Anda di halaman 1dari 50

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mekanika struktur merupakan salah satu mata kuliah yang perlu dipelajari oleh mahasiswa
teknik lingkungan. Hal ini dikarenakan dalam mekanika struktur terdapat metode analisis yang
bisa kita pergunakan dalam menyusun berbagai fasilitas lingkungan, seperti salah satunya
adalah instalasi pengolahan air bersih. Analisis ini sangat penting mengingat pembuatan
sistem instalasi pengolahan air membutuhkan ketelitian tinggi terkait struktur bangunannya.
Selain itu, hal ini juga berperan penting dalam menciptakan sistem yang efisien atau tepat
guna.
Salah satu hal atau topik yang dibahas dalam mekanika struktur adalah defleksi dari suatu
benda ketika mendapat gaya. Nilai defleksi dari suatu benda dapat diketahui dengan berbagai
macam metode, dimana salah satu metodenya adalah dengan menggunakan metode luas
momen. Selain itu, terdapat juga metode lain yang dapat dipergunakan, yakni metode integrasi
ganda. Jika dibandingkan, maka kita akan mengetahui bahwa metode luas momen lebih
sederhana dibandingkan dengan metode integrasi ganda. Hal ini dikarenakan dalam
penentuan defleksi, integrasi tidak perlu dilakukan berkali-kali. Hal terpenting dalam metode
luas momen ini adalah menggambarkan diagram momen lenturnya. Metode luas momen ini
juga sering dipergunakan dalam penyelesaian kasus-kasus pada sistem pembebanan
terpusat.

1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui defleksi yang dihasilkan dari suatu pembebanan dengan metode
luas momen
b. Untuk mengetahui teori dari pembebanan dengan menggunakan metode luas momen
c. Untuk mengetahui dan menggambarkan free body diagram serta momen lentur
d. Untuk memahami pengaruh sudut terhadap defleksi yang dihasilkan
e. Untuk memahami pengaruh jarak tumpuan terhadap defleksi yang terjadi
BAB 2
DASAR TEORI

2.1 Apakah yang dimaksud dengan Pembebanan Sederhana?


Mekanika struktur merupakan suatu bidang ilmu yang membahas struktur bangunan.
Dalam pembuatan struktur bangunan dikenal suatu istilah yang disebut pembebanan. Adapun
pembebanan itu sendiri merupakan suatu analisis mengenai titik-titik beban pada suatu
struktur bangunan. Dikatakan pula bahwa pembebanan ini adalah salah satu faktor penting
yang berpengaruh terhadap struktur bangunan, terutama dalam proses perancangan
strukturnya. Terkait dengan pembebanan sederhana, berdasarkan definisi tersebut dapat kita
katakana bahwa pembebanan sederhana merupakan suatu sistem peletakan beban yang
masih dalam kategori sederhana (Nabal, 2016).
Dalam literatur lain, dijelaskan pula bahwa pembebanan merupakan salah satu faktor
terpenting dalam perancangan struktur bangunan. Proses pembebanan dapat dijelaskan
sebagai suatu analisis atau identifikasi beban-beban yang bertumpu dan bekerja pada suatu
struktur bangunan. Pembebanan tentunya berkaitan erat dengan beban, yang dimana beban
itu sendiri dapat berupa buatan manusia ataupun berupa beban alamiah. Selain itu, beban
dapat digolongkan menjadi 3. Pertama adalah beban mati yang merupakan berat dari
keseluruhan struktur konstruksi bangunan. Kemudian, beban hidup yang merupakan berat
makhluk hidup yang menempati konstruksi. Kemudian, yang ketiga adalah beban gempa yang
berasal dari aktivitas kegempaan. Dari beberapa hal diatas, dapat kita katakan bahwa
pembebanan sederhana merupakan peletakan titik beban dengan sistem sederhana
(Pratama, 2020).

2.2 Jelaskan pengertian Defleksi dan macam-macamnya!


Pemberian beban pada suatu konstruksi bangunan tentunya menghasilkan pengaruh
terhadap konstruksi bangunan itu sendiri. Terlebih lagi ketika konstruksi tersebut mendapat
beban diluar beban konstruksi itu sendiri. Pembebanan pada struktur bangunan dapat
menyebabkan perubahan struktur bangunan, salah satunya adalah defleksi. Defleksi
merupakan perubahan bentuk struktur bangunan atau konstruksi yang diakibatkan oleh
pemberian beban pada konstruksi. Dalam bangunan yang kokoh, defleksi akan terjadi dalam
skala kecil dan sulit untuk diamati dengan mata secara langsung. Namun, perlu kita ketahui
bahwa defleksi itu sendiri dapat bersifat elastis maupun plastis. Elastis disini berarti dapat
berubah ke bentuk semula ketika beban dipindahkan, sedangkan plastis disini artinya tidak
bisa kembali ke bentuk semulanya. Perubahan bentuk dapat terjadi secara vertikal maupun
horizontal, tergantung pada pembebanan yang dilakukan (Pamungkas, 2020).
Terjadinya defleksi pada suatu struktur bangunan menandakan bangunan tersebut
mengalami perubahan ketika memperoleh beban. Defleksi itu sendiri dapat dibedakan menjadi
dua berdasarkan respon yang diberikan struktur terhadap beban. Jenis yang pertama adalah
defleksi lateral. Defleksi lateral itu sendiri merupakan sebagian fungsi dari modulus elastis.
Artinya, ketika struktur mendapatkan beban, maka struktur tersebut akan mengalami
perubahan, tetapi akan kembali ke bentuk semula ketika beban tersebut dipindahkan.
Kemudian, defleksi radial itu sendiri merupakan sebagian fungsi dari modulus geser. Hal ini
menandakan bahwa struktur bangunan mengalami pergeseran ketika mendapatkan beban
dengan desaran tertentu (Koten, 2014).

2.3 Jelaskan pengertian Momen Lentur!


Untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalan dari suatu struktur dan konstruksi,
diperlukan analisis terhadap konstruksi bangunan itu sendiri. Dalam analisis tersebut terdapat
beberapa istilah yang akan sering dipergunakan, dimana salah satu dari istilah tersebut adalah
momen lentur. Momen lentur merupakan suatu gaya putar yang terjadi pada ujung struktur
yang disebabkan oleh adanya suatu tumpuan. Selain itu, momen lentur ini juga dapat terjadi
pada sepanjang bidang struktur. Dengan kata lain momen lentur ini merupakan keseluruhan
gaya yang bekerja pada suatu struktur konstruksi. Setiap konstruksi diharapkan bisa menahan
momen lentur yang menimpa struktur tersebut. Dalam analisis struktur, momen lentur memiliki
notasi atau tanda yang sering dipergunakan, yakni M (Gusniar, 2021).
Pada literatur selanjutnya, dikatakan bahwa momen lentur ini merupakan gaya internal
yang bekerja pada penampang balok, selain gaya geser. Dijelaskan pula bahwa momen lentur
adalah jumlah aljabar yang berasal dari keseluruhan komponen momen luar yang bekerja
pada sistem terisolasi. Momen lentur ini dapat dinotasikan dengan huruf M dalam analisis
struktur. Adapun nilai M tersebut dapat diketahui dan diselesaikan dengan menggunakan
persamaan keseimbangan statis. Momen lentur ini berkaitan erat dengan gaya aksial yaitu
gaya tarik/tekan yang bekerja pada struktur konstruksi. Efek dari gaya aksial dapat diabaikan
ketika besarnya gaya aksial bernilai jauh lebih kecil dibandingkan dengan momen lentur yang
dimiliki konstruksi tersebut (Aden, 2017).

2.4 Sebutkan dan jelaskan teori pengukuran defleksi metode luas momen!
Dalam pengukuran defleksi struktur yang disebabkan oleh pembebanan, terdapat
beberapa metode yang bisa dipergunakan untuk menentukan nilai defleksi itu sendiri. Metode
tersebut diantaranya adalah metode integrasi ganda, metode luas momen, metode energy,
dan metode super posisi. Dalam praktikum kali ini, metode yang kita pergunakan adalam
metode luas momen. Metode luas momen merupakan metode yang dipergunakan dan sangat
cocok dipergunakan untuk mengukur defleksi atau lendutan pada satu titik saja. Hal ini
menunjukkan bahwa metode luas momen ini dipergunakan untuk menghitung defleksi yang
terjadi pada struktur yang mendapat beban pada satu titik saja (Depari, 2018).
Metode luas momen merupakan salah satu metode yang dipergunakan untuk menentukan
defleksi dari suatu struktur ketika mendapatkan beban dengan besar tertentu. Metode ini
ditemukan oleh Saint-Venant, kemudian dikembangkan oleh Greene dan Mohr. Dfleksi dari
struktur balok yang menopang beban diperoleh dengan cara memanfaatkan sifat dari diagram
luas momen lentur. Adapun metode ini sangat cocok dipergunakan untuk mengetahui nilai
lendutan serta putaran sudut pada satu titik sudut saja. Hal ini menguntungkan, sebab kita
dapat memperoleh besaran tersebut tanpa harus mencari persamaan lengkan dari garis
lenturnya terlebih dahulu (Suhendra, 2020).

2.5 Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi lendutan (defleksi)!


Defleksi memiliki pengertian yang serupa dengan lendutan. Hal ini memperjelas bahwa
faktor yang mempengaruhi lendutan sama halnya dengan faktor yang mempengaruhi defleksi
itu sendiri. Dari literatur yang diperoleh, diketahui bahwa terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi besar kecilnya nilai dari defleksi itu sendiri. Faktor pertama adalah kekakuan
batang. Dalam hal ini, semakin kaku batang yang dipergunakan untuk menopang beban, maka
batang tersebut akan semakin sulit untuk mengalami lendutan. Kemudian, faktor kedua adalah
besar kecilnya gaya yang diberikan. Semakin besar gaya yang diberikan pada struktur, maka
semakin besar pula defleksi yang akan terjadi pada struktur. Faktor ketiga adalah jenis
tumpuan yang diberikan untuk menopang bata struktur. Jenis tumpuan ini erat kaitannya
dengan respon yang akan diberikan batang pada beban yang menimpanya. Kemudian, faktor
keempat adalah jenis pembebanan yang terjadi pada batang. Hal ini tentunya akan berkaitan
dengan metode pengukuran yang dipergunakan, mengingat pembebanan dapat bersifat
tunggal pada satu titik serta dapat bersifat merata pada beberapa titik (Syam, 2017).
Literatur lain menyebutkan hal yang hampir serupa dengan literatur sebelumnya, dimana
lendutan atau defleksi dipengaruhi oleh beberapa faktor tertentu. Faktor pertama adalah
beban kerja dan berat sendiri. Beban kerja yang dimaksudkan adalah beban yang diteriman
oleh struktur sedangkan, berat sendiri adalah berat dari struktur itu sendiri. Kemudian, faktor
kedua adalah gaya prategang. Gaya prategang ini merupakan tendon yang diberikan
tegangan awal sebelum struktur menerima beban. Faktor selanjutnya adalal elastisitas beton
atau struktur. Elastisitas struktur ini akan menentukan besar-kecilnya atau mampu-tidaknya
struktur dalam menopang beban yang diberikan. Faktor selanjutnya adalah panjang bentang.
Hal yang dimaksud sebagai panjang bentang ini adalah panjang struktur batang yang
menopang beban dari satu ujung ke ujung lainnya, dimana pada ujung tersebut terletak
tumpuan struktur. Faktor lainnya adalah kondisi tumpuan. Kondisi tumpuan dan jenis tumpuan
akan berdampak pada respon yang diberikan struktur terhadap beban (Sari, 2018).

2.6 Apa yang dimaksud dengan Modulus Elastisitas dan Free Body Diagram?
Modulus elastis atau modulus elastisitas merupakan salah satu istilah yang sering kali
dipergunakan dalam ilmu fisika. Hal ini dikarenakan modulus elastisitas merupakan besaran
yang menyatakan sifat dari suatu benda, terutamanya benda padat. Dari literatur yang
diperoleh, dapat kita ketahui bahwa modulus elastisitas adalah perbandingan antara regangan
aksial dan tegangan yang terjadi dalam deformasi yang bersifat elastis. Dengan kata lain,
modulus elastisitas ini menyatakan kecenderungan suatu benda atau material untuk berubah
bentuk ketika diberi beban dan kembali kebentuk semulanya ketika beban tersebut
dipindahkan atau dihilangkan (Wiyono, 2012).
Literatur lainnya menyatakan bahwa modulus elastisitas merupakan perbandingan antara
tegangan dengan regangan yang terjadi dalam batas elastis. Modulus elastisitas dikenal juga
dengan sebutan modulus Young. Adapun nilai dari modulus elastisitas ini merupakan
karakteristik dari suatu material atau logam tertentu. Hal ini dikarenakan setiap material atau
logam memiliki modulus elastisitas yang berbeda-beda. Terkait hubungannya dengan
regangan, terdapat suatu kondisi yang menyatakan hubungan keduanya. Semakin besar
modulus elastis dari suatu logam, maka nilai regangan elastis yang dihasilkan ketika bendan
mendapat beban akan semakin kecil, begitu pula sebaliknya. Besarnya modulus elastisitas
disebabkan oleh kuatnya gaya tarik-menari antar partikel yang terjadi pada material yang
dipergunakan. Nilai modulus elastisitas dari suatu material atau benda dapat diketahui dengan
melakukan uji tarik pada benda tersebut (Rozy, 2013).
Selain modulus elastisitas, terdapat istilah lain yang turut dipergunakan dalam praktikum
kali ini, yakni free body diagram. Free body diagram merupakan salam satu penggambaran
gaya-gaya yang bekerja pada suatu benda yang digambarkan dalam bentuk diagram gaya
dengan arah-arah tertentu. Penggambaran dalam bentuk diagram gaya dapat mempermudah
peneliti untuk menganalisis dan menguraikan gaya-gaya yang bekerja pada benda. Dalam
penentuan lendutan atau defleksi dari suatu struktur yang mendapat gaya, free body diagram
ini dapat dipergunakan untuk menggambarkan gaya yang bekerja pada struktur tersebut
(Pratiwi, 2021).
BAB 3
METODE

3.1 Alat dan Bahan (Dibuat dalam bentuk tabel beserta fungsi dan gambar)
Tabel 3.1 Alat, bahan dan fungsi
No. Alat dan bahan Gambar Fungsi

1. Beban I dan II Sebagai bahan perlakuan


dan percobaan

Gambar 3.1 Beban I dan II

Sumber: Dokumentasi Pribadi

2. Penggaris Sebagai alat ukur untuk


pengukuran panjang lebar
plat
Gambar 3.2 Penggaris

Sumber: Dokumentasi Pribadi

3. Busur Sebagai pengukur sudut

Gambar 3.3 Busur

Sumber: Dokumentasi Pribadi

4. Pembebanan Sebagai bahan pembantu


sederhana perlakuan dan tempat
meletakkan statif & plat

Gambar 3.4 Pembebanan sederhana

Sumber: Dokumentasi Pribadi

5. Plat Sebagai penopang beban

Gambar 3.5 Plat

Sumber: Dokumentasi Pribadi


6. Statif Sebagai alat penyangga

Gambar 3.6 Statif

Sumber: Dokumentasi Pribadi

7. Jangka sorong Sebagai pengukur ketebalan

Gambar 3.7 Jangka sorong

Sumber: Dokumentasi Pribadi

8. Tali Sebagai pengikat

Gambar 3.8 Tali

Sumber: Dokumentasi Pribadi

9. Timbangan analitik Sebagai pengukur massa

Gambar 3.9 Timbangan analitik

Sumber: Dokumentasi Pribadi


3.2 Cara Kerja (Diagram Alir)

Alat dan bahan

Disiapkan

Beban I dan II

Massanya ditimbang
terlebih dahulu

Plat

• Diukur panjangnya
pada titik ¼ L, ½ L
dan ¾ L
• Diukur tinggi
Beban I permukaannya
sebagai y0

• Diletakkan pada
plat dengan titik ¼
L, ½ L dan ¾ L

Plat

• Diukur tinggi
sebagai yL1, yL2
dan yL3
• Diukur sudut yang
terbentuk
Hasil • Diulangi perlakuan
yang sama dengan
beban II

Gambar 3.10 Diagram alir cara kerja

Sumber: Data Diolah, 2022


BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Analisa Prosedur


Prosedur yang dimaksudkan pada topik ini adalah langkah kerja yang dilakukan dalam
praktikum kali ini. Langkah kerja atau prosedur diawali dengan mempersiapkan alat dan bahan
yang dipergunakan dalam praktikum. Langkah selanjutnya adalah menimbang beban 1 dan
beban 2 untuk mengetahui massa atau berat dari masing-masing beban tersebut.
Penimbangan dilakukan dengan mempergunakan timbangan analitik. Kemudian, kita
melakukan pengukuran terhadap dimensi plat yang dipergunakan, seperti panjang, lebar, dan
tinggi plat. Setelah itu, ukur panjang plat pada titik ¼ L, ½ L, dan ¾ L. Pada ketiga titik tersebut
kemudian dilakukan pengukuran ketinggian awal plat. Langkah selanjutnya adalah
meletakkan beban 1 pada setiap titik, yakni titik ¼ L, ½ L, dan ¾ L secara bergiliran. Ketika
beban 1 berada pada setiap titik tersebut, dilakukan pengukuran ketinggian plat sebagai yL1,
yL2, dan yL3. Selain itu, dilakukan juga pengukuran sudut ketika beban berada pada setiap titik
tersebut. Data yang diperoleh kemudian dicatat sebagai data hasil praktikum. Langkah yang
sama dilakukan dengan menggunakan beban 2 agar kita memperoleh perbandingan pada
praktikum kali ini.

4.2 Analisa Hasil


4.2.1 Data Hasil Praktikum
Tabel 4.1 Data hasil praktikum
Massa beban 1 (M ) 1 : 4,067 Kg
Massa beban 2 (M ) 2 : 4,700 Kg
Panjang plat (L) : 67 cm = 0.67 m
Lebar plat (b) : 4.2 cm = 0.042 m
Tebal plat (h) : 0.1 cm = 0.001 m
Gravitasi (g) : 9.81 m/s
2

Modulus Elastisitas (E) : 200 GPa = 200 x 10 N/m


9 2

Beban 1
Titik Tinggi Akhir Sudut
Panjang Plat Tinggi Awal (y)
Pembebanan (Y ) L Ukur
0.1675
1/4 L1 y1 32.5 cm YL1 32.4 cm 3°
m
1/2 L2 0.335 m y2 32.5 cm Y L2 31.9 cm 4°
0.5025
3/4 L3 y2 32.5 cm Y L3 32.2 cm 3°
m
Beban 2
Titik Tinggi Akhir Sudut
Panjang Plat Tinggi Awal (y)
Pembebanan (Y ) L Ukur
0.1675
1/4 L1 y1 32.5 cm YL1 32.4 cm 4°
m
1/2 L2 0.335 m y2 32.5 cm Y L2 31.8 cm 5°
0.5025
3/4 L3 y2 32.5 cm Y L3 32.1 cm 4°
m

PERHITUNGAN DEFLEKSI DENGAN METODE LUAS MOMEN

⮚ P1
M1 = 4067 gram
L = 67 cm = 0,67 m
b = 4,2 cm = 0,042 m
h = 0,1 cm = 0,001 m
E = 200 GPa = 200 x 109 N/m2
1
I = 12 𝑏ℎ3
1
= 12 x 0.042 x (0.001)3

= 3.5 x10−12

L1 (1/4) = 16,75 cm = 0,1675 m Sudut = 3°


L2 (1/2) = 33,5 cm = 0,335 m Sudut = 4°
L3 (3/4) = 50,25 cm = 0,5025 m Sudut = 3°

y1 = 32.5 cm = 0.325 m YL1 = 32.4 cm = 0.324 m


y2 = 32.5 cm = 0.325 m YL2 = 31.9 cm = 0.319 m
y3 = 32.5 cm = 0.325 m YL3 = 32.2 cm = 0.322 m

𝑦1 +𝑦2 +𝑦3
ŷ0 = 3

= 0,325 m

yL1 = (ŷ0 – YL1) = (0.325 m - 0.324 m) = 0.001 m


yl2 = (ŷ0 – YL2) = (0.325 m - 0.319m ) = 0.006 m
yl3 = (ŷ0 – YL3) = (0.325 m -0.322 m) = 0.003 m

P1 = m * g
= 4,067 kg * 9,81 m/s2
= 39.89727 N

A. L1 = 0,1675 m
L = 0,67 m
P1 = 39.89727 N

ƩM0 = 0
(P1 * L1) – (Rb * L) = 0
Rb = 9.9743175 N

ƩF = P1
Ra + Rb = P1
Ra = 29.9229525 N

B. L2 = 0,335 m
L = 0,67 m
P1 = 39.89727 N

ƩM0 = 0
(P1 * L2) – (Rb * L) = 0
Rb = 19,948635 N

ƩF = P1
Ra + Rb = P1
Ra = 19,948635N

C. L3 = 0,5025 m
L = 0,67 m
P1 = 39.89727 N

ƩM0 = 0
(P1 * L3) – (Rb * L) = 0
Rb = 29,9229525 N

ƩF = P1
Ra + Rb = P1
Ra = 9,9743175 N

⮚ P2
M2 = 4700 gram
L = 67 cm = 0,67 m
b = 4,2 cm cm = 0,042 m
h = 0,1 cm = 0,001 m
E = 200 GPa = 200 x 109 N/m2
1
I = 12 𝑏ℎ3
1
= 12 𝑥 0,042 𝑥 (0,001)3

= 3,5 x 10-12
L1 (1/4) = 16,75 cm = 0,1675 m L3 (3/4) = 50,25 cm = 0,5025 m
L2 (1/2) = 33,5 cm = 0,335 m Sudut = 4°
Sudut = 5° Sudut = 4°
y1 = 32,5 cm = 0,325 m
y2 = 32,5 cm = 0,325 m
y3 = 32,5 cm = 0,325 m
YL1 = 32,4 cm = 0,324 m
YL2 = 31,8 cm = 0,32 m
YL3 = 32,1 cm = 0,321

𝑦1 +𝑦2 +𝑦3
ŷ0 = 3
0,325 + 0,325 + 0,325
= 3

= 0,325 m

yL1 = (ŷ0 – YL1) = 0,325 - 0,324 = 0,001 m


yl2 = (ŷ0 – YL2) = 0,325 - 0,32 = 0,005 m
yl3 = (ŷ0 – YL3) = 0,325 - 0,321 = 0,004 m

P2 = m * g
= 4,7 kg * 9,81 m/s2
= 46,107 N

A. L1 = 0,1675 m
L = 0,67 m
P2 = 46,107 N

ƩM0 = 0
(P2 * L1) – (Rb * L) = 0
Rb = 11,52675 N

ƩF = P2
Ra + Rb = P2
Ra = 34,58025 N

B. L2 = 0,335 m
L = 0,67 m
P2 = 46,107 N

ƩM0 = 0
(P2 * L2) – (Rb * L) = 0
Rb = 23,0535 N
ƩF = P2
Ra + Rb = P2
Ra = 23,0535 N

C. L3 = 0,5025 m
L = 0,67 m
P2 = 46,107 N

ƩM0 = 0
(P2 * L3) – (Rb * L) = 0
Rb = 34,58025 N

ƩF = P2
Ra + Rb = P2
Ra = 11,52675 N

⮚ ANALITIK
A. M1 = 4.067 Kg
P1 = 39.89727 N

● L1 (1/4)
𝑃𝑎𝑏
M =
𝐿
(39.89727) × (0.1675) × (0.5025)
=
0.67
3.35810334431
=
0.67

= 5.012

𝑃𝑎𝑏
A1 = 2𝐸𝐼
(39.89727) × (0.1675) × (0.5025)
=
2 × 200 .109 × 3.5 .10−12
3.35810334431
= 1.4

= 2.3986

𝐿+𝑎
X =
3
0.67 + 0.1675
= 3

= 0.27916
tB / A = A1 * X
= 2.3986 × 0.27916
= 0.669593176

𝑡𝐵/𝐴
θA = 𝐿
0.669593176
= 0.67

= 0.9993928

DD1 = a * θA
= 0.1675 × 0.9993928
= 0.167398294

Menghitung δ max (δD)


𝑎
X =3
0.1675
=
3

= 0.05583

𝑃𝑎 2 𝑏
A2 = 2𝐸𝐼𝐿
(39.89727) × (0.1675)2 × (0.5025)
=
2 × 200 .109 × 3.5 .10−12 ×0.67
0.56248231017
=
0.938

= 0.59966131148

tD / A = A2 * X
= 0.59966131148 × 0.05583
= 0.03347909102

δD = DD1 – tD / A
= 0.167398294 - 0.03347909102
= 0.13391920298

● L2 (1/2)
𝑃𝑎𝑏
M =
𝐿
(39.89727)𝑥(0.335 )𝑥(0.335 )
= 0.67
6,68
= = 9,97
0.67

𝑃𝑎𝑏
A1 = 2𝐸𝐼
(39.89727)𝑥(0.335 )𝑥(0.335 )
=
2𝑥(200 𝑥 109 )𝑥(3.5 𝑥10−12 )
6.68
=
2𝑥(200 𝑥 109 )𝑥(3.5 𝑥10−12 )

= 4,77
𝐿
X =2
0.67
= 2
= 0.335

tB / A = A1 * X
= (4,77)(0.335)
= 1,598

𝑡𝐵/𝐴
θA = 𝐿
1,598
= 0,67
= 2,385

DD1 = a * θA
= (0,335)(2,385)
= 0,799

Menghitung δ max (δD)


𝑎
X =3
0,335
= = 0,11167
3

𝑃𝑎 2 𝑏
A2 = 2𝐸𝐼𝐿
(39.89727)(0,335)2 (0,335) (39.89727)(0,335)2 (0,335)
= 9 = = 1,59
2𝑥(200 𝑥 10 )𝑥(3.5 𝑥10 −12
)𝑥(0,67) 2𝑥(200 𝑥 109 )𝑥(3.5 𝑥10−12 )𝑥(0,67)

tD / A = A2 * X
= 1,59 *0,11167 = 0,1775

δD = DD1 – tD / A
= 0,799-0,1775 =0,6215
● L3 (3/4)
𝑃𝑎𝑏
M = 𝐿
(39.89727)𝑥(0.5025 )𝑥(0.1675)
=
0.67
3.3581
= 0.67

= 5,012

𝑃𝑎𝑏
A1 = 2𝐸𝐼
(39.89727)𝑥(0.5025 )𝑥(0.1675)
=
2𝑥200.109 𝑥 3.5 .10−12
3.3581
= 1.4

= 2,3986

𝐿+𝑏
X = 3
0.67 + 0.5025
= 3

= 0,3908

tB / A = A1 * X
= 2,3986 x 0,3908
= 0,93737

𝑡𝐵/𝐴
θA = 𝐿
0.93737
= 0.67

= 1.3990

DD1 = a * θA
= 0,5025 x 1,39900
= 0,7029975

Menghitung δ max (δD)


𝑎
X =
3
0,5025
= 3

= 0,1675
𝑃𝑎 2 𝑏
A2 = 2𝐸𝐼𝐿
(39.89727)𝑥(0,5025)2 𝑥(0.1675)
=
2𝑥200.109 𝑥 3.5 .10−12 𝑥 0,67
1,6874
= 0.938

= 1,7989

tD / A = A2 * X
= 1,7989 x 0,1675
= 0,3013

δD = DD1 – tD / A
= 0,7029975 – 0,3013
= 0,4016975

B. M2 = 4,700 Kg
P2 = 46,107 N

● L1 (1/4)
𝑃𝑎𝑏
M = 𝐿
(46,107) × (0.1675) × (0.5025)
=
0.67
3,88076856
= 0.67

= 5,7921

𝑃𝑎𝑏
A1 = 2𝐸𝐼
(46,107) × (0.1675) × (0.5025)
=
2 × 200 .109 × 3.5 .10−12
3,88076856
= 1,4

= 2,771

𝐿+𝑎
X = 3
0.67 + 0.1675
= 3

= 0.27916

tB / A = A1 * X
= (2,771)*(0.27916)
= 0,77355236
𝑡𝐵/𝐴
θA = 𝐿
0,77355236
= 0,67

= 1,15455576

DD1 = a * θA
= (0.1675)*(1,15455576)
= 0,19338809

Menghitung δ max (δD)


𝑎
X =3
0.1675
= 3

= 0,0558333

𝑃𝑎 2 𝑏
A2 = 2𝐸𝐼𝐿
(46,107) × (0.1675) 2 × (0.5025)
=
2 × 200 .109 × 3.5 .10−12
0,650028733171875
= 1,4

= 0,46430623

tD / A = A2 * X
= (0,46430623)*(0,0558333)
= 0,025923749

δD = DD1 – tD / A
= 0,19338809 - 0,025923749
= 0,167464341

● L2 (1/2)
𝑃𝑎𝑏
M = 𝐿
(46,107) × (0.335) × (0.335)
= 0.67
5,174358
= 0.67

= 7,7229

𝑃𝑎𝑏
A1 = 2𝐸𝐼
(46,107) × (0.335) × (0,335)
=
2 × 200 .109 × 3.5 .10−12
5,174358
= 1,4

= 3,69597

𝐿
X =
2
0.67
= 2

= 0.335

tB / A = A1 * X
= (3,69597)(0.335)
= 1,23815

𝑡𝐵/𝐴
θA = 𝐿
1,23815
= 0,67

= 1,15455576

DD1 = a * θA
= (0,335)(1,847985)
= 0,619075

Menghitung δ max (δD)


𝑎
X =3
0,335
= 3
=0,11167

𝑃𝑎 2 𝑏
A2 = 2𝐸𝐼𝐿
(46,107) × (0,335)2 × (0,335)
=
2 × 200 .109 × 3.5 .10−12 × 0,67
(46,107) × (0,335)2 × (0,335)
=
2 × 200 .109 × 3.5 .10−12 × 0,67
1,73341
=
0,938

= 0,406485

tD / A = A2 * X
= (0,406485)(0,335)
= 0,136172
δD = DD1 – tD / A
= (0,619075)-(0,136172)
= 0,482903

● L3 (3/4)
𝑃𝑎𝑏
M = 𝐿
(46,107)𝑥(0,5025)𝑥(0.1675)
= 0,67
5,174358075
= 0,67

= 7,7229

𝑃𝑎𝑏
A1 =
2𝐸𝐼
(46,107)𝑥(0,5025)𝑥(0.1675)
=
2 × 200 .109 × 3.5 .10−12
3,88076855625
=
1,4

= 2,77198

𝐿+𝑏
X =
3
0,67+0,16575
=
3

= 0,27858

tB / A = A1 * X
= (2,77198)(0,27858)
= 0,77223

𝑡𝐵/𝐴
θA = 𝐿
0,77223
= 0,67

= 1,15258

DD1 = a * θA
= (0,5025)(1,15258)
= 0,57917

Menghitung δ max (δD)


𝑎
X =
3
0,5025
= 3

= 0,1675

𝑃𝑎 2 𝑏
A2 = 2𝐸𝐼𝐿
(46,107)𝑥(0,5025)2 𝑥(0.1675)
=
2 × 200 .109 × 3.5 .10−12 × 0,67

= 2,07898

tD / A = A2 * X
= (2,07898)(0,1675)
= 0,348229

δD = DD1 – tD / A
= (0,57917) - (0,348229)
= 0,23094

(a)

(b)
(c)
Gambar 4.1 Free body diagram defleksi beban 1 ; (a) ¼ L; (b) ½ L; (c) ¾ L
Sumber : Data diolah, 2022

(a)

(b)
(c)
Gambar 4.2 Free body diagram defleksi beban 2 ; (a) ¼ L; (b) ½ L; (c) ¾ L
Sumber : Data diolah, 2022

(a)

(b)
(c)
Gambar 4.3 Momen lentur defleksi beban 1 ; (a) ¼ L; (b) ½ L; (c) ¾ L
Sumber : Data diolah, 2022

(a)

(b)
(c)
Gambar 4.4 Momen lentur defleksi beban 2 ; (a) ¼ L; (b) ½ L; (c) ¾ L
Sumber : Data diolah, 2022

Gambar 4.5 Grafik hubungan beban dan defleksi


Sumber : Data diolah, 2022
Gambar 4.6 Grafik hubungan jarak terhadap defleksi
Sumber : Data diolah, 2022

Gambar 4.7 Grafik hubungan sudut terhadap defleksi


Sumber : Data diolah, 2022
4.2.2 Isi Tabel di Bawah Ini dan Jelaskan
Tabel 4.2 Data hasil perhitungan defleksi
Defleksi (DD1)
Letak
Beban 1 Beban 2
L1 0.167398294 0,19338809
L2 0,799 0,619075
L3 0,7029975 0,57917

Tabel 4.3 Data hasil perhitungan defleksi maksimum


Defleksi (𝜹D1)
Letak
Beban 1 Beban 2
L1 0.13391920298 0,167464341
L2 0,6215 0,482903
L3 0,4016975 0,23094

Dua tabel diatas merupakan data yang menunjukkan perbandingan antara nilai defleksi
dan nilai defleksi maksimum untuk kedua beban. Dapat kita ketahui bahwa tabel 4.2
merupakan nilai dari defleksi untuk beban 1 dan beban 2, sedangkan tabel 4.3 merupakan
nilai defleksi maksimum untuk beban 1 dan beban 2. Untuk beban 1, pada titik L1, nilai
defleksi adalah sebesar 0.167398294, kemudian pada titik L2 nilai defleksi bernilai
sebesar 0,799, dan pada titik L3, nilai defleksinya adalah sebesar 0,7029975. Kemudian
kita beralih pada beban 2, dimana pada titik L1, defleksinya bernilai 0,19338809, pada titik
L2 nilai defleksinya sebesar 0,619075, dan pada titik L3 nilai defleksinya adalah 0,57917.
Selanjutnya, kita bisa mengamati tabel nilai defleksi maksimum untuk kedua beban. Untuk
beban 1, titik L1 memiliki nilai defleksi maksimum sebesar 0.13391920298, titik L2
memiliki nilai defleksi maksimum sebesar 0,6215, dan titik L3 memiliki nilai defleksi
maksimum sebesar 0,4016975. Beralih pada beban 2, titik L1 memiliki nilai defleksi
maksimum sebesar 0,167464341, titik L2 memiliki nilai defleksi maksimum sebesar
0,482903, dan titik L3 memiliki nilai defleksi maksimum sebesar 0,23094. Dari kedua tabel
tersebut dapat kita katakana bahwa nilai defleksi maksimum bernilai lebih kecil dari nilai
defleksi untuk kedua beban.

4.2.3 Bandingkan Antara Hasil Uji Praktikum dengan Hitungan Analitik


Praktikum kali ini dilaksanakan dengan menggunakan sebuah plat dengan panjang
0,67 m. Kemudian, terdapat bahan lain yang dipergunakan dalam praktikum, yakni beban
1 dengan massa 4,067 kg dan beban 2 dengan massa 4,700 kg. Dari data hasil
perhitungan dapat kita ketahui bahwa untuk beban 1, titik L1 memiliki tinggi akhir sebesar
32,4 cm dengan sudut sebesar 3oC, titik L2 memiliki tinggi akhir sebesar 31,9 cm dengan
sudut sebesar 4oC, dan titik L3 memiliki tinggi akhir sebesar 32,2 cm dengan sudut
sebesar 3oC. Kemudian, untuk beban 2, titik L1 memiliki tinggi akhir sebesar 32,4 cm
dengan sudut sebesar 4oC, titik L2 memiliki tinggi akhir sebesar 31,8 cm dengan sudut
sebesar 5oC, dan titik L3 memiliki tinggi akhir sebesar 32,1 cm dengan sudut sebesar 4oC.
Dari data tersebut dapat kita amati bahwa titik terjauh dari ujung plat, yakni titik L2 memiliki
tinggi akhir yang paling rendah dengan sudut paling besar. Hal ini berlaku pada kedua
beban. Kemudian kita beralih pada data hitungan analitik. Dari data hasil perhitungan
analitik, dapat kita ketahui bahwa, pada beban 1, nilai defleksi maksimum untuk titik L1,
L2, dan L3 secara berurutan adalah 0.13391920298, 0,6215, dan 0,4016975. Kemudian,
pada beban 2, nilai defleksi maksimum untuk titik L1, L2, dan L3 secara berurutan adalah
0,167464341, 0,482903, dan 0,23094. Dari data tersebut dapat kita amati bahwa nilai
defleksi maksimum yang paling tinggi berada pada titik L2, yaknik titik yang terjauh dengan
titik tumpu plat. Dengan kata lain, titik L2 memiliki nilai defleksi maksimum terbesar, sudut
terbesar, dan tinggi akhir terendah. Hal ini berlaku pada kedua beban.
4.2.4 Apa yang Menyebabkan Sudut Terbentuk pada Saat Praktikum?
Pada praktikum kali ini, ketika plat diberikan beban, plat tersebut akan melengkung
kebawah dan membentuk sudut pada bagian ujung platnya. Sudut yang terbentuk pada
ujung plat ini merupakan akibat dari beban yang diberikan pada plat. Dengan kata lain,
pemberian beban pada plat, menyebabkan plat melengkung kebawah dan membentuk
sudut. Pada dasarnya, hal ini berkaitan juga dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
defleksi itu sendiri. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah modulus elastisitas atau
kecenderungan plat tersebut untuk melengkung ketika diberi beban. Selain itu, terdapat
faktor lain yang mempengaruhi terbentuknya sudut pada plat, yakni besar kecilnya gaya
yang diberikan pada plat. Namun, pada intinya, penyebab terbentuknya sudut pada
praktikum kali ini adalah beban pada plat dan nilai dari modulu elastisitas plat itu sendiri.
Ketika modulus elastisitas plat memiliki nilai tertentu sehingga plat tersebut bersifat lebih
elastis, maka ketika diberikan beban, plat akan membentuk sudut yang lebih besar lagi.

4.2.5 Bagaimana Hubungan Jarak dengan Defleksi?


Selain beban, besar kecilnya nilai defleksi juga dipengaruhi oleh jarak antara beban
dengan titik tumpu plat. Dalam literatur dikatakan bahwa semakin jauh jarak antara titik
beban dengan titik tumpu plat yang dipergunakan, semakin besar pula nilai defleksi yang
didapatkan. Hal ini juga kita dapatkan pada hasil praktikum, tepatnya pada data hasil
perhitungan analitik. Dari data tersebut, dapat kita amati bahwa, baik nilai defleksi maupun
nilai defleksi maksimum memiliki nilai terbesar pada titik L2, yang dimana titik ini
merupakan titik terjauh dari kedua titik tumpu plat. Dalam plat yang memiliki dua buah titik
tumpu, titik terjauh dari kedua titik tumpu tersebut berada pada tengah-tengah plat, yang
dimana, dalam praktikum ini, titik tengah-tengah plat tersebut adalah titik L2.

4.2.6 Bagaimana Hubungan Sudut dan Beban dengan Defleksi?


Dalam praktikum ini, terdapat hubungan antara sudut dan beban dengan defleksi yang
diperoleh oleh plat. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengukuran dan
perhitungan secara analitik, hubungan ketiganya dapat dijelaskan secara jelas dan lugas.
Nilai defleksi dipengaruhi oleh besar kecilnya beban yang diberikan pada plat.
Berdasarkan gambar 4.5 semakin besar beban yang diberikan atau diletakkan pada plat,
maka semakin besar juga nilai defleksi yang dapat dihasilkan. Dari grafik tersebut dapat
kita ketahui bahwa beban memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan nilai defleksi.
Semakin besar beban, semakin besar pula nilai defleksi yang akan terjadi, hal ini juga
berlaku sebaliknya. Kemudian, terkait hubungan sudut dengan nilai defleksi,
hubungannya dapat kita amati pada gambar 4.7, yang menyatakan hubungan antara
sudut dengan nilai defleksi. Dari grafik tersebut dapat kita amati bahwa nilai defleksi
tertinggi terjadi pada sudut tertinggi. Dengan kata lain, sudut dan defleksi memiliki
hubungan yang berbanding lurus. Semakin besar nilai defleksi, maka sudut yang
terbentuk akan semakin besar pula.

4.3 Sebutkan Aplikasi Defleksi dalam Bidang TEP


Defleksi merupakan salah satu hal yang dapat diterapkan dalam bidang keteknikan
pertanian. Hal ini tentunya berhubungan dengan teknologi-teknologi yang dipergunakan untuk
membantu pelaksanaan pertanian itu sendiri. Salah satu contoh penerapan defleksi pada
bidang keteknikan pertanian adalah pada teknologi alat traktor, yang dipergunakan untuk
membajak sawah. Penerapan defleksi ini diutamakan pada bagian roda pembajak atau sirip
roda. Biasanya, sirip roda traktor memiliki tekstur yang kaku. Hal ini menyebabkan roda traktor
mudah tenggelam pada lumpur. Dengan penerapan defleksi ini, sirip roda dibuat elastis agar
traktor lebih terangkat dan roda traktor tidak tenggelam pada lumpur. Sudut defleksi diatur
sedemikian rupa agar traktor tersebut dapat bekerja secara maksimal (Hermawan, 2010).
Dalam bidang keteknikan pertanian, tentunya terdapat banyak teknologi yang kini mulai
diterapkan untuk mempercepat proses produksi. Salah satu teknologi yang diterapkan adalah
teknologi mesin atau alat transportasi pasca panen. Alat ini berfungsi untuk membantu para
petani dalam memindahkan dan menyalurkan hasil panen mereka pada setiap masa panen.
Alat ini tersusun atas beberapa komponen yang disatukan menjadi satu. Salah satu komponen
terpenting dalam alat ini adalah poros mesin. Poros mesin ini memegang peranan terpenting
dalam pengoperasian mesin tersebut. Adapun penerapan defleksi pada keteknikan pertanian
terletak pada poros mesin ini. Kelenturan dan defleksi poros yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan mesin menjadi bergetar dan menghasilkan suara yang begitu keras. Maka dari
itu, kelenturan dan defleksi poros harus diperhatikan untuk menciptakan mesin yang memiliki
efektivitas tinggi (Oktavian, 2018).
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Praktikum kali ini merupakan praktikum dengan topik defleksi dengan metode luas momen.
Pelaksanaan praktikum dilakukan dengan beberapa tujuan praktikum yang menjadi acuan
keberhasilan praktikum. Tujuan pertama dari praktikum kali ini adalah agar praktikan mampu
mengetahui defleksi yang dihasilkan dari suatu pembebanan dengan metode luas momen.
Kemudian, tujuan kedua adalah untuk mengetahui teori dari pembebanan dengan
menggunakan metode luas momen. Selanjutnya, tujuan ketiga adalah untuk mengetahui dan
menggambarkan free body diagram serta momen lentur. Tujuan keempat adalah untuk
memahami pengaruh sudut terhadap defleksi yang dihasilkan. Kemudian, tujuan kelima
adalah untuk memahami pengaruh jarak tumpuan terhadap defleksi yang terjadi.
Penentuan nilai defleksi dari pembebanan yang dilakukan pada praktikum kali ini dilakukan
dengan menggunakan perhitungan. Dimana, data hasil perhitungan tersebut kita pergunakan
untuk membuat grafik-grafik hubungan. Kemudian, terkait dengan teorinya, metode luas
momen ini dikatakan lebih mudah dilakukan dibandingkan metode lainnya, karena tidak
membutuhkan integrasi berulang. Free body diagram dapat kita amati pada gambar 4.1, free
body diagram menjelaskan gaya-gaya yang bekerja pada sistem dengan menggambarkannya
dengan garis gaya. Pada gambar 4.7, dapat kita amati grafik hubungan antara sudut dan
defleksi. Dari gambar tersebut dapat kita pahami bahwa sudut memiliki hubungan berbanding
lurus dengan nilai defleksi. Selain dengan sudut, defleksi memiliki hubungan yang berbanding
lurus dengan jarak tumpuan. Dimana, semakin besar jarak tumpuan, semakin besar pula nilai
defleksi yang dihasilkan.

5.2 Kritik dan Saran


Praktikum kali ini telah dilaksanakan dengan cukup baik. Penyampaian materi baik melalui
video praktikum maupun penyampaian asisten praktikum dan asistensi sudah sangan baik
dan memberikan pemahaman yang bagus bagi praktikan. Harapannya, pelaksanaan
praktikum kedepannya lebih ditingkatkan lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Aden N, Zakki AF, dan Rindo G. 2017. Analisa pengaruh perubahan jarak gading kapal pada
struktur kekuatan kapal Ro-Ro 500 GT untuk mendapatkan desain optimal. Jurnal
Teknik Perkapalan 5(4): 697-706.
Depari M. 2018. Analisis Perhitungan Tegangan Yang Terjadi Pada Bunch Scrapper Conveyor
Dengan Kapasitas Angkut 6 Ton / Jam Di PT.Perkebunan Nusantara II Tanjung
Garbus. Skripsi. Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Medan.
Gusniar IN. dan Putra AS. 2021. Perhitungan beban statistik pada rangka mesin pengering
padi menggunakan baja AISI 1020. Jurnal Teknik Mesin 14(2): 53-58.
Hermawan W. 2010. Kinerja roda besi bersirip gerak dengan mekanisme sirip berpegas.
Jurnal Keteknikan Pertanian 24(1): 7-16.
Koten VK. dan Hasan D. 2014. Penentuan hubungan antara defleksi lateral dan radial poros
baja pada berbagai jenis tumpuan secara teoritik. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin 1(1): 57-
63.
Nabal A. 2016. Perancangan Struktur Gedung Apartemen di Jalan Seturan Raya-Yogyakarta.
Skripsi. Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Atma Jaya
Yogyakarta. Yogyakarta.
Oktavian R. 2018. Pembuatan dan Pengujian Alat Transportasi Pasca Panen Pedesaan.
Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.
Pamungkas GAB, Priambadi IGN, dan Komaladewi AAIAS. 2020. Analisis defleksi pada
rangka alat pembuatan briket sampah organik. Jurnal METTEK 6(2): 121-128.
Pratama I. 2020. Studi Perancangan Struktur Gedung Universitas Islam Negeri Mataram
dengan Menggunakan Pelat Cenadawan, di Jalan Gajah Mada No.100, Pagesangan
Mataram. Skripsi. Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Mataram. Mataram.
Pratiwi IK, Kusairi S, dan Sunaryono. 2021. Analyzing students skill in drawing a free-body
diagram. AIP Conference Proceedings 2330(1): 1-6.
Rozy MFH, Djaelani AH, dan Choiron MA. 2013. Pemanfaatan frekuensi bunyi material
sebagai dasar pengujian modulus elastisitas pada pengujian tanpa merusak (non
destructive test). Jurnal ROTOR 6(1): 1-4.
Sari Y. 2018. Re-Design Struktur PCI Girder pada Overpass Kranggan (STA. 72+237) Proyek
Jalan Tol Semarang-Solo Ruas Salatiga-Kartasura. Skripsi. Fakultas Teknik, Sekolah
Tinggi Teknik-PLN. Jakarta.
Suhendra D. 2020. Analisa Numerik Kekuatan Rangka pada Mesin Pengurai Sabut Kelapa.
Tugas Akhir. Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Medan.
Syam M. 2017. Desain Bracket pada Struktur Kantilever. Skripsi. Fakultas Teknik, Universitas
Hasanuddin. Gowa.
Wiyono AWW, Setiawan A, dan Hidayat N. 2012. Pengaruh suhu terhadap modulus elastisitas
dan angka poisson beton aspal lapis aus (AC-WC) dengan Kapur sebagai Filler. Jurnal
Rekayasa dan Manajemen Transportasi: 105-114.
LAMPIRAN DHP (DHP ACC)
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai