APPARATUS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penerapan ilmu-ilmu dasar penunjang di bidang teknik mesin seperti Statika
Struktur, Mekanika Fluida, dan Getaran Mekanik pada saat ini berkembang sangat
pesat. Penerapan fenomena dasar mesin diberikan sedekat mungkin dengan
kenyataan yang ada di lapangan, sehingga mahasiswa dapat mengetahui, mengerti,
dan memahami fenomena-fenomena yang terjadi dengan peralatan-peralatan yang
sudah menjadi standar praktikum dan penelitian (Khairul, 2018).
Perkembangan cara berfikir manusia, disertai dengan sistem pendidikan yang
mapan, memungkinkan masyarakat untuk berpikir kritis, kreatif dan produktif.,
misalnya suatu perencanaan yang perlu mempertimbangkan segala pengaruh,
seluruh resiko harus diminimalkan. terutama dalam sistem. Pengaruh-pengaruh
tersebut dapat berasal dari luar ataupun dari sistem itu sendiri. Suatu sistem yang
baik memiliki banyak keunggulan dan sedikit resiko, salah satunya
memperhitungkan jenis material dari komponen (Noordyah, 2014)
Pemilihan material yang sesuai memberikan efek yang positif terhadap sistem.
Sebelumnya suatu material perlu diuji untuk mengetahui kekuatan material tersebut
dalam pengaruh gaya maupun beban, salah satunya defleksi, yang merupakan suatu
fenomena perubahan pada spesimen dalam arah vertical dan horizontal akibat
adanya pembebanan yang diberikan. Salah satu persoalan yang sangat penting
diperhatikan dalam perhitungan defleksi/lendutan dan tegangan pada elemen-
elemen yaitu ketika spesimen mengalami suatu pembebanan. Hal tersebut sangat
penting terutama dari segi kekuatan (strength) dan kekakuan (stiffness).
Defleksi selalu ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, oleh sebab itu seorang
engineer harus memperhitungkan defleksi yang terjadi. Jika tidak dihitung berapa
defleksi yang terjadi maka akan berakibat fatal bagi penggunanya, karena nilai
defleksi yang besar akan mengurangi faktor safety pada struktur tersebut, maka dari
itu, defleksi harus dianalisa dan dihitung secara akurat dan presisi.
1.3 Manfaat
1. Praktikum diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang fenomena-
fenomena yang terjadi pada defleksi.
2. Praktikum diharapkan mampu menerapkan ilmu yang didapat pada praktikum
defleksi ke dunia kerja nantinya apabila diperlukan.
3. Dapat menghitung dan membandingkan hasil dari 3 macam cara yang digunakan
dalam analisa defleksi.
(a) (b)
Gambar 2.1 (a) Defleksi Vertikal Sebelum Pembebanan (b) Defleksi Vertikal
Setelah Pembebanan
Sumber: Vitor Dias (2005, 426)
(a) (b)
Gambar 2.9 (a) Batang Sebelum Terdefleksi , (b) Batang Setelah Terdefleksi
Sumber: Bansal (2007, 511)
U
Qi = (2.1)
Qi
U
qi = (2.2)
Qi
Contohnya pada beam kantilever lurus dan tipis dengan beban P di ujung, dan
perpindahan pada ujungnya dapat ditemukan dengan teori kedua Castigliano:
Dimana, E adalah Modulus Young dan I adalah momen inersia penampang dan
M(L) = P × L adalah pernyataan untuk momen pada titik berjarak L dari ujung,
maka:
L PL2 PL3
= ∫0 EI
dL = 3EI
(2.5)
2.9 Momen
Momen merupakan gaya yang diaplikasikan terhadap body dan menyebabkan
kecenderungan untuk merotasi body tersebut, sehingga memindahkan titik pada
gaya (Hibbeler, 2005). Penyebab terjadinya gerak translasi adalah gaya, sedangkan
pada gerak rotasi penyebab berputarnya benda dinamakan momen gaya (torsi).
Momen Gaya (F) adalah gaya dikali jarak/lengan. Arah gaya dan arah jarak harus
tegak lurus.
a. Benda panjang: = Fl
b. Benda berjari jari: = Fr
Momen inersia adalah ukuran kelembaman suatu benda untuk berotasi
terhadap porosnya. Momen inersia berperan dalam dinamika rotasi seperti massa
dalam dinamika dasar, menentukan hubungan antara momentum sudut dan
kecepatan sudut, menuntukan momen gaya dan percepatan sudut, juga beberapa
besaran lain. Lambang I atau J digunakan untuk merujuk kepada momen inersia.
Definisi sederhana momen inersia (terhadap sumbu rotasi tertentu) dari
sembarang objek, baik massa titik atau struktur tiga dimensi, ditunjukan oleh
persamaan:
I = r2 dm (2.6)
bh3
Ix =
3
2. Segi tiga
bh3
Ix =
36
bh3
Ix =
12
3. Lingkaran
r 4
Ix =
4
r 4
J =
2
4. Setengah lingkaran
r 4
Ix = Iy =
8
Iy = 0.11r 4
6. Elips
ab3
Ix =
4
ba3
Iy =
4
(a)
(b) (c)
Gambar 2.12 (a) Pembebanan pada Beam (b). Defleksi Setelah Pembebanan (c).
Diagram Pembebanan Arah Reaksi
Sumber: Vitor Dias (2005, 306)
A Mdx
= ∫B (2.7)
EI
(rn −r)d
ε = (2.8)
r
E(rA −r)d
= E = (2.9)
r
Ed r
= (2.14)
(rA −r)
π Pr3
δU 2 cos2 θ Pr30
∆p = = ∫02 dθ = (2.15)
δP EI 4EI
δM
M = Prc cos + Hrc (1 − sin θ) dan = rc (1 − sin ) (2.16)
δH
jika
δM
M δH = Pr03 (1 − sin )cos (2.17)
maka diperoleh
π
δU Pr32 (1−sin θ) cos θdθ Pr3
∆k = δH = ∫02 dθ = 2EIc (2.18)
EI
dan
WaR2 R W ab2 b2 R
∆p = [a 2 − 1 + 2 ] + EI [abr + bR2 + + ] (2.20)
EI 2 2
Output dari software berupa penyebaran defleksi secara merata dan didapatkan
defleksi maksimal sesuai dengan beban yang diberikan. Penyebaran defleksi merata
dari minimum sampai ke maksimum. Perbedaan warna setiap region merupakan
indikator penyebaran tegangan yang timbul. Perlakuan yang sama dengan analisis
sebelumnya harus sesuai dengan input pada software.
B. Dial Indicator
Dial Indicator digunakan untuk menentukan besarnya pergerakan secara
vertikal pada material yang akan di ujikan, pada pengujian kali ini penggunaanalat
ini di tempatkan pada ujung spesimen. Tingkat ketelitian yang digunakan adalah
maksimal mencapai 10 mm.
C. Pemberat
Pemberat terdiri dari 10 bagian masing-masing memiliki berat sama yakni 50
gram dengan spesifikasi terbuat dari besi. Pemberat ini pun menjadi alat vital
karena menjadi beban utama yang digunakan pada pengujian defleksi.
E. Jangka Sorong
Jangka sorong digunakan untuk mengukur ketebalan dan diameter benda uji
defleksi. Alat tersebut memiliki fungsi yang sama dengan mistar, namun
penggunaan jangka sorong sendiri dinilai lebih memiliki tingkat ketelitian yang
tinggi sehingga lebih condong untuk pengukuran skala kecil. Ketelitian yang
dipakai yakni 0,5 mm.
HASIL PENELITIAN
E = 200 Gpa
a = 0 mm
b = 0 mm
R = 150 mm
E = 69 Gpa
a=0
b=0
R = 150 mm
Spesimen 1 (a = 0, b = 0, 1 1
R= 150 mm, E = 200 𝐼= 𝑏ℎ3 = 26 𝑚𝑚 ∙ (3𝑚𝑚)3 = 58,5𝑚𝑚4
12 12
GPa)
Defleksi vertikal (∆w) ∆w = 0,5550650480 mm
W=m∙g
M = 300 gram
M = 50 gram πWR3
f. ∆w =
πWR3 4EI
a. ∆w = 4EI π ∙ 2,94 N ∙ (150 mm)3
∆w =
π ∙ 0,49 N ∙ (150 mm)3 4 ∙ 200 GPa ∙ 58,5 mm4
∆w =
4 ∙ 200 GPa ∙ 58,5 mm4 ∆w = 0,6660780576 mm
∆w = 0,1110130096 mm
M = 350 gram
M = 100 gram
πWR3
g. ∆w =
πWR3 4EI
b. ∆w = π ∙ 3,43 N ∙ (150 mm)3
4EI
∆w =
π ∙ 0,98 N ∙ (150 mm)3 4 ∙ 200 GPa ∙ 58,5 mm4
∆w =
4 ∙ 200 GPa ∙ 58,5 mm4 ∆w = 0,7770910672 mm
∆w = 0,2220260193 mm M = 400 gram
M = 150 gram πWR3
h. ∆w =
4EI
πWR3 π ∙ 3,92 N ∙ (150 mm)3
c. ∆w = ∆w =
4EI
4 ∙ 200 GPa ∙ 58,5 mm4
π ∙ 1,47 N ∙ (150 mm)3
∆w = ∆w = 0,88810400768 mm
4 ∙ 200 GPa ∙ 58,5 mm4
∆w = 0,3330390289 mm M = 450 gram
πWR3
M = 200 gram i. ∆w = 4EI
πWR3
d. ∆w = π ∙ 4,41 N ∙ (150 mm)3
4EI ∆w =
4 ∙ 200 GPa ∙ 58,5 mm4
π ∙ 1,96 N ∙ (150 mm)3
∆w = ∆w = 0,9991170864 mm
4 ∙ 200 GPa ∙ 58,5 mm4
∆w = 0,4440520384 mm M = 500 gram
πWR3
M = 250 gram j. ∆w = 4EI
πWR3
e. ∆w = π ∙ 4,90 N ∙ (150 mm)3
4EI ∆w =
4 ∙ 200 GPa ∙ 58,5 mm4
π ∙ 2,45 N ∙ (150 mm)3
∆w = ∆w = 1,110130096 mm
4 ∙ 200 GPa ∙ 58,5 mm4
Spesimen 2 (a = 0, b = 0, 1 1
𝐼= 𝑏ℎ3 = 26 𝑚𝑚 ∙ (3𝑚𝑚)3 = 58,5𝑚𝑚4
R= 150 mm, E = 69 GPa) 12 12
∆w = 1,608884198 mm
Gambar 4.2 Hasil Pengujian Bahan Steel Dengan Beban 100 Gram
Gambar 4.3 Hasil Pengujian Bahan Steel Dengan Beban 150 Gram
Gambar 4.4 Hasil Pengujian Bahan Steel Dengan Beban 200 Gram
Gambar 4.5 Hasil Pengujian Bahan Steel Dengan Beban 250 Gram
Gambar 4.6 Hasil Pengujian Bahan Steel Dengan Beban 300 Gram
Gambar 4.7 Hasil Pengujian Bahan Steel Dengan Beban 350 Gram
Gambar 4.8 Hasil Pengujian Bahan Steel Dengan Beban 400 Gram
Gambar 4.9 Hasil Pengujian Bahan Steel Dengan Beban 450 Gram
Gambar 4.10 Hasil Pengujian Bahan Steel Dengan Beban 500 Gram
b. Spesimen 2
Gambar 4.12 Hasil Pengujian Bahan Aluminium Dengan Beban 100 Gram
Gambar 4.13 Hasil Pengujian Bahan Aluminium Dengan Beban 150 Gram
Gambar 4.14 Hasil Pengujian Bahan Aluminium Dengan Beban 200 Gram
Gambar 4.15 Hasil Pengujian Bahan Aluminium Dengan Beban 250 Gram
Gambar 4.16 Hasil Pengujian Bahan Aluminium Dengan Beban 300 Gram
Gambar 4.17 Hasil Pengujian Bahan Aluminium Dengan Beban 350 Gram
Gambar 4.18 Hasil Pengujian Bahan Aluminium Dengan Beban 400 Gram
Gambar 4.19 Hasil Pengujian Bahan Aluminium Dengan Beban 450 Gram
Gambar 4.20 Hasil Pengujian Bahan Aluminium Dengan Beban 500 Gram
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
0 100 200 300 400 500 600
beban (gram)
steel aluminium
Gambar 5.1 Perbandingan Hasil Uji Visual Carbon and Low Alloy Steel dan
Aluminium Alloy 1100
Berdasarkan Gambar 5.1 bisa dilihat bahwa secara visual defleksi yang terjadi
pada kedua spesimen terus meningkat seiring bertambahnya beban yang
diaplikasikan. Perbedaan defleksi yang terjadi antara dua spesimen terlihat cukup
jauh, hal tersebut disebabkan oleh nilai modulus elastisitas yang berbeda tiap
bahan spesimen.
Hasil yang sama juga ditunjukkan pada Gambar 5.2 dimana defleksi yang
terjadi juga meningkat seiring bertambahnya beban. Pertambahan nilai defleksi
pada pengujian secara teoritis juga dipengaruhi oleh nilai modulus elastisitas
bahan spesimen yang berbeda.
2,5
defleksi (mm)
2
1,5
0,5
0
0 100 200 300 400 500 600
beban (gram)
steel aluminium
Gambar 5.2 Perbandingan Hasil Uji Manual Carbon and Low Alloy Steel dan
Aluminium Alloy 1100
Berdasarkan Gambar 5.3 yaitu pengujian secara komputasi menggunakan
software ANSYS 18.1 defleksi pada kedua spesimen juga mengalami
pertambahan berbanding lurus dengan bertambahnya beban yang diaplikasikan.
Pertambahan yang terjadi terlihat lebih rapi seperti pada grafik, hal tersebut
dikarenakan pengujian komputasi merupakan pengujian dengan hasil yang paling
akurat.
1,4
1,2
1
defleksi (mm)
0,8
0,6
0,4
0,2
0
0 100 200 300 400 500 600
beban (gram)
Steel aluminium
Gambar 5.3 Perbandingan Hasil Uji Komputasional Carbon and Low Alloy
Steel dan Aluminium Alloy 1100
Keterangan:
𝜀 = Regangan
Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya defleksi adalah dimensi dan inersia.
Spesimen 1 dan spesimen 2 pada penelitian ini memiliki dimensi yang sama (a = 0,
b = 0 dan R = 150). Inersia kedua spesimen juga sama, karena luas penampang
kedua spesimen adalah persegi panjang maka inersia dapat diperoleh menggunakan
persamaan pada tabel 2.1.
2,5
2
DEFLEKSI (MM)
1,5
0,5
0
0 100 200 300 400 500 600
BEBAN (GRAM)
4,5
4
3,5
DEFLEKSI (MM)
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
0 100 200 300 400 500 600
BEBAN (GRAM)
6.2 Saran
Pengujian sebaiknya dilakukan sesuai prosedur yang disarankan
dengan memperhatikan keselamatan kerja, akan lebih baik jika pengujian
dilakukan dengan material/spesimen yang lebih beragam dari jenis
maupun bentuknya, sehingga penelitian lebih bervariasi dan mendalam.