Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PERTANIAN BERKELANJUTAN
(PNU 3614)

SISTEM LEISA (LOW EXTERNAL INPUT SUSTAINABLE


AGRICULTURE) UNTUK MENDUKUNG PERTANIAN
BERKELANJUTAN

Oleh:
Kelompok 2
Rizka Ramadhani (A1D018028)
Agung Sugeng Pangestu (A1D018050)
Sita Lisma Dewi (A1D018072)
Talita Amartya (A1D018076)
Al May Faishal Aqil (A1D018080)
Retna Susanti (A1D018085)
Sukma Kinasih (A1D018089)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Alhamdulillahirabbilalamin. Segala puji bagi Allah SWT atas segala berkat,
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah mata kuliah Pertanian Berkelanjutan ini dengan tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa tersusunnya makalah tidak terlepas dari bantuan
pihak lain. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Prof.
Dr. Ir. Sakhidin, M.P. selaku dosen pengampu mata kuliah Pertanian
Berkelanjutan. Terimakasih juga kepada teman-teman satu kelompok serta semua
pihak yang telah membantu kami untuk menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, baik
dari segi isi, struktur, dan penulisannya. Oleh karena itu, kami memohon kritik
dan saran yang membangun untuk dapat diterapkan dikemudian hari.
Demikian makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat, khususnya bagi
kami sendiri dan umumnya bagi orang lain.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Purwokerto, April 2021


Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
C. Tujuan ........................................................................................................... 2
II. PEMBAHASAN ................................................................................................ 3
A. Pengertian Sistem LEISA………………..….................................................
3
B. Sejarah Sistem LEISA………………............................................................
4
C. Kelebihan dan Kekurangan Sistem
LEISA……………….............................7
D. Contoh Penerapan Sistem LEISA……………….
…………………………...9
III. KESIMPULAN................................................................................................
11
DAFTAR
PUSTAKA ............................................................................................12

iii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor pertanian menjadi salah satu pilar utama dalam menyokong


berjalannya roda pemerintahan negara Indonesia, namun pada kenyataannya
hingga saat ini sebagian besar petani masih tergolong masyarakat miskin. Hal ini
mengindikasikan bahwa terdapat kelemahan dalam sistem pertanian yang ada saat
ini. Masalah-masalah yang dihadapi dalam sektor pertanian seperti keterbatasan
lahan pertanian dikarenakan sebagian lahan pertanian dialifungsikan menjadi
pemukiman dan peruntukan lain. Penurunan produksi dikarenakan kualitas lahan
pertanian yang terus dipacu penggunaannya. Impor pangan yang menyebabkan
harga produk petani menjadi turun. Keterbatasan tenaga kerja karena generasi
muda enggan berkecimpung di bidang pertanian. Penggunaan pupuk dan pestisida
kimia yang memberi dampak negative pada kesuburan lahan. Permasalahan
pertumbuhan penduduk yang tinggi yang mengimbangi permintaan atas
kebutuhan pangan meningkat pesat, namun tidak diimbangi dengan produksi hasil
pertanian yang mampu untuk memenuhi permintaan kebutuhan akan bahan
pangan. Mengatasi permasalahan tersebut maka pertanian di Indonesia dapat
menerapkan sistem pertanian berkelanjutan.
Pertanian berkelanjutan adalah sistem pertanian yang mengoptimalkan
pemanfataan sumber daya lokal, organik, memperhatikan keseimbangan
lingkungan dan berkelanjutan. Atau sistem pertanian yang memberdayakan petani
untuk bekerja sejalan dengan proses-proses alami untuk melindungi sumberdaya
seperti tanah dan air, sambil meminimumkan dampak dari limbah terhadap
lingkungan. Model sistem pertanian berkelanjutan dapat dilakukan dengan
menggunakan sistem pertanian masukan luar rendah.
Penerapan sistem Low External Input Sustainable Agriculture atau LEISA
adalah sistem yang mengoptimalkan penggunaan sumber daya alam dan
mengurangi input dari luar, dengan tujuan meningkatkan produktivitas dan

1
income dengan mempertimbangkan keseimbangan ekosistem. LEISA
menggunakan metodologi yang tepat untuk penguatan kapasitas masyarakat
dalam rangka peningkatan kualitas pertanian yang mengkombinasikan
pengetahuan lokal, scientific dan inovasi baru untuk pertanian yang berkelanjutan.
Penerapan sistem LEISA akan mendorong pemanfaatan bahan lokal dan selalu
mempertimbangkan keseimbangan ekosistem diharapkan mampu menjaga
kualitas tanah dan kesuburan lahan sehingga akan dapat mendorong peningkatan
produksi secara jangka panjang. Hal ini tentunya akan turut meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat (Fadilah et al., 2020).

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah sistem pertanian LEISA (Low External


Sustainable Agriculture) untuk mendukung pertanian berkelanjutan sebagai
berikut:
1. Bagaimana pengertian dari sistem LEISA?
2. Bagaimana sejarah sistem LEISA ?
3. Bagaimana kelebihan dan kekurangan sistem LEISA ?
4. Bagaimana contoh penerapan sistem LEISA ?

C. Tujuan

Tujuan dari makalah sistem pertanian LEISA (Low External Sustainable


Agriculture) untuk mendukung pertanian berkelanjutan sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui pengertian sistem LEISA.
2. Dapat mengetahui sejarah sistem LEISA.
3. Dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan sistem LEISA.
4. Dapat mengetahui contoh penerapan sistem LEISA.

2
II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem LEISA

Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA) merupakan suatu


acuan pertanian untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal dengan
kombinasi komponen usaha tani yang sinergistik serta pemanfaatan input luar
sebagai pelengkap untuk meningkatkan efektivitas sumberdaya dan
meminimalkan kerusakan lingkungan. Low External Input Sustainable
Agriculture lebih menekankan efisiensi penggunaan faktor prduksi yang ada untuk
menciptakan pertanian yang berkelanjutan. Adapun lima prinsip dari pertanian
berkelanjutan yaitu kemantapan secara ekologis, keberlanjutan secara ekonomis,
adil, manusiawi, dan luwes (Yuwariah, 2015).
LEISA adalah sistem yang mengoptimalkan penggunaan sumber daya alam
dan mengurangi input dari luar, dengan tujuan meningkatkan produktivitas dan
income dengan mempertimbangkan keseimbangan ekosistem. LEISA
menggunakan metodologi yang tepat untuk penguatan kapasitas masyarakat
dalam rangka peningkatan kualitas pertanian yang mengkombinasikan
pengetahuan lokal, scientific dan inovasi baru untuk pertanian yang berkelanjutan.
Penerapan sistem LEISA akan mendorong pemanfaatan bahan lokal dan selalu
mempertimbangkan keseimbangan ekosistem diharapkan mampu menjaga
kualitas tanah dan kesuburan lahan sehingga akan dapat mendorong peningkatan
produksi secara jangka panjang. Hal ini tentunya akan turut meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat (Fadilah et al, 2020).
Sistem LEISA (Low-External Input And Sustainable Agriculture) dapat
diterapkan dengan mengombinasikan komponen tanaman, hewan, tanah, air,
iklim, dan manusia dalam sistem produksi agar saling melengkapi dan bersinergi.
LEISA dapat berbentuk sistem pertanian terpadu yang layak secara ekonomis dan
ekologis. Integrasi tanaman dengan ikan, unggas, dan kambing memberikan
produktivitas lebih tinggi dari pada sistem padi-padi (Aryanto & Effendi, 2015).

3
B. Sejarah Sistem LEISA

Sejarah pertanian menunjukkan bahwa sistem pertanian telah berkembang


dari sistem indigenus yang ramah lingkungan ke sistem konvensional, industrial,
atau modern yang tidak ramah lingkungan. Ketidakramahan sistem pertanian
konvensional, yang berkembang lebih dahulu di negara-negara maju, terjadi
karena penggunaan teknologi yang sarat masukan luar berupa agrokimia, terutama
pupuk inorganik dan pestisida buatan. Pada negara berkembang yang beriklim
tropika, termasuk Indonesia, ketidakramahan sistem pertanian lebih besar lagi
akibat bergesemya lahan-lahan pertanian ke daerah perbukitan. Hal ini terjadi
karena adanya tekanan penduduk dan konversi lahan pertanian menjadi lahan
permukiman dan industri manufaktur. Akibatnya, pertanian tropika telah
cenderung berkembang menuju sistem yang menggunakan masukan eksternal
berlebihan disebut HEIA (high-external-input agriculture) atau sistem yang
menggunakan sumberdaya lokal secara intensif dengan sedikit atau tidak sama
sekali masukan eksternal, tetapi mengakibatkan kerusakan sumberdaya alam
disebut LEIA (low-external-input agriculture) (Mugnisjah et al., 2000).
Reijntjes et al. (1992) menulis bahwa HEIA merupakan pertanian
konvensional dan banyak dipraktekkan di lahan-lahan yang secara ekologik relatif
seragam dan dapat dengan mudah dikontrol. Lahan-lahan demikian biasanya juga
beraksesibilitas baik sehingga memiliki kemudahan dalam pengadaan sarana
produksi dan pemasaran hasilnya. Sistem ini telah terbukti berhasil meningkatkan
produksi pertanian berkat dukungan masukan eksternal yang berupa benih varietas
unggul (hibrid), agrokimia (pupuk inorganik dan pestisida buatan), bahan bakar
asal fosil untuk mekanisasi, dan dalam beberapa kasus irigasi. Namun, HEIA
disadari berdampak pada hal-hal yang tidak diinginkan, berupa kondisi
lingkungan yang rusak dan berbahaya bagi mahluk hidup termasuk manusia.
Pihak lain LEIA, meskipun menggunakan masukan ekstemal yang rendah, bahkan
mungkin tanpa masukan eksternal sama sekali, bukanlah merupakan sistem
pertanian yang ramah lingkungan. Hal ini terjadi karena sistem ini banyak

4
dipraktekkan di kawasan yang tersebar dan rawan erosi, seperti di lahan-lahan
yang berlereng di perbukitan. Degradasi tanah berlangsung akibat hara yang
terangkut keluar kebun oleh hasil panen tidak terganti oleh kurang atau tidak
adanya masukan eksternal. Perluasan LEIA ke kawasan baru yang umumnya juga
marginal menyebabkan penggundulan hutan, degradasi tanah, dan peningkatan
kerentanan terhadap serangan hama penyakit dan bencana kekeringan yang
berkepanjangan.
Adanya kelemahan-kelemahan dari sistem HEIA dan LEIA telah
mengundang keperluan untuk mencari sistem pertanian alternatif yang meniru
ekosistem alamiah yang "matang". Ekosistem alamiah demikian dinilai sebagai
ekosistem yang berkelanjutan dan di antara sistem buatan yang diinginkan itu,
menurut Reijntjes et al. (1992) adalah sistem LEISA. Sistem ini merupakan
bentuk pertanian yang berupaya mengoptimalkan penggunaan sumberdaya yang
tersedia secara lokal dengan mengkombinasikan komponen yang berbeda dalam
sistem lapang produksi (yaitu tanaman, hewan, tanah, air, iklim, clan manusianya)
sehingga komponen-komponen tersebut saling melengkapi dan memiliki
pengaruh sinergik yang maksimal. Sistem LEISA dapat menghindari resiko
ekologik dari masukan eksternal yang tinggi, karena itu, masukan eksternal
berupa bahan-bahan agrokimia hanya digunakan secara terbatas. Sebaliknya,
kinerja sistem diperkaya dengan pelibatan masukan internal yang diproduksi
sendiri di dalam sistem, yakni dengan mendaurulang biomas yang dihasilkan di
dalam sistem ke dalam ekosistem dan menekan transportasi biomas ke luar
ekosistem hingga minimal. Selain itu, biodiversitas (khususnya tanaman)
ditingkatkan. Ekosistem yang diharapkan ini akan menjadi produktif dan
berkelanjutan karena memiliki fungsi ekologik yang baik akibat adanya peran
komplementer dan sinergik dari aneka spesies tanaman, hewan, dan
mikroorganisme yang menghasilkan masukan internal dan menciptakan fungsi
protektif.
Sistem LEISA telah terbukti merupakan pertanian yang bernilai ekonomi
bagi kalangan petani Kunming, Cina, meskipun terminologi tersebut tidak
digunakan. Ketangguhan sistem tersebut dicapai akibat adanya efisiensi usahatani

5
yang tinggi dalam agroekosistem sebagaimana yang dilaporkan Cai (1995) untuk
model pekarangan. Reijntjes et al. (1992) mengajukan lima prinsip ekologik dari
sistem LEISA yang perlu dijadikan rujukan dalam praktek bertani. Kelima prinsip
tersebut adalah sebagai berikut: (I) mengamankan kondisi tanah agar sesuai untuk
tanaman, terutama dengan mengelola bahan organik dan merangsang kehidupan
jasad hidup di dalam tanah; (2) meng-optimalkan ketersediaan hara dan
menyeimbangkan arus hara, terutama dengan mengintroduksikan tanaman
penambat nitrogen, mendaurulangkan hara, dan menggunakan pupuk ekstemal
secara komplementer; (3) meminimalkan kehilangan akibat radiasi matahari,
udara, dan air (misalnya penguapan air berlebihan, kekeringan, kebanjiran, dan
rebah) dengan cara mengelola mikroklimat, mengelola air, dan mengendalikan
erosi; (4) meminimalkan kehilangan basil oleh hama dan penyakit dengan
mengendalikannya secara terpadu; (5) menggali potensi kegunaan sumberdaya
genetik secara komplementer dan sinergik dengan mempertahankan biodiversitas
yang tinggi.
Sistem LEISA merupakan sistem pertanian yang spesifik lokasi. Hal ini
berarti bahwa keberlanjutan sistem LEISA dapat dicapai oleh ekosistem-
ekosistem yang berbeda komponennya. Dengan demikian, terdapat keperluan
untuk selalu menilai kinerja ekosistem yang dibangun untuk mencapai sistem ini.
Langkah-langkah yang dapat digunakan sebagai panduan nonnatif dalam
pembangunan sistem LEISA di lahan basah adalah sebagai berikut: (I) penetapan
lokasi dan penilaian potensi lahannya, (2) penetapan peruntukan lahan dan ragam
jenis komoditinya (diversifikasi horizontal), (3) pemilihan dan penetapan
komoditi untuk LEISA, (4) penyusunan pola tanaman dan tala letak pertanaman,
temak, dan ikan di kebun, (5) penetapan tara penanganan sarana produksi dan
produknya, (6) implementasi kegiatan agribisnis dengan sistem tersebut, (7)
penilaian keberlanjutan kegiatan agribisnis tersebut, dan (8) pengembangan sistem
tersebut jika layak ke daerah sekitar atau daerah lain (Cai, 1995).
Low external input sustainable agriculture (LEISA) telah menjadi isu yang
penting di negara-negara Eropa sejak tahun 1994. Teori ini muncul didasarkan
pada revolusi hijau yang menitikberatkan pada keberlanjutan usaha pertanian

6
melalui pemanfaatan input sebesar-besarnya yang dihasilkan di suatu wilayah
dengan meminimalisasi penggunaan input dari luar wilayah (Kesseler &
Moolhulizen, 1994). LEISA adalah suatu program dalam rangka pemanfaatan
sumber daya internal semaksimal mungkin dengan mengurangi penggunaan input-
input yang berasal dari luar wilayah. Program ini ditujukan dalam rangka
pengurangan biaya input, mengurangi ketergantungan input luar, dan mencegah
dampak negatif dari masuknya input luar, seperti penyakit. Hasil penelitian
LEISA yang dilakukan oleh Kesseler & Moolhulizen (1994) di Philiphina dan
Ghana menunjukkan bahwa di wilayah yang memiliki potensi produksi pertanian
tinggi, LEISA secara simultan dari sisi sosial ekonomi meningkat dengan
mengurangi pemanfaatan input dari luar wilayah dan mampu memperbaiki
lingkungan ekologi secara berkelanjutan. Sebaliknya, pada wilayah yang
produksinya rendah (low production), LEISA dapat menstabilkan dan
mengembalikan carrying capacity, tetapi memiliki keterbatasan potensi untuk
meningkatkan kondisi sosial ekonomi karena penggunaan external input yang
banyak.
Keberlanjutan pertanian lebih didorong pada kemampuan wilayah
menghasilkan sumber pangan ataupun pakan. Konsep LEISA sangat erat
hubungannya dengan keberlanjutan pertanian. Konsep LEISA menititkberatkan
pada: (1) mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang tersedia secara lokal,
sehingga mencapai efek sinergis di antara berbagai komponen sistem pertanian
(tanah, air, hewan, tumbuhan, dan lain-lain) sehingga mereka saling melengkapi
dalam produksi output; dan (2) Meminimalkan penggunaan input eksternal,
kecuali jika ada defisiensi yang serius dan di mana efeknya pada sistem akan
meningkatkan daur ulang nutrisi. Tujuan dari LEISA ini adalah bukan untuk
memaksimalkan produksi jangka pendek, tetapi untuk mencapai tingkat yang
memadai dan berkelanjutan dalam jangka panjang (Firman et al., 2019).

C. Kelebihan dan Kekurangan Sistem LEISA

7
Kelebihan dari LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture) antara
lain:
1. Sistem LEISA tidak meninggalkan limbah (zero waste), semua termanfaatkan
dalam siklus produksi (Mustikarini et al., 2010).
2. Solusi tepat bagi pengembangan lahan kritis (seperti lahan pasca
penambangan) yang tidak subur menjadi lahan yang sangat produktif dengan
konsep agroekosistem sehingga mampu menambah pendapatan masyarakat.
Misalnya pada lahan pasca penambangan dapat dikembalikan kecubrannya
dengan penambahan amelioran seperti biosolid (pupuk kandang, kompos,
limbah hasil pertanian, dan serbuk gergaji) (Mustikarini et al., 2010).
3. Mampu mengurangi input pupuk buatan dengan memanfaatkan bahan-bahan
organik, alami, dan hayati (mikroorganisme berguna) yang dapat melestarikan
kesuburan lahan, sehingga dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil,
dan selanjutnya dapat meningkatkan pendapatan petani (Sumarni et al., 2014).
4. Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal untuk meningkatkan
efektivitas sumberdaya dan meminimalkan kerusakan lingkungan (Nuraini et
al., 2015).
5. Menggunakan bahan agro kimia secara benar, tepat waktu, tepat dosis dan
tepat cara sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan baik
pencemaran tanah, air, dan udara, serta produknya tidak mengandung racun
dan aman dikonsumsi (Setiawati, et al., 2018).
6. Mendorong pemanfaatan bahan lokal dan mempertimbangkan keseimbangan
ekosistem serta menjaga kualitas tanah dan kesuburan lahan sehingga
mendorong peningkatan produksi secara jangka panjang (Fadilah et al., 2020).

Kelemahan dari LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture) antara


lain:
1. Penerapan LEISA pada awal kegiatan akan memerlukan modal besar karena
merupakan gabungan dari kegiatan pertanian, perternakan dan perikanan.
Untuk memulai penerapan LEISA harus dipilih faktor produksi yang bernilai
tinggi, berkesinambungan memberikan pendapatan secara ekonomis dan tidak

8
memerlukan modal besar diawalnya. Di sisi lain, kemampuan permodalan
masyarakat masih rendah, sehingga penerapan LEISA terhambat (Mustikarini,
2010).
2. Tingkat keyakinan masyarakat masih rendah terhadap keuntungan yang
diadapatkan. Hal ini dikarenakan tidak adanya bimbingan dan dukungan
secara terus-menerus pada masyarakat, sehingga mereka akan mudah merasa
gagal dan segera meninggalkan usaha yang sebenarnya menguntungkan
(Mustikarini, 2010).
3. Reeves (1989) dalam Fagi (2013) mengklarifikasi LEISA dan HICF kaitannya
dengan keberlanjutan (sustainability) dari pembangunan pertanian, sustainable
diartikan sebagai supportable. Artinya pertanian yang berlanjut adalah yang
mampu memenuhi kebutuhan penduduk yang jumlahnya terus meningkat.
Tingkat masukan (inputs) dan keluaran (outputs) dijadikan dasar penilaian
dari keberlanjutan dan konsekuensinya yang timbul.

D. Contoh Penerapan Sistem LEISA

1. Pemanfaatan Tanaman Legume (kacang-kacangan) pada Perkebunan Kelapa


Sawit.
Menurut Irawan & Hidayah (2014), tanaman penutup tanah merupakan
tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari ancaman
kerusakan oleh erosi atau untuk memperbaiki sifat kimia dan sifat fisik tanah.
Adanya tanaman ini di sela-sela tanaman kelapa sawit dimaksudkan untuk
menyediakan unsur hara N bagi kelapa sawit, sehingga penggunaan pupuk
sintesis yang mengandung N dapat dikurangi. Menurut adapun ketentuan dari
tanaman yang digunakan sebagai penutup tanah, yaitu memiliki sifat tumbuh
yang cepat sekali dan mampu menekan regenerasi dari biji-biji rerumputa dan
gulma dan toleran terhadap naungan (Sastrosayono, 2003).
2. Pemanfaatan Hewan Bebek untuk Pengendalian Hama Keong Mas
Keong mas termasuk ke dalam hama yang rakus terutama pada saat
malam hari. Biasanya keong mas memakan semua tumbuhan yang masih

9
lunak di dalam air. Menurut Pantua (1992) sebanyak tiga ekor keong mas per
m2 tanaman padi sudah mengurangi hasil secara nyata. Pengendaliannya dapat
dilakukan dengan menggembalakan 200 ekor bebek/ha lahan sawah dua hari
sebelum tanam selama 8 jam/hari dapat mengurangi populasi keong mas
sampai 89,2% dan mengurangi kerusakan rumpun padi hingga 47%.
3. Pertanaman Padi yang Menerapkan Sistem Jajar Legowo untuk
Mengendalikan Hama
Sistem tanam jajar legowo dapat dimanfaatkan sebagai salah satu cara
pengendalian hama misalnya wereng (wereng hijau, coklat, dan loreng).
Sistem jajar legowo memiliki lahan relatif yang terbuka, sehingga sinar
matahari sangat mudah untuk masuk dan kelembaban lahan akan berkurang.
Kurangnya kelembapan di lahan ini dapat mengurangi hama wereng, karena
hama wereng tidak suka tinggal di sawah yang tidak lembab dan bersuhu
tinggi. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Praptana & Yasin (2015) yang
menyatakan bahwa penanaman dengan sistem tanam jajar legowo mampu
menekan populasi dan serangan hama karena aktivitas pemencaran
serangga hama akan tertekan disebabkanadanya baris kosong pada
tanaman.

10
III. KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh dari makalah sistem LEISA (Low External


Sustainable Agriculture) untuk mendukung pertanian berkelanjutan sebagai
berikut:
1. Sistem LEISA adalah acuan pertanian untuk mengoptimalkan pemanfaatan
sumberdaya lokal dengan kombinasi komponen usaha tani yang sinergistik
serta pemanfaatan input luar sebagai pelengkap untuk meningkatkan
efektivitas sumberdaya dan meminimalkan kerusakan lingkungan. Sistem
LEISA (Low-External Input And Sustainable Agriculture) dapat diterapkan
dengan mengombinasikan komponen tanaman, hewan, tanah, air, iklim, dan
manusia dalam sistem produksi agar saling melengkapi dan bersinergi.
2. Sejarah sistem pertanian LEISA terjadi karena ketidakramahan sistem
pertanian konvensional, yang berkembang lebih dahulu di negara-negara
maju, terjadi karena penggunaan teknologi yang sarat masukan luar berupa
agrokimia, terutama pupuk inorganik dan pestisida buatan. Kelemahan
tersebut telah mengundang keperluan untuk mencari sistem pertanian
alternatif yang meniru ekosistem alamiah yang berkelanjutan. Sistem LEISA
dapat menghindari resiko ekologik dari masukan eksternal yang tinggi, karena
itu, masukan eksternal berupa bahan-bahan agrokimia hanya digunakan secara
terbatas.
3. Kelebihan sistem LEISA yaitu tidak meninggalkan limbah, solusi tepat bagi
pengembangan lahan kritis yang tidak subur menjadi lahan yang sangat
produktif, mampu mengurangi input pupuk buatan, mengoptimalkan
pemanfaatan sumberdaya lokal dan mempertimbangkan keseimbangan
ekosistem. Kekurangan sistem LEISA yaitu penerapan LEISA pada awal

11
kegiatan akan memerlukan modal besar dan tingkat keyakinan masyarakat
masih rendah terhadap keuntungan yang diadapatkan.
4. Contoh penerapan sistem LEISA yaitu pemanfaatan tanaman legume pada
perkebunan kelapa sawit, pemanfaatan bebek untuk pengendalian hama keong
mas, penerapan sistem tanam padi jajar legowo untuk pengendalian hama.
DAFTAR PUSTAKA

Aryanto, A. T., & Effendi, I. 2015. Perancangan model pertanian terpadu


tanaman-ternak dan tanaman-ikan di perkampungan teknologi Telo,
Riau. Jurnal Agronomi Indonesia (Indonesian Journal of
Agronomy), 43(2), 168-178.

Cai, C. 1995. The theory and building up of agroecological garden. Handout for
The Second International Training Course on Upland Agroecological
Construction for The Developing Countries. Kunming, China.

Fadilah, R., Putra, R. P., & Hambali, A. 2020. Aplikasi Sistem LEISA (Low
External Input Sustainable Agriculture) Untuk Mendukung Pertanian
Berkelanjutan di Desa Samangki, Kecamatan Simbang Kabupaten
Maros. Seminar Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat.

Fadilah, R., Putra, R.P., & Hambali, A. 2020. Aplikasi Sistem LEISA (Low
External Input Sustainable Agriculture) Untuk Mendukung Pertanian
Berkelanjutan di Desa Samangki, Kecamatan Simbang Kabupaten Maros.
Seminar Nasional Hasil Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas
Negeri Makassar.

Fagi M Achmad. 2013. Threatened Indonesia Food Security: Strategy and Policy
for Stabilization and Development. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume
11 No. 1, Juni 2014 : 11-25

Firman, A., Herlina. L., & Yulianto, S. 2019. Analisis low external input
sustainable agriculture (LEISA) pada ternak domba di Kawasan
Agribisnis Desa Ternak, Desa Cintalaksana Kecamatan Tegalwaru,
Kabupaten Karawang. Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan
Agribisnis, 5(1): 124–133.

Irawan, A. & Hidayah, N.H. 2014. Kesesuaian Penggunaan Cocopeat Sebagai


Media Sapih Pada Politube dalam Pembibitan Cempaka (Magnolia
elegans (Blume.) H.Keng). Jurnal Wasian, 1(2): 73-76.

12
Kesseler, J. J., & Moolhulizen, M. 1994. Low External Input Sustainable
Agriculture: Expectations and Realities. Netherlands Journal of
Agriculture Science, 42 (3): 181–194.

Mugnisjah, W. Q., Suwarto, & Solihin, A. S. 2000. Agribisnis Terpadu Bersistem


Leisa di Lahan Basah : Model Hipotetik. Buletin Agronomi, 28(2): 49–61.

Mustikarini, E.D., Lestari, T., & Santi, R. 2010. Penerapan paket teknologi
LEISA (low external input sustainable agriculture) pada lahan pasca
penambangan timah di Kecamatan Mendo Barat, Bangka. Jurnal
Enviagro, 3(1).

Mustikarini, Eries Dyah; Lestari, Tri; Santi, Ratna. 2010. Penerapan Paket
Teknologi LEISA (Low External Input and Sustainable Agriculture) pada
Lahan Pasca Penambangan Timah di Kecamatan Mendo Barat, Bangka.
ENVIAGRO Vol 3, No 1 (2010)

Nuraini, A., Yuwariah, T., & Rochayat, Y. 2015. Pengembangan produksi


pertanian lahan kering dengan sistem low external input sustainable
agriculture (LEISA) di Desa Cigadog, dan Mandalagiri, Kecamatan
Leuwisari Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Aplikasi Ipteks untuk
Masyarakat, 4(2): 113-118.

Pantua, P.C. 1992. Use of Ducks to Control Apple Ampullarius (Pomacea)


Canaliculata in Irrigated Rice. IRRN.

Praptana, R. H., & Yasin, M. 2015. Epidemiologi dan strategi pengendalian


penyakit tungro. Iptek Tanaman Pangan, 3(2): 65-72.

Reeves, T.G. 1998. Sustainable Intensification of Agriculture. Mexico, D.F.,


CIMMYT.

Reijntjes, C., Haverkort, B., & Waters-Bayer, A. 1992. Farming for The Future:
An Introduction to LowExternal-Input and Sustainable Agriculture.
MacMillan and ILEIA. Leusden, Netherlands.

Sastrosayono, S. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Purwokerto.

Setiawati, W., Muharam, A., Susanto, A., Boes, E., & Hudayya, A. 2018.
Penerapan teknologi input luar rendah pada budidaya cabai merah untuk
mengurangi penggunaan pupuk dan pestisida sintetik. Jurnal Hort, 28(1):
113-122.

Sumarni, N., Setiawati, W., & Hudayya, A. 2014. Pengelolaan hara dan tanaman
untuk mendukung usahatani cabai merah menggunakan input luar rendah
di dataran tinggi. Jurnal Hort, 24(2): 141-153.

13
Yuwariah, Y. 2015. Pengembangan Produksi Pertanian Lahan Kering Dengan
Sistem Low External Input Sustainable Agriculture (Leisa) Di Desa
Cigadog, Dan Mandalagiri Kecamatan, Leuwisari Kabupaten
Tasikmalaya. Dharmakarya, 4(2).

14

Anda mungkin juga menyukai