Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Analisa terhadap percobaan “Lendutan Batang” didasari oleh luasnya


penggunaan teori ini. Hal ini dapat dilihat pada elemen mesin yang mengalami
beban dalam keadaan tertentu. Seperti poros mobil yang mengalami beban
akibat berat kopling, plak gesek dan komponen lainnya. Dengan memahami dan
mengerti prinsip defleksi batang maka kekuatan dari suatu kontruksi dapat
diketahui.
Untuk menentukan jenis material yang diinginkan biasanya ditentukan
standar defleksi maksimum yang diinginkan. Secara umum ada beberapa cara
untuk mengetahui besar lendutan batang, metode yang digunakan:
- Metode Luas Diagram Momen
- Metode Integral
- Metode Superposisi
- Metode Energi
Semua cara di atas dapat diketahui secara teoritas untuk mengetahui
lendutan yang terjadi pada suatu kontruksi. Namun perlu diketahui besarnya
lendutan yang terjadi berdasarkan percobaan.
Batang mengalami pembebanan dalam keadaan tertumpu akan mengalami
lendutan, besar kekuatan ini tergantung dari beban yang diterima oleh batang.
Oleh karena itu perlu diadakan pengujian untuk mengetahui berapa besar
kekuatan kontruksi mesin, misalnya bagian-bagian mesin harus kaku untuk
mencegah dan mempertahankan ketelitian dimensional terhadap pengaruh
beban.
Defleksi yang terjadi pada elemen-elemen yang mengalami pembebanan
harus pada suatu batas yang di izinkan, karena jika melewati batas yang
diizinkan, maka akan terjadi kerusakan pada elemen-elemen tersebut ataupun
pada elemen-elemen lainnya.
1.2. Batasan Masalah

Dalam menganalisa lendutan batang (defleksi) yang terjadi pada batang


terdapat banyak metode dan kompleksnya permasalahan sehingga dalam
percobaan ini pengaruh berat batang diabaikan. Dimana beban bekerja lebih
berat dari batang pada specimen uji. Penambahan pembebanan selalu lebih
meningkat diaman beban luar yang bekerja lebih besar dari berat batang
disamping untuk mempermudah perhitungan.
a) Material yang akan diuji adalah baja dengan spesifikasi sebagai berikut
- Dimensi : L = 0,6 m & 0,8 m
b = 0,03278 m
h = 0,0073 m
- Modulus elastisitas: 207 Gpa ( Baja karbon structural 0,5-2,5% )
b) Material uji adalah homogen sempurna dan isontropik (elastis yang
homogen pada semua arah)
c) Nilai Modulus Elastis baik untuk tarikan (tension) maupun tekanan
(compression) adalah sama
d) Pembebanan batang yang ditumpu selama pengujian berada pada daerah
elastis dan memenuhi Hukum Hooke, dimana beban yang digunakan
sesuai data yang diberikan.
Pembebanan yang diberikan sama pada tiap beban uji, dimana berat
penggantung diabaikan.
e) Jenis tumpuan yang digunakan adalah tumpuan engsel dan tumpuan roll
Beban yang digunakan adalah sebagai berikut
- P1 : 0,5 kg;0,75 kg;1,0 kg;1,25 kg
- P2 : 0,25 kg;0,75 kg;1,25 kg;1,75 kg
𝐿 𝐿
f) Jarak pembebanan yang digunakan adalah 4
; 2
1.3. Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari praktikum lendutan batang,yaitu :


a) Mengetahui Fenomena defleksi batang prismatik akibat pembebanan
b) Mengetahui besarnya reaksi-reaksi yang terjadi pada tiap tumpuan
c) Mengetahui besarnya defleksi yang terjadi pada batang baja 60 cm & 80
cm dengan tumpuan engsell-roll
d) Membandingkan nilai-nilai defleksi hasil perhitungan dan eksperimental
pada spesimen pada batang baja 60 cm & 80 cm dengan tumpuan
engsell-roll
e) Dapat menarik kesimpulan berdasarkan hasil perhitungan dan analisa
grafik

1.4. Manfaat Percobaan

Kegunaan dari pengetahuan tentang defleksi dari suatu kntruksi teknik


adalah sangat luas, diman dalam suatu perencanaan setiap perhitungan
kekuatan selalu menyebabkan defleksi untuk pemilihan material yang digunakan
misalnya pada perencanaan kontruksi jembatan, poros dan lainnya.
Aplikasi dari pengujian ini dapat dilihat dalam semua kntruksi mesin, baik
efek pembebanan statis maupun dinamis yang dikenakan padanya. Contohnya
poros mobil, pegas dan rangka yang menopang peralatan/mesin.
BAB II
TEORI DASAR

Pada semua kontruksi teknik bagian-bagian pelengkap suatu bangunan


haruslah diberi ukuran-ukuran fisik yang tertentu. Bagian-bagian tersebut
haruslah diukur dengan tepat untuk dapat menahan gaya-gaya yang
sesungguhnya atau yang mungkin akan dibebankan kepadanya. Jadi lantau
sebuah gedung haruslah cukup kuat untuk tujuan yang dikehendaki; poros
sebuah mesin haruslah berukuran yang memadai untuk memuat momen punter
yang diperlukan dan menahan gaya-gaya luar atau tekanan dalam. Demikian
pula, bagian-bagian suatu struktur komposit harus cukup tegar hingga tidak akan
melentur atau melengkung melebihi batas yang diizinkan bila bekerja di bawah
beban yang diberikan.
Dalam aplikasi keteknikan, kemampuan untuk menentukan beban
maksimum yang dapat diterima oleh suatu kontruksi adalah penting. Pemilihan
atau desain suatu batang tergantung kepada kekuatannya, kekakuannya atau
kestabilannya. Pada kriteria kekuatan, desain beam haruslah cukup kuat untuk
menahan gaya-gaya geser dan momen lentur sedang criteria kekakuan, desain
cukup kaku untuk menahan defleksi yang terjadi agar batang tidak melendut
melebihi batas yang diizinkan.
Sumbu sebuah batang yang akan berdefleksi dari kedudukannya semula
bila berada di bawah pengaruh gaya terpakai. Dengan kata lain, suatu batang
yang mengalami pembebanan transversal, baik itu beban terpusat maupun
terbagi rata akan mengalami defleksi. Hal-hal yang dapat mempengaruhi besar-
kecilnya defleksi adalah:
1. Besarnya dan jenis pembebanan
2. Jenis tumpuan
3. Jenis batang
4. Kekuatan batang
2.1 Jenis-Jenis Pembebanan

Salah faktor yang mempengaruhi besarnya defleksi pada batang yang


dibebani adalah jenis beban yang diberikan kepadanya. Adapun jenis-jenis
pembebanan yaitu:

1. Beban terpusat (consentrated atau point load)


Beban berpusat ini titik kerja gaya pada batang dapat dianggap
berupa titik karena luas kontaknya sangat kecil

Gambar 2.1 beban terpusat

2. Beban terbagi rata (uniformly distributed load)


Disebut beban terbagi rata karena terbagi merata disepanjang batang
dinyatakan dalam q (kg/m atau kN/m)

Gambar 2.2 beban merata


3. Beban bervariasi uniform
Disebut beban bervariasi uniform karena beban sepanjang batang
besarnya tidak merata

Gambar 2.3 Beban bervariasi uniform

2.2 Jenis Tumpuan

Dalam menganalisa batang digunakan kaidah dragmatik untuk tumpuan


balok tersebut dan pembebanan yang disebabkan oleh bermacam-macam
tumpuan dan berbagai variasi dari beban. Adapun jenis tumpuan yang digunakan
yaitu:
1. Tumpuan jepit (fixed support)
Tumpuan jepit adalah tumpuan yang dapat menahan momen dari
gaya dalam arah vertikal maupun horizontal

Gambar 2.4 Tumpuan jepit (fixed support)

2. Tumpuan engsel
Tumpuan engsel adalah tumpuan yang dapat menahan gaya
horizontal disamping gaya vertical yang bekerja padanya.
Gambar 2.5 tumpuan engsel
3. Tumpuan rol
Tumpuan rol adalah tumpuan yang bias menahan komponen gaya
vertical yang bekerja padanya.

Gambar 2.6 tumpuan roll

2.3. Jenis Batang

Jenis batang diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok, terutama pada


macam tumpuan yang digunakan. Adapun jenis-jenis batang yaitu:
1. Batang tumpuan sederhana atau batang sederhana (simply support
beam)
Merupakan batang dimana batang bertumpu bebas di atas tumpuan
kedua ujungnya.

Gambar 2.7 Batang tumpuan sederhana


2. Batang kantilever (cantilever beam)
Merupakan batang yang ditumpu secara kaku pada salah satu ujung
yang lainnya bergantung bebas.

Gambar 2.8 Batang kantilever

3. Batang tergantung (overhanging beam)


Merupakan batnag dimana salah satu ujungnya dipegang secara kaku
(dijepit) dan pada bagian lainnya dari batang yang ditumpu bebas dimana
batang dibangun melewati tumpuan.

Gambar 2.9 batang tergantung


4. Batang terjepit (rigidly fixed beam)
Merupakan batang dimana kedua ujungnya dipegang secara kaku
(dijepit)

Gambar 2.10 batang terjepit

5. Batang menerus (continous beam)


Merupakan batang dimana batang ditumpu lebih dari dua tumpuan
pada sepanjang batang.

Gambar 2.11 batang menerus

2.4. Momen Inersia

Dalam menggunakan rumus-rumus lenturan, maka momen inersial I dari


daerah irisan penampangterhadap sumbu netral haruslah ditentukan dahulu.
Harga momen inersial ditentukan dengan integrasi y2dA terhadap seluruh luas
irisan penampang batang dan harus dotekankan bahwa momen inersial untuk
rumus lenturan ini haruslah dihitung terhadap sumbu netral daerah irisan
penampang. Sumbu ini,haruslah melalui titik berat daerah irisan penampang.
Untuk irisan-irisan yang simetris maka sumbu netral tersebut tegak lurus pada
sumbu simetris.

Langkah pertama untuk mengevaluasi momen inersial I untuk suatu daerah


adalah mendapatkan titik berat dari daerah tersebut. Kemudian suatu integrasi
y2dA dapat dilakukan terhadap sumbu horizontal yang melalui titik berat dari luas
daerah tersebut. Untuk mendapatkan momen inersial I untuk suatu luas yang
terdiri dari beberap bentuk sederhana, maka diperlukan teorema sumbu sejajar (
kadang-kadang disebut rumus perpindahan ).
Teorema tersebut dikembangkan sebagai berikut:

Gambar 2.12 Momen Inersia

Daerah yang diperlihatkan dalam gambar mempunyai momen inersial I0


terhadap sumbu horizontal yang melalui titik beratnya yaitu
I0 =∫ 𝑦 2 𝑑𝐴
Dimana y diukur dari sumbu titik berat. Momen inersial dari daerah yang
sama terhadap sumbu horizontal z-z adalah

Izz = ∫𝐴 (𝑑 + 𝑦)2 𝑑𝐴

= d2∫𝐴 𝑑𝐴 + 2𝑑 ∫𝐴 𝑦 𝑑𝐴 + ∫𝐴 𝑦 2 𝑑𝐴

= Ad2 + 2d2𝑑 ∫𝐴 𝑦 𝑑𝐴 + I0

Karena sumbu dari mana y diukur adalah melalui titik berat dari daerah
luas, maka ∫ 𝑦 𝑑𝐴 atau 𝑦̅A adalah nol. Jadi :
Izz = I0 +Ad2
Dimana:
I0 = momen inersial terhadap titik berat
A = luas penampang
d = jarak bidang z-z terhadap titik berat
persamaan ini merupakan terorema sumbu sejajar. Teorema ini dapat
dinyatakan sebagai berikut: momen inersial suatu luas terhadap suatu sumbu
adalah sama dengan luas tersebut, ditambah dengan hasil kali dari luas yang
sama dengan kuadrat jarak antara kedua sumbu.

2.5. Modulus Elastisitas

Merupakan sifat yang menyebabkan sebuah benda kembali kebentuk


senula apabila gaya yang bekerja kepadanya dihilangkan. Sebuah benda akan
kembali sepenuhnya kepada bentuk semula dikatakan elastis sempurna,
seangkan benda yang tidak kembali sepenuhnya kepada bentuk semula
dikatakan elastis parsial. Dalam hal benda elastis sempurna, usaha yang
dilakukan gaya-gaya dari luar selama deformasi sepenuhnya ditransformasikan
menjadi energi potensial regangan, sedangkan benda elastis parsial sebagaian
besar yang dilakukan oleh gaya luar selama deformasi diubah ke dalam bentu
panas yang timbul dalam benda itu selama berlangsungnya deformasi non
elastis.
Sifat di atas dapat diamati melalui pengujian tarik, maupun melalui
pengujian tekan. Pada pengujian tarik, tegangan bernading lurus dengan
regangan yang terjadi batas yang disebut batas elastis Hukum Hooke masih
berlaku. Di dalam penyelidikan sifat-sifat mekanis bahan, hubungan tegangan
dan regangan tarik biasanya digambarkan secara grafik seperti gambar berikut.

Gambar 2.13 Perbandingan tegangan tarik untuk material rapuh dan


ulet lunak
Pertambahan panjang yang terjadi adalah berbanding lurus dengan gaya-
gaya yang terjadi. Hubungan ini dinyatakan dalam hokum Hooke:
𝑃.𝐿𝑜
𝛅 =𝐴
0 .𝐸

𝛅 = Li – L0
Dimana:
𝛅 = Elongasi yang terjadi (m)
P = Gaya tarik yang bekerja (N)
L0 = Panjang batang mula-mula (m)
Li = Panjang batang setelah penarikan (m+)
A0 = Luas penampang batang mula-mula (m2)
E = Modulus Elastis bahan (MPa) atau (N/m2)

Pada percobaan tarik harus dipastikan bahwa gaya tarik harus benar-
benar bekerja pada pusat penampang balok. Terlepas dari pertimbangan bagian-
bagian batang yang terletak disekitar gaya-gaya yang bekerja, bahwa dapat
diasumsikan bahwa selama tarikan berlangsung, semua berat batang prismatic
ini mengalami pertambahan panjang yang sama dan penampang batang yang
semua bidang datar dan tegak lurus terhadap sumbu-sumbu batang masih tetap
demikian setelah terjadi elongasi (deformasi).
Tegangan tarik yang bekerja pada spesimen tarik:

𝑃
σ = 𝐴

regangan tarik

𝜎
є = 𝐸

Hubungan tegangan-regangan ini sampai dengan batas proporsional


dinyatakan dengan hokum Hooke

𝜎
E = є
Pertambahan regangan akan berbanding lurus etgangan yang terjadi
sampai batas pada batas proporsional dimana hokum Hooke masih berlaku dan
setelah melampaui batas proporsional akan menyebabkan pertambahan panjang
yang lebih cepat dan giagram tarik akan melengkung dengan pertambahan gaya
yang kecil dan kemudian kurva grafik hamper mencapai horizontal ( tegangan
pada titik ini disebut Yield ) ini biasa menggunakan metode “Offset” yaitu
membuat garis sejajar dengan garis proporsional pada regangan sebesar 0,2%
pada diagram tegangan regangan. Hal ini dapat dilihat pada gambar kemudian
penarikan lebih jauh lagi sampai pada tegangan maksimum yang dapat diberikan
oleh material terhadap gaya dari luar yang bekerja padanya menyatakan
kekuatan tarik dari material tersebut dan setelah melalui titik ini, elongasi
(deformasi) balok tetap terjadi meskipun gaya tarik makin berkurang dan
akhirnya material uji patah (tegangan break).

2.6. Gaya Geser dan Momen

Suatu system gaya-gaya sejajar dapat digantikan dengan sebuah gaya


yang sama dengan jumlah aljabar gaya-gaya tersebut bersama dengan sebuah
kopel. Gaya ini disebut gaya lintang (shear force) V pada suatu penampang mn
dan koper lentur dari momen M yang sama dengan jumlah aljabar momen-
momen gaya luar penampang mn terhadap titik berat penampang tersebut yang
dinamakan momen lentur (bending momen). Jadi sistem gaya-gaya luar pada
penampang mn dapat diganti dengan sistem statis ekuivalen yang terdiri dari
gaya geser V yang bekerja pada bidang penampang dan kopel mn.
Gambar 2.14 Gaya Geser dan Momen

Momen gaya-gaya yang bekerja pada bagian kiri batangterhadap titik


berat mn sama besar dan berlawanan arah dengan momen gaya-gaya bekerja
pada bagian kanan batang, demikian dengan gaya-gaya geser yang bekerja pada
bagian kiri dan kanan mn. Hubungan momen lentur, gaya lintang dan intensitas
gaya:
𝑑𝑀
=𝑉
𝑑𝑥
𝑑2 𝑀
=𝑞
𝑑𝑥 2
Besarnya momen lentur dan gaya geser dan sembarang penampang
menentukan besarnya tegangan yang bekerja pada potongan tersebut. Penyajian
grafik dari gaya lintang dan momen lentur sangat menyederhanakan analisis
tegangan pada suatu batang. Dalam penerapan praktis, perlu diketahui pada
harga mana momen lentur mencapai maksimum atau minimum, harga momen
lentur mencapai maksimum dan minimum pada titik mana gaya lintang berubah
tanda.

2.7. Keseimbangan

Sebuah benda dikatakan dalam kondisi seimbang seimbang jika gaya luar
beraksi padanya membentuk gaya equivalen dengan nol. Ini berarti system tidak
mempunyai resultan kopel. Syarat perlu dan cukup untuk keseimbangan sebuah
benda tegar yang berada dalam kondisi static tertentu dapat dinyatakan secara
analitis dengan persamaan sebagai berikut

∑ 𝐹𝐻 = 0

∑ 𝐹𝑉 = 0

∑𝑀 = 0

Persamaan di atas menunjukkan gaya luar yang beraksi pada benda tegar
tidak menimbulkan gerak translasi pada benda itu dan menyebabkan rotasi pada
titik manapun.aksi tiap gaya luar ditiadakan oleh gaya reaksi dari system itu.
Sebelum menetapkan persamaan di atas, perlu ditunjukkan dengan tepat sebuah
gaya yang bekerja pada benda itu baik gaya reaksi yang bekerja pada benda
juga gaya rekasi yang timbul pada tumpuan. Penggambaran sebuah gaya yang
bekerja pada benda tersebut diagram benda bebas.
Persamaan kesetimbangan di atas telah cukup untuk menyelesaikan tiga
besaran yang tidak diketahui yang dikatakan bersifat static tak tentu, hal ini
diperlukan persamaan-persamaan yang lain dengan memperhatikan kondisi yang
mempertimbangkan geometri dari deformasi yang terjadi seperti pada jepitan
yang mempunyai slop sama dengan nol.

2.8. Defleksi

Defleksi adalah perubahan bentuk pada balok dalam arah y akibat adanya
pembebanan vertikal yang diberikan pada balok atau batang. Deformasi pada
balok secara sangat mudah dapat dijelaskan berdasarkan defleksi balok dari
posisinya sebelum mengalami pembebanan.Defleksi diukur dari permukaan
netral awal ke posisi netral setelah terjadi deformasi.Konfigurasi yang
diasumsikan dengan deformasi permukaan netral dikenal sebagai kurva elastic
dari balok. Gambar 11(a) memperlihatkan balok pada posisi awal sebelum terjadi
deformasi dan Gambar 11(b) adalah balok dalam konfigurasi terdeformasi yang
diasumsikan akibat aksi pembebanan.
Gambar 2.15 (a )Balok sebelum terjadi deformasi,(b) Balok dalam konfigurasi
terdeformasi

Jarak perpindahan y didefinisikan sebagai defleksi balok.Dalam penerapan,


kadang kita harus menentukan defleksi pada setiap nilai x disepanjang
balok.Hubungan ini dapat ditulis dalam bentuk persamaan yang sering disebut
persamaan defleksi kurva (atau kurva elastis) dari balok. Sistem struktur yang di
letakkan horizontal dan yang terutama di peruntukkan memikul beban
lateral,yaitu beban yang bekerja tegak lurus sumbu aksial batang (Binsar
Hariandja 1996). Beban semacam ini khususnya muncul sebagai beban gravitasi,
seperti misalnya bobot sendiri, beban hidup vertical, beban keran(crane) dan
lain-lain. contoh sistem balok dapat di kemukakan antara lain, balok lantai
gedung, gelagar jembatan, balok penyangga keran, dan sebagainya. Sumbu
sebuah batang akan terdeteksi dari kedudukannya semula bila benda dibawah
pengaruh gaya terpakai.

Hal-hal yang mempengaruhi terjadinya defleksi yaitu :


 Kekakuan batang
 Besarnya kecil gaya yang diberikan
 Jenis tumpuan yang diberikan
 Jenis beban yang terjadi pada batang

Berbagai metode perhitungan defleksi (Lendutan Batang) tersedia.


Meskipun pada dasarnya mempergunakan prinsip yang sama, tetapi teknik dan
sasaran masing-masing metode berbeda.
Metode-metode yang dapat digunakan pada perhitungan lendutan pada
batang yaitu:
1. Metode Integrasi Ganda
2. Metode Luas Diagram Momen
3. Metode Superposisi
4. Metode energi

2.8.1. Metode Integrasi Ganda

Gambar 2.16 Metode Integrasi Ganda

Pandangan samping permukaan netral balok yang melendut disebut


kurva elastis balok. Lendutan dianggap kecil sehingga tidak terdapat perbedaan
panjang original balok dengan proyeksi panjang lendutannya, konsekuensinya
kurva elastic sangat datar dan kemiringannya pada setiap titik sangat kecil.
𝑑𝑦
Harga kemiringan, tan 𝛳 = 𝑑𝑥 , dengan kesalahan sangat kecil biasanya dibuat

sama dengan 𝛳 oleh karena itu:

𝑑𝑦
𝛳 =𝑑𝑥 ……………………………………………………………………………... (1)

Dan

𝑑𝛳 𝑑2 𝑦
𝑑𝑥
= 𝑑2 𝑥 ……………………………………………………………………......... (2)
Apabila kita sekarang meninjau variasi 𝛳 dalam panjang differensial ds
yang disebabkan oleh lenturan pada balok, secara nyata bahwa

ds = pd 𝛳……………...………………………………………………………….. (3)

dimana p adalah jari-jari kurva sepanjang busur ds. Karena kurva elastic sangat
datar, ds pada prakteknya sama dengan dx; sehingga dari persamaan (2) dan
(1) kita peroleh:

𝐼 𝑑𝛳 𝑑𝛳 1 𝑑2 𝑦
𝜌
= 𝑑𝑠
≈ 𝑑𝑥
atau 𝜌
= 𝑑𝑥2 …………………………..…………………………… (4)

Dengan mengambil rumus lentur, maka

𝐼 𝑀
= ……………………………………………………………………….………... (5)
𝜌 𝐸𝐼

Dengan menyatakan harga dari persamaan (3) dan (6), kita peroleh

𝑑2 𝑦
𝐸𝐼 𝑑𝑥 2 = 𝑀 ……………………………...………………………………………….. (6)

Persamaan ini dikenal sebagai persamaan differensial kurva elastis balok.


Perkalian EI, disebut kekekalan lentur balok, biasanya tetap sepanjang balok.
Pendekatan yang dibuat secara seriuas mensyahkan persamaan (5);
karena apabila kita mengganti 1/𝜌 dengan harga tepat seperti yang diperoleh
dalam naskah kalkulus, kita peroleh, dari persamaan (4)

𝑑2 𝑦
𝑑𝑥 2 𝑀
3 =
2 ⁄2 𝐸. 𝐼
𝑑𝑦
[1 + ( ) ]
𝑑𝑥

Karena dy/dx sangat kecil, kuadratnya diabaikan karena dianggap satu


dari sini diperoleh
𝑑2 𝑦 𝑀
𝑑𝑥 2
= 𝐸𝐼 ; sama dengan persamaan (5)

Apabila persamaan (5) diintegrasi, andaikan EI tetap, maka diperoleh

𝑑𝑦
𝐸𝐼 𝑑𝑥 = ∫ 𝑀 𝑑𝑥 + 𝐶1 ……………………….…………………………………... (7)

Persamaan ini adalah persamaan kemiringan yang menunjukkan


kemiringan atau harga dy/dx pada setiap titik. Dapat dicatat disni bahwa M
menyatakan persamaan momen yang dinyatakan dalam terminology x dan C1
adalah konstanta yang dievaluasi dari kondisi pembebanan tertentu.
Apabila persamaan (5) diintegrasi, diperoleh

𝐸𝐼 = ∬ 𝑀 𝑑𝑥 𝑑𝑥 + 𝐶1𝑥 + 𝐶2 …………………………………………………. (8)

Persamaan ini adalah persamaan lendutan kurva elastic yang dikehendaki


guna menunjukkan harga y untuk setiap harga x; C2 adalah konstanta integrasi
lain yang harus dievaluasi dari kondisi balok tertentu dan pembebanannya.

2.8.2. Metode Luas Diagram Momen

Metode yang berguna dan sederhana untuk menetapkan kemiringan dan


lendutan batang menyangkut luas diagram momen dan momen luas tersebut
adalah metode momen luas. Teori dasar metode ini adalah bagaimana
menghitung luas dan momen luas diagram momen. Metode ini terutama sangat
berguna untuk menetapkan kemiringan dan lendutan pada kedudukan yang
dipilih secara langsung.
Gambar 2.17 Metode Luas Diagram Momen

Dari persamaan rumus lentur (4) diperoleh:

1 𝑀
=
𝜌 𝐸𝐼

Karena ds = 𝜌𝑑𝜃, maka

1 𝑀 𝑑𝜃
= =
𝜌 𝐸𝐼 𝑑𝑠

Atau

𝑀
𝑑𝜃 = 𝑑𝑠
𝐸𝐼
Pada banyak kasus praktis kurva elastic sangat datar sehingga tidak ada
kesalahan serius yang diperbuat dengan menganggap ds sama dengan
proyeksinya dx. Dengan anggapan ini, kita memperoleh:

𝑀
𝑑𝜃 = 𝐸𝐼 𝑑𝑥 ………….………………………………………………………….…. (9)
Pada gambar terlihat jelas bahwa garis singgung ditarik ke kurva elastic di
C dan D dipisahkan oleh sudut 𝑑𝜃 yang sama dimana penampang OC dan OD
(dengan pembesaran detail) berputar relative terhadap yang lain. Oleh karena
itu, perubahan kemiringan antara garis yang menyinggung ke kurva pada dua
titik sembarang A dan b akan sama dengan jumlah sudut-sudut kecil tersebut

𝜃 1 𝑥𝐵
𝜃𝐴𝐵 = ∫𝜃 𝐴 𝑑𝜃 = ∫ 𝑀 𝑑𝑥 ………………………………………………… (10)
𝐵 𝐸𝐼 𝑥𝐵

Jarak pada B ditarik pada kurva elastic (diukur tegak lurus terhadap
kedudukan balok original) yang akan memotong garis singgung yang ditarik ke
kurva ini pada setiap titik lain A adalah jumlah pintasan dt yang timbul akibat
garis singgung ke kurva pada titik yang berdekatan. Setiap pntasan ini bias
dianggap sebagai busur lingkaran jari-jari x yang dipsahkan oleh sudut 𝑑𝜃:
dt = x𝑑𝜃
oleh karena itu,

𝑡𝐵/𝐴 = ∫ 𝑑𝑡 = ∫ 𝑥𝑑𝜃 ………………………………………………………... (11)

Dengan memasukkan harga 𝑑𝜃 ke dalam persamaan (10), diperoleh:


1 𝑥𝐵
𝑡𝐵/𝐴 = ∫ 𝑥(𝑀 𝑑𝑥)
𝐸𝐼 𝑥𝐵

2.8.3. Metode Superposisi


Pada metode tambahan yang menetapkan kemiringan dan lendutan
hasil pembebanan yang sangat sederhana dipergunakan untuk memperoleh
beban yang lebih rumit. Prosedur ini, disebut metode superposisi, menetapkan
kemiringan atau lendutan pada setiap titik pada balok sebagai resultan
kemiringan dan lendutan pada titik tersebut yang diseebabkan oleh beban yang
bekerja secara terpisah. Batasan pada metode ini hanya pengaruh yang
dihasilkan oleh setiap beban lain; yaitu, beban terpisah tidak menyebabkan
perubahan bentuk atau panjang balok.
2.8.4. Metode Energi
Atas kekekalan energi dapat digunakan untuk mendapatkan defleksi
sebuah batang yang mempunyai beban. Untuk maksud ini, energi regangan
dalam U sebuah batang ditentukan dengan menggunakan persamaaan (E.P.
Oopov, 1993):

2
𝜎𝑚𝑎𝑥 . 𝑓. 𝑣
𝑈=
2𝐸

Kemudian dengan menyamakan energi ini dengan kerja luar We yang


dilakukan oleh sebuah gaya, kita dapat membuat hubungan darimana kita
memperoleh defleksi pada suatu titik yang sembarang pada batang yang
disebabkan oleh pembebanan yang sembarang.
Karena We = U, maka besarnya defleksi batang dengan mudah dapat
dihitung dengan menggunkan energi regangan.

2.9. Karakteristik Material Baja

Adapun beberapa karakteristik baja yang umum digunkan dalam kontruksi


antara lain:
1. Daya hantar panas dan listrik yang tinggi oleh karena beberapa
elektronnya terdistrosi dan dengan mudah dapat meninggalkan atom
induknya
2. Sifat kedap cahaya dan daya pantul yang baik yang disebabkan oleh
electron yang terdislokalisir terhadap getaran elektromagnetik pada
frekuensi tinggi
3. Pada suhu di atas setengah titik cair pertumbuhan butir cepat. Sedangkan
pada suhu rendah batas butir menghalangi terjadinya deformasi plastis,
oleh karena itu baja yang berbutir halus lebih kuat dari baja yang berbutir
kasar
4. Dalam baja bersuhu tinggi, besi berubah struktur menjadi lepas dan
karbon yang ada disekitarnya akan larut ke dalamnya
5. Baja memiliki panduan memampukerasan yang meningkat oleh karena
laju pendinginan kritis yang diperlukan untuk menghasilkan martensit
lebih lambat
6. Memilki struktur atom yang lebih rapat sehingga baja tidak mudah
mengalami defleksi

Tabel 1. Momen Inersia Benda

Sumber: http://ejurnal.unud.ac.id
Tabel 2. Momen Inersia Untuk Beberapa Penampang Bidang Datar

Sumber: http://lh5.ggpht.com

Sumber: http://ejurnal.unud.ac.id
Tabel 3. Nilai Modulus Elastisitas dari Berbagai Material

Elastic Shear
Poisson's
Material Modulus Modulus
Ratio
(GPa) (GPa)

Aluminum [Al] 70 26 0.33

Aluminum Alloy 70 - 79 26 - 30 0.33

Brass 96 - 110 36 - 41 0.34

Brass; Noval 100 39 0.34

Brass; Red (80% Cu, 20% Zn) 100 39 0.34

Brick (Compression) 10 - 24 - -

Bronze; Regular 96 - 120 36 - 44 0.34

Bronze; Manganese 100 39 0.34

Carbon [C] 6.9 - -

Ceramic 300 - 400 - -

Concrete 18 - 30 - 0.1 - 0.2

Copper [Cu] 110 - 120 40 - 47 0.33 - 0.36

Copper Alloy 120 47 -

Cork - - 0

Glass 48 - 83 19 - 34 0.2 - 0.27

Gold [Au] 83 - 0.44

Iron (Cast) 83 - 170 32 - 69 0.2 - 0.3

Iron (Wrought) 190 75 0.3

Magnesium [Mg] 41 15 0.35

Magnesium Alloy 45 17 0.35

Monel (67% Ni, 30% Cu) 170 66 0.32

Nickel [Ni] 210 80 0.31

Nylon; Polyamide 2.1 - 2.8 - 0.4

Platinum [Pt] 145 - 0.38

7.0 × 10-4- 2.0 × 10-4-


Rubber 0.45 - 0.5
4.0 × 10-3 1.0 × 10-3
Silver [Ag] 76 - -

Solder; Tin-Lead 18 - 35 - -

Steel 190 - 210 75 - 80 0.27 - 0.3

Stone; Granite (Compression) 40 - 70 - 0.2 - 0.3

Stone; Limestone (Compression) 20 - 70 - 0.2 - 0.3

Stone; Marble (Compression) 50 - 100 - 0.2 - 0.3

Tin [Sn] 41 - 0.36

Titanium [Ti] 110 40 - 40 0.33

Titanium Alloy 110 - 120 39 - 44 0.33

Wood; Ash (Bending) 10 - 11 - -

Wood; Douglas Fir (Bending) 11 - 13 - -

Wood; Oak (Bending) 11 - 12 - -

Wood; Southern Pine (Bending) 11 - 14 - -

Zinc [Zn] - - 0.25

Sumber : http://fisikakontekstual.wordpress.com
BAB III
METODOLOGI PENGUJIAN

3.1. Alat Dan Bahan

3.1.1 Alat yang digunakan

Adapun alat – alat yang digunakan dalam pengujian defleksi


adalah sebagai berikut :
a) Dial guage
Berguna untuk mengukur defleksi pada batang plat baja.
b) Mistar
Berguna untuk mengukur panjang batang baja.
c) Tumpuan (engsel, rol)
Sebagai tumpuan batang plat baja.
d) Rangka
Sebagai stand dial gauge, tumpuan dan peralatan lainnya.
e) Jangka sorong
Sebagai alat ukur untuk mengukur lebar dan tebal batang plat
baja.
f) Penggantung beban
Digunakan untuk menggantung beban.

3.1.2 Bahan yang digunakan

Adapun bahan yang digunakan dalam pengujian defleksi


adalah sebagai berikut :
a) Plat baja ( panjang 0,6 m dan 0,8 m, lebar 0,03278 m dan
tebal 0,0073 m).
b) Beban (0,25 kg ; 0,5 kg ; 0,75 kg ; 1,0 kg ; 1,25 kg ; 1,75).
3.2. Gambar Alat Dan Bahan Yang Digunakan

a. Alat uji defleksi

Gambar 3.1 Alat uji defleksi

b. Dial gauge

Gambar 3.2 Dial gauge


c. Beban

Gambar 3.3 Beban


d. Tumpuan rol

Gambar 3.4 Tumpuan Rol


e. Tumpuan engsel

Gambar 3.5 Tumpuan Engsel

f. Batang plat baja / batang uji

Gambar 3.6 Batang plat baja / batang yang di uji

g. Jangka sorong

Gambar 3.7 Jangka sorong


h. Kunci pas

Gambar 3.8 Kunci pas


i. Penggantung beban

Gambar 3.9 Penggantung beban


j. Mistar Baja

Gambar 3.10 Mistar baja


3.3. Prosedur Pengambilan Data

3.3.1. Batang plat baja panjang 60 cm dengan tumpuan engsel –

rol.

a) Memasang tumpuan engsel dan rol dengan jarak 60 cm.


b) Menempatkan batang uji diatas tumpuan.
c) Memasang dial gauge pada jarak (15 cm dan 45 cm).
d) Memasang pengait beban yaitu pada jarak 15 cm dan 45 cm
e) Mengatur skala dial gauge pada posisi nol.
f) Memberikan beban (P1 = 0,5 kg) dan (P2 = 0,25 kg) kemudian
mencatat penunjukan skala pada dial gauge.
g) Menambahkan beban masing – masing (P1 = 0,75 kg ; 1,25 kg ;
1,75 kg) dan (P2 = 0,75 kg ; 1,25 kg ; 1,75 kg) mencatat hasil
yang dibaca dial gauge pada setiap penambahan beban.
h) Setiap percobaan dilakukan sebanyak 3 kali.

3.3.2. Batang plat baja panjang 80 cm dengan tumpuan engsel –

rol.

a) Memasang tumpuan engsel dan rol dengan jarak 80 cm.


b) Menempatkan batang uji diatas tumpuan.
c) Memasang dial gauge pada jarak (20 cm dan 60 cm).
d) Memasang pengait beban yaitu pada jarak 20 cm dan 60 cm
e) Mengatur skala dial gauge pada posisi nol.
f) Memberikan beban (P1 = 0,5 kg) dan (P2 = 0,25 kg) kemudian
mencatat penunjukan skala pada dial gauge.
g) Menambahkan beban masing – masing (P1 = 0,75 kg ; 1,25 kg ;
1,75 kg) dan (P2 = 0,75 kg ; 1,25 kg ; 1,75 kg) mencatat hasil
yang dibaca dial gauge pada setiap penambahan beban.
h) Setiap percobaan dilakukan sebanyak 3 kali.

Anda mungkin juga menyukai