PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui defleksi yang dihasilkan dari suatu pembebanan dengan metode
luas momen
b. Untuk mengetahui teori dari pembebanan dengan menggunakan metode luas momen
c. Untuk mengetahui dan menggambarkan free body diagram serta momen lentur
d. Untuk memahami pengaruh sudut terhadap defleksi yang dihasilkan
e. Untuk memahami pengaruh jarak tumpuan terhadap defleksi yang terjadi
BAB 2
DASAR TEORI
2.4 Sebutkan dan jelaskan teori pengukuran defleksi metode luas momen!
Dalam pengukuran defleksi struktur yang disebabkan oleh pembebanan, terdapat
beberapa metode yang bisa dipergunakan untuk menentukan nilai defleksi itu sendiri. Metode
tersebut diantaranya adalah metode integrasi ganda, metode luas momen, metode energy,
dan metode super posisi. Dalam praktikum kali ini, metode yang kita pergunakan adalam
metode luas momen. Metode luas momen merupakan metode yang dipergunakan dan sangat
cocok dipergunakan untuk mengukur defleksi atau lendutan pada satu titik saja. Hal ini
menunjukkan bahwa metode luas momen ini dipergunakan untuk menghitung defleksi yang
terjadi pada struktur yang mendapat beban pada satu titik saja (Depari, 2018).
Metode luas momen merupakan salah satu metode yang dipergunakan untuk menentukan
defleksi dari suatu struktur ketika mendapatkan beban dengan besar tertentu. Metode ini
ditemukan oleh Saint-Venant, kemudian dikembangkan oleh Greene dan Mohr. Dfleksi dari
struktur balok yang menopang beban diperoleh dengan cara memanfaatkan sifat dari diagram
luas momen lentur. Adapun metode ini sangat cocok dipergunakan untuk mengetahui nilai
lendutan serta putaran sudut pada satu titik sudut saja. Hal ini menguntungkan, sebab kita
dapat memperoleh besaran tersebut tanpa harus mencari persamaan lengkan dari garis
lenturnya terlebih dahulu (Suhendra, 2020).
2.6 Apa yang dimaksud dengan Modulus Elastisitas dan Free Body Diagram?
Modulus elastis atau modulus elastisitas merupakan salah satu istilah yang sering kali
dipergunakan dalam ilmu fisika. Hal ini dikarenakan modulus elastisitas merupakan besaran
yang menyatakan sifat dari suatu benda, terutamanya benda padat. Dari literatur yang
diperoleh, dapat kita ketahui bahwa modulus elastisitas adalah perbandingan antara regangan
aksial dan tegangan yang terjadi dalam deformasi yang bersifat elastis. Dengan kata lain,
modulus elastisitas ini menyatakan kecenderungan suatu benda atau material untuk berubah
bentuk ketika diberi beban dan kembali kebentuk semulanya ketika beban tersebut
dipindahkan atau dihilangkan (Wiyono, 2012).
Literatur lainnya menyatakan bahwa modulus elastisitas merupakan perbandingan antara
tegangan dengan regangan yang terjadi dalam batas elastis. Modulus elastisitas dikenal juga
dengan sebutan modulus Young. Adapun nilai dari modulus elastisitas ini merupakan
karakteristik dari suatu material atau logam tertentu. Hal ini dikarenakan setiap material atau
logam memiliki modulus elastisitas yang berbeda-beda. Terkait hubungannya dengan
regangan, terdapat suatu kondisi yang menyatakan hubungan keduanya. Semakin besar
modulus elastis dari suatu logam, maka nilai regangan elastis yang dihasilkan ketika bendan
mendapat beban akan semakin kecil, begitu pula sebaliknya. Besarnya modulus elastisitas
disebabkan oleh kuatnya gaya tarik-menari antar partikel yang terjadi pada material yang
dipergunakan. Nilai modulus elastisitas dari suatu material atau benda dapat diketahui dengan
melakukan uji tarik pada benda tersebut (Rozy, 2013).
Selain modulus elastisitas, terdapat istilah lain yang turut dipergunakan dalam praktikum
kali ini, yakni free body diagram. Free body diagram merupakan salam satu penggambaran
gaya-gaya yang bekerja pada suatu benda yang digambarkan dalam bentuk diagram gaya
dengan arah-arah tertentu. Penggambaran dalam bentuk diagram gaya dapat mempermudah
peneliti untuk menganalisis dan menguraikan gaya-gaya yang bekerja pada benda. Dalam
penentuan lendutan atau defleksi dari suatu struktur yang mendapat gaya, free body diagram
ini dapat dipergunakan untuk menggambarkan gaya yang bekerja pada struktur tersebut
(Pratiwi, 2021).
BAB 3
METODE
3.1 Alat dan Bahan (Dibuat dalam bentuk tabel beserta fungsi dan gambar)
Tabel 3.1 Alat, bahan dan fungsi
No. Alat dan bahan Gambar Fungsi
Disiapkan
Beban I dan II
Massanya ditimbang
terlebih dahulu
Plat
• Diukur panjangnya
pada titik ¼ L, ½ L
dan ¾ L
• Diukur tinggi
Beban I permukaannya
sebagai y0
• Diletakkan pada
plat dengan titik ¼
L, ½ L dan ¾ L
Plat
• Diukur tinggi
sebagai yL1, yL2
dan yL3
• Diukur sudut yang
terbentuk
Hasil • Diulangi perlakuan
yang sama dengan
beban II
Beban 1
Titik Tinggi Akhir Sudut
Panjang Plat Tinggi Awal (y)
Pembebanan (Y ) L Ukur
0.1675
1/4 L1 y1 32.5 cm YL1 32.4 cm 3°
m
1/2 L2 0.335 m y2 32.5 cm Y L2 31.9 cm 4°
0.5025
3/4 L3 y2 32.5 cm Y L3 32.2 cm 3°
m
Beban 2
Titik Tinggi Akhir Sudut
Panjang Plat Tinggi Awal (y)
Pembebanan (Y ) L Ukur
0.1675
1/4 L1 y1 32.5 cm YL1 32.4 cm 4°
m
1/2 L2 0.335 m y2 32.5 cm Y L2 31.8 cm 5°
0.5025
3/4 L3 y2 32.5 cm Y L3 32.1 cm 4°
m
⮚ P1
M1 = 4067 gram
L = 67 cm = 0,67 m
b = 4,2 cm = 0,042 m
h = 0,1 cm = 0,001 m
E = 200 GPa = 200 x 109 N/m2
1
I = 12 𝑏ℎ3
1
= 12 x 0.042 x (0.001)3
= 3.5 x10−12
𝑦1 +𝑦2 +𝑦3
ŷ0 = 3
= 0,325 m
P1 = m * g
= 4,067 kg * 9,81 m/s2
= 39.89727 N
A. L1 = 0,1675 m
L = 0,67 m
P1 = 39.89727 N
ƩM0 = 0
(P1 * L1) – (Rb * L) = 0
Rb = 9.9743175 N
ƩF = P1
Ra + Rb = P1
Ra = 29.9229525 N
B. L2 = 0,335 m
L = 0,67 m
P1 = 39.89727 N
ƩM0 = 0
(P1 * L2) – (Rb * L) = 0
Rb = 19,948635 N
ƩF = P1
Ra + Rb = P1
Ra = 19,948635N
C. L3 = 0,5025 m
L = 0,67 m
P1 = 39.89727 N
ƩM0 = 0
(P1 * L3) – (Rb * L) = 0
Rb = 29,9229525 N
ƩF = P1
Ra + Rb = P1
Ra = 9,9743175 N
⮚ P2
M2 = 4700 gram
L = 67 cm = 0,67 m
b = 4,2 cm cm = 0,042 m
h = 0,1 cm = 0,001 m
E = 200 GPa = 200 x 109 N/m2
1
I = 12 𝑏ℎ3
1
= 12 𝑥 0,042 𝑥 (0,001)3
= 3,5 x 10-12
L1 (1/4) = 16,75 cm = 0,1675 m L3 (3/4) = 50,25 cm = 0,5025 m
L2 (1/2) = 33,5 cm = 0,335 m Sudut = 4°
Sudut = 5° Sudut = 4°
y1 = 32,5 cm = 0,325 m
y2 = 32,5 cm = 0,325 m
y3 = 32,5 cm = 0,325 m
YL1 = 32,4 cm = 0,324 m
YL2 = 31,8 cm = 0,32 m
YL3 = 32,1 cm = 0,321
𝑦1 +𝑦2 +𝑦3
ŷ0 = 3
0,325 + 0,325 + 0,325
= 3
= 0,325 m
P2 = m * g
= 4,7 kg * 9,81 m/s2
= 46,107 N
A. L1 = 0,1675 m
L = 0,67 m
P2 = 46,107 N
ƩM0 = 0
(P2 * L1) – (Rb * L) = 0
Rb = 11,52675 N
ƩF = P2
Ra + Rb = P2
Ra = 34,58025 N
B. L2 = 0,335 m
L = 0,67 m
P2 = 46,107 N
ƩM0 = 0
(P2 * L2) – (Rb * L) = 0
Rb = 23,0535 N
ƩF = P2
Ra + Rb = P2
Ra = 23,0535 N
C. L3 = 0,5025 m
L = 0,67 m
P2 = 46,107 N
ƩM0 = 0
(P2 * L3) – (Rb * L) = 0
Rb = 34,58025 N
ƩF = P2
Ra + Rb = P2
Ra = 11,52675 N
⮚ ANALITIK
A. M1 = 4.067 Kg
P1 = 39.89727 N
● L1 (1/4)
𝑃𝑎𝑏
M =
𝐿
(39.89727) × (0.1675) × (0.5025)
=
0.67
3.35810334431
=
0.67
= 5.012
𝑃𝑎𝑏
A1 = 2𝐸𝐼
(39.89727) × (0.1675) × (0.5025)
=
2 × 200 .109 × 3.5 .10−12
3.35810334431
= 1.4
= 2.3986
𝐿+𝑎
X =
3
0.67 + 0.1675
= 3
= 0.27916
tB / A = A1 * X
= 2.3986 × 0.27916
= 0.669593176
𝑡𝐵/𝐴
θA = 𝐿
0.669593176
= 0.67
= 0.9993928
DD1 = a * θA
= 0.1675 × 0.9993928
= 0.167398294
= 0.05583
𝑃𝑎 2 𝑏
A2 = 2𝐸𝐼𝐿
(39.89727) × (0.1675)2 × (0.5025)
=
2 × 200 .109 × 3.5 .10−12 ×0.67
0.56248231017
=
0.938
= 0.59966131148
tD / A = A2 * X
= 0.59966131148 × 0.05583
= 0.03347909102
δD = DD1 – tD / A
= 0.167398294 - 0.03347909102
= 0.13391920298
● L2 (1/2)
𝑃𝑎𝑏
M =
𝐿
(39.89727)𝑥(0.335 )𝑥(0.335 )
= 0.67
6,68
= = 9,97
0.67
𝑃𝑎𝑏
A1 = 2𝐸𝐼
(39.89727)𝑥(0.335 )𝑥(0.335 )
=
2𝑥(200 𝑥 109 )𝑥(3.5 𝑥10−12 )
6.68
=
2𝑥(200 𝑥 109 )𝑥(3.5 𝑥10−12 )
= 4,77
𝐿
X =2
0.67
= 2
= 0.335
tB / A = A1 * X
= (4,77)(0.335)
= 1,598
𝑡𝐵/𝐴
θA = 𝐿
1,598
= 0,67
= 2,385
DD1 = a * θA
= (0,335)(2,385)
= 0,799
𝑃𝑎 2 𝑏
A2 = 2𝐸𝐼𝐿
(39.89727)(0,335)2 (0,335) (39.89727)(0,335)2 (0,335)
= 9 = = 1,59
2𝑥(200 𝑥 10 )𝑥(3.5 𝑥10 −12
)𝑥(0,67) 2𝑥(200 𝑥 109 )𝑥(3.5 𝑥10−12 )𝑥(0,67)
tD / A = A2 * X
= 1,59 *0,11167 = 0,1775
δD = DD1 – tD / A
= 0,799-0,1775 =0,6215
● L3 (3/4)
𝑃𝑎𝑏
M = 𝐿
(39.89727)𝑥(0.5025 )𝑥(0.1675)
=
0.67
3.3581
= 0.67
= 5,012
𝑃𝑎𝑏
A1 = 2𝐸𝐼
(39.89727)𝑥(0.5025 )𝑥(0.1675)
=
2𝑥200.109 𝑥 3.5 .10−12
3.3581
= 1.4
= 2,3986
𝐿+𝑏
X = 3
0.67 + 0.5025
= 3
= 0,3908
tB / A = A1 * X
= 2,3986 x 0,3908
= 0,93737
𝑡𝐵/𝐴
θA = 𝐿
0.93737
= 0.67
= 1.3990
DD1 = a * θA
= 0,5025 x 1,39900
= 0,7029975
= 0,1675
𝑃𝑎 2 𝑏
A2 = 2𝐸𝐼𝐿
(39.89727)𝑥(0,5025)2 𝑥(0.1675)
=
2𝑥200.109 𝑥 3.5 .10−12 𝑥 0,67
1,6874
= 0.938
= 1,7989
tD / A = A2 * X
= 1,7989 x 0,1675
= 0,3013
δD = DD1 – tD / A
= 0,7029975 – 0,3013
= 0,4016975
B. M2 = 4,700 Kg
P2 = 46,107 N
● L1 (1/4)
𝑃𝑎𝑏
M = 𝐿
(46,107) × (0.1675) × (0.5025)
=
0.67
3,88076856
= 0.67
= 5,7921
𝑃𝑎𝑏
A1 = 2𝐸𝐼
(46,107) × (0.1675) × (0.5025)
=
2 × 200 .109 × 3.5 .10−12
3,88076856
= 1,4
= 2,771
𝐿+𝑎
X = 3
0.67 + 0.1675
= 3
= 0.27916
tB / A = A1 * X
= (2,771)*(0.27916)
= 0,77355236
𝑡𝐵/𝐴
θA = 𝐿
0,77355236
= 0,67
= 1,15455576
DD1 = a * θA
= (0.1675)*(1,15455576)
= 0,19338809
= 0,0558333
𝑃𝑎 2 𝑏
A2 = 2𝐸𝐼𝐿
(46,107) × (0.1675) 2 × (0.5025)
=
2 × 200 .109 × 3.5 .10−12
0,650028733171875
= 1,4
= 0,46430623
tD / A = A2 * X
= (0,46430623)*(0,0558333)
= 0,025923749
δD = DD1 – tD / A
= 0,19338809 - 0,025923749
= 0,167464341
● L2 (1/2)
𝑃𝑎𝑏
M = 𝐿
(46,107) × (0.335) × (0.335)
= 0.67
5,174358
= 0.67
= 7,7229
𝑃𝑎𝑏
A1 = 2𝐸𝐼
(46,107) × (0.335) × (0,335)
=
2 × 200 .109 × 3.5 .10−12
5,174358
= 1,4
= 3,69597
𝐿
X =
2
0.67
= 2
= 0.335
tB / A = A1 * X
= (3,69597)(0.335)
= 1,23815
𝑡𝐵/𝐴
θA = 𝐿
1,23815
= 0,67
= 1,15455576
DD1 = a * θA
= (0,335)(1,847985)
= 0,619075
𝑃𝑎 2 𝑏
A2 = 2𝐸𝐼𝐿
(46,107) × (0,335)2 × (0,335)
=
2 × 200 .109 × 3.5 .10−12 × 0,67
(46,107) × (0,335)2 × (0,335)
=
2 × 200 .109 × 3.5 .10−12 × 0,67
1,73341
=
0,938
= 0,406485
tD / A = A2 * X
= (0,406485)(0,335)
= 0,136172
δD = DD1 – tD / A
= (0,619075)-(0,136172)
= 0,482903
● L3 (3/4)
𝑃𝑎𝑏
M = 𝐿
(46,107)𝑥(0,5025)𝑥(0.1675)
= 0,67
5,174358075
= 0,67
= 7,7229
𝑃𝑎𝑏
A1 =
2𝐸𝐼
(46,107)𝑥(0,5025)𝑥(0.1675)
=
2 × 200 .109 × 3.5 .10−12
3,88076855625
=
1,4
= 2,77198
𝐿+𝑏
X =
3
0,67+0,16575
=
3
= 0,27858
tB / A = A1 * X
= (2,77198)(0,27858)
= 0,77223
𝑡𝐵/𝐴
θA = 𝐿
0,77223
= 0,67
= 1,15258
DD1 = a * θA
= (0,5025)(1,15258)
= 0,57917
= 0,1675
𝑃𝑎 2 𝑏
A2 = 2𝐸𝐼𝐿
(46,107)𝑥(0,5025)2 𝑥(0.1675)
=
2 × 200 .109 × 3.5 .10−12 × 0,67
= 2,07898
tD / A = A2 * X
= (2,07898)(0,1675)
= 0,348229
δD = DD1 – tD / A
= (0,57917) - (0,348229)
= 0,23094
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.1 Free body diagram defleksi beban 1 ; (a) ¼ L; (b) ½ L; (c) ¾ L
Sumber : Data diolah, 2022
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.2 Free body diagram defleksi beban 2 ; (a) ¼ L; (b) ½ L; (c) ¾ L
Sumber : Data diolah, 2022
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.3 Momen lentur defleksi beban 1 ; (a) ¼ L; (b) ½ L; (c) ¾ L
Sumber : Data diolah, 2022
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.4 Momen lentur defleksi beban 2 ; (a) ¼ L; (b) ½ L; (c) ¾ L
Sumber : Data diolah, 2022
Dua tabel diatas merupakan data yang menunjukkan perbandingan antara nilai defleksi
dan nilai defleksi maksimum untuk kedua beban. Dapat kita ketahui bahwa tabel 4.2
merupakan nilai dari defleksi untuk beban 1 dan beban 2, sedangkan tabel 4.3 merupakan
nilai defleksi maksimum untuk beban 1 dan beban 2. Untuk beban 1, pada titik L1, nilai
defleksi adalah sebesar 0.167398294, kemudian pada titik L2 nilai defleksi bernilai
sebesar 0,799, dan pada titik L3, nilai defleksinya adalah sebesar 0,7029975. Kemudian
kita beralih pada beban 2, dimana pada titik L1, defleksinya bernilai 0,19338809, pada titik
L2 nilai defleksinya sebesar 0,619075, dan pada titik L3 nilai defleksinya adalah 0,57917.
Selanjutnya, kita bisa mengamati tabel nilai defleksi maksimum untuk kedua beban. Untuk
beban 1, titik L1 memiliki nilai defleksi maksimum sebesar 0.13391920298, titik L2
memiliki nilai defleksi maksimum sebesar 0,6215, dan titik L3 memiliki nilai defleksi
maksimum sebesar 0,4016975. Beralih pada beban 2, titik L1 memiliki nilai defleksi
maksimum sebesar 0,167464341, titik L2 memiliki nilai defleksi maksimum sebesar
0,482903, dan titik L3 memiliki nilai defleksi maksimum sebesar 0,23094. Dari kedua tabel
tersebut dapat kita katakana bahwa nilai defleksi maksimum bernilai lebih kecil dari nilai
defleksi untuk kedua beban.
5.1 Kesimpulan
Praktikum kali ini merupakan praktikum dengan topik defleksi dengan metode luas momen.
Pelaksanaan praktikum dilakukan dengan beberapa tujuan praktikum yang menjadi acuan
keberhasilan praktikum. Tujuan pertama dari praktikum kali ini adalah agar praktikan mampu
mengetahui defleksi yang dihasilkan dari suatu pembebanan dengan metode luas momen.
Kemudian, tujuan kedua adalah untuk mengetahui teori dari pembebanan dengan
menggunakan metode luas momen. Selanjutnya, tujuan ketiga adalah untuk mengetahui dan
menggambarkan free body diagram serta momen lentur. Tujuan keempat adalah untuk
memahami pengaruh sudut terhadap defleksi yang dihasilkan. Kemudian, tujuan kelima
adalah untuk memahami pengaruh jarak tumpuan terhadap defleksi yang terjadi.
Penentuan nilai defleksi dari pembebanan yang dilakukan pada praktikum kali ini dilakukan
dengan menggunakan perhitungan. Dimana, data hasil perhitungan tersebut kita pergunakan
untuk membuat grafik-grafik hubungan. Kemudian, terkait dengan teorinya, metode luas
momen ini dikatakan lebih mudah dilakukan dibandingkan metode lainnya, karena tidak
membutuhkan integrasi berulang. Free body diagram dapat kita amati pada gambar 4.1, free
body diagram menjelaskan gaya-gaya yang bekerja pada sistem dengan menggambarkannya
dengan garis gaya. Pada gambar 4.7, dapat kita amati grafik hubungan antara sudut dan
defleksi. Dari gambar tersebut dapat kita pahami bahwa sudut memiliki hubungan berbanding
lurus dengan nilai defleksi. Selain dengan sudut, defleksi memiliki hubungan yang berbanding
lurus dengan jarak tumpuan. Dimana, semakin besar jarak tumpuan, semakin besar pula nilai
defleksi yang dihasilkan.
Aden N, Zakki AF, dan Rindo G. 2017. Analisa pengaruh perubahan jarak gading kapal pada
struktur kekuatan kapal Ro-Ro 500 GT untuk mendapatkan desain optimal. Jurnal
Teknik Perkapalan 5(4): 697-706.
Depari M. 2018. Analisis Perhitungan Tegangan Yang Terjadi Pada Bunch Scrapper Conveyor
Dengan Kapasitas Angkut 6 Ton / Jam Di PT.Perkebunan Nusantara II Tanjung
Garbus. Skripsi. Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Medan.
Gusniar IN. dan Putra AS. 2021. Perhitungan beban statistik pada rangka mesin pengering
padi menggunakan baja AISI 1020. Jurnal Teknik Mesin 14(2): 53-58.
Hermawan W. 2010. Kinerja roda besi bersirip gerak dengan mekanisme sirip berpegas.
Jurnal Keteknikan Pertanian 24(1): 7-16.
Koten VK. dan Hasan D. 2014. Penentuan hubungan antara defleksi lateral dan radial poros
baja pada berbagai jenis tumpuan secara teoritik. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin 1(1): 57-
63.
Nabal A. 2016. Perancangan Struktur Gedung Apartemen di Jalan Seturan Raya-Yogyakarta.
Skripsi. Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Atma Jaya
Yogyakarta. Yogyakarta.
Oktavian R. 2018. Pembuatan dan Pengujian Alat Transportasi Pasca Panen Pedesaan.
Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.
Pamungkas GAB, Priambadi IGN, dan Komaladewi AAIAS. 2020. Analisis defleksi pada
rangka alat pembuatan briket sampah organik. Jurnal METTEK 6(2): 121-128.
Pratama I. 2020. Studi Perancangan Struktur Gedung Universitas Islam Negeri Mataram
dengan Menggunakan Pelat Cenadawan, di Jalan Gajah Mada No.100, Pagesangan
Mataram. Skripsi. Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Mataram. Mataram.
Pratiwi IK, Kusairi S, dan Sunaryono. 2021. Analyzing students skill in drawing a free-body
diagram. AIP Conference Proceedings 2330(1): 1-6.
Rozy MFH, Djaelani AH, dan Choiron MA. 2013. Pemanfaatan frekuensi bunyi material
sebagai dasar pengujian modulus elastisitas pada pengujian tanpa merusak (non
destructive test). Jurnal ROTOR 6(1): 1-4.
Sari Y. 2018. Re-Design Struktur PCI Girder pada Overpass Kranggan (STA. 72+237) Proyek
Jalan Tol Semarang-Solo Ruas Salatiga-Kartasura. Skripsi. Fakultas Teknik, Sekolah
Tinggi Teknik-PLN. Jakarta.
Suhendra D. 2020. Analisa Numerik Kekuatan Rangka pada Mesin Pengurai Sabut Kelapa.
Tugas Akhir. Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Medan.
Syam M. 2017. Desain Bracket pada Struktur Kantilever. Skripsi. Fakultas Teknik, Universitas
Hasanuddin. Gowa.
Wiyono AWW, Setiawan A, dan Hidayat N. 2012. Pengaruh suhu terhadap modulus elastisitas
dan angka poisson beton aspal lapis aus (AC-WC) dengan Kapur sebagai Filler. Jurnal
Rekayasa dan Manajemen Transportasi: 105-114.
LAMPIRAN DHP (DHP ACC)
LAMPIRAN