Anda di halaman 1dari 31

LEMBAR ASISTENSI

Nama : Crestivo Wiro Dirgahayu


NIM : D021221088
Kelompok : 13
Jenis Percobaan : Deformation of Curved Axis Beam

NO HARI/TANGGAL CATATAN PARAF


1 Senin, 13/11/2023 

2 Selasa, 15/11/2023 

3 Senin, 20/11/2023 

4 Selasa, 28/11/2023 

Gowa, 2023
Asisten

(MUHAMMAD FADHILLAH UMA)


D021 18 1331
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Alat FL 170 memungkinkan pengukuran deformasi dari balok dengan
kelengkungan yang kecil, seperti balok melingkar, balok setengah melingkar,
dan balok serempat melingkar.
Deformasi tersebut menurut instruksi yang tertera dihitung dengan
menggunakan prinsip dari gaya virtual. Tetapi untuk melaksanakan tujuan
dari instruksi, maka memungkinkan metode matematis lain untuk digunakan.
Dimensi dari FL 170 membuatnya sangat cocok bagi pelatih percobaan
maupun untuk penggunaan demonstrasi,
Fitur atau bagian utama dari FL 170 adalah sebagai berikut:
 3 bentuk balok (melingkar, setengah melingkar, dan seperempat
lingkaran).
 Pembebanan dengan set beban.
 Pengukuran deformasi transversal dan vertikal dengan menggunakan dial
gauge.
 Balok memiliki penampang yang konstan dan momen geometric inersia
yang konstan untuk mensimulasikan perhitungan dari deformasi.
Dalam konstruksi teknik, beberapa struktur terbuat dari balok yang
berbentuk lengkungan. Lengkungan itu sendiri adalah sebuah struktur statis
dengan sumbu yang melengkung yang terdiri dari dua tumpuan. Lengkungan
sendiri dapat berupa statis tidak tentu (inderterminate static structure) atau
juga dapat berupa statis yang tentu (determinated static structure), tergantung
dari jenis tumpuan yang digunakan. Dalam kebanyakan konstruksi,
digunakan jenis tumpuan pena-roll (pin-roll support), tumpuan pena-pena
(pin-pin support), tumpuan pena-jepit (pin-fixed support) ataupun juga
tumpuan jenis-jepit (fixed-fixed support). Dalam teknik mesin, pengait crane,
struktur dari velg ban kendaraan, sambungan rantai adalah contoh dari balok
melengkung. Dalam teknik sipil, kerangka dari terowongan, jembatan
melegkung, kerangka dari kubah bangunan adalah contoh dari balok
melengkung. Alat FL 170 ini sendiri menggunakan jenis tumpuan jepit-jepit
(fixed-fixed support) dalam melakukan pengujian. Tumpuan yang digunakan
juga cukup sederhana dikarenakan hanya menggunakan elemen pengunci
yang dipasangkan pada masing-masing balok.

1.2. Tujuan Percobaan


 Perilaku lentur dari balok sumbu melengkung.
A. Balok melingkar (Circular Beam).
B. Balok setengah melingkar (Semi-Circular Beam).
C. Balok seperempat melingkar (Quadran Beam).
 Penerapan prinsip kekuatan virtual (the force method) untuk menghitung
deformasi.
 Momen luasan kedua.
 Perbandingan deformasi yang dihitung dan diukur.

1.3. Manfaat Percobaan


 Agar pembaca dapat menjadikan laporan praktikum ini sebagai acuan
untuk penelitian yang terkait dengan deformasi pada balok yang
melengkung.
 Agar dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian yang terkait
dengan deformasi pada balok yang melengkung.
BAB II

TEORI DASAR

Deformation of curved axis beams adalah suatu alat untuk menguji kekuatan
tekuk atau kekuatan beban yang dapat ditampung oleh balok yang berbentuk
melengkung ketika deformasi elastis terjadi. Alat ini banyak digunakan untuk
pengaplikasian pada benda-benda atau balok yang berbentuk melengkung.
Misalnya saja, pembuatan jembatan, penyangga pada bangunan, pembuatan dan
penyangga terowongan, pembuatan pipi gas dan banyak lagi.
Dalam teknik konstruksi, perbedaan dibuat antara balok dan lengkungan.
Sebuah lengkungan adalah struktur yang didukung statis tidak tentu dengan
sumbu melengkung dan dua pendukung tetap atau penjepit-penjepit. Dukungan
lengkungan (seperti lengkungan artikulasi ganda) menyerap gaya secara vertikal
dan horizontal. Ujung lengkungan dipendukung tidak bergerak. Ini menghasilkan
efek lengkung statis dari sistem. Dalam teknik mesin, kait deret dan kaitan rantai
adalah contoh khas dari balok yang melengkung.

2.1. Balok (Beam)


Beam adalah elemen struktur dasar yang tahan beban, melintang ke
sumbu longintudinal, terutama dengan menawarkan ketahanan terhadap
lentur. Analisis statis dari sinar memerlukan penentuan defleksi, kemiringan,
kelengkungan, tekanan, momen dan lain-lain. Dikembangkan dalam balok
dibawah kondisi pembebanan yang ditentukan. Berdasarkan hasil analisis,
seseorang dapat memeriksa apakah sinar memenuhi persyaratan menawarkan
ketahanan yang memadai untuk mencegah kegagalan terhadap kondisi
pembebanan yang diterapkan. Secara tradisional analisis statis seperti itu
dilakukan melalui model linier untuk menyederhanakan analisis. Tetapi
model linier tidak dapat menangkap perilaku sebenarnya dari suatu struktur,
karena hamper semua struktur berprilaku dalam beberapa cara nonlinier
sebelum mencapai batas ketahanan mereka. Perkembangan modern dalam
bidang mekanika komputasi memungkinkan peneliti untuk manangkap
respons nonlinier dari struktur tersebut untuk karakterisasi sistem yang lebih
baik. Dua jenis nonlinier paling sering ditemui dalam analisis struktural dan
mereka disebut sebagai geometric dan material. Respon balok dibawah
defleksi besar menunjukkan hubungan tegangan-lanjar dan hubungan
kelengkungan-lekukan yang mengharuskan analisis geometric nonlinier.
Bahkan untuk kasus balok lurus dengan nol kelengkungan awal, perubahan
lengkungan dalam konfigurasi cacat untuk analisis nonlinier geometric.
Ketika balok yang mengalami perpindahan besar memiliki kelengkungan
awal, solusi masalah menjadi jauh lebih rumit. Ketertarikan dalam analisis
lendutan balok yang besar. Semakin meningkat dan penelitian yang dilakukan
didaerah ini sangat banyak.
Model-model teoritis balok: teori-teori balok klasik menggunakan
mekanika kontinum sebagai pondasi dan didasarkan pada persamaan
diferensial Equal equilibrium (λ + μ) Δ (.) Δ u + μΔ2u + pb = pu dan
persamaan tensor tegangan Cauchy ti = ij nj untuk material linier isotropic.
Persamaan tersebut menghubungkan ij dengan displacement ui, dan tegangan
pasangan μij yang terkait dengan rotasi diseimbangkan melalui kesetaraan
cross shears. Selanjutnya, persamaan menggambarkan kondisi batas terkait
dalam hal perpindahan atau kekuatan, sehubungan dengan masalah yang
diteliti. Teori mekanika linier berdasarkan kontinum didasarkan pada bidang
mekanika struktural selama beberapa abad terakhir. Namun kegagalan teori
linier seperti itu dalam prediksi perilaku mekanis beberapa struktur alami dan
buatan manusia memotivasi peneliti untuk memikirkan kembali teori yang
ada. Sampai saat ini, beberapa model balok nonlinier telah dikembangkan
yang cenderung melibatkan ketelitian geometris dalam analisis. Namun, teori
nonlinier semacam ini dikeambangkan dalam kerangka mekanika kontinum.
Di sisi lain, perilaku lentur balok non-klasik muncul jika material terkena
gradien regangan tinggi. Ditakik, lubang, retakan, dan lain-lain. Teori
mekanika kontinum konvensional mengabaikan struktur mikro material rill
dan karenanya tidak cukup untuk menggambarkan fenomena fisik tersebut.
Teori sinar non-klasik menyelidiki jauh di dalam struktur mikro ketika
kontinum rusak pada skala panjang sel, dan karenanya ditentukan oleh
sejumlah skala panjang yang penting. Model-model balok teoritis yang
berbeda oleh karena itu subdiklasifikasikan dalam klasik, non linier,
geometris yang tepat dan teori skala mikro dan nano.

2.2. Deformasi
Gaya (Force) didefinisikan sebagai tarikan atau dorongan yang bekerja
pada sebuah benda yang dapat mengakibatkan perubahan gerak. Biasanya,
gaya mengakibatkan dua pengaruh, pertama menyebabkan sebuah benda
bergerak, dan kedua menyebabkan terjadinya deformasi pada benda.
Pengaruh pertama disebut juga pengaruh luar (external effect) dan yang kedua
disebut pengaruh dalam (internal effect). Pengertian deformasi pada logam.
Prinsip dasar pembentukan logam, metal forming adalah melakukan
perubahan bentuk pada benda kerja dengan cara memberikan gaya luar
sehingga terjadi deformasi plastik. Dengan gaya luar ini akan terjadi
perubahan bentuk benda kerja secara permanen.
Pembentukan umumnya bertujuan untuk mendapatkan suatu produk
logam yang sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Selain itu pembentukan
memungkinkan diperoleh sifat-sifat mekanik tertentu sesuai dengan yang
dibutuhkan atau yang dipersyaratkan.
Pembentukan logam selalu menggunakan perkakas yang berfungsi
sebagai pemberi gaya luar dan pengarah bentuk yang diinginkan. Perubahan
bentuk pada bahan/logam dapat dibedakan menjadi dua yaitu deformasi
elastis dan deformasi plastis. Deformasi dapat terjadi jika suatu benda atau
materi dikenai gaya (force). Deformasi terbagi menjadi dua jenis yaitu:

2.2.1. Deformasi Elastis


Deformasi elastis adalah deformasi atau perubahan bentuk yang
terjadi pada suatu benda saat gaya bahan itu bekerja, dan perubahan bentuk
akan hilang ketika gaya atau bebannya ditiadakan. Artinya, bila beban
ditiadakan, maka benda akan kembali ke bentuk dan ukuran semula.

2.2.2. Deformasi Plastis


Deformasi plastik adalah deformasi atau perubahan bentuk yang
terjadi pada benda secara permanen, walaupun beban yang bekerja
ditiadakan. Gambar secara skematika, perbedaan deformasi elastis dengan
deformasi plastik yang ditunjukkan dalam suatu diagram tegangan-regangan
dari hasil uji tarik, dapat dilihat pada gambar dibawah.
Bila suatu benda kerja dikenai beban sampai pada daerah plastis,
maka perubahan bentuk yang terjadi adalah gabungan antara deformasi
elastis dan deformasi plastis. Penjumlahan dari kedua deformasi ini
merupakan deformasi total. Bila beban yang bekerja ditiadakan, maka
deformasi elastis akan hilang juga, sehingga yang tertinggal adalah
deformasi plastis. Jadi deformasi plastis merupakan deformasi yang
tertinggal setelah gaya bekerja dilepas. Atau setelah benda kerja menjadi
produk baru. Sederhananyam produk akhir dari sebuah proses deformasi
merupakan produk yang memiliki deformasi plastis.

Gambar 2.2. Grafik Deformasi


Sumber: sersasih.wordpress.com

2.3. Defleksi
Defleksi atau perubahan bentuk pada balok dalam arah y akibat adanya
pembebanan vertikal yang diberikan pada balok atau batang. Deformasi pada
balok secara sangat mudah dapat dijelaskan berdasarkan defleksi balok dari
posisinya sebelum mengalami pembebanan. Defleksi diukur dari permukaan
netral awal ke posisi netral setelah terjadi deformasi. Hal-hal yang
mempengaruhi terjadinya defleksi yaitu:

2.3.1. Kekakuan Batang


Semakin kaku suatu batang maka lendutan batang yang akan terjadi
pada batang akan semakin kecil. Kekakuan batang mengacu pada
kemampuan suatu batang untuk menahan deformasi atau perubahan bentuk
saat diberi beban eksternal. Kekakuan, atau kekakuan struktural, menjadi
faktor kunci dalam menentukan perilaku suatu struktur terhadap beban.
Beberapa faktor atau konsep penting pada kekakuan suatu batang salah
satunya yaitu modulus elastisitas yang merupakan parameter material yang
mengukur kekakuan material. Ini adalah ukuran sejauh mana material dapat
merengang atau mengalami deformasi elastis saat diberikan beban.
Moudulus elastisitas diukur dalam pascal atau gigapascal. Semakin tinggi
modulus elastisitas, maka semakin kaku material tersebut.

2.3.2. Besar kecilnya gaya yang diberikan


Besar kecilnya gaya yang diberikan pada batang berbanding lurus
dengan besarnya defleksi yang terjadi. Dengan kata lain semakin besar
beban yang dialami batang makan defleksi yang terjadi pun semakin besar.
Defleksi adalah respons deformasi atau perubahan bentuk yang dialami oleh
stuktur ketika diberi beban eksternal. Secara umum, defleksi struktur akan
bersifat proporsional terhadap beasrnya gaya yang diberikan. Artinya,
semakin besar gaya yang diterapkan, semakin besar gaya defleksi yang
dihasilkan, asalkan sifat material dan geometri struktur tetap konstan.

2.3.3. Jenis tumpuan yang diberikan


Jumlah reaksi dan arah pada tiap jenis tumpuan berbeda-beda. Jika
karena itu besarnya defleksi pada penggunaan tumpuan yang berbeda-beda
tidaklah sama. Semakin banyak reaksi dari tumpuan yang melawan gaya
dari beban maka defleksi yang terjadi pada tumpuan roll lebih besat dari
tumpuan pin (pasak) dan defleksi yang terjadi pada tumpuan pin lebih besar
dari tumpuan jepit.
Beban distribusi merata dengan beban titik, keduanya memiliki kurva
defleksi berbeda-beda. Pada beban terdistribusi merata slope yang terjadi
pada bagian batang paling dekat lebih besar dari slope titik. Ini karena
sepanjang batang mengalami beban sedangkan pada beban titik hanya
terjadi pada beban titik tertentu saja.
Aplikasi lendutan batang mempunyai peranan penting pada jembatan.
Sebuah jembatan yang fungsinya menyebrangkan benda atau kendaraan
diatasnya mengalami beban yang sangat besar dan dinamis yang bergerak
diatasnya. Hal ini tentunya akan mengakibatkan terjadinya lendutan batang
atau defleksi pada batang-batang konstruksi jembatan tersebut. Defleksi
yang terjadi secara berlebihan tentunya akan mengakibatkan perpatahan
pada jembatan tersebut dan hal yang diinginkan dalam membuat jembatan.
3.3. Prosedur Percobaan

3.3.1. Percobaan Circular Beam


1. Memasang penjepit batang linkaran pada rangka utama FL 170.
2. Memasang Circular Beam pada penjepit batang lingkaran.
3. Memasang penjepit Dial Gauge rankga utama FL 170.
4. Memasang Dial Gauge pada penjepit.
5. Memasang Hanger Seat dengan beban 13N, 21N, 29N, 35N, 40N, 46N.
6. Setelah beban diberikan, perhatikan jarum panjang dan jarum pendek
pada Dial Gauge, satu strip jarum panjang pada Dial Gauge bernilai
0,01 mm, sedangkan jarum pendek Dial Gauge satu strip berarti 1 mm.
7. Catatlah hasil pengukuran dari Dial Gauge di table percobaan pada
modul. Hasil pengukuran dari Dial Gauge tersebut menunjukkan besar
deformasi dari Circular Beam.

3.3.2. Percobaan Semi – Circular Beam


1. Memasang penjepit Semi – Circular Beam pada rangka utama FL 170.
2. Memasang Semi – Circular Beam pada penjepit.
3. Memasang penjepit Dial Gauge secara vertical.
4. Memasang penjepit Dial Gauge secara horizontal.
5. Memasang Dial Gauge secara vertical.
6. Memasang Dial Gauge secara horizontal.
7. Memasang Hanger Seat dengan beban 12 N,17 N,26 N,31 N,37 N,41 N.
8. Setelah beban diberikan, perhatikan jarum panjang dan jarum pendek
pada Dial Gauge, satu strip jarum panjang pada Dial Gauge bernilai
0,01 mm, sedangkan jarum pendek Dial Gauge satu strip berarti 1 mm.
9. Catatlah hasil pengukuran dari Dial Gauge di table percobaan pada
modul. Hasil pengukuran dari Dial Gauge tersebut menunjukkan besar
deformasi dari Semi-Circular Beam.

3.3.3. Percobaan Quadrant Beam


1. Memasang Quadrant Beam pada rangka utama FL 170.
2. Memasang penjepit Dial Gauge secara vertical.
3. Memasang penjepit Dial Gauge secara horizontal.
4. Memasang Dial Gauge secara vertical.
5. Memasang Dial Gauge secara horizontal.
6. Memasang Hanger Seat dengan beban 8N,13N,23N,28 N,31N,38 N.
7. Setelah beban diberikan, perhatikan jarum panjang dan jarum pendek
pada Dial Gauge, satu strip jarum panjang pada Dial Gauge bernilai
0,01 mm, sedangkan jarum pendek Dial Gauge satu strip berarti 1 mm.
8. Catatlah hasil pengukuran dari Dial Gauge di table percobaan pada
modul. Hasil pengukuran dari Dial Gauge tersebut menunjukkan besar
deformasi dari Quadrant Beam.
BAB IV

ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN

4.1. Data Hasil Pengamatan dan Perhitungan

4.1.1. Circular Beam

Gaya W meas
(N) (mm)
13 0,16
21 0,26
29 0,38
35 0,43
40 0,50
46 0,57

Keterangan
Wiro Fathur Aras Fikri Dhanu Alvian

4.1.2. Pengolahan Data


 Tebal Circular Beam (h) = 3 , 1 mm
 Lebar Circular Beam (b) = 20 mm
 Modulus Elastisitas ST37 ® = 21 ×1 04 N /m m2
 Jari-jari ® = 150 mm
3
b h3 ( 20 ) (3 ,1 )
 Momen Inersia ( I y ) = = = 49,65
12 12
 Ku = 1,8
 Kw = 1,45

Analisis Percobaan Secara Teoritis


 F1 = 13
3 3
W 1=
2 . F 1 .r
E.I y ( π 1
− = )
( 2 ) ( 13 ) (150 ) 3 ,14
8 π ( 21× 10 ) ( 49 , 65 ) 8
4

1
(
3 , 14 )
7
8,775 ×10 (
¿ 7
0,074 )
1,042× 10
¿ 0,623 mm

P K 1= |0,623−0
0,623 |
,16
×100 %

¿ 74 , 3 %
 F2 = 21
3 3
W 2=
2 . F 2 .r
E.I y ( π 1
− = )
( 2 ) ( 21 ) (150 ) 3 ,14
8 π ( 21× 10 4 ) ( 49 , 65 ) 8

1
(
3 ,14 )
8
1,4175× 10 (
¿ 7
0,074 )
1,042× 10
¿ 0,738 mm

P K 2= |0,738−0
0,738 |
,26
× 100 %

¿ 64 ,9 %
 F3 = 29
3 3
W 3=
2 . F3 . r
E.I y ( π 1
− =
8 π )( 2 ) ( 29 ) ( 150 ) 3 ,14
( 21× 1 0 ) ( 49 , 65 ) 8
4

1
(
3 ,14 )
6
195 ,75 ×10 (
¿ 7
0,074 )
1,042 ×10
¿ 1,390 mm

P K 3= |1,390−0
1,390 |
,38
×100 %

¿ 72 , 6 %
 F4 = 35
3 3
W 4=
2 . F4 . r
E .I y ( π 1
− =
8 π )
( 2 ) ( 35 ) ( 150 ) 3 ,14
( 21× 1 0 ) ( 49 , 65 ) 8
4

1
3 ,14 ( )
6
236 ,25 × 10 (
¿ 7
0,074 )
1,042× 10
¿ 1,677 mm
P K4= |1,677−0
1,677
, 43
|×100 %
¿ 74 , 3 %
 F5 = 40
3 3
W 5=
2 . F5 . r
E.I y ( π 1
− =
8 π )( 2 ) ( 40 ) ( 150 ) 3 ,14
( 21× 1 0 ) ( 49 , 65 ) 8
4
−( 1
3 ,14 )
6
270 × 10 (
¿ 7
0,074 )
1,042× 10
¿ 1,917 mm

P K 5= |1,917−0
1,917 |
,30
×100 %

¿ 84 ,3 %
 F6 = 46
3 3
W 6=
2 . F6 . r
E.I y ( π 1
− =
8 π )( 2 ) ( 46 )( 150 )
( 21 ×1 0 ) ( 49 ,65 )
4
3 , 14
8
−(3 ,
1
14 )
6
310 ,5 ×10 (
¿ 7
0,074 )
1,042×10
¿ 2,205 mm

P K 6= |2,205−0
2,205 |
,37
× 100 %

¿ 84 ,5 %

4.1.3. Tabel Hasil Perhitungan

Gaya W meas W cale Difference


(N) (mm) (mm) (%)
13 0,16 0,623 74,3
21 0,26 0,738 64,9
29 0,38 1,390 72,6
35 0,43 1,677 74,3
40 0,30 1,917 84,3
46 0,37 2,205 84,5

Keterangan
Wiro Fathur Aras Fikri Dhanu Alvian
4.1.4 Grafik dan Pembahasan

Grafik Hubuangan F dan W Circular beam


1

0,8
W (mm)

0,6 0,5
0,46
0,4
0,4 0,34
0,27
0,19 0,415
0,332 0,384
0,2 0,28
0,228
0,155
0
10 15 20 25 30 35 40 45

Gaya (F)
Praktik Teori
Grafik di atas merupakan grafik hubungan antara Gaya (F) dan W
meas (mm) yang didapatkan dari hasil percobaan pada objek percobaan
circular beam, dimana pada saat praktikum gaya yang digunakan yaitu
sebesar 13 N, 21 N, 29 N, 35 N, 40 N, dan 46 N. Secara praktik saat
batang diberikan gaya maka akan terjadi deformasi vertikal (W) sesuai
dengan gaya yang diberikan, seperti pada gaya sebesar 13 N didapatkan
hasil deformasi batang adalah 0,16 mm. Pada gaya sebesar 21 N
didapatkan hasil 0,26 mm. Pada gaya sebesar 29 N didapatkan hasil
deformasi vertikal adalah 0,38 mm. Pada gaya sebesar 35 N didapatkan
hasil yaitu 0,43 mm. Pada gaya sebesar 40 N didapatkan hasil deformasi
sebesar 0,30 mm. Dan pada beban terakhir yaitu 46 N didapatkan hasil
deformasi sebesar 0,37 mm. Sedangkan secara teori beban atau gaya yang
digunakan itu sama tetapi hasil deformasi yang didaptkan berbeda, adapun
hasil deformasi yang didapatkan secara teori berturut- turut yaitu 0,62 mm,
0,73 mm, 1,39 mm, 1,67 mm, 1,91 mm, 2,20 mm. Adapun presentase
kesalahan yang didapatkan secara berturut-turut yaitu 74,3%, 64,9%,
72,6%, 74,3%, 84,3%, dan 84,5%.

4.2. Data Hasil Pengamatan dan perhitungan

4.2.1 Semi-Circular Beam

Gaya W meas U meas


(N) (mm) (mm)
12 0,95 1,73
17 1,60 2,28
26 2,54 3,49
31 3 4,07
37 3,90 4,81
41 4,45 5,37

Keterangan
Wiro Fathur Aras Fikri Dhanu Alvian
4.2.2. Pengolahan Data
 Tebal Circular Beam (h) = 3 , 1 mm
 Lebar Circular Beam (b) = 20 mm
 Modulus Elastisitas ST37 ® = 21 ×1 04 N /m m2
 Jari-jari ® = 150 mm
3
b h3 ( 20 ) (3 ,1 )
 Momen Inersia ( I y ) = = = 49,65
12 12
 Ku = 1,8
 Kw = 1,45

Analisis Percobaan Secara Teoritis


 F1 = 12
3 3
π . F 1 .r (3 , 14 )( 12 ) ( 150 )
W 1= =
2 . E . I y 2 ( 2× 104 ) ( 49 ,65 )
6
127 ,17 × 10
¿ 6
1,986 × 10
¿ 64,033 mm

P K 1= |64,033−0
64,033 |
, 95
×100 %

¿ 98 , 5 %
2 3
2 . F 1 .r ( 2 )( 12 ) ( 150 )
U 1= =
E .I y ( 2 ×104 ) ( 49 , 65 )
6
81× 10
¿ 5
9 , 93× 1 0
¿ 81,571 mm

P K 1= |81,571−1
81,571 |
, 73
× 100 %

¿ 97 , 8 %
 F2 = 17
3 3
π . F 2 .r ( 3 , 14 )( 17 )( 150 )
W 2= =
2 . E . I y 2 ( 2× 104 ) ( 49 ,65 )
6
180,1575× 10
¿ 6
1,986 × 10
¿ 90,713 mm

P K 2= |90,713−1.60
90,713 |
× 100 %

¿ 98 , 2 %
2 3
2 . F 2 .r ( 2 )( 17 )( 150 )
U 2= =
E.I y ( 2 ×10 4 ) ( 49 , 65 )
6
114 , 75 ×10
¿ 5
9 ,93 × 10
¿ 57,779 mm

P K 2= |57,779−2
57,779
, 28
|×100 %
¿ 96 %
 F3 = 26
3 3
π . F 3 .r (3 , 14 )( 26 )( 150 )
W 3= =
2 . E . I y 2 ( 2 ×104 ) ( 49 , 65 )
8
2,755× 10
¿ 6
1,986× 10
¿ 138,721 mm

P K 3= |138,721−2
138,721 |
, 54
×100 %

¿ 98 , 1 %
2 3
2 . F3 . r ( 2 )( 26 )( 150 )
U 3= =
E.I y ( 2 ×10 4 ) ( 49 , 65 )
6
1,755× 10
¿ 5
9 , 93× 10
¿ 1,767 mm

P K 3= |1,767−3
1,767 |
, 49
× 100 %

¿ 97 , 5 %
 F4 = 31
3 3
π . F 4 .r ( 3 ,14 ) (31 )( 150 )
W 4= =
2 . E . I y 2 ( 2 ×104 ) ( 49 , 65 )
8
3,285× 10
¿ 6
1,986× 10
¿ 165,407 mm

P K4= |165,407−3
165,407 |
×100 %

¿ 98 , 1 %
2 3
2. F 4 . r ( 2 ) (31 )( 150 )
U 4= =
E. Iy ( 2 ×10 4 ) ( 49 , 65 )
6
209 ,25 ×10
¿ 5
9 , 93× 10
¿ 210,725 mm

P K4= |210,725−4
210,725 |
, 07
× 100 %

¿ 98 %
 F5 = 37
3 3
π . F 5 .r (3 , 14 )( 37 )( 150 )
W 5= =
2 . E . I y 2 ( 2 ×104 ) ( 49 , 65 )
8
3,921× 10
¿ 6
1,986× 10
¿ 197,432 mm

P K 5= |197,432−3
197,432 |
, 90
×100 %

¿ 98 %
2 3
2 . F5 . r ( 2 )( 37 )( 150 )
U 5= =
E.I y ( 2 ×10 4 ) ( 49 , 65 )
6
249 ,75 ×10
¿ 5
9 , 93× 10
¿ 251 ,51 mm

P K 5= |251251
,51−4 ,81
,51 |×100 %
¿ 98 %
 F6 = 41
3 3
π . F6 . r ( 3 ,14 ) ( 41 ) ( 150 )
W 6= =
2 . E . I y 2 ( 2 ×10 4 ) ( 49 , 65 )
6
434 , 49× 10
¿ 6
1,986 ×10
¿ 218,776 mm

P K 6= |218,776−4
218,776
, 45
|× 100 %
¿ 97 , 7 %
2 3
2 . F6 . r ( 2 ) ( 41 ) ( 150 )
U6= =
E.I y ( 2 ×10 4 ) ( 49 , 65 )
6
276 ,75 × 10
¿ 5
9 , 93× 10
¿ 278 , 7 mm

P K 6= |278278
, 7−5 ,37
,7 |×100 %
¿ 98 %

4.2.3. Tabel Hasil Perhitungan

Gaya W W cale Differenc U U cale Difference


(N) meas (mm) e meas (mm) (%)
(mm) (%) (mm)
12 0,95 64,033 98,5 1,73 81,571 97,8
17 1,60 90,713 98,2 2,28 57,779 98
26 2,54 138,721 97,5 3,49 1,767 97,5
31 3 165,407 98,1 4,07 210,725 98
37 3,90 251,51 98 4,81 251,51 98
41 4,45 278,7 97,7 5,37 278,7 98
Keterangan
Wiro Fathur Aras Fikri Dhanu Alvian

Grafik Hubungan F dan W Circular Beam


0.8 0.68
0.61
w (mm)

0.6 0.51
0.43 0.63
0.4
0.34 0.56 Praktik
0.21 0.47
0.4 Teori
0.2 0.31
0.19
0
17 27 35 41 49 55
Force (N)
4.
2.4 Grafik dan Pembahasan
Grafik di atas merupakan grafik hubungan antara Gaya (F) dan W
meas (mm) atau deformasi secara vertikal yang didapatkan dari hasil
percobaan pada objek percobaan Semi-Circular Beam, dimana pada saat
praktikum gaya yang digunakan yaitu sebesar 12 N, 17 N, 26 N, 31 N, 37
N, dan 41 N. Secara praktik saat batang diberikan gaya maka akan terjadi
deformasi vertikal (W) sesuai dengan gaya yang diberikan, seperti pada
gaya sebesar 12 N didapatkan hasil deformasi batang adalah 0,95 mm.
Pada gaya sebesar 17 N didapatkan hasil 1,60 mm. Pada gaya sebesar 26
N didapatkan hasil deformasi vertikal adalah 2,54 mm. Pada gaya sebesar
31 N didapatkan hasil yaitu 3 mm. Pada gaya sebesar 37 N didapatkan
hasil deformasi sebesar 3,90 mm. Dan pada beban terakhir yaitu 41 N

Grafik Hubungan F dan U Semi-Circular Beam


5
4,114 4,555
4 3,673
3,085 3,55
U (mm)

3 2,644 3,3
2,98
2 1,616 2,4
1,94
1
0,87
0
5 10 15 20 25 30 35

Gaya (F)
Praktik Teori

didapatkan hasil deformasi sebesar 4,45 mm. Sedangkan secara teori


beban atau gaya yang digunakan itu sama tetapi hasil deformasi yang
didaptkan berbeda, adapun hasil deformasi yang didapatkan secara teori
berturut- turut yaitu 64,033 mm, 90,713 mm, 138,721 mm, 165,407 mm,
251,51 mm, 278,7 mm. Adapun presentase kesalahan yang didapatkan
berturur-turut yaitu 98,5%, 98,2%, 97,5%, 98,1%, 98%, dan 97,7%

Grafik di atas merupakan grafik hubungan antara Gaya (F) dan U


meas (mm) atau deformasi secara horizontal yang didapatkan dari hasil
percobaan pada objek percobaan Semi-Circular Beam, dimana pada saat
praktikum gaya yang digunakan yaitu sebesar 12 N, 17 N, 26 N, 31 N, 37
N, dan 41 N. Secara praktik saat batang diberikan gaya maka akan terjadi
deformasi horizontal (U) sesuai dengan gaya yang diberikan, seperti pada
gaya sebesar 12 N didapatkan hasil deformasi batang adalah 1,73 mm.
Pada gaya sebesar 17 N didapatkan hasil 2,28 mm. Pada gaya sebesar 26
N didapatkan hasil deformasi vertikal adalah 3,49 mm. Pada gaya sebesar
31 N didapatkan hasil yaitu 4,07 mm. Pada gaya sebesar 37 N didapatkan
hasil deformasi sebesar 4,81 mm. Dan pada beban terakhir yaitu 41 N
didapatkan hasil deformasi sebesar 5,37 mm. Sedangkan secara teori
beban atau gaya yang digunakan itu sama tetapi hasil deformasi yang
didaptkan berbeda, adapun hasil deformasi yang didapatkan secara teori
berturut- turut yaitu 81,571 mm, 57,779 mm, 1,767 mm, 210,725 mm,
251,51 mm, 278,7 mm. Adapun presentase kesalahan yang didapatkan
pada percobaan secara berutut-turut yaitu 97,8%, 98%, 97,5%, 98%, 98%,
dan 98%

4.3. Data Hasil Pengamatan dan perhitungan

4.3.1 Quadrant Beam

Gaya W meas U meas


(N) (mm) (mm)
14 0,9 0,37
23 1,9 0,99
29 2,55 1,23
32 2,95 1,35
36 3,37 1,51
42 3,90 1,73

Keterangan
Wiro Fathur Aras Fikri Dhanu Alvian

4.3.2. Pengolahan Data


 Tebal Circular Beam (h) = 3 , 1 mm
 Lebar Circular Beam (b) = 20 mm
 Modulus Elastisitas ST37 ® = 21 ×1 04 N /m m2
 Jari-jari ® = 150 mm
3
b h3 ( 20 ) (3 ,1 )
 Momen Inersia ( I y ) = = = 49,65
12 12
 Ku = 1,8
 Kw = 1,45

Analisis Percobaan Secara Teoritis


 F1 = 14
3 3
F1. r . π ( 14 ) ( 150 ) ( 3 , 14 )
W 1= K w= × 1 , 45
4. E.I y 4 ( 21 ×10 4 ) ( 49 , 65 )
6
148,365× 10
¿ 7
×1 , 45
4,1706 ×10
¿ 5,158 mm

P K 1= |5,158−0
5,158 |
,9
×100 %

¿ 82 , 5 %
3 3
F1. r ( 14 ) (150 )
U 1= K u= ×1 , 80
2.E. I y 2 ( 21× 104 ) ( 49 ,65 )
7
4,725 ×10
¿ 7
× 1, 80
2,0853× 10
¿ 4,078 mm

P K 1= |4,078−0
4,078 |
, 37
× 100 %

¿ 90 , 9 %
 F2 = 23
3 3
F2. r . π ( 23 ) ( 150 ) (3 ,14 )
W 2= = ×1 , 45
4 . E . I y 4 ( 21× 104 ) ( 49 ,65 )
6
112,556×10
¿ 7
×1 , 45
4,1706 × 10
¿ 3,913 mm

P K 2= |3,913−1
3,912 |
,9
×100 %
¿ 51 , 4 %
3 3
F2. r (23 )( 150 )
U 2= K u= ×1 , 80
2.E .I y 2 ( 21× 104 ) ( 49 ,65 )
7
7,762× 10
¿ 7
× 1, 80
2,0853× 10
¿ 6 , 7 mm

P K 2= |6 , 7−0
6 ,7
, 99
|×100 %
¿ 85 , 2 %
 F3 = 29
3 3
F3. r . π ( 29 ) ( 150 ) ( 3 ,14 )
W 3= = ×1 , 45
4 . E . I y 4 ( 21× 104 ) ( 49 ,65 )
6
307,327 ×10
¿ 7
× 1 , 45
4,1706 ×10
¿ 10,684 mm

P K 3= |10,684−2
10,684
,55
|×100 %
¿ 76 , 1 %
3 3
F3. r ( 29 )( 150 )
U 3= K u= ×1 , 80
2. E.I y 2 ( 21 ×104 ) ( 49 , 65 )
6
97,875 ×10
¿ 7
× 1 ,80
2,0853 ×10
¿ 8,448 mm

P K 3= |8,448−1,
8,448 |
23
×100 %

¿ 84 , 4 %
 F4 = 32
3 3
F4. r . π ( 32 ) ( 150 ) (3 , 14 )
W 4= = ×1 , 45
4 . E . I y 4 ( 21× 104 ) ( 49 ,65 )
6
339 ,12 ×10
¿ 7
×1 , 45
4,1706 × 10
¿ 11, 79 mm
P K4=|11 ,79−2
11, 79 |
, 95
×100 %

¿ 74 , 9 %
3 3
F4 . r ( 32 ) ( 150 )
U 4= K u= × 1 ,80
2. E . I y 2 ( 21 ×10 4 ) ( 49 , 65 )
6
108× 10
¿ 7
× 1, 80
2,0853× 10
¿ 9,322 mm

P K4=|9,322−1
9,322 |
,35
×100 %

¿ 85 , 5 %
 F5 = 36
3 3
F5. r . π ( 36 ) ( 150 ) ( 3 ,14 )
W 5= = ×1 , 45
4 . E . I y 4 ( 21× 104 ) ( 49 ,65 )
6
381, 51 ×10
¿ 7
× 1 , 45
4,1706 × 10
¿ 13,264 mm

|13,264−3
P K 5=
13,264 |
, 37
× 100 %

¿ 74 , 5 %
3 3
F5. r (36 ) (150 )
U 5= K u= ×1 , 80
2. E.I y 2 ( 21 ×104 ) ( 49 , 65 )
8
1,215× 10
¿ 7
× 1, 80
2,0853× 10
¿ 10,487 mm

P K 5= |10,487−1,
10,487 |
51
× 100 %

¿ 85 , 6 %
 F6 = 42
3 3
F 5 .r . π ( 42 )( 150 ) ( 3 ,14 )
W 6= = ×1 , 45
4 . E . I y 4 ( 21 ×104 ) ( 49 , 65 )
6
445,095 ×10
¿ 7
×1 , 45
4,1706 ×10
¿ 15,474 mm

P K 6=|15,474−3
15,474 |
, 90
× 100 %

¿ 74 , 4 %
3 3
F6. r ( 42 ) ( 150 )
U6= Ku= ×1 , 80
2. E.I y 2 ( 21 ×10 4 ) ( 49 , 65 )
8
1,4175× 10
¿ 7
× 1, 80
2,0853× 10
¿ 12,235 mm

P K 6=|12,235−1,
12,235 |
73
×100 %

¿ 85 , 8 %

4.3.3. Tabel Hasil Perhitungan

Gaya W W cale Differenc U U cale Difference


(N) meas (mm) e meas (mm) (%)
(mm) (%) (mm)
14 0,9 5,158 82,5 0,37 4,078 90,9
23 1,9 3,913 51,4 0,99 6,7 85,2
29 2,55 10,684 76,1 1,23 8,448 84,4
32 2,95 11,79 74,9 1,35 9,322 85,5
36 3,37 13,264 74,5 1,51 10,487 85,6
42 3,90 15,474 74,7 1,73 12,235 85,8

Keterangan
Wiro Fathur Aras Fikri Dhanu Alvian
4.3.4 Grafik dan Pembahasan

Grafik Hubungan F dan W Quadrant Beam


4
3,178
3 2,592
2,341 3,08
W (mm)

1,923 2,42
2 2,17
1,087 1,77
1 0,669
0,9
0,55
0
5 10 15 20 25 30 35 40

Gaya (F)
Praktik Teori
Grafik di atas merupakan grafik hubungan antara Gaya (F) dan W
meas (mm) atau deformasi secara vertikal yang didapatkan dari hasil
percobaan pada objek percobaan Quaadrant Beam, dimana pada saat
praktikum gaya yang digunakan yaitu sebesar 14 N, 23 N, 29 N, 32 N, 36
N, dan 42 N. Secara praktik saat batang diberikan gaya maka akan terjadi
deformasi vertikal (W) sesuai dengan gaya yang diberikan, seperti pada
gaya sebesar 14 N didapatkan hasil deformasi batang adalah 0,9 mm. Pada
gaya sebesar 23 N didapatkan hasil 1,9 mm. Pada gaya sebesar 29 N
didapatkan hasil deformasi vertikal adalah 2,55 mm. Pada gaya sebesar 32
N didapatkan hasil yaitu 2,95 mm. Pada gaya sebesar 36 N didapatkan
hasil deformasi sebesar 3,37 mm. Dan pada beban terakhir yaitu 42 N
didapatkan hasil deformasi sebesar 3,90 mm. Sedangkan secara teori
beban atau gaya yang digunakan itu sama tetapi hasil deformasi yang
didaptkan berbeda, adapun hasil deformasi yang didapatkan secara teori
berturut- turut yaitu 5,158 mm, 3,913 mm, 10,684 mm, 11,79 mm, 13,264
mm, 15,474 mm. Adapun presentase kesalahan yang didapatkan pada saat
percobaan secara berturut-turut yaitu 82,5%, 51,4%, 76,1%, 74,9%,
74,5%, dan 74,7%.
Grafik Hubungan F dan U Quadrant Beam
3
2,512
2,049
2 1,851
1,521
W (mm)

1,51
1 0,859 1,25
1,12
0,529 0,93
0,51
0,31
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40

Gaya (F)
Praktik Teori

Grafik di atas merupakan grafik hubungan antara Gaya (F) dan U


meas (mm) atau deformasi secara horizontal yang didapatkan dari hasil
percobaan pada objek percobaan Quadrant Beam, dimana pada saat
praktikum gaya yang digunakan yaitu sebesar 14 N, 23 N, 29 N, 32 N, 36
N, dan 42 N. Secara praktik saat batang diberikan gaya maka akan terjadi
deformasi horizontal (U) sesuai dengan gaya yang diberikan, seperti pada
gaya sebesar 14 N didapatkan hasil deformasi batang adalah 0,37 mm.
Pada gaya sebesar 23 N didapatkan hasil 0,99 mm. Pada gaya sebesar 29
N didapatkan hasil deformasi vertikal adalah 1,23 mm. Pada gaya sebesar
32 N didapatkan hasil yaitu 1,35 mm. Pada gaya sebesar 36 N didapatkan
hasil deformasi sebesar 1,51 mm. Dan pada beban terakhir yaitu 42 N
didapatkan hasil deformasi sebesar 1,73 mm. Sedangkan secara teori
beban atau gaya yang digunakan itu sama tetapi hasil deformasi yang
didaptkan berbeda, adapun hasil deformasi yang didapatkan secara teori
berturut- turut yaitu 4,078 mm, 6,7 mm, 8,448 mm, 9,322 mm, 10,487
mm, 12,235 mm. Adapun presentase kesalahan yang didapatkan pada saat
percobaan secara berturut-turut yaitu 90,9%, 85,2%, 84,4%, 85,5%,
85,6%, dan 85,8%.
BAB V

PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Perilaku lentur dari balok sumbu melengkung memiliki beberapa
persamaan dan perbedaan seperti pada balok melingkar, setengah
melingkar dan seperempat melingkar yang memiliki distribusi tegangan
dan regangan yang tidak homogen sepanjang deformasinya. Maka
menyatakan bahwa deformasi akan semakin besar terjad jika gaya atau
beban yang diberikan juga besar.
2. Prinsip kekuatan virtual (the force method) merupakan salah satu metode
dalam analisis struktural yang digunakan dalam menghitung deformasi
pada suatu material. Seperti mengetahui prinsip dasar, rumus deformasi,
penerapan dan lainnya.
3. Momen luasan kedua adalah sebuah parameter penting dalam analisis
struktur terutama untuk mengetahui kemampuan suatu material.
4. Dapat mengetahui perbandingan deformasi atau perubahan bentuk dari
suatu material secara praktik dan secara teori serta kita dapat mendapatkan
presentase kesalahan dari perbandingan deformasi yang dihitung dan
diukur.

5.2. Saran

5.2.1. Saran untuk Laboratorium


5.2.2. Saran untuk Asisten

Anda mungkin juga menyukai