Witono Adiyoga
Mieke Ameriana
Rachman Suherman
T. Agoes Soetiarso
Budi Jaya
Bagus Kukuh Udiarto
Rini Rosliani
Darkam Mussadad
2004
1
I. Pendahuluan
Kubis memiliki nama ilmiah Brassica oleracea. Dalam dunia tumbuhan, kubis
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Divisi : Spermatophyta
b. Subdivisi : Angiospermae
c. Kelas : Dicotyledonae
d. Famili : Brassicaceae
e. Genus : Brassica
f. Species : Brassica oleracea.
Kubis merupakan kelompok tanaman yang dikenal sebagai cole crops. Kata "cole"
berasal dari kata “col” di Middle English. Orang Romawi menyebut tanaman ini
sebagai "caulis", sedangkan orang Yunani menyebutnya sebagai "kaulion". Kesemua
kata tersebut pada dasarnya berarti batang. Kelompok tanaman ini meliputi kubis,
kubis bunga, brokoli, kale, collards, kohlrabi, dan Brussels sprouts. Tanaman cole liar
banyak ditemukan tumbuh di sepanjang pantai Mediterania dan Atlantik, Eropa.
Kubis dan kale berasal dari Eropa Barat, sedangkan kubis bunga dan brokoli berasal
dari wilayah Mediterania. Kubis dan kale merupakan tanaman pertama dari
kelompok ini yang didomestikasi, kira-kira 2 000 tahun yang lalu. Sebelum
didomestikasi, kedua tanaman ini dikumpulkan dari daerah liar dan digunakan
terutama sebagai tanaman obat atau medisinal herbal. Bentuk-bentuk liar kubis
ditemukan sepanjang pantai-pantai Laut Tengah dan atau Jazirah Asia Kecil atau
Turki yang kemudian berevolusi menjadi bentuk-bentuk yang dibudidayakan pada
saat ini. Semua tanaman cole bersifat interfertile (dapat disilangkan) dan banyak
pula yang self-incompatible (bunga tidak dapat difertilisasi oleh polen yang berasal
dari tanaman yang sama). Karakteristik ini mempermudah upaya untuk melakukan
seleksi jenis tanaman cole yang baru. Self-incompatibility juga menyebabkan
produksi benih hibrida cenderung ekonomis.
Introduksi tanaman kubis ke Indonesia tidak diketahui secara pasti sejak kapan.
Kubis dwi musim sudah ada sejak sebelum Perang Dunia II, ditanam di daerah
pegunungan dan benihnya selalu didatangkan dari luar negeri, khususnya
Netherland. Varietas kubis yang terkenal pada saat itu adalah RvE (Roem van
Enkhuizen). Bagi petani yang menemukan kesulitan untuk mendapatkan benih,
biasanya menanam kubis dari stek, sehingga dikenal sebagai kubis stek (Argalingga,
Majalengka dan Dieng, Wonosobo). Sampai saat ini kubis stek masih dapat ditemui
di daerah Dieng, sedangkan di Argalingga sudah atau hampir punah.
Kubis yang dibudidayakan di Indonesia ada dua jenis, yaitu (1) Jenis semusim
(annual type) – tipe kubis yang dapat tumbuh, berkrop, berbunga dan berbiji di
daerah tropis pada umumnya dan Indonesia pada khususnya, tanpa memerlukan
periode pendinginan terlebih dahulu; (2) Jenis dwi musim (biennial type) – dapat
tumbuh di daerah tropis namun tidak dapat berbunga secara alami karena tidak
adanya musim dingin panjang untuk merangsang pembungaannya. Jenis dwi musim
inilah yang banyak diminta konsumen karena kropnya keras/padat, tidak rapuk dan
tidak renyah seperti kubis semusim. Namun pengembangan dari sisi pemuliaan dan
produksi benihnya terkendala oleh ketidak-mampuan jenis kubis ini untuk berbunga
2
secara alami. Dengan demikian, budidaya kubis di Indonesia memiliki
ketergantungan yang sangat tinggi untuk memenuhi kebutuhan benih dari pasar
impor.
Data terakhir dari FAO (2004) menunjukkan bahwa produksi kubis dunia pada tahun
2004 mencapai 68 389 593 ton dan diusahakan pada luasan lahan sekitar 3 214 105
hektar (Tabel 1). Perkembangan terakhir juga menunjukkan bahwa China adalah
Tabel 1 Areal panen, produksi dan produktivitas kubis dunia serta lima negara
penghasil terbesar
Dunia A (ha) 2 801 396 3 033 996 3 066 269 3 187 864 3 242 105
P (t) 58 783 149 60 781 249 61 515 476 66 837 584 68 389 593
Y (t/ha) 20,98 20,03 20,06 20,97 21,09
China A (ha) 1 220 265 1 485 684 1 571 113 1 624 310 1 669 450
P (t) 23 148 800 25 262 396 28 078 001 30 584 911 32 601 000
Y (t/ha) 18,97 17,00 17,87 18,83 19,53
India A (ha) 260 000 250 000 260 000 280 000 280 000
P (t) 5 910 000 5 510 000 5 680 000 5 800 000 6 000 000
Y (t/ha) 22,73 22,04 21,85 20,71 21,43
Russian Fed. A (ha) 174 130 172 520 172 330 176 460 178 000
P (t) 3 491 820 3 855 530 3 651 850 4 440 570 4 500 000
Y (t/ha) 20,05 22,35 21,19 25,16 25,28
USA A (ha) 109 880 105 000 103 180 105 480 105 480
P (t) 2 598 690 2 491 660 2 371 330 2 433 110 2 450 000
Y (t/ha) 23,65 23,73 22,98 23,07 23,23
3
negara produsen kubis terbesar di dunia dengan kontribusi sekitar 47%, diikuti oleh
India (9%), Federasi Rusia, Amerika Serikat, termasuk Indonesia. Indonesia
termasuk ke dalam lima negara terbesar produsen kubis dunia ditinjau dari luas
areal panen dan produksi totalnya. Namun demikian, produktivitas kubis di
Indonesia bahkan masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata produktivitas
kubis dunia. Sementara itu, produktivitas kubis di empat negara produsen lainnya
ternyata juga masih belum optimal. Berikut ini adalah beberapa negara yang
produktivitas kubisnya jauh melampaui produktivitas kubis di lima negara produsen
kubis terbesar. Dalam lima tahun terakhir secara konsisten produktivitasnya:
Selama periode 1995-2003, luas areal panen kubis di Indonesia cukup berfluktuasi,
yaitu antara 69 815 hektar pada tahun 1996 dan 59 207 hektar pada tahun 2001.
Sementara itu, produktivitas kubis pada periode waktu yang sama juga
menunjukkan fluktuasi dengan kisaran yang relatif sempit, yaitu terendah pada
tahun 2001 sebesar 20,4 ton/ha dan tertinggi pada tahun 1995 sebesar 24,7 ton/ha.
Dengan demikian, produksi kubis tahunan di Indonesia cenderung bervariasi dengan
catatan tertinggi pada tahun 1995 sebesar 1,625 juta ton, dan terendah pada tahun
2001 sebesar 1,205 juta ton.
4
Secara agregat, produktivitas kubis di Indonesia selama periode 1995-2003
mencapai rata-rata 21,7 t/ha. Untuk periode yang sama, pencapaian ini ternyata
setara dengan produktivitas rata-rata kubis dunia (132 negara), yaitu ± 20 t/ha.
Tabel 4 Areal tanam (ha), produksi (ton) dan produktivitas (ton/ha) kubis di
Indonesia, 1998-2002
5
SUMATERA Area (ha) 14.353 17.853 13.094 15.617 16.789
Prod (t) 349.064 388.802 327.398 348.879 374.091
Prvt (t/ha) 24,32 21,78 25,00 22,34 22,28
BALI & NTT Area (ha) 1.887 1.662 1.741 1.962 1.865
Prod (t) 55.579 53.713 52.501 55.135 55.482
Prvt (t/ha) 29,45 32,32 30,16 28,10 29,75
6
Sulawesi Utara Area (ha) 149 493 320 325 332
Prod (t) 1.168 3.846 5.740 2.457 6.456
Prvt (t/ha) 7,84 7,80 17,94 7,56 19,45
7
Analisis data tahunan produksi dan areal tanam kubis mencakup periode waktu
1970-2003 menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan rata-rata produksi kubis di
Indonesia cenderung menurun sebesar 0.5% (0.005). Tingkat pertumbuhan
produksi rata-rata kubis (meningkat/menurun) pada dasarnya dapat dipilah ke dalam
pertumbuhan yang disebabkan oleh peningkatan/penurunan areal tanam dan
peningkatan/penurunan produktivitas. Kontribusi peningkatan dari komponen areal
tanam dan produktivitas terhadap pertumbuhan produksi kubis secara berturut-turut
adalah (-) 2.3% dan 1,8%. Dengan demikian, sumber dominan yang menyebabkan
penurunan produksi kubis selama periode 1970-2003 adalah penurunan areal tanam.
Lebih jauh lagi, keragaman areal tanam menunjukkan kontribusi yang lebih tinggi
terhadap ketidak-stabilan produksi sayuran secara umum, dibandingkan dengan
keragaman produktivitas.
Pola pertumbuhan produksi menurun yang didominasi oleh penurunan areal tanam
(kontribusi penurunan areal tanam terhadap penurunan produksi lebih besar
dibandingkan dengan kontribusi peningkatan produktivitas), mengandung beberapa
implikasi sebagai berikut: (a) strategi dan kegiatan/usaha yang berhubungan dengan
inovasi teknologi/penelitian yang ada belum cukup kuat memacu pola pertumbuhan
produksi berbasis peningkatan produktivitas, atau program penyuluhan belum
berjalan secara optimal, terutama dikaitkan dengan proses alih teknologi di tingkat
petani, dan (b) penurunan produksi dimungkinkan oleh adanya dis-insentif akibat
perubahan harga masukan dan luaran. Harga masukan yang meningkat lebih cepat
dibandingkan harga luaran, sehingga biaya per unit produk lebih tinggi dibandingkan
dengan harga jual per unit produk. Hal ini memungkinkan adanya ketidak-stabilan
profitabilitas relatif dari komoditas yang diusahakan, sehingga petani memutuskan
untuk tidak menanam komoditas bersangkutan (Bisaliah, 1986).
Keluarga kol (kubis) ternyata banyak sekali jenisnya, diantaranya yang dikenal
adalah sawi hijau, sawi putih, kembang kol, kailan, kolrabi, salad air dan brokoli.
Semua keluarga kubis-kubisan mengandung senyawa anti kanker dan merupakan
sumber vitamin C, vitamin A vitamin B 1, mineral, kalsium, kalium, klor, fosfor,
sodium dan sulfur. Kandungan serat kasar pada kol sangat tinggi sehingga dapat
8
memperkecil resiko penyakit kanker lambung dan usus. Hasil penelitian di Amerika
membuktikan bahwa kol yang dikonsumsi dalam keadaan mentah atau yang telah
dimasak dapat mengurangi terjadinya kanker usus besar sebanyak 66%. Manfaat
lain dari kol adalah dapat mencegah dan menyembuhkan luka lambung,
menstimulasi kekebalan, menurunkan kadar kolesterol dalam darah serta dapat
mencegah infeksi karena jamur. Jenis sayuran ini tidak saja akrab menjadi hidangan
sayuran orang Indonesia, tetapi juga oleh warga Cina Singapura, bahkan rata-rata
konsumsinya mencapai 40 g/hari atau tiga kali lebih tinggi daripada orang Amerika.
Dari beberapa hasil studi epidemologi, dilaporkan bahwa konsumsi kubis-kubisan
seperti kubis putih dan merah, brokoli, kembang kol, kale, lobak, dan seledri air
dapat menurunkan risiko bergagai jenis kanker, yaitu kanker payudara, prostat,
ginjal, kolon, kandung kemih dan paru-paru. Pada kanker prostat, konsumsi tiga
atau lebih porsi sayuran tersebut mampu menurunkan risikonya dibanding konsumsi
hanya satu porsi per minggu. Demikian halnya, konsumsi sayuran Brassica sebanyak
1-2 porsi/hari dilaporkan dapat menurunkan risiko kanker payudara sebesar 20-40%
9
Tabel 5 Nutrisi dalam kubis (1 gelas, dicacah, 89 gr)
10
titik saturasi. Dengan demikian, sejalan dengan peningkatan pendapatan, konsumsi
kubis di negara-negara berkembang juga akan semakin meningkat. Disamping
pendapatan per kapita, pertumbuhan konsumsi kubis per kapita juga dipengaruhi
oleh harga relatif dan ketersediaan bahan substitusi. Tingkat pertumbuhan ini juga
merupakan fungsi dari selera, preferensi serta berbagai faktor demografis dan
kultural.
11
• Teknologi didiseminasikan diantara partisipan rantai pasokan, misalnya
diantara produsen, pengepak dan pengolah
• Hak kepemilikan berpindah dari produsen kubis ke pengepak atau
pengolah, kemudian ke pemasar
• Informasi mengenai permintaan konsumen serta preferensinya mengalir
dari pedagang pengecer ke produsen kubis
Uraian di atas menunjukkan bahwa rantai pasokan kubis merupakan suatu sistem
ekonomi yang mendistribusikan manfaat dan juga risiko diantara berbagai partisipan
yang terlibat di dalamnya. Dengan demikian, rantai pasokan kubis secara tidak
langsung telah mengembangkan mekanisme internal serta insentif untuk menjamin
ketepatan berbagai komitmen produksi maupun delivery.
Beberapa jenis rantai pasok kubis yang berhasil diidentifikasi diantaranya adalah:
Rantai pasokan pertama dan kedua diestimasi menyerap sekitar 80% dari total
pasok kubis. Sisanya sekitar 20% dipasarkan melalui rantai pasok ketiga dan
keempat. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa rantai pasokan kubis masih
didominasi oleh rantai pasokan tradisional yang outlet utamanya adalah pasar-pasar
tradisional. Diagram di bawah ini menggambarkan berbagai elemen tipikal rantai
pasokan kubis (misalnya di Jawa Barat). Tanda panah menunjukkan aliran fisik
produk sayuran.
12
PRODUSEN
TRANSPORTER/PENGANGKUT
TRANSPORTER/PENGANGKUT
KONSUMEN
Gambar 1 Rantai pasokan kubis dan sayuran secara umum di Jawa Barat
Tabel berikut ini memberikan deskripsi mengenai berbagai elemen utama di dalam
rantai pasokan kubis (misalnya di Jawa Barat) serta nilai tambah yang diberikan oleh
setiap elemen.
13
Tabel 7 Elemen, deskripsi dan nilai tambah dalam rantai pasokan sayuran/kubis
Pedagang besar/grosir Jenis usaha yang menjual sayuran/kubis o Pemasaran, penjualan dan
dalam volume yang relatif besar dan distribusi ke pengecer
melayani berbagai klien. o Jaminan kualitas
o Penyimpanan jangka pendek
terkontrol
Masalah utama yang secara umum berhasil diidentifikasi sepanjang rantai pasokan
kubis diantaranya adalah:
14
o Variabilitas harga yang tinggi
o Kehilangan hasil dan susut yang tinggi
o Respon terhadap pemesanan yang relatif lambat
o Kurangnya pengawasan kualitas sepanjang rantai, termasuk kurangnya alat
trans-portasi serta gudang penyimpanan berpendingin
o Kurangnya perencanaan produksi secara umum serta metode produksi yang
relatif masih sederhana/konvensional
o Kemampuan terbatas untuk memenuhi permintaan spesifikasi produk
o Kurangnya informasi pasar sepanjang rantai pasokan
o Kurangnya rasa kepercayaan antar elemen yang terlibat di dalam rantai pasokan
o Kesulitan koordinasi antar pemasok-pemasok skala kecil
Table 8 Bagian petani dan marjin pemasaran beberapa sayuran penting di Jawa Barat, 2000-2004
Secara umum, bagian petani untuk kubis cukup tinggi dan merefleksikan tingkat
kompetisi yang cukup tinggi di sepanjang rantai pasokan. Besaran variasi bagian
15
petani secara konsisten selalu lebih rendah dibandingkan dengan besaran variasi
marjin tataniaga. Bagian petani dan marjin tataniaga biasanya berkorelasi negatif,
artinya jika bagian petani meningkat maka marjin tataniaga akan menurun. Secara
implisit hal ini mengimplikasikan adanya keterkaitan yang kuat antara elemen
produksi dan elemen pemasaran di dalam rantai pasokan sayuran/kubis tradisional
di Jawa Barat.
Volume (kg) Nilai (US$.) Unit Volume (kg) Nilai (US$) Unit
(US$/kg) (US$/kg)
2001 48 288 168 6 869 019 0.14 701 916 472 007 0.67
2002 49 415 364 9 758 703 0.20 453 784 328 417 0.72
2003 42 686 295 11 401 593 0.27 545 872 527 610 0.97
16
petani yang menerapkannya, sehingga mulai dirasakan sebagai kebutuhan bagi
petani.
Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor : 12 tahun 1991, standar yang berlaku di
seluruh wilayah Indonesia adalah Standar Nasional Indonesia, yang mulai
diberlakukan sejak tanggal 1 April 1994. Sebagai tindak lanjut penetapan Standar
Nasional Indonesia, melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor:
303/Kpts/OT.210/4/1994 tanggal 27 April 1994, Standar Nasional Indonesia sektor
pertanian adalah standar yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian setelah
mendapatkan persetujuan dari Dewan Standardisasi Nasional (yang sekarang
menjadi Badan Standardisasi Nasional, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor: 13
tahun 1997) dan berlaku secara nasional di seluruh wilayah Indonesia.
Karakteristik Syarat
Mutu I Mutu II
Jumlah daun pembungkus (helai) 4 4
Keseragaman bentuk seragam Seragam
Keseragaman ukuran seragam Seragam
Kepadatan padat Kurang padat
Warna daun luar hijau Agak kuning
Kadar kotoran % (bobot/bobot) maks 2,5 2,5
Jumlah cacat (bobot/bobot) maks 5 10
Panjang batang kubis (cm) maks. 2,5 2,5
17
Disamping syarat mutu yang ditetapkan dalam SNI, segmen pasar juga menetapkan
persyaratan-persyaratan tertentu dan mengelompokkannya ke dalam beberapa kelas
mutu. Persyaratan mutu yang ditetapkan segmen pasar untuk komoditas kubis
segar antara lain :
Harga berfungsi sebagai pengendali arah aktivitas ekonomi sayuran dan berperan
sebagai rationing mechanism untuk suatu produk yang diproduksi pada suatu
periode waktu serta menjadi barometer yang mengukur dimensi perilaku bekerjanya
pasar sayuran. Berbagai faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan
akan selalu berubah, sehingga jalur waktu harga sayuran akan selalu menunjukkan
variasi. Pada kondisi persaingan, fluktuasi harga dapat disebabkan oleh pergeseran
penawaran dan permintaan. Komparasi variabilitas harga di tingkat pasar yang
berbeda dapat memberikan indikasi lokus instabilitas harga. Informasi pada Table 12
menunjukkan koefisien variasi harga bulanan kubis di tingkat sentra produksi yang
ternyata lebih rendah dibandingkan dengan koefisien variasi harga tomat, tetapi
lebih tinggi dibandingkan dengan kentang dan petsai. Hal ini dapat memberikan
gambaran bahwa harga kubis relatif lebih stabil dibandingkan dengan tomat, namun
lebih tidak stabil dibandingkan dengan kentang dan petsai. Namun demikian,
koefisien variasi harga bulanan kubis ternyata paling tinggi di tingkat pedagang
besar/grosir. Untuk kubis, variasi marjin tataniaga ternyata lebih tinggi dibandingkan
dengan variasi harganya di tingkat sentra produksi maupun pedagang besar.
Perbandingan ini mengindikasikan bahwa dalam jangka pendek, pedagang juga
menyerap dampak/akibat yang cukup signifikan dari adanya variabilitas harga
kentang dan kubis. Dengan kata lain, pedagang tidak memiliki posisi tawar menawar
yang cukup kuat untuk membebankan dampak/akibat dari pergeseran permintaan
dan penawaran kepada produsen maupun konsumen. Lebih lanjut diindikasikan
18
bahwa variasi harga kubis (dan kentang, tomat, petsai) di tingkat pedagang besar
secara umum lebih rendah dibandingkan dengan variasi marjin tataniaga dan variasi
harga di tingkat sentra produksi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek
pasar cenderung beroperasi untuk mempertahankan stabilitas harga kubis (dan
kentang, tomat, petsai) di tingkat pedagang besar. Indikasi ini memberikan
penekanan perlunya perbaikan pengelolaan rantai pasokan sayuran tradisional di
Jawa Barat yang lebih memberikan perhatian terhadap upaya memecahkan
instabilitas harga yang cukup tinggi di tingkat sentra produksi.
Table 12 Variasi harga kubis di tingkat sentra produksi (Pangalengan) dan tingkat grosir
(PIKJ), 2000-2004
Salah satu kunci sukses pemasaran sayuran adalah pemahaman utuh menyangkut
pergerakan harga musiman suatu komoditas. Perkiraan pola harga musiman dari
suatu komoditas dapat diduga dengan menghilangkan pengaruh trend dan
menghitung harga rata-rata bulanan. Perkiraan pola harga musiman dapat terlihat
dengan mengekspresikan rata-rata harga setiap bulan sebagai persentase dari rata-
rata total harga dalam periode waktu tertentu. Tabel 13 menunjukkan pola harga
musiman kubis di tingkat sentra produksi (Pangalengan) dan tingkat grosir
(Cibitung) dalam periode waktu 2001-2003. Untuk harga kubis di tingkat sentra
produksi, pada bulan Agustus, harga kubis rata-rata ternyata berada 33% di bawah
harga rata-rata total selama periode 2001-2003, sedangkan pada bulan April harga
kubis rata-rata berada 46% di atas harga rata-rata total selama periode 2001-2003.
Pola musiman yang sama ternyata juga berlaku untuk harga kubis di tingkat grosir.
Hal ini mengindikasikan bahwa selama periode 2001-2003, di tingkat sentra produksi
19
maupun grosir/pedagang besar, harga kubis terendah terjadi pada bulan Agustus,
sedangkan harga kubis tertinggi tercapai pada bulan April.
Table 13 Pola musiman harga kubis di tingkat sentra produksi (Pangalengan) dan tingkat
grosir (Cibitung), 2001-2003
Bulan
J P M A M J J A S O N D
Tingkt
Rata-rata harga bulanan (Rp/kg)
Sentra 676,0 549,7 988,3 1062,0 969,0 651,3 598,7 486,3 560,0 743,7 733,3 737,7
Grosir 886,0 1093,7 1208,3 1270,7 1221,0 980,3 830,3 701,7 761,0 915,0 955,0 1029,0
a
Rata-rata bulanan sebagai % dari rata-rata total
Sentra 0,93 0,75 1,35 1,46 1,33 0,89 0,82 0,67 0,77 1,02 1,01 1,01
Grosir 0,90 1,11 1,22 1,29 1,24 0,99 0,84 0,71 0,77 0,93 0,97 1,04
a
Dihitung dengan membagi setiap harga rata-rata bulanan dengan harga rata-rata bulanan total selama periode
2001-2003 (Rp. 729,67 pada tingkat sentra produksi dan Rp. 987,67 pada tingkat grosir)
6.1.1. Iklim
20
d) Tanaman kubis dapat hidup pada suhu udara 10-24 derajat C dengan suhu
optimum 17 derajat C. Kebanyakan varietas kubis tahan cuaca dingin (minus 6-
10 derajat C) untuk waktu singkat, tetapi akan rusak jika dihadapkan pada
cuaca dingin yang berlangsung lama.
e) Tanaman kubis akan hidup dengan baik pada kisaran kelembaban udara 60-
90%. Jika kelembaban di atas 90% maka muncul penyakit busuk lunak berair,
penyakit semai rebah dan penyakit lain yang disebabkan oleh cendawan.
a) Kondisi fisik tanah yang sesuai untuk pertanaman kubis adalah tanah yang
bertekstur sedang, yaitu liat berpasir, berstruktur remah (gembur), subur,
banyak mengandung bahan organik. Namun demikian, tanaman kubis juga
masih toleran terhadap tanah yang agak berat.
b) Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman kubis adalah latosol, regosol dan
andosol. Walaupun kubis masih dapat hidup pada jenis tanah lain, tetapi
hasilnya kurang optimal.
c) Keasaman tanah (pH) yang cocok adalah 5,5-6,5.
d) Kandungan air tanah yang baik adalah pada kandungan air tersedia, yaitu pF
antara 2,5-4. Dengan demikian lahan tanaman kubis memerlukan pengairan
yang cukup baik (irigasi maupun drainase).
Tanaman kubis dapat tumbuh optimal pada ketinggian 200-2000 m dpl. Untuk
varietas dataran tinggi, dapat tumbuh baik pada ketinggian 1000-2000 m dpl.
6.2.1. Pembibitan
Persyaratan Benih
Benih yang baik harus memenuhi syarat: a) utuh, artinya tidak luka atau tidak cacat;
b) bebas hama dan penyakit; c) murni, artinya tidak tercampur dengan biji-biji atau
benih lain serta bersih dari kotoran; d) dari jenis unggul atau stek yang sehat; e)
mempunyai daya kecambah 80%; dan f) tenggelam bila direndam dalam air.
Penyiapan Benih
21
b) Penyeleksian benih, dengan merendam biji dalam air, dimana benih yang baik
akan tenggelam.
c) Rendam benih selama ± 12 jam atau sampai benih terlihat pecah agar benih
cepat berkecambah.
Kebutuhan benih per hektar tergantung varietas dan jarak tanam, umumnya
dibutuhkan 300 gram/ha. Benih harus disemai dan dibumbun sebelum dipindah-
tanam ke lapangan. Penyemaian dapat dilakukan di bedengan atau langsung di
bumbun. Bumbunan dapat dibuat dari daun pisang, kertas makanan berplastik atau
polybag kecil.
Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan lokasi persemaian antara lain: (1)
tanah tidak mengandung hama dan penyakit atau faktor-faktor lain yang merugikan;
(2) lokasi mendapat penyinaran cahaya matahari cukup; dan (3) dekat dengan
sumber air bersih.
22
lembaran plastik (5 hari), lalu plastik dibuka, dan lahan diangin-anginkan (10-
15 hari).
c) Kombinasi cara a) dan b).
Pertama benih disebar di petak persemain, setelah berumur 4-5 hari (berdaun
3-4 helai), dipindahkan ke dalam bumbunan.
d) Penanaman langsung.
Benih langsung ditanam di lahan, sehingga dapat lebih menghemat waktu,
biaya dan tenaga, namun memerlukan perawatan yang lebih intensif.
Lahan persemaian dapat diganti dengan kotak persemaian dan dilakukan dengan
cara sebagai berikut;
1. Membuat media terdiri dari tanah, pasir dan pupuk kandang (1:1:1).
2. Membuat kotak persemaian kayu (50-60 cm x 30-40 cm x 15-20 cm) dan
lubangi dasar kotak untuk drainase.
3. Memasukkan media kedalam kotak dengan tebalan 10-15 cm.
Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian
a) Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari tergantung
cuaca.
b) Pengatur naungan persemaian dibuka setiap pagi hingga pukul 10.00 dan
sore mulai pukul 15.00. Diluar waktu diatas, cahaya matahari terlalu panas
dan kurang menguntungkan bagi bibit.
c) Penyiangan dilakukan terhadap tanaman lain yang dianggap mengganggu
pertumbuhan bibit, dilakukan dengan mencabuti rumput-rumput/gulma
lainnya yang tumbuh disela-sela tanaman pokok.
d) Dilakukan pemupukan larutan urea dengan konsentrasi 0,5 gram/liter dan
penyemprotan pestisida ½ dosis jika diperlukan.
e) Hama yang menyerang biji yang belum tumbuh dan tanaman muda
adalah semut, siput, bekicot, ulat tritip, ulat pucuk, molusca dan
cendawan. Sedangkan, penyakit adalah penyakit layu. Pencegahan dan
pemberantasan digunakan Insektisida dan fungisida seperti Furadan 3 G,
Antracol, Dithane, Hostathion dan lain-lain.
Pemindahan Bibit
Pemindahan dilakukan bila bibit telah mempunyai perakaran yang kuat. Bibit dari
benih/biji siap ditanam setelah berumur 6 minggu atau telah berdaun 5-6 helai,
sedangkan bibit dari stek dapat dipindahkan setelah berumur 28 hari.
23
b) Sistem putaran, caranya tanah disiram dan bibit dengan diambil
beserta tanahnya 2,5 - 3 cm dari batang dengan kedalaman 5 cm.
Persiapan
Lahan sebaiknya bukan lahan bekas ditanami tanaman famili Cruciferae lainnya.
Pengukuran pH dan analisis tanah tentang kandungan bahan organiknya disarankan
untuk mengetahui kecocokan lahan ditanami kol/kubis.
Tanah digemburkan dan dibalik dengan dicangkul atau dibajak sedalam 40-50 cm,
dibersihkan dari sisa-sisa tanaman dan diberi pupuk dasar. Setelah itu, dibiarkan
terkena sinar matahari selama 1-2 minggu untuk memberi kesempatan oksidasi gas-
gas beracun dan membunuh sumber-sumber patogen.
Pembuatan Bedengan
Bedengan dibuat dengan arah Timur-Barat, lebar 80-100 cm, tinggi 35 cm dan
panjang tergantung keadaan lahan. Lebar parit antar bedengan ± 40 cm (parit
pembuangan air PPA 60 cm) dengan kedalaman 30 cm (PPA 60 cm).
Pengapuran
Pemupukan
Bedengan siap tanam diberi pupuk dasar yang banyak mengandung unsur Nitrogen
dan Kalium, yaitu Za, Urea, TSP dan KCl masing-masing 250 kg, serta Borax atau
Borate 10-20 kg/ha. Pemberian pupuk kandang dilakukan sebanyak 0,5 kg per
tanaman.
24
Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam dibuat sesuai dengan jarak tanam sedalam cangkul atau dengan
ukuran garis tengah 20-25 cm sedalam 10-15 cm.
Cara Penanaman
a) Waktu tanam yang baik adalah pada pagi hari antara pukul 06.00 - 10.00 atau
sore hari antara pukul 15.00 - 17.00, karena pengaruh sinar matahari dan
temperatur tidak terlalu tinggi.
b) Pilih bibit yang segar dan sehat (tidak terserang penyakit ataupun hama).
c) Bila bibit disemai pada bumbunan daun pisang atau, ditanam bersama dengan
bumbunannya, bila disemai pada polybag plastik maka dikeluarkan terlebih
dahulu dengan cara membalikkan polybag dengan batang bibit dijepit antara
telunjuk dan jari tengah, kemudian polybag ditepuk-tepuk secara perlahan
hingga bibit keluar dari polybag.
d) Bila disemai dalam bedengan diambil dengan solet (sistem putaran), caranya
menggambil bibit beserta tanahnya sekitar 2,5-3 cm dari batang sedalam 5 cm.
e) Bibit segera ditanam pada lubang dengan memberi tanah halus sedikit-demi
sedikit dan tekan tanah perlahan agar benih berdiri tegak.
f) Siram bibit dengan air sampai basah benar.
Penjarangan dilakukan saat pemindahan bibit ke lahan, yaitu saat bibit berumur 6
minggu atau telah berdaun 5-6 helai (semaian biji) atau berumur 28 hari (semaian
stek). Bila bibit disemai pada bumbunan maka penjarangan tidak dilakukan.
Sedangkan penyulaman hampir tidak dilakukan karena umur tanaman yang pendek
(2-3 bulan).
Penyiangan
Pembubunan
25
Perempelan
Pemupukan
Waktu pemberian air sebaiknya dilakukan pada pagi dan sore hari. Pada musim
kemarau, pengairan perlu dilakukan 1-2 hari sekali, terutama pada fase awal
pertumbuhan dan pembentukan bunga.
Jenis dan dosis pestisida yang digunakan dalam menanggulangi hama sangat
beragam tergantung jenis dan tingkat populasi hama yang dikendalikan.
Pemeliharaan Lain
Hama
26
hidup 2-3 minggu tergantung temperatur udara; (2) ngengat betina panjang
1,25 cm berwarna kelabu, mempunyai tiga buah titik kuning pada sayap
depan, meletakkan telur dibagian bawah permukaan daun sebanyak 50 butir
dalam waktu 24 jam; (3) telurnya berbentuk oval, ukuran 0,6-0,3 mm,
berwarna hijau kekuningan, berkilau, lembek dan menetas ± 3 hari; (4) larva
Plutella berwarna hijau, panjang 8 mm, lebar 1 mm, mengalami 4 instar yang
berlangsung selama 12 hari, ngengat kecil berwarna coklat keabu-abuan; (5)
ngengat aktif dimalam hari, sedangkan siang hari bersembunyi dibawah
dibawah sisa-sisa tanaman, atau hinggap dibawah permukaan daun bawah.
Gejala: (1) biasanya menyerang pada musim kemarau; (2) daun berlubang-
lubang terdapat bercak-bercak putih seperti jendela yang menerawang dan
tinggal urat-urat daunnya saja; (3) umumnya menyerang tanaman muda,
tetapi kadang-kadang merusak tanaman yang sedang membentuk bunga.
Pengendalian: (1) mekanis: mengumpulkan ulat-ulat dan telurnya, kemudian
dihancurkan. (2) Kultur teknik: pergiliran tanaman (rotasi) dengan tanaman
yang bukan famili Cruciferae; pola tumpang sari brocolli dengan tomat, bawang
daun, dan jagung; dengan tanaman perangkap (trap crop) seperti
Rape/Brassica campestris ssp. Oleifera Metg. (3) Hayati/biologi: menggunakan
musuh alami, yaitu parasitoid (Cotesia plutella Kurdj, Diadegma semiclausum,
Diadegma eucerophaga) ataupun predatornya. (4) Sex pheromone : adalah
“Ugratas Ungu” dari Taiwan. Bentuk sex pheromone ini seperti benang nilon
berwarna ungu sepanjang ± 8 cm. Cara penggunaan : Ugratas ungu
dimasukkan botol bekas agua, kemudian dipasang dilahan perkebunan pada
posisi lebih tinggi dari tanaman. Daya tahan ugratas terpasang ±3 minggu, dan
tiap hektar kebun memerlukan 5-10 buah perangkap.(5) Kimiawi :
menyemprotkan insektisida selektif berbahan aktif Baccilus thuringiensis seperti
Dipel WP, Bactospeine WP, Florbac FC atau Thuricide HP pada konsentrasi 0,1-
0,2%, Agrimec 18 FC, pada konsentrasi 1-2 cc/liter.
27
gram Dipertex 95 SL, 10 kg dedak, 0,5-1,0 kg gula merah dan 10 liter air untuk
tanaman seluas 0,25-0,5 hektar. Umpan tersebut disebarkan disekeliling
tanaman pada senja dan malam hari. dapat juga disemprotkan insektisida
Dursban 20 EC 1 cc/liter air. Waktu penyemprotan sehabis tanam dan dapat
diulang 1-2 kali seminggu.
e) Ulat daun
Misalnya ulat jengkal (Trichoplusiana sp., Chrysodeixis chalcites Esp.,
Chrysodeixis orichalcea L.) dan ulat grayuk (Spodoptera sp. S. litura), Ciri: (1)
Ulat-ulat jengkal (Trichoplusiana sp.): Cara berjalannya aneh dan melipat dua
bila merangkak. Panjang 4 cm, berwarna hijau pucat dan berpita warna muda
pada tiap sisi badan. Kupu-kupu ulat jengkal berwarna coklat keabu-abuan dan
berbintik-bintik berwarna perak pada setiap sayap depannya, telur berwarna
putih kehijau-hijauan diletakkan di bawah daun dan menetas dalam 3-20 hari.
(2) Chrysodzeixis chalcites Esp. dan Chrysodeixis orichalcea L.: Berwarna gelap
dan terdapat bintik-bintik keemasan berbentuk “Y” pada sayap depan. Telur
berukuran kecil berwarna keputih-putihan, diletakkan secara tunggal ataupun
berkelompok. Larva berwarna hijau bergaris-garis putih di sisinya dan jalannya
menjengkal. (3) Ulat-ulat grayak (S. litura): Ciri khas memiliki bintik-bintik
segitiga berwarna hitam dan bergaris kekuning-kuningan pada sisinya dengan
siklus hidup 30-61 hari. Kupu-kupunya berwarna agak gelap dengan garis agak
putih pada sayap depan. Telurnya berjumlah 25-500 butir diletakkan secara
berkelompok di atas tanaman dan ditutup dengan bulu-bulu. Gejala: daun
rusak, berlubang-lubang atau kadang kala tinggal urat-urat daunnya saja.
Pengendalian: (1) mengatur pola tanam; (2) menjaga kebersihan kebun; (3)
penyemprotan insektisida seperti Orthene 75 SP 1 cc/liter air, Hostathion 1-2
cc/liter air, Curacron 500 EC atau Decis 2,5 EC; (4) khusus untuk ulat grayak
dapat digunakan sex pheromena (Ugratas Merah); (5) bila terjadi serangan
Spodoptera exiqua dapat digunakan Ugratas Biru.
f) Bangsa siput
Bangsa siput yang biasa menyerang antara lain: (1) Achtina fulica Fer., yaitu
siput yang mempunyai cangkang atau rumah, dikenal dengan bekicot; (2)
Vaginula bleekeri Keferst, yaitu siput yang tidak bercangkang, warna keabu-
abuan; (3) Parmarion pupilaris Humb, yaitu siput yang tidak bercangkang
berwarna coklat kekuningan. Gejala: menyerang daun terutama saat baru
ditanam dikebun. Pengendalian: dengan menyemprotkan racun Helisida atau
dengan dikumpulkan lalu dihancurkan dengan garam atau untuk makanan
ternak.
28
g) Cengkerik dan gangsir (Gryllus mitratus dan Brachytrypes portentosus).
Gejala: menyerang daun muda (memotong) pada malam hari; terdapat
banyak lubang di dalam tanah. Pengendalian: dengan insektisida atau
menangkap dengan menyirami lubang dengan air agar hama keluar.
h) Orong-orong.
Hidup dalam tanah terutama yang lembab dan basah. Bagian yang diserang
adalah sistem perakaran tanaman. Gejala: pertumbuhan terhambat dan daun
menguning. Pengendalian: pemberian insektisida ke liang.
Penyakit
29
bercak-bercak hitam. Pengendalian: (1) memberi perlakuan pada benih
seperti poin penyiapan benih; (2) menyemai benih di tempat yang bebas
wabah penyakit; (3) melakukan sterilisasi media semai ataupun tanah kebun
dengan Besamid-G 40-60 gram/m2 untuk arel pembibitan atau 60
gram/m2untuk kebun; (4) melakukan pengapuran untuk menaikkan pH; (5)
mencabut tanaman yang terserang penyakit; (6) pergiliran atau rotasi tanaman
dengan jenis yang tidak sefamili
g) Penyakit Fisiologis
Penyebab: Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) disebut penyakit
fisiologis. Kekurangan Nitrogen: bunga kecil-kecil seperti kancing atau disebut
“Botoning”. Kelebihan Nitrogen warna bunga kelabu dan berukuran kecil.
Kekurangan Kalium massa bunga tidak kompak (kurang padat) dan ukurannya
mengecil. Kelebihan Kalium tumbuh kerdil dan bunganya kecil. Pengendalian:
dengan pemupukan yang berimbang.
6.2.6. Panen
Umur masak petik atau panen tanaman kubis tergantung pada varietasnya, berumur
pendek (genjah) dan berumur panjang (dalam). Sebagai contoh:
30
a) Premium Flat Dutch: umur panen 100 hari, produksi 4,5 kg/tanaman.
b) Early Flat Dutch: umur panen 83 hari, produksi 2,4-2,7 kg/tanaman.
c) O-S Cross: umur panen 80 hari, produksi 2 kg/tanaman.
d) Surehead: umur panen 93 hari, produksi 3-4,5 kg/tanaman.
e) Globe Master: umur panen 75 hari, produksi 2-2,5 kg/tanaman.
f) Emerald Cross Hybrid: umur panen 45 hari, produksi 1.2 kg/tanaman.
g) Copenhagen Market: umur panen 72 hari, produksi 1.8-2 kg/tanaman.
h) K-K Cros: umur panen 58 hari, produksi 1,6 kg/tanaman.
i) Green Cup: umur panen 73 hari, produksi 1,5 kg/tanaman.
j) Ecarliana: umur panen 60 hari, produksi 1 kg/tanaman.
Cara Panen
Pemetikan yang kurang baik akan menimbulkan kerusakan mekanis, sehingga krop
kubis terinfeksi patogen dan memudahkan pembusukan. Langkah-langkah dalam
memetik kubis:
a) Pilih kubis yang telah tua dan siap dipetik.
b) Petik kubis dengan menggunakan pisau yang tajam dan bersih. Pemotongan
dilakukan pada bagian pangkal batang kubis.
c) Urutan pemetikan adalah dimulai dengan kubis yang sehat, kemudian
dilakukan pemetikan pada kubis yang telah terkena infeksi patogen.
Periode Panen
Kubis merupakan tanaman yang dipanen sekaligus, sehingga periode panen sama
dengan periode tanam.
Prakiraan Produksi
Produksi atau produktivitas kubis bergantung pada varietas yang digunakan. Secara
umum, produksi per tanaman dapat mencapai 0,75-4 kg. Produktivitas di daerah
tadah hujan dengan pemeliharaan semi intensif dapat mencapai 25-35 ton per
hektar, dan dengan pemeliharan intensif dapat diperoleh 85 ton per hektar.
6.2.7. Pascapanen
Pengumpulan
Setelah dipetik, kubis dikumpulkan pada tempat yang teduh dan tidak terkena sinar
matahari langsung, agar laju respirasi berkurang sehingga didapatkan kubis yang
tinggi kualitas dan kuantitasnya. Pengumpulan dilakukan dengan hati-hati dan
jangan ditumpuk dan dilempar-lempar.
31
Penyortiran dan Penggolongan
Penyortiran untuk memisahkan krop kubis baik dan bermutu dari yang kurang baik
atau rusak, seperti retak, lecet dan kerusakan lainnya.
Penyimpanan
Secara umum, kubis dapat dikategorikan sebagai tanaman sayuran yang memiliki
karakteristik: membutuhkan masukan tinggi, menghasilkan luaran tinggi dan
mengandung risiko pengusahaan tinggi (a high-input, high-output, high-risk crop).
Respon hasil yang tinggi terhadap masukan, misalnya bibit berkualitas baik, pupuk,
pestisida dan tambahan tenaga kerja, memotivasi petani untuk menggunakan
masukan lebih tinggi pada tanaman kubis dibandingkan dengan tanaman sayuran
lain. Namun demikian, perlu pula diperhatikan bahwa tanaman kubis ini rentan
terhadap serangan hama penyakit, cekaman kelembaban serta perubahan cuaca
ekstrim. Kerentanan tersebut cenderung menyebabkan produksi kubis memiliki
variabilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman lainnya. Variabilitas
32
hasil, fluktuasi harga serta biaya input tinggi menyebabkan usahatani kubis
termasuk jenis usaha yang berisiko tinggi.
Komersialisasi usahatani kubis pada dasarnya tercermin dari proporsi hasil panen
yang seluruhnya atau sebagian besar dijual ke pasar. Struktur hubungan harga
pasar yang terbentuk berdasarkan keterkaitan antara petani, surplus hasil dan pasar,
akan sangat berpengaruh terhadap alokasi masukan usahatani. Sebelum memulai
usahatani kubis, sangatlah penting untuk mempertimbangkan berbagai komponen
biaya yang berkaitan erat dengan operasionalisasi usaha. Tabel 14 menunjukkan
contoh komposisi biaya berbagai komponen masukan pada usahatani kubis di salah
satu sentra produksi penting di Indonesia.
Kontribusi komponen input tertinggi diperlihatkan oleh tenaga kerja dan secara
berturut-turut diikuti oleh pestisida, pupuk organik, pupuk buatan dan bibit. Relatif
besarnya komponen biaya pestisida secara tidak langsung mencerminkan masih
tingginya ketergantungan petani terhadap cara pengendalian kimiawi. Pencegahan
dan resiko kegagalan panen merupakan pertimbangan utama yang mendorong petani
melakukan penyemprotan rutin dan bahkan pencampuran pestisida.
33
Tabel 14 Contoh kasus biaya produksi dan pendapatan usahatani kubis per hektar
Pestisida 22.09
• Insektisida 57,44 l 3 875
• Fungisida 10,71 kg 418
C. Lain-lain 13.23
34
• Analisis finansial produksi semaian kubis di rumah plastik
Data yang digunakan dalam analisis finansial ini merupakan data yang diperoleh dari
studi kasus usaha semaian kubis di Dieng, Wonosobo pada tahun 2003. Beberapa
tabel yang disajikan secara bertahap menunjukkan langkah-langkah yang ditempuh
untuk menghitung Rasio Manfaat Biaya (Benefit Cost Ratio), Nilai Bersih Saat Ini
(Net Present Value) dan Tingkat Pengembalian Internal (Internal Rate of Return).
1 Investasi
• Rumah kasa/plastik
• Kerangka besi/metal 1 200 000
• Plastik UV 360 000
• Net 1 dan net 2 (paranet) 830 000
• Tenaga kerja 100 000
• Lain-lain 279 600
Sub total 2 769 600
2 Modal Kerja
• Sewa tanah 5 x 36 000 180 000
• Kotak tempat semaian 5 x 150 000 750 000
• Rak bambu 2 x 120 000 240 000
• Pengawas/Supervisor 5 x 12 x 50 000 3 000 000
Sub total 4 170 000
Total 6 939 600
B. Sumber Pendanaan
C. Production Plan
35
D. Biaya Produksi
Biaya Variabel
Biaya Tetap
E. Analisis Finansial
Anggaran Implementasi
36
Keragaan Laba/Rugi
No Tahun
1 2 3 4 5
A Penerimaan
Semaian 140 000 150 000 160 000 170 000 180 000
Nilai (Rp.) 3 500 000 4 500 000 5 600 000 6 800 000 8 100 000
Penerimaan Total 3 500 000 4 500 000 5 600 000 6 800 000 8 100 000
B Biaya Operasional
Biaya tetap
• Pengawas 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000
• Sewa lahan 36 000 36 000 36 000 36 000 36 000
• Kotak semaian 150 000 150 000 150 000 150 000 150 000
• Rak bambu 120 000 120 000
• Pemeliharaan 146 500 146 500 146 500 146 500 146 500
• Lain-lain 100 000 100 000 100 000 100 000 100 000
Biaya variabel
• Benih 1 600 000 1 714 286 1 828 571 1 942 857 2 057 143
• Input lain 130 000 150 000 170 000 190 000 210 000
• Tenaga kerja 500 000 550 000 600 000 650 000 700 000
• Bunga (10%) 200 000 160 000 120 000 80 000 40 000
Biaya Operasional 3 582 500 3 606 786 3 751 071 4 015 357 4 039 643
Total
C Kentungan/Benefit - 82 500 893 214 1 848 929 2 784 643 4 060 357
D Pajak (20%) 0 178 643 369 786 556 929 812 071
E Keuntungan bersih - 82 500 714 571 1 479 143 2 227 714 3 248 286
37
Analisis Manfaat/Biaya
No Tahun
1 2 3 4 5
A Penerimaan
Semaian 140 000 150 000 160 000 170 000 180 000
Nilai (Rp.) 3 500 000 4 500 000 5 600 000 6 800 000 8 100 000
Penerimaan Total 3 500 000 4 500 000 5 600 000 6 800 000 8 100 000
B Biaya
Biaya tetap
• Pengawas 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000
• Sewa lahan 36 000 36 000 36 000 36 000 36 000
• Kotak semaian 150 000 150 000 150 000 150 000 150 000
• Rak bambu 120 000 120 000
• Pemeliharaan 146 500 146 500 146 500 146 500 146 500
• Lain-lain 100 000 100 000 100 000 100 000 100 000
Biaya variabel
• Benih 1 600 000 1 714 286 1 828 571 1 942 857 2 057 143
• Input lain 130 000 150 000 170 000 190 000 210 000
• Tenaga kerja 500 000 550 000 600 000 650 000 700 000
• Bunga (10%) 200 000 160 000 120 000 80 000 40 000
Cicilan Pokok 400 000 400 000 400 000 400 000 400 000
Biaya Total 6 752 100 4 006 786 4 151 071 4 415 357 4 439 643
C Keuntungan - 3 252 100 493 214 1 448 929 2 384 643 3 660 357
E Keuntungan Bersih - 3 252 100 394 571 1 159 143 1 907 714 2 928 286
38
F. NPV pada DF (10%), (15%), (20%) dan (30%)
1 3 500 000 6 752 100 0 - 3 252 100 0.909 - 2 956 3 181 500 6 137 659
159
2 4 500 000 4 006 786 98 643 394 571 0.826 325 916 3 717 000 3 391 084
3 5 600 000 4 151 071 289 786 1 159 143 0.751 870 516 4 205 600 3 335 084
4 6 800 000 4 415 357 476 929 1 907 714 0.683 1 302 969 4 644 400 3 341 431
5 8 100 000 4 439 643 732 071 2 928 286 0.621 1 818 466 5 030 100 3 211 634
39
tahun selama lima tahun. Oleh karena NPV lebih besar daripada nol, maka opsi
usahatani semaian kubis ini secara finansial dapat diterima atau layak.
• Kelayakan suatu jenis usaha akan mengacu pada adanya insentif finansial atau
motif keuntungan (penerimaan harus melebihi biaya). B/C ratio adalah
perbandingan antara semua penambahan keuntungan dan biaya tahunan yang
didiskon dari suatu jenis usaha. Besaran ini mengekspresikan keuntungan yang
diperoleh dari suatu jenis usaha per unit biaya usaha tersebut dalam nilai
sekarang. Suatu usaha yang tidak dapat membayar tingkat bunga, akan
mendorong B/C ratio kurang dari satu, karena pengembalian (returns) yang
dihasilkan tidak dapat menutupi biaya awal (nilai sekarang dari biaya akan
melebihi nilai sekarang dari keuntungan). Hasil analisis menunjukkan bahwa B/C
= 20 778 600/19 416 892 = 1.07 > 1. Hal ini mengimplikasikan bahwa opsi
proyek ini dikategorikan layak dan direkomendasikan sebagai proyek “go”.
• IRR (internal rate of return) adalah tingkat pinjaman maksimal atau tingkat
bunga maksimal yang dapat dibayarkan oleh suatu jenis usaha untuk menutupi
semua investasi dan biaya operasional. Hasil analisis menunjukkan bahwa IRR
untuk usahatani semaian kubis adalah:
IRR = 20% + [(332 666)/{(332 666) – (-284 460)}] [30% - 20%]
= 20% + [(332 666/617 126)] [10%]
= 20% + 5.59%
= 25.59%
Hal ini berarti bahwa jika biaya modal dari usaha di atas dibiayai dari pinjaman
dengan tingkat bunga sampai 25% (tingkat bunga aktual yang digunakan dalam
analisis diasumsikan 10% per tahun), maka usaha ini masih dapat memperoleh
cukup penerimaan untuk membayar pinjaman dan bunganya. Evaluasi finansial
memberikan indikasi bahwa opsi usahatani semaian kubis dapat dikategorikan
layak dan direkomendasikan sebagai proyek “go”.
Pemuliaan
Penelitian pemuliaan dan plasma nutfah kubis periode 1980-2000 yang telah
dipublikasikan berjumlah 12 artikel, yang terdiri dari 5 artikel tentang hibridisasi dan
seleksi, 4 artikel tentang uji daya hasil pendahuluan dan lanjutan, 1 artikel tentang
uji adaptasi dan multilokasi, 1 artikel tentang uji resistensi genotip kubis terhadap
hama Plutella xylostella dan 1 artikel tentang perbenihan kubis.
Cakupan topik penelitian pemuliaan kubis dapat dilihat pada Tabel 15 dengan
penjelasan singkat sebagai berikut :
40
Tabel 15 Topik, varietas, asal, agroekosistem dan penerbit makalah penelitian pemuliaan dan
plasma nutfah tanaman kubis periode 1980-2000.
41
C. Uji adaptasi/ 1
multilokasi
E. Perbenihan kubis 1
1. Pengujian daya hasil varietas kubis asal introduksi menunjukkan Gloria Osena,
KK cross, Histona, Krautprinz, TS cross, Anosha dan TK cross memberikan
hasil tinggi dan kualitas krop yang baik.
42
2. Empat hibrida kubis semusim masing-masing F1 99-11,-12,-13 dan-23
memiliki berat tanaman yang seimbang dengan Gloria Osena, kepadatan krop
hibrida kubis semusim masih lebih rendah dibandingkan kubis dwi musim.
4. Pengujian varietas kubis introduksi yang sesuai untuk ekspor di dataran tinggi
Berastagi menunjukkan varietas Summit 637 memberikan hasil tertinggi dan
mutu terbaik.
1. Evaluasi pertumbuhan dan daya hasil sepuluh genotip kubis di dataran tinggi
dan medium menunjukkan Early Green introduksi asal Belanda dapat
beradaptasi di dataran tinggi dengan hasil krop tertinggi dan umur genjah.
Sedangkan untuk dataran medium terpilih Green Baru introduksi asal Jepang.
Beberapa catatan umum yang dapat disimpulkan dari kegiatan penelitian pemuliaan
dan plasma nutfah kubis, adalah sebagai berikut:
43
7. Varietas hibrida KK cross dan KY cross dari Jepang muncul kemudian, namun
kurang memenuhi selera petani karena bentuk kropnya gepeng dan kurang
kompak sehingga mudah pecah.
8. Varietas hibrida Gloria Osena dari Denmark pernah populer dan memenuhi
selera petani dan pasar, karena bentuk kropnya bulat dan sangat kompak;
tetapi ternyata varietas ini peka terhadap penyakit Club Root.
9. Saat ini varietas hibrida Green Coronet paling banyak ditanam petani dan
memenuhi selera pasar.
Agronomi
Sebaran topik, varietas, ekosistem dan hasil pada penelitian agronomi selama kurun
waktu 1980-2003 disajikan pada Tabel 16. Beberapa catatan umum yang dapat
ditarik dari Tabel 16 adalah:
h Topik penelitian didominasi oleh pemupukan sekitar 70%
h Jenis kultivar yang dominan digunakan adalah Gloria Osena
h Ekosistem yang digunakan untuk penelitian kubis 90% dilaksanakan di
dataran tinggi, sisanya di dataran rendah
44
pemupukan 4 kali, 2 kali (saat tanam +
14 hst) maupun sekaligus ( saat tanam
/14 hst)
2. Pemupukan P dan K 3
45
Green Dataran Dosis NPK 1250 kg/ha dengan cara
Coronet tinggi aplikasi pupuk dibenamkan
menghasilkan bobot dan diameter krop
kubis tertinggi
46
bersih dengan kenaikan hasil sebesar
24,18%
6. Penggunaan dolomit 1
7. Pola Tanam 3
47
Gloria Dataran Tumpangsari kubis dengan ercis atau
Ocena tinggi kentang menghasilkan produk kubis
yang tidak berbeda nyata dengan
monokropnya
8. Konservasi Tanah 2
Gloria
Dataran Bedengan memotong lereng atau
Ocena
tinggi searah kontur berpengaruh nyata
dalam menekan erosi dan kehilangan
hara (C organik, N, P dan K) tanah,
tetapi tidak memberilkan hasil panen
kubis yang berbeda nyata dengan
bedengan searah lereng.
48
kubis.
9. Pengendalian Gulma 3
49
1. Hasil penelitian pemupukan masih terbatas pada jenis tanah tertentu dengan
hanya mencari sumber dan dosis pupuk yang terbaik dalam peningkatan hasil
kubis. Umumnya tidak ada pengujian nilai data tanah yang menyebabkan
tidak adanya kajian yang akurat antara hubungan nilai data tanah dengan
dosis aplikasi hara yang diperlukan untuk mendapatkan hasil yang optimum.
Perlu dikembangkan penelitian yang komprehensif yang meliputi respon
tanaman terhadap berbagai tingkat keragaman dan dinamika kesuburan
tanah dengan dosis pupuk yang dibutuhkan, serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya sehingga dapat ditentukan rekomendasi kebutuhan hara
secara akurat.
2. Meskipun penelitian pupuk kandang sudah banyak dilakukan dengan hasil
yang tinggi namun tidak ada hasil yang menunjukkan berapa dosis optimum
yang dibutuhkan tanaman. Penelitian umumnya lebih ke arah membanding-
kan macam pupuk kandang yang terbaik untuk menghasilkan produksi
tertinggi.
4. Kajian topik konservasi tanah masih sangat terbatas baru menyangkut salah
satu aspek yaitu cara pengolahan tanah untuk pengendalian erosi. Konsep
konservasi tanah untuk menjaga atau mempertahankan kesuburan tanah
harus didesain secara holistik dan simultan dengan kajian berbagai aspek
menyangkut pengelolaan lahan secara fisik, kimia dan biologi dalam beberapa
musim tanam.
5. Informasi penelitian mengenai mulsa, zpt dan pupuk daun juga masih
terbatas ditinjau dari jumlah maupun kajian ilmiah menyangkut mekanisme
respon tanamannya
Hama Penyakit
Sebaran topik, varietas dan ekosistem penelitian hama penyakit kubis, khususnya
yang telah dipublikasikan dari tahun 1982-2004 disajikan pada Tabel 17. Beberapa
catatan umum yang dapat ditarik dari Tabel 17 adalah sebagai berikut:
50
1. Topik penelitian hama proporsinya lebih besar dibandingkan dengan penyakit.
Penelitian hama mencapai 73%, penyakit 14,6%, nematoda 4,2% dan topik lain
8,2% (48 artikel). Dari topik hama yang dominan diteliti adalah Plutella xylostella,
sedang dari penyakit adalah Plasmodiophora brasicae (clubroot/akar gada).
3. Ekosistem yang digunakan untuk penelitian kubis adalah dataran tinggi, medium
dan rendah. Dari ketiga ekosistem tersebut paling dominan dataran tinggi (90%).
Tabel 17 Topik, jumlah artikel, varietas dan ekosistem penelitian hama penyakit kubis, 1982-2004
Σ
No Eko-
Topik artikel Varietas Sumber
. sistem
A. HAMA-HAMA KUBIS
1. Plutella xylostella
2. Croccidolomia binotalis
a. Kehilangan hasil 1 KK Cross DR J.Hort.Vol.III/2 1993
51
c. Pengendalian secara 3 KR I DT, DM Bull.Hort.Vol.XXIII/2 (92),
biologi Gloria Ocena DR Vol.I/4 (95)
3. Agrotis ipsilon
B. NEMATODA
1. Meloidogyne sp.
C. PENYAKIT KUBIS
1. Plasmodiophora brassicae
(Clubroot)
2. Erwinia carotovora
(Busuk basah)
3. Peronospora parasitica
(Embun bulu)
Jumlah 48
A. Hama-hama kubis
52
• Kehilangan hasil kubis oleh P. xylostella
Terjadi interaksi yang positif antar umur tanaman dengan serangan larva
P. xylostella. Semakin muda umur tanaman kubis terserang oleh P. xylostella,
maka semakin tinggi kehilangan hasilnya. Tanaman kubis yang berumur 2
minggu setelah tanam sudah terserang P. xylostella maka kehilangan hasilnya
hampir mencapai 100%.
Efikasi insektisida
- Dari 25 artikel yang menyoroti hama Plutella xylostella dapat dibagi
menjadi 5 kelompok topik pengendalian, dan juga paling dominan adalah
kegiatan penelitian efikasi insektisida. Adapun insektisida yang diuji dan
efektif terhadap P. xylostella adalah Teflubenzuron (2 gr/l), Flufenoksuron
(2 gr/l), Klorfluazuron (2 gr/l), Bezsultap (Buncol 50 WP 2 gr/l),
Diafenturon (Polo 500 EC 1-2 cc/l), Permetrin (2 cc/l). Dalam efikasi ini,
frekwensi penyemprotan insektisida seminggu sekali.
Insektisida Ovisida
- Insektisida Teflubenzuron (hair formulasi 375 ppm) selain bersifat
larvasida juga bersifat ofisida, dapat menenkan penetasan telur sebesar
88,75%.
Sinergisme insektisida
- Efektifitas insektisida Profenofos, Deltametrin dan Kartop Hydroklorida
(3000 ppm) menunjukkan sinergisme terhadap P. xylostella, bila dicampur
dengan klorfirifos. Nisbah sinergismenya berturut-turut 2,93 kali, 5,06 kali
dan 1,94 kali.
Insektisida selektif
- Beberapa insektisida kimia yang bersifat selektif, artinya efektif terhadap
larva P. xylostella tetapi aman terhadap musuh alaminya (Diadegma
eucerophaga), antara lain Sipermethrin, Fenvolerat, Asetat (Ancothene
75 2 gr/l), Klorfluazuron (Atabron 50 EC), B. thuringiensis (Bastaspene
WP, Thuricide HP dan Dipel WP).
53
kali dan 267 kali lipat lebih tinggi dibanding Permetrin (pada tahun
1988).
- Ngengat P. xylostella jantan dan betina strain Lembang dan Pacet telah
resisten terhadap Supermetrin dan Fenvalocat dengan relative Toxicity
≥ 10 (pada tahun 1989).
54
- Pemeliharaan parasitoid D. eucerophaga di dalam kurungan besar (90 x
90 x 90 cm3) dapat meningkatkan parasitasi dan nisbah imago betina
dibandingkan dalam kurungan kecil (50 x 50 x 50 cm3).
Ambang pengendalian
- Nilai ambang kendali hama ulat krop kubis C. binotalis adalah 3 kelompok
telur/10 tanaman, atau 30 larva instar II/10 tanaman. Penggunaan
insektisida berdasarkan AP tersebut dapat menghemat pemakaian
insektisida sebesar 80-90%, dan dapat mempertahankan hasil sampai 23
ton/ha (pada tahun 1992).
55
- Jamur Fusarium sp dengan kerapatan spora 105-107 dapat menekan
populasi hama C. binotalis sampai 68-76%.
B. Nematoda
Dari 48 artikel mengenai hama dan penyakit kubis hanya 2 artikel yang
menyoroti tentang nematoda dan jenis nematodanya adalah Meloidogyne spp.
C. Penyakit Kubis
Dari 48 artikel mengenai hama dpenyakit kubis, terdapat artikel yang menyoroti
tentang penyakit dan penyakit tersebut adalah Plasmiodophora brassicae,
Erwinia caratovora dan Peronospora parasitica.
56
• Pengendalian kultur teknis
- Drainase dan pengapuran dapat menekan serangan P. brasicae.
- Pergiliran tanaman dengan bukan kubis dapat menekan insiden
kerusakan kubis oleh P. brasicae.
Efikasi fungisida
- Fungisida yang diuji efikasinya dan efektif terhadap P. parasitica
antara lain : Antracol, Polyram, Combi, Manzate 200 dan Vandozeb.
- Perlakuan fungisida dengan cara disemprotkan pada kecambah lebih
baik daripada ke medium pada waktu akan semai.
D. Residu Pestisida
Sayuran kubis yang dihasilkan dari Lembang, Pangalengan dan Cisurupan (Garut)
mengandung residu pestisida Supermetrin (0,20 ppm), Dekametrin (0,10
ppm), Permetrin (0,10 ppm) dan Profenofos (0,41 ppm) (pada tahun 1988).
57
- Pengendalian secara biologi yaitu pelepasan parasitoid Diadegma
eucerophaga. Dari pelepasan tersebut tingkat parasitoid telah mencapai
80%, berarti parasitoid tersebut telah mapan.
- Pengendlaian kultur teknis yaitu dengan penanaman rope (Brassica
campestris) sebagai border untuk perangkap hama P. xylostella.
- Pemasangan perangkap imago jantan (sex feromone) mendpaat respon
yang baik dari ngengat P. xylostella jantan sehingga banyak yang
tertangkap.
- Pengendalian secara kimiawi dengan berdasarkan :
1. Penggunaan insektisida yang selektif (dengan dosis rekomendasi :
contoh insektisida selektif antara lain, klorfluazuron (Ataboon 50 EC)
dan B. thuringiensis (Bastospend WP, Thuricide HP, dan Dipel
WP).
2. Aplikasi insektisida didasarkan pada ambang pengendalian :
AP. P. xylostella adalah 3 larva/10 tanaman contoh.
AP. C. binotalis adalah 3 kelompok telur/10 tanaman contoh.
Pasca Panen
Catatan umum penelitian pasca panen kubis dalam kurun waktu 1980-2002:
1. Pada teknik prapanen belum ditemukan teknologi yang dapat mempercepat atau
memperlambat waktu/umur panen. Hal ini akan sangat bermanfaat dalam
mendukung kontinuitas supplai dan pengendalian fluktuasi harga.
2. Umur panen akan sangat tergantung kepada varietas, musim tanam, kesuburan
tanah dan teknik budidaya. Kriteria panen yang sudah lazim digunakan oleh
petani dan layak menurut hasil penelitian yaitu krop sudah kompak, daun tua
agak menguning, bagian atas krop agak menonjol dengan kisaran umur tanaman
85-100 hari setelah tanam.
3. Teknik penanganan hasil yang dianggap kritis dan mempunyai andil besar dalam
kehilangan hasil adalah penanganan pra pengemasan dan pengangkutan.
Pengapuran pangkal krop, baik dengan semen putih, tawas dan silikagell
memberikan pengaruh baik terhadap penekanan busuk lunak. Kerusakan hasil
akibat pengangkutan antar kota tidak terlalu tinggi sementara dalam
pengangkutan antar pulau bisa mencapai 80% terutama musim hujan.
58
Tabel 18 Topik dan varietas penelitian pasca panen, 1982-2004
59
• Hasil analisis residu pestisida diperoleh data
seperti berikut: Kadar residu pestisida terbesar
pada daun kubis limbah pertanian (0,144
mg/kg), limbah rumah tangga (0,131 mg/kg)
dan pada krop (0,125 mg/kg). Dengan demikian
dapat dilihat bahwa semakin ke dalam residu
semakin rendah. Sedangkan perlakuan
pascapanen seperti pencucian dan perebusan
juga berdampak kepada penurunan residu.
(MI-UNSUD. No. 5 – 1999).
60
Agro Ekonomi
Keterangan :
dt = dataran tinggi
BPH = Buletin Penelitian Hortikultura
JH = Jurnal Hortikultura
61
dihitung berdasarkan nisbah kesetaraan
(NKT/LER = land equipment ratio), ternyata
kombi-nasi tanaman kubis + tomat membe-
rikan NKT yang paling tinggi (2,01).
• Komposisi biaya usahatani kubis di Solok,
Sumatera Barat (1998) menunjukkan bahwa,
komponen biaya tenaga kerja menempati urutan
tertinggi (25,8 %), diikuti pestisida (16,7 %),
pupuk (15,4 %), biaya lain-lain (14,4 %) dan
biaya bibit (10,7%).
- • Dengan tingkat produksi yang cukup tinggi
(28,3 t/ha) dan nilai produksi Rp. 2.405.500,
maka tingkat keuntungan yang dapat diterima
petani cukup tinggi, yaitu Rp. 1.431.852 (R/C
ratio = 2,47).
• Produktivitas usahatani kubis di daerah ini
ternyata masih belum optimal, peningkatan
produksi masih dapat diusahakan dengan
meningkat-kan penggunaan pupuk, luas lahan
garapan dan tenaga kerja.
62
Catatan Umum
1. Informasi mengenai sosial ekonomi kubis masih sangat terbatas. Dalam kurun
waktu 1984-2004 (20 tahun), studi sosial ekonomi kubis yang dapat dikumpulkan
hanya 5 buah artikel (4 buah artikel studi ekonomi produksi dan 1 buah artikel
studi pemasaran dan analisis harga).
2. Informasi studi ekonomi produksi sudah relatif lama (terakhir tahun 1994) dan
mengingat perkembangan perubahan yang terjadi dalam satu dasawarsa terakhir
yang cukup signifikan, maka dirasa perlu untuk segera memperbaharuhi data-
data tersebut melalui kegiatan-kegiatan penelitian pada masa yang akan datang.
3. Mengingat komoditas kubis memiliki nilai ekonomi yang relatif tinggi dan banyak
diminati serta ditanam petani, maka pada tahun-tahun mendatang dirasa sangat
perlu untuk memperbanyak penelitian sosial ekonomi kubis yang menyangkut
berbagai aspek, yaitu mulai dari studi produksi, pemasaran hingga studi
konsumen (selera pasar).
Analisis data tahunan produksi dan areal tanam kubis mencakup periode waktu
1970-2003 menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan rata-rata produksi kubis di
Indonesia cenderung menurun sebesar 0.5% (0.005). Tingkat pertumbuhan
produksi rata-rata kubis (meningkat/menurun) pada dasarnya dapat dipilah ke dalam
pertumbuhan yang disebabkan oleh peningkatan/penurunan areal tanam dan
peningkatan/penurunan produktivitas. Kontribusi peningkatan dari komponen areal
tanam dan produktivitas terhadap pertumbuhan produksi kubis secara berturut-turut
adalah (-) 2.3% dan 1,8%. Dengan demikian, sumber dominan yang menyebabkan
penurunan produksi kubis selama periode 1970-2003 adalah penurunan areal tanam.
Lebih jauh lagi, keragaman areal tanam menunjukkan kontribusi yang lebih tinggi
terhadap ketidak-stabilan produksi sayuran secara umum, dibandingkan dengan
keragaman produktivitas.
Pola pertumbuhan produksi (negative) yang didominasi oleh penurunan areal tanam
(kontribusi penurunan areal tanam lebih besar dibandingkan dengan kontribusi
peningkatan produktivitas), mengindikasikan beberapa kendala pengembangan
sebagai berikut:
• Inovasi teknologi/penelitian yang ada belum dapat memacu pertumbuhan
produksi berbasis peningkatan produktivitas. Salah satu diantaranya adalah
belum adanya varietas baru kubis (local) yang dikategorikan lebih unggul
daripada yang telah banyak digunakan di tingkat petani.
• Komponen teknologi budidaya yang tersedia secara umum belum dapat
memacu peningkatan produktivitas kubis.
• Program penyuluhan, terutama dikaitkan dengan proses alih teknologi di
tingkat petani, belum berjalan secara optimal.
63
• Keragaman areal tanam menunjukkan kontribusi yang lebih tinggi terhadap
ketidak-stabilan produksi kubis secara umum, dibandingkan dengan
keragaman produktivitas. Dengan demikian, probabilitas terjadinya fluktuasi
pasokan relatif lebih tinggi.
Indikator bagian petani (farmer's share) sebesar 75% dari harga eceran serta
minimalnya campur tangan (pasar) pemerintah, memberikan gambaran bahwa
struktur pasar domestik kubis dapat dikategorikan bersaing sempurna dan
keragaannya cukup efisien. Namun demikian, hal ini tampaknya tidak terjadi pada
ekspor-impor kubis.
Variasi harga kubis di tingkat pedagang besar secara umum lebih rendah
dibandingkan dengan variasi marjin tataniaga dan variasi harga di tingkat sentra
produksi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek pasar cenderung
beroperasi untuk mempertahankan stabilitas harga kubis di tingkat pedagang besar.
Indikasi ini memberikan penekanan perlunya perbaikan pengelolaan rantai pasokan
kubis di Jawa Barat yang lebih memberikan perhatian terhadap upaya memecahkan
instabilitas harga yang cukup tinggi di tingkat sentra produksi.
Sampai saat ini, hama penyakit masih merupakan kendala biotis utama produksi
kubis, karena dapat menyebabkan kehilangan hasil dengan kisaran 25-90%. Kendala
biotis penting pada kubis diantaranya penyakit busuk hitam (Xanthomonas
campestris Dows.); busuk lunak (Erwinia carotovora Holland.); akar bengkak atau
64
akar pekuk (Plasmodiophora brassicae Wor.) dan bercak hitam (Alternaria sp.) serta
hama ulat Plutella (Plutella xylostella L.); ulat croci (Crocidolomia binotalis Zeller);
ulat tanah (Agrotis ipsilon Hufn); kutu daun (Aphis brassicae) dan cengkerik atau
gangsir (Gryllus mitratus dan Brachytrypes portentosus).
Sejak awal dibudidayakan, kubis sebagian besar ditanam di daerah atau ekosistem
dataran tinggi. Kendala utama peningkatan produksi kubis di tingkat usahatani adalah
penurunan kesuburan tanah, serangan hama penyakit serta ketergantungan terhadap
benih impor. Oleh karena itu, isu penting yang perlu diantisipasi berkenaan dengan
strategi pengembangan kubis adalah aspek keberlanjutan usahatani secara
keseluruhan. Perlu penelitian interdisiplin berupa studi dampak pengelolaan intensif
usahatani kubis terhadap sustainabilitas ekosistem, terutama dataran tinggi. Beberapa
topik penelitian yang juga perlu dipertimbangkan diantaranya adalah status kesuburan
tanah dan pola tanam, status hama penyakit, preferensi petani terhadap varietas,
bahkan kelayakan pengembangan kentang berdasarkan pendekatan ekstensifikasi.
65
masih dipersepsi tinggi. Oleh karena itu, kaji ulang untuk berbagai teknologi kubis
perlu dilakukan sebagai bahan masukan untuk program pengembangan.
Beberapa usulan kebijakan dan strategi pengembangan yang bersifat generik dapat
dikemukakan sebagai berikut:
Daftar Pustaka
66
Colman, D & Young, T. 1989. Principles of agricultural economics: Markets and
prices in less developed countries. Cambridge University Press, Great Britain.
Dillon, J. L. & Hardaker, J. B. 1980. Farm management research for small farmer
development. Food and Agriculture Organization Agricultural Services Bulletin,
Rome.
67
dan hasil krop stek tunas kubis
14. Subhan 1987 Pengaruh macam dan dosis pupuk Bul. Penel.
organik terhadap hasil kubis kultivar Hort. 15 (1: 6-
Gloria Osena 17
15. Subhan 1988 Pengaruh penambahan pupuk P dan Bul. Penel.
Mg dalam kompos terhadap Hort. 16
pertumbuhan vegetatif dan hasil (2),:74-79
tanaman kubis varietas Ocena
16. Subhan 1988 Pengaruh pupuk bahan-bahan Bul. Penel.
organik terhadap pertumbuhan dan Hort. 16 (4),:
produksi tanaman kubis 37-41
17. Subhan 1989 Pengaruh mulsa dan waktu Bul. Penel.
pemberian pupuk N terhadap Hort.17 (3),:
pertumbuhan dan hasil kubis 53-62
varietas KK Cross di dat. rendah
18. Subhan 1989 Uji banding pemakaian kompos Bul. Penel. Hort
jagung, kompos jerami, dan pupuk 27 (4): 80-91
kandang domba terhadap hasil
kubis kultivar Gloria Osena
68
Pustaka penelitian hama penyakit kubis
No
Judul Penulis Publikasi/Th. Volume/Hal
.
HAMA
A. Plutella xylostella
1. Pengaruh umur tanaman kubis Emma Agustien Skripsi Ilmu Hama 110 hal
(Brassica oleraceae L.) dan Hasyim dan Penyakit
tingkat populasi larva (Plutella Tumbuhan.
xylostella Linn) terhadap FPN UNPAD.
tingkat kerusakan dan hasil Th. 1985
panen kubis.
2. Pengaruh beberapa insektisida Sudarwohadi S. Buletin Penelitian Vol. X No. 1
terhadap hama ulat daun Tonnny K. Hortikultura Hal : 21-30
kubis dan parasitoid Moekasan Th. 1983
(Diadegma eucerophaga).
3. Efikasi Teflubenzuron, Rustaman, E.S. Buletin Penelitian Vol XIX No. 4
Flufenoxuron dan Duskarno Hortikultura Hal : 117-123
Chlorfluazuron terhadap hama Th. 1990
Plutella xylostela L. dan
Croccidolomia binotalis Zell.)
pada tanaman kubis
4. Pengaruh banyaknya aplikasi Haeruman Skripsi Jurusan 59 hal
insektisida Permetrin terhadap Selamet Hortikultura
keperidian Plutella xylostella L. Akademi Pertanian
pada tanaman kubis di Nasional Yayasan
laboratorium. Pembina Pendidikan
Pertanian Bandung.
Th. 1986
5. Efektivitas insektisida Am Am Gilang Skripsi 51 hal
Teflubenzuron terhadap telur, Yatmaha FPN Univ. Bandung
larva dan imago Plutella Raya
xylostella L. (Lepidoptera : Th. 1989
Yponomeutidae) di
laboratorium.
6. Efisiensi dan efektivitas Purnomo Dwi Skripsi Jurusan Ilmu 64 hal
modifikasi alat semprot “Boom Sasongko Hama dan Penyakit.
Sprayer” dalam pengendalian FPN UNINUS
hama Plutella xylostela L. Bandung.
(Lepidoptera : Th. 1989
Yponomeutidae) pada
tanaman kubis.
7. Pengaruh konsentrasi Sutiana Skripsi 68 hal
insektisida asetat terhadap FPN Univ. Bandung
serangan beberapa jenis hama Raya
kubis dan tingkat parasitasi Th. 1992
Diadegma semiclausum
Hellen.
8. Kemangkusan insektisida Tinny S. Uhan Buletin Penelitian Vol. XXII No. 4
Diafentiuron (Polo 500 EC) Hortikultura Hal : 56-62
terhadap kerusakan daun Th. 1992
Plutella xylostella L. dan
Croccidolomia binotalis Zell
pada tanaman kubis.
9. Kemangkusan Bensultap 50 Laksanawati Buletin Penelitian Vol. XXIII No. 3
69
WP (Panol) terhadap laju H.D. Hortikultura Hal : 49-56
serangan Plutella xylostella L. Mastur Th. 1992
dan Croccidolomia binotalis Suparman
Zell pada tanaman kubis.
10. Sinergisme insektisida Tinny S. Uhan Buletin Penelitian Vol. XXVI No. 1
klorpirifos dan beberapa Ineu Sulastrini Hortikultura Hal : 133-137
insektisida serta PB terhadap Th. 1993
larva Plutella xylostella L.
11. Ambang kendali ulat daun Sudarwohadi S. Buletin Penelitian Vol. XX No. 3
kubis (Plutella xylostella L.) Tata R. Omoy Hortikultura Hal : 95-104
pada tanaman kubis. Th. 1991
12. Efisiensi penggunaan Wiwin Setiawati Buletin Penelitian Vol. XXII No. 3
insektisida pada tanaman Sudarwohadi S. Hortikultura Hal : 64-74
kubis berdasarkan hasil Th. 1992
tangkapan ngengat Plutella
xylostella L. dengan seks
feromon Px dan perangkap
kuning.
13. Telaahan ambang kendali L.P. Astuti Habitat Vol. 10 No. 106
hama Plutella xylostella L. Gatot Mudjiono April 1999. Hal : 9-13
pada tanaman kubis. T. Nur Rofiyah
14. Status resistensi Plutella Adi Sukwida Skripsi 77 hal
xylostella L. (Lepidoptera : FPN Univ. Bandung
Yponomeutidae) strain Raya
Lembang terhadap beebrapa Th. 1988
jenis insektisida golongan
organofosfor, piretroid sintetik
dan benzoil urea.
15. Resistensi ngengat Plutella Hanifah Skripsi 85 hal
xylostella L. (Lepidoptera : Sobarioh FPN Univ. Islan
Yponomeutidae) strain Nusantara Bandung
Lembang dan Pacet terhadap Th. 1989
beberapa jenis insektisida
piretroid sintetik.
16. Status resistensi lima strain Moekasan, T.K. Jurnal Hortikultura Vol. 14 No. 2
Plutella xylostella L. terhadap S. Sastrisiswojo Th. 2004 Hal : 84-90
formulasi fipronil, delbametrin, T. Rukmana
profenofos, abamektin dan H. Sutanto
Bacillus thuringiensis. I.S. Purnamasari
A. Kurnia
Penggunaan bakteri Anna Buletin Penelitian Vol. XVI No. 4
17. Streptomyces avermectylis Laksanawati Hortikultura Hal : 70-75
sebagai insektisida mikroba H.D. Th. 1988
untuk pengendalian hama-
hama utama tanaman kubis.
18. Pengaruh penggunaan Sukma Skripsi 110 hal
formulasi bakteri Bacillus Nuswantara Jurusan Biologi
thuriensis Berliner terhadap FMIPA UNPAD Bdg.
mortalitas larva Plutella Th. 1985
xylostella L. dan kerusakan
yang ditimbulkan oleh P.
xylostella pada tanaman kubis
di laboratorium.
19. Perpaduan pengendalian Sudarwohadi Disertasi 388 hal
secara hayati dan kimia hama Sastrosiswojo Universitas
ulat daun kubis (Plutella Padjadjaran
xylostella L. (Lepidoptera : Th. 1987
70
Yponomeutidae) pada
tanaman kubis.
20. Aktivitas ekstrak biji nimba Rika Kartika Skripsi 57 hal
(Azadirachta indica A. Zuss) Jurusan Hama &
sebagai antifeedant dan Penyakit Tumbuhan
repellent terhadap larva FPN UNINUS
Plutella xylostella L. Bandung
(Lepidoptera : Th. 1990
Yponomeutidae).
21. Efektivitas insektisida mikroba Dadang Wahyu Skripsi 95 hal
dan kimia secara tunggal dan Iriana Jurusan Hama &
campurannya terhadap hama Penyakit Tumbuhan
Plutella xylostella L. FPN UNINUS
(Lepidoptera : Bandung.
Yponomeutidae) dan Th. 1990
Croccidolomia binotalis Zell
(Lepidoptera : Pyralidae) pada
tanaman kubis.
22. Pengujian toksisitas ekstrak Martua Suhunan Jurnal Agrikultura Vol. 13 No. 1
daun pacar cina, Aglaia S. April 2002 Hal : 30-38
odorata dan daun kirinyu, Toto Suharto
Cromolaena odorata terhadap
ulat daun kubis Plutella
xylostella L.
23. Resistensi tanaman krusifer Sudarwohadi S. Buletin Penelitian Vol. XV No. 1
terhadap hama ulat daun Anggorohadi Hortikultura Hal : 29-37
kubis, Plutella xylostella L. Permadi Th. 1987
A. Laksanawati
H.D.
Itja Misra
24. Pengaruh tanaman perangkap Bidari Setiati Skripsi 87 hal
terhadap populasi Plutella Aisyah FPN Univ. Jendral
xylostella L. dan kerusakan Soedirman
pada tanaman kubis. Th. 1986
25. Pengaruh ukuran kurungan Ratna Ningsih Skripsi 53 hal
pada tingkat parasitasi dan Jurusan Hama &
nisbah kelamin Cotesia Penyakit Tumbuhan
plutellae Kurdj (Hymenoptera : FPN Univ. Islam
Broconidae) terhadap larva Nusantara Bandung
Plutella xylostella L. Th. 1991
(Lepidoptera :
Yponomeutidae).
B. Crocidolomia SP.
1. Kehilangan hasil panen kubis Tinny S. Uhan Jurnal Hortikultura Vol. 3 No. 2
karena ulat krop kubis Th. 1993 Hal : 22-26
(Croccidolomia binotalis Zell.)
dan cara pengendaliannya.
2. Pengujian bebrapa macam Tata Resta Buletin Penelitian Vol. XV No. 3
insektisida terhadap hama Omoy Hortikultura Hal : 110-116
Croccidolomia binotalis Zell Th. 1987
pada tanaman kubis.
3. Pengaruh pemberian Amral Fery Buletin Penelitian Vol. XXIII No. 2
Magnesium dan insektisida Hubagyo K. Hortikultura Hal : 63-68
terhadap serangan hama Losowinarto Th. 1992
Croccidolomia binotalis Zell
pada tanaman kubis (Brassica
71
oleracea L. var. Capitata).
4. Penetapan ambang kendali Tisna Skripsi 67 hal
Croccidolomia pavonana (F) FPN Univ. Bandung
(Lepidoptera : Pyralidae) pada Raya
tanaman kubis (Brassica Th. 1992
oleracea var. Capitata).
5. Pengujian ambang kendali ulat Barnas Subhana Skripsi 76 hal
krop kubis Croccidolomia Jurusan Hama &
binotalis Zell (Lepidoptera : Penyakit Tumbuhan
Pyralidae) pada tanaman FPN Univ. Islam
kubis. Nusantara
Th. 1992
6. Resistensi Croccidolomia Tinny S. Uhan Jurnal Hortikultura Vol. 3 No. 2
binotalis Zell strain Lembang Ineu Sulastrini Th. 1993 Hal : 75
terhadap beberapa jenis
insektisida.
7. Efikasi plasma nutfah Budi Martono Agr. UMY Vol. XII No. 1
bengkuang (Pachyrhizus Th. 2004 Hal : 17-22
erosus) terhadap ulat krop
kubis (Croccidolomia pavanana
F.)
8. Pengaruh jamur Metarrhizium Hubagyo K. Buletin Penelitian Vol. XXIII No. 2
anisopliae terhadap serangan Loso Winarto Hortikultura Hal : 58-62
Croccidolomia binotalis Zell Amral Fery Th. 1992
pada tanaman kubis varietas S. Sembiring
KR-1.
8. Patogenitas jamur yang Berty H. Assa Eugenia Vol. 1 No. 4
berasosiasi dengan larva Henny Makal Th. 1995 Hal : 40-43
Croccidolomia binotalis Zell.
C. Agrotis ipsilon Hufn
1. Pengaruh beberapa umpan Tinny S. Uhan Buletin Penelitian Vol. XVII No. 3
beracun terhadap ulat tanah Hortikultura Hal : 24-30
(Agrotis ipsilon Hufn; Th. 1989
Lepidoptera : Noctuidae) dan
kerusakan tanaman kubis.
NEMATODA
D. Meloidogyne spp.
1. Ketahanan varietas kubis dan A. Widjaya W. Buletin Penelitian Vol. XXIII No. 2
bebawangan terhadap Hadisoeganda Hortikultura Hal : 33-40
nematoda bengkak akar Th. 1992
(Meloidogyne spp.)
berdasarkan reproduksi
nematoda pada tanaman
inang.
2. Hubungan antara densitas A. Widjaya W. Jurnal Hortikultura Vol. 5 No. 4
populasi awal Meloidogyne Hadisoeganda Th. 1995 Hal : 55-60
incognita ras 1 dari hasil
tanaman kubis.
PENYAKIT
E. Plasmodiophora brassicae
1. First report on the incidence of Suhardi Buletin Penelitian Vol. IV No. 5
clubroot on cabbage in Euis Affandi Hortikultura Hal : 19-24
Indonesia; current spread, H. Vermevlen Th. 1976
damage and importance.
72
2. Pemanfaatan mikroba tanah I. Djatnika Buletin Penelitian Vol. XIX No. 1
untuk pengendalian Hortikultura Hal : 32-35
Plasmodiophora brassicae War Th. 1990
pada kubis (Brassica oleracea
Linn)
73
IV. PHT
1. Penerapan pengendalian C.S. Rante Eugenia Vol. 1 No. 4 Th.
hama terpadu pada tanaman D.T. Sembel Oktober 1995 XI
kubis di Kecamatan Tomohon, M. Meray Hal : 44-50
Kabupaten Minahasa. N.N. Wanta
74
Pustaka penelitian agro-ekonomi kubis
75