Anda di halaman 1dari 59

Applied Mechanics Laboratory Mechanical

Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagian besar struktur yang memiliki dimensi langsing atau tipis dan
mengalami tegangan tekan akan mengalami masalah instabiltas tekuk atau
buckling. Buckling merupakan suatu proses dimana suatu struktur tidak
mampu mempertahankan bentuk aslinya, sedemikian rupa berubah bentuk
dalam rangka menemukan keseimbangan baru. Konsekuensi buckling pada
dasarnya adalah masalah geometrik dasar, dimana terjadi lendutan besar
sehingga akan mengubah bentuk struktur. Fenomena tekuk atau buckling
dapat terjadi pada sebuah kolom, lateral buckling balok, pelat dan cangkang
(shell). Peristiwa buckling dapat terjadi pada batang langsing yang
mendapatkan tekanan aksial. Batang plat tipis adalah batang yang mempunyai
perbandingan panjang dan jari-jari girasi penampang yang besar. Analisis
buckling merupakan teknik yang digunakan untuk menghitung beban
buckling, beban kritis pada struktur yang menjadikan kondisi tidak stabil dan
ragam buckling (mode shape), 1 2 karateristik bentuk yang berhubungan
dengan respon struktur yang yang mengalami buckling. Ada dua teknik
analisis buckling untuk memprediksi beban buckling dan ragam struktur
buckling, yaitu analisis nonlinear buckling dan analisa eigenvalue linear
buckling. Metode analisis instabilitas secara umum ada dua jenis yaitu
bifurcation (eigenvalue, linear) buckling dan snap through (nonlinear)
buckling. Pada metode pertama, analisis bifurcation buckling, beban kritis
buckling di analisis pada titik bifurkasi dari idealisasi struktur elastic linear
dengan penyelesaian masalah nilai eigen. Meskipun analisis pendekatan
dengan nilai eigen ini hasilnya tidak konservatif akan tetapi karena lebih cepat
metode ini digunakan sebagai pendekatan awal. Sedangkan metode kedua,
snap through (nonlinear) buckling, biasanya lebih akurat dengan teknik
analisis non linear. Pada analisis non linear snap through buckling struktur
dianalisis terhadap beban yang meningkat secara gradual tahap demi tahap
sampai beban batas. Silinder atau komponen berdinding tipis yang mengalami
pembebanan tekan rentan terhadap buckling. Euler Buckling dimana anggota
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
subjek long slender dengan gaya tekan bergerak lateral ke arah kekuatan
seperti gambar
Pada abad ke-18, para insinyur dan ilmuwan mulai memahami gejala
buckling sebagai dampak dari beban tekan pada elemen struktural.
Pemahaman ini tumbuh bersamaan dengan perkembangan ilmu pengetahuan
tentang elastisitas material. Pada pertengahan abad ke-19, Saint-Venant
menyusun teori buckling pertama yang mengeksplorasi perilaku kolom
panjang yang terkena beban aksial. Seiring berjalannya waktu, pengembangan
teori buckling semakin matang. Pada awal abad ke-20, sejumlah penelitian
mendalam dilakukan oleh tokoh-tokoh seperti Timoshenko dan Euler, yang
membuat kontribusi signifikan terhadap pemahaman fenomena buckling pada
struktur panjang. Pada pertengahan abad ke-20, dengan munculnya komputer
dan teknologi simulasi numerik, analisis menjadi lebih terperinci dan presisi.
Sejak itu, pemahaman dan pemodelan buckling terus berkembang sejalan
dengan kemajuan dalam metode numerik dan eksperimental. Perancangan
struktur untuk menghindari buckling menjadi lebih canggih, dan teknik-teknik
pencegahan yang lebih efisien diterapkan dalam industri teknik mesin. Hari
ini, pemahaman terhadap buckling memainkan peran krusial dalam
perancangan komponen mesin, struktur pesawat terbang, bangunan bertingkat
tinggi, dan berbagai aplikasi rekayasa lainnya. Teknik mesin Buckling adalah
fenomena mekanika struktur yang terjadi ketika suatu struktur mengalami
deformasi yang tidak stabil dan tiba-tiba melengkung atau roboh karena beban
yang diterapkan melebihi kapasitas batasnya. Dalam konteks teknik mesin,
buckling memiliki dampak signifikan terutama pada elemen struktural yang
panjang dan ramping, seperti kolom, balok, atau rangka. Fenomena buckling
ini disebabkan oleh ketidakstabilan yang timbul dalam struktur karena adanya
gaya tekan yang bekerja pada salah satu atau lebih sumbu utama struktur.
Pentingnya memahami buckling dalam teknik mesin terletak pada konsekuensi
serius yang dapat timbul akibat ketidakstabilan struktural ini. Struktur yang
tidak stabil dapat menyebabkan kegagalan secara keseluruhan atau sebagian
dari sistem, Oleh karena itu, analisis buckling menjadi kritis dalam
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
perancangan dan pemodelan struktural, di mana insinyur perlu
mempertimbangkan segala hal.
1.2 Tujuan Percobaan
1. Untuk mengetahui yang terjadi pada tumpuan engsel-engsel.
2. Untuk mengetahui yang terjadi pada tumpuan engsel-jepit.
3. Untuk mengetahui yang terjadi pada tumpuan jepit-jepit.

1.3 Manfaat Percobaan


Percobaan ini sangat berguna untuk mengetahui tegangan tekuk yang
terjadi pada benda atau balok secara vertikal yang diberikan beban atau gaya.
Selain itu, percobaan ini dapat dijadikan sebagai dasar atau referensi dalam
konstruksi pembuatan jembatan, tiang dan benda-benda lainnya yang berdiri
tegak secara vertikal.
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University

BAB II
TEORI DASAR UMUM

2.1 Kurva Tegangan Regangan

Analisis struktur dalam mekanika teknik membahas pengaruh dari gaya


luar terhadap sistem struktur berapa timbulnya gaya reaksi atau gaya-gaya
dalam beserta deformasi. Gaya-gaya dalam berfungsi meneruskan gaya-
gaya luar yang bekerja ke penyangga. Memanfaatkan sifat plastisitas dari
material saat pelat diberi gaya luar merupakan hal yang penting dari proses
pembentukan. Dengan memanfaatkan tahap plastis tersebut maka proses
pembentukan material akan tercapai, dimana bentuk pelat akan sesuai
dengan bentuk cetakan yang diinginkan. Konsep ini terdapat pada kurva
tegangan regangan pada gambar 2.1 daerah plastis terdapat pada garis kurva
diatas titik mulur batas tegangan dimana material tidak akan kembali ke
bentuk semula bila beban dilepas dan akan mengalami deformasi tetap yang
disebut permanent set (Hastomo, 2009).

Nilai-nilai tegangan regangan yang digunakan untuk membentuk grafik


diagram tegangan regangan diperoleh dengan menggunakan metode regresi
polinomial yang sebelumnya dilakukan normalisasi pada tegangan dan
regangan yaitu dengan cara membagi tegangan yang terjadi dengan
tegangan maksimum dan regangan yang terjadi dengan regangan pada saat
tegangan maksimum (Setyoso & Zulkifli, 2005).

Tegangan adalah tahanan material terhadap gaya atau beban, tegangan


diukur dalam bentuk gaya per luas. Tegangan normal adalah tegangan yang
tegak lurus terhadap permukaan dimana tegangan tersebut diterapkan.
Tegangan normal dianggap positif jika menimbulkan suatu tarikan (tensile)
dan dianggap negatif jika menimbulkan penekanan (Setiawan, 2019). Secara
umum regangan atau strain merupakan rasio perubahan dimensi benda
terhadap dimensi aslinya, ketika gaya deformasi diterapkan pada benda,
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
maka mungkin mengalami perubahan dimensi. Strain merupakan rasio
jumlah fisik yang sama, maka strain atau regangan tidak memiliki satuan.
(Fiqih, 2019).
2.1.1 Kurva True Stress dan True Strain
Parameter dinamis bahan diturunkan dari karakteristik bahan yang
telah stabil setelah diberi regangan berulang. Pada umumnya karakteristik
bahan yang telah stabil ditentukan dari histerisis tegangan regangan yang
direkam pada setengah dari jumlah siklus saat pada benda uji terjadi retak.
Persamaan yang menggambarkan karakteristik dinamis bahan terdiri dari
dua bagian. Pertama adalah bagian elastis dan yang kedua adalah bagian
plastis, kedua bagian tersebut kemudian dijumlahkan. Oleh karena itu
regangan total harus dibagi menjadi regangan elastis dan regangan plastis.
Pada pembagian tersebut digunakan Hukum Hooke dan modulus elastisitas
E. Karakteristik siklus bahan digambarkan dengan 4 buah konstanta dan
modulus elastisitas E (Suhartono, 2007).
Pada umumnya, kurva yang mewakili hubungan antara tegangan dan
regangan dalam segala bentuk deformasi dapat dianggap sebagai kurva
tegangan regangan. Tegangan dan regangan bisa normal, geser, atau
campuran, juga bisa uniaksial, biaksial, atau multiaksial, bahkan berubah
seiring waktu. Bentuk deformasi dapat berupa kompresi, regangan, torsi,
rotasi, dan sebagainya. Jika tidak disebutkan sebaliknya, kurva tegangan
regangan mengacu pada hubungan antara tegangan normal aksial dan
regangan normal aksial bahan yang diukur dalam uji tarik. Kurva tegangan
regangan untuk bahan ini diplot dengan memanjangkan sampel dan
mencatat variasi tegangan dengan regangan sampai sampel patah. Dengan
konvensi, regangan diatur ke sumbu horizontal dan tegangan diatur ke
sumbu vertikal. Perhatikan bahwa untuk tujuan rekayasa kita sering
menganggap luas penampang material tidak berubah selama seluruh proses
deformasi. Hal ini tidak benar karena luas sebenarnya akan berkurang
selama deformasi karena deformasi elastis dan plastis. Kurva yang
didasarkan pada penampang asli dan panjang pengukur disebut kurva
tegangan regangan teknik, sedangkan kurva yang didasarkan pada luas
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
penampang sesaat dan panjangnya disebut kurva tegangan regangan sejati.
Kecuali dinyatakan lain, umumnya digunakan tegangan regangan teknik
(Hendrawan, Kusnayat, & Nugroho, 2021).
True stress diperoleh dari pembagian beban dengan luas penampang
saat pembebanan berlangsung. Sedangkan true strain didapat dari hasil
pengukuran perubahan panjang dibagi panjang yang saat itu terjadi. Kurva
tegangan dan regangan ditunjukkan pada Gambar 2.1 (Putra E. M., 2018).

Gambar 2.1 Kurva Tegangan Regangan


Sumber: https://wiki2th.com/id/Stress%E2%80%93strain_curve#wiki-1/

Tegangan yang digunakan pada kurva adalah tegangan membujur


rata-rata dari pengujian tarik. Tegangan teknik tersebut diperoleh dengan
cara membagi beban yang diberikan dibagi dengan luas awal penampang
benda uji. Regangan yang digunakan untuk kurva tegangan regangan
teknik adalah regangan linier rata-rata, yang diperoleh dengan cara
membagi perpanjangan yang dihasilkan setelah pengujian dilakukan
dengan panjang awal. Bentuk dan besaran pada kurva tegangan regangan
suatu logam tergantung pada komposisi, perlakuan panas, laju regangan,
temperatur dan keadaan tegangan yang menentukan selama pengujian.
Parameter yang digunakan untuk menggambarkan kurva tegangan
regangan logam adalah kekuatan tarik, kekuatan luluh atau titik luluh.
Pada tegangan dan regangan yang dihasilkan, dapat diketahui nilai
modulus elastisitas (Putra, Winangun, & Fadelan, 2019).
Bentuk dan besaran pada kurva tegangan regangan suatu logam
tergantung pada komposisi, perlakuan panas, deformasi plastik, laju
regangan, temperatur dan keadaan tegangan yang menentukan selama
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
pengujian. Parameter-parameter yang digunakan untuk menggambarkan
kurva tegangan regangan logam adalah kekuatan tarik, kekuatan luluh atau
titik luluh. Dan parameter pertama adalah parameter kekuatan, sedangkan
dua yang terakhir menyatakan keuletan bahan. Bentuk kurva tegangan
regangan pada daerah elastis tegangan berbanding lurus terhadap
regangan. Deformasi tidak berubah pada pembebanan, daerah remangan
yang tidak menimbulkan deformasi apabila beban dihilangkan disebut
daerah elastis. Apabila beban melampaui nilai yang berkaitan dengan
kekuatan luluh, benda mengalami deformasi plastis bruto. Deformasi pada
daerah ini bersifat permanen, meskipun bebannya dihilangkan. Tegangan
yang dibutuhkan untuk menghasilkan deformasi plastis akan bertambah
besar dengan bertambahnya regangan plastik (Setiawan, 2019).

2.1.2 Jenis – Jenis Kurva Stress – Strain


Banyak idealisasi yang mungkin untuk memodelkan perilaku
tegangan-regangan diantaranya sebagai berikut:

Gambar 2.4 Jenis-Jenis Kurva Tegangan Regangan


Sumber: https://www.etsworlds.id/2020/01/kurva-tegangan-regangan-stress-strain/

Yang paling sederhana adalah pendekatan linear elastic dimana hanya


dua parameter material E dan yang diperlukan untuk modelnya. Perilaku
tegangan regangan yang lebih kompleks dari bahan inelastis memerlukan
lebih banyak parameter pemodelan Elastic-Perfectly plastic adalah
pendekatan yang baik untuk banyak bahan plastik. Setidaknya tiga
parameter yang diperlukan untuk menggambarkan perilaku ini (E, ν, σ y).
Bahan linear hardening memiliki modulus bilinear hanya dalam
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
tegangan atau hanya dalam kompresi. Tegangan luluh meningkat setelah
pembongkaran material. Oleh karena itu, jenis perilaku ini diamati pada
materi`al yang dimuat dan dibongkar. Setidaknya empat parameter
diperlukan untuk menggambarkan deformasi.
Perilaku beberapa bahan dalam rentang elastis awal hingga titik luluh
dapat diabaikan. Model rigid-perfectly plastic memberikan representasi
akurat dari perilaku nyata hanya jika deformasi terkait dengan leleh
plastis jauh lebih besar daripada deformasi sebelum leleh. Ini adalah
kasus di beberapa proses pembentukan logam di mana deformasi plastis
lebih dari 20x elastis deformasi. Idealisasi ini mengurangi jumlah
parameter material menjadi hanya σ y. Model power-law plastic mewakili
beberapa material dengan kelengkungan yang besar sejak awal
pembebanan. Jumlah parameter material yang diperlukan untuk
menggambarkan perilaku deformasi tergantung pada persamaan. Namun
ini adalah model paling sederhana yang digunakan untuk
menggambarkan perilaku nonlinier. Suatu bahan dapat menunjukkan
deformasi yang berbeda di bawah tingkat regangan yang berbeda: linier
untuk viscoelastic, nonlinier untuk viscoplastic. Polimer viskoplastik
dapat diregangkan pada suhu kamar pada tingkat yang berbeda dengan
sangat mudah dan menunjukkan perbedaan perilaku tegangan regangan
dalam kondisi laboratorium. Aluminium plastik di sisi lain, harus
mengalami tingkat regangan ekstrim untuk menunjukkan tegangan
regangan dengan respon berbeda terhadap tingkat regangan yang berbeda
(Govindjee, 2020).

2.2 Jenis – Jenis Defleksi

Defleksi adalah perubahan bentuk pada balok dalam arah y akibat adanya
pembebanan vertikal yang diberikan pada balok atau batang. Deformasi
pada balok sangat mudah dijelaskan berdasarkan defleksi balok dari
posisinya sebelum mengalami pembebanan. Defleksi diukur dari permukaan
netral awal ke posisi netral setelah terjadi deformasi. Konfigurasi yang
diasumsikan dengan deformasi dikenal sebagai kurva elastis dari balok.
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
Elastisitas merupakan sifat yang menyebabkan sebuah benda kembali ke
bentuk semula apabila gaya yang bekerja padanya dihilangkan. Sebuah
benda yang kembali sepenuhnya ke bentuk semula disebut elastis sempurna,
sedangkan benda yang tidak kembali sepenuhnya ke bentuknya dikatakan
elastis parsial (Yusuf, Hariadi, & Agung, 2020).
Defleksi dibagi menjadi tiga jenis menurut pembebanan yang terjadi pada
batang, diantaranya adalah:
1. Defleksi lateral (lendutan)
Defleksi lateral terjadi pada batang rigid yaitu batang lurus yang kaku
atau jika pembebanan yang sejajar dengan penampang atau tegak lurus
terhadap sumbu batang. Perubahan bentuk suatu batang akibat
pembebanan arah vertikal dan posisi batang horizontal, hingga
membentuk sudut defleksi, kemudian kembali ke posisi semula. Hal ini
hanya terjadi jika beban yang diberikan tegak lurus dengan permukaan
batang. (Suhartono, 2007).
2. Defleksi aksial (regangan)
Defleksi aksial terjadi apabila beban diberikan pada luas permukaan.
Perubahan bentuk suatu batang akibat pembebanan arah vertikal (tarik,
tekan) hingga membentuk sudut defleksi, dan posisi batang vertikal,
kemudian kembali ke posisi semula (Suhartono, 2007).
3. Defleksi oleh gaya geser atau puntir pada batang
Jika mengalami beban lentur, suatu batang kontinu akan melendut.
Unsur-unsur suatu mesin harus kuat dan tegar untuk mempertahankan
ketelitian terhadap pengaruh beban yang diberikan (Suhartono, 2007).

2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Defleksi

Menurut E. P. Papov (1993), pada semua konstruksi teknik, bagian


pelengkap suatu bangunan haruslah diberi ukuran-ukuran fisik tertentu yang
harus diukur dengan tepat agar dapat menahan gaya-gaya yang akan
diberikan padanya. Misalnya bagian dari gaya suatu struktur komposit
haruslah cukup tegar untuk tidak melentur melebihi batas yang diizinkan
dibawah kondisi pembebanan yang diberikan. Kemampuan untuk
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
menentukan maksimum yang dapat diterima oleh suatu konstruksi sangatlah
penting. Dalam aplikasi keteknikan, kebutuhan tersebut haruslah
disesuaikan dengan pertimbangan ekonomis dan pertimbangan teknis. Dari
segi teknis seperti kekakuan (stiffnes), kekuatan (strength), dan kestabilan
(stability) (Fiqih, 2019).
Lendutan adalah besarnya gerak turun vertikal suatu permukaan
perkerasan akibat beban. Metode pengukuran lendutan dibagi menjadi dua
yaitu destruktif dan non destruktif. Pada non destruktif terdapat dua metode
yaitu Surface loading test dan seismic techniques. Surface loading test
dibagi menjadi pembebanan statis dan pembebanan dinamis. Falling Weight
Deflectometer (FWD) adalah alat yang menggunakan pembebanan dinamis
pada suatu perkerasan dan subgrade yang mengevaluasikan kondisi
perkerasan menggunakan defleksi (Altiyonica, 2018).
Defleksi berhubungan dengan regangan (∆L/L). Jika regangan yang
terjadi pada struktur semakin besar, maka tegangan struktur pun akan
bertambah besar. Defleksi sangat penting untuk diketahui karena
berhubungan dengan desain struktur dan membantu dalam analisis struktur.
Faktor-faktor yang mempengaruhi defleksi yakni besar pembebanan,
panjang batang, dimensi penampang batang, jenis material batang, gaya
yang diberikan, tumpuan, jenis beban, hingga dimensi penampang batang
(Anggraeni & Yunus, 2018). Hal-hal yang mempengaruhi terjadinya
defleksi yaitu:
1. Kekakuan batang
Tingkat kekakuan suatu batang sangat mempengaruhi proses defleksi.
Semakin tinggi tingkat kekakuannya maka defleksinya akan semakin
kecil. Artinya tingkat kekuatan suatu batang berbanding terbalik dengan
dengan besarnya lendutan yang terjadi. Kekakuan batang ini meliputi
tinggi batang/balok yang diuji. Semakin tinggi keadaan balok atau batang
maka akan meningkatkan kekakuan pada batang tersebut, atau biasa
disebut dengan momen inersia (Daniansyah, 2015).
2. Keadaan gaya
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
Defleksi tidak akan terjadi jika tidak ada gaya yang diberikan pada
suatu batang. Besar kecilnya gaya yang diberikan pada batang
berbanding lurus dengan besar defleksi yang akan terjadi. Artinya,
semakin besar gaya yang diberikan maka defleksi yang terjadi akan
semakin besar begitupun sebaliknya (Daniansyah, 2015).
3. Jenis tumpuan yang diberikan
Setiap tumpuan mempunyai reaksi dan arah yang berbeda-beda jika
dikenakan suatu beban. Semakin banyak reaksi yang diberikan suatu
tumpuan akan menyebabkan defleksi mengecil. Tumpuan rol yang hanya
memiliki satu reaksi tegak lurus akan mempunyai defleksi yang lebih
besar daripada tumpuan pin (pasak) yang mempunyai dua reaksi.
Begitupun dengan tumpuan jepit yang akan memiliki defleksi yang lebih
kecil daripada tumpuan pin (pasak) karena memiliki reaksi yang lebih
banyak daripada tumpuan engsel. Artinya, semakin banyak reaksi dari
tumpuan yang melawan gaya dari beban maka defleksi yang terjadi pada
tumpuan rol lebih besar dari tumpuan pin (pasak) dan defleksi yang
terjadi pada tumpuan pin lebih besar dari tumpuan jepit (Daniansyah,
2015).
4. Jenis beban yang terjadi pada batang
Beban terdistribusi merata dengan beban titik, keduanya memiliki
kurva defleksi yang berbeda-beda. Pada beban terdistribusi merata slope
yang terjadi pada bagian batang yang paling dekat lebih besar dari slope
titik. Ini karena sepanjang batang mengalami beban sedangkan pada
beban titik hanya terjadi pada beban titik tertentu saja (Prasetyo, 2020).
5. Panjang batang
Panjang batang ini akan berpengaruh terhadap besar-kecilnya lendutan
pada suatu batang (Daniansyah, 2015).
6. Dimensi penampang batang
Dimensi yang dimaksud adalah dimensi yang akan mengalami
defleksi itu sendiri akibat beban yang akan diterimanya (Setyoso &
Zulkifli, 2005).
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
2.4 Deformasi

Deformasi adalah perubahan bentuk, posisi, dan dimensi dari suatu


benda. Berdasarkan definisi tersebut, deformasi dapat diartikan sebagai
perubahan kedudukan atau pergerakan suatu titik pada suatu benda secara
absolut maupun relatif. Dikatakan titik bergerak absolut apabila dikaji dari
perilaku gerakan titik itu sendiri dan dikatakan relatif apabila gerakan itu
dikaji dari titik yang lain. Perubahan kedudukan atau pergerakan suatu titik
pada umumnya mengacu kepada suatu sitem kerangka referensi (absolut
atau relatif). Untuk mengetahui terjadinya deformasi pada suatu tempat
diperlukan suatu survei, yaitu survei deformasi dan geodinamika. Survei
deformasi dan geodinamika sendiri adalah survei geodetik yang dilakukan
untuk mempelajari fenomena-fenomena deformasi dan geodinamika.
Fenomena-fenomena tersebut terbagi atas dua, yaitu fenomena alam seperti
pergerakan lempeng tektonik, aktivitas gunung api, dan lain-lain. Fenomena
yang lain adalah fenomena manusia seperti bangunan, jembatan, bendungan,
permukaan tanah, dan sebagainya (Nugroho, Sudarsono, & Amarrohman,
2017).
Metode statistika dinamakan juga metode analisis regresi yang
menitikberatkan pembahasannya pada analisis korelasi antara besaran
deformasi antara besaran deformasi (displacement) dan besaran beban
(load) penyebab terjadinya deformasi. Dapat juga dilihat secara
makroskopis dan mikrokopis. Secara makrokopis, deformasi dapat dilihat
sebagai perubahan bentuk dan ukuran. Deformasi dibedakan atas deformasi
elastis dan plastis. Deformasi elastis, perubahan bentuk yang terjadi bila ada
gaya yang berkerja, serta akan hilang bila bebannya ditiadakan (benda akan
kembali kebentuk dan ukuran semula). Deformasi plastis, perubahan bentuk
yang permanen, meskipun bebannya dihilangkan. Secara mikrokopis,
perubahan bentuk baik deformasi elastis maupun plastis disebabkan oleh
bergesernya kedudukan atom-atom dari tempatnya semula. Pada deformasi
elasitis adanya tegangan akan menggeser atom-atom ke tempat
kedudukannya yang baru, dan atom-atom tersebut akan kembali ke
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
tempatnya yang semula bila tegangan tersebut ditiadakan. Pada deformasi
plastis, atom-atom yang bergeser menempati kedudukannya yang baru dan
stabil, meskipun beban (tegangan) dihilangkan, atom-atom tersebut tetap
berada pada kedudukan yang baru (Didik, Mardjuki, & Jumiadi, 2015).
Elastisitas didefinisikan sebagai kemampuan bahan untuk menerima
tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang permanen
setelah tegangan dihilangkan. Peristiwa ini disebut juga deformasi elastis.
Deformasi elastis terjadi bila logam atau bahan padat dibebani gaya. Bila
tegangan tersebut disebabkan oleh gaya tarik maka benda akan bertambah
panjang, setelah gaya ditiadakan benda akan kembali ke bentuk semula.
Sebaliknya jika tegangan tersebut disebabkan oleh gaya tekan maka akan
mengakibatkan benda akan menjadi lebih pendek dari keadaan semula. Bila
hanya ada deformasi elastik, maka regangan sebanding dengan tegangan.
Perbandingan antara tegangan (σ) dengan regangan elastik (ε) disebut
modulus elastisitas (Modulus Young) yang dapat ditulis E=σ / ε . Persamaan
tersebut dikenal juga dengan Hukum Hooke. Hukum Hooke berlaku di
bawah batas elastik, dimana untuk sebagian besar bahan selama beban atau
tegangan tidak melampaui batas elastik, regangan akan sebanding dengan
tegangan. Regangan elastik akan sebanding dengan tegangan bila pada
bahan/logam hanya terjadi deformasi elastik. Pada pembebanan geser,
bekerja dua gaya yang sejajar. Tegangan geser 𝜎𝑠 adalah gaya 𝐹𝑠 dibagi
dengan luas bidang geser. Gaya geser menyebabkan adanya pergeseran
sudut α. Regangan geser γ didefinisikan sebagai tangen α. Perbandingan
tegangan geser 𝜎𝑠 dengan regangan geser γ disebut modulus geser G (Putra
E. M., 2018).
Kekuatan tarik (tensile strength) atau kekuatan tekan (compressive
strength) menyatakan ukuran besar gaya yang diperlukan untuk
mematahkan atau merusak bahan. Dengan pengujian kekuatan tarik maka
didapatkan gejala fisis yaitu perubahan pertambahan panjang dari suatu
logam uji dengan panjang semula menjadi pertambahan panjang setelah uji
tarik. Dalam pengujian tarik logam uji di tarik sampai putus sehingga
didapatkan pola patahan tertentu pada logam uji dengan pola patahan ulet
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
maupun getas. Pola patahan terjadi dikarenakan kandungan unsur penyusun
dari logam ketika proses pembentukan logam atau produksi logam. Diagram
antara stress (tegangan) dan strain (regangan) dapat digunakan untuk
menentukan sifat mekanik dari suatu bahan (Putra E. M., 2018).
Secara umum pada industri, pengerjaan logam dibedakan menjadi dua,
yaitu pengerjaan logam panas (hot working) dan pengerjaan dingin (cold
working). Proses pengerjaan panas adalah proses pembentukan yang
dilakukan pada daerah temperatur rekristalisasi logam yang diproses. Akibat
konkretnya ialah logam bersifat lunak pada temperatur tinggi.
Keuntungannya bahwa deformasi yang diberikan kepada benda kerja dapat
relatif besar, hal ini dikarenakan sifat lunak dan sifat ulet pada benda kerja,
sehingga gaya pembentukan yang dibutuhkan relatif kecil, serta benda kerja
mampu menerima perubahan bentuk yang besar tanpa retak, sedangkan
proses pengerjaan dingin adalah proses pembentukan yang dilakukan pada
daerah temperatur dibawah temperatur rekristalisasi, pada umumnya
pengerjaan dingin dilakukan pada suhu temperatur kamar, atau tanpa
pemanasan. Pada kondisi ini, logam yang dideformasi terjadi peristiwa
pengerasan regangan. Logam akan bersifat makin keras dan makin kuat.
tetapi makin getas bila mengalami deformasi, bila dipaksakan adanya suatu
perubahan bentuk yang besar, maka benda kerja akan retak akibat sifat
getasnya. Keunggulannya ialah kondisi permukaan benda kerja yang lebih
baik dari pada yang diproses dengan pengerjaan panas, hal ini dikarenakan
tidak adanya proses pemanasan yang dapat menimbulkan kerak pada
permukaan. Contoh, proses penarikan kawat, dan pembentukan pelat (Didik,
Mardjuki, & Jumiadi, 2015).

2.5 Perbedaan Deformasi Elastis dan Deformasi Plastis

Pada sebagian logam deformasi elastis hanya terjadi hingga regangan


mencapai 0,005. Apabila material terus berdeformasi maka tegangan tidak
lagi berbanding lurus dengan regangan sehingga Hukum Hooke tidak
berlaku. Deformasi menjadi permanen tidak dapat balik dimana beban
dilepaskan benda tidak kembali kebentuk awalnya. Akibatnya kita katakan
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
benda sudah mengalami deformasi plastis. Deformasi plastis berhubungan
dengan pemutusan ikatan dengan atom tetangga asal dan pembentukan
ikatan dengan tetangga yang baru. Jadi ketika beban dilepas benda tidak
dapat kembali ke bentuk semula. Titik di mana deformasi elastis berubah
menjadi plastis disebut batas elastis atau batas proporsional. Terkadang
posisi titik tersebut agak sulit untuk ditentukan. Hal ini disebabkan titik
berhentik proporsional antara tegangan dan regangan tidak jelas. Dalam
kasus seperti ini sebuah konvensi diberlakukan dimana ditarik sebuah garis
lurus yang sejajar dengan bagian elastis dari kurva pada posisi reganagan
sebesar 0,002 (0,2%) disebut metode offset. Jadi tegangan luluh
didefeinisikan sebagai tegangan di mana deformasi plastis mulai atau ketika
fenomena luluh terjadi (Putra E. M., 2018).
Deformasi merupakan perubahan dimensi secara keseluruhan, yang
terjadi sebuah bagian struktur yang mengalami tegangan. Deformasi
memiliki dua jenis yaitu deformasi elastis dan deformasi plastis. Deformasi
elastis merupakan benda yang dapat terdeformasi dapat ke kondisi semula
setelah gaya yang diaplikasikan dilepas atau adalah perubahan bentuk yang
bersifat sementara. Perubahan akan hilang bila gaya dihilangkan. Dengan
kata lain bila beban ditiadakan, maka benda akan kembali kebentuk dan
ukuran semula, sedangkan deformasi plastis adalah merupakan benda yang
terdeformasi tidak dapat kembali ke kondisi semula meski gaya telah
dilepas. Dilain pihak, deformasi plastis adalah perubahan bentuk yang
bersifat permanen, meskipun beban dilhilangkan. Perbedaan deformasi
elastis dan plastis akan lebih mudah dipahami dengan kurva tegangan
regangan (Hendrawan, Kusnayat, & Nugroho, 2021).
Deformasi elastis terjadi diawal pembebanan ketika pembebanan masih
sangat rendah, dimana regangan dan tegangan berbanding lurus. Deformasi
ketika regangan dan tegangan berbanding lurus dinamakan deformasi elastis
(Putra E. M., 2018). Deformasi elastis terjadi bila sepotong logam atau
bahan padat dibebani gaya. Bila beban berupa gaya tarik, benda akan
bertambah panjang; setelah gaya ditiadakan, benda akan kembali ke bentuk
semula. Sebaliknya, beban berupa gaya tekan akan mengakibatkan benda
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
menjadi pendek sedikit. Regangan elastik adalah hasil dari perpanjangan sel
satuan dalam arah tegangan tarik, atau kontraksi dari sel satuan dalam arah
tekanan. Bila hanya ada deformasi elastis, regangan akan sebanding dengan
tegangan. Perbandingan antara tegangan dan regangan disebut modulus
elastisitas (Modulus Young), dan merupakan karakteristik suatu logam
tertentu. Makin besar gaya tarik menarik antar atom logam, makin tinggi
pula modulus elastisitasnya (Hadijaya, Sugondo, & Kisworo, 2013).
Setiap perpanjangan atau perpendekan struktur kristal dalam satu arah
tertentu, karena gaya searah, akan menghasilkan perubahan dimensi dalam
arah tegak lurus dengan gaya tadi. Pada deformasi plastik terjadi bila
sepotong logam atau bahan padat dibebani gaya. Logam akan mengalami
perubahan bentuk, dan setelah gaya 3 ditiadakan, terjadi perubahan bentuk
permanen. Hal ini terjadi akibat sliding antar bidang atom, dan atau ikatan
atom-atomnya pecah. Nilai kekerasan berkaitan dengan kekuatan luluh atau
tarik logam, karena selama indentasi (penjejakan) logam mengalami
deformasi sehingga terjadi regangan dengan persentase tertentu. Nilai
kekerasan Vickers didefinisikan sama dengan beban dibagi luas jejak
piramida (indentor) dalam kg/mm2 dan besarnya kurang lebih tiga kali besar
tegangan luluh untuk logam-logam yang tidak mengalami pengerjaan
pengerasan cukup berarti. Deformasi elastis kemungkinan terjadi pada
permukaan yang keras, sedangkan deformasi plastis terjadi pada permukaan
yang lebih lunak. Pengaruh deformasi bergantung pada kekerasan
permukaan material. Deformasi yang terjadi dapat berupa kombinasi
perilaku elastis dan plastis. Pada permukaan dari dua komponen yang saling
bersinggungan dan bergerak satu terhadap lainnya akan terjadi deformasi
elastis maupun plastis. Deformasi elastis kemungkinan terjadi pada
permukaan yang keras, sedangkan deformasi plastis terjadi pada permukaan
yang lebih lunak (Hadijaya, Sugondo, & Kisworo, 2013).
Kemiringan dari bagian linear adalah sama dengan modulus elastisitas.
Modulus elastisitas menggambarkan kekakuan (stiffness) material. Semakin
besar modulus (semakin curam kemiringan grafik tegangan regangan), maka
semakin kaku material tersebut artinya jika material diberikan suatu beban
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
tertentu, maka material tersebut akan mengalami deformasi elastis yang
lebih kecil. Material yang kaku sangat dibutuhkan untuk aplikasi struktural,
sepertiaplikasi jembatan, menara, gedung dan bangunan lainnya, dengan
demikian apabila diberikan beban yang berat maka struktur tidak akan
melendut (berlekuk ke bawah) atau terdeformasi (Putra E. M., 2018).
Deformasi elastis bersifat tidak permanen. Ketika beban dilepas,
spesimen akan kembali ke bentuk awal. Pembebanan sama artinya dengan
menggerakkan material dari posisi awal mengikuti garis lurus dan ketika
beban dilepas garis berbalik ke posisi awal kembali. Dalam skala atomik
deformasi elastis diartikan sebagai perubahan kecil pada jarak atomik dan
teregangnya ikatan antara atom. Apabila dianalogikan bahwa ikatan diantara
dua atom sama dengan pegas, maka deformasi elastis adalah peregangan
pegas yang akan kembali ke posisi semula apabila tegangan dilepaskan.
Ketika tegangan tarik diberikan pada sebuah material perpanjangan pada
arah beban maka terjadi (sering disebut arah z), apabila terjadi perpanjang
pada arah z maka akan terjadi perpendekan pada arah lateral (arah x dan
arah y) yang disebut sebagai 𝜀x dan 𝜀𝑦 (Putra E. M., 2018).

2.6 Momen Inersia

Penyebab gerak suatu benda adalah gaya. Pada gerak rotasi, sesuatu yang
menyebabkan benda untuk berotasi atau berputar disebut momen gaya atau
torsi. semakin besar torsi, semakin besar pengaruhnya terhadap gerakan
benda yang berotasi. dalam hal ini, semakin besar torsi, semakin besar
perubahan kecepatan sudut yang dialami benda. Perubahan kecepatan sudut
sama dengan percepatan sudut. Jadi kita bisa mengatakan bahwa torsi
sebanding alias berbanding lurus dengan percepatan sudut benda. Perlu
diketahui bahwa benda yang berotasi juga memiliki massa (Nurhudayah,
2019).
Bumi yang selalu dalam keadaan rotasi memiliki inersia rotasi. Jadi,
momen inersia adalah ukuran besarnya kecenderungan berotasi yang
ditentukan oleh keadaan benda atau partikel penyusunnya. Kecenderungan
sebuah benda untuk mempertahankan keadaan diam atau bergerak lurus
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
beraturan disebut dengan Inersia (Tisarna, 2019).
Defenisi momen untuk mencari gaya-gaya reaksi tumpuan berbeda
dengan mencari momen pada satu titk. Hal ini salah satu faktor utama
kenapa orang sulit mempelajari ilmu mekanika teknik statika. Momen
terjadi apabila sebuah gaya bekerja mempunyai jarak tertentu dari titik yang
akan menahan momen tersebut dan besarnya momen tersebut adalah
besarnya gaya dikalikan dengan jaraknya. Satuan untuk momen adalah
satuan berat jarak (m, kgm, kgcm dan sebagainya) (Govindjee, 2020).
Momen inersia disebut juga dengan momen kelembaman. Data momen
inersia suatu penampang dari struktur diperlukan pada perhitungan-
perhitungan tegangan lentur, tegangan geser, tegangan torsi dan sebagainya.
Adapun momen inersia adalah suatu sifat kekakuan yang ditimbulkan
perkalian luas dengan kuadrat jarak ke suatu garis lurus atau sumbu. Momen
inersia dilambangkan dengan I (Govindjee, 2020). Ada dua macam momen
inersia yaitu:
a. Momen inersia linier yaitu momen inersia terhadap suatu garis lurus atau
sumbu. Jika terhadap sumbu x adalah Ix dan jika terhadap sumbu y adalah
Iy (Tisarna, 2019).
b. Momen inersia polar yaitu momen inersia terhadap suatu titik
perpotongan dua garis lurus atau sumbu. Dengan kata lain, bahwa inersia
polar adalah jumlah momen inersia linier terhadap sumbu x dan sumbu
y . Momen inersia polar dilambangkan dengan Ip (Tisarna, 2019).
Momen inersia menyatakan ukuran kelembaman suatu benda untuk
berotasi terhadap porosnya. Momen inersia suatu bendan bergantung pada
poros rotasinya, dimana semakin tersebar massa benda terhadap poros
rotasinya semakin besar juga momen inersianya. Momen inersia partikel (I)
merupakan hasil kali antara massa partikel (m) dan kuadrat jarak partikel
diukur dari sumbu putar (r2). Momen inersia sebuah partikel dirumuskan
sebagai berikut:
I =mr ²
Keterangan:
I = Momen inersia (kg.m2)
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
m = Massa benda (kg)
r = Jarak partikel ke poros (m) (Tisarna, 2019).
Momen inersia untuk sistem partikel adalah:
2
I =Σ mi r i
Besarnya momen inersia tergantung pada bentuk benda, jarak sumbu
putar ke pusat massa, dan posisi benda relatif terhadap sumbu putar. Untuk
balok non prismatis perhitungan inersia dilakukan dalam metode numerik
(Tisarna, 2019).
Gerak rotasi dan translasi tidak dapat dipisahkan dari momen inersia. Hal
ini dikarenakan, momen inersia adalah besaran turunan yang dipengaruhi
oleh jari-jari suatu benda. Apabila suatu benda memiliki jari-jari maka
benda tersebut akan memiliki kecepatan sudut dan membuatnya berotasi
(Minan, Rizaldi, Nulaela, Nursetia, & Susilawati, 2018).
Jika momen inersia besar maka benda akan sulit untuk melakukan
perputaran dari keadaan diam dan semakin sulit berhenti ketika dalam
keadaan berotasi, itu sebabnya momen inersia juga disebut sebagai momen
rotasi (Minan, Rizaldi, Nulaela, Nursetia, & Susilawati, 2018).
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University

Gambar 2.5 Daftar Momen Inersia pada Beberapa Geometri


Sumber: https://coursehero.com/
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
2.7 Jenis – Jenis Kolom

Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul
beban dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang
memegang peranan penting dari suatu bangunan, sehingga keruntuhan pada
suatu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya
(collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total (total collapse)
seluruh struktur. SK SNI T-15-1991-03 mendefinisikan kolom adalah
komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban aksial
tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga
kali dimensi lateral terkecil (Dewantara, 2019).
Menurut Wang (1986) dalam bukunya menjelaskan bahwa jenis-jenis
kolom ada tiga, yaitu :
1. Kolom ikat (tie column).
2. Kolom spiral (spiral column).
3. Kolom komposit (composite column) (Dewantara, 2019).
Dalam buku struktur beton bertulang (Istimawan Dipohusodo, 1994), ada
tiga jenis kolom beton bertulang yaitu :
1. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral
Kolom ini merupakan kolom beton yang ditulangi dengan batang
tulangan pokok memanjang, yang pada jarak spasi tertentu diikat dengan
pengikat sengkang ke arah lateral. Tulangan ini berfungsi untuk
memegang tulangan pokok memanjang agar tetap kokoh pada tempatnya
(Revaldo, Supriani, & Islam, 2013).
2. Kolom menggunakan pengikat spiral
Bentuknya sama dengan yang pertama hanya saja sebagai pengikat
tulangan pokok memanjang adalah tulangan spiral yang dililitkan keliling
membentuk heliks menerus di sepanjang kolom. Fungsi dari tulangan
spiral adalah memberi kemampuan kolom untuk menyerap deformasi
cukup besar sebelum runtuh, sehingga mampu mencegah terjadinya
kehancuran seluruh struktur sebelum proses redistribusi momen dan
tegangan terwujud (Revaldo, Supriani, & Islam, 2013).
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
3. Kolom komposit
Kolom komposit merupakan komponen struktur tekan yang diperkuat
pada arah memanjang dengan gelagar baja profil atau pipa, dengan atau
tanpa diberi batang tulangan pokok memanjang (Revaldo, Supriani, &
Islam, 2013).

Gambar 2.6 Jenis -Jenis Kolom


Sumber: https://id.scribd.com/

Kolom diklasifikasikan berdasarkan beberapa kondisi yang berdasarka


pada berbagai hal meliputi berdasarkan jenis pemuatan, berdasarkan pada
rasio kelangsingan, berdasarkan bentuk, berdasarkan pada bahan konstruksi.
a. Berdasarkan jenis pembebanan atau letak pemuatan
1. Kolom yang dibebani secara aksial
Kolom yang dibebani secara aksial adalah kolom yang beban aksial
vertikalnya bekerja di pusat gravitasi dari penampang kolom. Kolom
bermuatan aksial mulai jarang dibuat dalam konstruksi bangunan
karena beban vertikal yang bertepatan pada pusat gravitasi menjadikan
penampang kolom tidak praktis. Kolom hias interior bangunan
bertingkat dengan muatan simetris dari pelat lantai pada semua sisi
adalah contoh dari jenis kolom ini (Revaldo, Supriani, & Islam, 2013).
2. Kolom dengan memuat eksentrik uniaksial
Kolom dengan memuat eksentrik uniaksial adalah kolom yang
ketika beban vertikalnya tidak bertepatan dengan pusat gravitasi dari
penampang kolom, tetapi bertindak secara eksentrik baik pada sumbu
x atau y dari penampang kolom. Kolom dengan pembebanan uniaksial
umumnya ditemui dalam kasus kolom yang terhubung secara kaku
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
dari satu sisi saja seperti kolom pada tepi bangunan (Revaldo,
Supriani, & Islam, 2013).
3. Kolom dengan pemuatan eksentrik biaksial
Kolom dengan Pemuatan eksentrik biaksial adalah kolom yang
ketika beban vertikal pada kolom tidak bertepatan dengan pusat
gravitasi dari penampang kolom dan tidak bekerja pada kedua sumbu
(sumbu x dan y). Kolom dengan pemuatan biaksial adalah jenis kolom
yang umum di sudut bangunan dengan balok yang terhubung secara
kaku pada sudut di bagian atas kolom (Revaldo, Supriani, & Islam,
2013).
b. Berdasarkan rasio kelangsingan
Berdasarkan rasio kelangsingan (panjang efektif atau dimensi lateral),
kolom dikategorikan sebagai berikut:
1. Kolom pendek
Kolom pendek adalah kolom yang jika rasio panjang efektif kolom
ke dimensi lateral paling kecil adalah kurang dari 12. Kolom pendek
gagal karena hancur (kegagalan kompresi murni) (Sabariman, 2018).
Kolom pendek (short column) yang kemampuannya dipengaruhi oleh
kekuatan material dan bentuk geometri dari potongan melintang dan
tidak dipengaruhi oleh panjang kolom karena defleksi lateral
(lendutan ke samping) yang terjadi sangat kecil (tidak signifikan) dan
bisa menerima beban mencapai leleh (Dewantara, 2019).

Gambar 2.7 Kolom Pendek


Sumber: https:/civilmint.com/
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
2. Kolom sedang
Kolom sedang yaitu kolom yang isoplastis. Artinya dapat berubah
sesuai keadaan lingkungan (Dewantara, 2019).
3. Kolom panjang
Kolom panjang adalah kolom yang jika rasio panjang kolom efektif
dengan dimensi lateral paling sedikit melebihi 12. Kolom panjang
gagal karena tertekuk atau bengkok (Sabariman, 2018).

Gambar 2.8 Kolom Panjang


Sumber: https:/civilsnapshot.com/

4. Kolom langsing (slender column)


Kolom langsing yaitu kolom yang kekuatannya akan terkurangi
dengan adanya defleksi lateral. Kolom langsing dapat menjadi kolom
pendek bila dipasangi lateral bracing ataupun dipasangi diafragma.
Kolom langsing akan rusak karena tekuk dan faktor tekuk sangat
menentukan kekuatan kolom (Dewantara, 2019).
c. Berdasarkan bentuk
1. Kolom kotak atau persegi
Kolom Persegi merupakan kolom yang paling sering digunakan
dalam konstruksi bangunan. Akan jauh lebih mudah untuk
membangun kolom persegi panjang atau persegi daripada yang
melingkar karena kemudahan bekisting dan untuk menghndarkannya
dari keruntuhan karena tekanan (Dewantara, 2019).
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University

Gambar 2.9 Kolom Pendek


Sumber: https:/columncasing.co.uk/

2. Kolom sirkular
Kolom sirkular adalah kolom yang dirancang khusus yang sebagian
besar digunakan dalam tiang pancang dan ketinggian bangunan
tertentu. Kolom sirkular dibuat dengan bekisting khusus yang lebih
sulit (Dewantara, 2019).
3. Kolom berbentuk L
Kolom berbentuk L adalah kolom yang digunakan di sudut-sudut
dinding bangunan dan memiliki karakteristik yang sama dari kolom 8
persegi panjang atau persegi. Kolom berbentuk L memiliki daya tahan
lebih baik terhadap gaya lateral (Dewantara, 2019).
4. Kolom berbentuk T
Kolom berbentuk T ini digunakan berdasarkan persyaratan desain
struktur. Kolom Berbentuk T banyak digunakan dalam pembangunan
jembatan (Dewantara, 2019).
5. Bentuk kolom baja
Ada berbagai standar dan bentuk bangun kolom baja. Bentuk
umum kolom baja termasuk H, I, dan T (Dewantara, 2019).
6. Bentuk kolom komposit
Kolom ini umumnya memiliki variasi bentuk penampang persegi,
persegi panjang dan lingkaran (Dewantara, 2019).
Kolom dibedakan menjadi dua, kolom dengan pengaku dan kolom tanpa
pengaku. Bila dalam suatu bangunan selain portal terdapat dinding–dinding
atau struktur inti yang memiliki gaya yang relatif tinggi dibanding dengan
portal, maka struktur demikian dikatakan struktur dengan pengaku
(Dewantara, 2019). Kolom akan melentur akibat momen dan momen
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
tersebut akan cenderung menimbulkan tekanan pada satu sisi kolom dan
tarikan pada sisi lainnya. Tergantung pada besar relatif momen dan beban
aksial, banyak cara yang dapat menyebabkan runtuhnya kolom. Maka dapat
diketahui tipe kolom berdasarkan pembebanannya, yaitu :
1. Mengalami beban aksial yang besar dan memiliki eksentrisitas sebesar
nol sehingga tidak mengalami momen. Untuk kondisi ini, keruntuhan
akan terjadi oleh hancurnya beton dan semua tulangan dalam kolom
mencapai tegangan leleh dalam tekan (Gambar 2.10a).
2. Mengalami beban aksial besar dan memiliki eksentrisitas yang kecil
maka timbul momen yang kecil dengan seluruh penampang tertekan.
Jika suatu kolom menerima momen lentur kecil, seluruh kolom akan
tertekan tetapi tekanan disatu sisi akan lebih besar dari sisi lainnya.
Tegangan tekan maksimum dalam kolom akan sebesar 0,85fc ' dan
keruntuhan akan terjadi oleh runtuhnya beton dan semua tulangan
tertekan (Gambar 2.10b).
3. Eksentrisitas membesar sehingga gaya tarik mulai terjadi pada satu sisi
kolom. Jika eksentrisitas ditingkatkan dari kasus sebelumnya, gaya tarik
akan mulai terjadi pada satu sisi kolom dan baja tulangan pada sisi
tersebut akan menerima gaya tarik yang lebih kecil dari tegangan leleh.
Pada sisi yang lain tulangan mendapat gaya tekan (Gambar 2.10c).
4. Kondisi beban berimbang. Saat eksentrisitas terus ditambah, akan
dicapai suatu kondisi dimana tulangan pada sisi tarik mencapai leleh
dan pada saat yang bersamaan, beton pada sisi lainnya mencapai tekan
maksimum 0,85fc. Kondisi ini disebut kondisi pada beban berimbang,
balanced (Gambar 2.10d).
5. Mengalami momen yang besar dan beban aksial yang kecil. Jika
eksentrisitas terus ditambah, keruntuhan terjadi akibat tulangan meleleh
sebelum hancurnya beton (Gambar 2.10e)
6. Momen lentur murni. Pada kondisi ini, keruntuhan terjadi seperti halnya
pada sebuah balok (Gambar 2.10f) (Revaldo, Supriani, & Islam, 2013).
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University

Gambar 2.10 Tipe Kolom berdasarkan pembebanannya


Sumber: https://id.scribd.com/

2.8 Beban Kritis

Efek buckling terjadi pada sebuah kolom yang mendapat beban tekan
dalam arah aksial terhadap sumbu batang. Beban aksial tersebut apabila
sudah mencapai beban kritis dari kolom akan mengakibatkan defleksi
lateral. Beban kritis adalah beban kerja terkecil yang diterima kolom
sehingga terjadi defleksi lateral tersebut. Beban kritis nilainya lebih kecil
dari beban yang dibutuhkan kolom untuk rusak akibat pecah. Beban kritis
suatu kolom besarnya berbanding lurus dengan momen inersia kolom,
yang berarti semakin besar momen inersia penampang kolom maka beban
kritisnya akan semakin besar. Beban kritis sebuah kolom juga dipengaruhi
oleh kondisi tumpuan. Ada tiga alternatif kondisi tumpuan yang dapat
terjadi pada suatu kolom, yaitu tumpuan engsel-engsel, jepit-jepit dan
engsel-jepit. Beban kritis yangmapu diterima oleh kolom dapat ditentukan
dengan menggunakan rumus Euler. Rumus Euler dapat diturunkan dengan
cara berikut berdasarkan pada gambar dibawah, sebuah kolom mendapat
beban tekan aksial sehingga kolom akan akan mengalami defleksi lateral
(d) dan beban aksial tekan ini disebut dengan beban kritis atau beban
buckling (Sufiyanto, 2006).
Komponen mesin dikatakan gagal atau mengalami kegagalan jika
komponen mesin tersebut menunjukkan gejala tidak mampu lagi
melakukan fungsinya dengan baik. Kegagalan komponen mesin dapat
disebabkan oleh beban statik maupun beban dinamik yang bekerja pada
komponen tersebut. Komponen yang mengalami pembebanan dinamis
dapat mengalami kegagalan walaupun tegangan kerja yang diterima jauh
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
lebih kecil dari batas kekuatan ijin material (Sufiyanto, 2006).

Gambar 2.11 Defleksi Lateral Kolom


Sumber: https://ocw.upj.ac.ic/

Kondisi ujung sangat mempengaruhi besar beban kritis. Apabila kedua


kolom identik, hanya berbeda kondisi ujungnya, maka kolom yang
mempunyai ujung jepit dapat memikul beban lebih besar daripada kolom
yang berujung sendi. Hubungan umum antara panjang kolom dengan beban
tekuk. Kegagalan pada kolom pendek adalah kehancuran material,
sedangkan kegagalan pada kolom panjang adalah karena tekuk. Semakin
panjang suatu kolom, semakin kecil kapasitas pikul bebannya (Sufiyanto,
2006).

Gambar 2.12 Grafik Hubungan Panjang Kolom dan Beban Tekuk


Sumber: https://id.scribd.com/

a. Leondhart Euler (1759) – batang dengan beban konsentris yang semula


lurus dan semua seratnya tetap elastis hingga tekuk terjadi akan
mengalami lengkungan yang kecil (Dewantara, 2019).
b. Considere dan Esengger (1889) – kolom dengan panjang yang umum
akan hancur akibat tekuk inelastic dan bukan akibat tekuk elastik
(Dewantara, 2019).
c. Shanley (1946) – kolom masih mampu memikul beban aksial yang lebih
besar walaupun telah melentur, tetapi kolom mulai melentur pada saat
mencapai beban yang disebut beban tekuk (Dewantara, 2019).
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
Beban fiktif bukan merupakan beban yang sebenarnya. Beban fiktif
merupakan beban imaginer yang harus ditambahkan pada system
pembebanan yang ada supaya batasan deformasi tidak berubah. Dalam
kaitannya dengan garis elastis maka beban fiktif yang akan berkaitan erat
dengan persamaan bidang momen. Maka dari itu menentukan beban fiktif
adalah menetukan beban yang besarnya sedemikian hingga menimbulkan
momen tertentu yang megakomodasi pengaruh perbedaan EI disepanjang
bentang (Govindjee, 2020).

Gambar 2.13 Garis Lentur Akibat Tekuk Berdasarkan Jenis Perletakan


Sumber: Dewantara, 2019

2.9 Perbedaan Buckling Dan Puntiran


Tidak semua susunan struktur didalam keadaan stabil. Jika sekiranya
sebuah batang baja yang ujungnya berupa lingkaran berdiameter 5 mm dan
mempunyai panjang 10 mm ketidakstabilan bukan suatu masalah jika
diberikan sebuah gaya tekan aksial tetapi jika sebuah batang baja yang
mempunyai diameter 5 mm dan panjang 1 m dan dikenai gaya tekan
aksial, batang baja ini menjadi tidak stabil ke samping dan dapat terus
menekuk kesamping bahkan runtuh. Jika suatu buckling yang terjadi pada
suatu struktur bukanlah kritikal buckling load maka buckling terendah
disebut sebagai buckling mode 1 dan nilai yang lebih tinggi disebut
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
sebagai buckling mode 2 dan sampai seterusnya (Geraldine, Yudo, &
Amirrudin, 2016).
Buckling dapat didefinisikan sebagai sebuah fenomena kegagalan yang
terjadi secara tiba tiba akibat dari tekanan atau gangguan yang terjadi pada
sebuah struktur sehingga menyebabkan terjadinya perubahan bentuk
struktur tersebut berupa defleksi lateral ke bentuk kesetimbangannya yang
lain. Buckling analisis adalah teknik yang digunakan untuk menentukan
beban tekuk kritis beban di mana struktur menjadi tidak stabil dan bentuk
modus melengkung bentuk karakteristik yang terkait dengan respon
struktur yang melengkung Fenomena buckling dapat dibagi menjadi dua
bagian: tekuk global dan tekuk lokal. Contoh khas tekuk global adalah
seluruh struktur melengkung sebagai satu unit, sementara tekuk lokal
adalah tekuk yang terjadi pada elemenelemen pelat (Geraldine, Yudo, &
Amirrudin, 2016).
Buckling merupakan suatu proses dimana suatu struktur tidak mampu
mempertahankan bentuk aslinya, sedemikian rupa berubah bentuk dalam
rangka menemukan keseimbangan baru. Material akan mengalami
buckling akibat pembebanan yang diterima berlebihan. Suatu tumpuan
juga mempengaruhi proses buckling. Fenomena buckling berkaitan dengan
kekakuan elemen struktur bahan. Suatu elemen yang mempunyai
kakakuan kecil lebih mudah mengalami tekuk dibandingkan dengan
elemen yang mempunyai kekauan besar. Konsekuensi buckling pada
dasarnya adalah masalah geometrik dasar, dimana terjadi lendutan besar
sehingga akan mengubah bentuk struktur. Fenomena tekuk atau buckling
dapat terjadi pada sebuah kolom, lateral buckling balok, pelat dan
cangkang (shell) (Sufiyanto, 2006).
Puntiran dapat terjadi secara murni atau bersamaan dengan beban
aksial, momen lentur dan gaya lintang. Puntiran murni dapat terjadi
misalnya pada batang-batang poros mesin. Batang-batang ini kebanyakan
berpenampang lingkaran. Sedangkan pada struktur bangunan, misalnya
puntiran terjadi pada balok pinggir atau balok luifel, kolom pada bangunan
gedung akibat pembebanan horisontal, jembatan lengkung dan lain
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
sebagainya (Kurniawan, Budiarto, Mulyanto, & Pujo, 2019).
Uji puntir (torsion test) adalah salah satu pengujian merusak yang
mengakibatkan suatu material mengalami patahan. Uji puntir pada suatu
spesimen dilakukan untuk menentukan keplastisan suatu material.
Spesimen yang digunakan pada pengujian puntir adalah batang dengan
penampang melingkar karena bentuk penampang ini paling sederhana
sehingga mudah untuk diukur. Spesimen tersebut hanya dikenai beban
puntiran pada salah satu ujungnya karena dua pembebanan akan
menyebabkan sudut puntir tidak konstan. Pengukuran yang dilakukan pada
uji puntir adalah momen puntir dan sudut puntir. Pengukuran ini kemudian
di konversikan menjadi sebuah grafik momen puntir terhadap sudut puntir
(dalam putaran). Namun, pada daerah plastis hubungan antara momen
puntir dengan sudut puntir tidak linier lagi, sehingga diperlukan rumus
yang berbeda untuk mencari tegangan geser (Kurniawan, Budiarto,
Mulyanto, & Pujo, 2019).
Uji puntir merupakan salah satu dari sekian banyak pengujian sifat
mekanik material. Uji puntir dapat menentukan beberapa sifat mekanik
material seperti modulus elastisitas, modulus of rupture, modulus of
resilience, torsional yield strength, dan keuletan. Uji puntir pada suatu
spesimen dilakukan untuk menentukan keplastisan suatu material.
Spesimen yang digunakan pada pengujian puntir adalah batang dengan
penampang lingkaran karena bentuk penampang paling sederhana,
sehingga mudah diukur. Spesimen tersebut hanya dikenai beban puntiran
pada salah satu ujungnya karena dua pembebanan akan memberikan
ketidak konstanan sudut puntir yang di peroleh dari pengukuran
(Prihartono, 2019).

2.10 Pengaplikasian Buckling dalam Kehidupan Sehari-hari

Proses pengambilan minyak dan gas bumi di lepas pantai dengan


menggunakan pipeline telah banyak memberikan keuntungan terhadap
industri energi pada kurun waktu puluhan tahun belakangan ini. Pipeline
didefinisikan sebagai alat untuk mengalirkan fluida cair dan gas dari satu
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
atau beberapa titik ke satu atau beberapa titik lainnya. Offshore pipeline
merupakan pipeline yang berlokasi di laut biasanya untuk mendistribusikan
antar platform dan antar pulau. Penggunaan pipa bawah laut merupakan
salah satu cara efektif dan efisien untuk melakukan distribusi fluida cair dan
gas. Tetapi, kegagalan pada struktur pipa seperti buckling juga perlu
diperhatikan karena membutuhkan biaya yang cukup besar dalam
perbaikannya. Pada kondisi operasi, buckling pada pipa sering terjadi
tekanan aksial efektif pada pipa akibat kombinasi kenaikan temperatur saat
operasional (Romadhoni, 2017).
Buckling merupakan keadaan dimana suatu benda mengalami penekukan
atau pembengkokan akibat adanya pemberian beban atau gaya pada benda
tersebut. Fenomena ini bisa juga terjadi pada pesawat terbang, misalnya
pada bagian wing. Wing merupakan bagian pesawat yang penting karena
ditinjau dari konstruksinya, wing mempunyai fungsi sebagai alat untuk
memproduksi lift yang sebesar-besarnya, yang diperlukan pesawat untuk
mengimbangi berat pesawat agar dapat mengapung di udara. Di samping itu
wing dapat berfungsi untuk penempatan bahan bakar yang diperlukan dalam
penerbangan, tempat untuk support roda pendarat, engine maupun
persenjataan. Sesuai dengan fungsinya tersebut, maka selain memenuhi
persyaratan aerodinamis, wing harus memiliki persyaratan kekuatan yaitu
kuat menahan segala macam beban yang bekerja padanya. Untuk memenuhi
persyaratan kekuatan, maka pada wing pesawat terbang tersebut, terdapat
kolom yang berfungsi sebagai penyangga beban dari semua bagian wing
yang berada di atasnya. Dalam mendesain kolom yang berfungsi menyangga
wing, salah satu perhitungan yang dilakukan adalah perhitungan besar beban
buckling yang dapat ditahan oleh kolom sebagai akibat beban yang
diberikan pada kolom tersebut. Kolom pada wing yang berfungsi sebagai
penguat longitudinal pada struktur wing adalah stringer. Dengan adanya
stringer, skin pada wing pesawat terbang diharapkan mampu menerima
beban tekan atau tarik yang terjadi. Pada wing bagian atas cenderung
menerima beban tekan, oleh karena itu stringer yang dipasang pada skin
tersebut harus mampu menerima beban tekan yang terjadi sehingga dapat
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
terhindar dari kegagalan tekuk atau fenomena buckling (Hartini, 2015).

2.11 Modulus Elastisitas

Modulus elastisitas dinyatakan sebagai perbandingan antara tegangan dan


regangan dalam batas elastis. Modulus elastisitas merupakan karakteristik
suatu logam tertentu, karena setiap logam mempunyai modulus elastis yang
berbeda. Semakin besar modulus elastisitas semakin kecil regangan elastik
yang dihasilkan akibat pemberian tegangan. Semakin besar gaya tarik
menarik antara atom logam semakin tinggi pula modulus elastisitasnya.
Gaya-gaya ini tidak dapat berubah tanpa terjadi perubahan yang mendasar
sifat bahannya (Rozy, Djaelani, & Choiron, 2013).
Menurut ASTM 496-94(2) dari hasil pengujian di laboratorium
menetapkan modulus elastisitas sebagai rasio tegangan saat mencapai 40%
dari tengan runtuh terhadap reganggan yang bersesuaian dengan tegangan
pada kondisi tersebut
(σ ¿ ¿ 2−σ 1)
Ec = ¿
(ε ¿ ¿ 2−ε 1 )¿
Keterangan:
Ec = Modulus elastisitas (Mpa)
σ 2 = Tegangan pada 40% tegangan runtuh (Mpa)
σ 1 = Tegangan pada 40% tegangan runtuh (Mpa)
ε 1 = Regangan sebesar 0,00005 (kg/cm2)
ε 2 = Nilai kurva regangan yang terjadi pada saat σ 2 (Rozy, Djaelani, &
Choiron, 2013).

Berdasarkan Hukum Hooke nilai modulus elastisitas diberikan pada


persamaan berikut:
σ
E=
ε
Keterangan:
E = Modulus elastisitas (N/m2)
𝜎 = Tegangan (Pa),
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
𝜀 = Regangan
P
σ=
A
Keterangan:
𝜎 = Tegangan (Pa)
P = Beban elastis (N),
A = Luas penampang (m2)
ΔL
σ=
l0
Keterangan:
𝜎 = Tegangan (Pa)
∆L = Defleksi (m)
l 0 = Tinggi alat ukur modulus elastisitas (m) (Hartini, 2015).

Berikut tabel modulus elastisitas untuk material yang berbeda-beda:


Tabel 1. Nilai Modulus Elastisitas setiap Material
Material Modulus Elastisitas (Pa)
10
Aluminium 7 ×10
10
Baja 20 ×10
10
Besi 21 ×10
10
Karet 0 , 05 ×10
10
Kuningan 9 ×10
10
Nikel 21 ×10
10
Tembaga 11×10
10
Timah 1 , 6 ×10
10
Beton 2 , 3× 10
10
Kaca 5 , 5× 10
10
Wolfram 41 ×10
Sumber: https://www.batangkayu.com/2016/12/Analisis-dari-sifat-benda-atau-bahan.html

Modulus elastisitas didefinisikan sebagai kemiringan dari diagram


tegangan regangan yang masih dalam keadaan elastisitas. Modulus
elastisitas yang besar menunjukkan kemampuan menahan tegangan yang
cukup besar dalam kondisi regangan yang masih kecil, artinya bahwa beton
tersebut mampu menahan tegangan (desak utama) yang cukup besar akibat
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
beban-beban yang terjadi pada suatu regangan (sebagai kemampuan terjadi
retak) kecil. Tolak ukur yang umum dari sifat elastis suatu bahan adalah
modulus elastisitas, yang merupakan perbandingan dari tekanan yang
diberikan dengan perubahan persatuan panjang, sebagai akibat dari tekanan
yang diberikan itu. Modulus ini merupakan perbandingan antara tegangan
dan regangan, dan dengan pengujian ini dapat diketahui besarnya beban
yang dapat dipikul tanpa merusak beton itu sendiri (masih dalam keadaan
plastis). Modulus elastisitas adalah rasio dari tegangan normal tarik atau
tekan terhadap regangan (Ningrum, 2020).
Modulus elastisitas suatu material biasanya didapat dari proses uji tarik.
Uji tarik sendiri dikategorikan sebagai pengujian merusak (destructive test).
Kelemahan pengujian yang merusak adalah spesimen pengujian tidak dapat
digunakan kembali karena telah mengalami kerusakan pada saat proses
pengujian. Pengujian tanpa merusak (nondestructive test) untuk
mendapatkan modulus elastisitas material dapat dilakukan dengan cara
mengukur frekuensi getaran dari suatu benda padat. Penghitungan modulus
elastisitas menggunakan persamaan yang digunakan pada penelitan yang
dilakukan oleh McIntyre and Woodhouse, yaitu suatu metode untuk
mengestimasikan modulus elastisitas (E), poisson ration (v) dan modulus
geser (G) suatu material (Rozy, Djaelani, & Choiron, 2013).
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari kamis tanggal 23 November 2023 pada
pukul 08.00 WITA sampai dengan pukul 10.00 WITA. Adapun tempatnya di
Laboratorium Mekanika Terpakai, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
1. Alat uji Buckling WP 120, sebagai alat percobaan buckling

Gambar 3.1 Alat Uji Buckling WP 120


Sumber: Dokumentasi Praktikum

2. Dial Indicator, untuk mengukur besarnya defleksi yang terjadi pada


batang.

Gambar 3.2 Dial Indicator


Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
Sumber: Documentasi Praktikum

3. Load Nut, berfungsi untuk memberi gaya.

Gambar 3.3 Load Nut


Sumber: Dokumentasi Praktikum

4. Mass (beban) berfungsi untuk memberikan beban pada objek percobaan.

Gambar 3.4 Mass (beban)


Sumber: Dokemtasi Praktikum

5. Force Gauge, untuk mengukur dan menampilkan besarnya gaya dari


Load Nut.

Gambar 3.5 Force Gauge


Sumber: Dokumentasi Praktikum
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University

6. Clamping plate, sebagai tempat untuk menggantung beban yang


membebani batang.

Gambar 3.6 Clamping Plate


Sumber: Dokumentasi Praktikum

7. Penggaris, untuk mengukur Panjang batang.

Gambar 3.7 Penggaris


Sumber: Dokumentasi Praktikum

3.2.2 Bahan
1. Baja sebagai objek percobaan.

Gambar 3.8 Baja


Sumber: Dokumentasi Praktikum
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University

2. Tembaga sebagai objek percobaan.

Gambar 3.9 Tembaga


Sumber: Dokumentasi Praktikum
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Prosedur Percobaan Beban Tunggal
1. Percobaan Defleksi Pada Batang Baja Tumpuan Engsel – Engsel
1) Mengukur Panjang, lebar dan tebal batang baja dengan penggaris,
2) Memasang batang baja pada alat uji Buckling WP 120,
3) Memasang dial indicator pada bagian tengah batang,
4) Mengkalibrasi dial indicator,
5) Memberikan gaya sebesar 300 N, 400 N, dan 500 N,
6) Memutar load nut dengan gaya yang diberikan dan memperhatikan
defleksi yang dihasilkan tiap gaya.
2. Percobaan Defleksi Pada Batang Baja Tumpuan Engsel – Jepit
1) Mengukur Panjang, lebar dan tebal batang baja dengan penggaris,
2) Memasang batang baja pada alat uji Buckling WP 120,
3) Memasang dial indicator pada bagian tengah batang,
4) Mengkalibrasi dial indicator,
5) Memberikan gaya sebesar 300 N, 400 N, dan 500 N,
6) Memutar load nut dengan gaya yang diberikan dan memperhatikan
defleksi yang dihasilkan tiap gaya.
3. Percobaan Defleksi Pada Batang Baja Tumpuan Jepit – Jepit
1) Mengukur Panjang, lebar dan tebal batang baja dengan penggaris,
2) Memasang batang baja pada alat uji Buckling WP 120,
3) Memasang dial indicator pada bagian tengah batang,
4) Mengkalibrasi dial indicator,
5) Memberikan gaya sebesar 300 N, 400 N, dan 500 N,
6) Memutar load nut dengan gaya yang diberikan dan memperhatikan
defleksi yang dihasilkan tiap gaya.
3.3.2 Prosedur Percobaan Beban Silang
1. Percobaan Defleksi Pada Batang Tembaga Tumpuan Engsel –
Engsel
1) Mengukur Panjang, lebar dan tebal batang tembaga dengan
penggaris,
2) Memasang batang tembaga pada alat uji Buckling WP120,
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
3) Memasang dial indicator dan clamping plate pada bagian tengah
batang,
4) Mengkalibrasi dial indicator,
5) Memberikan gaya sebesar 250 N dan menambahkan beban pada
clamping plate sebesar 5 N, 10 N, dan 15 N kemudian mencatat
hasil defleksi tiap penambahan beban,
6) Melakukan langkah 5 untuk gaya 350 N dan 450 N dengan beban
silang yang sama.
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN
4.1 Perhitungan
4.1.1 Beban Tunggal
1) Material : Baja / Engsel - Engsel
L = 650 mm h = 4 mm
5 2
B = 20 mm E=2× 10 N /mm

No. Force (N) Deflection (mm)


1 300 2,35
2 400 4,13
3 500 11,27

a. Momen Inersia
3
bh
I y=
12
3
(20 mm)( 4 mm)
¿
12
¿ 106 , 67 mm
b. Beban Kritikal
2
π EIy
F krit = 2
L
( 3 ,14 )2 (2× 105 N /mm2 )(106 , 67 mm)
¿ 2
(650 mm)
2
¿ 497,857 N /mm
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Baja (Engsel - Engsel)
12 11.27

Engineering Department
10

Engineering Faculty Hasanuddin University


8

Deflection (mm)
6
4.13
4
2.35
2

0
300 400 500
Force (N)

2) Material : Baja / Engsel - Jepit


L = 680 mm h = 4 mm
5 2
B = 20 mm E=2× 10 N /mm

No. Force (N) Deflection (mm)


1 300 0,30
2 400 0,40
3 500 0,48

a. Momen Inersia
3
bh
I y=
12
3
(20 mm)( 4 mm)
¿
12
¿ 106 , 67 mm

b. Beban Kritikal
2
π EIy
F krit = 2
L
( 3 ,14 )2 (2× 105 N /mm2 )(106 , 67 mm)
¿ 2
(680 mm)
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
2
¿ 454,897 N /mm

Baja (Engsel - Jepit)


0.6

0.5
0.48
0.4
Deflection (mm)

0.4

0.3
0.3

0.2

0.1

0
300 400 500
Force (N)

3) Material : Baja / Jepit - Jepit


L = 750 mm h = 4 mm
5 2
B = 20 mm E=2× 10 N /mm

No. Force (N) Deflection (mm)


1 300 0,50
2 400 0,60
3 500 0,86

a. Momen Inersia
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
3
bh
I y=
12
3
(20 mm)( 4 mm)
¿
12
¿ 106 , 67 mm

b. Beban Kritikal
2
π EIy
F krit = 2
L
( 3 ,14 )2 (2× 105 N /mm2 )(106 , 67 mm)
¿ 2
(750 mm)
2
¿ 373,946 N /mm

Baja (Jepit - Jepit)


1
0.9
0.8 0.86
Deflection (mm)

0.7
0.6
0.5 0.6
0.4 0.5
0.3
0.2
0.1
0
300 400 500

Force (N)
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
4.1.2 Beban Silang
Material : Baja / Engsel – Engsel
L = 595 mm h = 6 mm
4 2
b = 25 mm E=11×10 N /mm

Force Load Deflection


(N) (N) (mm)
250 0,28
5 350 0,32
450 0,58
250 0,35
10 350 0,37
450 0,63
250 0,15
15 350 0,45
450 0,55

a. Momen Inersia

3
bh
I y=
12

( 25 mm ) (6 mm)3
¿
12
¿ 450 mm

b. Beban Kritikal
2
π EIy
F krit = 2
L

( 3 ,14 )2 (11×10 4 N /mm2)(450 mm)


¿ 2
(595 mm)
2
¿ 1378 , 575 N /mm
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University

Baja (Engsel - Engsel)


0.63
0.7

0.55
0.6
0.45
0.5
0.37 0.58
0.35
Deflection (mm)

0.4
Force (Q=5)
Force (Q=10)
0.3 0.15 Force (Q=15)

0.2
0.28 0.32

0.1

0
250 350 450
Force (N)

BAB V
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan Umum
5.1.1 Penerapan Buckling Pada Sepeda Motor

Pengaplikasian buckling pada Suspensi Sepeda Motor


Sistem suspensi pada sepeda motor berperan krusial dalam
mendukung kenyamanan, keamanan, dan performa keseluruhan
kendaraan. Suspensi ini terdiri dari berbagai komponen, termasuk
garpu depan (front fork) dan suspensi belakang, yang bekerja
secara sinergis untuk menyerap guncangan dari permukaan jalan
yang tidak rata. Garpu depan terdiri dari tabung silinder atau fork
tube yang bergerak naik turun dalam menanggapi perubahan
kondisi jalan, sementara pelindung debu (dust seal) mencegah
kontaminan memasuki tabung silinder, menjaga kinerja suspensi.

Pegas batin (inner spring) di dalam tabung silinder berperan


dalam menyerap guncangan dan memastikan respons yang optimal.
Pada bagian suspensi belakang, terdapat shock absorber yang
merupakan komponen penting. Shock absorber memiliki tabung
utama yang berisi oli suspensi, batang piston yang bergerak naik
turun, serta pegas luar yang membantu menyerap guncangan.
Piston dan klep pada shock absorber mengatur aliran oli untuk
meredam guncangan, sementara pegas luar memberikan stabilitas
tambahan. Prinsip kerja suspensi terbagi menjadi dua fase utama:
kompresi dan ekstensi. Saat sepeda motor menekan atau
merenggang, suspensi mengalami kompresi atau ekstensi, di mana
klep kompresi dan ekstensi mengatur aliran oli untuk meredam
perubahan posisi. Beberapa sepeda motor memiliki sistem
penyesuaian, seperti penyesuaian preload untuk mengatur
ketegangan pegas sesuai berat badan pengendara, dan penyesuaian
damping untuk mengontrol kekerasan kompresi dan ekstensi.
Seiring dengan itu, terdapat juga variasi desain suspensi, seperti
upside-down (USD) forks, yang memberikan keuntungan struktural
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
dan kekuatan lebih baik. Penting untuk diingat bahwa suspensi
yang baik tidak hanya meningkatkan kenyamanan pengendara,
tetapi juga memainkan peran vital dalam mencegah potensi
buckling pada struktur sepeda motor. Dengan merancang suspensi
yang sesuai, manufaktur sepeda motor dapat memastikan bahwa
kendaraan tetap stabil, aman, dan dapat menanggapi dengan baik
terhadap berbagai kondisi jalan, sehingga meningkatkan kepuasan
pengendara dalam kehidupan sehari-hari.

Gambar 5.1 : Suspensi Sepeda Motor


Sumber : https://asset.kompas.com/data

Suspensi ini pada umumnya diletakkan di bagian depan dan


belakang, sehingga ketika melewati jalan yang tidak rata, tetap
mendapatkan sensasi berkendara nyaman dan aman. Sebab,
memang fungsi utama suspensi ini yaitu menyerap getaran pada
roda agar tidak mencapai body sepeda motor sepenuhnya. Namun
setiap jenis kendaraan memiliki kebutuhan suspensi yang berbeda
demi mendapatkan kenyamanan berkendara yang pas.
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
5.2 Pembahasan Khusus
5.2.1 Beban Tunggal
1. Baja / Engsel-Engsel

Baja (Engsel-engsel)
11.27
12
10
Deflection (mm)

8
6 4.13
4 2.35
2
0
300 400 500

Force (N)

Gambar 5.2 Grafik beban tunggal untuk baja engsel-engsel

Pada pengujian buckling untuk mengetahui nilai defleksi


yang dihasilkan. Pada percobaan ini kita menggunakan material
baja bertumpuan engsel-engsel dengan panjang 650 mm, lebar 20
mm, tebal 4 mm, dan modulus elastisitas baja 2 x 10 5 N/mm2.
Pengujian ini dilakukan dengan pemberian gaya 300 N, 400 N,
dan 500 N. Pada saat pemberian gaya 300 N didapatkan nilai
defleksi 2,35 mm, kemudian pemberian gaya 400 N didapatkan
nilai defleksi 4,13 mm, dan pemberian gaya 500 N didapatkan
nilai defleksi 11,27 mm. Dari data tersebut tersebut kita dapat
menghitung momen inersia geometri dan gaya kritikal dari
material baja bertumpuan engsel-engsel. Nilai momen inersia
yang dihasilkan 106,67 mm4 dan nilai beban kritikal yang
dihasilkan 497,857 N/mm2. Dari grafik di atas dapat disimpulkan
bahwa pada pengujian material baja bertumpuan engsel-engsel,
defleksi yang dihasilkan berbanding lurus dengan gaya yang
diberikan, artinya semakin besar gaya yang diberikan maka
semakin besar nilai defleksinya.
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
2. Baja / Engsel-Jepit

Baja (Engsel - Jepit)


0.6
0.5

Deflection (mm)
0.4 0.48
0.4
0.3
0.3
0.2
0.1
0
300 400 500

Force (N)

Gambar 5.3 Grafik beban tunggal untuk baja engsel-jepit


Pada pengujian buckling untuk mengetahui nilai defleksi
yang dihasilkan. Pada percobaan ini kita menggunakan
material baja bertumpuan engsel-jepit dengan panjang 680
mm, lebar 20 mm, tebal 4 mm, dan modulus elastisitas baja 2 x
105 N/mm2. Pengujian ini dilakukan dengan pemberian gaya
300 N, 400 N, dan 500 N. Pada saat pemberian gaya 300 N
didapatkan nilai defleksi 0,30 mm, kemudian pemberian gaya
400 N didapatkan nilai defleksi 0,40 mm, dan pemberian gaya
500 N didapatkan nilai defleksi 0.48 mm. Dari data tersebut
tersebut kita dapat menghitung momen inersia dan beban
kritikal dari material baja bertumpuan engsel-jepit. Nilai
momen inersia yang dihasilkan adalah 106,67 mm 4 dan setelah
mendapat nilai momen inersianya, kemudian dapat kita ketahui
juga nilai beban kritikal dari percobaan ini yang mana
menghasilkan nilai beban kritikal sebesar 454,897 N/mm2.
Dari grafik yang telah disusun secara akurat berdasarkan data
yang didapatkan dalam proses percobaan maka dapat
disimpulkan bahwa pada pengujian material baja yang
bertumpuan engsel – jepit, defleksi yang dihasilkan berbanding
lurus dengan gaya yang diberikan pada baja, semakin besar
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
pemberian gaya pada baja, maka penekukan material akan
semakin besar pula.
3. Baja / Jepit-Jepit

Baja (Jepit - Jepit)


1
0.9
0.8 0.86
Deflection (mm)
0.7
0.6
0.5 0.6
0.4 0.5
0.3
0.2
0.1
0
300 400 500

Force (N)

Gambar 5.4 Grafik beban tunggal untuk baja jepit-jepit

Pada pengujian buckling untuk mengetahui nilai defleksi


yang dihasilkan. Pada percobaan ini kita menggunakan material
baja bertumpuan engsel-jepit dengan panjang 750 mm, lebar 20
mm, tebal 4 mm, dan modulus elastisitas baja 2 x 10 5 N/mm2.
Pengujian ini dilakukan dengan pemberian gaya 300 N, 400 N,
dan 500 N. Pada saat pemberian gaya 300 N didapatkan nilai
defleksi 0,50 mm, kemudian pemberian gaya 400 N didapatkan
nilai defleksi 0,60 mm, dan pemberian gaya 500 N didapatkan
nilai defleksi 0,86 mm. Dari data tersebut dapat dihitung nilai
momen inersia serta nilai dari beban kritikal pada material baja
bertumpuan jepit – jepit. Nilai momen inersia yang dihasilkan
adalah 106,67 mm4 dan setelah mendapat nilai momen
inersianya, kemudian dapat kita ketahui juga nilai beban
kritikal dari percobaan ini yang mana menghasilkan nilai beban
kritikal sebesar 373,946 N/mm2. Dari grafik yang telah disusun
secara akurat berdasarkan data yang didapatkan dalam proses
percobaan maka dapat disimpulkan bahwa pada pengujian
material baja yang bertumpuan jepit – jepit, defleksi yang
dihasilkan berbanding lurus dengan gaya yang diberikan pada
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
baja, semakin besar pemberian gaya pada baja, maka

Tembaga (Engsel - Engsel)


0.7
0.63
0.6
0.55
0.5 0.58
Deflection (mm)

0.37
0.4 0.35 0.45
Force (Q=5)
0.3
0.28 0.32 Force (Q=10)
0.2
Force (Q=15)
0.1 0.15
0
250 350 450
Force (N)

penekukan material akan semakin besar pula.


5.2.2 Beban SilangTembaga / Engsel-Engsel

Gambar 5.5 Grafik silang untuk tembaga engsel-engsel


Pada pengujian buckling untuk mengetahui nilai defleksi
yang dihasilkan. Pada percobaan ini kita menggunakan material
tembaga bertumpuan engsel-engsel dengan panjang 595 mm, lebar
25 mm, tebal 6 mm, dan modulus elastisitas tembaga 11 x 10 4
N/mm2. Pengujian ini dilakukan dengan pemberian gaya 250 N,
350 N, dan 450 N dan pemberian beban silang 5 N, 10 N, dan 15
N. Pada saat pemberian gaya 250 N dengan beban silang 5 N
didapatkan nilai defleksi 0,28 mm, kemudian pemberian gaya 350
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
N dengan beban silang 5 N didapatkan nilai defleksi 0,32 mm, dan
pemberian gaya 450 N dengan beban silang 5 N didapatkan nilai
defleksi 0,58 mm. Selanjutnya pada saat pemberian gaya 250 N
dengan beban silang 10 N didapatkan nilai defleksi 0,35 mm,
kemudian pemberian gaya 350 N dengan beban silang 10 N
didapatkan nilai defleksi 0,37 mm, dan pemberian gaya 450 N
dengan beban silang 10 N didapatkan nilai defleksi 0,63 mm.
Selanjutnya pada saat pemberian gaya 250 N dengan beban silang
15 N didapatkan nilai defleksi 0,15 mm, kemudian pemberian gaya
350 N dengan beban silang 15 N didapatkan nilai defleksi 0,45
mm, dan pemberian gaya 450 N dengan beban silang 15 N
didapatkan nilai defleksi 0,55 mm. Dari data tersebut tersebut kita
dapat menghitung momen inersia dan beban kritikal dari baja
bertumpuan engsel-engsel. Nilai momen inersia yang dihasilkan
450 mm4 dan nilai gaya kritikal yang dihasilkan 1378,575 N/mm2.
Dapat dilihat pada grafik, bahwa nilai dari gaya dan beban
berbanding lurus dengan defleksi dari material. Semakin besar gaya
dan beban, maka semakin besar pula nilai defleksi dari material
tembaga tersebut.
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University

BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
1. Besar kecilnya beban yang terjadi pada suatu batang akan mempengaruhi
nilai deformasi. Besar kecilnya gaya yang diberikan pada struktur
berbanding lurus dengan besarnya deformasi yang terjadi. Dengan kata
lain, semakin besar beban yang dialami struktur maka defleksi yang
terjadi akan semakin besar.
2. Jika suatu batang memiliki torsi yang besar maka defleksi yang terjadi
pada batang akan semakin kecil. Dengan kata lain, torsi berbanding
terbalik dengan deformasi yang terjadi pada suatu batang.
3. Dari hasil percobaan didapatkan, material baja memiliki deformasi yang
terkecil, kemudian material kuningan, dan deformasi yang tebesar adalah
pada material aluminium. Namun, jika ditinjau dari ketebalan material,
aluminium memiliki ketebalan yang tebesar kemudian baja dan
dilanjutkan kuningan.
4. Modulus elastisitas mempengaruhi besarnya deformasi yang terjadi pada
suatu batang, jika modulus elastisitas suatu batang bertambah maka
deformasi pada suatu batang akan berkurang. Dengan kata lain, deformasi
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
berbanding terbalik dengan besarnya defleksi yang tejadi pada suatu
batang.

6.2 Saran
6.2.1 Untuk Laboratorium
1. Mengganti alat laboratorium yang rusak.
2. Menambah pendingin ruangan.
3. Menjaga kebersihan laboratorium.
6.2.2 Untuk Asisten
1. Tetap sabar terhadap praktikan.
2. Cara menjelaskan materi dipertahankan.
3. Menjaga hubungan baik dengan praktikan.

6.3 Kesan dan Pesan

Kesan saya pada percobaan Buckling Behavior Of Bars sangat menarik,


Karena pada percobaan kali ini perhitungan tidak terlalu banyak dan saat
praktikum atau pengambilan data tidak rumit. Dan juga penjelasan prosedur
sangat jelas oleh asisten sehingga memudahkan pada saat pengambilan data.
Pesan saya untuk semua asisten laboratorium Mekanika Terpakai Tetap
menjaga hubungan baik terhadap praktikan, tetap sabar dalam membimbing
praktikan, Dan semoga dipermudah segala urusannya. Terima kasih atas ilmu
yang telah diberikan semoga berguna dikemudian hari.
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, S., & Yunus. 2018. Analisa Perhitungan Teoritis Rancang Bangun
Mesin Pres Baglog Jamur Sistem Pneumatik. JRM. Volume 04 No. 03,
109-113.
Bueche, J.F., Hecht E. 2006. Fisika Universitas Edisi Kesepuluh. Jakarta :
Erlangga.

Budi, Utomo. (2012). Peranan Baling-Baling pada Gerakan Kapal. Universitas


Diponegoro.

Didik, E., Mardjuki, & Jumiadi. 2015. Analisa Pengaruh Deformasi Plastis
Terhadap Struktur Mikro dan Kekerasan Pada Baja ST.42. Transmisi, Vol.
XI- Edisi-1, 19-26.

Dirgantara, M. M. 2021. Analisis Tegangan Dan Regangan Dengan


Memvariasikan Jarak Longitudinal Inner Bottom pada Kapal Container
Dengan Metode Elemen Hingga. Teknik Perkapalan, Sains, Teknologi
Pangan dan Kemaritiman, Institut Teknologi Kalimantan, 14-20.

Gere dan Timoshenko. 2000. Mekanika Bahan. Jakarta : Erlangga


Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
Hadijaya, Sugondo, & Kisworo, D. 2013. Validasi Metode Uji Kekerasan Mikro
Pada Kelongsong Zirkaloy-4. ISSN 1979-2409 No. 12/ Tahun VI, 3-11.

Hendrawan, A. N., Kusnayat, A., & Nugroho, Y. D. (2021). Uji Tingkat Keausan
Blade Pada Mesin Hammer Mill menggunakan Metoda Finite Element
Methods (FEM). e-Proceeding of Engineering, Vol. 8, No.2, 2609-2616.

Kanginan, M. 2004. Fisika untuk SMA. Jakarta: Erlangga.

Lestari, N., Kurniawan, S. D., & Yudhanto, B. 2018. Tube Bending Machine for
Home Industry Scale. Senatik, Vol. IV, 81-84.

Nevara, H., & Masri, A. (2021). Perancangan Tableware Bonggol Jagung Dengan
Memanfaatkan Teknik Bending. Fad.

Noorasheed, W., & Prahasto, T. M. 2019. Pendokumentasian Kegagalan pada


Peralatan Main Liquid Fuel Pump GTG 1.1 dan Accessories Gear Train
GTG 1.1 dengan Menggunakan Metode FMEA (Failure Mode & Effect
Analysis). ROTASI, Vol. 21 No. 1, 49-55.

Nurhudayah, 2019. Dinamika Rotasi dan Kesetimbangan Benda Tegar.


Bojonerogo. Direktorat Pembinaan Sma - Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.

Nurmiyati. 2017. Pengembangan Modul Fisika Materi Keseimbangan dan


Dinamika Rotasi, Elastisitas, dan Fluida Statik Kelas XI SMA/MA
berbasis Kearifan Lokal. Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri
Walisongo, 19-76.

Prasetyo, I. 2020. Studi Eksperimen Lentur dan Defleksi Balok Beton dengan
Tulangan Puntir Plat Baja Segi Empat Ukuran 3 x 15 x 1000 MM. Teknik
Sipil, Universitas Negeri Semarang, 24-26.

Sari, N. H., & Sinarep. 2011. Analisa Kekuatan Bending Komposit Epoxy dengan
Penguatan Serat Nilon. Skripsi. Teknik Mesin, Universitas Mataram NTB,
1-6.
Applied Mechanics Laboratory Mechanical
Engineering Department
Engineering Faculty Hasanuddin University
Tefa, M. 2017. Pengukuran Modulus Young dengan Analisis Getaran sebuah
Batang Aluminium. skripsi. Universitas Sanata Dharma.Yogyakarta.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai