat dilihat bahwa spesimen dengan a = 0,15 m memiliki nilai defleksi
paling besar diikuti spesimen dengan a = 0,1 m lalu spesimen dengan a = 0,2 m dan yang
terakhir specimen dengan a = 0,05 m. Terlihat pula pada pembebanan 5 N, 10 N, 15 N
dengan a = 0,1 m menunjukkan bahwa kecenderungan defleksinya sama besar besar dengan
defleksi dengan a = 0,05 m pada pembebanan yang sama.
Berdasarkan dasar teori semakin besar beban maka semakin besar pula defleksi. Defleksi
teoritis dan aktual seharusnya sama.
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa data hasil percobaan menunjukan bahwa
semakin besar beban maka semakin besar defleksi. Urutan besar defleksi berdasarkan variasi
a dari yang paling besar adalah a2, a3, a1 dan a4. Defleksi teoritis lebih besar dari aktual
karena kesalahan dalam menempatkan beban yang tidak terlalu di ujung.
1. Pada cantilever beam, defleksi terbesar dialami oleh spesimen 5 dan yang paling rendah
adalah spesimen 6. Hal ini disebabkan oleh spesimen 5 memiliki ketebalan 6,1 mm yang
lebih kecil daripada spesimen 6 yang memiliki tebal 8 mm. Jadi sesuai dengan dasar
teori babhwa semakin kecil tebal spesimen maka semakin besar pula defleksi yang
dialami.
2. Pada simply supported beam, defleksi terbesar dialami oleh spesimen 3 dan yang paling
rendah adalah spesimen 6. Hal ini sesuai dengan dasar teori dimana semakin kecil lebar
spesimen maka defleksinya akan semakin besar.
3. Pada overhang beam, defleksi terbesar dialami oleh variasi a2 = 100 mm, dan yang
paling rendah adalah variasi a4 = 200 mm dan a1 = 50 mm.
6.6.2 Saran
1. Diharapkan untuk laboratorium melengkapi berbagai alat dan keperluan yang menunjang
pembelajaran di Laboratorium Fenomena Dasar Mesin serta melakukan pengecekan dan
perawatan secara berkala agar berbagai macam alat yang ada di Laboratorium tetap dalam
kondisi yang baik.
2. Diharapkan kedepannya praktikum Fenomena Dasar Mesin dapat ditingkatkan lagi dalam
hal pengujian yang akan dilakukan serta alat praktikum yang digunakan semakin baik.
3. Diharapkan kepada tim asisten Laboratorium Fenomena Dasar Mesin agar dapat terus
meningkatkan wawasan serta membaginya kepada praktikan.
4. Diharapkan untuk praktikan agar dapat memperhatikan dengan baik lagi perihal timeline
serangkaian kegiatan Praktikum Fenomena Dasar Mesin serta lebih aktif lagi untuk
mempersiapkan segala hal yang diperlukan untuk menunjang berjalannya kegiatan agar
dapat mengikuti serangkain kegiatan Praktikum Fenomena Dasar Mesin dengan baik dan
benar.