Di susun oleh:
Sepry Riandi Sidabalok 125050101111070
Andika Mega Putra 125050101111077
Bagus Surya Aditya 125050101111089
Dwi Retno Saputro 125050101111090
Meinar Dwi Sulinda W 125050101111095
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena karunia dan hidayah-Nya, kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun sebagai tugas dari
Praktikum Sistem Pertanian Terpadu yaitu kunjungan ke lapang. Tulisan ini membahas
sistem pertanian terpadu di Genting, Merjosari.,Selorejo, dan Dinoyo..
Selama penulisan makalah ini berlangsung, tidak lepas dari bimbingan serta dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami ucapan terimakasih, kepada:
1. Dr.Ir. Herni Sudarwati, MS sebagai Dosen pengampu Matakuliah Sistem Pertanian Terpadu
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
2. Seluruh Asisten Praktikum Mata kuliah Sistem Pertanian Terpadu Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya yang telah menyediakan waktu untuk kelompok kami.
3. Semua pihak atas dukungan, bantuan, serta kerja samanya hingga terselesaikannya makalah
ini.
Demi kesempurnaan dalam penulisan makalah ini, kami mengharap kritik dan saran
yang bersifat membangun. Serta kami berharap pula, makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak.
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Usaha Tani Campuran
Pola tanam tumpangsari merupakan penanaman campuran dari dua atau lebih jenis
sayuran dalam suatu luasan lahan. Jenis sayuran yang digabung bisa banyak variasinya. Pola
tanam ini sebagai upaya memanfaatkan lahan semaksimal mungkin (Shinta. 2011).
Untuk iklim yang mempengaruhi pertumbuhan tanman jagung (Zea mays L) antara
lain adalah curah hujan > 1200 mm (S1), suhu 20–26 oC dan penyinaran. Intensitas cahaya
matahari merupakan faktor penting untuk pertumbuhan tanaman jagung selama
pertumbuhannya harus mendapat cahaya matahari yang cukup. Tanaman yang ternaungi
pertumbuhannya terhambat dan memberikan hasil yang kurang baik (Krisnamurthi. 2010).
Salah satu masalah yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan usahatani
campuran adalah kenyataan bahwa harga komoditas pertanian sangat flaktuatif dan rentan
terhadap perubahan pasar (Benhdarhd. 2005).
2.2. Sistem Produksi Tanaman-Ternak
Salah satu tujuan integrasi usaha tani tanaman dengan usaha peternakan sapi adalah
menekan input dari luar. Input yang dapat ditekan kaitannya dengan integrasi usahatani
tersebut antar lain dengan menggunakan pupuk kotoran sapi sehingga penggunaan pupuk
anorganik dapat ditekan serendah mungkin (Sunyoto dan Rachman. 2005).
Kenyataan di lapang menunjukkan, umumnya petani menanam dan mengusahakan
berbagai jenis tanaman, ternak, dan usaha lainnya dalam suatu kesatuan usaha rumah tangga
untuk mengurangi risiko serangan penyakit serta kegagalan panen. Sebagian besar lahan yang
dikuasai dimanfaatkan untuk tanaman pangan dalam upaya memenuhi kebutuhan keluarga
(Soedjana. 2007).
Sistem integrasi ternak dan tanaman pangan dapat menjadi andalan dalam upaya
meningkatkan produktivitas tanaman pangan,ternak, selain melestarikan kesuburan tanah
dengan adanya pupuk organik. Karena itu, sistem ini berpotensi meningkatkan pendapatan
petani-peternak. Pupuk kandang yang merupakan limbah ternak dapat dimanfaatkan sebagai
sumber bahan organik tanah (Haryanto. 2009).
Dokumentasi Wawancara dan Analisis data pada Ussaha Tani Campuran dan Sistem
Produksi Tanaman-Ternak di lahan milik Bapak Yitnobroto dapat dilihat pada Lampiran
Gambar 3.2.2.3.
Dari hasil observasi yang dilakukan pada lahan seluas 500 m2 yang dimiliki bapak
Suprih di tanami jeruk, diantara tanaman jeruk ditanami jahe dapat dilihat pada lampiran
Gambar 3.2.4.4 dengan tanaman pakan ternaknya berupa legum. Produksinya jeruk bisa
mencapai 4 ton sedangkan legum digunakan sebagai pakan ternak. Menurut Girsang dan
Ibrahim (2010) Budidaya ternak semi intensif dilakukan oleh peternak yang juga pekebun
jeruk, dan hijauan pakan ternak diberikan di kandang. Hijauan pakan ternak disediakan dalam
sistem potong angkut, dan umumnya bersumber dari bawah tanaman jeruk, pinggir jalan, dan
tempat lainnya. Ditambahkan oleh Sarjono., dkk (2003)Kawasan pegunungan umumnya ideal
untuk tanaman buah-buahan dan sayuran. Wanatani bisa merupakan perpaduan antara
tanaman buah-buahan dengan sayuran atau dengan tanaman pangan.
Model pertanian tekno-ekologis dipilih oleh bapak Sarpai sebagai model perkebunan
dengan ternak. Model pertanian ini dipilih beliau sebab sangat efektif untuk meningkatkan
hasil produksi perkebunannya karena dapat memaksimalkan lahan yang dimiliki dengan
penggunaan teknologi pompa air untuk penmbah perairan dikebunnya. Mulyoutami et al.
(2005) Tekno ekologis merupakan alternatif pola pertanian yang berupaya menyelaraskan
usaha tani dengan kondisi alam (ekosistem) dan membuka diri terhadap teknologi modern,
sepanjang teknologi tersebut bersifat ramah lingkungan.
Bapak Suprih mendapatkan bibit untuk tanaman yang di tanamannya dengan cara
membelinya atau dari bibit dari panen sebelumnya yang sudah terpilih. Pak Suprih tidak
pernah menggunakan peptisida untuk tanamannya, karena dinilai sangat membahayakan bagi
seluruh rantai makanannya. Sehingga hasil produk dari lahan beliau dapat dinilai sebagai
produk organik. Ternak yang dipelihara oleh pak Suprih yaitu pedet. Pemilik lahan yaitu Pak
Suprih memiliki hasil produksi dari tanaman pangan yaitu jeruk dan jahe. Namun, untuk hasil
dari penanaman. Menurut hasil tersebut dapat dipastikan bahwa keuntungan bapak Suprih
tinggi, karena pemanenan dilakukan secara 6 bulan sekali. Dan ini menunjukkan bahwa
adanya keuntungan dari penggunakan model pertanian ini. Hal ini berbanding lurus dengan
pernyataan yang disampaikan oleh Sunaryo dan Laxman (2003) bahwa Jika model pertanian
tekno ekologis dapat teraplikasikan secara optimal, usaha tani akan lebih produktif dan
efisien, karena dalam model pertanian tekno ekologis akan terbentuk rantai pemanfaatan zat-
zat makanan secara tertutup, sehingga penggunaan input luar menjadi rendah.
Integrasi Sederhana :
Dikawasan ekosistem lahan perkebunan milik Pak Suprih umumnya hanya jeruk dan
jahe. Pada sistem ini dapat menambah komoditas yaitu ternak sapi dan kambing. Keberadaan
ternak akan membuat siklis sistem produksi dapat berlangsung secara tertutup.
Integrasi Kompleks :
Dari pola integrasi sederhana dapat diintroduksi spesies lain yang memiliki hubungan
fungsional dengan spesies yang sudah ada, contohnya ternak sapi yang dimiliki Pak Suprih
dapat dikembangkan untuk diberikan pakan dari hasil produksi tanaman pakan seperti limbah
dari jeruk yang layu sehinggga dapat memperpanjang rantai ekosistem. Pengolahan kotoran
dari ternak sapi digunakan untuk pupuk organik pada tanaman dan kemudian dipadukan
dengan pengolahan hasil.
Analisis model perkebunan milik Pak Suprih dapat dilihat pada lampiran 3.2.4 yang
menunjukan R/C Ratio = total penerimaan/total biaya
= Rp 59.305.000/Rp 10.845.000
= 5,46
Jadi, karena R/C > 1, maka usaha tersebut bersifat menguntungkan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Usaha tani campuran yang dilakukan oleh Pak Yitno memberikan keuntungan yang
besar dengan R/C ratio sebesar 7,12. Sedangkan ketika di jadikan Sitem Produksi Tanaman-
Ternak tetap memberikan keuntunggan tetapi R/C ratio turun menjadi 1.08. Model Pertanian
Tekno-Ekologi Di Ekosistem Sawah yang diterapkan oleh Pak Poniman memberikan hasil
R/C ratio sebesar 2.23. Model Pertanian Tekno-Ekologi Di Ekosistem Lahan Perkebunan
jeruk oleh Pak Suprih memberikan R/C ratio sebesar 5.46. Dari semua hasil analisis apabila
sistem pertanian dilakukan dengan baik akan memberikan keuntunggan yang besar
4.2 Saran
Dalam melaksanakan sistem pertanian perlu dilakukan dengan model yang sesuai
dengan daerah lingkungan dan jenis tanaman yang akan ditanam bersamaan sehingga dapat
saling menguntungkan, apabila ingin mengintegrasi dengan ternak maka perlu tanaman pakan
untuk menunjang produksi dari ternak, sehingga memberikan hubungan timbale nailik yang
ssling menguntungkan.
DAFTAR PUSTAKA
Adimihardja, A. 2008. Teknologi Dan Strategi Konservasi Tanah Dalam Kerangka Revitalisasi Pertanian.
Pengembangan Inovasi Pertanian Vol.1(2) : 105-124.
Benhdard, M. R. 2004. Budidaya Peremajaan Tebang Bertahap pada Usahatani Polikultur Kelapa.
Perspektif Vol. 4 (1): 10–19.
Girsang, M. A., dan Ibrahim, T. M. 2010. Analisis Kelayakan Sistem Integrasi Ternak Kambing Dengan
Tanaman Jeruk Di Kabupaten Karo Sumatera Utara. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner.
Haryanto, B. 2009. Inovasi Teknologi Pakan Ternak Dalam Sistem Integrasi Tanaman -Ternak Bebas
Limbah Mendukung Upaya Peningkatan Produksi Daging. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan: Bogor.
Krisnamurthi, B. 2010. Manfaat Jagung dan Peran Produk Bioteknologi Serealia dalam Menghadapi
Krisis Pangan, Pakan dan Energi di Indonesia. Prosiding Pekan Serealia Nasional Vol 29(3).
Makka, D. 2006. Prospek Pengembangan Sistem Integrasi Peternakan Yang Berdaya Saing. Seminar
Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak, hal 18-32.
Mulyoutami, E., Stefanus, E., Schalenbourg, W., Rahayu, S., dan Joshi, L. 2005. Pengetahuan Lokal
Petani dan Inovasi Ekologi dalam Konservasi dan Pengolahan Tanah pada Pertanian
Berbasis Kopi Di Sumberjaya, Lampung Barat. Jurnal Agroforestry.
Sardjono, M. A., Djogo, T., Arifin, H. S., dan Wijayanto, N. 2003. Klasifikasi Dan Pola Kombinasi
Komponen Agroforestri. World Agroforestry Centre (ICRAF): Bogor.
Shinta, A. 2011. Ilmu Usahatani. Universitas Brawijaya Press (UB Press):Malang.
Soedjana, T. D. 2007. Sistem Usaha Tani Terintegrasi Tanaman-Ternak Sebagai Respons Petani
Terhadap Faktor Risiko. Jurnal Litbang Pertanian Vol. 26(2).
Sunaryo dan Laxman, J. 2003. Peranan Pengetahuan Ekologi Lokal dalam Sistem Agroforestry. World
Agroforestry Centre (ICRAF): Bogor
Sunyoto, Pramu Dan Rachman, Benny. 2005. Kajian Sistem Integrasi Padi-Sapi Dilahan Sawah Irigasi
Kabupaten Lebak Banten. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005.