Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

1. Sistem Pelat Lantai

Sistem pelat lantai merupakan suatu struktur solid tiga dimensi dengan
bidang permukaan yang lurus, datar dan tebalnya lebih kecil daripada elemen
struktur lainnya. Struktur pelat dimodelkan dengan dengan elemen tiga
dimensi yang mempunyai panjang (b), lebar (a) dan tebal (t). Adapun fungsi
dari pelat lantai adalah menerima beban yang akan disalurkan ke elemen
struktur lainnya.

Berdasarkan perbandingan sisi panjang (b) dan sisi lebar (a), sistem pelat
lantai dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Sistem pelat satu arah (one way slab). Bila rasio panjang dengan
lebar Lx/Ly > 2,0 maka analisis dan desain pelat dilakukan dalam satu
arah yakni arah sisi lebar.

b. Sistem pelat dua arah (two way slab). Bila rasio panjang dengan lebar
1,0 ≤ Lx/Ly ≤ 2,0 maka analisis dan desain pelat dilakukan dalam dua
arah yakni arah panjang dan lebar (arah x dan y).

Gambar 1. Ilustrasi Pelat Satu Arah dan Dua Arah

4
Karena yang menjadi objek penelitian adalah sistem pelat dua arah,
kajian pustaka selanjutnya akan terfokus pada hal-hal yang berhubungan
dengan pelat dua arah.

2. Sistem Pelat Dua Arah

Berbeda dengan pelat satu arah, beban-beban yang bekerja pada pelat
dua arah akan ditransfer ke perletakan pelat dalam dua arah. Ada berbagai
jenis pelat dua arah diantaranya:

a. Pelat datar

Sistem pelat ini merupakan sistem pelat tanpa balok dan tanpa
penebalan di sekitar kolom. Kelebihan sistem pelat datar antara lain:
sistem bekisting (formwork) yang murah, sistem langit-langit dapat
dibuat terbuka dan proses pengerjaan yang cepat. Namun sistem ini
memiliki kekurangan dengan kapasitas geser yang rendah khususnya
di daerah sambungan kolom pelat. Selain itu, sistem pelat datar
memiliki kekakuan yang rendah sehingga defleksi akibat pemberian
beban menjadi cenderung besar.

b. Lantai datar

Sistem lantai datar memiliki kemiripan dengan sistem pelat datar.


Perbedaannya terletak pada adanya penebalan di sekitar kolom yang
dapat berupa drop panel atau column capital. Beberapa kelebihan
sistem ini antara lain: pekerjaan formwork yang relatif murah, langit-
langit dapat dibuat terbuka, dan proses pengerjaan yang cepat.
Kekurangannya adalah sistem ini membutuhkan formwork yang
khusus untuk drop panel dan column capital. Selain itu tahanan
sistem ini terhadap geser punching di sekitar kolom pada dasarnya
juga kurang baik,khususnya terhadap geser punching akibat momen
unbalanced pada pelat saat gempa terjadi.

c. Lantai waffle (sistem rusuk dua arah)

Sistem ini menyerupai waffle yang dibentuk dengan menggunakan


fiberglass atau metal form. Kelebihan sistem ini antara lain: dapat
menahan beban yang lebih besar, langit-langit dapat dibuat terbuka,

5
dan proses pengerjaan yang cepat. Kekurangan sistem ini terletak
pada harga formwork yang cukup mahal.

d. Sistem pelat lantai dengan balok

Sistem pelat ini merupak sitem pelat yang umum digunakan pada
bangunan gedung. Pelat tipe ini dapat digunakan untuk bentang yang
lebih besar namun butuh biaya yang tinggi dalam pelaksanaannya.
Defleksi yang dihasilkan juga relatif besar.

3. Sistem Pelat Lantai Komposit

Pelat lantai komposit adalah sistem pelat lantai yang terdiri dari lembaran
tipis baja berprofil atau bergelombang yang dikombinasikan dengan
campuran beton. Perkembangan struktur komposit juga dimulai dengan
digunakannya dek baja gelombang, yang selain berfungsi sebagai bekisting
saat pelat beton dicetak, juga berfungsi sebagai tulangan positif bagi pelat
beton.
Seiring dengan perkembangan teknologi, mulai ditemukan pula pelat baja
gelombang yang digunakan dalam pembuatan struktur pelat komposit dan
terbuat dari bahan yang mempunyai tegangan tarik tinggi serta dilapisi bahan
anti karat. Pelat baja gelombang ini mempunyai dua macam fungsi yaitu
sebagai bekisting tetap dan sebagai penulangan positif satu arah pada lantai
beton bangunan gedung bertingkat. Arah gelombang (rib) dari plat baja ini
dapat diletakkan dalam arah tegak lurus atau sejajar terhadap balok. Namun
pada sistem pelat lantai komposit, umumnya arah rib diletakkan tegak lurus
terhadap balok lantai dan sejajar dengan arah balok induk.
Pada bagian pelat baja yang langsung berhubungan dengan beton,
terdapat suatu tonjolan (embossment) yang berfungsi untuk menahan slip.
Tonjolan ini memiliki peran penting untuk mempertahankan perilaku pelat
dalam memikul beban karena setelah terjadi slip, elemen struktur akan
kehilangan sifat kompositnya.

6
Gambar 2. Pelat Komposit

4. Wiremesh
Wiremesh atau besi anyam atau kawat baja las adalah besi yang
bentuknya menyerupai kawat yang dianyam menjadi lembaran. Material
wiremesh terbuat dari beberapa batang baja, logam atau aluminium dalam
jumlah banyak yang dihubungkan satu sama lain dengan las atau peralatan
lain sehingga berbentuk lembaran yang memungkinkan untuk digulung.
Bentuk besi anyam ini ada dua macam, berupa lembaran dengan ukuran
2,1 x 5,4 meter persegi dan berupa gulungan dengan ukuran lebar 2,1 meter
yang panjangnya mencapai 54 meter per gulung. Ukuran diameter wiremesh
yang paling kecil adalah 4 mm (M4) dan yang paling besar adalah 10 mm
(M10).
Dengan fungsi ganda yang dimiliki, wiremesh tidak hanya digunakan
sebagai tulangan untuk konstruksi jalan, kawat bronjong, penguat talud dan
tulangan untuk anak tangga tetapi juga digunakan sebagai tulangan untuk
pelat lantai karena memiliki kuat tarik yang relatif tinggi. Dalam penelitian ini,
wiremesh akan digunakan sebagai tulangan pembagi.

7
Gambar 3. Wiremesh

B. SIFAT MEKANIK BETON

1. Hubungan Tegangan Regangan

Jika sebuah benda diberi gaya tarik atau tekan, maka benda tersebut
akan meregang (berdeformasi memanjang atau memendek), Namun jika
suatu ketika gaya tersebut dihilangkan, maka benda tersebut akan kembali
seperti semula (seperti sebelum diberi gaya). Keadaan ini disebut sebagai
keadaan elastis, yaitu suatu keadaan dimana benda kembali dari bentuk
deformasinya ketika beban/gaya yang bekerja pada benda tersebut
dihilangkan.
Namun ada suatu keadaan dimana jika gaya atau beban yang bekerja
pada benda tersebut ditambah besarnya, benda tersebut tidak bisa kembali
ke bentuk semula atau kembali seperti sebelum benda tersebut
berdeformasi. Keadaan ini disebut sebagai keadaan Plastis atau Inelastis.
Pada kondisi awal dimana beban bekerja, perpanjangan (deformasi) akan
hilang jika beban dihilangkan. Tapi jika beban terus ditingkatkan sehingga
tegangan terus bertambah, maka pada suatu titik atau batas tertentu,
perpanjangannya tidak bisa hilang seluruhnya alias terjadi regangan
permanen. Titik dimana mulai terjadi perpanjangan (deformasi) secara
permanen adalah titik leleh, sedangkan regangan yang terjadi saat titik ini
terjadi disebut sebagai regangan leleh dan tegangan yang mengakibatkannya
disebut tegangan leleh.

8
Saat titik leleh ini tercapai, maka hubungan tegangan-regangan sudah
tidak linear lagi, perpanjangan (deformasi) dari benda sudah tidak elastis lagi,
tapi sudah plastis atau inelastis, jadi sedikit saja tegangannya dinaikan, maka
perpanjangan (deformasi) akan menjadi berkali-kali lipat jika dibandingkan
saat deformasinya masih elastis. Dan seandainya tegangan terus ditambah,
maka pada suatu titik tertentu perpanjangan (deformasi) akan mencapai
batasnya.
Titik saat deformasinya sudah mencapai batas disebut titik batas atau titik
ultimate. Dimana saat titik ini tercapai, deformasi benda sudah mencapai
puncaknya (tinggal menunggu saat untuk putus / runtuh saja), tidak ada
kenaikan tegangan yang berarti tapi deformasi (regangan) yang terjadi terus
bertambah, ini ditunjukan dengan garis kurva yang turun setelah titik batas
tercapai (lihat gambar atas), sehingga sampai suatu titik dimana deformasi
(regangan)  sudah mencapai putus (runtuhnya). Titik dimana regangan sudah
mencapai runtuh (putus) disebut sebagai titik putus / runtuh, dan regangan
yang terjadi disebut sebagai regangan putus/runtuh.

Ultimate Tensile Strength

Modulus Elastisitas

s
stres Titik Putus
atau
Titik Luluh
ngan
Tega
Daerah Linier

Regangan Maksimum

Regangan atau strain


Gambar 4. Kurva Tegangan – Regangan

2. Karakteristik dari sifat mekanik beton

Kuat tekan beton: Kemampuan beton untuk menerima gaya tekan per
satuan luas dan dinyatakan dengan Mpa. Kuat tekan beton (f’c) dilakukan

9
dengan melakukan uji silinder beton dengan ukuran diameter 150 mm dan
tinggi 300 mm. Pada umur 28 hari dengan tingkat pembebanan tertentu.
Selama periode 28 hari silinder beton ini biasanya ditempatkan dalam sebuah
ruangan dengan temperatur tetap dan kelembapan 100%.

a. Modulus elastisitas beton

Perbandingan antara tegangan dan regangan beton. Beton tidak memiliki


modulus elastisitas yang pasti. Nilainya bervariasi tergantung dari
kekuatan beton, umur beton, jenis pembebanan, dan karakteristik dan
perbandingan semen dan agregat.

b. Kuat tarik beton


Kuat tarik beton bervariasi antara 8% sampai 15% dari kuat tekannya.
Alasan utama dari kuat tarik yang kecil ini adalah kenyataan bahwa beton
dipenuhi oleh retak-retak halus. Retak-retak ini tidak berpengaruh besar
bila beton menerima beban tekan karena beban tekan menyebabkan
retak menutup sehingga memungkinkan terjadinya penyaluran tekanan.
Jelas ini tidak terjadi bila balok menerima beban tarik. Meskipun biasanya
diabaikan dalam perhitungan desain, kuat tarik tetap merupakan sifat
penting yang mempengaruhi ukuran beton dan seberapa besar retak
yang terjadi. Selain itu, kuat tarik dari batang beton diketahui selalu akan
mengurangi jumlah lendutan. (Karena kuat tarik beton tidak besar, hanya
sedikit usaha yang dilakukan untuk menghitung modulus elastisitas tarik
dari beton.

c. Poisson’s Ratio

Ketika sebuah beton menerima beban tekan, silinder tersebut tidak hanya
berkurang tingginya tetapi juga mengalami ekspansi (pemuaian) dalam
arah lateral. Perbandingan ekspansi lateral dengan pendekatan
longitudinal ini disebut sebagai Perbandingan Poisson (Poisson’s Ratio).
Nilainya bervariasi mulai dari 0,11 untuk beton mutu tinggi dan 0,21 untuk
beton mutu rendah, dengan nilai rata-rata 0,16. Sepertinya tidak ada
hubungan langsung antara nilai perbandingan ini dengan nilai-nilai,
seperti perbandingan air-semen, lamanya perawatan, ukuran agregat,
dan sebagainya.

10
d. Shrinkage pada beton
Shrinkage atau susut adalah perubahan volume yang tidak berhubungan
dengan beban atau berkurangnya volume elemen beton jika terjadi
kehilangan uap air karena penguapan. Proses susut pada beton akan
menimbulkan deformasi yang umumnya akan bersifat menambah
deformasi rangkak.

e. Creep pada beton

Rangkak (creep) adalah penambahan regangan terhadap waktu akibat


adanya beban yang bekerja. Rangkak timbul dengan intensitas yang
semakin berkurang setelah selang waktu tertentu dan kemudian berakhir
setelah beberapa tahun.

C. METODE ANALISIS PELAT DUA ARAH

Metode analisis yang umum digunakan untuk menentukan momen desain


pada pelat dua arah antara lain:

1. Metode Desain Langsung (Direct Design Method)

Metode ini terbatas pada sistem pelat yang dibebani merata dan ditumpu
kolom-kolom dengan spasi yang relatif sama. Metode ini menggunakan
koefisien-koefisien untuk menentukan momen rencana pada penampang
kritis sesuai dengan syarat-syarat SNI Beton Pasal 13.6. Jika tidak memenuhi
syarat-syarat tersebut, pelat harus dianalisis dengan cara yang lebih akurat.
Beberapa batasan yang perlu diperhatikan dalam metode ini yaitu:

a. Jumlah bentang minimum pelat di setiap arah adalah 3 (tiga).

b. Panel pelat berbentuk persegi dengan rasio bentang panjang


terhadap bentang pendek lebih kecil atau sama dengan dua.

c. Panjang bentang panel pelat yang bersebelahan tidak boleh berbeda


melebihi 1/3 bentang terpanjang di masing-masing arah.

d. Kolom boleh menyimpang dari pola grid persegi sebesar maksimum


1/10 kali bentang yang parallel terhadap penyimpangan tersebut.

11
e. Beban hidup layan (tak terfaktor) dibatasi maksimum sebesar dua kali
beban mati layan.

2.
Metode Portal Ekuivalen (Equivalent Frame Method)

Dalam SNI Beton Pasal 13.7.2 dijelaskan bahwa pada metode portal

ekuivalen, bangunan 3 dimensi dibagi menjadi kumpulan portal ekuivalen 2

dimensi dengan memotong bangunan sepanjang garis-garis tengah antar

kolom. Portal tersebut kemudian dianalisis secara terpisah dalam arah

longitudinal dan transversal dan dianalisis per lantai.

Penentuan momen dalam pada metode rangka ekuivalen biasanya

dilakukan dengan menggunakan metode distribusi momen. Dalam metode

distribusi momen diperlukan perhitungan parameter-parameter kekakuan

lentur (k), faktor carry over (COF), faktor distribusi (DF) dan momen ujung

terjepit (FEM) untuk setiap elemen-elemen rangka pada struktur.

Selanjutnya, SNI Pasal 13.7 memberikan aturan untuk pemodelan rangka

ekuivalen dalam analisis, yaitu:

a. Perencanaan sistem pelat dengan cara rangka ekuivalen harus

didasarkan pada anggapan yang diberikan pada SNI Beton Pasal

12
13.7.2 hingga 13.7.6, dan semua penampang pelat dan komponen

pendukungnya harus direncanakan terhadap momen dan geser yang

didapat dari perhitungan tersebut. Momen dan geser ditentukan

dengan memperhatikan hal-hal berikut:

- Bila digunakan kepala kolom dari baja maka pengaruhnya pada

kekakuan dan kekuatan terhdap momen dan geser dapat

diperhitungkan.

- Perubahan panjang kolom dan pelat akibat tegangan, serta

lendutan akibat geser dapat diabaikan.

b. SNI Beton Pasal 13.7.2 selanjutnya menjelaskan tentang rangka

ekuivaken bahwa:

- Struktur harus dianggap terdiri dari rangka rangka ekuivalen pada

garis-garis kolom yang diambil dalam arah longitudinal dan

transversal bangunan.

13
- Setiap rangka terdiri dari sebaris kolom atau tumpuan dan lajur

pelat-balok, dibatasi dalam arah lateral oleh sumbu tengah panel

pada masing-masing sisi dari sumbu kolom atau tumpuan.

- Kolom atau tumpuan dianggap dihubungkan pada lajur pelat-balok

oleh komponen puntir (Pasal 13.7.5) yang arahnya transversal

terhadap arah bentang yang sedang ditinjau momennya dan

menerus hingga sumbu-sumbu tengah panel pada masing masing

sisi kolom.

- Rangka yang berdekatan dan sejajar terhadap suatu tepi dibatasi

oleh tepi tersebut dan sumbu tengah panel yang berdekatan.

- Setiap rangka ekuivalen dapat dianalisis sebagai suatu kesatuan.

Sebagai alternatif, untuk perhitungan akibat beban gravitasi,

masing-masing lantai dan atap dapat dianalisis secara terpisah

dengan menganggap bahwa ujung-ujung kolom adalah terjepit.

- Bila pelat-balok dianalisis secara terpisah, dalam menentukan

momen pada suatu tumpuan, dapat dianggap bahwa tumpuan

14
jauh pada dua bentang berikutnya adalah terjepit selama pelat-

balok adalah menerus melewati tumpuan jepit tersebut.

3.Analisis Elastik dan Garis Leleh untuk Pelat Dua Arah

Pada kondisi beban berlebih, pelat lantai yang telah mencapai kapasitas

lenturnya akan mengalami kelelehan tulangan pada daerah momen

maksimum. Dengan lelehnya tulangan ini, bagian pelat tersebut akan beraksi

sebagai sendi atau garis plastis. Jika beban ditingkatkan, daerah sendi plastis

akan berotasi secara plastis dan momen yang timbul akibat penambahan

beban akan disalurkan kembali pada penampang di sekitar daerah yang

sudah plastis sehingga menyebabkan ikut lelehnya penampang tersebut.

Dengan semakin meluasnya daerah plastis, akan terbentuk pita-pita yang

membagi pelat menjadi rangkaian pelat-pelat elastik. Pita-pita tersebut

dinamakan garis leleh. Bila beban terus ditingkatkan, pada akhirnya garis-

garis leleh tersebut akan membentuk suatu mekanisme plastis di mana pelat

lantai dapat berdeformasi secara plastis tanpa mampu menahan peningkatan

beban tambahan.

15
Bila mekanisme sudah terbentuk, pelat tidak dapat menerima beban

tambahan lagi. Beban yang diterima pelat saat terjadi mekanisme

didefinisikan sebagai beban runtuh. Analisis garis leleh pada prinsipnya

dilakukan berdasarkan mekanisme plastis yang terjadi pada pelat.

D. PERILAKU KERUNTUHAN PELAT DUA ARAH


Pada tahap awal pembebanan (sebelum retak terbentuk) pelat
berperilaku linier elastik. Peningkatan beban yang diberikan dapat memicu
terjadinya keretakan pada pelat. Pada pelat dua arah, keretakan umumnya
terjadi pertama kali pada daerah tumpuan bentang terpendek. Pada kondisi
ini, pelat masih dapat dianalisis dengan pendekatan linier elastik, tapi dengan
menggunakan sifat penampang yang sudah retak. Keretakan pada pelat
umumnya dijumpai pada kondisi beban layan. Bila pembebebanan terus
ditingkatkan, baja tulangan di lokasi retak dapat mengalami
kelelehan.peningkatan beban selanjutnya akan menyebabkan terjadinya
redistribusi momen dari bagian pelat yang baja tulangannya sudah leleh ke
bagian yang masih elastic. Redistribusi ini disebabkan oleh bagian pelat yang
baja tulangannya sudah leleh tidak dapat menerima tambahan momen tetapi
masih bisa berdeformasi (berotasi). Redistribusi momen ini hanya
dimungkinkan bila penampang pelat memiliki daktilitas rotasi yang memadai.
Dengan redistribusi momen ini, peningkatan beban akan menyebabkan
penyebaran kelelehan baja tulangan ke bagian pelat yang sebelumnya masih
elastis. Pada tahap akhir pembebanan, pola garis-garis leleh yang terjadi
membentuk mekanisme keruntuhan. Setelah mekanisme keruntuhan
terbentuk, pelat tidak mampu lagi menerima tambahan beban.

16
Gambar 5. Ilustrasi Tahapan Keruntuhan Pelat Dua Arah

E. PENGECEKAN PELAT KOMPOSIT

1.Perhitungan Pembebanan

Perhitungan pembebanan yang dilakukan sama dengan perhitungan


pembebanan dengan struktur biasa, dengan menggunakan kombinasi-
kombinasi pembebanan yang ditetapkan sesuai dengan SNI 03-1729-2002.

2.Perhitungan Momen Ultimit dan Gaya-Gaya Dalam

Perhitungan momen dan gaya-gaya dalam yang terjadi pada pelat


dilakukan dengan memperhatikan lantai-lantai tersebut bekerja sebagai pelat
dua arah (two way slab).

3.Pengecekan Syarat-Syarat Dek Baja Gelombang

Sesuai dengan SNI 03-1729-2002 pasal 12.4.5.1, struktur lantai komposit


haruslah memenuhi syarat-syarat berikut:

a. Tinggi rusuk maksimum dek baja (hr) adalah 75 mm.


b. Lebar rata-rata minimum dari gelombang dek (wr ) harus lebih
besar dari 50 mm, lebar ini tidak boleh lebih besar dari lebar bersih
minimum pada tepi atas dek baja.
c. Tebal pelat minimum diukur dari tepi atas dek baja adalah 50
mm.
d. Diameter maksimum stud yang dipakai adalah 20 mm, dan
dilas langsung pada flens balok baja.
e. Tinggi minimum stud diukur dari sisi dek baja paling atas = 40
mm.

17
Gambar 6. Persyaratan Untuk Dek Baja Gelombang

4. Perhitungan Momen Nominal

Perhitungan momen nominal diawali dengan penentuan luas efektif pelat


yang akan berfungsi sebagai wilayah tekan pada struktur yang menahan
momen. Lebar efektif pada suatu pelat beton adalah lebar flange (bf) dari

18
profil baja yang diberikan shear connector dan tambahan 2b’ dari bagian
pelat betonnya, atau secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

bef = bf + 2b’ …………………………………………………………………...(1)

5. Pengecekan Ketahanan Momen

Berdasarkan SNI 03-1729-2002 pasal 12.4.5.1, kuat lentur rencana


(ΦbMn), dari suatu konstruksi yang terdiri dari pelat beton yang diletakkan di
atas dek baja bergelombang yang ditumpu pada balok baja dihitung dengan
menggunaan prinsip-prinsip pada butir 12.4.2.

Untuk kondisi struktur bekerja plastis dengan penampang web kompak,


Φb = 0,9. Sedangkan untuk kondisi struktur bekerja elastis dengan
penampang web tidak kompak, Φb = 0,85.

6. Perhitungan Kebutuhan Penghubung Geser

Sesuai dengan SNI 03-1729-2002, pasal 12.4.5.2, jarak antara


penghubung-penghubung geser jenis paku sepanjang balok penumpu tidak
boleh lebih dari 900 mm.

Untuk menahan pengaruh ungkitan, dek baja harus diangker pada unsur-
unsur penumpu dengan jarak angker tidak lebih dari 450 mm. Jenis angker
yang boleh digunakan dapat berupa penghubung geser jenis paku, kombinasi
penghubung geser jenis paku dengan las titik, tau jenis lainnya yang
ditentukan oleh perencana.

7. Pengecekan terhadap Lendutan

Pada proses konstruksi, lendutan diakibatkan oleh berat sendiri beton


basah, dek baja, dan beban konstruksi yang telah dikalikan dengan faktor
pembebanan masing-masing. Besarnya lendutan yang diperhitungkan adalah
L/180 atau ¾ inchi (tergantung mana yang lebih menentukan). Setelah beton
mengeras, aksi komposit terjadi, lendutan yang diperhitungkan adalah
sebesar L/360. Beban terfaktor sebesar 1,2 untuk beban mati (dead load)
dan 1,6 untuk beban hidup (superimposed live load) telah diperhitungkan.
Dan karena pelat diperlakukan sebagai pelat dua arah yang terjepit elastis,
momen negatif pada tumpuan tetap diperhitungkan.

19
8. Tahapan Perhitungan Tulangan Dek Baja

Langkah-langkah perhitungan penulangan pelat beton komposit dek baja


bergelombang :

a. Menentukan tipe dan tebal dek baja gelombang.

b. Menentukan tipe pelat (bentang tunggal, bentang ganda atau bentang


menerus) dan panjang bentang.

c. Menentukan beban hidup yang bekerja (beban mati berupa berat


sendiri dek baja bergelombang dan pelat beton sudah diperhitungkan
oleh produsen dek baja gelombang).

d. Menentukan tebal plat dan tulangan negatif berdasarkan Tabel


Perencanaan Praktis yang disediakan oleh produsen dek baja
gelombang.

20

Anda mungkin juga menyukai