Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PRAKTIKUM SISTEM PERTANIAN TERPADU

Di susun oleh:
Sepry Riandi Sidabalok 125050101111070
Andika Mega Putra 125050101111077
Bagus Surya Aditya 125050101111089
Dwi Retno Saputro 125050101111090
Meinar Dwi Sulinda W 125050101111095

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG
2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena karunia dan hidayah-Nya, kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun sebagai tugas dari
Praktikum Sistem Pertanian Terpadu yaitu kunjungan ke lapang. Tulisan ini membahas
sistem pertanian terpadu di Genting, Merjosari.,Selorejo, dan Dinoyo..
Selama penulisan makalah ini berlangsung, tidak lepas dari bimbingan serta dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami ucapan terimakasih, kepada:
1. Dr.Ir. Herni Sudarwati, MS sebagai Dosen pengampu Matakuliah Sistem Pertanian Terpadu
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
2. Seluruh Asisten Praktikum Mata kuliah Sistem Pertanian Terpadu Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya yang telah menyediakan waktu untuk kelompok kami.
3. Semua pihak atas dukungan, bantuan, serta kerja samanya hingga terselesaikannya makalah
ini.
Demi kesempurnaan dalam penulisan makalah ini, kami mengharap kritik dan saran
yang bersifat membangun. Serta kami berharap pula, makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak.

Malang, 25 April 2014

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................ i


Daftar Isi .................................................................................................. ii
Daftar Gambar ........................................................................................ iii
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 2
1.3. Tujuan ................................................................................................. 2
BAB II Tinjauan Pustaka ...................................................................... 4
BAB III Pembahasan
3.1.Materi dan Metode ................................................ ...........................
3.2.Hasil Pembahasan 5
3.2.1 Usaha Tani Campuran ( Mixed Farming Systems) ................. 5
3.2.2 Model Pertanian Tanaman Pangan-Pakan Ternak .................. 7
3.2.3 Model Pertanian Tekno-Ekologis ( Ekologis Lahan
Sawah)....... ......................... ......................... ......................... 9
3.2.4 Model Pertanian Tekno-Ekologis ( Ekologis Lahan
Perkebunan) ..... ......................... ......................... ................... 11
BAB IV Penutup
4.1. Kesimpulan.......................................................................................... 15
4.2.Saran................................................................................................... 15
Daftar Pustaka
Lampiran

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Usaha Tani Campuran ( Mixed Farming Systems) .......................


Gambar 2. Pertanian Tanaman Pangan-Pakan Ternak
......................................
Gambar 3. Pertanian Tekno-Ekologis ( Ekologis Lahan Sawah) .....................
Gambar 4. Pertanian Tekno-Ekologis ( Ekologis Lahan Perkebunan)
.............
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pola integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering disebut dengan pertanian
terpadu adalah memadukan antara kegiatan peternakan dan pertanian. Pola ini sangatlah
menunjang dalam penyediaan pupuk kandang di lahan pertanian, sehingga pola ini sering
disebut pola peternakan tanpa limbah karena limbah peternakan digunakan untuk pupuk, dan
limbah pertanian digunakan untuk pakan ternak. Integrasi hewan ternak dan tanaman
dimaksudkan untuk memperoleh hasil usaha yang optimal, dan dalam rangka memperbaiki
kondisi kesuburan tanah. Interaksi antara ternak dan tanaman haruslah saling melengkapi,
mendukung dan saling menguntungkan, sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi
produksi dan meningkatkan keuntungan hasil usaha taninya.
Agar proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara efektif dan efisien, maka
sebaiknya produksi pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan. Pada kawasan tersebut
sebaiknya terdapat sektor produksi tanaman untuk peternakan. Keberadaan sektor-sektor ini
akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem yang lengkap dan seluruh
komponen produksi tidak akan menjadi limbah karena pasti akan dimanfaatkan oleh
komponen lainnya. Disamping akan terjadi peningkatan hasil produksi dan penekanan biaya
produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan tercapai. Dengan berbagai macam
sistem pertanian seperti mixed farming system, crops-livestock production system, model
pertanian tekno-ekologis (di ekosistem lahan sawah), model pertanian tekno-ekologis (di
ekosistem lahan perkebunan-ternak) yang menunjang berjalannya sistem pertanian terpadu
dengan kelebihan dan kekurangan dari masing-masing sistem.
Selain hemat energi, keunggulan lain dari pertanian terpadu adalah petani akan
memiiki beragam sumber penghasilan. Sistem Pertanian terpadu memperhatikan diversifikasi
tanaman dan polikultur. Seorang petani bisa menanam padi dan bisa juga beternak kambing
atau ayam dan menanam sayuran. Kotoran yang dihasilkan oleh ternak dapat digunakan
sebagai pupuk sehingga petani tidak perlu membeli pupuk lagi. Jika panen gagal, petani
masih bisa mengandalkan daging atau telur ayam, atau bahkan menjual kambing untuk
mendapatkan penghasilan.

Pertanian terpadu merupakan pilar kebangkitan bangsa Indonesia dengan cara


menyediakan pangan yang aktual bagi rakyat Indonesia. Dalam segi ekonomi pertanian
terpadu sangat menguntungkan bagi masyarakat karena output yang dihasilkan lebih tinggi
dan sistem pertanian terpadu ini tidak merusak lingkungan karena sistem ini ramah terhadap
lingkungan. Output dari pertanian terpadu juga bisa digunakan Selain itu limbah pertanian
juga dapat dimanfaatkan dengan mengolahnya menjadi biomassa. Bekas jerami, batang
jagung dan tebu memiliki potensi biomassa yang besar.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana Analisis Usaha dan Produksi dari Usaha Tani Campuran?
1.2.2 Bagaimana Analisis Usaha dan Produksi dari Sistem Produksi Tanaman-
Ternak?
1.2.3 Bagaimana Analisis Usaha dan Produksi dari Model Pertanian Tekno-
Ekologis Di Lahan Sawah?
1.2.4 Bagaimana Analisis Usaha dan Produksi beserta Integrasi dari Model
Pertanian Tekno-Ekologis Di Lahan Perkebunan
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Mengetahui Analisis Usaha dan Produksi dari Usaha Tani Campuran
1.3.2 Mengetahui Analisis Usaha dan Produksi dari Sistem Produksi Tanaman-
Ternak
1.3.3 Mengetahui Analisis Usaha dan Produksi dari Model Pertanian Tekno-
Ekologis Di Lahan Sawah
1.3.4 Mengetahui Analisis Usaha dan Produksi beserta Integrasi dari Model
Pertanian Tekno-Ekologis Di Lahan Perkebunan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Usaha Tani Campuran
Pola tanam tumpangsari merupakan penanaman campuran dari dua atau lebih jenis
sayuran dalam suatu luasan lahan. Jenis sayuran yang digabung bisa banyak variasinya. Pola
tanam ini sebagai upaya memanfaatkan lahan semaksimal mungkin (Shinta. 2011).
Untuk iklim yang mempengaruhi pertumbuhan tanman jagung (Zea mays L) antara
lain adalah curah hujan > 1200 mm (S1), suhu 20–26 oC dan penyinaran. Intensitas cahaya
matahari merupakan faktor penting untuk pertumbuhan tanaman jagung selama
pertumbuhannya harus mendapat cahaya matahari yang cukup. Tanaman yang ternaungi
pertumbuhannya terhambat dan memberikan hasil yang kurang baik (Krisnamurthi. 2010).
Salah satu masalah yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan usahatani
campuran adalah kenyataan bahwa harga komoditas pertanian sangat flaktuatif dan rentan
terhadap perubahan pasar (Benhdarhd. 2005).
2.2. Sistem Produksi Tanaman-Ternak
Salah satu tujuan integrasi usaha tani tanaman dengan usaha peternakan sapi adalah
menekan input dari luar. Input yang dapat ditekan kaitannya dengan integrasi usahatani
tersebut antar lain dengan menggunakan pupuk kotoran sapi sehingga penggunaan pupuk
anorganik dapat ditekan serendah mungkin (Sunyoto dan Rachman. 2005).
Kenyataan di lapang menunjukkan, umumnya petani menanam dan mengusahakan
berbagai jenis tanaman, ternak, dan usaha lainnya dalam suatu kesatuan usaha rumah tangga
untuk mengurangi risiko serangan penyakit serta kegagalan panen. Sebagian besar lahan yang
dikuasai dimanfaatkan untuk tanaman pangan dalam upaya memenuhi kebutuhan keluarga
(Soedjana. 2007).
Sistem integrasi ternak dan tanaman pangan dapat menjadi andalan dalam upaya
meningkatkan produktivitas tanaman pangan,ternak, selain melestarikan kesuburan tanah
dengan adanya pupuk organik. Karena itu, sistem ini berpotensi meningkatkan pendapatan
petani-peternak. Pupuk kandang yang merupakan limbah ternak dapat dimanfaatkan sebagai
sumber bahan organik tanah (Haryanto. 2009).

2.3. Model Pertanian Tekno-Ekologi (Di Ekosistem Sawah)


Pertanian tekno-ekologis merupakan model pertanian yang dikembangkan dengan
memadukan model “pertanian ekologis” dengan pertanian berteknologi maju yang selaras
dengan kondisi alam atau ekosistem setempat. Sistem ini lebih efisien dan berkualitas dengan
risiko yang lebih kecil dan ramah lingkungan (Adimihardja. 2008).
Petani umumnya mengusahakan tanaman pangan hanya dalam musim hujan.. Biasanya
pada musim kemarau masyarakat mengusahakan pemeliharaan ternak. Dengan demikian
tanaman atau pohon dan semak penghasil pakan ternak merupakan salah satu pilihan penting
(Sarjono. 2005).
Gambaran keterkaitan antara tanaman dan ternak dalam kerangka usaha tani tradisional
adalah pemanfaatan sumber daya lahan, tenaga kerja, dan modal secara optimal untuk
menghasilkan produk seperti hijauan pakan ternak, tenaga ternak, dan padang
penggembalaan, serta produk akhir seperti tanaman serat, tanaman pangan, dan daging
(Soedjana. 2007).
Dengan mengintegrasikan tanaman dan ternak dalam suatu sistem usaha tani terpadu,
petani dapat memperluas dan memperkuat sumber pendapatan sekaligus menekan risiko
kegagalan usaha (Makka. 2006).
2.4. Model Pertanian Tekno-Ekologi (Di Ekosistem Lahan Perkebunan-Ternak)
Tekno ekologis merupakan alternatif pola pertanian yang berupaya menyelaraskan
usaha tani dengan kondisi alam (ekosistem) dan membuka diri terhadap teknologi modern,
sepanjang teknologi tersebut bersifat ramah lingkungan (Mulyoutami., dkk. 2005).
Budidaya ternak semi intensif dilakukan oleh peternak yang juga pekebun jeruk, dan
hijauan pakan ternak diberikan di kandang. Hijauan pakan ternak disediakan dalam sistem
potong angkut, dan umumnya bersumber dari bawah tanaman jeruk, pinggir jalan, dan tempat
lainnya. (Girsang dan Ibrahim. 2010).
Kawasan pegunungan umumnya ideal untuk tanaman buah-buahan dan
sayuran. Wanatani bisa merupakan perpaduan antara tanaman buah-buahan
dengan sayuran atau dengan tanaman pangan (Sarjono., dkk. 2003).
Jika model pertanian tekno ekologis dapat teraplikasikan secara optimal, usaha tani
akan lebih produktif dan efisien, karena dalam model pertanian tekno ekologis akan terbentuk
rantai pemanfaatan zat-zat makanan secara tertutup, sehingga penggunaan input luar menjadi
rendah (Sunaryo dan Laxman. 2003).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Materi dan Metode
Materi yang di gunakan dalam praktikum ini yaitu petani sebagai responden yang
memiliki lahan atau menyewa dari orang lain dengan ketentuan lahan sebagai berikut: mix
farming sistem yang di tanami lebih dari satu komoditas, sistem produksi tanaman-ternak
yang di analisis lahan yang di tanami tanaman pangan, tanaman pakan dan mempunyai ternak
sendiri atau ternak gaduhan, model pertanian tekno ekologis yang di analisis adalah lahan
yang di tanami padi dan mempunyai ternak sendiri dan untuk model pertanian tekno ekologis
di lahan perkebunan yang di analisis adalah lahan yang di tanami pohon perkebunan, tanaman
pakan ternak dan mempunyai ternak sendiri.
Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 7 april 2014 yang dilaksanakan pada tiga
tempat berbeda yaitu Bapak Yitnobroto Di Genting Merjosari, Bapak Suprih pemilik
perkebunan jeruk Di Selorejo dan Bapak Poniman yang ada Di Dinoyo. Metode yang
digunakan dalam praktikum ini adalah pengamatan langsung atau survai, wawancara dan
kemudian dianalisis secara diskriptif.
3.2 Hasil dan Pembahasan
3.2.1 Usaha Tani Campuran (Mix Farming System)
Dari hasil kunjungan yang dilakukan di Lahan Pertanian Bapak Yitnobroto yang
beralamatkan Di Desa Genting Merjosari Kota Malang, Lahan Pak Yitno ini berjakarak 3km
dari rumahnya, dengan kelilinglahan dipagar, luas tanah yang ditanami Jagung, cabai, jeruk,
singkong dan rumput gajah adalah 500 m2, dengan sistem tumpang sari. Dijelaskan oleh
Shinta (2011) Pola tanam tumpangsari merupakan penanaman campuran dari dua atau lebih
jenis sayuran dalam suatu luasan lahan. Jenis sayuran yang digabung bisa banyak variasinya.
Pola tanam ini sebagai upaya memanfaatkan lahan semaksimal mungkin. Pola tanam
tumpang sari yang dilakukan oleh Pak Yitno dapat dilihat di Gambar 3.2.1.1.
Gambar 3.2.1.1 Tumpang Sari Jagung Cabai dan Jeruk
Penanaman tumpang sari jagung dan cabai dilakukan pada lahan 75 m2 .Penaman ini
diakukan dengan memperhatikan keadan dan kondisi alam di daerah tersebut. Sesuai dengan
penjelasan Krisnamurthi (2010) bahwa untuk iklim yang mempengaruhi pertumbuhan
tanaman jagung (Zea mays L) antara lain adalah curah hujan > 1200 mm (S1), suhu 20–26o C
dan penyinaran. Intensitas cahaya matahari merupakan faktor penting untuk pertumbuhan
tanaman jagung selama pertumbuhannya harus mendapat cahaya matahari yang cukup.
Tanaman yang ternaungi pertumbuhannya terhambat dan memberikan hasil yang kurang
baik. Penanaman rumput gajah dilakukan pada lahan sekitar 350 m2. Rumput gajah
digunakan sebagai pakan ternak sendiri. Pola penanaman rumput gajah terdapat pada
lampiran Gambar 3.2.1.2.
Pada sistem tumpang sari yang dilakukan oleh Bapak Yitno penanaman jagung dan
cabai digunakan jarak penanaman yaitu: antara jagung dan cabai diberi jarak 50 cm, jagung
dan 100 cm2 dan jagung dengan jeruk 200 cm2, pola penamanam jeruk dan jagung terdapat
pada lampiran Gambar 3.2.1.3. Hal ini dilakukan bertujuan supaya tanaman mendapat sinar
matahari yang cukup dan tidak saling menghalangi antara tanaman satu dengan yang lain dan
tidak terjadi penyerapan unsur hara yang terdapat di dalam tanah untuk pertumbuhan masing
masing tanaman. Penanaman singkong dilakukan pada lahan sekitar 25 m2, dengan jarak
tanam 50cm, pola penamanaman singkong dapat dilihat pada lampiran Gambar 3.2.1.4.
Pemberian pupuk juga dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan tanaman
dan untuk menjaga kesuburan tanah, pada usaha tumpang sari ini pupuk yang diberikan
adalah Pupuk Urea, pupuk kandang. Pupuk urea diberikan untuk tanaman jagung, cabai dan
jeruk sedangkan pupuk kandang diberikan untuk semua tanaman. Berikut ini merupakan
denah yang dimiliki Pak Yitno dengan skala 1: 400 dijelaskan pada Gambar 3.2.1.5
Gambar 3.2.1.5 Denah Lahan Pak Yitnobroto (skala 1:400)
Keterangan warna :
# Kuning : Jagung # Hijau : Rumput
# Merah : Jeruk # Coklat : Singkong
# Biru : Cabai # Ungu : Kandang Sapi
# Putih : Pos # Abu-abu : Jalan mobil
# Hitam : Jalan Raya
Analisi usaha tani campuran milik Pak Yitno dapat dilihat di lampiran 3.2.1 R/C Ratio
yang didapat adalah total penerimaan/total biaya
= Rp 25.257.000/Rp 3.543 .000
= 7,12
Jadi, karena R/C Ratio > 1, maka usaha tersebut dikatakan menguntungkan.
Menurut Benhdarhd (2005) Salah satu masalah yang harus dipertimbangkan dalam
pengembangan usahatani campuran adalah kenyataan bahwa harga komoditas pertanian
sangat flaktuatif dan rentan terhadap perubahan pasar.
3.2.2 Sistem Produksi Tanaman-Ternak
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, pada lahan yang dimiliki Pak
Yitno dengan luas setengah hektar ditanami jagung, cabai, jeruk, singkong dan rumput gajah.
Asal bibit tanaman tersebut yaitu didapat dari pembelian dan juga berasal dari tanaman yang
sebelumnya ditanam. Petani-peternak tersebut juga memiliki ternak sapi potong sebanyak 5
ekor (Lampiran Gambar 3.2.2.1).
Untuk memberi makan sapi potongnya, Pak Yitno memanfaatkan produksi rumput
gajahnya dan sesekali memanfaatkan limbah pertanian yang diperoleh pasca panen. Hal ini
dilakukan guna memanfaatkan limbah hasil pertanian untuk mengurangi biaya pakan ternak.
Saat ini Pak Yitno sedang membangun kandang sapi didalam lahan pertaniannya dapat
dilahat pada Lampiran Gambar 3.2.2.2.
Dalam mendukung produksi tanamannya, Pak Yitno menggunakan beberapa macam
pupuk yaitu pupuk urea dan pupuk kandang. Pupuk tersebut diberikan setiap satu bulan
sekali. Dapat dilihat integrasi tanamn-ternak dalam hal ini, ternak yang menghasilkan kotoran
dapat dimanfaatkan sebagai penyubur tanaman yang nantinya tanaman tersebut dapat
digunakan sebagai pakan ternak.
Untuk hasil produksi tanaman, Pak Yitno tidak menjual semua hasil panen yang
didapat karena sebagian hasil panen tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari seperti cabai, singkong dan jagung yang dapat dimakan. Soedjana (2007) menyatakan
bahwa kenyataan di lapang menunjukkan, umumnya petani menanam dan mengusahakan
berbagai jenis tanaman, ternak, dan usaha lainnya dalam suatu kesatuan usaha rumah tangga
untuk mengurangi risiko serangan penyakit serta kegagalan panen. Sebagian besar lahan yang
dikuasai dimanfaatkan untuk tanaman pangan dalam upaya memenuhi kebutuhan keluarga.
Produksi tanaman yang dihasilkan per panen rata-rata tidak mengalami kenaikan. Hal
ini dikarenakan Pak Yitnoo kurang menerapkan teknologi yang diharapkan mampu
meningkatkan produksi tanamannya seperti pemaparan Haryanto (2009) Sistem integrasi
ternak dan tanaman pangan dapat menjadi andalan dalam upaya meningkatkan produktivitas
tanaman pangan, ternak, selain melestarikan kesuburan tanah dengan adanya pupuk organik.
Karena itu, sistem ini berpotensi meningkatkan pendapatan petani-peternak. Pupuk kandang
yang merupakan limbah ternak dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik tanah.
Berdasarkan dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa dalam sistem produksi
tanaman-ternak terjadi integrasi yang saling menguntungkan antara ternak dan tanaman.
Tanaman dapat menyediakan pakan bagi ternak yang dipelihara Pak Yitno, sementara itu
ternak tersebut juga menghasilkan kotoran yang dapat digunakan sebagai pupuk kandang
untuk meningkatkan produksi baik dari segi kualitas dan kuantitas tanaman. Sunyoto dan
Rachman (2005) berpendapat bahwa Salah satu tujuan integrasi usaha tani tanaman dengan
usaha peternakan sapi adalah menekan input dari luar. Input yang dapat ditekan kaitannya
dengan integrasi usahatani tersebut antar lain dengan menggunakan pupuk kotoran sapi
sehingga penggunaan pupuk anorganik dapat ditekan serendah mungkin.
Analisi dari sitem produksi tanaman-ternak Pak Yitno dapa dilihat pada Lampiran
3.2.2 yang menunjukan R/C Ratio yang didapat adalah total penerimaan/total biaya
= Rp 46.207.000/Rp 42.593.000
= 1.08
Jadi, karena R/C Ratio > 1, maka usaha tersebut dikatakan menguntungkan.

Dokumentasi Wawancara dan Analisis data pada Ussaha Tani Campuran dan Sistem
Produksi Tanaman-Ternak di lahan milik Bapak Yitnobroto dapat dilihat pada Lampiran
Gambar 3.2.2.3.

3.2.3 Model Pertanian Tekno-Ekologis Di Lahan Persawahan


Untuk pelaksanaan praktikum ketiga, dilakukan pada petani/peternak yang memiliki
lahan sawah beserta peralatan teknologis untuk mengolah hasil sawah tersebut, dan dari hasil
sampingnya bisa diberikan kepada ternak yang dipeliharanya. Praktikum ini dilaksanakan
didaerah Dinoyo Sementara itu petani/peternak yang kami wawancarai bernama Bapak
Poniman. Beliau memiliki lahan sawah yang ditanami padi varietas Serang dan Melati. Padi
yang dipanen dan dalam pemerosesan menjadi beras member hasil sampingan berupa dedak
dan sekam. Hasil samping dari selepan tersebut, biasanya akan diberikan pada kerbaunya.
(lampiran gambar 3.2.3.2)
Dari hasil observasi yang dilakukan pada lahan seluas 500 m2 yang dimiliki Bapak
Poniman, 400 m2 di tanami padi dengan tanaman lainyanya berupa brungkul (lampiran
gambar 3.2.3.1) pada lahan 100 m2. Produksinya padi bisa mencapai 4 ton sedangkan
brungkul bisa mencapai 1 ton setiap panennya, dalam pengolahannya bapak poniman
menggunakan teknologi traktor dan Bajak Kerbau dalam pengolahgan lahannya dan hasil
panen padi yang di dapat juga bisa langsung diolah disampingnya yang ada penggilingan
padi. Berikut ini merupakan denah lahan yang dimiliki oleh Pak Poniman

Gambar 3.2.3. Denah milik Pak Poniman


Keterangan warna :
 Biru : Brungkul
 Kuning : Padi
 Bintang : Kerbau
 Putih : Padi orang lain
 Coklat : Lahan kosong oranng lain
 Hijau : Padang rumput lahan orang lain
 Hitam : Jalan Raya
Pertanian tekno-ekologis merupakan model pertanian yang dikembangkan dengan
memadukan model “pertanian ekologis” dengan pertanian berteknologi maju yang selaras
dengan kondisi alam atau ekosistem setempat. Model pertanian ini dapat mencapai target
produktivitas secara memuaskan pada komoditas tertentu, seperti padi, jagung, dan kacang-
kacangan (Adimihardja, 2008). Pada praktikum ini dilaksanakan didaerah Dinoyo. Sementara
itu petani/peternak yang kami wawancarai bernama Bapak Poniman (34 tahun). Beliau
memiliki lahan sawah seluas 500 m2 yang ditanami varietas padi serang dan melati, Untuk
ternak yang dipelihara adalah ternak kerbau dengan jumlah 3 ekor. Makka (2006)
menyatakan bahwa dengan mengintegrasikan tanaman dan ternak dalam suatu sistem usaha
tani terpadu, petani dapat memperluas dan memperkuat sumber pendapatan sekaligus
menekan risiko kegagalan usaha. Setelah pemanenan hasil, ternak dapat memanfaatkan
limbah tanaman pangan yang berupa jerami dan bekatul. Sependapat dengan Haryanto (2009)
yang menyatakan bahwa sistem integrasi ternak dan tanaman pangan dapat menjadi andalan
dalam upaya meningkatkan produktivitas tanaman pangan,ternak, selain melestarikan
kesuburan tanah dengan adanya pupuk organik. Karena itu, sistem ini berpotensi
meningkatkan pendapatan petani-peternak. Pupuk kandang yang merupakan limbah ternak
dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik tanah.
Ternak kerbau dan Brungkul dapat menjadi penambah penghasilan selama menunggu
hasil produksi padi yang lumayan lama, menurut Sarjono (2005) berpendapat bahwa Petani
umumnya mengusahakan tanaman pangan hanya dalam musim hujan.. Biasanya pada musim
kemarau masyarakat mengusahakan pemeliharaan ternak. Dengan demikian tanaman atau
pohon dan semak penghasil pakan ternak merupakan salah satu pilihan penting.
Analisis Model pertanian milik Pak Poniman dapat dilihat pada lampiran 3.2.3 yang
menunjukann R/C Ratio sebesar :
R/C Ratio = total penerimaan/total biaya
= Rp 57.070.000/Rp 25.530 .000
= 2,23
Jadi, karena R/C > 1, maka usaha tersebut bersifat menguntungkan.

3.2.4 Model Pertanian Tekno-Ekologis Di Lahan Perkebunan


Dari hasil observasi, jenis tanaman yang ditanaman dilahan perkebunan milik Bapak
Suprih (Lampiran Gambar 3.2.4.1) adalah pohon jeruk Lahan itu seluas 0,5 ha. Tanmana
dipupuk dengan pupuk urea, kcl dan tsp yang masing-masing berjumlah ½ kg. terkadang juga
ditambah dengan pupk kandang. Untuk jeruk dipanen 2kali setahun, dengan jumlah kurang
lebih adalah ton, yang dijual dengan harga Rp 12.000,-/kg. Pohon jeruk yang ditanam
kurang lebih berjumlah 450 pohon. Perkebunan jeruk dapat dilihat pada Lampiran Gambar
3.2.4.2. Pemasaran dilakukan dengan pengambilan oleh tengkulak. Berikut ini merupakan
denah lahan yang dimiliki Pak Suprih di daerah Selorejo
Gambar 3.2.4.3 Denah lahan Pak Supri (Skala:1:500)
Keterangan warna :
 Hijau : Jeruk
 Merah : Jahe
 Hitam : Legum
 Coklat : Kandang
 Putih : Mushola
 Abu-abu : jalan mobil
 Kuning : Jalan Raya

Dari hasil observasi yang dilakukan pada lahan seluas 500 m2 yang dimiliki bapak
Suprih di tanami jeruk, diantara tanaman jeruk ditanami jahe dapat dilihat pada lampiran
Gambar 3.2.4.4 dengan tanaman pakan ternaknya berupa legum. Produksinya jeruk bisa
mencapai 4 ton sedangkan legum digunakan sebagai pakan ternak. Menurut Girsang dan
Ibrahim (2010) Budidaya ternak semi intensif dilakukan oleh peternak yang juga pekebun
jeruk, dan hijauan pakan ternak diberikan di kandang. Hijauan pakan ternak disediakan dalam
sistem potong angkut, dan umumnya bersumber dari bawah tanaman jeruk, pinggir jalan, dan
tempat lainnya. Ditambahkan oleh Sarjono., dkk (2003)Kawasan pegunungan umumnya ideal
untuk tanaman buah-buahan dan sayuran. Wanatani bisa merupakan perpaduan antara
tanaman buah-buahan dengan sayuran atau dengan tanaman pangan.
Model pertanian tekno-ekologis dipilih oleh bapak Sarpai sebagai model perkebunan
dengan ternak. Model pertanian ini dipilih beliau sebab sangat efektif untuk meningkatkan
hasil produksi perkebunannya karena dapat memaksimalkan lahan yang dimiliki dengan
penggunaan teknologi pompa air untuk penmbah perairan dikebunnya. Mulyoutami et al.
(2005) Tekno ekologis merupakan alternatif pola pertanian yang berupaya menyelaraskan
usaha tani dengan kondisi alam (ekosistem) dan membuka diri terhadap teknologi modern,
sepanjang teknologi tersebut bersifat ramah lingkungan.
Bapak Suprih mendapatkan bibit untuk tanaman yang di tanamannya dengan cara
membelinya atau dari bibit dari panen sebelumnya yang sudah terpilih. Pak Suprih tidak
pernah menggunakan peptisida untuk tanamannya, karena dinilai sangat membahayakan bagi
seluruh rantai makanannya. Sehingga hasil produk dari lahan beliau dapat dinilai sebagai
produk organik. Ternak yang dipelihara oleh pak Suprih yaitu pedet. Pemilik lahan yaitu Pak
Suprih memiliki hasil produksi dari tanaman pangan yaitu jeruk dan jahe. Namun, untuk hasil
dari penanaman. Menurut hasil tersebut dapat dipastikan bahwa keuntungan bapak Suprih
tinggi, karena pemanenan dilakukan secara 6 bulan sekali. Dan ini menunjukkan bahwa
adanya keuntungan dari penggunakan model pertanian ini. Hal ini berbanding lurus dengan
pernyataan yang disampaikan oleh Sunaryo dan Laxman (2003) bahwa Jika model pertanian
tekno ekologis dapat teraplikasikan secara optimal, usaha tani akan lebih produktif dan
efisien, karena dalam model pertanian tekno ekologis akan terbentuk rantai pemanfaatan zat-
zat makanan secara tertutup, sehingga penggunaan input luar menjadi rendah.
Integrasi Sederhana :
Dikawasan ekosistem lahan perkebunan milik Pak Suprih umumnya hanya jeruk dan
jahe. Pada sistem ini dapat menambah komoditas yaitu ternak sapi dan kambing. Keberadaan
ternak akan membuat siklis sistem produksi dapat berlangsung secara tertutup.
Integrasi Kompleks :
Dari pola integrasi sederhana dapat diintroduksi spesies lain yang memiliki hubungan
fungsional dengan spesies yang sudah ada, contohnya ternak sapi yang dimiliki Pak Suprih
dapat dikembangkan untuk diberikan pakan dari hasil produksi tanaman pakan seperti limbah
dari jeruk yang layu sehinggga dapat memperpanjang rantai ekosistem. Pengolahan kotoran
dari ternak sapi digunakan untuk pupuk organik pada tanaman dan kemudian dipadukan
dengan pengolahan hasil.
Analisis model perkebunan milik Pak Suprih dapat dilihat pada lampiran 3.2.4 yang
menunjukan R/C Ratio = total penerimaan/total biaya
= Rp 59.305.000/Rp 10.845.000
= 5,46
Jadi, karena R/C > 1, maka usaha tersebut bersifat menguntungkan.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Usaha tani campuran yang dilakukan oleh Pak Yitno memberikan keuntungan yang
besar dengan R/C ratio sebesar 7,12. Sedangkan ketika di jadikan Sitem Produksi Tanaman-
Ternak tetap memberikan keuntunggan tetapi R/C ratio turun menjadi 1.08. Model Pertanian
Tekno-Ekologi Di Ekosistem Sawah yang diterapkan oleh Pak Poniman memberikan hasil
R/C ratio sebesar 2.23. Model Pertanian Tekno-Ekologi Di Ekosistem Lahan Perkebunan
jeruk oleh Pak Suprih memberikan R/C ratio sebesar 5.46. Dari semua hasil analisis apabila
sistem pertanian dilakukan dengan baik akan memberikan keuntunggan yang besar

4.2 Saran

Dalam melaksanakan sistem pertanian perlu dilakukan dengan model yang sesuai
dengan daerah lingkungan dan jenis tanaman yang akan ditanam bersamaan sehingga dapat
saling menguntungkan, apabila ingin mengintegrasi dengan ternak maka perlu tanaman pakan
untuk menunjang produksi dari ternak, sehingga memberikan hubungan timbale nailik yang
ssling menguntungkan.
DAFTAR PUSTAKA
Adimihardja, A. 2008. Teknologi Dan Strategi Konservasi Tanah Dalam Kerangka Revitalisasi Pertanian.
Pengembangan Inovasi Pertanian Vol.1(2) : 105-124.
Benhdard, M. R. 2004. Budidaya Peremajaan Tebang Bertahap pada Usahatani Polikultur Kelapa.
Perspektif Vol. 4 (1): 10–19.
Girsang, M. A., dan Ibrahim, T. M. 2010. Analisis Kelayakan Sistem Integrasi Ternak Kambing Dengan
Tanaman Jeruk Di Kabupaten Karo Sumatera Utara. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner.
Haryanto, B. 2009. Inovasi Teknologi Pakan Ternak Dalam Sistem Integrasi Tanaman -Ternak Bebas
Limbah Mendukung Upaya Peningkatan Produksi Daging. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan: Bogor.
Krisnamurthi, B. 2010. Manfaat Jagung dan Peran Produk Bioteknologi Serealia dalam Menghadapi
Krisis Pangan, Pakan dan Energi di Indonesia. Prosiding Pekan Serealia Nasional Vol 29(3).
Makka, D. 2006. Prospek Pengembangan Sistem Integrasi Peternakan Yang Berdaya Saing. Seminar
Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak, hal 18-32.
Mulyoutami, E., Stefanus, E., Schalenbourg, W., Rahayu, S., dan Joshi, L. 2005. Pengetahuan Lokal
Petani dan Inovasi Ekologi dalam Konservasi dan Pengolahan Tanah pada Pertanian
Berbasis Kopi Di Sumberjaya, Lampung Barat. Jurnal Agroforestry.
Sardjono, M. A., Djogo, T., Arifin, H. S., dan Wijayanto, N. 2003. Klasifikasi Dan Pola Kombinasi
Komponen Agroforestri. World Agroforestry Centre (ICRAF): Bogor.
Shinta, A. 2011. Ilmu Usahatani. Universitas Brawijaya Press (UB Press):Malang.
Soedjana, T. D. 2007. Sistem Usaha Tani Terintegrasi Tanaman-Ternak Sebagai Respons Petani
Terhadap Faktor Risiko. Jurnal Litbang Pertanian Vol. 26(2).
Sunaryo dan Laxman, J. 2003. Peranan Pengetahuan Ekologi Lokal dalam Sistem Agroforestry. World
Agroforestry Centre (ICRAF): Bogor
Sunyoto, Pramu Dan Rachman, Benny. 2005. Kajian Sistem Integrasi Padi-Sapi Dilahan Sawah Irigasi
Kabupaten Lebak Banten. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005.

Anda mungkin juga menyukai