PERTANIAN BERKELANJUTAN
(PNU 3614)
Oleh:
Kelompok 2
Rizka Ramadhani (A1D018028)
Agung Sugeng Pangestu (A1D018050)
Sita Lisma Dewi (A1D018072)
Talita Amartya (A1D018076)
Al May Faishal Aqil (A1D018080)
Retna Susanti (A1D018085)
Sukma Kinasih (A1D018089)
ii
DAFTAR ISI
COVER .................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
C. Tujuan ........................................................................................................... 2
II. PEMBAHASAN ................................................................................................ 3
A. Pengertian Sistem LEISA………………..….................................................
3
B. Sejarah Sistem LEISA………………............................................................
4
C. Kelebihan dan Kekurangan Sistem
LEISA……………….............................7
D. Contoh Penerapan Sistem LEISA……………….
…………………………...9
III. KESIMPULAN................................................................................................
11
DAFTAR
PUSTAKA ............................................................................................12
iii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
income dengan mempertimbangkan keseimbangan ekosistem. LEISA
menggunakan metodologi yang tepat untuk penguatan kapasitas masyarakat
dalam rangka peningkatan kualitas pertanian yang mengkombinasikan
pengetahuan lokal, scientific dan inovasi baru untuk pertanian yang berkelanjutan.
Penerapan sistem LEISA akan mendorong pemanfaatan bahan lokal dan selalu
mempertimbangkan keseimbangan ekosistem diharapkan mampu menjaga
kualitas tanah dan kesuburan lahan sehingga akan dapat mendorong peningkatan
produksi secara jangka panjang. Hal ini tentunya akan turut meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat (Fadilah et al., 2020).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
II. PEMBAHASAN
3
B. Sejarah Sistem LEISA
4
dipraktekkan di kawasan yang tersebar dan rawan erosi, seperti di lahan-lahan
yang berlereng di perbukitan. Degradasi tanah berlangsung akibat hara yang
terangkut keluar kebun oleh hasil panen tidak terganti oleh kurang atau tidak
adanya masukan eksternal. Perluasan LEIA ke kawasan baru yang umumnya juga
marginal menyebabkan penggundulan hutan, degradasi tanah, dan peningkatan
kerentanan terhadap serangan hama penyakit dan bencana kekeringan yang
berkepanjangan.
Adanya kelemahan-kelemahan dari sistem HEIA dan LEIA telah
mengundang keperluan untuk mencari sistem pertanian alternatif yang meniru
ekosistem alamiah yang "matang". Ekosistem alamiah demikian dinilai sebagai
ekosistem yang berkelanjutan dan di antara sistem buatan yang diinginkan itu,
menurut Reijntjes et al. (1992) adalah sistem LEISA. Sistem ini merupakan
bentuk pertanian yang berupaya mengoptimalkan penggunaan sumberdaya yang
tersedia secara lokal dengan mengkombinasikan komponen yang berbeda dalam
sistem lapang produksi (yaitu tanaman, hewan, tanah, air, iklim, clan manusianya)
sehingga komponen-komponen tersebut saling melengkapi dan memiliki
pengaruh sinergik yang maksimal. Sistem LEISA dapat menghindari resiko
ekologik dari masukan eksternal yang tinggi, karena itu, masukan eksternal
berupa bahan-bahan agrokimia hanya digunakan secara terbatas. Sebaliknya,
kinerja sistem diperkaya dengan pelibatan masukan internal yang diproduksi
sendiri di dalam sistem, yakni dengan mendaurulang biomas yang dihasilkan di
dalam sistem ke dalam ekosistem dan menekan transportasi biomas ke luar
ekosistem hingga minimal. Selain itu, biodiversitas (khususnya tanaman)
ditingkatkan. Ekosistem yang diharapkan ini akan menjadi produktif dan
berkelanjutan karena memiliki fungsi ekologik yang baik akibat adanya peran
komplementer dan sinergik dari aneka spesies tanaman, hewan, dan
mikroorganisme yang menghasilkan masukan internal dan menciptakan fungsi
protektif.
Sistem LEISA telah terbukti merupakan pertanian yang bernilai ekonomi
bagi kalangan petani Kunming, Cina, meskipun terminologi tersebut tidak
digunakan. Ketangguhan sistem tersebut dicapai akibat adanya efisiensi usahatani
5
yang tinggi dalam agroekosistem sebagaimana yang dilaporkan Cai (1995) untuk
model pekarangan. Reijntjes et al. (1992) mengajukan lima prinsip ekologik dari
sistem LEISA yang perlu dijadikan rujukan dalam praktek bertani. Kelima prinsip
tersebut adalah sebagai berikut: (I) mengamankan kondisi tanah agar sesuai untuk
tanaman, terutama dengan mengelola bahan organik dan merangsang kehidupan
jasad hidup di dalam tanah; (2) meng-optimalkan ketersediaan hara dan
menyeimbangkan arus hara, terutama dengan mengintroduksikan tanaman
penambat nitrogen, mendaurulangkan hara, dan menggunakan pupuk ekstemal
secara komplementer; (3) meminimalkan kehilangan akibat radiasi matahari,
udara, dan air (misalnya penguapan air berlebihan, kekeringan, kebanjiran, dan
rebah) dengan cara mengelola mikroklimat, mengelola air, dan mengendalikan
erosi; (4) meminimalkan kehilangan basil oleh hama dan penyakit dengan
mengendalikannya secara terpadu; (5) menggali potensi kegunaan sumberdaya
genetik secara komplementer dan sinergik dengan mempertahankan biodiversitas
yang tinggi.
Sistem LEISA merupakan sistem pertanian yang spesifik lokasi. Hal ini
berarti bahwa keberlanjutan sistem LEISA dapat dicapai oleh ekosistem-
ekosistem yang berbeda komponennya. Dengan demikian, terdapat keperluan
untuk selalu menilai kinerja ekosistem yang dibangun untuk mencapai sistem ini.
Langkah-langkah yang dapat digunakan sebagai panduan nonnatif dalam
pembangunan sistem LEISA di lahan basah adalah sebagai berikut: (I) penetapan
lokasi dan penilaian potensi lahannya, (2) penetapan peruntukan lahan dan ragam
jenis komoditinya (diversifikasi horizontal), (3) pemilihan dan penetapan
komoditi untuk LEISA, (4) penyusunan pola tanaman dan tala letak pertanaman,
temak, dan ikan di kebun, (5) penetapan tara penanganan sarana produksi dan
produknya, (6) implementasi kegiatan agribisnis dengan sistem tersebut, (7)
penilaian keberlanjutan kegiatan agribisnis tersebut, dan (8) pengembangan sistem
tersebut jika layak ke daerah sekitar atau daerah lain (Cai, 1995).
Low external input sustainable agriculture (LEISA) telah menjadi isu yang
penting di negara-negara Eropa sejak tahun 1994. Teori ini muncul didasarkan
pada revolusi hijau yang menitikberatkan pada keberlanjutan usaha pertanian
6
melalui pemanfaatan input sebesar-besarnya yang dihasilkan di suatu wilayah
dengan meminimalisasi penggunaan input dari luar wilayah (Kesseler &
Moolhulizen, 1994). LEISA adalah suatu program dalam rangka pemanfaatan
sumber daya internal semaksimal mungkin dengan mengurangi penggunaan input-
input yang berasal dari luar wilayah. Program ini ditujukan dalam rangka
pengurangan biaya input, mengurangi ketergantungan input luar, dan mencegah
dampak negatif dari masuknya input luar, seperti penyakit. Hasil penelitian
LEISA yang dilakukan oleh Kesseler & Moolhulizen (1994) di Philiphina dan
Ghana menunjukkan bahwa di wilayah yang memiliki potensi produksi pertanian
tinggi, LEISA secara simultan dari sisi sosial ekonomi meningkat dengan
mengurangi pemanfaatan input dari luar wilayah dan mampu memperbaiki
lingkungan ekologi secara berkelanjutan. Sebaliknya, pada wilayah yang
produksinya rendah (low production), LEISA dapat menstabilkan dan
mengembalikan carrying capacity, tetapi memiliki keterbatasan potensi untuk
meningkatkan kondisi sosial ekonomi karena penggunaan external input yang
banyak.
Keberlanjutan pertanian lebih didorong pada kemampuan wilayah
menghasilkan sumber pangan ataupun pakan. Konsep LEISA sangat erat
hubungannya dengan keberlanjutan pertanian. Konsep LEISA menititkberatkan
pada: (1) mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang tersedia secara lokal,
sehingga mencapai efek sinergis di antara berbagai komponen sistem pertanian
(tanah, air, hewan, tumbuhan, dan lain-lain) sehingga mereka saling melengkapi
dalam produksi output; dan (2) Meminimalkan penggunaan input eksternal,
kecuali jika ada defisiensi yang serius dan di mana efeknya pada sistem akan
meningkatkan daur ulang nutrisi. Tujuan dari LEISA ini adalah bukan untuk
memaksimalkan produksi jangka pendek, tetapi untuk mencapai tingkat yang
memadai dan berkelanjutan dalam jangka panjang (Firman et al., 2019).
7
Kelebihan dari LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture) antara
lain:
1. Sistem LEISA tidak meninggalkan limbah (zero waste), semua termanfaatkan
dalam siklus produksi (Mustikarini et al., 2010).
2. Solusi tepat bagi pengembangan lahan kritis (seperti lahan pasca
penambangan) yang tidak subur menjadi lahan yang sangat produktif dengan
konsep agroekosistem sehingga mampu menambah pendapatan masyarakat.
Misalnya pada lahan pasca penambangan dapat dikembalikan kecubrannya
dengan penambahan amelioran seperti biosolid (pupuk kandang, kompos,
limbah hasil pertanian, dan serbuk gergaji) (Mustikarini et al., 2010).
3. Mampu mengurangi input pupuk buatan dengan memanfaatkan bahan-bahan
organik, alami, dan hayati (mikroorganisme berguna) yang dapat melestarikan
kesuburan lahan, sehingga dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil,
dan selanjutnya dapat meningkatkan pendapatan petani (Sumarni et al., 2014).
4. Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal untuk meningkatkan
efektivitas sumberdaya dan meminimalkan kerusakan lingkungan (Nuraini et
al., 2015).
5. Menggunakan bahan agro kimia secara benar, tepat waktu, tepat dosis dan
tepat cara sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan baik
pencemaran tanah, air, dan udara, serta produknya tidak mengandung racun
dan aman dikonsumsi (Setiawati, et al., 2018).
6. Mendorong pemanfaatan bahan lokal dan mempertimbangkan keseimbangan
ekosistem serta menjaga kualitas tanah dan kesuburan lahan sehingga
mendorong peningkatan produksi secara jangka panjang (Fadilah et al., 2020).
8
memerlukan modal besar diawalnya. Di sisi lain, kemampuan permodalan
masyarakat masih rendah, sehingga penerapan LEISA terhambat (Mustikarini,
2010).
2. Tingkat keyakinan masyarakat masih rendah terhadap keuntungan yang
diadapatkan. Hal ini dikarenakan tidak adanya bimbingan dan dukungan
secara terus-menerus pada masyarakat, sehingga mereka akan mudah merasa
gagal dan segera meninggalkan usaha yang sebenarnya menguntungkan
(Mustikarini, 2010).
3. Reeves (1989) dalam Fagi (2013) mengklarifikasi LEISA dan HICF kaitannya
dengan keberlanjutan (sustainability) dari pembangunan pertanian, sustainable
diartikan sebagai supportable. Artinya pertanian yang berlanjut adalah yang
mampu memenuhi kebutuhan penduduk yang jumlahnya terus meningkat.
Tingkat masukan (inputs) dan keluaran (outputs) dijadikan dasar penilaian
dari keberlanjutan dan konsekuensinya yang timbul.
9
lunak di dalam air. Menurut Pantua (1992) sebanyak tiga ekor keong mas per
m2 tanaman padi sudah mengurangi hasil secara nyata. Pengendaliannya dapat
dilakukan dengan menggembalakan 200 ekor bebek/ha lahan sawah dua hari
sebelum tanam selama 8 jam/hari dapat mengurangi populasi keong mas
sampai 89,2% dan mengurangi kerusakan rumpun padi hingga 47%.
3. Pertanaman Padi yang Menerapkan Sistem Jajar Legowo untuk
Mengendalikan Hama
Sistem tanam jajar legowo dapat dimanfaatkan sebagai salah satu cara
pengendalian hama misalnya wereng (wereng hijau, coklat, dan loreng).
Sistem jajar legowo memiliki lahan relatif yang terbuka, sehingga sinar
matahari sangat mudah untuk masuk dan kelembaban lahan akan berkurang.
Kurangnya kelembapan di lahan ini dapat mengurangi hama wereng, karena
hama wereng tidak suka tinggal di sawah yang tidak lembab dan bersuhu
tinggi. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Praptana & Yasin (2015) yang
menyatakan bahwa penanaman dengan sistem tanam jajar legowo mampu
menekan populasi dan serangan hama karena aktivitas pemencaran
serangga hama akan tertekan disebabkanadanya baris kosong pada
tanaman.
10
III. KESIMPULAN
11
kegiatan akan memerlukan modal besar dan tingkat keyakinan masyarakat
masih rendah terhadap keuntungan yang diadapatkan.
4. Contoh penerapan sistem LEISA yaitu pemanfaatan tanaman legume pada
perkebunan kelapa sawit, pemanfaatan bebek untuk pengendalian hama keong
mas, penerapan sistem tanam padi jajar legowo untuk pengendalian hama.
DAFTAR PUSTAKA
Cai, C. 1995. The theory and building up of agroecological garden. Handout for
The Second International Training Course on Upland Agroecological
Construction for The Developing Countries. Kunming, China.
Fadilah, R., Putra, R. P., & Hambali, A. 2020. Aplikasi Sistem LEISA (Low
External Input Sustainable Agriculture) Untuk Mendukung Pertanian
Berkelanjutan di Desa Samangki, Kecamatan Simbang Kabupaten
Maros. Seminar Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat.
Fadilah, R., Putra, R.P., & Hambali, A. 2020. Aplikasi Sistem LEISA (Low
External Input Sustainable Agriculture) Untuk Mendukung Pertanian
Berkelanjutan di Desa Samangki, Kecamatan Simbang Kabupaten Maros.
Seminar Nasional Hasil Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas
Negeri Makassar.
Fagi M Achmad. 2013. Threatened Indonesia Food Security: Strategy and Policy
for Stabilization and Development. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume
11 No. 1, Juni 2014 : 11-25
Firman, A., Herlina. L., & Yulianto, S. 2019. Analisis low external input
sustainable agriculture (LEISA) pada ternak domba di Kawasan
Agribisnis Desa Ternak, Desa Cintalaksana Kecamatan Tegalwaru,
Kabupaten Karawang. Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan
Agribisnis, 5(1): 124–133.
12
Kesseler, J. J., & Moolhulizen, M. 1994. Low External Input Sustainable
Agriculture: Expectations and Realities. Netherlands Journal of
Agriculture Science, 42 (3): 181–194.
Mustikarini, E.D., Lestari, T., & Santi, R. 2010. Penerapan paket teknologi
LEISA (low external input sustainable agriculture) pada lahan pasca
penambangan timah di Kecamatan Mendo Barat, Bangka. Jurnal
Enviagro, 3(1).
Mustikarini, Eries Dyah; Lestari, Tri; Santi, Ratna. 2010. Penerapan Paket
Teknologi LEISA (Low External Input and Sustainable Agriculture) pada
Lahan Pasca Penambangan Timah di Kecamatan Mendo Barat, Bangka.
ENVIAGRO Vol 3, No 1 (2010)
Reijntjes, C., Haverkort, B., & Waters-Bayer, A. 1992. Farming for The Future:
An Introduction to LowExternal-Input and Sustainable Agriculture.
MacMillan and ILEIA. Leusden, Netherlands.
Setiawati, W., Muharam, A., Susanto, A., Boes, E., & Hudayya, A. 2018.
Penerapan teknologi input luar rendah pada budidaya cabai merah untuk
mengurangi penggunaan pupuk dan pestisida sintetik. Jurnal Hort, 28(1):
113-122.
Sumarni, N., Setiawati, W., & Hudayya, A. 2014. Pengelolaan hara dan tanaman
untuk mendukung usahatani cabai merah menggunakan input luar rendah
di dataran tinggi. Jurnal Hort, 24(2): 141-153.
13
Yuwariah, Y. 2015. Pengembangan Produksi Pertanian Lahan Kering Dengan
Sistem Low External Input Sustainable Agriculture (Leisa) Di Desa
Cigadog, Dan Mandalagiri Kecamatan, Leuwisari Kabupaten
Tasikmalaya. Dharmakarya, 4(2).
14