Anda di halaman 1dari 17

Penuntun Praktikum

MATA KULIAH

PERTANIAN TERPADU

Oleh :
Ir. I Wayan Pasek Arimbawa,MP

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015

1
Kata Pengantar

Sesuai dengan perkembangan jaman berbagai permasalahan baru dalam


produksi pertanian mulai muncul. Berkurangnya tenaga kerja produktif di
pedesaan, berkurangnya ketersediaan air irigasi, mahalnya input produksi,
adalah sebagian masalah yang membutuhkan teknologi yang mampu
mengatasinya. Teknologi tersebut haruslah mempunyai kemampuan dalam
meningkatkan produktivitas, hemat air, hemat tenaga kerja, berwawasan
lingkungan dan mudah diterima oleh petani.
Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu adalah salah satu alternatif
untuk bisa diterapkan. dalam mengatasi permasalahan tersebut. Agar
teknologi baru ini dapat diterapkan dan dikembangkan oleh sebagian besar
petani maka informasi tentang teknologi ini perlu disebarluaskan.
Tergerak untuk menyebarluaskan pengetahuan mengenai Sistem
Pertanian Terpadu, penulis menyusun penuntun praktikum ini dengan harapan
mampu memperkaya pengetahuan mahasiswa atau siapa saja yang tergerak
membina petani dalam rangka meningkatkan pendapatan petani.
Saya menyadari bahwa Penuntun Peraktikum ini tentu masih banyak
kekurangannya. Kritik dan saran demi perbaikan akan kami terima dengan
segala senang hati.

Denpasar, Desember 2015

Penyusun

2
DAFTAR ISI
Judul ……………………………………………………………… i
Kata Pengantar ………………………..............................................ii.
Daftar Isi ………………………………………………………….. iii
A. Pendahuluan ............................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ……………………………………………. 6
C. Tinjauan Pustaka ……………………………………………... 7
C.1. Komponen Sistem Pertanian Terpadu …………………. 7
C.2. Macam-macam Integrasi Tanaman dengan Komponen
Dari Sistem Pertanian Terpadu ………………………… 8
C.3. Cakupan Sistem Pertanian Terpadu …………………….. 12
C.4. Model Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu pada
Lahan Sawah ……………………………………………. 13
D. Tinjauan Pustaka ……………………………………………… 13
E. Manfaat Hasil Praktikum ……………………………………… 14
F. Kegiatan Di Lapangan …………………………………………. 15
F.1. Kegiatan 1. Proses Pengomposan/Membuat Kompos …… 15
F.2. Kegiatan 2. Mahasiswa Mengamati dan Mencatat Komponen-
komponen Sistem yang Telah Berintegrasi............. 15
F.3. Kegiatan 3. Mahasiswa Mengamati dan Mencatat Cakupan
Sistem Pertanian Terpadu yang Telah Berintegrasi.... 15
F.4. Kegiatan 4. Mahasiswa Mengamati dan Mencatat Model
Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu.............. 15
F.5. Kegiatan 5. Mahasiswa Mengamati dan Mencatat Input dan
Output dari Masing-masing Komponen yang
Berintegrasi............................................................. 15
F.6. Kegiatan 6. Mahasiswa Mencatat Total Biaya Produksi,
Total Pendapatan dan Total Keuntungan yang
Diperoleh dalam Penerapan Sistem Pertanian
Terpadu................................................................... 15
F.7. Kegiatan 7. Mahasiswa Mencatat Kendala-kendala yang
Dialami Dalam Penerapan Sistem Pertanian Terpadu.15
F.8. Kegiatan 8. Mahasiswa Membuat Laporan Hasil Praktikum
Sistem Pertanian Terpadu yang Telah diterapkan... 16

Daftar Pustaka ...................................................................... 17

3
Judul : Penerapan Sistem Pertanian Terpadu Yang
Berkelanjutan .

Mata Kuliah : Pertanian Terpadu

A. Pendahuluan

Difinisi, pertanian ramah lingkungan adalah aktivitas pertanian yang

secara ekologis sesuai, secara ekonomis menguntungkan, secara sosial diterima dan

mampu menjaga kelestarian sumberdaya alam lingkungan (Susanto.2002). Sesuai

definisi tersebut dalam kaitannya dengan pengelolaan sumberdaya alam maka sistem

pertanian ramah lingkungan merupakan konsep pembangunan pertanian yang harus

diterapkan di negara kita, yang kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan sudah

sangat parah.

Agar program pertanian ramah lingkungan berhasil dan berdaya guna, program

tersebut harus mengikuti kaidah sebagai berikut (a) menggunakan sedikit mungkin

input bahan kimia, (b) melaksanakan tindakan konservasi tanah dan air, (c)

memperhatikan keseimbangan ekosistem dan (d) mampu menjaga stabilitas produksi

secara berkelanjutan (Susanto.2002).

Menurut Zebua (2003), tujuan yang hendak dicapai dengan melaksanakan

sistem pertanian ramah lingkungan, adalah (a) keseimbangan ekologi, (b) terjaganya

keaneka ragaman hayati, (c) terjaganya kelestarian sumberdaya alam, (d) lingkungan

hidup yang tidak tercemar dan (e) tercapainya produksi pertanian yang berkelanjutan.

Menurut Wididana (1997), sistem pertanian ramah lingkungan awalnya

berkembang dari konsep pertanian organik yang di perkenalkan oleh Mokichi Okada

pada tahun 1935, yang kemudian dikenal dengan konsep Kyusei Nature Farming

(KNF). Konsep ini memiliki lima prinsip, yaitu : (a) Menghasilkan bahan makanan
4
yang aman dan bergizi; (b) Menguntungkan baik ekonomi maupun ekologi; (c)

Mudah dilaksanakan (d) selaras dengan alam dan (e) tidak menimbulkan dampak

pada lingkungan, secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Soemarwoto

(2001), sistem pertanian ramah lingkungan pada prinsip adalah bersahabat dan selaras

dengan sumberdaya alam dan lingkungan.

Sistem pertanian ramah lingkungan, merupakan salah satu bagian dari sistem

pengembangan pertanian berkelanjutan, yang dapat terlaksana, bila memenuhi lima

pilar, yaitu (a) produktif, (b) beresiko kecil, (c) tidak menimbulkan degradasi lahan

dan air, (d) menguntungkan secara ekonomi jangka panjang dan (e) diterima oleh

masyarakat (Ala, 2001).

Prinsip dasar sistem pertanian ramah lingkungan adalah (a) produksi dikontrol

oleh keragaman sistem, (b) memadukan tanaman pohon – tanaman pangan – tanaman

pakan – ternak – tanaman penutup tanah, (c) mempertahankan kesuburan tanah

dengan menggunakan bahan organik, (d) hama dan penyakit dikontrol secara terpadu,

dan (e) melaksanakan konservasi tanah dan air dengan menggunakan tanaman

(King.1994).

Agar sistem pertanian ramah lingkungan berhasil dan berdaya guna, program

tersebut harus mengikuti kaidah sebagai berikut (a) mengunakan sedikit mungkin

input bahan kimia, (b) melaksanakan tindakan konservasi tanah dan air, (c) menjaga

stabilitas produksi untuk jangka panjang dan berkelanjutan, (d) memperhatikan

keseimbangan ekosistem, (e) mampu menyediakan kebutuhan lokal, kebutuhan dalam

negeri dan bahkan untuk ekspor (Susanto.2002).

Sistem pertanian terpadu adalah merupakan sistem pertanian yang

mengintegrasikan kegiatan sub sektor pertania, tanaman, ternak, ikan untuk

5
meningkatkan efisiensi dan produktivitas sumber daya (lahan, manusia, dan faktor

tumbuh lainnya) kemandirian dan kesejahtraan petani secara berkelanjutan.

Sistem pertanian terpadu adalah suatu sistem pengelolaan tanaman, hewan

tenak dan ikan dengan lingkungannya untuk menghasilkan suatu produk yang oftimal

dan sifatnya cendrung tertutup terhadap masukan luar (Preston,2000). Pertaanian

terpadu mengurangi resiko kegagalan pane, karena ketergantungan pada suatu

komoditi dapat diindari dan hemat ongkos produksi. Menurut Handaka dkk (2009)

sistem pertanian terpadu tanaman dan ternak adalah suatu sistem pertanian yang

dicirikan oleh keterkaitan yang erat antara komponen tanaman dan ternak dalam suatu

kegiatan usaha tani atau dalam suatu wilayah. Bertitik tolak dari hal tersebut di atas

sudah banyak program peningkatan pendapatan petani peternak mengacu pada

program integrasi tanaman dan ternak (Kusnadi, 2007; Hamdani 2008, Kariyasa,

2005). Sedangkan Ginting (1991) melaporkan bahwa ternak dapat berperan sebagai

industri biologis sekaligus mampu meningkatkan produksi daging dan sekaligus

penyedia kompos.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah masing-masing komponen sistem pertanian terpadu yang diterapkan


sudah berintegrasi dengan baik.
2. Apakah masing-masing komponen/komoditas yang diterapkan pada sistem
pertanian terpadu mempunyai nilai ekonomis.

6
C. Tinjauan Pustaka
C.1 Komponen Sistem Pertanian Terpadu.

Komponen yang berintegrasi dalam Sistem Pertanian Terpadu adalah :

a. Manusia.

Manusia sebagai mahluk hidup memerlukan energi sebagai motor

kehidupannya. Dengan integrasi Farming Sistem manusia tidak hanya

mendapatkan keuntungan finansial tetapi juga pangan sebagai kebutuhan

primer dan energi panas serta listrik..

b. Peternakan.

Peternakan memainkan peran sebagai sumber energi dan penggerak

ekonomi dalam Integrated Farming Sistem. Sumber energi berasal dari

daging, susu, telur serta organ tubuh lainnya, bahkan kotoran hewan.

Sangkan fungsi penggerak ekonomi berasal dari hasil penjualan ternak ,

telur, susu dan hasil sampingan ternak (bulu dan kotoran).

c. Tanamam .

Syarat tanaman yang dapat diusahakan adalah bernilai ekonomi dan

dapat menyediakan pakan untuk peternakan.

d. Perikanan

Ikan yang digunakan untuk Integrated Farming Sistem adalah ikan air

tawar yang dapat beradaptasi dengan lingkungan air yang keruh, tidak

membutuhkan perawatan ekstra, mampu memanfaatkan nutrisi yang ada

dan memiliki nilai ekonomi.

7
C.2. Macam-macam Integrasi Tanaman dengan Komponen dari Sistem
Pertanian Terpadu.

Tanaman yang diintegrasikan dengan ternak sapi mampu memanfaatkan

produk ikutan dan produk samping tanaman (sisa-sisa hasil tanaman) untuk

pakan ternak dan sebaliknya ternak sapi dapat menyediakan bahan baku pupuk

organik sebagai sumber hara yang dibutuhkan tanaman. Keuntungan langsung

integrasi ternak sapi-tanaman pangan adalah peningkatan pendapatan petani

ternak dari hasil penjualan sapi dan jagung. Keuntungan tidak langsung adalah

membaiknya kualitas tanah akibat pemberian pupuk kandang (Bamualin, et.al.

2004).

Menurut Tomas (2014) macam-macam integrasi tanaman dengan ternak

sapi antara lain adalah :

a. Integrasi Tanaman Padi dengan Ternak

Usaha pemeliharaan ternak sapi dalam suatu kawasan persawahan

dapat memanfaatkan secara oftimal sumber daya lokal dan produk samping

tanaman padi. Pola pengembangan ini dikenal dengan integrasi padi ternak.

Program SIPT merupakan salah satu alternatif dalam meningkatkan produksi

padi, daging, susu dan sekaligus meningkatkan pendapatan petani (Hayanto B,

et al., 2002). Pelaksanaan SIPT dilaksanakan melalui penerapan teknologi

pengolahan hasil samping tanaman padi seperti jerami padi dan hasil ikutan

berupa dedak padi yang dapat dimanfaatkan oleh ternak sapi sebagai pakan

sapi.. Sedangkan kotoran ternak sapi dimanfaatkan sebagai sumber bahan

baku pupuk organik yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesuburan

tanah di areal pesawahan. Produk samping tanaman padi berupa jerami

mempunyai potensi yang cukup besar dalam menunjang kesediaaqn pakan

ternak.. Produksi jerami padi dapat tersedia dalam jumlah yang cukup besar

8
rata-rata 4 ton/ha dan setelah melewati proses fermentas dapat menyediakan

bahan pakan untuk sapi sebanyak 2 ekor/tahun. Untuk dapat dimanfaatkan

secara oftimal agar disukai ternak maka sebelum diberikan pada ternak

dilakukan pencacahan, fermentasi atau amoniasi. Jerami padi yang telah

difermentasi siap digunakan sebagai bahan dasar untuk pakan sapi namun

dapat ditambahkan dengan pakan lainnya secara bersama-sama seperti hijauan

legum (lamtoro, kaliandra, turi) yang dibudidayakan di pematang atau pagar

kebun. Pemberian jerami disesuaikan dengan ukuran tubuh sapi. Sapi dewasa

umumnya diberikan sejumlah 20-30 kg jerami per hari dan dipercikkan air

garam untuk menambah napsu makan. Penambahan bahan pakan lain seperti

dedak padi atau hijauan legum dapat disesuaikan dengan ketersedian pakan di

kebun. Kotoran sapi berupa feses, urine dan sisa pakan dapat diolah menjadi

pupuk organik padat dan cair untuk dimanfaatkan di areal pesawahan,

sedangkan sisanya dapat dijual untuk menambah pendapatan petani. Seekor

sapi dapat dapat menghasilkan kotoran sebanyak 8-10 kg setiap hari, urine 7-8

liter setiap hari dan bila diproses menjadi pupuk organik (padat dan cair) dapat

menghasilkan 4-5 kg pupuk. Dengan demikian untuk satu ekor sapi dapat

menghasilkan sekitar 7,3-11 ton pupuk organik per tahun, sementara

penggunaan pupuk organik pada lahan persawahan adalah 2 ton/ha untuk

setiap kali tanam sehingga potensi pupuk organik yang ada dapat menunjang

kebutuhan pupuk organik untuk 1,8-2,7 hektar dengan dua kali tanam dalam

setahun.

9
b. Integrasi Tanaman Jagung dengan Ternak..

Tanaman jagung setelah produk utamanya dipanen, hasil ikutannya

berupa daun, batang dan tongkol sebelum atau sesudah melalui proses

pengolahan dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan pakan ternak alternatif.

Jumlah produk ikutan jagung dapat dari satuan luas tanaman jagung antara

2,5-3,4 ton bahan kering per hektar yang mampu menyediakan bahan baku

sumber serat/pengganti hijauan untuk satu satuan ternak (bobot hidup setara

250 kg dengan konsumsi pakan kering 3 % bobot hidup) bdalam setahun.

Produk ikutan tanaman jagung sebelum digunakan sebagai bahan baku pakan

dapat diolah menjadi silase baik dengan atau tanpa proses fermentasi dan

amoniasi. Pemberian dalam bentuk segar atau sudah diolah disarankan

sebaiknya dipotong-potong atau dicacah terlebih daulu agar lebih

memudahkan ternak untuk mengkonsumsi. Agar ternak lebih menyukai

dapat ditambahkan molases atau air garam . Kotoran ternak yang telah

diproses daqpat digunakan sebagai sumber energi (biogas) dan pupuk organik

yang dapat digunakan untuk memperbaiki bstruktur tanah pada lahan tanaman

jagung.

c. Integrasi Tanaman Sayuran dengan Ternak.

Keterpaduan usaha ternak sapi dengan tanaman sayur-sayuran

merupakan salah satu upaya pemanfaatan produk samping/ikutan yang

dipelihara di kawasan sayur-sayuran atau peimanfaatan sisa-sisa sayuran yang

sudah afkir dan tidak layak dipasarkan yang dapat digunakan sebagai pakan

ternak sapi. Namun pemanfaatan limbah sayuran potensinya sangat sedikit.

Oleh karena itu pola keterpaduan antara ternak sapi dengan areal tanaman

sayur-sayuran dapat dilakukan secara terpisah antara ternak dan areal tanaman

10
sayuran atau merupakan satu kesatuan. Agar tidak menggangu tanaman

sayuran maka ternak sapi harus dikandangkan. Untuk memanfaatkan sisas-

sisa rumput dari pembersihan tanaman, sisa sayuran dan kotoran ternak sapi

dibuat kompos dan pupuk organik. Hasil pembuatan pupuk kompos maupun

pupuk kandang diperlukan untuk tanaman sayuran dalam rangka peningkatan

produksi maupun mengurangi ketergantungan pupuk buatan. Manfaat yang

diperoleh bagi ternak sapi lebih ditujukan pada pemanfaatan hijauan yang

ditanam pada areal tanaman sayuran sebagai tanaman penguat teras dan

sebagai tanaman pelindung. Dalam rangka penyediaan pakan hijauan ternak

dilakukan dengan pola tiga strata yaitu tanaman sayuran, rerumputan dan

tanaman legum.

d. Integrasi Tanaman Buah dengan Ternak.

Pengembangan ternak sapi pada areal tanaman buah-buahan yaitu

pemanfaatan lahan yang ada di antara tanaman buah-buahan sebagai areal

penanaman rumput untuk pakan ternak. Sementara ternaknya dikandangkan

di areal tanaman buah-buahan dan rumput yang dihasilkan di areal tanaman

buah-buahan dipotong dan di bawa ke kandang sebagai pakan ternak. Selain

itu di areal tanaman buah-buahan yang cukup luas dapat dikembangkan

sebagai ladang pengembalaan ternak (ternak di ikat pada kawasan tertentu).

Namun harus di awasi agar ternak tidak merusak tanaman buah-buahan yang

ada. Keuntungan dari keterpaduan ini adalah tanaman buah-buahan dapat

terawat, dihasilkan beragam produk, tersedia pakan ternak dan pupuk organiki

untuk kesuburan serta konservasi sumber daya alam. Tanaman buah-buahan

yang dapat di integrasikan dengan ternak sapi di antaranya nanas dan pisang.

11
C3. Cakupan Sistem Pertanian Terpadu

Menurut Bagas,A. Dkk (2004) cakupan dari Sistem Pertanian Terpadu


adalah sebagai berikut (Gambar 1).

CAKUPAN SISTEM PERTANIAN TERPADU

Sistem
Sistem Produksi
Energi dan Ekonomi
Biomas

Lingkungan
Efisiensi
Produksi dan
Kemandirian
Pemberdayaan Wilayah
SDM

Komunitas

Gambar 1. Cakupan SPT (Bagas, A, dkk, 2004)

12
C4. Model Pengembangan SPT pada Lahan Sawah

Padi

Jagung Kolam Pupuk


Organik

Limbah Ternak

Gambar 3. Model Pengembangan SPT pada Lahan Sawah (Bagas, A, dkk,


2004)

D. Tujuan Praktikum

1. Memberikan pengetahuan praktis kepada mahasiswa tentang peran faktor


lingkungan (biotik dan abiotik) dalam sistem pertanian terpadu.
2. Melatih mahasiswa untuk dapat menganalisis komponen-komponen dalam
sistem pertanian terpadu dan menuangkan dalam bentuk bahasan yang
mengupas kondisi di setiap tipe sstem pertanian.
3. Melatih mahasiswa untuk berpikir secara holistik terhadap interaksi kompnen
dalam sistem pertanian terpadu.

13
E. Manfaat Hasil Peraktikum
1. Mahasiswa akan mengetahui dan memahami cara mengintegrasikan beberapa
kompnen sistem pertanian terpadu.
2. Mahasiswa akan mengetahui dan memahami besarnya nilai tambah yang
diperoleh dalam penerapan sistem pertanian terpadi dibandingkan dengan
monokultur.
3. Mahasiswa akan mengetahui dan memahami pengaruh penggunaan kompos
dari bahan baku pembuat MOL dari kotoran sapi dan jerami padi
4. Mahasiswa akan mengetahui dan memahami pelaksanaan sistem pertanian
terpadu yang ramah lingkungan akan memberikan total hasil yang lebih tinggi
dibanding monokultur.
5. MahasIswa akan mnengtahui adanya nilai tambah dari limbah/kompos.
6. Mahasiswa akan mengetahui adanya perbaikan lingkungan akibat penggunaan
bahan organik tersebut.
7. Mahasiswa akan mengetahui dan memahami disamping akan terjadi
peningkatan total hasil produksi dan penekanan biaya produksi, maka akan
tercapai pula efektivitas dan efisiensi produksi

F. Kegiatan di Lapangan.

F.1. Kegiatan 1: Proses Pengomposan/Membuat Kompos


a. Kompos Jerami.
Bahan-bahan yang digunakan adalah:
1) Jerami 200 kg dipotong-potong sepanjang 5-10 cm.
2) Dedak 10 kg.
3) Sekam 200 kg.
4) Gula pasir 10 sendok makan (sebagai starter mikroba).
5) EM4 200 ml (20 sendok makan).
6) Air secukupnya.

b. Kompos Kotoran Ternak Sapi.


Bahan-bahan yang digunakan adalah:
1) Kotoran sapi 300 kg.

14
2) Dedak 10 kg.
3) Sekam 200 kg.
4) Gula pasir 10 sendok makan (sebagai starter mikroba).
5) EM4 200 ml (20 sendok makan).
6) Air secukupnya.

Cara pembuatan:
1) Larutkan EM4 dan gula ke dalam air.
2) Bahan baku kompos pada masing-masing perlakuan (Jerami, kotoran
sapi, kotoran ayam, dan sampah organik pasar) dicampur merata
dengan dedak dan sekam.
3) Siramkan larutan EM4 secara merata dan perlahan-lahan ke dalam
adonan sampai kandungan air adonan mencapai 30%. Bila adonan
dikepal dengan tangan, air tidak keluar dari adonan, dan bila dilepas
adonan tidak mekar.
4) Adonan digundukkan di dalam kotak pengomposan dengan ketinggian
15-20 cm kemudian ditutup dengan karung goni.
5) Pertahankan suhu gundukan adonan 40OC – 50OC. Jika suhu
meningkat, penutup dibuka dan adonan dibalik-balik, kemudian ditutup
kembali. Pemeriksaan suhu dilakukan setiap lima jam.

F.2. Kegiatan 2. Mahasiswa Mengamati dan Mencatat Komponen-komponen


Sistem yang Telah Berintegrasi.

F.3. Kegiatan 3. Mahasiswa Mengamati dan Mencatat Cakupan Sistem


Pertanian Terpadu yang Telah Berintegrasi.

F.4. Kegiatan 4. Mahasiswa Mengamati dan Mencatat Model Pengembangan


Sistem Pertanian Terpadu.

F.5. Kegiatan 5. Mahasiswa Mengamati dan Mencatat Input dan Output dari
Masing-masing Komponen yang Berintegrasi.

F.6. Kegiatan 6. Mahasiswa Mencatat Total Biaya Produksi, Total Pendapatan


dan Total Keuntungan yang Diperleh dalam Penerapan Sistem
Pertanian Terpadu.

F.7. Kegiatan 7. Mahasiswa Mencatat Kendala-kendala yang Dialami Dalam


Penerapan Sistem Pertanian Terpadu.

15
F.8. Kegiatan 8. Mahasiswa Membuat Laporan Hasil Praktikum Sistem
Pertanian Terpadu yang Telah diterapkan.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Bamualim A., R.B. Wirdahayani, dan M.Boer. 2004. Status dan Peranan sapi
Lokal Pesisir di Sumatra Barat. Prosiding Seminar Sistem Kelembagaan Usaha
Tani Tanaman ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta

2. Bagas,A; Tarmisi; Uthruva,T. 2015. Sistem Pertanian Terpadu. www


academia.edu/8621874/Sistem pertanian terpadu.

3. Ginting , G.S. 1991. Keterpaduan Ternak Ruminansia dengan Perkebunan .


Produksi dan Nilai Nutri. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian . Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

4. Handaka, A. Hendriadi, dan T.Alamsyah. 2009. Perspektif Pengembangan


Mekanisasi Pertanian dalam Sistem Integrasi Ternak-Tanaman Berbasis Sawit,
Padi dan Kakao. Prosiding Workshop Nasional Dinamika dan Keragaaman
Sistem Integrasi Ternak-Tanaman. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan Botor.

5. Hamdani. 2008. Sistem Pertanian Terpadu untuk Meningkatkan Produktivitas


Lahan dan Kesejahtraan Petani. Makalah Workshop Teknologi untuk Masyarakat.

6. Kariyasa, K. 2005. Sistem Integrasi Tanaman Ternak dalam Perspektif


Reorientasi Kebijakan Subsidi Pupuk dan Peningkatan Pendapatan Petani.
Analisis Kebijakan Pangan. Vol.3. No.1 Maret 2005. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian Jakarta.

7. Kusnadi,U.2007. Inovasi Teknologi Peternakan dalam Sistem Integrasi Tanaman


dan Ternak (SITT) untuk Menunjang Swasembada Daging Tahun 2010. Orasi
Pengukuhan Profesor. Riset Badan Penelitian dan Pengembangan Pertaanian.

8. Suriawiria, H.U. 2002. Pupuk Organik Kompos dari Sampah. Bioteknologi


Agroindustri. Humaniora Utama Press. Bandung. 52 hal.

9. Thomas S. 2014. Sistem Pertanian Terpadu Berkelanjutan INTEGRATED


PLANT. Htt://www.ilmuternak.com/2014/03/sistem pertanian –terpadu-
berkelanjutan INTEGRATED PLANT.

17

Anda mungkin juga menyukai